PENGARUH TINGGI PANGKASAN DAN
PEMUPUKAN N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF
DAUN JAMBU BIJI
DYAH WENY RESPATIE
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Dosis Pupuk N terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2007
PENGARUH TINGGI PANGKASAN DAN
PEMUPUKAN N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF
DAUN JAMBU BIJI
DYAH WENY RESPATIE
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MUNIF GHULAMAHDI.
Penelitian lapang untuk mempelajari pengaruh tinggi pangkasan dan pemupukan nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji dilaksanakan di Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007.
Judul : Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji
Nama : Dyah Weny Respatie NRP : A351050011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapaun, baik cetak, fotokopi,
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan N tehadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji”. Tesis ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar magister pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
Ibu Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS dan Bapak Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta masukan berupa pengalaman, saran serta kritik selama pelaksanaan dan penulisan tesis ini.
Drs. Edy Jauhari, MS selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.
Kedua orangtuaku, mas Danang Arie Yunandar, dek Odie Nindya Maharsitama, keluarga besar Darmo Wandowo dan keluarga besar Darso Sutiardjo atas perhatian, doa dan kasih sayangnya.
Irjen. Pol. Drs. Heru Susanto dan Keluarga, khususnya Bude Ratna Heru S, atas doa, perhatian, nasehat serta bantuan moral dan material yang telah diberikan.
Bonus Puspita Darma, Amd., SP. atas segala pengorbanan yang tak terhingga, dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya.
Om Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS dan Keluarga, atas perhatian dan bantuannya selama di Bogor.
Ibu Hj. Sri Sayekti, Bapak Juwadi, mbak Tutik, kak Ace, Reza, Putri atas doa, nasehat dan motivasinya selama ini.
Bapak Sardju, Bapak Mamad (Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo), Bapak Joko (Laboratorium Ekofisiologi Faperta IPB), Ibu Entin (Laboratorium BB-BIOGEN), Bapak Ma’mun (Laboratorium BALITRO) yang sangat membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Mas Antok, mbak Ika Juang, Teh Neng-Pasca AGR, mbak Rahmi Dianita, Wawan-Kiwong, Doni, Pak Nirwan, Wulan, mas Kohar, rekan-rekan SPs-Agronomi 2005 dan adek-adek kos ‘Wisma Zulfa’ atas segala bantuan, fasilitas dan semangat selama penulis melaksanakan penelitian.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juni 2007
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Januari 1982 di Klaten. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Nanung Wienarno dan Ibu Yuli Eny Isturini.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Semangkak I Klaten pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Klaten dan lulus tahun 1997. Setelah lulus, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri I Klaten dan lulus pada tahun 2000.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jambu Biji... 4
Pemangkasan ... 4
Pupuk Nitrogen ... 6
Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji ... 7
Senyawa Flavonoid ... 8
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode ... 11
Pelaksanaan Penelitian ... 12
Pembibitan ... 12
Penanaman ... 12
Pemeliharaan ... 12
Panen dan Pasca Panen ... 12
Pengamatan ... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian ... 18
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi... 20
Pertumbuhan ... 24
Komponen Produksi ... 31
Korelasi antara Komponen Produksi dan Pertumbuhan ... 37
Pertumbuhan Setelah Panen ... 38
PEMBAHASAN ... 42
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
Halaman
1. Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia ... 15
2. Jumlah tanaman jambu biji yang mati pada berbagai dosis pupuk urea 19
3. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan dan produksi jambu biji ... 20
4. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 24
5. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 6 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 25
6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 26
7. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 16 – 18 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 26
8. Jumlah cabang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 27
9. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 28
10. Nilai rata-rata LTR tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea .. 29
11. Nilai rata-rata LAB tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea .. 30
12. Produksi tajuk tanaman jambu biji (18 MST) pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 31
13. Kandungan nitrogen daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis pupuk urea ... 33
14. Kandungan bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis pupuk urea ... 34
16. Produksi kuersetin daun jambu biji (18 MST) pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 37
17. Matrik korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi tanaman jambu biji pada berbagai interakasi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 37
18. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 38
19. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 39
Halaman
1. Struktur molekul flavonoid ... 8
2. Tanaman jambu biji Sukabumi (a) dan buah jambu biji Sukabumi (b) 10
3. Bagan alir pelaksanaan penelitian ... 17
4. Pertanaman jambu biji umur 16 MST ... 18
5. Daun jambu biji yang terserang ulat (a) dan akar jambu biji yang terserang jamur Botryo diplodia (b) ... 20 6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 16 –18 MST
pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 27
7. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 29
8. Nilai rata – rata LTR tanaman jambu biji umur 18 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 30
9. Bobot kering daun jambu biji umur 18 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 32
10. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 22 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 39
11. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Denah penelitian... 51
Latar Belakang
Sejak lama masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan yang ada
di alam sebagai obat tradisional untuk mengobati bermacam-macam penyakit.
Kebiasaan ini sampai sekarang tetap bertahan walaupun penemuan-penemuan
obat sintetik berbahan baku kimia berkembang dengan pesat. Penyembuhan
tradisional menggunakan bahan baku dari alam dipilih karena selain kemampuan
mengobati penyakitnya relatif sama dengan obat berbahan baku kimia, juga
karena tidak adanya efek samping yang ditimbulkan.
Buah jambu biji digemari orang karena rasa dan aromanya yang enak,
juga mengandung vitamin C yang tinggi (Sujiprihati, 1985). Vitamin C yang
dikandung buah jambu biji sebesar 300 g/ kg buah (Nakasone dan Paull 1999).
Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup populer. Selain buahnya yang bermanfaat, daun jambu biji juga banyak
digunakan sebagai obat tradisional. Masyarakat Jawa menggunakan daun jambu
biji sebagai obat diare yang telah menahun, menghentikan pendarahan, dan anti
radang (Wijayakusuma et al. 1984; Heyne 1987; Soedibyo 1998). Kegunaan lain dari ekstrak daun jambu biji adalah antimutagenik, obat asma, dan obat batuk
(Garcia et al. 2003).
Kegunaan bagian tanaman sebagai bahan pengobatan tidak terlepas dari
senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Senyawa bioaktif tersebut
menurut Hornok (1992) diproduksi melalui sintesis secara biologi dalam tubuh
tanaman dan terakumulasi dalam jumlah yang sangat sedikit, seringkali kurang
dari satu persen dari bobot kering tanaman. Lugasi et al. (2003) menyatakan bahwa karakteristik antioksidan pada tanaman dapat ditandai oleh kandungan
polifenol yang ada di dalamnya. Polifenol dapat dibagi menjadi paling sedikit
sepuluh kelompok yang berbeda bergantung dari struktur dasar kimianya.
Flavonoid, yang merupakan kelompok paling penting, dapat dikelompokkan lebih
jauh menjadi tiga belas kelompok. Kuersetin yang termasuk golongan flavonoid
2
Pemanfaatan daun jambu biji untuk bahan obat melibatkan aktivitas
pemanenan daun, sehingga keseimbangan fase vegetatif dan generatif tanaman
perlu dijaga agar produksi daun maksimal. Menurut Sukasman (1988)
pemangkasan bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif, menekan
pertumbuhan generatif serta mengubah pertumbuhan batang tunggal dan besar
menjadi berbatang banyak dan rendah, selain itu pemangkasan dapat
mempengaruhi pertunasan, karena pemangkasan pada pucuk batang akan
mempengaruhi keseimbangan zat pengatur tumbuh alami di daerah ketiak daun.
Menurut Sutarno (1982) perubahan keseimbangan zat pengatur tumbuh alami
tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas baru.
Pemangkasan akan mengakibatkan berkurangnya jumlah daun pada
tanaman. Berkurangnya jumlah daun per tanaman tersebut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena daun merupakan penghasil
metabolit yang dibutuhkan tanaman melalui fotosintesis (source). Dari daun, metabolit-metabolit tersebut ditranspor ke bagian-bagian lain dari tumbuhan untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (sink). Hubungan source dan sink pada aliran distribusi metabolit memberi peranan penting pada tanaman. Menurut
Geiger (1987) distribusi asimilat pada tanaman dapat dipengaruhi oleh
berkurangnya daun yang berfungsi sebagai source dalam distribusi hasil fotosintesis dan metabolisme. Perbedaan fase pertumbuhan tanaman pada saat
tanaman didominasi oleh pertumbuhan vegetatif dan pada saat tanaman memasuki
fase generatif turut mempengaruhi hasil asimilat. Dickson et al. (2000) menyatakan bahwa kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik, dan tingkat respirasi.
