• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan (Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan (Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK DAN REGRESI SPASIAL

PADA PENETAPAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN

(Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota

untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Tahun 2013)

BUDI PRASETYO UTOMO

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan (Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Tahun 2013) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

BUDI PRASETYO UTOMO. Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan. Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan CICI SUHAENI.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat beberapa daerah yang belum mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%. Peubah alokasi anggaran pendidikan dibedakan menjadi dua. Pertama, alokasi anggaran pendidikan yang belum dan sudah memenuhi kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD. Kedua, besarnya persentase alokasi anggaran pendidikan dari total APBD. Regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik daerah terhadap pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Beberapa karakteristik yang dikaji meliputi: jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, dana bagi hasil, dana alokasi khusus, dana alokasi umum, tingkat kemiskinan, dan angka partisipasi sekolah. Berbeda dengan Regresi Logistik, Regresi spasial digunakan untuk melihat pengaruh spasial dari peubah-peubah yang digunakan. Dari analisis Regresi Logistik, diperoleh tiga peubah yang mempengaruhi penetapan kebijakan anggaran pendidikan. Ketiga peubah tersebut yaitu dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan luas wilayah. Sementara pada analisis regresi spasial, diperoleh lima peubah yang mempengaruhi besarnya persentase alokasi anggaran pendidikan. Kelima peubah tersebut meliputi: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi, dan angka partisipasi sekolah usia 19-24.

Kata kunci : anggaran pendidikan, regresi logistik, regresi spasial.

ABSTRACT

BUDI PRSETYO UTOMO. Application of Logistic Regression and Spatial Regression on the Establishment of Education Budget Policy. Supervised by I MADE SUMERTAJAYA and CICI SUHAENI.

(5)

Logistic Regression, spatial regression is used to see the effect of the spatial variables used. From the analysis of logistic regression, there are three variables that affect the determination of the education budget policy. The third variable is the general allocation fund, a special allocation fund, and area. While the spatial regression analysis, obtained five variables that affect the percentage of the education budget allocation. These five variables include: revenue-sharing, general allocation fund, a special allocation fund, the number of people who graduated from college, and enrollment at age 19-24.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK DAN REGRESI SPASIAL

PADA PENETAPAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN

(Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota

untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Tahun 2013)

BUDI PRASETYO UTOMO

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilimiah yang berjudul

“Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan

Anggaran Pendidikan”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, antara lain:

1. Bapak Dr Ir I Made Sumertaya, Msi dan Ibu Cici Suhaeni, SSi, Msi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan selama penulisan karya ilmiah ini.

2. Dosen pengajar Departemen Statistika atas ilmu yang telah diberikan. 3. Bapak Makali Hadiwiyono dan Ibu Komsinah selaku orang tua penulis,

serta Mas Waluyo dan Mas Eko Mulyono selaku saudara kandung penulis atas doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis.

4. Staf Tata Usaha Departemen Statistika atas kesabaran dan segala bantuannya.

5. Benny, Dony, Najih, Abrar, Aulia, Alul, Oki, Odik, Oldga, Dimas, atas semangat dan kebersamaannya.

6. Keluarga Statistika 47 atas motivasi dan dukungannya.

7. Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB atas dukungan dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Bogor, Februari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Anggaran Pendidikan 2

Regresi Logistik 2

Analisis Spasial 4

METODOLOGI 6

Sumber Data 6

Metode 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Eksplorasi Data 8

Model Regresi Logistik 10

Pemodelan Regresi Linier Berganda 12

Pemodelan Regresi Spasial 13

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Tabel klasifikasi 3

2 Nilai statistik persentase anggaran pendidikan 8 3 Jumlah total anggaran pendidikan dan APBD kabupaten/kota 10

4 Model regresi logistik 10

5 Ketepatan klasifikasi model 11

6 Estimasi parameter regresi menggunakan MKT 12

7 Uji Pengganda Lagrange 13

8 Estimasi parameter regresi spasial 14

DAFTAR GAMBAR

1 Penggunaan APBD menurut fungsi di Indonesia Bagian Timur 8 2 Sebaran penerapan kebijakan anggaran pendidikan 9

3 Plot sisaan terhadap Y2 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peubah-peubah yang digunakan 18

2 Korelasi antara peubah 19

3 Penggunaan APBD menurut fungsi tahun 2013 20

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial pun berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil juga berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008 dan UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Mengingat pendidikan merupakan suatu yang penting dan mendasar dalam membangun dan mengembangkan sebuah negara, kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Meskipun pemerintah telah menetapkan kebijakan minimal anggaran 20% dari tahun 2003, tetapi berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah tahun 2013 masih terdapat beberapa daerah yang belum mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBD dan APBN khususnya di Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Hal ini menyebabkan pendidikan di Indonesia bagian timur masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Indonesia bagian barat seperti pulau Jawa dan Sumatera.

Faktor-faktor seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, kemiskinan, jumlah sekolah, dan luas daerah diduga berpengaruh terhadap pemenuhan anggaran pendidikan di suatu daerah. Hubungan faktor-faktor tersebut terhadap besarnya anggaran pendidikan yang diterapakan pada suatu daerah salah satunya dapat diketahui menggunakan regresi logistik. Regresi logistik merupakan suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas.

Selain faktor-faktor di atas, kedekatan suatu daerah dengan daerah lain juga memungkinkan terjadinya pengaruh dalam pemenuhan anggaran pendidikan. Hal ini menyebabkan perlunya analisis lebih jauh mengenai pengaruh pemenuhan anggaran pendidikan dari aspek spasial. Analisis tersebut dilakukan dengan regresi spasial. Regresi spasial merupakan analisis dalam statistika yang digunakan untuk mengevalusi hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial.

