TINGKAH LAKU SOSIAL ANAK PRASEKOLAH SAAT
MENJALANI RAWAT INAP DI RB4 RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Tati Febrianti 091121001
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Bismillahirrahmannirrahim,
Alhamdulillah segala Puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan kesulitan, namun berkat hidayat Allah dan bimbingan, bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU
2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kp, Ns. M.Kep, selaku dosen pembimbing I
proposal dan skripsi
3. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS, selaku dosen Pembimbing II proposal dan skripsi
4. Ibu Evi karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen penguji proposal dan skripsi
5. Bapak dr. M. Nur Rasyid Lubis, SpB, FINACS selaku Direktur RSUP H.
Adam Malik Medan yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan
penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan
6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Almarhum T. Suardi Zaib dan ibunda Ida
Paulina yang selalu mendoakan penulis, memberi dorongan baik moril
telah menjadikan motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan
penulis
7. Terima kasih kepada abangku Dian Syahputra SH, dan kakakku Susi Lawati
SH beserta keluarga atas support dan semangat yang selalu diberikan
8. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman Fkep ’09
jalur B yang telah banyak memberi masukan, berbagi ilmu, support serta
semangat yang selalu kalian berikan pada penulis.
Kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang
telah menolong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Desember 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAK ... x
BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan masalah ... 3
3. Pertanyaan penelitian ... 3
4. Tujuan penelitian ... 3
3.1. Tujuan Umum ... 3
3.2. Tujuan Khusus ... 3
5. Manfaat penelitian ... 3
5.1. Praktek Keperawatan ... 3
5.2. Pendidikan Keperawatan ... 4
5.3. Riset Keperawatan ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Perkembangan Anak Prasekolah ... 5
1.1. Definisi Anak ... 5
1.3. Perkembangan Anak Prasekolah ... 5
1.3.1. Perkembangan Kepribadian ... 6
1.3.2. Perkembangan Mental... 7
1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan ... 8
1.4.1. Keturunan ... 8
1.4.2. Nutrisi ... 8
1.4.3. Hubungan Interpersonal ... 9
1.4.4. Tingkat Sosioekonomi ... 9
1.4.5. Penyakit ... 10
1.4.6. Bahaya Lingkungan ... 10
1.4.7. Stres Pada Masa Anak-Anak ... 10
1.4.8. Pengaruh Media Masa ... 11
2. Rawat Inap (Hospitalisasi) ... 12
2.1. Pengertian ... 12
2.2. Efek Rawat Inap ... 12
2.3. Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Serta Stresor dan Reaksi Anak ... 14
2.4. Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap ... 18
2.5. Merawat Anak Selama Rawat Inap ... 19
2.6. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap 20 BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 26
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian ... 28
2. Populasi dan Sampel ... 28
2.1. Populasi ... 28
2.2. Sampel... 28
3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
3.1. Lokasi Penelitian ... 29
3.2. Waktu Penelitian ... 29
4. Pertimbangan Etik ... 29
5. Instrumen Penelitian ... 30
6. Validitas Instrumen Penelitian ... 32
7. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33
8. Pengumpulan Data ... 33
9. Analisa Data ... 34
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 36
2. Pembahasan ... 41
BAB 6. KESIMPULAN SARAN 1. Kesimpulan ... 47
2. Saran ... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah ………..………... 37
Tabel 1.2.1Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
inap, pengamatan 1…...……….... 38
Tabel 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
inap, pengamatan 2 .……….... 39
Tabel 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar persetujuan menjadi responden
2. Instrumen penelitian
3. Surat ijin penelitian dari pendidikan ke RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Surat balasan dari RSUP H. Adam Malik Medan ke pendidikan.
5. Hasil uji validitas
6. Hasil uji reabilitas
7. Lembar jadwal penelitian
8. Taksasi dana
Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Nama : Tati Febrianti
Nim : 091121001
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.
Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Nama : Tati Febrianti
Nim : 091121001
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum
mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung
jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang
mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses
perkembangannya (Mar’at, 2006).
Lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada anak
terutama pada tingkah laku anak. Ada anak yang dirawat di rumah sakit akan
muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu
perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian
dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerap kali harus berhubungan dan
bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang
menyakitkan (Murniasih, 2009).
Di Amerika, populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong
(2001, dikutip dari Murniasih, 2009), mengalami peningkatan yang sangat
dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah
yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada
tahun-tahun sebelumnya.
Mc Cherty dan Kozak dalam Murniasih (2009), mengatakan hampir empat
perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial
dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik
tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa
kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45%
lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa.
Persiapan anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada adanya
asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi
ketakutan yang nyata. Selama anak dirawat di rumah sakit, berbagai tingkah laku
anak yang menunjukkan sebagai reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi
tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung
yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya (Nursalam, 2005).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan, dari bulan April 2009 sampai dengan bulan Maret
2010 jumlah anak yang dirawat adalah 1.810 orang sedangkan jumlah anak
prasekolah sebanyak 125 orang, dengan persentase 6,9%. Pada bulan Maret 2010
jumlah anak prasekolah yang dirawat sebanyak 7 orang.
Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah tingkah laku sosial anak prasekolah saat
menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka pertanyaan penelitian ini adalah
bagaimana tingkah laku anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
4. Tujuan Penelitian
4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani
rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.
4.2 Tujuan Khusus
4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden
4.2.2 Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah pada fase
protes, fase putus asa dan fase pelepasan.
5. Manfaat Penelitian
5.1 Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi petugas
kesehatan, khususnya perawat anak di rumah sakit tentang hal tingkah laku sosial
5.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah
pengetahuan mahasiswa dalam mata kuliah keperawatan anak dan memahami
tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
5.3 Riset Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan fakta yang ada
tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah
sakit sehingga berguna bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Perkembangan Anak Todler dan Anak Preschool
1.1 Definisi Anak
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, anak
adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Menurut Wong (2008), anak prasekolah adalah anak yang mempunyai
rentang usia tiga sampai enam tahun.
1.2 Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil
dari proses pematangan. Menurut nursalam (2005) perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai
hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya
1.3 Perkembangan Anak Prasekolah
Menurut Wong (2008), perkembangan anak prasekolah dibagi atas
perkembangan kepribadian dan fungsi mental.