Setelah tanaman dipangkas, maka bagian tanaman yang tersisa harus cepat
membentuk daun baru agar fotosintesis dan proses metabolisme lainnya dapat
berjalan lancar. Pembentukan dan pertumbuhan daun baru tesebut dipengaruhi
oleh ketersediaan hara yang cukup, untuk itu pemupukan mempunyai peranan
penting dalam proses ini. Salah satu unsur yang dibutuhkan tanaman pada saat
nucleoside phosphate dan asam amino yang menjadi pembangun asam amino dan protein (Taiz dan Zeiger, 2002).
Pemberian pupuk nitrogen setelah pemangkasan diharapkan dapat
mempercepat pembentukan tunas baru dan mempercepat pertumbuhan daun yang
akan mempengaruhi kandungan bahan bioaktif jambu biji.
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tinggi pangkasan dan
pemupukan N terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan
bioaktif daun jambu biji.
Tujuan secara khusus penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh tinggi pangkasan terhadap pertumbuhan tanaman dan
produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji
2. Mengetahui pengaruh dosis pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman dan
produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji
3. Mengetahui pengaruh interaksi tinggi pangkasan dan dosis pupuk N terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu
biji
Hipotesis
1. Tinggi pangkasan tertentu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan
tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji
2. Dosis pemupukan N tertentu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan
tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji
3. Interaksi antara tinggi pangkasan dan dosis pemupukan N tertentu
berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jambu Biji
Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis. Di Jawa umumnya ditanam pada ketinggian kurang dari 1 200
meter di atas permukaan laut (Heyne 1987). Bunga terdapat di ujung cabang
(aksilar), daunnya oval sampai dengan elips dengan pinggiran rata melingkar dan
ujung meruncing, serta daging buah berwarna putih kekuningan atau merah terang
(Backer dan Van den Brink 1963).
Buah jambu biji yang besar dengan daging buah berwarna putih
mula-mula diperkenalkan dan dijual ke masyarakat oleh seorang pekebun dari Florida
dengan nama P. guinense atau P. guianense, sementara buah jambu biji dengan daging buah berwarna merah diintroduksi ke California dengan nama P. aromaticum. Kedua varietas itu kini dimasukkan ke dalam satu golongan spesies yaitu P. guajava (Popenoe 1974).
Produksi buah jambu biji dapat dipicu melalui perlakuan pemangkasan,
pengguguran daun menggunakan bahan kimia, maupun pemupukan. Pertumbuhan
vegetatif, ditandai munculnya daun-daun baru setelah perlakuan pengguguran
daun menggunakan urea, ethepon, dan detergen, berawal pada 3-4 minggu setelah
perlakuan. Pertumbuhan generatif, ditandai dengan fase pembungaan, terjadi pada
9-12 minggu setelah perlakuan diikuti pembentukan buah pada 12-16 minggu
setelah perlakuan dan pematangan buah pada 16-24 minggu setelah perlakuan
(Nakasone dan Paull 1999).
Pemangkasan
Pemangkasan dapat didefinisikan sebagai pemotongan pertumbuhan yang
tidak dikehendaki untuk merangsang pertumbuhan tertentu. Definisi ini mencakup
dua pengertian yaitu penghilangan suatu bagian dan mendatangkan respon tertentu
(Verheij dan Coronel, 1992). Menurut Harjadi (1989) pemangkasan merupakan
upaya untuk menghilangkan dominasi pucuk berupa penghambatan oleh titik
tumbuh pada pertumbuhan tunas di bawahnya dan merupakan fungsi dari
bagian lain di tanaman. Coombs et al. (1994) mengemukakan bahwa pucuk menggunakan suatu kontrol yang sangat mempengaruhi tunas dan menekan
pertumbuhan cabang lateral. Penghilangan pucuk akan memecah dominasi dan
salah satu tunas di bawah pucuk akan tumbuh dan membuat dominasi baru.
Pemangkasan bertujuan meningkatkan jumlah tunas, mengatur bentuk
tanaman, meningkatkan jumlah bunga dan mengatur waktu pembungaan (Weaver,
1972). Pertumbuhan vegetatif tanaman dengan cepat akan berlangsung setelah
dilakukan pemangkasan. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan
rasio akar dan tajuk. Aliran distribusi air, nutrisi, dan cadangan makanan
berlangsung dari sistem perakaran yang tidak terganggu menuju area tajuk yang
mengalami pemangkasan (Janick 1972). Rasio akar dan tajuk dapat
mempengaruhi pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahan pada tanaman.
Setelah pemangkasan, maka menyebabkan jumlah daun berkurang dan
menyebabkan berkurangnya proses fotosintesis. Cadangan makanan berupa
karbohidrat akan dialihkan untuk pertumbuhan tunas baru (Denisen 1979).
Setelah tanaman dipangkas, maka bagian tanaman yang tersisa harus cepat
membentuk daun baru agar fotosintesis dan proses metabolisme lainnya dapat
berjalan lancar.
Distribusi fotosintat dalam tanaman menunjukkan hubungan antara
produksi fotosintat oleh daun sebagai source dan kebutuhan asimilat oleh sink karena itu karakteristik tumbuh tanaman, tahapan pertumbuhan daun, dan
perkembangan tanaman dapat mempengaruhi distribusi hasil metabolisme
(Geiger 1987). Kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik dan tingkat respirasi. Daun pada saat flush memiliki ukuran sink yang besar sehingga hasil fotosintesis dialirkan ke daun flush. Kebanyakan penelitian mengenai perubahan source dan sink melibatkan manipulasi tanaman seperti pengguguran buah, pengguguran daun, danperlakuan naungan (Dickson et al. 2000).
Pertumbuhan vegetatif biasanya meningkat cepat setelah pemangkasan
pucuk secara intensif. Pemangkasan berat akan mengubah secara radikal
keseimbangan antara akar dan pucuk. Pertumbuhan yang terjadi disebabkan
6
tanaman yang terganggu ke arah tunas yang lebih kecil pengurangan sedikit dalam
jumlah pangan cadangan bersamaan dengan pengurangan area fotosintesis dapat
diabaikan karena saat dorman cadangan pangan (gula dan karbohidrat) berada
dalam akar dan bagian-bagian pucuk yang lebih tua (Harjadi, 1989).
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemangkasan teh antara
lain penentuan kriteria tinggi pangkas, daur pangkas dan waktu pemangkasan
yang tepat berdasarkan ketinggian tempat serta kondisi suatu daerah. Secara
agronomi pemangkasan harus dilakukan pada saat tanaman sehat yaitu saat
tanaman cukup mengandung cadangan makanan atau hara dan kelembaban tanah
serta suhu optimum untuk tumbuh kembali (Sukasman, 1988). Menurut
Valkemburg dan Hortsen (2001) pemangkasan teratur pada jati Belanda dapat
meningkatkan hasil pemangkasan empat kali setahun dapat menghasilkan 10 kg
bahan kering per tanaman.
Pada tanaman teh pemangkasan dan pemetikan secara berkala bertujuan
untuk mempertahankan tanaman agar tetap dalam fase vegetatif, merangsang
pertumbuhan tunas atau pucuk baru, membentuk bidang petik, mempertahankan
tinggi petik sehingga memudahkan para pemetik melaksanakan tugasnya
(Iskandar, 1988; Sukasman, 1988).
Pada tanaman buah-buahan yang termasuk tanaman bercabang diperlukan
keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pemangkasan yang
tepat dapat dipergunakan untuk mengatur keseimbangan pertumbuhan vegetatif
dan generatif (Bleasdale, 1973). Pemangkasan yang diperlukan dalam jambu biji
adalah untuk memperoleh bentuk tajuk tanaman yang baik, sehat dan produktif.
Pemangkasan 80 % cabang-cabang tua pada jambu biji dapat yang telah berumur
tiga tahun dapat memacu pertumbuhan tunas baru yang sehat dan kuat
(Nanthanchai, 1983).
