• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAH LAKU SOSIAL ANAK PRASEKOLAH SAAT

MENJALANI RAWAT INAP DI RB4 RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Tati Febrianti 091121001

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Bismillahirrahmannirrahim,

Alhamdulillah segala Puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah-Nya

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan kesulitan, namun berkat hidayat Allah dan bimbingan, bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kp, Ns. M.Kep, selaku dosen pembimbing I

proposal dan skripsi

3. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS, selaku dosen Pembimbing II proposal dan skripsi

4. Ibu Evi karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen penguji proposal dan skripsi

5. Bapak dr. M. Nur Rasyid Lubis, SpB, FINACS selaku Direktur RSUP H.

Adam Malik Medan yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan

penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan

6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Almarhum T. Suardi Zaib dan ibunda Ida

Paulina yang selalu mendoakan penulis, memberi dorongan baik moril

(4)

telah menjadikan motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan

penulis

7. Terima kasih kepada abangku Dian Syahputra SH, dan kakakku Susi Lawati

SH beserta keluarga atas support dan semangat yang selalu diberikan

8. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman Fkep ’09

jalur B yang telah banyak memberi masukan, berbagi ilmu, support serta

semangat yang selalu kalian berikan pada penulis.

Kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang

telah menolong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Desember 2010

Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan masalah ... 3

3. Pertanyaan penelitian ... 3

4. Tujuan penelitian ... 3

3.1. Tujuan Umum ... 3

3.2. Tujuan Khusus ... 3

5. Manfaat penelitian ... 3

5.1. Praktek Keperawatan ... 3

5.2. Pendidikan Keperawatan ... 4

5.3. Riset Keperawatan ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Perkembangan Anak Prasekolah ... 5

1.1. Definisi Anak ... 5

(6)

1.3. Perkembangan Anak Prasekolah ... 5

1.3.1. Perkembangan Kepribadian ... 6

1.3.2. Perkembangan Mental... 7

1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan ... 8

1.4.1. Keturunan ... 8

1.4.2. Nutrisi ... 8

1.4.3. Hubungan Interpersonal ... 9

1.4.4. Tingkat Sosioekonomi ... 9

1.4.5. Penyakit ... 10

1.4.6. Bahaya Lingkungan ... 10

1.4.7. Stres Pada Masa Anak-Anak ... 10

1.4.8. Pengaruh Media Masa ... 11

2. Rawat Inap (Hospitalisasi) ... 12

2.1. Pengertian ... 12

2.2. Efek Rawat Inap ... 12

2.3. Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Serta Stresor dan Reaksi Anak ... 14

2.4. Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap ... 18

2.5. Merawat Anak Selama Rawat Inap ... 19

2.6. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap 20 BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 26

(7)

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi dan Sampel ... 28

2.1. Populasi ... 28

2.2. Sampel... 28

3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

3.1. Lokasi Penelitian ... 29

3.2. Waktu Penelitian ... 29

4. Pertimbangan Etik ... 29

5. Instrumen Penelitian ... 30

6. Validitas Instrumen Penelitian ... 32

7. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33

8. Pengumpulan Data ... 33

9. Analisa Data ... 34

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 36

2. Pembahasan ... 41

BAB 6. KESIMPULAN SARAN 1. Kesimpulan ... 47

2. Saran ... 48

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah ………..………... 37

Tabel 1.2.1Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat

inap, pengamatan 1…...……….... 38

Tabel 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat

inap, pengamatan 2 .……….... 39

Tabel 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar persetujuan menjadi responden

2. Instrumen penelitian

3. Surat ijin penelitian dari pendidikan ke RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Surat balasan dari RSUP H. Adam Malik Medan ke pendidikan.

5. Hasil uji validitas

6. Hasil uji reabilitas

7. Lembar jadwal penelitian

8. Taksasi dana

(10)

Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Nama : Tati Febrianti

Nim : 091121001

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Abstrak

Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.

Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.