1.3.1 Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian terdiri dari:
a. Perkembangan Psikososial
Tinjauan Erikson dalam Muscari (2005) masalah psikososial,
mengatakan krisis yang dihadapi anak pada usia antara 3 dan 6 tahun
disebut “inisiatif versus rasa bersalah”. Dimana orang terdekat anak usia
prasekolah adalah keluarga, anak normal telah menguasai perasaan
otonomi, anak mengembangkan perasaan bersalah ketika orang tua
membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat
diterima.
Anak usia prasekolah adalah pelajar yang enerjik, antusias dan
pengganggu dengan imajinasi yang aktif. Kesadaran moral mulai
berkembang. Mulai menggunakan alasan sederhana dan dapat
menoleransi penundaan kepuasaan dalam periode yang lama.
Pengalaman anak selama periode usia prasekolah umumnya lebih
menakutkan dibandingkan dengan periode usia lainnya, rasa takut yang
umumnya terjadi antara lain adalah; kegelapan, ditinggal sendiri terutama
mutilasi tubuh, nyeri dan objek serta orang-orang yang berhubungan
dengan pengalaman yang menyakitkan
Perasaan takut anak usia prasekolah mudah muncul dan berasal dari
tindakan dan penilaian orang tua. Memberikan anak tidur dengan lampu
tetap menyala dan menganjurkan bermain untuk menghalau rasa takut
dengan boneka atau mainan lain. Menghadapkan anak dengan objek yang
membuatnya takut dalam lingkungan yang terkendali.
b. Perkembangan Psikoseksual
Pada tahap ini anak prasekolah termasuk pada tahap falik, dimana
masa ini genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif.
1.3.2 Perkembangan Mental
Menurut Wong (2008), pada perkembangan kognitif salah satu
tugas yang berhubungan dengan periode prasekolah adalah kesiapan
untuk sekolah dan pelajaran sekolah. Disini terdapatnya fase
praoperasional (Piaget) pada anak usia 3-5 tahun. Fase ini meliputi fase
prakonseptual pada usia 2-4 tahun, dan fase pikiran intuitif pada usia 4-7
tahun. Salah satu transisi utama selama kedua fase adalah perpindahan
dari pikiran egosentris total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan
untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
Selama periode prasekolah proses individualisasi-perpisahan sudah
berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada
tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008).
Pada anak prasekolah mulai belajar praktik keagamaan, perhiasan
kecil dan simbol mulai memiliki arti praktis bagi anak prasekolah. Tuhan
dilihat dalam istilah manusia, tuhan dipahami sebagai bagian dari alam
(seperti halnya pohon, bunga, dan sungai). Kejahatan dapat dibayangkan
dengan istilah menyeramkan, seperti monster atau setan.
1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Wong (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan yaitu: keturunan, nutrisi, hubungan interpersonal, tingkat
sosioekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stres pada masa kanak-kanak dan
pengaruh media.
1.4.1 Keturunan
Dalam semua budaya, sikap dan harapan berbeda sesuai dengan
jenis kelamin anak. Jenis kelamin dan determinan keturunan sangat kuat
mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan untuk
mendapatkan hasil akhir tersebut. Pada dimensi kepribadian dapat kita
lihat seperti temperamen, tingkat aktivitas, koresponsifan, dan
kecendrungan ke arah rasa malu, diyakini dapat diturunkan. Anak yang
atau mengganggu pertumbuhan emosi, fisik dan interaksi anak dengan
ingkungan sekitar.
1.4.2 Nutrisi
Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua tahap
perkembangan, dan efeknya ditunjukkan pada cara yang beragam dan
rumit. Selama periode pertumbuhan pranatal yang cepat, nutrisi buruk
dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu implantasi ovum sampai
kelahiran. Selama masa bayi dan anak-anak, kebutuhan kalori dan protein
lebih tinggi dibandingkan pada setiap periode perkembangan pascanatal.
Nafsu makan anak akan berfluktuasi sebagai respon terhadap keberagaman
sampai ledekan pertumbuhan turbulen di masa remaja.
1.4.3 Hubungan Interpersonal
Pada masa anak-anak, hubungan dengan orang terdekat memainkan
peran penting dalam perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi,
intelektual, dan kepribadian. Anak yang melakukan kontak dengan orang
lain dapat memberikan pengaruh pada anak yang sedang berkembang,
tetapi dengan luasnya rentang kontak dapat menjadi pelajaran dalam
perkembangan kepribadian yang sehat.
1.4.4 Tingkat Sosioekonomi
Keluarga dengan perekonomian yang rendah mungkin kurang
memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk
memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi dan kaya nutrisi yang
membantu perkembangan optimal anak. Pada keluarga yang sosioekonomi
yang rendah tidak mampu memenuhi nutrisi yang lengkap untuk anaknya
sehingga dapat mempengaruhi proses perkembangan anak karna gizi yang
masuk tidak memenuhi kebutuhan anak.
1.4.5 Penyakit
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu
manifestasi klinis dalm sejumlah gangguan herediter. Gangguan
pertumbuhan pada anak-anak terutama terlihat pada gangguan skeletal,
seperti berbagai bentuk dwarfisme dan sedikitnya satu anomaly
kromosom. Gangguan pada pencernaan dan gangguan absorpsi nutrisi
tubuh pada anak akan memberi efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
1.4.6 Bahaya Lingkungan
Agen berbahaya yang paling sering dikaitkan dengan resiko
kasehatan adalah bahan kimia dan radiasi. Air dan udara serta makanan
baik. Inhalasi asap rokok secara pasif oleh anak sangat berbahaya dalam
proses perkembangan anak.
1.4.7 Stres Pada Masa Kanak-Kanak
Dari sudut pandang fisiologis dan dan emosi pada intinya stres
adalah ketidak seimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber koping
individu yang mengganggu ekuilibrium individu tersebut (Masten dkk,
1988). Pada anak tampak lebih rentan mengalami stres bila dibandingkan
dengan yang lain. Respon tehadap stresor dapt berupa perilaku, psikologis,
atau fisiologis. Dengan adanya stres tersebut maka akan terbentuk strategi
koping yang dapat melindungi dirinya dalam menghadapi stres. Kontak
fisik dengan anak dapat menyamankan dan menenangkan anak.
Menggendong, menyentuh atau memeluk anak menimbulkan relaksasi dan
kenyamanan serta memfasilitasi komunikasi. Melakukan rekreasi atau
jalan-jalan serta pemajanan anak pada pengaruh positif dapat membantu
membangun kekuatan dan keamanan anak.