Pupuk Nitrogen
Nitrogen merupakan bagian pokok bagi tanaman. Nitrogen hadir sebagai
satuan fundamental dalam protein, asam nukleik, klorofil dan senyawa organik
lain. Protein merupakan penyusun utama protoplasma. Fungsi nitrogen sebagai
seluruh proses metabolis dalam tanaman (Mas’ud, 1992). Dilaporkan juga bahwa
kekahatan nitrogen menyebabkan pembelahan sel terhambat dan akhirnya
memperlambat pertumbuhan. Nitrogen dalam jumlah yang cukup akan
meningkatkan luas daun sehingga area fotosintesis meningkat. Pasokan nitrogen
dalam jumlah tinggi akan mempercepat perubahan karbohidrat menjadi protein.
Menurut Mas’ ud, (1992) fungsi nitrogen bagi pertumbuhan tanaman
adalah 1) menjadikan tanaman berwarna hijau, 2) meningkatkan pertumbuhan
daun dan batang, 3) menjadikan tanaman menjadi sukulen, 4) menahan
pertumbuhan akar, 5) memperlambat pematangan tanaman dengan membantu
pertumbuhan vegetatif yang tetap hijau walaupun saat masak sudah maksimum, 6)
meningkatkan kandungan protein, 7) mengurangi pengaruh buruk udara dingin.
Nitrogen diikat tanaman dalam bentuk nitrat atau amonium dan nitrogen
merupakan unsur yang mudah larut dan menguap, sehingga untuk mengatasi
kekahatan nitrogen bagi tanaman dapat dilakukan melalui empat cara yaitu sisa
tanaman, pupuk kandang, legum, dan pupuk buatan. Pada beberapa tanaman
pertanian kebutuhan nitrogen dipenuhi melalui pupuk buatan (Mas’ud, 1992).
Dari pemberian tiga unsur (NPK) sebagai pupuk, nitrogen memberikan
pengaruh yang paling nyata, terutama dalam merangsang pertumbuhan di atas
permukaan tanah. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur
dari penggunaan kalium, fosfor dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983).
Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji
Senyawa kelompok sesquiterpen hidrokarbon terdapat pada daun jambu
biji seperti β-karyofilena, β-bisabolena, aromadendrena, β-selinena, nerolidiol,
karyofilena oksida, longisiklena, dan sel-11-en-4α-ol (Smith dan Siwatibau 1975). Kuersetin yang termasuk golongan flavonoid dapat berfungsi sebagai anti diare
(Lutterodt et al. 1999). Analisis fitokimia dari daun jambu biji memperlihatkan adanya tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri, saponin, lektin, karotenoid, asam
askorbat, asam lemak, dan kuersetin (Garcia 2003).
Anti oksidan terkuat yang ditemukan pada daun jambu biji adalah asam
askorbat. Ditemukan pula di dalamnya kandungan total fenolik sebesar
8
fenolik dalam jumlah besar tersebut dapat menghambat reaksi peroksidasi pada
tubuh sehingga dapat mencegah penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan
serangan jantung (Qian dan Nihorimbere, 2004).
Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dihasilkan
dari metabolisme sekunder pada tanaman. Flavonoid telah ada di alam selama
lebih dari jutaan tahun (Swain, 1975). Pada tanaman, flavonoid disintesis dari
asam amino aromatik, yaitu tirosin dan fenilalanin, bersama-sama dengan unit
asetat melalui lintasan asetat dan sikimat (Bravo 1998; Middleton et al., 2000). Dengan bantuan enzim tirosin amonia lyase dan fenilalanin amonia lyase, tirosin
dan fenilalanin terkonversi menjadi sinamat yang kemudian berkondensasi dengan
asetat membentuk struktur flavonoid (Middleton et al. 2000). Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Molekul Flavonoid
Flavonoid dibedakan berdasarkan ikatan molekulnya menjadi lima
golongan yaitu flavanol, antosianidin, flavon, flavanon, dan chalcon. Struktur
dasar flavonoid terdiri atas dua cincin benzene (A dan B) yang terhubung oleh
cincin piran atau pirone heterosiklik dengan ikatan rangkap di tengahnya (C).
Pembagian golongan tersebut berdasarkan ada atau tidak adanya ikatan rangkap
pada posisi 4, ikatan rangkap antara atom karbon pada posisi 2 dan 3 pada cincin
C, dan gugus hidroksil pada cincin B. Pada struktur flavonoid, gugus fenil
biasanya berikatan pada posisi 2 cincin B, sementara isoflavonoid pada posisi 3.
Nucleus (Bilyk dan Sapers 1985; Middleton et al., 2000).
Golongan flavonol terdiri dari kuersetin, kaempferol, galangin dan
myrcetin, (Vickery and Vickery, 1981). Kuersetin kebanyakan terdapat pada
Flavonoid memiliki banyak kegunaan, beberapa di antaranya masih belum
dapat dimengerti. Sebagai contoh, flavonoid berpengaruh dalam pertumbuhan
pada in vitro tetapi tidak demikian halnya pada percobaan in vivo. Flavonoid juga berfungsi sebagai enzim inhibitor, memberi warna pada tanaman, atraktan bagi
polinator, dan sebagai antibiotik terhadap serangan virus (Vickery and Vickery
1981). Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan sebagai anti oksidan, anti
kanker, anti alergi, dan anti virus (Hertog et al., 1992; Middleton et al., 2000). Flavonoid juga sangat efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan
peroksil sehingga dapat mencegah penyakit kanker dan jantung (Manach et al., 1996). Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung flavonoid juga
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada Oktober 2006 sampai dengan Maret 2007. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor, Leuwikopo Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis bahan bioaktif dilaksanakan di Laboratorium BALITRO dan BB-BIOGEN.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman jambu biji asal Sukabumi berumur sembilan bulan yang berasal dari biji (Gambar 2). Daun jambu biji dan bahan-bahan penunjang laboratorium untuk analisis kandungan bahan-bahan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif. Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 60 cm x 60 cm, timbangan, gunting pangkas, oven, sprayer alat-alat penunjang laboratorium untuk analisis kandungan bahan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif.
(a) (b)
Metode
Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan perlakuan tinggi pangkasan (T) yang ditempatkan dalam petak utama dan dosis pupuk nitrogen (N) dalam anak petak.
Petak utama terdiri atas tiga taraf tinggi pangkasan: T1 = Tinggi pangkas 50 cm
T2 = Tinggi pangkas 75 cm T3 = Tinggi pangkas 100 cm
Anak petak terdiri atas empat taraf dosis pupuk nitrogen: N0 = 0 g urea/tanaman
N1 = 90 g urea/tanaman N2 = 180 g urea/tanaman N3 = 270 g urea/tanaman
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan (Lampiran 1). Setiap unit percobaan terdiri dari 4 tanaman.
Model matematika untuk rancangan yang digunakan adalah : Yijk= μ + Ti + βj + δ ij + Nk + (TN)ik + εijk, dimana
Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j, ulangan ke-k
μ : rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
Ti : nilai tambah karena pengaruh tinggi pangkasan pada taraf ke-i
βj : nilai tambah karena pengaruh ulangan ke-j
δ ij : pengaruh galat petak utama (tinggi pangkasan)
Nk : nilai tambah karena pengaruh pemupukan N pada taraf ke-k
(TN)ik : nilai tambah karena pengaruh interaksi petak utama ke-i dengan anak petak ke-k
εijk : pengaruh galat anak petak (dosis pupuk N)
i : 1, 2, 3 untuk tinggi pangkasan j : 1, 2, 3 untuk ulangan
12
untuk perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari pelaksanaan di lapang dan di laboratorium. Bagan alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Pembibitan
Pembibitan dilakukan pada bulan Desember 2005, media yang digunakan saat pembibitan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Periode pembibitan ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap satu pembibitan dilakukan pada polybag ukuran 15 cm x 15 cm yang berisi 1 benih/polybag. Bibit tanaman jambu biji ditumbuhkan sampai umur 3 bulan. Pada tahap berikutnya tanaman dipindah pada polybag dengan ukuran 30 cm x 30 cm dan dibiarkan tumbuh sampai umur 3 bulan. Pemindahan ini dilakukan dengan tujuan agar perkembangan akar optimal yang akan mendukung pertumbuhan tanaman.