(14)

2

karena pendidikan merupakan investasi untuk menghasilkan SDM yang berkualitas di masa yang akan datang.

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Melihat pengaruh karakteristik daerah dalam pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan.

2. Mengidentifikasi efek spasial pada penetapan besarnya persentase anggaran pendidikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Anggaran Pendidikan

Anggaran pendidikan merupakan pernyataan sistem yang berkaitan dengan program pendidikan, yaitu penerimaan dan pengeluaran yang direncanakan dalam suatu periode kebijakan keuangan, serta didukung dengan data yang mencerminkan kebutuhan, tujuan proses pendidikan dan hasil sekolah yang direncanakan (Armida 2012). Anggaran pendidikan juga merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Anggaran dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis penyelenggaraan yang berkenaan dengan semua jenis penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang, barang, dan tenaga yang dapat diuangkan (Arifi 2008). Sumber-sumber pembiayaan pendidikan secara makro telah diatur dalam pasal 31 UUD 1945 yang mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN Tahun 2003) pasal 49 ayat (1) yang menyatakan bahwa: "Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)".

Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan suatu alat dalam statistika yang digunakan untuk melihat hubungan antara satu atau beberapa peubah penjelas dengan satu peubah respon yang berupa data kualitatif (Chatterjee & Hadi 2006). Secara umum, model regresi logistik dengan p peubah penjelas yang dinotasikan dalam vektor adalah

( ) ( ) ; dengan | |

(15)

3

[ ] [ ] ; dengan Pendugaan parameter dalam model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (Hosmer & Lemeshow 2000). Fungsi kemungkinan maksimum pada regresi logistik biner adalah

∏ [ [ ] ]

dengan : i = 1,2,...,n

= respon pengamatan ke-i

= peluang kejadian ke-i saat Y=1

Pengujian parameter pada model regresi logistik dilakukan untuk melihat signifikasi atau peranan dari peubah penjelas. Statistik uji G digunakan untuk melihat peranan peubah penjelas secara serentak atau keseluruhan. Statistik uji G yaitu uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) dengan rumus umum:

[ ]

dengan : L0 = nilai kemungkinan tanpa peubah penjelas L1 = nilai kemungkinan dengan peubah penjelas hipotesis yang digunakan yaitu:

H0 : β1=...=βp=0

H1: minimal ada satu i dimana βi≠0 (i=1,2,...,p).

Statistik uji G ini mengikuti sebaran chi-square ( ) dengan derajat bebas p. Kaidah keputasan yang diambil yaitu apabila nilai G > maka hipotesis nol ditolak. Jika H0 ditolak maka dilakukan uji Wald. Uji Wald digunakan untuk menentukan peranan peubah bebas secara parsial. Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut:

[ ̂ ̂ ̂ ]

dengan : ̂ = nilai dugaan dari koefisien peubah penjelas

̂ ̂ = merupakan simpangan baku dari dugaan parameternya Hipotesis yang digunakan yaitu : H0 : βi=0 vs H1: βi≠0 (i=1,2,...p).

Nilai uji Wald mengikuti sebaran normal baku. Kaidah keputasan yang diambil yaitu apabila nilai Wald > maka hipotesis nol ditolak.

Salah satu ukuran kebaikan model adalah jika memiliki peluang salah klasifikasi yang minimal (Hosmer & Lemeshow 2000). Ketepatan prediksi dari model dapat diketahui menggunakan tabel ketepatan klasifikasi. Ketepatan klasifikasi dibedakan menjadi dua yaitu spesifitas dan sensitivitas. Spesifitas merupakan proporsi yang mengukur seberapa baik model menglasifikasikan kejadian gagal (0). Sedangkan, sensitivitas merupakan proporsi yang mengukur seberapa baik model menglasifikasikan kejadian sukses (1).

Tabel 1 Ketapatan klasifikasi

Aktual Prediksi

gagal (0) sukses (1) gagal (0) Benar (-)

(16)

4

sukses (1) Salah (-) Benar (+) Sensitivitas

Interpretasi koefisien pada model regresi logistik dilakukan dengan nilai rasio odds. Rasio odds pada model regresi logistik didefinisikan sebagai berikut:

dimana β merupakan nilai koefisien dari model regresi. Interpretasi dari rasio odds untuk peubah penjelas yang berskala nominal, X=1 memiliki kecenderungan untuk y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan peubah X=0. Sedangkan untuk peubah penjelas yang berskala numerik, interpretasinya berupa setiap kenaikan satu satuan pada peubah X maka kecenderungan untuk terjadinya y=1 akan naik sebesar Ψ kali.

Analisis Spasial

Data spasial adalah data yang berkaitan dengan lokasi berdasarkan geografi yang terdiri dari lintang-bujur dan wilayah (Faiz 2013). LeSage (1997) mengembangkan model spasial dependensi umum menggunakan data cross section sebagai berikut:

y = ρWy+ βX + u u = λWu + ε

ε

dengan y adalah vektor peubah respon (n 1), ρ adalah koefisien lag spasial, W

adalah matriks pembobot (n n), X adalah matriks peubah penjelas (n k), β adalah vektor koefisien regresi (n 1), u adalah vektor sisaan yang diasumsikan mengandung autokorelasi (n 1), λ adalah koefisien sisaan spasial, dan adalah vektor sisaan yang bebas autokorelasi (n 1).

Jika ρ 0 dan λ = 0 maka model ini akan menjadi Spatial Autoregressive Model (SAR). SAR adalah salah satu model spasial dengan memperhitungkan pengaruh lag spasial pada peubah respon saja (Anselin 1999). Jika ρ = 0 dan λ ≠ 0

maka model ini akan menjadi Spatial Error Model (SEM). SEM adalah salah satu model spasial dimana ketergantungan spasial disebabkan oleh sisaan. Hal ini berarti sisaan masih dapat menjelaskan komponen sistematis spasial.