1.4.8 Pengaruh Media Masa
Media dapat memperluaskan pengetahuan anak tentang dunia
tempat mereka hidup dan berkontribusi untuk mempersempit perbedaan
perkembangan anak, karena anak masa kini terpikat seperti pada beberapa
decade lalu (Rowitz, 1996). Anak-anak masa kini lebih cendrung memilh
media dan figur olah raga sebagai model peran ideal mereka, sedangkan di
masa lalu anak lebih suka meniru orang tua atau walinya. Media masa
yang dapt mempengaruhi perkembangan anatara lain dapat berupa materi
bacaan/buku, film, dan televisi.
Menurut Nuryanti (2008), faktor penghambat penyelesaian tugas
perkembangan yaitu tingkat perkembangan anak yang mundur, tidak
mendapat kesempatan yang cukup untuk belajar dan tidak mendapat
bimbingan dan arahan yang tepat, tidak ada motivasi, kesehatan yang
buruk, cacat tubuh, dan tingkat kecerdasan yang rendah.
2. Rawat Inap (Hospitalisasi)
2.1 Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rawat inap adalah perawatan
pasien dengan menginap atau dirumah sakit.
Menurut Steven (2000, dalam Manurung, 2009), rawat inap adalah adanya
beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan
dirawat disebuah institusi seperti di rumah sakit perawatan. Tingkah laku dari
pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal dari kelemahan untuk
berinisiatif, kurang atau tidak ada perhatian tentang hari depan, tidak bermain
sesuatu yang bersifat pandangan luas, ketergantungan dari orang-orang yang
membantunya.
2.2 Efek Rawat Inap (Hospitalisasi) Pada Anak
Menurut Wong (2008), anak-anak dapat bereaksi terhadap hospitalisasi
sebelum masuk, selama dirawat dan bahkan setelah pemulangan. Konsep sakit
yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan
intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat. Hal ini
dipengaruhi oleh durasi kondisi dan atau sebelum dirawat dan bahkan bisa
juga tidak.
a. Faktor Risiko Individual
Anak pedesaan menunjukkan tingkat kekacauan psikologis yang lebih
besar secara signifikan dari pada anak kota, karena anak kota memiliki
kesempatan untuk mengenal rumah sakit setempat (Gillis, 1990).
Perpisahan merupakan masalah penting seputar rawat inap bagi anak-anak
yang lebih muda. Perawat harus mewaspadai anak yang pasif karena dapat
mengalami perubahan dan permintaan, anak ini perlu dukungan lebih
banyak dari pada anak yang pasif. Gangguan emosional jangka panjang
lanjutan dipengaruhi oleh lama dan jumlah masuk rumah sakit dan jenis
praktik rumah sakit. Kunjungan keluarga yang sering dapat mengurangi
efek merugikan. Pengalaman nyeri anak menentukan bagaimna rawat inap
b. Perubahan Pada Populasi Pediatrik
Anak yang dirawat inap saat ini memilki masalah yang lebih serius
dan komplek dari pada anak yang dirawat di masa lalu. Pengalaman
sebelumnya dan pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa medis yang
berkaitan dengan rawat inap tidak mengurangi ketakutan dalam diri anak
(Hart dan Bossert, 1994). Rencana pemulangan menjadi lebih lama karena
kompleksnya asuhan medis dan keperawatan, diagnosis yang sulit,
masalah psikososial yang rumit, dan sumber daya komunitas yang tidak
konsisten (Wells dkk, 1994). Konsekuensi membahayakan dari rawat inap
yang lama dapat semakin buruk.
c. Keuntungan Hospitalisasi (rawat inap)
Rawat inap dapat memberi kesempatan pada anak-anak untuk
mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka.
Lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosialisasi yang
baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal mereka.
Strategi keperawatan juga harus di perhatikan agar anak dapat
bersosialisasi dengan sesamanya.
Hampir satu abad setelah Dr. Armstrong mengekspresikan
kekhawatirannya mengenai efek emosional rawat inap pada anak, komite
Curtis (MOH, 1946) mengklaim bahwa dua dari elemen yang paling
yang tidak dikenalnya. Namun kadang kala sebelum klaim tersebut
disadari, laporan ini juga berlaku untuk anak dirumah sakit, yang
situasinya tidak hanya menyebabkan perpisahan dari keluarga, dan
lingkungan yang tidak dikenalnya, tetapi juga menambah stres akibat
pengalaman nyeri dan membuat stres (Basfort & slevin, 2006).
2.3 Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Beserta Stresor dan
Reaksi Anak
Anak akan menunujukkan berbagai tingkah laku sosial sebagai reaksi
terhadap pengalaman rawat inap. Menurut Robert (2000), tingkah laku
mengarah ke moral (baik buruk), seperti cara kita bersikap dan berbicara serta
bergaul dengan anak,semuanya akan ditangkap secara perlahan-lahan dan
simulatif. Menurut Thorndike dalam Muhibin Syah (2006) tingkah laku adalah
menekankan pada proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasanya
berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Tingkah laku afektif adalah tingkah
laku yang menyangkut keaneka ragaman perasaan. Seperti takut, marah, sedih,
gembira, senang, benci, was-was dan juga dapat dianggap sebagai perwujudan
dari perilaku belajar.
Menurut Sarwono (1983, dalam Sunaryo, 2004), ciri-ciri prilaku manusia
yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial (perilaku atau
tingkah laku sosial), kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan
perilaku sosial adalah tanggapan, reaksi individu (anak) terhadap rangsangan
atau lingkungan dan berkenaan dengan masyarakat.
Stresor utama dari rawat inap antara lain adalah perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut
dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya
dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi (rawat inap).
a. Cemas Akibat Perpisahan
Stresor utama dari masa usia prasekolah adalah kecemasan akibat
perpisahan, disebut juga depresi anaklitik (Wong, 2008). Perilaku (tingkah
laku) utama sebagai respon terhadap stresor ini selama masa prasekolah
adalah terjadinya fase protes, putus asa, pelepasan/ adaptasi.