Penanaman
Penanaman dilakukan setelah tanaman berumur sembilan bulan setelah semai. Bibit tanaman ditanam pada polybag ukuran 60 cm x 60 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Peletakan polybag perlakuan berjarak 2 m x 2 m satu dengan lainnya.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pemberantasan hama dan penyakit. Selama masa pemeliharaan ini perlakuan diterapkan yaitu berupa pemangkasan dan pemupukan nitrogen. Perlakuan pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam (1 BST), sedangkan pemupukan nitrogen dilakukan setelah pemangkasan sesuai dengan dosis perlakuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
Panen dan Pasca Panen
menurut perlakuan untuk analisis kandungan bahan bioaktif daun jambu biji. Analisis kandungan bahan bioaktif daun jambu biji dilakukan menggunakan tahapan-tahapan pelaksanaan di laboratorium.
Pengamatan
Pengamatan meliputi variabel pertumbuhan dan produksi tanaman. Peubah pertumbuhan
1. Pertambahan tinggi tanaman (cm), diukur dari batas ajir yang telah ditentukan (5 cm dari permukaan tanah) sampai dengan titik tumbuh tertinggi daun yang diluruskan ke atas. Diamati setiap dua minggu.
2. Pertambahan diameter batang (mm), diukur dengan menggunakan jangka sorong pada tiga titik yaitu batang utama bawah, batang tengah dan batang atas. Diamati setiap dua minggu.
3. Jumlah cabang, merupakan jumlah cabang yang tumbuh pada batang utama. Diamati setiap dua minggu.
4. Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB)
Pengukuran Laju Tumbuh Relatif dan Laju Asimilasi Bersih sebagai berikut:
1 2 1 2 T -T W ln W ln ) g/hari ( = − LTR 1 2 1 2 1 2 1 2 2 T -T A ln A ln A A W W ) /har g/cm ( − − − = x i LAB
dimana LTR = Laju Tumbuh Relatif (g/hari) LAB = Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari)
T1 = Waktu pengamatan awal T2 = Waktu pengamatan akhir
W1 = Bobot kering total pada waktu T1 W2 = Bobot kering total pada waktu T2
14
Peubah produksi
1. Bobot basah daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun yang belum dikeringkan setelah dipanen. Diukur dalam satuan g.
2. Bobot basah batang, merupakan bobot basah cabang yang dipanen daunnya yang belum dikeringkan setelah dipanen. Diukur dengan satuan g.
3. Bobot kering daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun yang telah dikeringkan pada suhu 1050 C selama 24 jam setelah dipanen. Diukur dalam satuan g.
4. Kandungan N daun, dilakukan melalui analisis daun di laboratorium dengan metode Kjedhal. Diamati setelah panen.
5. Analisis kandungan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan setelah pemanenan total dan setelah mengalami proses pengeringan.
Analisis kualitatif
Uji kualitatif digunakan untuk mengetahui apakah daun jambu biji mengandung senyawa bioaktif tanpa mengetahui jumlahnya secara kuantitatif. Prosedur analisis pengujian pada senyawa bioaktif secara kualitatif yang dilaksanakan pada laboratorium analitik sebagai berikut (Harborn , 2000):
1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan lalu direndam dalam 100 ml metanol selama 24 jam. Kemudian ekstrak disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (30o – 40oC) hingga didapatkan residunya. 2. Pengujian alkaloid : 2 mg residu yang telah diekstrak lalu ditambahkan 10 ml
kloroform-amoniak dan disaring. Larutan hasil dari saringan (filtrat) ditambah beberapa tetes H2SO4 2 M kemudian dikocok sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan keruh dan lapisan tidak berwarna. Lapisan tidak berwarna diambil dengan pipet menjadi 2 bagian. Pada masing-masing tabung ditambahkan beberapa tetas reagen Dragendorf dan Mayer. Uji positif alkaloid bila menghasilkan endapan berwarna jingga setelah ditambahkan reagen Dragendorf dengan dan putih kekuningan untuk Mayer.
warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid.
4. Pengujian flavonoid, saponin dan tanin : 2 mg residu yang telah diekstrak lalu ditambahkan aquades secukupnya, kemudian pisahkan 3 ml filtrat ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan logam Mg, beberapa tetes HCl pekat dan larutan amil alkohol, kemudian kocok apabila timbul warna kuning kemerahan pada fraksi amil alkohol menandakan uji positif flavonoid. Pada tabung kedua dilakukan uji saponin dengan dilakukan pengocokan secara vertikal, bila timbul busa yang stabil setinggi + 1 cm selama 10 menit menandakan adanya positif saponin. Sisa campuran tadi lalu saring. Filtrat ditambahkan beberapa ml larutan FeCl3 1 %. Timbulnya warna biru tua atau kehitaman menunjukkan positif tanin.
Kriteria penilaian bahan bioaktif secara kualitatif dengan uji fitokimia ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia
Senyawa Dasar penilaian Penilaian
Alkaloid Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes : 3+ 3 tetes :2+ 4 tetes :1+ Steroid Perubahan warna
biru/hijau
Tua : 3 + Sedang : 2+ Muda : 1+
Triterpenoid Perubahan warna merah/ungu
Tua : 3 + Sedang : 2+ Muda : 1+
Saponin Pembentukan lapisan busa
3 cm : 3+ 2 cm : 2+ 1 cm : 1+
Flavonoid Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes :3+ 3 tetes: 2+ 4 tetes :1+ Tanin Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes :3+ 3 tetes: 2+ 4 tetes :1+
Keterangan : 4+ = sangat tinggi, 3+/ 3cm = tinggi , 2+/ 2 cm = sedang, 1+/ 1 cm = rendah
Analisis kuantitatif
Prosedur pelaksanaan di laboratorium melalui proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, pemisahan fraksi senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer UV.
1. Ekstraksi Maserasi
16
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 400 C untuk menghilangkan pelarut sampai volumenya + 1/10 volume semula. Proses maserasi, penyaringan, dan pemekatan dilakukan berulang-ulang sampai ekstrak yang dihasilkan tidak berwarna. Ekstrak yang diperoleh digabung dan dinamakan ekstrak kasar metanol.
2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Gambar 3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Penanaman
Bibit jambu biji yang telah berumur 9 bulan ditanam pada polybag ukuran 60 cm x 60 cm dengan media tanah : pupuk kandang 1 : 1
dengan jarak tanam 2 m x 2 m
Pengamatan
Dilakukan pengamatan pertumbuhan dan pengamatan setelah panen
Pengamatan pertumbuhan meliputi pengukuran tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dilakukan setiap 2 minggu sekali dan LTR, LAB dilakukan
di akhir panen
Pengamatan setelah panen meliputi pengukuran bobot basah daun dan batang, bobot
kering batang dan daun, analisis N, analisis bioaktif
Analisis data menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dan DMRT
Pemeliharaan
Meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan gulma, pemberantasan HPT. Perlakuan pemangkasan saat tanaman telah berumur 1 bulan setelah
pindah tanam dilanjutkan dengan pemupukan N Pembibitan
Dilakukan pada polybag ukuran 15 cmx 15 cm dengan media tanah : pupuk kandang 1 : 1, setelah berumur 6 bulan bibit dipindah pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
[image:31.612.187.452.287.444.2]Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Departemen Tanah IPB (Lampiran 2), lahan penelitian tergolong masam dengan pH H2O sebesar 4.95. Lahan penelitian tergolong bertekstur liat karena kandungan liatnya lebih dari 30%. KTK yang terdapat di dalamnya tergolong rendah yaitu 11.26 me/100g, sehingga kekuatan mengikat unsur H, N, K, Ca dan Mg juga sangat rendah. Pada Gambar 4 terlihat pertanaman jambu biji pada umur 16 MST (minggu setelah tanam).