Matriks pembobot adalah suatu matriks yang merangkum hubungan spasial dalam data. Pembentukan matriks pembobot dalam regresi spasial dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan persinggungan queen contiguity. Matriks pembobot dengan persinggungan queen contiguity merupakan salah satu pembobotan yang dilakukan ketika wilayah yang bersentuhan dengan batas suatu wilayah ke-i, baik sudut maupun sisi. Adapun formulanya sebagai berikut:

(17)

5 H0 : I = 0 (tidak ada autokorelasi) vs H1 : I ฀ 0 (ada autokorelasi), dengan statistik uji:

∑ ∑

dimana ε adalah vektor sisaan diperoleh dari selisih antara y dan E(y) yang diperoleh dengan menggunakan pendugaan parameter MKT, Wij adalah elemen dari matriks pembobot, dan n adalah banyaknya wilayah. Statistik Indeks Moran mengikuti sebaran normal baku. Jika |Zhitung| lebih besar dari Zα/2 maka tolak H0 sehingga dapat disimpulkan sisaan mengandung autokorelasi spasial.

Menurut Ramadhan (2013) jika unit pengamatan pada peubah respon saling berhubungan, atau sisaan antar lokasi saling berhubungan, maka model regresi spasial dapat dibentuk. Pengujian hipotesis terhadap pengaruh spasial dilakukan dengan statistik uji Pengganda Lagrange atau Lagrange Multiplier (LM). Apabila tahap ini diabaikan akan menghasilkan penduga yang bersifat tidak efisien dan kesimpulan yang dihasilkan tidak tepat. Pengujian hipotesis Pengganda Lagrange untuk model SAR yaitu:

H0 : ρ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada lag) H1 : ρ 0 (ada ketergantungan spasial pada lag) Statistik uji untuk model SAR tersebut yaitu:

[ [ [ ] ] ]

dengan adalah vektor sisaan dari model regresi klasik berukuran (n 1), n adalah banyaknya pengamatan, W adalah matriks pembobot spasial berukuran (n n), dan tr adalah operasi teras matriks. Pengujian hipotesis Pengganda Lagrange untuk model SEM yaitu:

H0 : λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada sisaan) H1 : λ 0 (ada ketergantungan spasial pada sisaan) Statistik uji untuk model SEM tersebut yaitu:

[ ]

dengan adalah vektor sisaan dari model regresi klasik berukuran (n 1), n adalah banyaknya pengamatan, W adalah matriks pembobot spasial berukuran (n n), dan tr adalah operasi teras matriks.

(18)

6

METODOLOGI

Sumber Data

Data yang digunakan pada penilitian ini adalah data sekunder yang berasal dari data publikasi di website Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah dan Badan Pusat Statistik tahun 2013. Dari data tersebut, yang menjadi pengamatan adalah kabupaten/kota dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat yang berjumlah 164. Peubah respon pada penelitian ini dibedakan menjadi dua. Pertama, alokasi anggaran pendidikan yang belum dan sudah memenuhi kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD. Kedua, besarnya persentase alokasi anggaran pendidikan dari total APBD. Sedangkan peubah penjelas pada penelitian ini berupa jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, luas daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, kemiskinan, angka partisipasi sekolah, angka partisipasi kasar, dan angka partisipasi murni (Lampiran 1).

Metode

Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2013 dan R 3.0.3. Tahapan analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tahap I: Melakukan eksplorasi data menggunakan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi daerah yang menerapkan anggaran pendidikan di atas atau di bawah 20% dari APBD.

Tahap II: Membentuk model regresi logistik biner dari peubah respon kebijakan anggaran pendidikan (Y) dan peubah penjelas X dengan rumus (Agresti 1990):

Langkah-langkah yang digunakan pada pembentukan model regresi logistik meliputi:

1. Melakukan pendeteksian multikolinieritas dengan cara melihat nilai korelasi antar peubah.

2. Melakukan pengujian terhadap koefisien model regresi logistik biner yang terbentuk secara simultan dengan Uji G dengan rumus (Chatterjee & Hadi 2006):

[ ]

H0 ditolak apabila G > maka minimal terdapat satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap respon.

(19)

7

[ ̂ ̂ ̂ ]

H0 ditolak apabila Wald > maka koefisien model berpengaruh terhadap respon.

4. Mereduksi peubah-peubah penjelas yang tidak nyata terhadap peubah respon dengan menggunkan backward elimination dengan kriteria pereduksian apabila memiliki nilai p > 0,05.

5. Menghitung nilai ketepatan klasifikasi dari model reduksi yang diperoleh.

6. Melakukan interpretasi terhadap model baru yang terbentuk. Tahap III: Membentuk model umum regresi spasial dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Melakukan pendeteksian multikolinieritas dengan cara melihat nilai korelasi antar peubah.

2. Membentuk model regresi berganda dengan peubah respon besarnya persentase anggaran pendidikan (Y2) dan semua peubah penjelas (Lampiran 1).

3. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter pada model regresi yang terbentuk.

4. Melakukan uji asumsi sisaan dari model regresi berganda.

5. Menentukan matriks pembobot dengan menggunakan metode queen contiguity dengan rumus (LeSage 1997):

6. Menguji autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran dengan rumus (Cressie 1993):

∑ ∑

Tolak H0 jika |Zhitung| > Zα/2 maka sisaan mengandung autokorelasi spasial.

7. Menguji ketergantungan spasial untuk mengetahui pengaruh lag spasial dan sisaan spasial menggunakan uji Langrange Multiplier (LM).

