• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis biaya produksi dan harga air minum pada pt watertech estate cikarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis biaya produksi dan harga air minum pada pt watertech estate cikarang"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM

PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG

LARAS LESTARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya Produksi dan Harga Air pada PT Watertech Estate Cikarang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

LARAS LESTARI. Analisis Biaya Produksi dan Harga Air Minum pada PT Watertech Estate Cikarang. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan. PT Watertech Estate Cikarang sebagai perusahaan penyedia air bersih harus dapat mengolah air baku yang semakin menurun kualitasnya menjadi air bersih layak konsumsi untuk didistribusikan kepada konsumen. Tingginya biaya produksi akan mempengaruhi tarif air yang diberlakukan, sehingga analisis terhadap biaya produksi dan harga air minum pada PT Watertech Estate Cikarang perlu dilakukan. Penelitian ini juga menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap produksi air serta mengevaluasi penetapan tarif dengan mekanisme full cost recovery. Produksi air pada PT Watertech Estate Cikarang dipengaruhi oleh variabel air baku dan penggunaan listrik. Saat ini tarif yang berlaku di PT Watertech Estate Cikarang telah memenuhi besaran tarif dengan mekanisme biaya pemulihan penuh. Berdasarkan mekanisme penetapan tarif full cost recovery maka diperoleh tarif dasar sebesar Rp 3.535/m3. Terdapat lima kelompok pelanggan yang mendapatkan subsidi dengan total subsidi sebesar Rp 1.386.922.515 dan rata-rata subsidi sebesar Rp 1.047/m3. Setelah adanya kenaikan tarif air pada bulan Maret 2013, terdapat tiga kelompok pelanggan yang mendapatkan subsidi dengan total subsidi sebesar Rp 453.042.830 dan rata-rata subsidi adalah Rp 1.558/m3.

Kata kunci: biaya produksi, full cost recovery, harga air, tarif dasar

ABSTRACT

LARAS LESTARI. Analysis of Production Costs and Pricing of Drinking Water at PT Watertech Estate Cikarang. Supervised by YUSMAN SYAUKAT.

Water is one of the essential elements in life. The need of clean water is unlimited and sustainable. PT Watertech Estate Cikarang as a supplier of clean water companies must be able to process raw water to be clean water that is feasible to be consumed by consumers. High production cost will affect the water tariff imposed, so that the analysis of the cost of production and pricing of drinking water at PT Watertech Estate Cikarang needs to be done. This research also analized variables that affect to the production of water, and evaluated the tariff the full cost recovery mechanism. Water production in PT Watertech Estate Cikarang is positively and significantly determined by raw water and electricity usage. Currently, Tariff in PT Watertech Estate Cikarang has fulfilled the mechanism of full cost recovery. Based on the full cost recovery mechanism, the basic tariff of clean water is Rp 3.535/m3. There were five groups of customers that get the subsidy amount Rp1.386.922.515 in total with an average subsidy at Rp 1.047/m3. After the increasing the tarrif in March 2013, there were three groups of customer get subsidy amount Rp 453.042.830 in total with an average subsidy at Rp 1.558/m3.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM

PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG

LARAS LESTARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah sumberdaya air, dengan judul Analisis Biaya Produksi dan Harga Air Minum pada PT Watertech Estate Cikarang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua tercinta, Bapak Pepen Supendi dan Ibu Cicih Yuningsih, kakak dan adik penulis, Resti Gayatri dan Mia Rahayu Ependi. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Chandra beserta staf PT Watertech Estate Cikarang, Bapak Sudarsono dan Ibu Sumer dari PT Watertech Indonesia, Bapak Fauzi dari PDAM Tirta Bhagasasi, serta Bapak Wajiman dari Perum Jasa Tirta 2 yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Megawati Simanjuntak berserta staf Subdit Kesejahteraan Mahasiswa yang telah banyak memberi dukungan serta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program Bantuan Biaya Pendidikan Bisikmisi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...viii

DAFAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang...1

Perumusan Masalah ...4

Tujuan Penelitian ...6

Manfaat Penelitian ...7

Ruang Lingkup Penelitian ...7

TINJAUAN PUSTAKA...8

KERANGKA PEMIKIRAN... 18

METODE PENELITIAN ...27

Lokasi dan Waktu Penelitian ...27

Jenis dan Sumber Data ...27

Metode Pengambilan Data ...27

Metode Pengolahan dan Analisis Data ...28

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...37

HASIL DAN PEMBAHASAN ...40

Analisis Pola Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Air... 40

Analisis Struktur Produksi dan Biaya Pengelolaan Air ...42

Analisis Fungsi Produksi Air ...45

Analisis Penetapan Tarif Air ...47

Dampak Kenaikan Tarif Air pada Maret 2013 ...51

SIMPULAN DAN SARAN ...56

Simpulan ...56

Saran ...57

DAFTAR PUSTAKA ...58

LAMPIRAN ...60

(8)

DAFTAR TABEL

1 Tarif air dan golongan pelanggan PT Watertech Estate Cikarang ...23

2 Metode pengumpulan data dan analisis ...28

3 Penetapan tarif dasar PDAM ...31

4 Susunan variasi tarif air PT Watertech Estate Cikarang ...39

5 Komponen biaya pengelolaan air tahun 2011-2013 ...43

6 Hasil regresi fungsi produksi air PT Watertech Estate Cikarang ...45

7 Biaya usaha PT Watertech Estate Cikarang tahun 2013 ...48

8 Perhitungan tarif dasar PT Watertech Estate Cikarng ...49

9 Perhitungan tarif rendah PT Watertech Estate Cikarang ...50

10 Perhitungan penerimaan air berdasarkan tarif aktual dan tarif dasar ...51

11 Perbandingan tarif lama dan tarif baru ...52

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasasi ...2

2 Marginal cost dan average cost pada average cost naik dan menurun ...9

3 Alur kerangka pemikiran ...26

4 Perkembangan pelanggan PT Watertech Estate Cikarang ...41

5 Perbandingan tarif dasar air PT Watertech Estate Cikarang ...53

5 Grafik laba/rugi PT Watertech Estate Cikarang Tahun 2011-2013...54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komponen biaya pengelolaan air PT Awtertech Estate Cikarang ...62

2 Penerimaan air PT Watertech Estate Cikarang ...63

(9)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Air juga digunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk minum, masak, mencuci, dan segala aktivitas lain yang berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 1 menegaskan kembali bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional. Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 3, bahwa sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Menurut Fauzi (2006), air saat ini merupakan barang publik yang dapat dinikmati oleh siapapun. Air juga merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak akan mungkin bisa bertahan hidup. Bahkan dalam ilmu ekonomi dikenal istilah water-diamond paradox atau paradoks air dan berlian, dimana air yang begitu essential dinilai begitu murah sementara berlian yang sebatas perhiasan dinilai begitu mahal. Kontribusi air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial juga sangat vital sehingga seiring bertambahnya penduduk dan eskalasi pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan semakin meningkat.

(10)

menjadi tidak tersedia dengan baik secara kuantitatif dan kualitatif. Saat ini air sudah menjadi barang yang mahal karena pengelolaan untuk mendapatkan air yang baik secara kuantitatif maupun kualitatif memerlukan biaya yang sangat tinggi.

Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan. Kebutuhan akan penyediaan dan pelayanan air bersih dari waktu ke waktu yang semakin meningkat ini tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/kawasan pelayanan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi warga.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi Bekasi adalah sebuah lembaga/dinas/instansi yang berada di bawah dua pemerintahan, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi. Artinya PDAM Tirta Bhagasasi memiliki cakupan wilayah pelayanan Kota dan Kabupaten Bekasi. Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasai terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Sumber : PDAM Tirta Bhagasasi (2014)

Berdasarkan data statistik hingga tahun 2012, pelanggan PDAM tercatat sebanyak 165.885 rumah tangga. Pada tahun ini, jumlah pelanggan sudah mencapai lebih dari 175.000 pelanggan untuk wilayah jangkauan Kota dan Kabupaten Bekasi. Jumlah kecamatan di Kota Bekasi terdiri dari 12 kecamatan, adapun daerah yang sudah terlayani sampai dengan tahun 2012 sebanyak 7 kecamatan, dengan jumlah kecamatan yang belum termasuk ke dalam cakupan pelayanan PDAM sebanyak 5 kecamatan. Sementara wilayah pelayanan

0 50000 100000 150000 200000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun

(11)

Kabupaten Bekasi terdapat 23 kecamatan, 16 diantaranya sudah terlayani oleh PDAM Tirta Bhagasasi dan 7 kecamatan belum terpasang pipa PDAM termasuk salah satunya Kecamatan Cikarang Barat.

Air selain memiliki fungsi sebagai kebutuhan fisik juga memiliki fungsi sosial, sehingga peran pemerintah masih sangat mendominasi. Persoalan air dan sumber air termasuk persoalan pengelolaannya telah lama dihadapi oleh masyarakat, salah satunya di Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Seiring dengan kondisi geografis yang menyebabkan sulitnya mendapatkan air bersih serta meningkatnya pertumbuhan penduduk maupun industri di wilayah Cikarang, maka kebutuhan akan air bersih khususnya air minum semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya suplai air bersih oleh PDAM Tirta Bhagasasi dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kecamatan Cikarang Barat.

Cikarang masuk ke dalam wilayah tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi salah satunya pencemaran air bersih yang dihasilkan oleh limbah pabrik. Kondisi air tanah yang berada di wilayah ini sebagian besar merupakan air tanah dalam yang pada umumnya didapat dengan kedalaman antara 90 dan 200 meter. Desa Telagamurni merupakan wilayah padat perumahan dan industri yang berada di Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Terdapat perumahan penduduk non kavling dan empat perumahan yang sudah terisi penuh yaitu perumahan Telaga Murni, Telaga Harapan, Telaga Sakinah serta Telaga Pesona yang seluruh wilayahnya dikelilingi oleh berbagai industri.

Hampir seluruh masyarakat di wilayah Desa Telagamurni membutuhkan pelayanan air bersih. Sumber air alami yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat tidak dapat diandalkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air yang kering pada musim kemarau semakin meningkatkan kebutuhan masyarakat akan permintaan air bersih.

(12)

dapat dilakukan dengan cara pengelolaan lembaga (dalam hal ini pihak swasta) bekerjasama dengan masyarakat yang diwakili yayasan maupun koperasi. PT Watertech Estate Cikarang adalah perusahaan yang dibentuk antara PT Watertech Indonesia dengan Koperasi Swadaya Terpadu (SANTER) merupakan salah satu perusahaan swasta penyedia jasa air bersih di Desa Telagamurni. Sumber air baku perusahaan ini berasal dari saluran Tarum Barat (Kalimalang). Kekurangan air di jam–jam tertentu terutama di jam puncak pemakaian pada pagi hari mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB dan sore hari mulai pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB yang dapat mengganggu kebutuhan air untuk kebutuhan penduduk, sehingga memerlukan alternatif penyedia jasa air bersih dan pendistribusian air secara efektif yang memenuhi kebutuhan minimal di jam puncak penggunaan air.

1.2 Perumusan Masalah

Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air dapat mengakibatkan terjadinya kelangkaan air. Hal ini disebabkan oleh kurangnya supply air dibandingkan dengan permintaannya. Komoditas air bersih yang layak konsumsi telah menjadi sumberdaya yang sangat langka (resources scarcity), artinya dari segi kuantitas tinggi pada musim hujan tetapi dari segi kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi kelangkaan suatu sumberdaya dapat mengarahkannya menjadi barang ekonomi (economic good) yang akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce, 2005).

Permasalahan ketersediaan air baik secara kualitatif dan kuantitatif saat ini merupakan problematika yang sering terjadi. Hal ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan namun juga pada masyarakat pedesaan yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Keterbatasan pendanaan sering kali menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti sumber daya alam tersebut mengalami degradasi yang akan merugikan berbagai pihak.

(13)

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun dalam pelaksanaannya PDAM menghadapi banyak kendala dalam melayani kebutuhan masyarakat Kecamatan Cikarang Barat khususnya Desa Telagamurni terkait dengan penyaluran distribusi air secara merata bagi masyarakat yang belum terjaring pipa distribusi air PDAM. Kecamatan Cikarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang belum mendapatkan suplai air bersih oleh PDAM Tirta Bhagasai dari tujuh kecamatan yang belum terdistribusi. Oleh karena itu, perusahaan air minum swasta menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

PT Watertech Estate Cikarang merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengelolaan sumberdaya air bersih, yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. Aktivitas PT Watertech Estate Cikarang antara lain mengumpulkan, mengolah dan menjernihkan hingga mendistribusikan air bersih kepada pelanggan. Dalam menjalankan aktivitasnya, PT Watertech Estate Cikarang dihadapkan pada dua fungsi yaitu sebagai perusahaan yang harus mengemban prinsip-prinsip perusahaan yang baik dengan meraih keuntungan usaha, sedangkan disisi lain harus mengembangkan fungsi sosial dengan membantu ketersediaan air bersih demi memenuhi kebutuhan masyarakat. PT Watertech Estate Cikarang seringkali dihadapkan pada sebuah dilema kebijakan dalam menentukan tarif air. Di satu sisi, tarif air minum yang diberlakukan harus dapat mencapai titik impas untuk menutupi biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Di sisi lain, tarif yang diberlakukan juga harus dapat menjangkau daya beli dan kemampuan seluruh lapisan masyarakat, dalam hal ini masyarakat Desa Telagamurni.

(14)

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri yang melaju pesat, sumber air baku PT Watertech Estate Cikarang yang berasal dari saluran Tarum Barat (Kalimalang) semakin menurun kualitasnya. PT Watertech Estate Cikarang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan air bersih ini, harus tetap mengolah air baku tersebut menjadi air bersih layak konsumsi untuk didistribusikan kepada konsumen. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk mengolah air tersebut. Peningkatan biaya produksi ini akan mempengaruhi tarif air yang diberlakukan. Pada bulan Maret 2013, PT Watertech Estate telah menaikkan tarif air sebesar Rp 1.000 disetiap tingkat golongan tarif pelanggan. Kebijakan kenaikan tarif ini ditetapkan atas kesepakatan perusahaan dengan pengurus setempat dan lembaga masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik beberapa perumusan masalah antara lain:

1) Bagaimanakah pola pengelolaan sumberdaya air oleh PT Watertech Estate Cikarang?

2) Bagaimanakah struktur produksi dan biaya pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang?

3) Apa saja variabel-variabel yang mempengaruhi fungsi produksi dan biaya pengelolaan air bersih PT Watertech Estate Cikarang?

4) Bagaimana evaluasi penetapan tarif air di PT Watertech Estate Cikarang dengan menggunakan mekanisme Full Cost Recovery?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengidentifikasi pola pengelolaan sumberdaya air oleh PT Watertech Estate Cikarang.

2) Mengidentifikasi struktur produksi dan biaya pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang.

3) Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi fungsi produksi dan biaya pengelolaan air bersih PT Watertech Estate Cikarang.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan dapat dijadikan salah satu sumber yang relevan dalam upaya memecahkan masalah serupa di masa yang akan datang, serta menjadi masukan bagi pemerintah setempat maupun swasta dalam penentuan kebijakan penyediaan air bersih bagi masyarakat. Bagi pembaca, diharapkan berguna sebagai referensi penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan. Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di lapangan serta meyelaraskan ilmu yang didapat selama kuliahdengan kenyataannya di lapang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(16)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penetapan Tarif Air

Tingkat efisiensi alokasi sumber daya air dipengaruhi oleh sistem penetapan tarif yang digunakan. Karakteristik sumberdaya air yang memiliki mobilitas antar waktu dan tempat, ketersediaan yang selalu berubah, nilai ekonomi yang melekat serta memiliki bobot yang besar dapat menimbulkan gejala eksternalitas. Menurut Sudrajat (1997) eksternalitas pada sumberdaya air menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh swasta (private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social).

Adanya eksternalitas mengarah kepada penentuan harga dari unit sumberdaya secara tidak efisien, artinya harga-harga yang menjadi standar pertukaran tidak mencerminkan kelangkaan sumberdaya tersebut. Hanemann (1998) dalam Syaukat (2000) menyatakan bahwa perhatian utama dalam perencanaan struktur harga adalah untuk menjelaskan kepada konsumen tentang biaya-biaya yang digunakan dalam pengelolaan biaya tersebut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa konsumen bereaksi secara rasional, diharapkan penetapan harga dengan metode-metode tersebut akan membantu mengontrol pertumbuhan permintaan air, menjamin penggunaan air secara rasional, serta penerimaan yang cukup untuk menutupi modal dan biaya operasional.

2.1.1 Marginal Cost Pricing

(17)

Kusuma (2006) menyatakan beberapa ahli ekonomi menyatakan marginal cost pricing dapat mengakibatkan kegunaan mengalami defisit. Hal ini tergantung pada hubungan antara marginal cost dan average cost dalam produksi air. Masalah defisit tersebut timbul jika marginal cost lebih tinggi dari average cost pada jumlah keluaran dengan harga tersebut. Ketika kegunaan mengalami penurunan average cost, maka harga marginal cost akan mengakibatkan kerugian. Kondisi tersebut dijelaskan pada Gambar 2.

(a) Rising Average Cost (b) Falling Average Cost

Sumber: Syaukat (2000)

Gambar 2(a) menggambarkan sebuah solusi pada selang average cost yang mengalami kenaikan dengan dd’ adalah kurva permintaan agregat. Biaya rata-rata dan biaya marginal penawaran air ditunjukan oleh kurva AC dan MC. Biaya marginal (MC) seharusnya lebih kecil dari biaya rata-rata (AC) ketika AC naik. Jika sebuah harga tunggal untuk air dibebankan untuk menutupi biaya, maka harga hanya sama dengan OT dan air yang diproduksi sebesar OA. Dalam hal ini harga sama dengan biaya satuan dan kegunaan tidak mendapat keuntungan (keuntungan sama dengan nol atau normal profit). Hal ini bukan merupakan solusi yang tepat dalam penggunaan sumberdaya yang terbaik. Pengggunaan sumberdaya yang terbaik adalah memproduksi air pada tingkat dimana marginal cost untuk tambahan penawaran air sama dengan harga air yang ingin dibayar konsumen. Pada solusi tersebut, jumlah keluaran yang tepat adalah sejumlah OB

(18)

dengan harga marginal sebesar BS. Harga BS lebih besar daripada average cost, sehingga ada keuntungan bagi perusahaan.

Permasalahan pada penetapan harga berdasarkan biaya marjinal adalah ketika marginal benefit (dd’) berpotongan dengan kurva average cost dalam selang AC yang menurun seperti tersajikan pada gambar 5 bagian (b). Keluaran pada average cost dan harga masing-masing sebesar OA dan AR, sementara itu keluaran marginal sebesar OB dan harganya sebesar BS. Pada kondisi ini, perusahaan tersebut akan sama dengan perbedaan antara average cost dan harga yaitu sebesar SVTU.

2.1.2 Full Cost Recovery Pricing

2.1.2.1 Ramsey Pricing

Ramsey (1927) dalam Syaukat (2000) menyatakan harga Ramsey menunjukan sekumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih yaitu surplus produsen dan surplus konsumen dalam permasalahan penggunaan air yang sama. Ramsey melakukan modifikasi pada analisis efisiensi ekonomi konvensional dengan menambahkan batasan eksplisit yang tidak hanya memaksimumkan keuntungan sosial bersih tetapi juga mencapai kondisi break even. Kondisi batasan pada break even berusaha mencegah kesalahan posisi dari penetapan marginal cost yang optimal, first best price1. Hal yang mendasari metode ini adalah untuk mempertahankan tingkat efisiensi sebanyak mungkin, setiap orang ingin menghindari sesedikit mungkin dari pola konsumsi yang muncul bersamaan dengan marginal cost pricing sementara masih menetapkan harga yang dapat menjamin kecukupan penggunaan namun bukan merupakan penerimaan yang berlebih. Harga Ramsey melakukan hal ini dengan membebankan harga yang berbeda kepada berbagai pasar perusahaan yang diatur untuk berbagai pasar regulasi perusahaan dengan tujuan menjaga kelangsungan sejumlah kontribusi pasar yang memanipulasi harga melebihi MC, sehingga mengganggu tingkat konsumsi lebih sedikit dari apa yang akan diberikan oleh harga MC penuh (full marginal cost pricing).

1

(19)

Hall dan Hanemann (1996) dalam Syaukat (2000) menyatakan harga Ramsey adalah sebuah contoh dari strategi harga terbaik kedua dengan sebuah instrumen kebijakan tunggal untuk menyatukan dua tujuan yaitu efisiensi dan keuntungan pasar monopoli sama dengan nol (keuntungan normal). Solusinya adalah membentuk harga sama dengan MC untuk konsumen (pelanggan) dengan permintaan elastis dan menyatakan hambatan penerimaan melalui penyesuaian beban harga kepada konsumen yang memiliki permintaan inelastis.

2.1.2.2 Coase’s Two Part Tariff

Pendekatan alternatif dalam permasalahan marginal cost pricing diperkenalkan oleh Coase (1946) dalam Syaukat (2000) yang mengajukan dua tarif untuk mempertemukan kondisi total dengan total manfaat harus lebih besar dari total biaya. Prinsip penetapan dua tarif tersebut adalah biaya setiap unit konsumsi diatur pada biaya marjinal dari tingkat keluaran yang diperkirakan dari penjumlahan kekurangan disusun dari pengenaan bea lump sum kepada tiap pelanggan. Sistem dua tarif adalah jenis sederhana dari non-uniform price schedule.

2.1.2.3 Decreasing and Increasing Block Rate

Kusuma (2006) menyatakan inti dari sistem decreasing block tariff adalah keberhasilan penjualan air dalam jumlah rendah dengan harga yang rendah. biasanya tarif meliputi juga biaya tetap dan biaya minimum berhubungan dengan kriteria ukuran seperti ukuran pipa suplai. Adanya decreasing block tariff akan kurang memberikan dorongan bagi konsumen untuk melakukan penghematan. Sistem ini banyak digunakan oleh negara maju seperti di Amerika dan Kanada.

(20)

air dalam jumlah yang sama. Dengan demikian penggunaan air dalam jumlah yang besar akan mengakibatkan pembayaran yang lebih besar (Kusuma, 2006).