(11)

Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Nama : Tati Febrianti

Nim : 091121001

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Abstrak

Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.

Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum

mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung

jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang

mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses

perkembangannya (Mar’at, 2006).

Lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada anak

terutama pada tingkah laku anak. Ada anak yang dirawat di rumah sakit akan

muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu

perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian

dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerap kali harus berhubungan dan

bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang

menyakitkan (Murniasih, 2009).

Di Amerika, populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong

(2001, dikutip dari Murniasih, 2009), mengalami peningkatan yang sangat

dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah

yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada

tahun-tahun sebelumnya.

Mc Cherty dan Kozak dalam Murniasih (2009), mengatakan hampir empat

(13)

perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial

dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik

tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa

kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45%

lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa.

Persiapan anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada adanya

asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi

ketakutan yang nyata. Selama anak dirawat di rumah sakit, berbagai tingkah laku

anak yang menunjukkan sebagai reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi

tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia

perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung

yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya (Nursalam, 2005).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik Medan, dari bulan April 2009 sampai dengan bulan Maret

2010 jumlah anak yang dirawat adalah 1.810 orang sedangkan jumlah anak

prasekolah sebanyak 125 orang, dengan persentase 6,9%. Pada bulan Maret 2010

jumlah anak prasekolah yang dirawat sebanyak 7 orang.

Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk

(14)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah tingkah laku sosial anak prasekolah saat

menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka pertanyaan penelitian ini adalah

bagaimana tingkah laku anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.

4. Tujuan Penelitian

4.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani

rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.

4.2 Tujuan Khusus

4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden

4.2.2 Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah pada fase

protes, fase putus asa dan fase pelepasan.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi petugas

kesehatan, khususnya perawat anak di rumah sakit tentang hal tingkah laku sosial

(15)

5.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah

pengetahuan mahasiswa dalam mata kuliah keperawatan anak dan memahami

tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.

5.3 Riset Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan fakta yang ada

tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah

sakit sehingga berguna bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Perkembangan Anak Todler dan Anak Preschool

1.1 Definisi Anak

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, anak

adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Menurut Wong (2008), anak prasekolah adalah anak yang mempunyai

rentang usia tiga sampai enam tahun.

1.2 Definisi Perkembangan

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil

dari proses pematangan. Menurut nursalam (2005) perkembangan adalah

bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai

hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya

(17)

1.3 Perkembangan Anak Prasekolah

Menurut Wong (2008), perkembangan anak prasekolah dibagi atas

perkembangan kepribadian dan fungsi mental.

1.3.1 Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian terdiri dari:

a. Perkembangan Psikososial

Tinjauan Erikson dalam Muscari (2005) masalah psikososial,

mengatakan krisis yang dihadapi anak pada usia antara 3 dan 6 tahun

disebut “inisiatif versus rasa bersalah”. Dimana orang terdekat anak usia

prasekolah adalah keluarga, anak normal telah menguasai perasaan

otonomi, anak mengembangkan perasaan bersalah ketika orang tua

membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat

diterima.

Anak usia prasekolah adalah pelajar yang enerjik, antusias dan

pengganggu dengan imajinasi yang aktif. Kesadaran moral mulai

berkembang. Mulai menggunakan alasan sederhana dan dapat

menoleransi penundaan kepuasaan dalam periode yang lama.

Pengalaman anak selama periode usia prasekolah umumnya lebih

menakutkan dibandingkan dengan periode usia lainnya, rasa takut yang

umumnya terjadi antara lain adalah; kegelapan, ditinggal sendiri terutama

(18)

mutilasi tubuh, nyeri dan objek serta orang-orang yang berhubungan

dengan pengalaman yang menyakitkan

Perasaan takut anak usia prasekolah mudah muncul dan berasal dari

tindakan dan penilaian orang tua. Memberikan anak tidur dengan lampu

tetap menyala dan menganjurkan bermain untuk menghalau rasa takut

dengan boneka atau mainan lain. Menghadapkan anak dengan objek yang

membuatnya takut dalam lingkungan yang terkendali.

b. Perkembangan Psikoseksual

Pada tahap ini anak prasekolah termasuk pada tahap falik, dimana

masa ini genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif.