8. Memodelkan regresi spasial dengan rumus (LeSage 1997):

y = ρWy+ βX + u; u = λWu + ε; ε

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Pengalokasian Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) untuk 164 kabupaten/kota di wilayah Indonesia Bagian Timur menurut fungsinya terbagi menjadi sembilan bagian. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pengalokasian APBD terbesar digunakan untuk pelayanan umum dan anggaran pendidikan. Aloksi anggaran pendidikan mencapai 29% dari total APBD.

Gambar 1 Penggunaan APBD menurut fungsi di Indonesia Bagian Timur Secara rata-rata pengalokasian anggaran pendidikan di Indonesia Bagian Timur sudah sesuai dengan UU Sistem Pendidikan. Akan tetapi, rata-rata persentase anggaran pendidikan di Indonesia Bagian Timur ini memiliki simpangan baku yang cukup besar yaitu 11,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa pemenuhan anggaran pendidikan tidak menyebar secara merata. Dari Tabel 2, terlihat bahwa masih terdapat kabupaten/kota yang menerapkan persentase anggaran pendidikan cukup rendah yaitu sebesar 6,32% . Akan tetapi, terdapat juga kabupaten/kota yang menerapkan persentase anggaran pendidikan cukup tinggi yaitu sebesar 55,45%.

Tabel 2 Nilai statistika deskriptif persentase anggaran pendidikan

Statistik Persentase Anggaran Pendidikan

Rataan 28,36

Simpangan Baku

Rataan 11,27

Koef. Keragaman 1,27

Maksimum 55,45

Median 29,73

Minimum 6,32

Pelayanan Umum

30%

Ketertiban dan Ketentraman

1% Ekonomi

11% Lingkungan

Hidup 2% Perumahan

dan Fasilitas Umum

14% Kesehatan

10% Pariwisata dan

Budaya 1%

Pendidikan 29%

Perlindungan Sosial

(21)

9

Penyebaran pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% pada tiap provinsi pun cukup bervariasi. Sebaran pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan tersebut tersaji pada Gambar 2. Dari Gambar 2, terlihat masih terdapat beberapa provinsi yang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20%. Provinsi tersebut meliputi: Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara. Jumlah kabupaten/kota yang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD ada sebanyak 43. Dari 43 kabupaten/kota yang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20%, paling banyak terdapat pada provinsi Papua dengan jumlah 24 kabupaten/kota. Akan tetapi, terdapat juga beberapa provinsi yang sudah menerapkan kebijakan anggaran pendidikan sesuai UU sistem pendidikan. Provinsi tersebut meliputi: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Gambar 2 Sebaran penerapan kebijakan anggaran pendidikan.

Besarnya jumlah total Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) pada suatu daerah tidak serta merta mempengaruhi pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari Provinsi Gorontalo dan Provinsi Papua pada Tabel 3. Meskipun Provinsi Gorontalo memiliki total APBD yang cukup sedikit yaitu sebesar 3,5 triliun, akan tetapi provinsi ini sudah menerapkan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% secara penuh. Hal ini bertolak belakang dengan Provinsi Papua. Meskipun Provinsi Papua memiliki jumlah total APBD yang terbesar yaitu 24,08 triliun, tetapi Provinsi Papua menerapkan persentase anggaran pendidikan yang paling sedikit yaitu sebesar 15%.

0 5 10 15 20 25 30

Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Maluku Papua

Jumlah Kabupaten/Kota

(22)

10

Tabel 3 Jumlah total anggaran pendidikan dan APBD kabupaten/kota.

Nama Provinsi APBD

(juta rupiah)

Anggaran Pendidikan (juta rupiah)

Persentase Anggaran Pendidikan (%) Sulawesi Utara 8.282.066 2.723.771 32,89 Sulawesi Tengah 8.248.921 2.880.215 34,92 Sulawesi Selatan 19.793.244 7.372.719 37,25 Sulawesi Tenggara 8.547.210 2.860.242 33,46 Sulawesi Barat 3.183.093 1.000.946 31,45 Gorontalo 3.491.704 1.229.610 35,22 Nusa Tenggara Barat 8.340.567 3.022.016 36,23 Nusa Tenggara Timur 12.889.376 4.513.662 35,02 Maluku 6.574.671 2.034.570 30,95 Maluku Utara 5.561.967 1.024.151 18,41 Papua 24.077.953 3.644.691 15,14 Papua Barat 8.408.139 1.401.963 16,67

Model Regresi Logistik

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam model regresi yaitu tidak adanya multikolinieritas antar peubah. Penanganan multikolinieritas pada penelitian ini dilakukan dengan memilih salah satu peubah penjelas yang memiliki korelasi kuat dengan peubah lainnya. Nilai korelasi antar peubah penjelas disajikan pada Lampiran 2. Dari nilai korelasi tersebut, penulis menggunakan sepuluh peubah penjelas dalam pembentukan model.

Pembentukan model regresi logistik digunakan untuk melihat kecenderungan karakteristik suatu daerah dalam pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan. Hasil pemodelan menggunakan model regresi logistik dengan sepuluh peubah penjelas didapatkan nilai rasio likelihood G sebesar 94,21 dengan nilai p <0,0001 sehingga H0 ditolak dengan arti minimal ada salah satu peubah penjelas yang berpengaruh secara signifikan terhadap peubah respon pada taraf nyata 5%. Pengujian parsial menggunakan uji Wald diperoleh tiga peubah penjelas yang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% (Lampiran 5). Ketiga peubah tersebut adalah dana alokasi umum, dana lokasi khusus, dan luas wilayah. Pemodelan regresi logistik dengan peubah yang signifikan terhadap taraf nyata 5% disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Model Regresi Logistik

Prediktor B S.E. Wald db Nilai p Rasio odds

X2 0,019 0,004 18,819 1 0,000 1,020

X3 -0,077 0,016 23,124 1 0,000 0,926

X21 -0,499 0,102 23,864 1 0,000 0,607

(23)