Menurut Wong (2008), selama fase protes, anak bereaksi secara agresif
terhadap perpisahan dengan orang tua. Mereka menangis dapat terus
berlangsung hanya berhenti bila lelah dan berteriak memanggil orang tua
mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan kedudukan mereka tidak dapat
ditenangkan, perilaku lain yang diobserfasi yaitu anak menyerang orang asing
secara verbal (misal, “pergi”), menyerang orang asing secara fisik (misal;
menendang, menggigit, memukul, mencubit). Anak mencoba kabur untuk
mencari orang tuanya, mencoba menahan orang tuanya secara fisik agar tetap
tinggal. Perilaku-perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam
sampai beberapa hari, namun pada anak prasekolah fase protes terjadi tidak
langsung dan kurang agresif dibanding anak yang lain serta dilampiaskan pada
Selama fase putus asa, tangisan berhenti dan muncul depresi, anak
tersebut menjadi kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain atau
terhadap makanan, menarik diri dari orang lain, tidak komutatif. Mundur ke
perilaku awal (misal; mengisap ibu jari, mengompol, menggunakan dot).
Lamanya perilaku tersebut berlangsung bervariasi.
Fase pelepasan, disebut juga penyangkalan. Tahap ini secara superfisial
tampak bahwa anak akhirnya menyesuaikan dirinya terhadap kehilangan.
Anak tersebut menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan
orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru. Akan tetapi, tingkah laku
ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda
kesenangan, pada anak prasekolah tahap ini terdapat otonomi, ragu-ragu atau
malu, rasa bersalah. Anak memisahkan diri dari orang tua sebagai upaya
menghilangkan nyeri emosional karena menginginkan kehadiran orang tua
dan mengatasinya dengan membentuk hubungan yang yang dangkal dengan
orang lain, menjadi makin berpusat pada diri sendiri, dan semakin
berhubungan dengan objek materi. Meskipun perkembangan ke tahap
pelepasan jarang terjadi, tahap-tahap awal sering terlihat sekalipun perpisahan
dengan orang tua terjadi sangat singkat.
b. Kehilangan Kendali
Anak prasekolah juga menderita akibat kehilangan kendali yang
disebabkan oleh restriksi fisik, perubahan retunitas, dan ketergantungan yang
harus dipatuhi. Kemampuan kognitif spesefik yang membuatnya merasa
reaksi mereka terhadap perpisahan, nyeri, sakit, dan rawat inap. Lingkungan
yang tidak dikenal atau pengalaman tanpa ada persiapan yang adekuat menjadi
menakutkan bagi anak dan bahkan rawat inap merupakan hukuman bagi
kesalahan baik yang nyata atau khayalan. Respon terhadap pemikiran
semacam ini anak biasanya merasa malu, bersalah, dan takut.
c. Cedera Tubuh dan Nyeri
Anak prasekolah sulit membedakan antara diri mereka sendiri dan dunia
luar. Mereka berfokus pada kejadian eksternal yang dirasakan, anak-anak
mendefinisikan penyakit berdasarkan apa yang diberituhukan pada mereka
atau bukti eksternal yang diberikan, konflik psikoseksual anak prasekolah
sangat terhadap ancaman cedera tubuh. Tindakan keperawatn yang
menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman baginya yang
konsep integriats tubuhnya belum berkembang baik. Ak prasekolah dapat
menunjukkan skala nyeri dengan tepat, anak yang berusia 3 tahun dapat
menggunakan alat pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah terhadap
nyeri.
2.4Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap
Walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi anak dan keluarga,
tetapi hal tersebut juga membantu untuk memfasilitasi perubahan kearah
a. Membantu perkembangan hubungan orang tua-anak
Rawat inap memberikan kesempatan kepada orang tua untuk belajar
mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua
mengetahui reaksi anak terhadap stres, seperti regresi dan agresif, maka
mereka cepat memberikan dukungan.
b. Memberikan kesempatan untuk pendidikan
Rawat inap memberikan kesempatan pada anak dan anggota keluarga
untuk belajar mengenai tubuh dan propesi kesehatan.
c. Meningkatkan pengendalian diri
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau rawat inap akan
memberikan kesempatan untuk pengendalian diri. Anak yang lebih muda
termasuk anak prasekolah memberikan kesempatan untuk menguji
fantasinya melawan realitas yang menakutkan.
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya, maka hal
tersebut akan membantu anak untuk belajar mengenal diri mereka.
Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan tim kesehatan.
2.5 Merawat Anak Selama Rawat Inap
Menurut Wong (2008), merawat anak selama rawat inap dapat menjadi
tantangan khusus. Sering kali perawat tidak familier enggan anak yang
perasaan ketidak amanan dan ketakutan mereka dengan mengabaikan atau
mengisolasi anak. Pendekatan ini tidak hanya bersifat nonsuportif tetapi juga
dapat bersifat destruktif untuk rasa percaya diri dan perkembangan obtimal
anak, dan pendekatan tersebut dapat menghambat kemampuan oranng tua
untuk mengatasi stres terhadap pengalaman.
Ketika anak masuk rumah sakit, kaji riwayat secara rinci terutama dalam
aktifitas perawatan diri. Selama wawancara usia perkembangan anak dikaji.
Menghindari menanyakan secara langsung tiangkat IQ adalah tindakan yang
paling baik, karena hal ini dapat membuat orang tua merasa tidak nyaman dan
sering kali menceritakan sedikit tentang kemampuan anak yang sebenarnya.
Menyadari bahwa anak kesepian di rumah sakit, perawat memastikan
bahwa mainan dan aktifitas lain tersedia. Anak ditempatkan dalam satu
ruangan dengan anak lain yang kisaran usia perkembangannya sama, lebih
disukai ruangan dengan dua tempat tidur, untuk menghindari stimulasi yang
berlebihan. Selama rawat inap perawat juga harus berfokus pada pengalaman
yang akan meningkatkan pertumbuhan anak.
2.6 Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap
Menurut Wong (2008), persiapan rawat inap merupakan hal yang paling
penting untuk anak, alasan mempersiapkan anak menghadapi pengalaman
rumah sakit dan prosedur yang terkait dibuat berdasarkan prinsip bahwa
diketahui. Oleh karena itu, mengurangi unsur ketidak tahuan dapat
mengurangi ketakutan tresebut.
Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk untuk menyiapkan anak
usia 4 sampai 7 tahun sekitar 1 minggu sebelumnya agar mereka dapat
memahami informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. Untuk anak
yang lebih besar waktu yang diperlukan dapat lebih lama. Akan tetapi, bagi
anak kecil yang mulai berfantasi tentang apa yang mereka observasi, 1 atau 2
hari sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu yang tepat untuk persiapan
antisipasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengidentifikasi diagnosis
keperawatan dan perencanaan asuhan bagi setiap anak. Riwayat
keperawatan awal masuk adalah pengumpulan data yang sistimatik tentang
anak dan keluarga yang memungkinkan perawat untuk merencanakan
asuhan keperawatan secara individual. Selain mengetahui riwayat
keperawatan awal, perawat juga harus melakukan pengkajian fisik atau
mendapatkan informasi dari pemeriksaan medis sebelum merencanakan
asuhan.
b. Diagnosa Keperawatan
Sejumlah diagnosa keperawatan merupakan hal yang sangat penting
c. Intervensi
Rencana ansuhan yang efektif untuk anak yang di rawat inap dibuat
berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan juga
apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi
anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk
rawat inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama
sekali, anak akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan
menunjukkan penurunan ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan
mengalami penurunan nyeri yang dapat diterima oleh anak, anak akan
mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan
yang tepat sesuai perkembangan, anak akan mendapatkan manfaat
maksimal dari rawat inap.
d. Implementasi
Adapun implementasi terhadap anak yang dirawat antara lain
menyiapkan anak untuk di rawat, mencegah atau meminimalkan
perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau
meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh.
• Menyiapkan anak untuk hospitalisasi (rawat inap)
Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit
bergantung pada jenis konseling prarumah sakit yang akan terjadi dalam
seorang anak masuk rumah sakit, perawat melakukan beberapa prosedur
penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang dibuat
adalah pemilihan ruangan. Pertimbangan minimum untuk menentukan
ruangan adalaha usia, jenis kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi
idealnya pemilihan ruangan harus dilakukan berdassarkan
keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan psikobiologis. Penentuan
teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua
rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan dari
pengalaman rumah sakit tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat pada
prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting.
• Mencegah atau meminimalkan perpisahan
Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah perpisahan
terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Banyak rumah sakit yang
tidak lagi mempertimbangkan pengunjung orang tua dan menyambut
kehadiran mereka setiap saat selama anak rawat inap, namun ada juga
rumah sakit yang menerima kehadiran orang tua setiap waktu. Dalam
situasi seperti ini, strategi untuk meminimalkan efek dari perpisahan harus
diimplementasikan, idealnya perawat primer bersama perawat pelaksana
ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan anak.
Perawat harus menghargai sikap anak terhadap perpisahan. Fase
protes dan putus asa merupakan hal yang normal. Anak diperbolehkan
memberikan dukungan melalui kehadiran fisik. Perpisahan juga sama
sulitnya bagi orang tua, terutama jika mereka tidak memahami sikap
cemas akibat perpisaha. Lingkungan yang akrab juga meningkatkan
penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua tidak dapat
melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak
dari rumah ke rumah sakit, dengan demikian anak mendapatkan rasa
nyaman dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut.
Kemampuan anak untuk menoleransi ketidak hadiran orang tua sangatlah
terbatas. Penting juga bagi perawat untuk mengevaluasi stimulus untuk
lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan juga apakah anak
dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang lain).
Upayakan bantu anak untuk kontak nonrumah mereka yang biasa juga
meminimalkan efek perpisahan, baik itu dengan masalah sekolah maupun
yang lainnya.
• Meminimalkan kehilangan pengendalian
Anak-anak yang lebih muda bereaksi paling kuat terhadap segala
bentuk restriksi fisik atau imobilisasi, tetapi sebagian restriksi fisik dapat
dicegah jika perawat mendapatkan kerja sama dari anak. Faktor
lingkungan juga dapat menghambat gerakan anak. Perubahan jadwal
harian dan kehilangan ritual dapat menimbulkan stres terutama pada anak
prasekolah awal dan dapat meningkatkan stres akibat perpisahan. Riwayat
keperawatan awal memberikan dasar untuk merencanakan asuhan seputar
pada rutinitas anak adalah penstrukturan waktu. Hal tersebut melibatkan
penjadwalan harian anak agar mencakup semua aktifitas yang penting bagi
anak dan perawat. Peningkatan pengendalian anak yang meliputi
mempertahankan kemandirian dan konsep keperawatan diri dapat menjadi
satu hal yang paling menguntungkan. Kebanyakan anak merasa lebih
mengendalikan jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi, karena
elemen dari rasa takut sudah dikurangi. Pemberi tahuan kepada anak pada
saat dirawat meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat
mengurangi perasaan tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan.
• Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh
Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang menyakitkan
dapat menurunkan ketakutan mereka, anak-anak dapat merasa takut
terhadap cedera tubuh karena berbagai sumber. Mesin sinar-X,
penggunaan alat-alat asing untuk pemeriksaan, ruang yang tidak dikenal,
atau posisis yang canggung dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Jika
anak merasa marah terhadap penyakit mereka persepsi mereka dapat
diubah dengan memberikan suatu penjelasan yang berbeda dan tidak
terlalu negative mengenai penyakit tersebut atau menawarkan penjelasan
yang merupakan karakteristik dari tahap perkembangan kognitif
• Pengkajian nyeri
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dari proses
keperawatan. Sayangnya, profesinonal kesehatan termasuk perawat, terus
meremehkan dan mengatasi nyeri secara sporadik pada bayi dan anak-anak
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Tingkah laku sosial anak
prasekolah - Fase protes
- Fase putus asa - Fase pelepasan
Skema 1 : Kerangka konsep penelitian tingkah laku sosial anak prasekolah saat
menjalani rawat inap
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain ini digunakan
untuk mendeskriptifkan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat
menjalani rawat inap.
2. Populasi dan Sampel
2.1Populasi
Informasi yang diperoleh dari catatan pasien baru masuk diruangan RB4
selama periode April 2009 sampai dengan Maret 2010, jumlah populasi anak
usia prasekolah (3-6 tahun) yang pernah dirawat adalah 125 anak. Mengacu
pada data tersebut maka diperkirakan jumlah anak usia prasekolah yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 125 anak.
2.2 Sampel penelitian
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
pengambilan 20-25% dari jumlah populasi (Arikunto, 2006). Tetapi karena
tentukan, maka diambil jumlah sampel 25% dari jumlah populasi. Maka 25%
dari 125 adalah 31,25. Dengan cara ini maka jumlah sampel yang di peroleh
adalah 31 anak.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik convinience sampling, kriteria sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah anak yang dirawat di RB4, anak yang berusia 3-6
tahun, anak yang baru dirawat selama 24 jam dan orang tua anak bersedia
anaknya menjadi responden.
3. Lokasi dan waktu penelitian
3.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan, di ruang rawat inap anak RB4 (infeksi dan noninfeksi). Rumah
Sakit Umum Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi penelitian karena rumah
sakit ini merupakan rumah sakit tipe A rujukan wilayah Sumatera bagian utara
yang merupakan rumah sakit pendidikan.