2.2 Konsep Ekonomi Sumberdaya Air

Sumberdaya air sebagai komoditas ekonomi pertama kali dideklarasikan pada International Conference on Water and Environment di Dublin pada tahun 1992. Menurut Perry et al. (1997), air dikategorikan sebagai barang ekonomi karena air memenuhi kriteria sebagaimana definisi ilmu ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia terkait dengan pemenuhan kebutuhannya dengan sumberdaya yang terbatas dan bisa digunakan dalam berbagai alternatif pemanfaatan.

Sumberdaya air secara ekonomi tergolong pada sumberdaya milik bersama. Tietenberg (1984) menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikelola secara efisien asalkan sistem kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut dibangun atas sistem property right yang efisien pula, antara lain:

1) Universality, yang berarti bahwa semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya diperinci dengan lengkap dan jelas. 2) Exclusivity, berarti bahwa semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan

sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.

3) Transferability, berarti seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.

4) Enforeceability, yang berarti bahwa hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

(21)

Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang vital bagi kehidupan manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap sebagai free goods sehingga dapat digunakan oleh siapapun. Sumberdaya memiliki sifat terbuka dan masih dianggap milik umum, karena itu air mudah mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya (Simanjuntak 2009).

Kusuma (2006) menyatakan bahwa sumberdaya air secara ekonomi tergolong ke dalam sumberdaya milik bersama. Sumberdaya semacam ini biasanya akan menghadapi masalah eksploitasi yang melebihi daya generasinya. Adanya permasalahan yang timbul menimbulkan sulitnya menegaskan hak-hak kepemilikan sumberdaya yang bersangkutan. Nilai dari air dibedakan dari dua elemen yaitu permintaan yang merupakan kebutuhan manusia dan keinginan membayar untuk kebutuhan tersebut serta penawaran yang merupakan biaya untuk menyediakan sumberdaya pada kuantitas, kualitas dan lokasi tertentu (Cech, 2005).

2.3 Pengelolaan Sumberdaya Air

Peningkatan jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat meningkatkan kebutuhan sumberdaya air, sedangkan jumlah sumberdaya air mengalami keterbatasan. Adanya pengelolaan sumberdaya air dibutuhkan untuk menjamin adanya ketersediaan sumberdaya air di masa yang akan datang. Sugiarto (1995) menyatakan pengelolaan sumberdaya air (water resource management) berbeda dengan pengelolaan DAS (watershed management), dalam pengelolaan sumberdaya air lebih menekankan pada pengaturan hubungan antara ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air tersebut untuk suatu wilayah (tidak selalu berupa DAS, dapat berupa suatu wilayah administratif).

(22)

1) Air sebagai bagian dari sumberdaya alam merupakan bagian dari ekosistem. Pengelolaan sumberdaya air memerlukan pendekatan yang integratif, komprehensif dan holistik yakni hubungan timbal balik antara teknik, sosial dan ekonomi serta harus berwawasan lingkungan agar terjaga kelestariannya.

2) Air menyangkut semua aspek kehidupan maka air merupakan faktor yang mempengaruhi jalannya pembangunan dari berbagai sektor maka dari itu pengelolaan sumberdaya air didasarkan pada pendekatan peran serta dari semua stakeholders. Seluruh keputusan publik harus memperhatikan kepentingan masyarakat dengan cara konsultasi publik, sehingga kebijakan apapun yang diterapkan akan dapat diterima oleh masyarakat.

3) Secara alamiah air akan bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengenal batas politik, sosial, ekonomi, bangsa, maupun batas wilayah administrasi bahkan batas negara. Air membutuhkan pengelolaan dalam suatu kesatuan sistem berdasarkan pendekatan “one river, one plan and one management system”.

4) Sistem aliran air menyangkut pengaruh antara hulu ke hilir yaitu apapun yang terjadi di bagian hulu akan berpengaruh terhadap bagian hilir dan tidak sebaliknya. Pengaruh tersebut antara lain terjadinya banjir, tanah longsor dan pencemaran. Pengelolaan sumberdaya air menyangkut sistem yang mengikat dan saling menguntungkan.

Menurut McKinney et al. (1999), tujuan pencapaian kualitas dan kuantitas air berada dalam kerangka analisis berdasarkan hubungan antara kebijakan sosial ekonomi dan kebijakan lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Pasal 2, sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

(23)

ditetapkan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

2.4 Penelitian Terdahulu

Ariestis (2004) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekonomi Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi, Studi Kasus Pengelolaan Air oleh PAM Jaya Jakarta. Analisis data yang digunakan untuk penetapan tarif air adalah analisis regresi berganda berdasarkan marginal cost pricing melalui penurunan fungsi biaya pengelolaan air, sedangkan untuk biaya pengelolaan air menggunakan fungsi Coob-Douglass yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linear. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa adanya perubahan pengalihan kekuasaan ke pihak swasta (privatisasi) memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembiayaan pengelolaan air. Biaya-biaya tersebut cenderung meningkat setelah adanya privatisasi. Sementara tarif yang ditetapkan sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta belum menutupi biaya pengelolaan air (full cost recovery). Hasil analisis model biaya pengelolaan air menunjukan bahwa biaya variabel, biaya ekspansi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya pengelolaan air.

Putri (2007) melakukan penelitian terhadap kebijakan tarif air PDAM Kota Bandung serta respon pelanggan terhadap peningkatan tarif. Analisis data yang dilakukan adalah dengan analisis kuantitatif dari biaya produksi air oleh PDAM. Selanjutnya dilihat dari trend biaya produksi PDAM setiap tahunnya dengan mengestimasi laju pertumbuhan dari biaya produksi tersebut. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan jumlah air rata-rata yang dikonsumsi berpengaruh nyata terhadap nilai WTP yang dibayarkan pelanggan.

(24)

harga beli listrik per kwh, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi. Selanjutnya, kebijakan tarif air berdampak positif yaitu meningkatkan penerimaan dan keuntungan PDAM Kota Madiun. Kenaikan tarif air merupakan solusi untuk mengatasi masalah kerugian usaha yang dialami perusahaan karena kenaikan tarif mampu meningkatkan tarif penerimaan dan keuntungan perusahaan. Hasil analisis model biaya pengelolaan air PDAM Madiun dari tahun 1995-2005 menunjukkan bahwa baik biaya variabel, biaya investasi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya pengelolaan air PDAM dan penetapan tarif air baik secara ekonomi maupun finansial telah dapat memberikan susunan tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat telah mencapai kondisi full cost recovery.

Esanawati (2009) melakukan penelitian mengenai fungsi produksi, penetapan tarif dan alokasi air minum yang efisien di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengidentifikasi pengelolaan air dan memproyeksikan pengembangan kapasitas produksi PDAM Tirta Patriot sepuluh tahun yang akan datang dengan menggunakan metode pemulusan dengan teknik eksponensial ganda yang dilakukan dengan analisis kapasitas produksi, analisis deskriptif juga melihat analisis pola pengelolaan sumberdaya air.

Hasil penelitian Esanawati menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan air baku berpengaruh nyata dan negatif, penggunaan tarif yang berlaku belum memenuhi besaran tarif dasar dengan mekanisme biaya pemulihan penuh sebesar Rp. 2.239/m3 kemudian proyeksi produksi air dengan model ARIMA 2,1,0, tren produksi air yang meningkat dari tahun ke tahun dengan menggunakan teknik pemulusan data eksponensial ganda menunjukkan hasil yang berfluktuatif yang cenderung meningkat setiap tahunnya.

(25)
(26)

III KERANGA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Komponen Biaya Produksi Air Bersih

Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk berupa air bersih. Suparmoko (1995) menyatakan bahwa biaya produksi air bervariasi pada tiga dimensi yaitu jumlah pelanggan, kapasitas untuk menyediakan dalam arti kapasitas yang berbeda-beda untuk melayani daerah yang berbeda-beda dan jarak pengiriman atau penyerahan air ke tempat pemakai. Atas dasar klasifikasi tersebut, biaya produksi air dibagi ke dalam biaya kapasitas, biaya langganan dan biaya penyerahan.