11 Model regresi logistik yang terbentuk tersebut perlu dinilai kelayakannya. Salah satu penilaian kelayakan pada model regresi logistik yaitu dengan melihat ketepatan klasifikasinya. Hasil ketepatan klasifikasi pada model regresi menunjukkan bahwa nilai spesifisitasnya sebesar 65,1%. Hal ini berarti dari 43 kabupaten/kota yang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan, sebanyak 28 kabupaten/kota diklasifikasikan dengan benar bahwa kabupaten/kota tersebut memang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan. Nilai sensitivitas pada model tersebut yaitu sebesar 94,2%. Hal ini berarti bahwa dari 121 kabupaten/kota yang sudah menerapkan kebijakan anggaran pendidikan, sebanyak 114 kabupaten/kota diklasifikasikan dengan benar bahwa kabupaten/kota tersebut memang sudah menerapkan kebijakan anggaran pendidikan. Presentase ketepatan penglasifikasian secara keseluruhan sebesar 86,6% (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut sudah cukup layak untuk digunakan.

Tabel 5 Ketepatan klasifikasi model

Aktual

Prediksi

Persentase Ketepatan <20

%

20%

<20% 28 15 65,1

≥20% 7 114 94,2

Persentase Ketepatan

Total 86,6

Interpretasi parameter peubah penjelas pada model regresi logistik dapat dilihat dari nilai dugaan rasio odds. Peubah dana alokasi khusus memiliki koefisien negatif dan memiliki nilai rasio odds sebesar 0,926. Hal ini menunjukkan dengan bertambahnya dana alokasi khusus sebesar satu miliar maka kecenderungan kabupaten/kota tersebut untuk menetapkan anggaran pendidikan diatas 20% yaitu sebesar 0,926 kali dibandingkan kabupaten/kota tersebut tidak mendapatkan tambahan dana alokasi khusus. Artinya, dengan kenaikan dana alokasi khusus justru akan menyebabkan kecenderungan kabupaten/kota untuk menganggarkan pendidikan minimal 20% akan semakin berkurang. Dana alokasi khusus merupakan dana alokasi dari APBN yang diberikan kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk membiayai suatu kegiatan khusus pada suatu daerah sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan arah kegiatannya DAK dibagi menjadi delapan bagian yaitu: pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur irigasi, infrastruktur jalan, infrastruktur sanitasi, pertanian, dan kelautan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan DAK pada wilayah Indonesia Bagian Timur tidak diprioritaskan untuk pendidikan melainkan untuk kegiatan lain seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pertanian atau kelautan. Oleh sebab itu, dengan kenaikan DAK justru menyebabkan kecenderungan kabupaten/kota untuk menganggarkan pendidikan minimal 20% semakin berkurang.

(24)

12

diatas 20% yaitu sebesar 1,02 kali dibandingkan kabupaten/kota tersebut tidak mendapatkan tambahan dana alokasi umum. Artinya, dengan kenaikan dana alokasi umum maka kecenderungan suatu kabupten/kota untuk menganggarkan pendidikan minimal 20% juga akan meningkat. Dana alokasi umum sendiri merupakan dana alokasi dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum ini meliputi gaji PNS dan celah fiskal.

Dugaan nilai rasio odds pada peubah luas wilayah sebesar 0,607 yang berarti dengan semakin besarnya luas wilayah maka kecenderungan kabupaten/kota tersebut untuk menetapkan anggaran pendidikan di atas 20% dari APBD semakin berkurang. Artinya, suatu kabupaten/kota yang luas wilayahnya lebih besar akan memiliki kecenderungan mengalokasikan anggaran pendidikan kurang dari 20%. Begitu juga sebaliknya, kabupaten/kota yang luas wilayahnya lebih kecil justru akan mengalokasikan anggaran pendidikan lebih dari 20%. Oleh karena itu, pemerataan kebijakan anggaran pendidikan dapat dilakukan dengan pemekaran pada suatu wilayah yang memiliki luas yang cukup besar sehingga efektivitas pengelolaan daerah tersebut dapat dilakukan secara maksimal.

Pemodelan Regresi Linier Berganda

Pemodelan regresi linier berganda pada penerapan besarnya persentase anggaran pendidikan dengan sepuluh peubah penjelas (Lampiran 2) menghasilkan lima peubah penjelas yang berpengaruh nyata pada taraf 5%. Kelima peubah tersebut meliputi: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Angka Partisiasi Sekolah (APS) usia 19-24 tahun, dan Luas Wilayah.

Tabel 6 Estimasi parameter regresi menggunakan MKT Peubah Koefisien Sisaan Baku Nilai-p Konstanta 6,47x10-2 6,54x10-2 0,32466 X1 -5,92x10-7 1,40x10-7 0,00003* X2 4,11x10-7 7,06x10-8 0,00000* X3 -1,54x10-6 3,29x10-7 0,00000* X8 -1,43x10-6 7,28x10-7 0,05163 X9 1,36x10-4 2,72x10-4 0,61869 X10 1,67x10-3 1,29x10-3 0,19783 X11 3,69x10-4 1,41x10-3 0,79415 X12 -8,23x10-4 9,51x10-4 0,38835 X13 2,30x10-3 8,63x10-4 0,00866* X21 -1,20x10-6 4,83x10-7 0,01411*

*) nyata pada α = 5%

(25)

13

Model persamaan regresi tersebut memiliki nilai R-Square sebesar 39,49% yang berarti model tersebut dapat menjelaskan keragaman persentase penerapan anggaran pendidikan sebesar 39,49%, sedangkan sisanya sebesar 60,51% dijelaskan oleh peubah lain diluar model.