3.2 Waktu penelitian
4. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Fakultas
keperawatan, selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin
ke rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan melalui badan pendidikan dan
latihan (diklat) serta penelitian dan pengembangan (litbang), kemudian ke ruangan
yang dituju. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan baru boleh langsung ke
responden. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar
persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum
responden dan orang tua responden mengisi dan menandatangani lembar
persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, manfaat dan efek serta prosedur
penelitian. Bila orang tua responden tidak bersedia menandatangani lembar
persetujuan dapat dinyatakan secara lisan. Responden dan orangtua responden
berhak untuk menolak terlibat dalam penelitan ini, atau menarik kesediaannya
pada proses pengumpulan data. Tidak ada efek yang merugikan terhadap
pelayanan keperawatan yang diberikan selama responden dirawat di rumah sakit.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
lengkap tatapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode
pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden
dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan
sebagai hasil penelitian. Selama pengambilan data, penelitian tidak menimbulkan
sakit secara fisik dan tekanan psikologi pada responden yang akan diteliti dan
5. Instrumen penelitian
Instrument penelitian berupa lembar observasi yang dibuat oleh peneliti
berdasarkan tinjauan pustaka. Dimana hanya untuk melihat tingkah laku sosial
anak prasekolah saat dirawat inap di rumah sakit.
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpulan data berupa lembar instrument penelitian yang dibuat sendiri oleh
peneliti dengan berpedoman pada konsep. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua
bagian: yang pertama tentang karakteristik responden (anak) yang berisi umur,
jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini,
pengalaman rawat inap sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang. Data kedua
berisi pernyataan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat dirawat dengan
menggunakan lembar check list.
Ada 7 item yang diobservasi dari tiga fase yaitu fase protes yang terdiri dari:
1. Anak sering menangis, 2. Berteriak memanggil orang tua, 3. Menolak perhatian
orang lain, 4. Menyerang orang asing secara verbal (misal; pergi, memaki/
mengeluarkan kata-kata kotor), 5. Menyerang orang asing secara fisik (misal;
menendang, menggigit, memukul, mencubit), 6. Mencoba menahan orang tuanya
secara fisik agar tetap tinggal, 7. Melempar benda yang ada disekitarnya.
Fase putus asa antara lain: 1. Rewel/ merengek, 2. Tidak mau bermain, 3.
Tidak mau makan, 4. Menarik diri dari orang lain dan tidak mau bicara, 5. Sering
Fase pelepasan, terdiri dari: 1. Mau bicara dengan orang disekitarnya, 2.
Bermain dengan orang lain atau teman sebaya, 3. Merasa pasrah, 4. Ragu-ragu
dalam melakukan tindakan, 5. Malu, 6. Merasa bersalah, 7. Mau berbicara dengan
perawat.
Pernyataan tingkah laku sosial anak prasekolah menggunakan skala guttman,
dimana memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban pernyataan ya dan tidak.
Untuk skor ya nilainya 1 dan apabila tidak nilainya 0. Hasil penelitian dibagi
berdasarkan 3 fase yang diamati, masing-masing mempunyai kriteria tersendiri,
skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dimana nilai
ukur dengan menggunakan rumus statistik menurut sudjana (2002) :
Panjang kelas =
Berdasarkan rumus statistik diatas maka fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan dimasukkan kedalam 2 kelas yaitu anak yang mengalami dan anak yang
tidak mengalami, dengan rentang kelas 7, banyak kelas 2 dan panjang kelas 4
maka diperoleh interval pada fase pelepasan 0-3 anak tidak mengalami fase
pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase pelepasan, pada fase putus asa 0-3 anak
tidak mengalami fase putus asa dan 4-7 anak mengalami fase putua asa, pada fase
pelepasan 0-3 anak tidak mengalami pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase
pelepasan.
6. Validitas Instrumen Penelitian
Uji validitas yang dilakukan dalam penelitia ini yaitu dengan uji validitas isi,
yaitu dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel
yang diteliti. Uji validitas ini dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya.
Pada penelitian ini, kuesioner telah dikonsultasikan dengan staf pengajar
Keperawatn Anak di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan,
yaitu ibu Farida Linda Siregar. S.Kep, Ns., M.Kep. Hasil dari content validity
index yang didapat adalah 0,824.
7. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
dalam ruang lingkup yang sama. Uji yang dilakukan pada instrumen penelitian ini
adalah dengan K-R.20. Reliabilitas instrumen ini diujikan pada responden yang
lain tetapi memiliki kriteria yang sama maka menghasilkan suatu kesimpulan
yang sama. Peneliti menguji 10 orang responden dengan mengobservasi tingkah
laku sosial anak yang dirawat di RB2 Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.
Hasil uji reliabilitas instrumen adalah 0,7455. Menurut Polit & Hungler (1999)
8. Pengumpulan data
Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan
permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSU H.
Adam Malik Medan, setelah mendapat izin dari kepala ruangan peneliti langsung
ke ruangan. Dari kepala ruangan lalu ke responden selanjutnya dilaksanakan
pengumpulan data penelitian.
Peneliti menentukan anak yang diteliti (anak prasekolah) yang berusia 3-6
tahun dan menjalani hari pertama rawat inap (24 jam) yang dirawat di RB4
Rumah Sakit Umum H. Adam Malik. Peneliti memulai pengumpulan data dengan
memberikan lembar persetujuan kepada responden yang akan diteliti, kemudian
menjelaskan kepada orang tua responden tentang tujuan, manfaat dan efek
penelitian ini. Orang tua responden yang bersedia anaknya menjadi responden
diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibuat.
Peneliti menentukan rentang waktu untuk mengumpulkan data, waktu
pengamatan dilakukan pada rentang 24 jam pertama saat anak menjalani
perawatan di rumah sakit, tiap anak diamati tiga kali, setiap pengamatan selama
30 menit dengan waktu jeda selama 1 jam dan mengisi hasil pengamatan. Peneliti
membuat 7 hal dari tiap item fase yang diamati tentang masalah tingkah laku
sosial anak saat menjalani rawat inap. Pengelolaan atau analisa data dilakukan
9. Analisa Data
Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah – langkah
yaitu memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden,
dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai
dengan petunjuk (editing). Memberikan kode tertentu pada kuesioner yang telah
diajukan untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data
(coding). Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan
kesimpulan melakukan tabulasi (tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa
data dilakukan melalui pengolahan dan secara komputerisasi. Dimana hasil
observasi tingkah laku sosial anak akan disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentasi, hasil pengamatan berdasarkan tiga fase yaitu fase protes,
putus asa dan fase pelepasan. Dari pengolahan data statistik deskriptif, data
demografi dan data tingkah laku sosial anak prasekolah disajikan dalam bentuk
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Dalam Bab ini diuraikan dan dibahas hasil penelitian tingkah laku sosial anak
prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik
Medan. Pengumpulan data dilakukan sejak 26 Juni 2010 sampai dengan 20 Juli
2010. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 31 orang responden.