1.3.2 Perkembangan Mental

Menurut Wong (2008), pada perkembangan kognitif salah satu

tugas yang berhubungan dengan periode prasekolah adalah kesiapan

untuk sekolah dan pelajaran sekolah. Disini terdapatnya fase

praoperasional (Piaget) pada anak usia 3-5 tahun. Fase ini meliputi fase

prakonseptual pada usia 2-4 tahun, dan fase pikiran intuitif pada usia 4-7

tahun. Salah satu transisi utama selama kedua fase adalah perpindahan

dari pikiran egosentris total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan

untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain.

Selama periode prasekolah proses individualisasi-perpisahan sudah

(19)

berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada

tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008).

Pada anak prasekolah mulai belajar praktik keagamaan, perhiasan

kecil dan simbol mulai memiliki arti praktis bagi anak prasekolah. Tuhan

dilihat dalam istilah manusia, tuhan dipahami sebagai bagian dari alam

(seperti halnya pohon, bunga, dan sungai). Kejahatan dapat dibayangkan

dengan istilah menyeramkan, seperti monster atau setan.

1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Menurut Wong (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan yaitu: keturunan, nutrisi, hubungan interpersonal, tingkat

sosioekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stres pada masa kanak-kanak dan

pengaruh media.

1.4.1 Keturunan

Dalam semua budaya, sikap dan harapan berbeda sesuai dengan

jenis kelamin anak. Jenis kelamin dan determinan keturunan sangat kuat

mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan untuk

mendapatkan hasil akhir tersebut. Pada dimensi kepribadian dapat kita

lihat seperti temperamen, tingkat aktivitas, koresponsifan, dan

kecendrungan ke arah rasa malu, diyakini dapat diturunkan. Anak yang

(20)

atau mengganggu pertumbuhan emosi, fisik dan interaksi anak dengan

ingkungan sekitar.

1.4.2 Nutrisi

Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua tahap

perkembangan, dan efeknya ditunjukkan pada cara yang beragam dan

rumit. Selama periode pertumbuhan pranatal yang cepat, nutrisi buruk

dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu implantasi ovum sampai

kelahiran. Selama masa bayi dan anak-anak, kebutuhan kalori dan protein

lebih tinggi dibandingkan pada setiap periode perkembangan pascanatal.

Nafsu makan anak akan berfluktuasi sebagai respon terhadap keberagaman

sampai ledekan pertumbuhan turbulen di masa remaja.

1.4.3 Hubungan Interpersonal

Pada masa anak-anak, hubungan dengan orang terdekat memainkan

peran penting dalam perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi,

intelektual, dan kepribadian. Anak yang melakukan kontak dengan orang

lain dapat memberikan pengaruh pada anak yang sedang berkembang,

tetapi dengan luasnya rentang kontak dapat menjadi pelajaran dalam

perkembangan kepribadian yang sehat.

(21)

1.4.4 Tingkat Sosioekonomi

Keluarga dengan perekonomian yang rendah mungkin kurang

memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk

memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi dan kaya nutrisi yang

membantu perkembangan optimal anak. Pada keluarga yang sosioekonomi

yang rendah tidak mampu memenuhi nutrisi yang lengkap untuk anaknya

sehingga dapat mempengaruhi proses perkembangan anak karna gizi yang

masuk tidak memenuhi kebutuhan anak.

1.4.5 Penyakit

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu

manifestasi klinis dalm sejumlah gangguan herediter. Gangguan

pertumbuhan pada anak-anak terutama terlihat pada gangguan skeletal,

seperti berbagai bentuk dwarfisme dan sedikitnya satu anomaly

kromosom. Gangguan pada pencernaan dan gangguan absorpsi nutrisi

tubuh pada anak akan memberi efek merugikan pada pertumbuhan dan

perkembangan anak.