Pengujian asumsi pada model tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan penduga parameter regresi yang tak bias dan terbaik. Pengujian asumsi kenormalan sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai-p > 0,15 yang berarti tidak tolak H0 pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti tidak terjadi pelanggaran asumsi atau sisaan menyebar normal. Pengujian asumsi kehomogenan ragam sisaan menggunakan uji Breush-Pagan didapatkan nilai-p 0,0009 atau nilai-p < 0,05. Hal ini menujukan bahwa tolak H0 yang berarti terjadi pelanggaran asumsi yaitu ragam sisaan tidak homogen. Terjadinya pelanggaran asumsi pada persamaan regresi dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (MKT) menyebabkan penduga parameter regresi yang diperoleh menjadi bias. Penanganan pelanggaran asumsi tersebut dilakukan dengan analisis regresi spasial.

Pemodelan Regresi Spasial

Keheterogenan ragam sisaan pada model regresi menggunakan MKT kemungkinan disebabkan oleh ketergantungan spasial antar daerah. Pengujian Indeks Moran dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh spasial antara daerah satu dengan daerah lainnya yang bertetangga. Hasil uji Indeks Moran pada penerapan anggaran pendidikan diperoleh nilai Indeks Moran I = 0,601 dengan nilai-p sebesar 2,2x10-16 atau nilai-p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketergantungan spasial pada sisaan MKT sehingga perlu dilakukan uji pengganda Lagrange.

Uji Pengganda Lagrange digunakan untuk mengetahui model regresi spasial yang akan digunakan. Hasil uji Pengganda Lagrange dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai uji Pengganda Lagrange pada model SEM diperoleh nilai sebesar 26,62 dan nilai-p sebesar 2,48x10-7. Hal ini menunjukkan bahwa tolak H0 yang berarti terdapat sisaan spasial. Nilai uji Pengganda Lagrange pada model lag spasial diperoleh nilai sebesar 56,79 dan nilai-p sebesar 4,85x10-14 yang menunjukkan bahwa tolak H0 pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti terdapat lag spasial. Uji Pengganda Lagrange pada kedua model tersebut signifikan pada taraf nyata 5% sehingga model yang terbentuk yaitu model regresi umum spasial.

Tabel 7 Uji Pengganda Lagrange Model Parameter Nilai-p SEM 26,6154 2,48x10-7 SAR 56,7886 4,85x10-14

(26)

14

dapat menjelaskan keragaman penerapan anggaran pendidikan sebesar 70,9%, sedangkan sisanya sebesar 29,1% dijelaskan oleh peubah lain diluar model tersebut. Signifikasi parameter regresi menggunakan model umum regresi spasial disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa nilai-p pada lag spasial WY(ρ) sebesar 2x10-16. Hal ini menunjukkan bahwa lag spasial berpengaruh nyata pada taraf nyata 5% yang berarti ada pengaruh autoregressive pada penetapan besarnya persentase anggaran pendidikan. Nilai-p pada sisaan spasial juga menujukkan kurang dari 0,05 yang mengindikasikan bahwa sisaan spasial berpengarauh nyata terhadap penerapan besarnya persentase anggaran pendidikan. Begitu juga dengan kelima peubah lainnya yaitu dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi, dan angka partisipasi sekolah usia 19-24 juga berpengaruh nyata terhadap penerapan besarnya persentase anggaran pendidikan pada taraf nyata 5%.

Tabel 8 Estimasi parameter regresi spasial Peubah Koefisien Sisaan Baku Nilai-p Konstanta 0,117 0,0477 0,01548*

WY(ρ) 0,937 0,0722 0,00000*

X1 -2,37x10-7 1,02x10-7 0,02158* X2 2,50x10-7 5,17x10-8 0,00000* X3 -6,26x10-7 2,38x10-7 0,00953* X8 -1,30x10-6 5,07x10-7 0,01113* X9 9,92x10-5 1,90x10-4 0,60196 X10 4,29x10-4 8,99x10-4 0,63392 X11 4,72x10-4 9,79x10-4 0,63011 X12 -3,88x10-4 6,59x10-4 0,55678 X13 1,55x10-3 6,00x10-4 0,01057* X21 -4,69x10-7 3,41x10-7 0,17105

WU(λ) -1,08 0,167 0,00000*

*) nyata pada taraf α=5%

(27)

15

Gambar 3 Plot sisaan terhadap Y2

Pemilihan model terbaik dilakukan dengan melihat nilai Akaike Information Criterion (AIC) pada masing-masing model yang telah terbentuk. Suatu model dikatakan lebih baik apabila memiliki nilai AIC yang lebih kecil. Pada model regresi linier berganda menggunakan MKT diperoleh nilai AIC sebesar -309,9 sedangkan pada model regresi umum spasial diperoleh nilai AIC sebesar -428,9. Nilai AIC pada model regresi umum spasial lebih kecil dari pada model regresi MKT, sehingga model yang dipilih dalam penerapan anggaran pendidikan adalah model regresi umum spasial.

Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% pada analisis regresi spasial sedikit berbeda dengan analisis regresi klasik MKT. Peubah jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi pada model regresi klasik tidak signifikan, tetapi setelah dievaluasi dengan model regresi umum spasial menjadi signifikan. Hal ini berkebalikan dengan peubah luas wilayah. Peubah luas wilayah pada model regresi klasik signifikan, akan tetapi setelah dievaluasi menggunakan model regresi umum spasial menjadai tidak signifikan. Dalam kasus ini, model regresi umum spasial masih lebih baik untuk digunakan dibandingkan dengan MKT karena memiliki nilai AIC yang lebih kecil dan R-square yang lebih besar.