Gambar 4. Pertanaman Jambu Biji Umur 16 MST
Penambahan pupuk kandang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Penambahan pupuk kandang ayam pada dosis 15 ton/ha telah mengubah pH tanah pada level agak masam yaitu 6.47. Tekstur tanah berubah menjadi golongan liat berdebu dengan KTK yang berada pada level sedang yaitu 18.39, sehingga diharapkan hara sudah tersedia bagi tanaman.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. Pada awal penanaman yaitu bulan Oktober curah hujan tergolong rendah yaitu 136 mm/bulan. Saat menjelang panen yaitu pada umur 18 MST di bulan Februari total curah hujan tergolong tinggi yaitu 519 mm/bulan. Rata-rata temperatur udara selama penelitian adalah 27.4 0C.
tanah (Coptotermes travians). Serangan belalang dan ulat tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gambar 5a). Belalang dan ulat menimbulkan kerusakan pada daun dengan meninggalkan bekas gigitan, sehingga daun menjadi berlubang. Sedangkan serangan rayap cukup mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan ada 3 tanaman yang mati akibat serangan rayap. Rayap menyerang akar tanaman selanjutnya batang tanaman, sehingga batang tanaman menjadi keropos dan akhirnya tanaman rebah dan mati gejala serangan lain adalah daun menguning dan ranting mengering, hal ini diduga karena translokasi hara dari akar ke daun dan dari daun ke seluruh bagian tanaman terhambat. Penyakit yang menyerang adalah penyakit busuk batang dan akar yang disebabkan oleh jamur Botryo diplodia, akibat penyakit ini tanaman menjadi rebah dan mati dalam beberapa hari setelah timbul gejala serangan (Gambar 5b). Gejala awal adalah timbulnya kelayuan pada daun-daun jambu biji, beberapa hari kemudian batang berwarna coklat sampai hitam gosong terutama pada daerah di sekitar perakaran. Jika akar dicabut maka akan tercium bau busuk. Serangan Botryo diplodia merupakan serangan sekunder yang diduga dipicu oleh pemupukan N (urea) dengan dosis yang tinggi yang menyebabkan kerusakan akar akibat kondisi oksigen berada dibawah CPO(Critical Oxygen Presure), sehingga mengaktifkan jamur ini. Kondisi ini disebabkan karena pemberian pupuk dilakukan pada musim kemarau dan juga kondisi aerasi media tanam yang kurang baik, selain itu juga disebabkan karena tanaman jambu biji ditanam pada polybag sehingga pupuk yang diberikan menyebabkan tanaman mengalami cekaman. Hal ini terlihat dari serangan tebesar terjadi pada tanaman yang dipupuk dengan 270 g urea/tanaman sebanyak 91.67% atau hampir seluruh tanaman mati (Tabel 2). Sehingga tanaman dengan perlakuan pupuk 270 g/tanaman tidak ikut diolah secara statistik.
Tabel 2. Jumlah tanaman jambu biji yang mati pada berbagai dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tanaman Mati (%)
20
Untuk mencegah serangan hama dilakukan pemeliharaan dengan memberikan Furadan dan penyemprotan Decis setiap satu minggu sekali. Pemberian Furadan dilakukan dengan menaburkan disekeliling tanaman sedangkan penyemprotan dilakukan pada pagi hari agar lebih efektif karena ulat dan belalang belum aktif bergerak. Pencegahan penyakit dilakukan dengan mencabut tanaman yang terserang selanjutnya dibakar.
Gulma yang tumbuh selama pertumbuhan tanaman jambu biji adalah rumput teki, alang-alang dan babadotan (Ageratum conyzoides), penyiangan gulma dilakukan secara manual dan dengan menggunakan mesin pemotong rumput dilakukan setiap dua minggu sekali.
(a) (b)
Gambar 5. Daun Jambu Biji Yang Terserang Ulat (a) dan Akar Jambu Biji Yang Terserang Jamur Botryo diplodia (b)
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi
Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan dan produksi tanaman jambu biji
Perlakuan KK
(%)
A Regresi B Regresi AxB Regresi
Pertambahan tinggi tanaman 6 MST
** tn * y50= -0.0012x +
4.925 R2 = 0.097 y75 = -0.0038x + 4.4283
R2 = 0.8661* y100 = 0.001x + 4.6133
R2 = 0.1319
[image:33.612.132.521.293.451.2]Tabel 3. Lanjutan
Pertambahan tinggi tanaman 8 MST
tn y = -0.0062x + 6.38
R2 = 0.453
tn y = 0.0019x + 5.75
R2 = 0.9601*
tn 10.271)
Pertambahan tinggi tanaman 10 MST
tn y = -0.0062x + 7.08
R2 = 0.6093
tn y = 0.0013x + 6.50
R2 = 0.9038*
tn 7.871)
Pertambahan tinggi tanaman 12 MST
* y = -0.0084x +
7.64 R2 = 0.4404
tn y = 0.0024x + 6.83
R2 = 0.8191*
tn 8.431)
Pertambahan tinggi tanaman 14 MST
* y = -0.0076x +
7.73 R2 = 0.3918
tn y = 0.0022x + 7.01
R2 = 0.9868*
tn 7.951)
Pertambahan tinggi tanaman 16 MST
* y = -0.0176x +
9.38 R2 = 0.4635
tn y = 0.0011x + 7.85
R2 = 0.1242
tn 11.421)
Pertambahan tinggi tanaman 18 MST
tn y = -0.0008x + 9.41
R2 = 0.0006
tn y = 0.0011x + 9.25
R2 = 0.0401
tn 24.841)
Pertambahan Diameter batang 4 – 6 MST
tn y = -0.0016x + 2.33
R2 = 0.1579
tn y = -0.0003x+
2.25 R2 = 0.75*
tn 11.481)
Pertambahan Diameter batang 6 – 8 MST
tn y = 0.0062x +
2.085 R2 = 0.7982*
tn y = 0.0017x + 2.3
R2 = 0.7982*
tn 21.981)
Pertambahan Diameter batang 8 – 10 MST
tn y = 0.0036x +
2.5067 R2 = 0.3343
tn y = 0.0004x + 2.73
R2 = 0.8421*
tn 20.881)
Pertambahan Diameter batang 10 - 12 MST
tn y = -0.004x +
3.41 R2 = 0.8929*
tn y = 0.0005x + 2.98
R2 = 0.0544
tn 11.691)
Pertambahan Diameter batang 12 – 14 MST
tn y = -0.0038x + 3.49
R2 = 0.9991*
tn y = 3.1233 R2 = 0
tn 12.391)
Pertambahan Diameter batang 14 – 16 MST
tn y = -0.0066x + 3.955
R2 = 0.9973*
tn y = -0.002x + 3.59
R2 = 0.2183
tn 9.651)
Pertambahan Diameter batang 16 - 18 MST
** ** ** y50 = -0.0038x +
4.1417 R2 = 0.633 y75 = -0.0045x + 3.9717
R2 = 0.8143* y100 = -0.0042x + 3.6883
R2 = 0.9323*
6.491)
Jumlah cabang 6 MST
* y = 0.0162x +
3.3 R2 = 0.98*
tn y = 0.0017x + 4.41
R2 = 0.4626
tn 12.081)
Jumlah cabang 8 MST
* tn * y50= 0.0019x +
5.395 R2 = 0.6447 y75 = -0.0008x + 4.98
R2 = 0.0392 y100 = 4.7167 R2 = 0
22
Tabel 3. Lanjutan
Jumlah cabang 10 MST
tn y= 0.0112x +
4.97 R2 = 0.8421*
tn y = -0.0015x+
5.95 R2 = 0.1709
tn 8.581)
Jumlah cabang 12 MST
tn y = 0.016x +
4.84 R2 = 0.8151*
* y = -0.003x + 6.39
R2 = 0.3626
tn 15.471)
Jumlah cabang 14 MST
tn y = 0.008x +
5.66 R2 = 0.5242
tn y = -0.0012x+
6.57 R2 = 0.1225
tn
12.061)
Jumlah cabang 16 MST
tn y = 0.0072x +
6.05 R2 = 0.9643*
* y = -0.0016x+
6.73 R2 = 0.2185
tn
10.761)
Jumlah cabang 18 MST
tn y = 0.0062x +
6.285 R2 = 0.9969*
* y = -0.0021x+
6.96 R2 = 0.1207
tn
9.931)
Laju asimilasi bersih
tn ** ** y50 = -0.0004x +
1.435 R2 = 0.6447 y75= -0.0004x + 1.4233
R2 = 0.4948 y100 = -0.0004x + 1.4267
R2 = 0.6575
15.661)
Laju tumbuh relatif
tn ** ** y50 = -0.0043x +
3.1833 R2 = 0.6832 y75 = -0.0048x + 3.04
R2 = 0.5169 y100 = -0.0044x + 3.0617
R2 = 0.6383
1.511)
Bobot basah daun
** ** ** y50 = -0.0217x +
21.005 R2 = 0.3631 y75= -0.0048x + 17.727
R2 = 0.0315 y100 = -0.0114x + 17.062
R2 = 0.2239
8.461)
Bobot kering daun
* ** ** Y50 = -0.3774x +
104.5 R2 = 0.505 Y75= -0.2433x + 77.413
R2 = 0.2194R2 = 0.3553
Y100= -0.2102x + 62.195
R2 = 0.2994R2 = 0.4304
19.901)
Bobot basah batang dan cabang
* y = -0.0626x +
15.6 R2 = 0.6578
tn y = 0.0108x + 9.94
R2 = 0.8334*
tn 23.991)
Interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dengan dosis pupuk urea berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan tinggi tanaman pada 6 MST, diameter batang pada 16 - 18 MST, jumlah cabang pada 8 MST, LAB dan LTR. Komponen pertumbuhan lainnya yaitu tinggi tanaman 12, 14 dan 16 MST, jumlah cabang 6 MST hanya dipengaruhi oleh tinggi pangkas sedangkan jumlah cabang 12MST dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan. Tinggi tanaman 8, 10 dan 18 MST, pertambahan diameter batang 4 – 6, 6 – 8, 8 – 10, 10 – 12 dan 12 – 14 MST, jumlah cabang 10 dan 14 MST tidak berbeda nyata pada semua perlakuan baik tinggi pangkas maupun dosis pupuk urea.