Biaya kapasitas berkaitan dengan ukuran perusahaan seperti instalasi pengolahan air minum. Biaya langganan berkaitan dengan jumlah dan penyebaran pelanggan yang meliputi biaya penagihan, biaya meteran, dan biaya pelayanan atau perbaikan-perbaikan nama pada rekening serta biaya untuk membaca meteran dan rekening. Biaya penyerahan berkaitan dengan volume pengiriman air sepeti biaya transport dan biaya penyaluran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No 690-069 Tanggal 28 Januari 1999, bahwa komponen biaya produksi pengelolaan air PDAM adalah biaya pengadaan bahan baku, biaya pengolahan, biaya transmisi, biaya distribusi, biaya umum, biaya administrasi, biaya penyusutan dan biaya amortisasi instalasi non pabrik. Adapun yang diperhitungkan ke dalam komponen biaya produksi pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang mengacu pada pengelolaan air PDAM.

(27)

3.1.2 Biaya Pengelolaan Air Bersih

Menurut Mc.Neill dan Tate (1991), biaya pengelolaan air PDAM terdiri atas biaya ekspansi (expansion cost), biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya ekspansi adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengembangan kapasitas pelayanan PDAM kepada masyarakat pelanggan. Contoh dari biaya ekspansi adalah pengeluaran untuk sambungan baru. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan air PDAM yang tidak berubah-ubah dalam waktu yang pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain adalah biaya gaji pegawai yang tidak berhubungan dengan proses produksi air, biaya penyusutan peralatan, biaya beban kantor, biaya perjalanan dinas dan lain-lain. Komponen biaya terakhir yaitu biaya variabel adalah biaya yang besarannya berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu yang pendek. Contoh biaya variabel adalah biaya produksi air, biaya pemeliharaan alat-alat serta biaya penelitian dan pengembangan.

3.2 Penetapan Harga Pokok Air

Manulang (1988) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan harga pokok adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksikan suatu produksi ditambah biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar. Unsur harga pokok tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :

1. Biaya langsung, adalah biaya yang langsung diterapkan kepada sejumlah hasil produksi tertentu, biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah dan upah yang dibayar kepada tenaga kerja dalam suatu proses produksi dan merupakan biaya langsung kepada hasil produksi yang bersangkutan.

(28)

Kusuma (2006) menyatakan yang termasuk biaya langsung dalam proses produksi air PDAM adalah biaya sumber, biaya pengolahan, biaya transmisi, serta distribusi. Sedangkan yang termasuk dalam biaya tidak langsung adalah biaya administrasi dan umum yang terdiri dari biaya pegawai, biaya kantor, biaya hubungan langganan, biaya litbang, biaya keuangan, biaya pemeliharaan, rupa-rupa biaya umum, penyusutan, instalasi biaya umum dan biaya bank.

Penetapan harga pokok air dilakukan dengan Metode Pembagian (Dealings Model) yakni dengan membagi total biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk proses produksi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Metode ini hanya dapat digunakan jika barang yang diproduksi hanya satu jenis barang yang homogen. Air termasuk ke dalam kategori barang tersebut, maka metode ini dirasa paling cocok untuk diterapkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

3.3 Penetapan Tarif Air Secara Ekonomi

(29)

3.3.1 Marginal Cost Pricing

Efisiensi alokasi penggunaan umumnya dapat dicapai pada suatu titik dimana keuntungan marjinal (marginal benefit) bernilai sama dengan biaya marjinalnya (marginal cost), sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan nilai manfaat sosial bersih (net social benefit). Hall (1996) menyatakan bahwa marginal cost pricing memiliki dua tujuan. Pertama, sebagai sinyal kepada konsumen mengenai biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan tambahan air. Dengan menggunakan informasi ini konsumen dapat memilih untuk mengonsumsi sejumlah tambahan air yang hanya jika dapat memberi tambahan manfaat yang setidaknya sama besar dengan biaya marjinal untuk memproduksi air. Kedua, bagi pengelola air tujuannya adalah untuk memberi sinyal berapa jumlah yang bersedia dibayar oleh konsumen pada tingkat harga tersebut. Berdasarkan harga yang direspon oleh konsumen, pengelola air dapat melihat mampu tidaknya konsumen membayar biaya marjnal dalam penyediaan air.

Syaukat (2000) menyatakan bahwa sebagian besar ahli ekonomi berpendapat penetapan biaya marjinal dapat mengakibatkan kegunaan mengalami defisit. Hal ini bergantung pada hubungan antara biaya marjinal dengan biaya rata-rata produksi air. Masalah defisit tidak akan muncul pada kondisi ketika biaya marjinal lebih tinggi daripada biaya rata-rata pada jumlah output dengan harga tertentu. Namun jika utilitas memiliki bentuk kurva biaya rata-rata yang menurun, maka penetapan harga atas dasar biaya marjinal akan menyebabkan kerugian. Pengggunaan sumberdaya yang terbaik adalah memproduksi air pada tingkat dimana marginal cost untuk tambahan penawaran air sama dengan harga air yang ingin dibayar konsumen.

3.3.2 Full Cost Recovery Pricing

(30)

kuantitas. Penetapan harga atau tarif yang memperhatikan kondisi total adalah dengan FCRP.

Hanemann (1998) membagi metode FCRP kedalam tiga bentuk :

a) Ramsey Pricing : digunakan untuk menunjukkan sebuah kumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih.

b) Coase’s Two-part Tarif : metode ini menggunakan sebuah strategi tarif dua bagian untuk menemukan kondisi total dimana keuntungan total seharusnya melebihi total biaya. Ketika harga air dibentuk berdasarkan tarif dua bagian, konsumen atau pelanggan harus membayar ongkos tetap atau biaya masuk dalam bentuk sewa meteran dan bea administrasi dengan tujuan untuk menutupi biaya penggunaan air yang tidak berubah menurut jumlah penjualan.

c) Decreasing and Increasing Block Rates : Metode ini merupakan perluasan dari penetapan tarif dua bagian increasing atau decreasing block rates dibedakan hanya pada tingkat urutan harga. Increasing block rate terjadi ketika p1 < p2 < p3 … < pn yakni harga akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penggunaan air dan sebaliknya untuk decreasing block rate. Pemberlakuan sistem decreasing dan increasing block rate berbeda-beda tergantung kondisi yang dimiliki daerah. Decreasing block rate biasanya digunakan pada daerah atau negara yang memiliki jumlah sumberdaya air yang melimpah.

Sistem penentuan harga yang berlaku di Indonesia adalah increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang sesuai dengan peningkatan jumlah air dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari golongan masyarakat.

3.4 Penetapan Tarif Air Secara Finansial

(31)

keterjangkauan besarnya tarif bagi pelanggan khususnya pelanggan rumah tangga dan adanya subsidi silang antara pelanggan dimana pelanggan yang memakai air melebihi kebutuhan dasar akan dikenakan tarif yang lebih tinggi, menjadi perlu diperhatikan dalam penetapan tarif. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi pemakaian air agar tidak berlebihan.

Berikut adalah tarif air yang diberlakukan pada PT Watertech Estate Cikarang berdasarkan golongan pelanggan dan pemakaian air (m3).