Model regresi yang digunakan dalam penerapan besarnya persentase anggaran pendidikan yaitu model regresi umum spasial dengan menggunakan lima peubah penjelas. Model regresi umum spasial tersebut yaitu:

(28)

16

umum dan dana alokasi khusus. Koefisien pada dana alokasi umum bertanda positif sedangkan pada dana alokasi khusus bertanda negatif. Hal ini berarti bahwa kedua peubah tersebut memberikan peranan yang sama pada model regresi umum spasial maupun regresi logistik.

Interpretasi dari model yang terbentuk dapat dilihat dari nilai koefisien penduga parameter model. Koefisien lag spasial (WY2) yang nyata menunjukkan

bahwa ada pengaruh wilayah terhadap wilayah lain yang berdekatan. Hal ini berarti jika suatu wilayah yang dikelilingi wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar 0,99 dikali rata-rata besarnya persentase anggaran pendidikan wilayah yang mengelilinginya. Koefsien dana bagi hasil (X1) sebesar -2,2x10-7 berarti setiap kenaikan dana bagi hasil satu juta rupiah maka besarnya persentase anggaran pendidikan akan berkurang sebesar 2,2x10-7 kali dengan asumsi peubah lain dianggap konstan. Begitu pula koefisien pada dana alokasi khusus dan jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi.

Hal berbeda terjadi pada dana alokasi umum (X2) dan angka partisipasi sekolah usia 19-24 (X13) yang memiliki koefisien positif. Koefisien pada dana alokasi umum (X2) yaitu sebesar 2,3x10-7 yang berarti setiap kenaikan dana alokasi umum sebesar satu juta rupiah maka besarnya persentase anggaran pendidikan akan naik sebesar 2,3x10-7 kali dengan asumsi peubah lain dianggap konstan. Sedangkan koefisien spatial error (λ) sebesar -1,12 menunjukkan bahwa jika suatu wilayah yang dikelilingi wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar -1,12 dikali besarnya sisaan disekitarnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Regresi logistik mampu menghasilkan pendugaan parameter yang cukup baik pada pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD. Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan meliputi: dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan luas wilayah. Model regresi umum spasial menghasilkan pendugaan parameter yang lebih baik dibandingkan model regresi klasik. Model regresi umum spasial mampu mengatasi pelanggaran asumsi kehomogenan ragam sisaan pada model regresi klasik. Peubah yang berpengaruh terhadap penetapan besarnya persentase anggaran pendidikan meliputi: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi, dan angka partisipasi sekolah umur 19-24.

Saran

(29)

17 membuat model yang lebih baik. Selaian AIC, penentuan model terbaik dapat dilihat menggunakan BIC, MAPE, dan MSE.

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 1990. Categorical Data Analysis. New Jersey : John Wiley and Sons. Anselin L.1999. Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas.

Arifi A. 2008. Anggaran Pendidikan dan Mutu Pendidikan (Respon Kebijakan Anggaran Pendidikan 20% dari APBN Bagi Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah). Jurnal Pendidikan Agama Islam, 5(1), hal. 111-127. Armida. 2012. Sistem Penganggaran Pendidikan dan Efektivitas Penggunaan

Biaya Pendidikan serta Dampaknya Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah Aliyah di Kota Jambi. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(2) hal. 5 Chatterjee S, Hadi AS. 2006. Regression Analysis by Example. Ed ke-4. New

Jersey: John Wiley & Sons.

Cressie, Noel AC. 1993. Statistics For Spatial Data.New York : John Wiley and Sons, INC.

Faiz N, Rahmawati R, Safitri D. 2013. Analisis Spasial Penyebaran Penyakit

Demam Berdarah Dengeu dengan Indeks Moran dan Geary’s C. Jurnal

Gaussian, 2(1), hal. 69-78.

Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression, 2nd edition. New Jersey : John Wiley and Sons.

LeSage JP. 1997. Regression Analysis of Spatial Data. Toeldo: University of Toeldo.

(30)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peubah-peubah yang digunakan

Peubah Kategori Keterangan

Y1 Anggaran Pendidikan

0 dibawah 20% dari APBD dan APBN 1

diatas 20% dari APBD dan APBN (digunakan untuk regresi logistik)

Y2

Anggaran

Pendidikan numerik

Persentase anggaran pendidikan (digunakan untuk regresi klasik dan regresi spasial) X1 DBH numerik Dana Bagi Hasil (juta rupiah)

X2 DAU numerik Dana Alokasi Umum (juta rupiah) X3 DAK numerik Dana Alokasi Khusus (juta rupiah) X4

Tidak

Sekolah numerik Jumlah penduduk yang tidak sekolah

X5 SD numerik

Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir SD

X6 SMP numerik

Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir SMP

X7 SMA numerik

Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir SMA

X8

Perguruan

Tinggi numerik

Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi

X9 Kemiskinan numerik Jumlah penduduk miskin

X10 APS 7-12 numerik Angka Partisipasi Sekolah usia 7-12 tahun X11 APS 13-15 numerik Angka Partisipasi Sekolah usia 13-15 tahun X12 APS 16-18 numerik Angka Partisipasi Sekolah usia 16-18 tahun X13 APS 19-24 numerik Angka Partisipasi Sekolah usia 19-24 tahun X14 APK 7-12 numerik Angka Partisipasi Kasar usia 7-12 tahun X15 APK 13-15 numerik Angka Partisipasi Kasar usia 13-15 tahun X16 APK 16-18 numerik Angka Partisipasi Kasar usia 16-18 tahun X17 APK 19-24 numerik Angka Partisipasi Kasar usia 19-24 tahun X18 APM SD numerik Angka Partisipasi Murni SD

X19 APM SMP numerik Angka Partisipasi Murni SMP X20 APM SMA numerik Angka Partisipasi Murni SMA

(31)