Komponen produksi yang dipengaruhi oleh interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea adalah bobot basah daun dan bobot kering daun, sedangkan bobot basah batang dan cabang hanya dipengaruhi oleh tinggi pangkas.
Berdasarkan persamaan regresi terlihat bahwa tinggi pangkasan berpengaruh linier negatif terhadap pertambahan tinggi tanaman 6 – 18 MST, pertambahan diameter batang 10 – 18 MST, LTR, LAB, BBD dan BBK, sedangkan pada pertambahan diameter batang 4 – 8 MST dan jumlah cabang 6 – 18 MST tinggi pangkasan berpengaruh linier positif. Dosis pupuk urea berpengaruh linier positif terhadap pertambahan tinggi tanaman 6 – 18 MST, pertambahan diameter batang 6 – 14 MST dan jumlah cabang pada 6 MST. Dosis pupuk urea berpengaruh linier negatif terhadap pertambahan diameter batang 14 – 18 MST, jumlah cabang 8 – 18 MST, LTR, LAB, BBD dan BBK.
Berdasarkan hasil analisis regresi terlihat bahwa pemupukan hanya berpengaruh pada awal pertumbuhan tanaman jambu biji, sehingga jika kita akan melakukan pemupukan hendaknya dilakukan di awal pertumbuhan, selain itu hasil regresi juga menunjukkan bahwa dimungkinkan pupuk yang dibutuhkan tanaman jambu biji tidak hanya pupuk N. Sumber N yang digunakan hendaknya tidak hanya berasal dari pupuk urea saja melainkan berasal dari pupuk majemuk, sehingga kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman jambu biji selain N dapat terpenuhi.
24
menyatakan bahwa pemangkasan efektif untuk menumbuhkan tunas pada tanaman jambu biji akan tercapai jika tanaman jambu biji sudah mencapai diameter batang 0.75 cm – 1.5 cm atau pada saat tanaman telah berumur 2 – 3 tahun. Hal ini mungkin juga berhubungan dengan ukuran jaringan xylem dan floem tanaman jambu biji yang belum maksimal akibat ukuran diameter yang belum maksimal pula. Menurut Susilo (1991) ukuran jaringan xylem dan floem pada tanaman budidaya mengikuti ukuran kambium batang. Tanaman tua akan memiliki ukuran jaringan xylem dan floem yang lebih besar dibandingkan tanaman yang lebih muda.
Pertumbuhan
Pertambahan Tinggi Tanaman
[image:37.612.131.507.451.597.2]Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan tinggi pangkas berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur 6, 12, 14 dan 16 MST, sedangkan pada 8, 10 dan 18 MST tinggi pangkas tidak berbeda nyata. Tinggi pangkas 50 cm menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi pangkas 75 dan 100 cm.
Tabel 4. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Perlakuan Minggu setelah tanam
ke-6 8 10 12 14 1ke-6 18
Tinggi Pangkas (cm)
………. ..cm……….
50 4.82a 6.17 6.85 7.36a 7.49a 8.78a 9.83
75 4.08b 5.72 6.48 6.74b 6.89b 7.52b 8.45
100 4.72a 5.86 6.54 6.94ab 7.11ab 7.90ab 9.79
Dosis pupuk urea
(g/tanaman) ……….cm………
0 4.50 5.77 6.53 6.89 7.02 7.70 8.99
90 4.52 5.88 6.58 6.93 7.18 8.26 9.89
180 4.60 6.11 6.76 7.32 7.42 7.90 9.18
Interaksi * tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
panjang (Gardner et al., 1991). Hal ini disebabkan adanya pergerakan auksin yang tinggi akibat pemangkasan batang menuju ujung batang dan pangkal batang menghambat tunas lateral atau tunas samping (Hartman & Kester, 1990).
Menurut Weaver (1972) pertambahan perpanjangan ruas merupakan akibat pembelahan sel meristem sub apikal. Selanjutnya Khrishnamoorthy (1981) menyatakan bahwa perpanjangan batang ini disebabkan oleh dua proses yaitu pembelahan sel dan perpanjangan sel. Sel membesar dan mencapai ukuran maksimum, selanjutnya diikuti oleh pembelahan sel.
Hasil analisis ragam pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pemupukan urea tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan. Meskipun demikian tanaman jambu biji yang mendapat perlakuan pupuk urea menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang dominan dibandingkan dengan unsur lainnya dalam pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya Fujita et al., (1991), menyatakan bahwa N merupakan komponen penyusun asam amino protein yang berfungsi dalam pembelahan sel dan pertumbuhan.
Tabel 5. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 6 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Tinggi Pangkas (cm)
50 75 100
………..…6 MST (cm)………..
0 4.74ab 4.35abc 4.48abc
90 5.19a 4.24bc 4.97a
180 4.53ab 3.66c 4.66ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
[image:38.612.127.510.435.503.2]26
Pertambahan Diameter Batang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tinggi pangkas tidak berbeda nyata pada setiap 2 minggu pengamatan kecuali pada 16 – 18 MST tinggi pangkas berpengaruh terhadap pertambahan diameter batang. Meskipun tidak berbeda nyata pertambahan diameter batang cenderung semakin berkurang dengan semakin meningkatnya tinggi pangkas. Tinggi pangkas 50 cm memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pemangkasan 75 dan 100 cm. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa dosis pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang kecuali pada 16 – 18 MST.
Tabel 6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Perlakuan Minggu setelah tanam ke-
4 – 6 6 - 8 8 - 10 10 - 12 12 - 14 14 -16 16 - 18 Tinggi
Pangkas (cm)
………. ..mm………
50 2.31 2.44 2.76 3.23 3.31 3.62 3.72a
75 2.11 2.46 2.63 3.07 3.21 3.47 3.65a
100 2.23 2.75 2.94 3.03 3.12 3.29 3.31b
Dosis pupuk urea
(g/tanaman) ……….mm……….
0 2.24 2.44 2.72 2.89 3.01 3.40 3.63a
90 2.24 2.46 2.79 3.26 3.35 3.81 3.91a
180 2.18 2.75 2.80 2.98 3.01 3.04 3.08b
Interaksi tn tn tn tn tn tn **
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Interaksi antara tinggi pangkas dan dosis pupuk urea berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang terjadi pada umur 16 – 18 MST (Tabel 7). Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi tinggi pangkas 50 cm dosis pupuk urea 90 g/tanaman dan hasil terendah ditunjukkan oleh tinggi pangkas 100 cm dosis pupuk urea 180 g/tanaman.
Tabel 7. Pertambahan diameter tanaman batang jambu biji umur 16 – 18 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea
(g/tanaman)
Tinggi Pangkas
50 75 100
………16 – 18 MST (mm)………
0 3.99ab 3.86abc 3.63bcd
90 4.10a 3.79abc 3.43cde
180 3.30def 3.05ef 2.88f
[image:39.612.131.508.295.442.2] [image:39.612.131.506.614.681.2]Y50 = -0.0038x + 4.1417
R2
= 0.633
Y75 = -0.0045x + 3.9717
R2
= 0.8143* Y100 = -0.0042x + 3.6883
R2 = 0.9323* 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
0 50 100 150 200 Dosis Urea (g/tanaman)
[image:40.612.178.439.107.272.2]P er tam b ah an D iam ete r B at an g ( m m ) 50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)
Gambar 6. Pertambahan Diameter Batang Tanaman Jambu Biji Umur 16 - 18 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea
Jumlah Cabang
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah cabang dipengaruhi secara nyata oleh tinggi pangkas pada 6, 8 dan 18 minggu pengamatan. Jumlah cabang cenderung menurun dengan semakin tingginya pemangkasan pada setiap 2 minggu pengamatan.