Tabel 1 Tarif Air dan Golongan Pelanggan PT Watertech Estate Cikarang No Kelompok Pelanggan Tarif Pemakaian Air (Rp)

0 m3 - 10 m3 11 m3 - 21 m3 >21 m3

Sumber: PT Watertech Estate Cikarang (2014)

Sistem tarif yang digunakan dilakukan penyederhanaan untuk memudahkan perhitungan dan pemahaman atas komponen biaya yang diperhitungkan dalam pemulihan biaya. Sistem tarif yang sederhana tersebut dapat diwujudkan dengan cara sebagai berikut:

a. Pelanggan PT Watertech dikelompokkan menjadi 7 kelompok b. Blok konsumsi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

(32)

c. Biaya perusahaan PT Watertech Estate Cikarang digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Biaya rendah 2. Biaya dasar 3. Biaya penuh

Ketiga tingkat biaya tersebut merupakan dasar bagi PT Watertech Estate Cikarang untuk menentukan tingkat tarif yang akan diberlakukan.

3.6 Kerangka Pemikiran Operasional

PT Watertech Estate Cikarang dalam penyelenggaraannya, berusaha mengelola sumberdaya air menjadi air bersih sehingga layak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Telagamurni khususnya sebagai sumber air minum. Penyediaan air bersih di Indonesia sendiri menghadapi berbagai kendala yang kompleks, mulai dari kelembagaan, teknologi, anggaran, pencemaran, maupun sikap masyarakat. Salah satu permasalahan dalam pengelolaan air bersih adalah ketersediaan dana dan meningkatnya biaya operasional unit-unit pengelolaan air. Peningkatan ini dipicu oleh krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dan berdampak besar terhadap kegiatan PT Watertech Estate Cikarang sebagai penyedia air bersih.

Sebuah perusahaan air minum seringkali dihadapkan pada dillema kebijakan dalam menentukan tarif air minum seperti yang dihadapi oleh PT Watertech Estate Cikarang. Tarif air minum yang diberlakukan harus dapat mencapai titik impas untuk menutupi biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, tarif air yang berlaku harus dapat menjangkau daya beli dan kemampuan seluruh lapisan masyarakat. Kelangkaan ketersediaan air bersih yang terjadi di Desa Telagamurni serta adanya peningkatan tarif air yang diberlakukan oleh PT Watertech Estate Cikarang merupakan permasalahan yang sedang dialami masyarakat Desa Telagamurni Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi.

(33)

pendistribusian air kepada masyarakat, hal tersebut yakni dengan mengidentifikasi pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air oleh PT Watertech Estate Cikarang. Struktur produksi dan biaya pengelolaan air dianalisis dengan mengidentifikasi komponen biaya pengelolaan air pada perusahaan tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi fungsi produksi air dengan menggunakan regresi linier berganda. Hal ini dilakukan agar diketahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap produksi air PT Watertech Estate Cikarang. Tahap terakhir adalah mengevaluasi penetapan tarif air PT Watertech Estate Cikarang dengan menggunakan mekanisme Full Cost Recovery. Perhitungan didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan dalam penentuan kebijakan penetapan tarif air serta pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan.

(34)

Analisis Deskriptif

PT Watertech Estate Cikarang sebagai perusahaan pengelolaan air bersih

Mengidentifikasi pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air

Mengidentifikasi struktur produksi

dan biaya pengelolaan air

Menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi fungsi produksi air Mengevaluasi

penetapan tarif air pada PT Watertech Estate Cikarang

Kelangkaan ketersediaan air bersih dan menurunnya kualitas sumber air sehingga meningkatnya biaya produksi

Analisis Regresi Linier

Full Cost Recovery

Kebijakan penetapan tarif air PT Watertech Estate Cikarang Tarif

Rendah

Tarif Dasar Tarif Penuh

dan Khusus

(35)

VI METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Watertech Estate Cikarang. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan keberadaan perusahaan swasta yang melakukan pengelolaan sumberdaya air secara mandiri dalam penyediaan kebutuhan air bersih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak yang dianggap mengetahui beberapa informasi penting terkait penelitian ini. Sementara data yang akan digunakan sebagai bahan analisa dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data deret waktu (time series).

4.3 Metode Pengambilan Data

(36)

Tabel 2 Metode Pengumpulan Data dan Analisis

No Tujuan Penelitian Data yang

Diperlukan

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan SPSS.

4.4.1 Analisis Deskriptif

(37)

mengungkapkan struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu.

Analisis deskriptif digunakan agar penelitian tidak hanya terbatas pada data statistik yang bersifat kaku, selain itu agar penelitian dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih menarik. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan antara lain untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai karakteristik pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air oleh PDAM Tirta Bhagasasi untuk masyarakat Kota dan Kabupaten Bekasi serta PT Watertech Estate Cikarang khusus untuk masyarakat wilayah Desa Telaga Murni Kabupaten Cikarang Bekasi.

4.4.2 Analisis Struktur Produksi dan Biaya Pengelolaan Air

Menurut Mc.Neill dan Tate (1991), biaya pengelolaan air PDAM terdiri atas biaya ekspansi (expansion cost), biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya ekspansi adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengembangan kapasitas pelayanan PDAM kepada masyarakat pelanggan. Contoh dari biaya ekspansi adalah pengeluaran untuk sambungan baru. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan air PDAM yang tidak berubah-ubah dalam waktu yang pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain adalah biaya gaji pegawai yang tidak berhubungan dengan proses produksi air, biaya penyusutan peralatan, biaya beban kantor, biaya perjalanan dinas dan lain-lain. Komponen biaya terakhir yaitu biaya variabel adalah biaya yang besarannya berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu yang pendek. Contoh biaya variabel adalah biaya produksi air, biaya pemeliharaan alat-alat serta biaya penelitian dan pengembangan.

4.4.3 Analisis Fungsi Produksi Air

(38)

Ln PA = α + β1 ln AB + β2 ln BKT + β3 ln PDL keterangan:

Ln PA = Tingkat produksi air dalam logaritma natural (m3) Ln AB = Pemakaian air baku dalam logaritma natural (m3)

Ln BKT = Pemakaian bahan kimia total dalam logaritma natural (Kg) Ln PDL = Pemakaian daya listrik dalam logaritma natural (Kwh) α = Konstanta

β1, β2, β3 = Koefisien regresi

Adapun tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah : β1, β2, β3 > 0

4.4.4 Analisis Penetapan Tarif dengan Mekanisme Full Cost Recovery

Evaluasi penetapan tarif diberlakukan untuk mencapai keberpihakan pada semua pemegang kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum menyebutkan bahwa pertimbangan kepentingan masyarakat pelanggan berarti bahwa PDAM dan Pemerintah Daerah harus menjamin kepentingan konsumen yang hak-haknya dilindungi peraturan perundang-undangan dengan menyediakan pelayanan yang baik kepada masyarakat pelanggan.

(39)

Pendataan dilakukan pada biaya langsung yang berkaitan secara langsung dengan pengolahan air baku menjadi air bersih baik biaya tetap yang dikeluarkan tiap tahun serta biaya variabel yang memang dikeluarkan setiap tahunnya. Selanjutnya pendataan pada biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembiayaan umum, administrasi dan keuangan. Perhitungan aktiva baik aktiva tetap, aktiva lancar, investasi jangka panjang dan aktiva produktif juga dilakukan. Perhitungan dengan mekanisme ini akan menghasilkan empat sistem penetapan tarif dasar yaitu tarif dasar, tarif rendah, tarif penuh dan tarif khusus. Tarif yang dianggap full cost recovery adalah tarif rata-rata yang minimal sama dengan tarif dasar yang akan sama dengan biaya dasar per m3 air. Berikut ini Tabel tarif dasar penetapan tarif.