Berikut ini dijabarkan deskripsi dan persentase karakteristik serta tingkah laku
sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
1.1Deskripsi karakteristik responden
Pada table 1.1 dapat dilihat data tentang karakteristik responden yang
meliputi umur anak, jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di
rumah sakit saat ini, waktu pengumpulan data, pengalaman rawat inap
sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang.
Data yang diperoleh menunjukkan responden beragama Islam sebanyak 26
orang anak (83,9%), berusia 6 tahun sebanyak 13 orang anak (41,9%), jenis
kelamin laki-laki 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati
responden di rumah sakit adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), anak
yang tidak mengalami pengalaman rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang
anak (58,1%), diagnosa penyakit yang terbanyak adalah talasemia sebanyak 10
Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan
No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Umur 4. Lama perawatan yang sudah dilewati di
Rumah Sakit saat ini 1-5 jam
5. Pengalaman rawat inap Tidak ada 6. Diagnosa penyakit sekarang
1.2 Deskripsi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit H. Adam MAlik Medan.
Pada table 1.2.1 pengamatan 1, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial
anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak
tidak mengalami fase pelepasan sebanyak 20 orang anak (67,7%) dan anak
mengalami fase putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%).
Pada fase protes, 19 orang anak (61,3%) tidak mengalami fase protes dan 12
orang anak (38,7%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 17 orang anak
(54,8%) tidak mengalami fase putus asa dan 14 orang anak (45,2%) mengalami
fase putus asa. Fase pelepasan, 21 orang anak (67,7%) tidak mengalami fase
pelepasan dan 10 orang anak (32,3%) mengalami fase pelepasan.
Tablel 1.2.1 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)
1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
19
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
17
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
Pada tabel 1.2.2 pengamatan 2, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial
anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak
tidak mengalami fase protes sebanyak 25 orang anak (80,6%) dan anak
mengalami fase putus asa sebanayak 8 orang anak (25,8%).
Pada fase protes, 25 orang anak (80,6%) tidak mengalami fase protes dan 6
orang anak (19,4%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 23 orang anak
(74,2%) tidak mengalami fase putus asa dan 8 orang anak (25,8%) mengalami
fase putus asa. Fase pelepasan, 24 orang anak (77,4%) tidak mengalami fase
pelepasan dan 7 orang anak (22,6%) mengalami fase pelepasan.
Table 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)
1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
25
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
23
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
Pada tabel 1.2.3 pengamatan 3, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial
anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak
tidak mengalami fase protes sebanyak 27 orang anak (87,1%) dan anak
mengalami fase pelepasan sebanyak 6 orang anak (19,4%).
Pada fase protes, 27 orang anak (87,1%) anak tidak mengalami fase protes
dan 4 orang anak (12,9%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 26 orang
anak (83,9%) tidak mengalami fase putus asa dan 5 orang anak (16,1%)
mengalami fase putus asa. Fase pelepasan, 25 orang anak (80,6%) tidak
mengalami fase pelepasan dan 6 orang anak (19,4%) mengalami fase pelepasan.
Table 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)
1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
27
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
26
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
2. Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa anak prasekolah saat
menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan pelepasan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Wong (2008) yang menyatakan bahwa
dampak dari perpisahan akibat rawat inap pada anak prasekolah akan timbul
berbagai respon terhadap stresor, diantaranya terjadinya fase protes, fase putus
asa, dan fase pelepasan.
Hasil dari penelitian untuk anak yang mengalami fase protes pada
pengamatan pertama sebanyak 12 orang anak (38,7%), pada pengamatan kedua
sebanyak 6 orang anak (19,4%) dan pada pengamatan ketiga sebanyak 4 orang
anak (12,9%). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang
mengalami fase protes, anak berangsur-angsur mulai menerima keadaannya
sehingga anak merasa putus asa dengan apa yang telah terjadi padanya.
Menurut Wong (2008), fase protes terjadi akibat anak belum siap untuk dirawat.
Pada saat seorang anak prasekolah masuk rumah sakit, perawat melakukan
beberapa prosedur penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang
dibuat adalah pemilihan ruangan.
Pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan adalah usia, jenis
kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi idealnya pemilihan ruangan harus
dilakukan berdasarkan keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan
psikobiologis. Penentuan teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak
maupun bagi orang tua rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan
prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting. Hasil pengamatan
peneliti, bahwasanya perawat menggabungkan anak prasekolah di satu rungan
terdiri dari beberapa usia anak yang tidak sama kisaran usia perkembangannnya
dan jenis kelaminnya, akan tetapi di ruangan RB4 tersebut hanya dibedakan antara
ruang infeksi dengan ruang non infeksi dan ruang VIP anak.
Untuk anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama
sebanyak 14 orang anak (45,2%), pada pengamatan kedua sebanyak 8 orang anak
(25,8%), dan pada pengamatan ketiga sebanyak 5 orang anak (16,1%). Hasil
penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang mengalami fase
putus asa, dan anak mulai menerima kenyataannya sehingga anak menerima
lingkungan yang ada. Menurut Supartini (2004), perawatan anak prasekolah
dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakan
aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan (lingkungan rumah, permainan dan
teman sepermainannya) sehingga menyebabkan anak merasa putus asa. Perawatan
rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktifitas anak sehingga anak
merasa kehilangan kekuatan diri dan anak menjadi tergantung pada
lingkungannya. Akhirnya anak akan kembali mundur pada kemampuan
sebelumnya. Perawat harus mampu bekerja sama dengan anak baik itu dalam
mempertahankan jalur IV ataupun yang lainnya. Dalam mengawali tindakan
terlebih dahulu perawat menjelaskan kepada anak bahwasanya tindakan tersebut
tidak menimbulkan sakit pada anak dan menjelaskan kepada anak tujuan dari anak
dirawat, dan perawat harus mampu mempertahankan kontak mata dengan anak
Tindakan perawat di ruang anak RB4 memperlihatkan bahwasanya setiap
melakukan tindakan perawat tidak menjelaskan kepada anak tujuan anak dirawat,
dan tindakan yang akan dilakukan. Kontak mata antara perawat dengan anak
sangatlah kurang disebabkan perawat sibuk dengan pasien yang lain yang harus
mendapatkan tindakan. Orang tua anak berusaha mengajak anaknya untuk bicara
dan mempertahankan kontak mata agar anaknya mau menjalani rawatan yang
diberikan.