1.4.6 Bahaya Lingkungan

Agen berbahaya yang paling sering dikaitkan dengan resiko

kasehatan adalah bahan kimia dan radiasi. Air dan udara serta makanan

(22)

baik. Inhalasi asap rokok secara pasif oleh anak sangat berbahaya dalam

proses perkembangan anak.

1.4.7 Stres Pada Masa Kanak-Kanak

Dari sudut pandang fisiologis dan dan emosi pada intinya stres

adalah ketidak seimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber koping

individu yang mengganggu ekuilibrium individu tersebut (Masten dkk,

1988). Pada anak tampak lebih rentan mengalami stres bila dibandingkan

dengan yang lain. Respon tehadap stresor dapt berupa perilaku, psikologis,

atau fisiologis. Dengan adanya stres tersebut maka akan terbentuk strategi

koping yang dapat melindungi dirinya dalam menghadapi stres. Kontak

fisik dengan anak dapat menyamankan dan menenangkan anak.

Menggendong, menyentuh atau memeluk anak menimbulkan relaksasi dan

kenyamanan serta memfasilitasi komunikasi. Melakukan rekreasi atau

jalan-jalan serta pemajanan anak pada pengaruh positif dapat membantu

membangun kekuatan dan keamanan anak.

1.4.8 Pengaruh Media Masa

Media dapat memperluaskan pengetahuan anak tentang dunia

tempat mereka hidup dan berkontribusi untuk mempersempit perbedaan

(23)

perkembangan anak, karena anak masa kini terpikat seperti pada beberapa

decade lalu (Rowitz, 1996). Anak-anak masa kini lebih cendrung memilh

media dan figur olah raga sebagai model peran ideal mereka, sedangkan di

masa lalu anak lebih suka meniru orang tua atau walinya. Media masa

yang dapt mempengaruhi perkembangan anatara lain dapat berupa materi

bacaan/buku, film, dan televisi.

Menurut Nuryanti (2008), faktor penghambat penyelesaian tugas

perkembangan yaitu tingkat perkembangan anak yang mundur, tidak

mendapat kesempatan yang cukup untuk belajar dan tidak mendapat

bimbingan dan arahan yang tepat, tidak ada motivasi, kesehatan yang

buruk, cacat tubuh, dan tingkat kecerdasan yang rendah.

2. Rawat Inap (Hospitalisasi)

2.1 Pengertian

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rawat inap adalah perawatan

pasien dengan menginap atau dirumah sakit.

Menurut Steven (2000, dalam Manurung, 2009), rawat inap adalah adanya

beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan

dirawat disebuah institusi seperti di rumah sakit perawatan. Tingkah laku dari

pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal dari kelemahan untuk

berinisiatif, kurang atau tidak ada perhatian tentang hari depan, tidak bermain

(24)

sesuatu yang bersifat pandangan luas, ketergantungan dari orang-orang yang

membantunya.

2.2 Efek Rawat Inap (Hospitalisasi) Pada Anak

Menurut Wong (2008), anak-anak dapat bereaksi terhadap hospitalisasi

sebelum masuk, selama dirawat dan bahkan setelah pemulangan. Konsep sakit

yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan

intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat. Hal ini

dipengaruhi oleh durasi kondisi dan atau sebelum dirawat dan bahkan bisa

juga tidak.

a. Faktor Risiko Individual

Anak pedesaan menunjukkan tingkat kekacauan psikologis yang lebih

besar secara signifikan dari pada anak kota, karena anak kota memiliki

kesempatan untuk mengenal rumah sakit setempat (Gillis, 1990).