Tabel 3 Penetapan Tarif Dasar PDAM

PELANGGAN BLOK KONSUMSI

BLOK I

(sampai dengan 10 m3)

BLOK II (diatas 10 m3)

Kelompok I Tarif Rendah Tarif Dasar

Kelompok II Tarif Dasar Tarif Penuh

Kelompok III Tarif Penuh Tarif Penuh

Kelompok Khusus Berdasarkan Kesepakatan

Sumber : Peraturan Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006

4.5 Uji Kesesuaian Model

Evaluasi parameter terutama dilakukan berdasarkan kriteria ekonomi yaitu apakah tanda dan besaran estimator sesuai dengan yang diprediksi teori (theoretically meaningful). Seperti yang dikatakan Koutsoyiannis (1977) jika parameter yang dihasilkan memiliki tanda dan besaran yang tidak sesuai dengan yang diprediksi teori ekonomi maka hasil yang diperoleh harus ditolak kecuali terdapat alasan yang kuat untuk membuktikannya dan penjelasan itu harus dinyatakan secara eksplisit.

(40)

menunjukkan tingginya reliabilitas model. Menurut Utama (2006), pengujian statisatik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya.

Kriteria terakhir yang digunakan adalah kriteria ekonometrika yaitu apakah asumsi yang diperlukan (terutama asumsi yang paling kritis) telah terpenuhi atau tidak. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka parameter estimasi tersebut boleh jadi bersifat bias atau bahkan tidak valid untuk digunakan dalam prediksi. Pengujian ekonometrik tersebut meliputi uji normalitas, autokorelasi, uji multikolinearitas serta uji heteroskedatisitas.

4.5.1 Goodness of Fit (R- Square)

R-Square adalah proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. R-Square memiliki range 0≤ R-Square≤1. Jika R-Square bernilai 1 maka 100 variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model. Sedangkan jika R-Square bernilai 0 maka variasi dalam variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Nilai R-Square dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

RSS = Jumlah kuadrat regresi; TSS = Jumlah kuadrat total.

4.5.2 Uji Statistik F

(41)

keterangan:

F− tabel = Fα (k-1, n-k) n : Jumlah pengamatan k : Jumlah variabel α : Selang kepercayaan Hipotesis :

H0 : β1 = β2  β1 = 0 H1 : β1≠ β2  β1≠ 0 F hitung > F tabel : Tolak H0

F hitung ≤ F tabel : Tidak cukup alasan untuk menolak H0.

Jika F-hitung lebih besar dari f tabel pada selang kepercayan tertentu dengan derajat bebas k-1, n-k maka tolak H0, artinya variabel-variabel eksogen secara bersama-sama mampu memberikan pengaruh kepada variabel endogen. Sebaliknya jika nilai F-hitung lebih kecil, artinya parameter estimasi tidak berbeda dengan nol sehingga tidak akan memberikan pengaruh kepada variabel endogen.

4.5.3 Uji Statistik T

Pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen dapat diketahui melalui uju statistik t yang dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

i = 0,1,2,3 .... n t tabel = tα/2, (n-k)

� = Nilai koefisien regresi atau parameter se (�) = Standar error dugan parameter

(42)

H0 : β1 = 0 H1 : β1≠ 0 t-hitung > t-tabel : Tolak H0

t-hitung ≤ t-tabel : Tidak cukup alasan untuk menolak H0

Apabila t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel pada selang kepercayaan tertentu dengan derajat kebebasan n-k maka tolak H0, berarti variabel eksogen tersebut berpengaruh nyata secara statistik terhadap variabel endogen. Semakin besar nilai t-hitung, semakin menyatakan bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya jika nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel maka artinya variabel tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogen.

4.5.4 Uji Multikolinearitas

Model yang melibatkan banyak variabel bebas seringkali mengalami masalah multikolinearitas. Menurut Gujarati (1995), multikolinearitas adalah adanya hubungan linear antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi sehingga nilai koefisien sulit untuk ditentukan. Jika dalam suatu persamaan regresi terdapat perfect multicolinearity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tidak terhingga (infinite). Metode OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan untuk menduga persamaan yang mengandung near multicolinearity akan tetap menghasilkan parameter yang tidak bias dan tetap mempunyai varians yang minimum.

Salah satu cara mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) > 10 maka terdapat multikolinearitas.

4.5.5 Uji Autokorelasi

(43)

0, ≠ ). Error yang berkorelasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, dan sering kali terjadi pada time series. Data yang dikumpulkan berdasar urutan waktu tertentu seringkali memiliki sisaan yang saling berkorelasi. Sisaan dari pengamatan pada waktu tertentu cenderung untuk berkorelasi dengan sisaan yang berdekatan. Akibat adanya autokorelasi, metode OLS (Ordinary Least Square) tidak menghasilkan nilai estimasi BLUE (Best Linear Unbiased Estimations). Hasil estimasi parameter masih tetap linear dan unbiased tetapi tidak efisien (varians under estimate). Nilai standar eror hasil estimasi OLS akan lebih kecil dibandingkan dengan standar eror yang sebenarnya, sehingga nilai t-statistik akan lebih besar (overestimate).

Uji yang paling sering dilakukan dalam mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin-Watson test). Nilai statistik DW berada pada kisaran 0 sampai 4, dan jika hasilnya mendekati 2 makan menunjukkan tidak ada autokorelasi ordo kesatu (Juanda, 2009). Hipotesis mengenai daerah keputusan H0 dan H1 adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada autokorelasi H1 : terdapat autokorelasi

Tolak H0 jika 4 –�� < � < 4 atau 0 < � < �� dan sebaliknya, tidak tolak H0 jika � < �< 4−� .

4.5.6 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varian eror tidak konstan untuk setiap observasi, dimana var(εi) = E(εi² ) = σi² (Gujarati, 1995). Akibat adanya heteroskedastisitas, estimasi dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) akan tetap menghasilkan estimator yang unbiased dan konsisten tetapi tidak efisien. Hal ini disebabkan karena tidak memiliki varian yang minimum sehingga nilai t-statistik dan f-stastistik yang didapatkan terlalu kecil (tidak signifikan) dan interval dari nilai β terlalu lebar. Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji White heteroskedasticity dapat dilakukan sebagai berikut:

(44)
(45)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Objektif Desa Telagamurni

Desa Telagamurni yang terletak di Kabupaten Bekasi Kecamatan Cikarang Barat ini merupakan daerah beriklim panas dengan suhu berkisar antara 28–32o C. Desa seluas 437,8 hektar ini memiliki kelembaban udara antara 80-90% dan curah hujan rata-rata sepanjang tahun adalah 2.000 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi disekitar bulan Januari dan yang terendah pada bulan September. Batas-batas wilayah adminstrasi yang mengelilingi wilayah Desa Telagamurni adalah : Sebelah Utara : Desa Wanajaya

Sebelah Selatan : Desa Sukadanau Sebelah Barat : Desa Telaga Asih Sebelah Timur : Desa Kalijaya

Secara administratif Desa Telagamurni terbagi menjadi 3 dusun dengan jumlah penduduk sebanyak 43.923 jiwa. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah buruh pabrik karena desa ini merupakan wilayah padat perumahan dan industri Cikarang. Kondisi air tanah yang ada di wilayah ini sebagian besar merupakan air tanah dalam yang umumnya didapat pada kedalaman antara 90 dan 200 meter.

Kali Malang Bekasi memiliki potensi terhadap pencemaran yang berasal dari industri, pemukiman padat penduduk di sepanjang bantaran kali, pusat-pusat perdagangan dan kegiatan rumah sakit. Aliran air dari Kali Malang Bekasi dan saluran Tarum Barat pada dasarnya adalah sumber air yang digunakan sebagai air baku untuk penyediaan air bersih oleh PDAM baik Kota maupun Kabupaten Bekasi termasuk PT Watertech Estate Cikarang

.