Tabel 8. Jumlah cabang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Perlakuan Minggu setelah tanam
ke-6 8 10 12 14 1ke-6 18
Tinggi Pangkas (cm)
………... .……….
50 4.97a 5.70a 6.16 6.55 6.57 6.79 6.90
75 4.64ab 4.94a 5.67 5.82 6.04 6.55 6.76
100 4.16b 4.73b 5.60 5.75 6.17 6.43 6.59
Dosis pupuk urea
(g/tanaman) ………..………
0 4.32 5.03 5.78 6.19ab 6.40 6.58ab 6.68ab
90 4.75 5.33 6.16 6.54a 6.80 6.91a 7.36a
180 4.62 5.02 5.51 5.65b 6.18 6.29b 6.31b
Interaksi * * tn tn tn tn tn
[image:40.612.130.507.508.650.2]28
Dosis pupuk urea pada 12, 16 dan 18 MST berbeda nyata terhadap kontrol. Dosis pupuk urea 90 g/tanaman meningkatkan jumlah cabang dibandingkan kontrol, namun dosis pupuk urea 180 g/tanaman menurunkan jumlah cabang tanaman. Gardner et al., (1991) dan Marschner (1995) menyatakan bahwa peningkatan jumlah cabang merupakan hasil pembelahan sel dalam jaringan meristem. Pembelahan dan pembeseran sel untuk membentuk cabang baru memerlukan jumlah hara organik dan mineral yang cukup.
Menurut Sukasman (1988) pemangkasan bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif, menekan pertumbuhan generatif serta mengubah pertumbuhan batang tunggal dan besar menjadi berbatang banyak dan rendah, selain itu pemangkasan dapat mempengaruhi pertunasan, karena pemangkasan pada pucuk batang akan mempengaruhi keseimbangan zat pengatur tumbuh alami di daerah ketiak daun. Perubahan keseimbangan zat pengatur tumbuh alami tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas baru (Sutarno, 1982).
Tabel 9. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Tinggi Pangkas
50 75 100
……….8 MST ………..
0 5.32a 4.78b 4.60b
90 5.72a 5.31ab 4.95ab
180 5.67a 4.64b 4.60b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05.
[image:41.612.129.506.395.468.2]Y50 = 0.0019x + 5.395
R2 = 0.6447
Y75 = -0.0008x + 4.98 R2 = 0.0392
Y100 = 4.7167 R2 = 0
0 1 2 3 4 5 6 7
0 50 100 150 200
Dosis Urea (g/tanaman)
Ju
m
la
h
C
ab
an
g
50 cm
75 cm
100 cm
Linear (50 cm)
Linear (75 cm)
[image:42.612.180.474.87.283.2]Linear (100 cm)
Gambar 7. Jumlah Cabang Tanaman Jambu Biji Umur 8 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea
Rata – rata Laju Tumbuh Relatif
Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata LTR jambu biji pada umur 4 – 18 MST pada pemupukan 90 g urea/tanaman tidak berbeda nyata dengan kontrol pada berbagai perlakuan tinggi pangkas, meskipun demikian pemupukan 90 g urea/tanaman menghasilkan nilai rata-rata LTR yang lebih tinggi dan meningkatkan LTR sebanyak 5.4 % dibandingkan kontrol. Nilai rata-rata LTR terendah ditunjukkan oleh dosis pupuk urea 180 g/tanaman pada berbagai perlakuan tinggi pangkas.
Tabel 10. Nilai rata-rata LTR tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Tinggi Pangkas
50 75 100
……….4 – 18 MST (g/hari)………..
0 3.03a 2.80a 2.89a
90 3.10a 3.09a 3.01a
180 2.25b 1.94b 2.10b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05.
30
digunakan sebagai pembanding terhadap efisiensi produksi, baik antara genotipe tanaman maupun diantara tanaman-tanaman yang mendapat perlakuan atau karena pengaruh iklim yang berbeda.
Y50 = -0.0043x + 3.1833 R2 = 0.6832
Y75 = -0.0048x + 3.04
R2 = 0.5169
Y100 = -0.0044x + 3.0617
R2 = 0.6383
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
0 50 100 150 200 Dosis Urea (g/tanaman)
[image:43.612.191.457.170.340.2]La ju Tu m b u h R el a ti f ( g /c m ) 50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)
Gambar 8. Nilai Rata – rata LTR Tanaman Jambu Biji Umur 18 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea
Rata-rata Laju Asimilasi Bersih
Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea memberikan pengaruh nyata terhadap nilai LAB. Nilai rata-rata LAB tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pemupukan urea 90 g/tanaman dan kontrol pada berbagi tinggi pangkas. Hal ini diduga karena ukuran daun pada interaksi perlakuan tersebut lebih besar dibandingkan dengan interaksi yang lainnya, sehingga penangkapan energi matahari oleh daun lebih banyak dan laju fotosintesis akan meningkat.
Tabel 11. Nilai rata-rata LAB tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea
(g/tanaman)
Tinggi Pangkas
[image:43.612.133.506.609.678.2]50 75 100
...4 – 18 MST (g/hari)...
0 1.42a 1.40a 1.41a
90 1.43a 1.43a 1.42a
180 135b 1.32b 1.33b
Laju asimilasi bersih berkaitan dengan hasil bersih dari fotosintesis per satuan luas daun dan waktu. Salah satu faktor internal tanaman yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis adalah klorofil. Menurut Loveless (1991), peningkatan klorofil daun akan berperan dalam meningkatkan laju asimilasi bersih sehingga produk fotosintesis meningkat. Pada penelitian ini penambahan pupuk urea 90 g/tanaman memberikan unsur hara yang cukup terutama nitrogen yang berperan dalam sintesis klorofil. Klorofil merupakan molekul organik yang komplek dan nitrogen merupakan salah satu komponen penyusun klorofil (Taiz dan Zeiger, 2002).
Komponen Produksi Tajuk
[image:44.612.128.507.509.666.2]Tabel 12 memperlihatkan bahwa produksi tajuk tertinggi pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea berupa bobot basah maupun bobot kering daun terdapat pada interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 50 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman, sedangkan hasil terendah pada interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 100 cm dan dosis pupuk urea 180 g/tanaman. Bobot basah batang dan cabang tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 75 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman dan hasil terendah ditunjukkan oleh interaksi tinggi pangkas 100 cm tanpa pupuk.
Tabel 12. Produksi tajuk tanaman jambu biji (18 MST) pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Tinggi Pangkas (cm)
50 75 100
………Bobot Basah Daun (g)………..
0 382 (19.51ab) 268 (16.35cd) 256 (15.96cd)
90 487 (22.04a) 403 (20.05ab) 334 (18.24bc)
180 244 (15.60cd) 240 (15.49cd) 195 (13.91d)
………Bobot Kering Daun (g)………..
0 86 (9.17ab) 54 (7.25b) 46 (6.67bc)
90 109 (10.41a) 103 (10.11a) 77 (8.70abc)
180 17 (4.02d) 10 (2.96d) 8 (2.58d)
...Bobot Basah Batang dan Cabang (g)...
0 108 (10.33ab) 124 (11.11ab) 59 (7.63b)
90 147 (12.07ab) 192 (13.82) 71 (8.37ab)
180 172 (13.09ab) 11.72ab (138) 125 (10.12ab)
32
Komponen bahan kering daun adalah polisakarida dan lignin pada dinding sel, ditambah komponen sitoplasma seperti protein, lipid, asam amino, asam organik serta unsur tertentu seperti K. Komponen-komponen tersebut merupakan hasil asimilat yang memerlukan serapan hara dari larutan tanah dan translokasi ke tajuk (Salisbury dan Ross, 1995). Pemberian pupuk N akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti jumlah batang dan cabang serta daun jambu biji. Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan produksi biomassa. Produksi biomassa tersebut akan mengakibatkan pertambahan bobot kering. Biomassa adalah semua bahan kasar yang merupakan manifestasi dari semua proses yang terjadi dalam dalam pertumbuhan tanaman.