Perpisahan merupakan masalah penting seputar rawat inap bagi anak-anak

yang lebih muda. Perawat harus mewaspadai anak yang pasif karena dapat

mengalami perubahan dan permintaan, anak ini perlu dukungan lebih

banyak dari pada anak yang pasif. Gangguan emosional jangka panjang

lanjutan dipengaruhi oleh lama dan jumlah masuk rumah sakit dan jenis

praktik rumah sakit. Kunjungan keluarga yang sering dapat mengurangi

efek merugikan. Pengalaman nyeri anak menentukan bagaimna rawat inap

(25)

b. Perubahan Pada Populasi Pediatrik

Anak yang dirawat inap saat ini memilki masalah yang lebih serius

dan komplek dari pada anak yang dirawat di masa lalu. Pengalaman

sebelumnya dan pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa medis yang

berkaitan dengan rawat inap tidak mengurangi ketakutan dalam diri anak

(Hart dan Bossert, 1994). Rencana pemulangan menjadi lebih lama karena

kompleksnya asuhan medis dan keperawatan, diagnosis yang sulit,

masalah psikososial yang rumit, dan sumber daya komunitas yang tidak

konsisten (Wells dkk, 1994). Konsekuensi membahayakan dari rawat inap

yang lama dapat semakin buruk.

c. Keuntungan Hospitalisasi (rawat inap)

Rawat inap dapat memberi kesempatan pada anak-anak untuk

mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka.

Lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosialisasi yang

baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal mereka.

Strategi keperawatan juga harus di perhatikan agar anak dapat

bersosialisasi dengan sesamanya.

Hampir satu abad setelah Dr. Armstrong mengekspresikan

kekhawatirannya mengenai efek emosional rawat inap pada anak, komite

Curtis (MOH, 1946) mengklaim bahwa dua dari elemen yang paling

(26)

yang tidak dikenalnya. Namun kadang kala sebelum klaim tersebut

disadari, laporan ini juga berlaku untuk anak dirumah sakit, yang

situasinya tidak hanya menyebabkan perpisahan dari keluarga, dan

lingkungan yang tidak dikenalnya, tetapi juga menambah stres akibat

pengalaman nyeri dan membuat stres (Basfort & slevin, 2006).

2.3 Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Beserta Stresor dan

Reaksi Anak

Anak akan menunujukkan berbagai tingkah laku sosial sebagai reaksi

terhadap pengalaman rawat inap. Menurut Robert (2000), tingkah laku

mengarah ke moral (baik buruk), seperti cara kita bersikap dan berbicara serta

bergaul dengan anak,semuanya akan ditangkap secara perlahan-lahan dan

simulatif. Menurut Thorndike dalam Muhibin Syah (2006) tingkah laku adalah

menekankan pada proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasanya

berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Tingkah laku afektif adalah tingkah

laku yang menyangkut keaneka ragaman perasaan. Seperti takut, marah, sedih,

gembira, senang, benci, was-was dan juga dapat dianggap sebagai perwujudan

dari perilaku belajar.

Menurut Sarwono (1983, dalam Sunaryo, 2004), ciri-ciri prilaku manusia

yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial (perilaku atau

tingkah laku sosial), kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan

(27)

perilaku sosial adalah tanggapan, reaksi individu (anak) terhadap rangsangan

atau lingkungan dan berkenaan dengan masyarakat.

Stresor utama dari rawat inap antara lain adalah perpisahan, kehilangan

kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut

dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya

dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi (rawat inap).

a. Cemas Akibat Perpisahan

Stresor utama dari masa usia prasekolah adalah kecemasan akibat

perpisahan, disebut juga depresi anaklitik (Wong, 2008). Perilaku (tingkah

laku) utama sebagai respon terhadap stresor ini selama masa prasekolah

adalah terjadinya fase protes, putus asa, pelepasan/ adaptasi.