5.2 Gambaran Umum PT Watertech Estate Cikarang

(46)

dapat dilakukan dengan cara pengelolaan lembaga (dalam hal ini pihak swasta) bekerjasama dengan masyarakat yang diwakili yayasan maupun koperasi. PT Watertech Estate Cikarang adalah perusahaan yang dibentuk antara PT Watertech Indonesia dengan Koperasi Swadaya Terpadu (SANTER) merupakan salah satu perusahaan swasta penyedia jasa air bersih di Desa Telagamurni. Kajian terhadap bentuk badan usaha sebagai badan yang akan mengelola industri air minum ini bertujuan untuk memastikan bahwa pihak swasta dapat menjadi penyelenggara sistem penyediaan air minum.

PT Watertech Estate Cikararang sebagai perusahaan swasta pengelolaan air minum ini memiliki visi yaitu terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayananan air bersih yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Maksud dan tujuan didirikannya perusahaan ini diantaranya menyelenggarakan usaha pengelolaan air minum bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta usaha lainnya di bidang air minum. Selain itu juga memupuk keuntungan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menetapkan prinsip dasar perusahaan.

PT Watertech Estate Cikarang melakukan pelayanan air bersih untuk wilayah Desa Telagamurni. Sampai Desember 2013 jumlah pelanggan yang terlayani adalah 4.594 unit yang terdiri dari pelanggan sosial, rumah tangga, dan komersil. Jumlah kapasitas produksi yang terpasang di PT Watertech Estate Cikarang adalah 80 liter/detik dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak satu unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). Sistem pengolahan air yang digunakan menggunakan sistem pengolahan konvensional lengkap. Bangunan pengolahan terdiri dari bangunan penangkap air lengkap dengan pemompaan, bangunan instalasi pengolahan air, bangunan reservoir, bangunan mekanik dan elektronik, ruang pompa dan bahan kimia, gudang dan bangunan pelengkap lainnya.

(47)

Berikut merupakan variasi susunan tarif yang berlaku di PT Watertech Estate Cikarang.

Tabel 4 Susunan variasi tarif air PT Watertech Estate Cikarang

No Kelompok Pelanggan Tarif Pemakaian Air (Rp)

0 m3 - 10 m3 11 m3 - 21 m3 >21 m3

1 Kelompok I

Sosial Umum : Hidran Umum, Tempat Ibadah, Asrama Yatim Piatu

2000 3000 4000

2 Kelompok II

Sosial khusus : Rumah

Sakit Pemerintahan,

Puskesmas

3000 4000 5000

3 Kelompok III

Rumah

5000 6000 7000

4 Kelompok IV A

Rumah Mewah dan Niaga Kecil

5000 6000 7000

5 Kelompok IV B

Industri Kecil

6000 7000 8000

6 Kelompok IV C

Niaga Besar

8000 9000 10000

7 Kelompok V (Khusus)

Industri Besar

(48)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Pola Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Air

PT Watertech Estate Cikarang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan jasa penyediaan air bersih di wilayah Cikarang, Bekasi. Sumber air utama yang digunakan oleh PT Watertech Estate Cikarang berasal dari Saluran Sekunder Bulak Mangga. Sumber air baku yang berasal dari Saluran Sekunder Bulak Mangga diperoleh dengan sistem kontrak dengan Perusahaan Umum Jasa Tirta II dengan harga kontrak Rp 106,46/m3.

Air yang mengalir dari Saluran Bulak Mangga mengandung tingkat pencemaran yang tinggi. Pencemaran air permukaan yang tinggi ini karena banyak terdapat industri dan pemukiman di sepanjang aliran sungai. Faktor alam antara lain curah hujan dan banyaknya hari hujan juga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas air baku yang akan diolah. Pada saat musim hujan tingkat kekeruhan air permukaan tinggi karena air bercampur dengan endapan tanah yang mengalami erosi. Pada saat musim kemarau air memiliki kuantitas yang lebih sedikit dan mengandung tingkat pencemaran yang tinggi. Tingkat pencemaran ini karena pada saat musim kemarau masyarakat kebanyakan melakukan aktivitas mencuci di sungai sehingga sabun cuci, deterjen dan bahan kimia lainnya lebih banyak. Pada dasarnya perbedaan musim tidak berpengaruh secara signifikan pada pasokan air baku karena pembelian air yang bersifat kontrak, namun berpengaruh pada penggunaan jenis dan jumlah bahan kimia.

Jumlah kapasitas produksi yang terpasang di PT Watertech Estate Cikarang adalah 80 liter/detik dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak satu unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini hanya 50 liter/detik sehingga masih terdapat sisa kapasitas sebesar 30 liter/detik. Air baku yang berasal dari sungai kemudian diolah melalui penangkap air melalui pemompaan, kemudian melalui proses kimia dan pengendapan dilakukan pengolahan air baku dalam instalasi pengolahan air. Air yang ada kemudian disimpan di bangunan reservoir untuk sebelumnya dialirkan ke pelanggan.

(49)

mencapai 50% pelayanan dari target pelayanan kebutuhan air total dan potensi untuk meningkatkan pelayanan masih tinggi karena sumber air baku masih tersedia serta kebutuhan dan permintaan masyarakat yang tinggi. Sumber air penduduk masih terbatas karena kondisi air tanah dan air permukaan kurang baik serta adanya dukungan dari pemerintah Kabupaten Bekasi dalam operasionalnya. Perkembangan jumlah pelanggan air bersih PT Watertech Estate Cikarang meningkat sepanjang tahun sejak berdiri tahun 2010. Gambar diagram dibawah ini memperlihatkan perkembangan pelanggan PT Watertech Estate Cikarang dari tahun 2011-2014.

Gambar 4 Perkembangan Pelanggan PT Watertech Estate Cikarang Tahun 2011-2013

Sumber : PT Watertech Estate Cikarang (2014)

Gambar

Gambar 1 Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasai
Gambar 2 Marginal Cost dan Average Cost Pricing pada Average Cost Naik (Rising) dan Menurun (Falling)
Tabel 1 Tarif Air dan Golongan Pelanggan PT Watertech Estate Cikarang
Gambar 3 Alur Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Escherichia coli umumnya hidup pada saluran pencernaan manusia dan hewan sehingga kontaminasi bakteri ini pada makanan biasanya berasal dari. kontaminasi air

Bridgestone Sumatra Rubber Estate sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan Crumb Rubber yang pada dasarnya menggunakan bahan baku berupa latex ataupun cuplumps

Setelah dilakukan analisis selisih (varians) terhadap biaya bahan baku standar dan realisasi biaya bahan baku pada PT. Berdasarkan perhitungan selisih harga bahan baku diketahui bahwa

Biaya modal adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana, baik yang berasal dari utang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pemenuhan akan kebutuhan sistem informasi bagi semua jenis organisasi berkembang pesat. Penerapan teknologi

Saham yang layak untuk dilakukan short selling adalah saham yang overvalued dan memiliki PBV lebih besar dari rata-rata PBV industri real estate dan property

Dari hasil penelitian tersebut terjadi perbedaan signifikan untuk beberapa varietas yaitu varietas ciherang, mekongga, dan varietas inpari 13 karena perusahaan

pabrik dapat dikatakan sudah cukup efektif karena diperoleh hasil pada tahun 2015 sebesar 92% dan sebesar 93% ada tahun 2016 dari total bahan baku yang dipakai pada