19 Lampiran 2 Korelasi antara peubah

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21

(32)

20

Lampiran 3 Penggunaan APBD menurut fungsi tahun 2013

(33)

21

Lampiran 4 Tabel uji serentak parameter model regresi logistik

Khi kuadrat db Nilai p

Tahap

Tahap 94,211 10 0,000

Blok 94,211 10 0,000

Model 94,211 10 0,000

Lampiran 5 Tabel backward elemination parameter model regresi logistik

Tahap Peubah B S.E. Wald db Nilai-p Exp(B)

1 X1 -0,002 0,01 0,043 1 0,835 0,998

X2 0,021 0,005 16,514 1 0 1,021

X3 -0,077 0,018 19,371 1 0 0,926

X8 -0,049 0,086 0,318 1 0,573 0,952

X9 0,015 0,014 1,106 1 0,293 1,015

X10 0,051 0,048 1,103 1 0,294 1,052

X11 -0,051 0,055 0,859 1 0,354 0,95

X12 0,029 0,035 0,681 1 0,409 1,03

X13 -0,011 0,043 0,065 1 0,799 0,989

X21 -0,518 0,117 19,565 1 0 0,596

Konstanta -2,114 2,38 0,789 1 0,374 0,121

2 X2 0,021 0,005 16,831 1 0 1,021

X3 -0,078 0,017 19,908 1 0 0,925

X8 -0,049 0,086 0,317 1 0,574 0,953

X9 0,015 0,014 1,169 1 0,28 1,016

X10 0,051 0,048 1,132 1 0,287 1,053

X11 -0,052 0,055 0,887 1 0,346 0,95

X12 0,029 0,035 0,669 1 0,413 1,029

X13 -0,012 0,042 0,077 1 0,782 0,988

X21 -0,527 0,11 22,81 1 0 0,591

Konstanta -2,148 2,373 0,819 1 0,366 0,117

3 X2 0,021 0,005 16,862 1 0 1,021

X3 -0,077 0,017 20,032 1 0 0,926

X8 -0,056 0,082 0,462 1 0,497 0,946

X9 0,016 0,014 1,202 1 0,273 1,016

X10 0,054 0,048 1,26 1 0,262 1,055

X11 -0,054 0,055 0,972 1 0,324 0,948

X12 0,027 0,034 0,602 1 0,438 1,027

X21 -0,522 0,109 23,039 1 0 0,593

Konstanta -2,174 2,364 0,846 1 0,358 0,114

4 X2 0,02 0,005 18,052 1 0 1,02

X3 -0,074 0,016 20,84 1 0 0,929

X9 0,01 0,012 0,776 1 0,378 1,01

X10 0,046 0,046 0,992 1 0,319 1,047

(34)

22

Tahap Peubah B S.E. Wald db Nilai-p Exp(B)

X12 0,025 0,034 0,539 1 0,463 1,025

X21 -0,506 0,105 23,028 1 0 0,603

Konstanta -1,663 2,226 0,559 1 0,455 0,189

5 X2 0,019 0,005 18,079 1 0 1,02

X3 -0,074 0,016 21,215 1 0 0,928

X9 0,007 0,011 0,446 1 0,504 1,007

X10 0,043 0,045 0,883 1 0,347 1,043

X11 -0,026 0,043 0,382 1 0,537 0,974

X21 -0,503 0,104 23,262 1 0 0,605

Konstanta -1,634 2,248 0,528 1 0,467 0,195

6 X2 0,02 0,005 18,446 1 0 1,02

X3 -0,075 0,016 21,311 1 0 0,928

X9 0,006 0,01 0,298 1 0,585 1,006

X10 0,017 0,018 0,889 1 0,346 1,017

X21 -0,507 0,105 23,535 1 0 0,602

Konstanta -1,49 2,279 0,427 1 0,513 0,225

7 X2 0,019 0,004 18,687 1 0 1,02

X3 -0,074 0,016 20,973 1 0 0,929

X10 0,016 0,018 0,855 1 0,355 1,017

X21 -0,501 0,103 23,703 1 0 0,606

Konstanta -1,252 2,24 0,312 1 0,576 0,286

8 X2 0,019 0,004 18,819 1 0 1,02

X3 -0,077 0,016 23,124 1 0 0,926

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 10 Oktober 1991, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Makali Hadiwiyono dan Komsinah. Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri Kedung Agung, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Purworejo dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Purworejo dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 2 Nilai statistika deskriptif persentase anggaran pendidikan
Gambar 2 Sebaran penerapan kebijakan anggaran pendidikan.
Tabel 3 Jumlah total anggaran pendidikan dan APBD kabupaten/kota.
Tabel 8 Estimasi parameter regresi spasial
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas tersirat bahwa parameter batasan dan persyaratan operasi sebagian besar sudah dilaksanakan pada kegiatan pengendalian terhadap persiapan sarana

Apabila kita tertarik untuk melakukan pembelian barang atau melakukan transaksi secara angsuran tentu saja harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh masing- masing

dan posttest yang dikelompokkan ke dalam 6 kelas. Kemudian pada nilai posttest siswa mengalami peningkatan nilai.. 4.1.2 Hasil Observasi Pembelajaran IPA

Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Dalam karya sastra, nada berhubungan dengan sikap penyair atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna yang

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka,

Semua faktor di atas secara bersama-sama akan mempengaruhi proses dari belajar siswa. Tetapi motivasi yang merupakan faktor yang penting dari individu yang mempengaruhi proses

Pemerintah telah menetapkan Labuan bajo sebagai salah satu dari 5 (lima) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas. Kebijakan ini berimplikasi pada banyaknya

Pada saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Seksi Penerapan Teknologi Tanaman Terna dan Tanaman Merambat, dan Pemberdayaan pada Direktorat Buah dan