Menurut Wong (2008), selama fase protes, anak bereaksi secara agresif

terhadap perpisahan dengan orang tua. Mereka menangis dapat terus

berlangsung hanya berhenti bila lelah dan berteriak memanggil orang tua

mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan kedudukan mereka tidak dapat

ditenangkan, perilaku lain yang diobserfasi yaitu anak menyerang orang asing

secara verbal (misal, “pergi”), menyerang orang asing secara fisik (misal;

menendang, menggigit, memukul, mencubit). Anak mencoba kabur untuk

mencari orang tuanya, mencoba menahan orang tuanya secara fisik agar tetap

tinggal. Perilaku-perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam

sampai beberapa hari, namun pada anak prasekolah fase protes terjadi tidak

langsung dan kurang agresif dibanding anak yang lain serta dilampiaskan pada

(28)

Selama fase putus asa, tangisan berhenti dan muncul depresi, anak

tersebut menjadi kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain atau

terhadap makanan, menarik diri dari orang lain, tidak komutatif. Mundur ke

perilaku awal (misal; mengisap ibu jari, mengompol, menggunakan dot).

Lamanya perilaku tersebut berlangsung bervariasi.

Fase pelepasan, disebut juga penyangkalan. Tahap ini secara superfisial

tampak bahwa anak akhirnya menyesuaikan dirinya terhadap kehilangan.

Anak tersebut menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan

orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru. Akan tetapi, tingkah laku

ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda

kesenangan, pada anak prasekolah tahap ini terdapat otonomi, ragu-ragu atau

malu, rasa bersalah. Anak memisahkan diri dari orang tua sebagai upaya

menghilangkan nyeri emosional karena menginginkan kehadiran orang tua

dan mengatasinya dengan membentuk hubungan yang yang dangkal dengan

orang lain, menjadi makin berpusat pada diri sendiri, dan semakin

berhubungan dengan objek materi. Meskipun perkembangan ke tahap

pelepasan jarang terjadi, tahap-tahap awal sering terlihat sekalipun perpisahan

dengan orang tua terjadi sangat singkat.

b. Kehilangan Kendali

Anak prasekolah juga menderita akibat kehilangan kendali yang

disebabkan oleh restriksi fisik, perubahan retunitas, dan ketergantungan yang

harus dipatuhi. Kemampuan kognitif spesefik yang membuatnya merasa

(29)

reaksi mereka terhadap perpisahan, nyeri, sakit, dan rawat inap. Lingkungan

yang tidak dikenal atau pengalaman tanpa ada persiapan yang adekuat menjadi

menakutkan bagi anak dan bahkan rawat inap merupakan hukuman bagi

kesalahan baik yang nyata atau khayalan. Respon terhadap pemikiran

semacam ini anak biasanya merasa malu, bersalah, dan takut.

c. Cedera Tubuh dan Nyeri

Anak prasekolah sulit membedakan antara diri mereka sendiri dan dunia

luar. Mereka berfokus pada kejadian eksternal yang dirasakan, anak-anak

mendefinisikan penyakit berdasarkan apa yang diberituhukan pada mereka

atau bukti eksternal yang diberikan, konflik psikoseksual anak prasekolah

sangat terhadap ancaman cedera tubuh. Tindakan keperawatn yang

menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman baginya yang

konsep integriats tubuhnya belum berkembang baik. Ak prasekolah dapat

menunjukkan skala nyeri dengan tepat, anak yang berusia 3 tahun dapat

menggunakan alat pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah terhadap

nyeri.

2.4Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap

Walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi anak dan keluarga,

tetapi hal tersebut juga membantu untuk memfasilitasi perubahan kearah

(30)

a. Membantu perkembangan hubungan orang tua-anak

Rawat inap memberikan kesempatan kepada orang tua untuk belajar

mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua

mengetahui reaksi anak terhadap stres, seperti regresi dan agresif, maka

mereka cepat memberikan dukungan.

b. Memberikan kesempatan untuk pendidikan

Rawat inap memberikan kesempatan pada anak dan anggota keluarga

untuk belajar mengenai tubuh dan propesi kesehatan.

c. Meningkatkan pengendalian diri

Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau rawat inap akan

memberikan kesempatan untuk pengendalian diri. Anak yang lebih muda

termasuk anak prasekolah memberikan kesempatan untuk menguji

fantasinya melawan realitas yang menakutkan.

d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi

Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya, maka hal

tersebut akan membantu anak untuk belajar mengenal diri mereka.

Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan tim kesehatan.

2.5 Merawat Anak Selama Rawat Inap

Menurut Wong (2008), merawat anak selama rawat inap dapat menjadi

tantangan khusus. Sering kali perawat tidak familier enggan anak yang

(31)

perasaan ketidak amanan dan ketakutan mereka dengan mengabaikan atau

mengisolasi anak. Pendekatan ini tidak hanya bersifat nonsuportif tetapi juga

dapat bersifat destruktif untuk rasa percaya diri dan perkembangan obtimal

anak, dan pendekatan tersebut dapat menghambat kemampuan oranng tua

untuk mengatasi stres terhadap pengalaman.

Ketika anak masuk rumah sakit, kaji riwayat secara rinci terutama dalam

aktifitas perawatan diri. Selama wawancara usia perkembangan anak dikaji.

Menghindari menanyakan secara langsung tiangkat IQ adalah tindakan yang

paling baik, karena hal ini dapat membuat orang tua merasa tidak nyaman dan

sering kali menceritakan sedikit tentang kemampuan anak yang sebenarnya.

Menyadari bahwa anak kesepian di rumah sakit, perawat memastikan

bahwa mainan dan aktifitas lain tersedia. Anak ditempatkan dalam satu

ruangan dengan anak lain yang kisaran usia perkembangannya sama, lebih

disukai ruangan dengan dua tempat tidur, untuk menghindari stimulasi yang

berlebihan. Selama rawat inap perawat juga harus berfokus pada pengalaman

yang akan meningkatkan pertumbuhan anak.

2.6 Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap

Menurut Wong (2008), persiapan rawat inap merupakan hal yang paling

penting untuk anak, alasan mempersiapkan anak menghadapi pengalaman

rumah sakit dan prosedur yang terkait dibuat berdasarkan prinsip bahwa

(32)

diketahui. Oleh karena itu, mengurangi unsur ketidak tahuan dapat

mengurangi ketakutan tresebut.

Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk untuk menyiapkan anak

usia 4 sampai 7 tahun sekitar 1 minggu sebelumnya agar mereka dapat

memahami informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. Untuk anak

yang lebih besar waktu yang diperlukan dapat lebih lama. Akan tetapi, bagi

anak kecil yang mulai berfantasi tentang apa yang mereka observasi, 1 atau 2

hari sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu yang tepat untuk persiapan

antisipasi.

a. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengidentifikasi diagnosis

keperawatan dan perencanaan asuhan bagi setiap anak. Riwayat

keperawatan awal masuk adalah pengumpulan data yang sistimatik tentang

anak dan keluarga yang memungkinkan perawat untuk merencanakan

asuhan keperawatan secara individual. Selain mengetahui riwayat

keperawatan awal, perawat juga harus melakukan pengkajian fisik atau

mendapatkan informasi dari pemeriksaan medis sebelum merencanakan

asuhan.

b. Diagnosa Keperawatan

Sejumlah diagnosa keperawatan merupakan hal yang sangat penting

(33)

c. Intervensi

Rencana ansuhan yang efektif untuk anak yang di rawat inap dibuat

berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan juga

apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi

anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk

rawat inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama

sekali, anak akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan

menunjukkan penurunan ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan

mengalami penurunan nyeri yang dapat diterima oleh anak, anak akan

mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan

yang tepat sesuai perkembangan, anak akan mendapatkan manfaat

maksimal dari rawat inap.

d. Implementasi

Adapun implementasi terhadap anak yang dirawat antara lain

menyiapkan anak untuk di rawat, mencegah atau meminimalkan

perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau

meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh.