Untuk anak yang mengalami fase pelepasan, pengamatan pertama sebanyak
10 orang anak (32,3%), pada pengamatan kedua sebanyak 7 orang anak (22,6%),
dan pada pengamatan ketiga sebanyak 6 oarang anak (19,4%). Menurut Wong
(2008), lingkungan yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap
perpisahan yang dapat menimbukan fase pelepasan. Jika orang tua tidak dapat
melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak dari
rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut, mainan, botol, peralatan
makanan atau pakaian, dengan demikian anak mendapatkan rasa nyaman dan
ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Perawat harus mampu
mengevaluasi stimulus di lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan
juga apakah anak dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang
lain) dan melakukan setiap upaya untuk melindungi anak dari pemandangan,
bunyi dan peralatan yang menakutkan atau tidak dikenal.
Tindakan perawat di ruang RB4 dalam masalah ini perawat hanya menjaga
lingkungan agar tidak bising dengan suara-suara yang ada, membatasi pengunjung
dilihat langsung oleh anak tanpa membuat sekat atau sampiran. Orang tua anak
ada yang membawa mainan anak seperti boneka dan mobil-mobilan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku anak prasekolah pada setiap fase
mengalami perubahan, hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya
dianataranya usia anak yang paling dominan berusia 6 tahun, lama perawatan
rawat inap yang sudah dilewati oleh anak 16-20 jam, dan pengalaman rawat inap
anak sebelumnya. Menurut Wong (2008) walaupun rumah sakit sangat membuat
stres bagi anak dan keluarga, tetapi hal tersebut juga dapat membantu untuk
memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarganya
apalagi bila anak di rawat dalam waktu yang lama yaitu antara lain; membantu
perkembangan hubungan orang tua-anak, memberikan kesempatan untuk
pendidik, meningkatkan pengendalian diri, memberi kesempatan untuk sosialisasi.
Pengalaman rawat inap dapat menjadi pelajaran bagi anak prasekolah.
Sesuai dengan pendapat Nursalam (2005), tingkah laku anak yang
diperlihatkan merupakan reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi tersebut
bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan
kemampuan koping yang dimilikinya.
Menurut Hidayat (2009), keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan
anak mengingat anak bagian dari keluarga. Sebagai perawat, dalam memberikan
pelayanan keperawatan anak harus mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai
bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan
dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak adalah sangat penting.
Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan prinsip-prinsip asuhan
keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Stres yang utama selama
mengalami hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kontrol, adanya luka di
tubuh, dan rasa sakit. Reaksi setiap anak terhadap krisis ini adalah dipengaruhi
oleh perkembangan umur, pengalaman mereka terhadap penyakit, perpisahan
ataupun hospitalisasi, kemampuan koping, keseriusan penyakit, dan tersedianya
sistem pendukung. Hidayat mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut
beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau
mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orangtua
dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury)
dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak, dan
modifikasi lingkungan fisik.
Menurut Wong (2008), rencana asuhan yang efektif untuk anak yang di rawat
inap dibuat berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan
juga apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi
anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk rawat
inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama sekali, anak
akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan menunjukkan penurunan
ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan mengalami penurunan nyeri yang
dapat diterima oleh anak, anak akan mendapat kesempatan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas pengalihan yang tepat sesuai perkembangan, anak akan
Perawat memastikan bahwa mainan dan aktifitas yang lain tersedia dan anak
ditempatkan dalam satu ruangan dengan anak lain yang kisaran usia
perkembangannya sama.
Kondisi kenyataan yang ada dari hasil penelitian, bahwasanya tidak adanya
persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit sesuai konseling
prarumah sakit yang akan terjadi dalam prosedur medis awal dan perawat
menggabungkan anak prasekolah di satu ruangan terdiri dari beberapa usia anak
yang tidak sama kisaran usia perkembangannya. Dari ruangan membatasi jumlah
pengunjung, namun menerima kehadiran orang tua setiap waktu untuk menemani
dan mendampingi anak agar dapat meminimalkan efek dari perpisahan. Perawat
tidak melakukan tour hospitalisasi pada anak dan orang tua disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya perawat sibuk dengan pasien lainnya yang harus
diberikan tindakan keperawata.
Untuk melakukan tindakan keperawatan pada anak seperti pemasangan IV
atau menginjeksi, perawat tidak menjelaskan kepada anak terlebih dahulu manfaat
dari pada pemasangan IV dan di injeksi sesuai dengan tingkat pengetahuan atau
perkembangan anak, sebelum melakukan tindakan keperawatan perawat tidak
memberikan kesempatan kepada anak untuk memegang atau menyentuh alat
tersebut (alat-alat non steril) agar anak tahu bahwasanya alat tersebut tidak
menyakiti dirinya, perawat memaksa anak untuk mau di infus atau di injeksi
sehingga perawat membiarkan anak untuk menangis. Namun di dalam melakukan
BAB 6
KESIMPULAN SARAN
Hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkah laku sosial anak prasekolah
saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan
adalah sebagai berikut:
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat disimpulkan
bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden, rata-rata berusia 6 tahun
sebanyak 13 orang anak (41,9%), beragama islam, berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati yang
terbanyak adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), tidak ada yang
mengalami rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang anak (58,1%), diagnosa
penyakit yang terbanyak muncul adalah talasemia sebanyak 10 orang anak
(32,2%).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada pengamatan pertama yang
mengalami fase protes sebanyak 12 orang anak (38,7%), yang mengalami fase
putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%), yang mengalami pelepasan sebanyak
10 orang anak (32,3%). Pada pengamatan kedua yang mengalami fase protes
sebanyak 6 orang anak (19,4%), yang mengalami fase putus asa sebanyak 8 orang
anak (25,8%), yang mengalami pelepasan sebanyak 7 orang anak (22,6%). Pada