Saifudin (1986), menyatakan bahwa apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, maka tanaman menghasilkan protein lebih banyak dan daun akan tumbuh lebih lebar sehingga fotosintesis lebih banyak. Oleh sebab itu diduga lebarnya daun yang tersedia bagi proses fotosintesis sebanding dengan jumlah nitrogen yang tersedia.
Y50 = -0.3774x + 104.5 R2 = 0.505
Y75= -0.2433x + 77.413
R2 = 0.2194
Y100= -0.2102x + 62.195 R2 = 0.2994
0 20 40 60 80 100 120
0 50 100 150 200
Dosis Urea (g/tanaman)
B
o
bot
K
e
ri
ng
D
a
un
(
g)
50 cm
75 cm
100 cm
Linear (50 cm)
Linear (75 cm)
[image:45.612.176.475.390.565.2]Linear (100 cm)
Gambar 9. Bobot Kering Daun Jambu Biji Umur 18 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea
bahwa N dapat memacu pertumbuhan daun. Pada pemupukan urea 180 g/tanaman bobot kering daun akan menurun.
Kandungan Nitrogen Daun
Analisis daun dilakukan setelah panen. Tabel 12 menunjukkan bahwa % nitrogen daun cenderung meningkat dengan semakin tingginya dosis pupuk nitrogen. Kandungan nitrogen tertinggi dihasilkan pada dosis pupuk urea 180 g/tanaman.
Tabel 13. Kandungan nitrogen daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) % Nitrogen
0 2.46b
90 2.56ab
180 2.76a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda
nyata pada uji DMRT 0.05
Kandungan nitrogen tinggi dijumpai pada daun yang berwarna hijau (Susila, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna daun yang diberi perlakuan pupuk urea lebih hijau dibanding dengan tanaman kontrol, hal ini diduga karena pupuk urea merupakan pupuk yang mudah diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman.
34
Kandungan Bahan Bioaktif Kualitatif
[image:47.612.128.512.181.255.2]Analisis bahan bioaktif secara kualitatif menunjukkan bahwa daun jambu biji mengandung alkaloid, steroid, tanin, saponin dan flavonoid (Tabel 14).
Tabel 14. Kandungan bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Kadar air
(%/tanaman) Alkaloid Steroid Tanin Saponin Flavonoid
0 80.74b 3+ 3+ 3+ 1+ 2+
90 81.41ab 3+ 3+ 2+ 1+ 2+
180 84.63a 3+ 2+ 1+ - 1+
Keterangan : 4+ = sangat tinggi, 3+ = tinggi , 2+ = sedang, 1+ = rendah
Berdasarkan Tabel 14 terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi dosis pupuk urea akan menurunkan kandungan total bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji. Hal ini diduga karena semakin tinggi dosis pupuk urea memberikan hara yang cukup bagi tanaman, sehingga tanaman akan banyak melakukan metabolisme primer untuk menghasilkan biomassa, di samping itu terjadi peningkatan kadar air daun, sehingga meningkatkan sukulensi dan terjadi pengenceran kandungan bahan bioaktif yang akan menurunkan kandungan bahan bioaktif secara kualitatif.
menyatakan kandungan alkaloid dapat ditingkatkan dengan penambahan N pada media, namun peranan N dalam meningkatkan kandungan alkaloid tergantung pada kandungan Mg. Jika Mg terdapat dalam jumlah yang tinggi maka kandungan alkaloid akan menurun karena tanaman giat melakukan kegiatan metabolisme primer.
Kandungan steroid secara kualitatif tertinggi terdapat pada kontrol hal ini diduga karena cekaman hara akan mengakibatkan tanaman memproduksi enzim khusus untuk memproduksi steroid yang berlebih. Diduga pula bahwa pada daun terjadi metabolisme primer tinggi, yang memerlukan hara tinggi sehingga peluang terjadinya kisi-kisi metabolisme untuk menghasilkan metabolit sekunder berupa steroid semakin tinggi pula.
Kandungan tanin semakin menurun dengan semakin meningkatnya dosis pupuk urea. Hal ini diduga karena dalam keadaan hara rendah dan pH rendah tanaman melakukan mekanisme adaptasi dengan cara antara lain memproduksi asam organik dalam jumlah besar (Marschner, 1995). Menurut Taiz dan Zeiger, asam galat adalah suatu asam organik hidroksi benzoate yang penting sebagai penyusun tannin. Senyawa tannin meningkatkan ketahanan terhadap cekaman panas, air dan mikroba serta banyak terdapat pada tanaman berkayu.
Kandungan saponin yang ditemukan sangat kecil sekali, hal ini diduga karena berkaitan dengan umur panen dan media tanam. Penelitian Susanti (2006), menunjukkan bahwa kandungan saponin pada kolesom menurun pada saat musim hujan dan umur panen yang singkat.
Kandungan flavonoid semakin menurun dengan semakin bertambahnya dosis pupuk urea hal ini diduga karena flavonoid akan diproduksi lebih banyak pada keadaan kahat hara dan pH masam, pada hara tinggi dan pH alkalis maka flavonoid akan rusak. Lugasi et al., (2003), menyatakan bahwa kandungan flavonoid dipengaruhi oleh beberepa faktor seperti jenis dan pertumbuhan tanaman, musim, iklim.
36
membran yang lemah memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap kerusakan akibat sinar ultraviolet.
Kandungan Bahan Bioaktif Kuersetin dan Produksi Kuersetin
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 15) terlihat bahwa kandungan flavonoid yang dihitung sebagai kuersetin tidak berbeda nyata pada setiap dosis pupuk urea yang diberikan. Meskipun demikian kandungan bahan bioaktif cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya dosis pupuk urea.
Tabel 15. Kandungan bahan bioaktif kuersetin daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) % (Kuersetin)
0 0.50 90 0.60 180 0.60 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda
nyata pada uji DMRT 0.05
Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa produksi kuersetin tertinggi ditunjukkan oleh interaksi tinggi pangkas 50 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman.
Tabel 16. Produksi kuersetin daun jambu biji (18 MST) pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)
Tinggi Pangkas
50 75 100
……….18 MST (g)………
0 4.58abc 3.62b 3.33bc
90 6.25a 6.06a 5.22ab
180 2.41d 1.77d 1.54d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05.
Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi
[image:50.612.126.507.180.249.2]Komponen produksi yang meliputi bobot basah daun, bobot kering daun dan produksi kuersetin memiliki korelasi atau hubungan dengan berbagai komponen pertumbuhan (Tabel 17).
Tabel 17. Matrik korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi jambu biji pada berbagi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea
Tinggi Diameter
Batang
Jumlah Cabang
LTR LAB BBD BKD BBD
& BBC
Kuersetin
Tinggi 1
DB -0.116 1
Jumlah Cabang -0.061 0.097 1
LTR -0.172 0.056 0.729* 1
LAB -0.162 0.045 0.728* 0.99* 1
BB Daun 0.066 0.174 0.58* 0.66* 0.68* 1
BK Daun -0.122 0.016 0.70* 0.96* 0.97* 0.8* 1
BBC & BBD -0.004 0.285 0.15 -0.082 -0.076 -0.23 -0.01 1
Kuersetin -0.002 0.341 0.67 0.85* 0.87* 0.77* 0.88* -0.03 1
Keterangan : LAB = Laju asimilasi bersih; LTR = Laju tumbuh relatif; * = berbeda nyata pada taraf 95%
38
Jumlah cabang yang meningkat akan meningkatkan jumlah daun sehingga laju asimilasi pun meningkat. Laju asimilasi yang meningkat akan menghasilkan asimilat yang tinggi yang akan meningkatkan bobot basah daun dan bobot kering daun, sehingga produksi kuersetin yang tinggi dapat tercapai pula.
Pertumbuhan Setelah Panen
Pertambahan Tinggi Tanaman
Pertambahn tinggi tanaman setelah panen meningkat dari 20 – 22 MST. Pertambahan tinggi tanaman menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan yang diberikan (Tabel 18). Pertambahan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan oleh interaksi antara perlakuan tinggi pangkas 50 cm pada berbagai dosis pupuk urea.
Tabel 18. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea
(g/tanaman)
Tinggi Pangkas (cm)
50 75 100
...20 MST(cm)………...