• Menyiapkan anak untuk hospitalisasi (rawat inap)

Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit

bergantung pada jenis konseling prarumah sakit yang akan terjadi dalam

(34)

seorang anak masuk rumah sakit, perawat melakukan beberapa prosedur

penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang dibuat

adalah pemilihan ruangan. Pertimbangan minimum untuk menentukan

ruangan adalaha usia, jenis kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi

idealnya pemilihan ruangan harus dilakukan berdassarkan

keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan psikobiologis. Penentuan

teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua

rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan dari

pengalaman rumah sakit tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat pada

prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting.

• Mencegah atau meminimalkan perpisahan

Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah perpisahan

terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Banyak rumah sakit yang

tidak lagi mempertimbangkan pengunjung orang tua dan menyambut

kehadiran mereka setiap saat selama anak rawat inap, namun ada juga

rumah sakit yang menerima kehadiran orang tua setiap waktu. Dalam

situasi seperti ini, strategi untuk meminimalkan efek dari perpisahan harus

diimplementasikan, idealnya perawat primer bersama perawat pelaksana

ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan anak.

Perawat harus menghargai sikap anak terhadap perpisahan. Fase

protes dan putus asa merupakan hal yang normal. Anak diperbolehkan

(35)

memberikan dukungan melalui kehadiran fisik. Perpisahan juga sama

sulitnya bagi orang tua, terutama jika mereka tidak memahami sikap

cemas akibat perpisaha. Lingkungan yang akrab juga meningkatkan

penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua tidak dapat

melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak

dari rumah ke rumah sakit, dengan demikian anak mendapatkan rasa

nyaman dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut.

Kemampuan anak untuk menoleransi ketidak hadiran orang tua sangatlah

terbatas. Penting juga bagi perawat untuk mengevaluasi stimulus untuk

lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan juga apakah anak

dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang lain).

Upayakan bantu anak untuk kontak nonrumah mereka yang biasa juga

meminimalkan efek perpisahan, baik itu dengan masalah sekolah maupun

yang lainnya.

• Meminimalkan kehilangan pengendalian

Anak-anak yang lebih muda bereaksi paling kuat terhadap segala

bentuk restriksi fisik atau imobilisasi, tetapi sebagian restriksi fisik dapat

dicegah jika perawat mendapatkan kerja sama dari anak. Faktor

lingkungan juga dapat menghambat gerakan anak. Perubahan jadwal

harian dan kehilangan ritual dapat menimbulkan stres terutama pada anak

prasekolah awal dan dapat meningkatkan stres akibat perpisahan. Riwayat

keperawatan awal memberikan dasar untuk merencanakan asuhan seputar

(36)

pada rutinitas anak adalah penstrukturan waktu. Hal tersebut melibatkan

penjadwalan harian anak agar mencakup semua aktifitas yang penting bagi

anak dan perawat. Peningkatan pengendalian anak yang meliputi

mempertahankan kemandirian dan konsep keperawatan diri dapat menjadi

satu hal yang paling menguntungkan. Kebanyakan anak merasa lebih

mengendalikan jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi, karena

elemen dari rasa takut sudah dikurangi. Pemberi tahuan kepada anak pada

saat dirawat meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat

mengurangi perasaan tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan.

• Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh

Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang menyakitkan

dapat menurunkan ketakutan mereka, anak-anak dapat merasa takut

terhadap cedera tubuh karena berbagai sumber. Mesin sinar-X,

penggunaan alat-alat asing untuk pemeriksaan, ruang yang tidak dikenal,

atau posisis yang canggung dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Jika

anak merasa marah terhadap penyakit mereka persepsi mereka dapat

diubah dengan memberikan suatu penjelasan yang berbeda dan tidak

terlalu negative mengenai penyakit tersebut atau menawarkan penjelasan

yang merupakan karakteristik dari tahap perkembangan kognitif

(37)

• Pengkajian nyeri

Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dari proses

keperawatan. Sayangnya, profesinonal kesehatan termasuk perawat, terus

meremehkan dan mengatasi nyeri secara sporadik pada bayi dan anak-anak

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui

tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.

Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Tingkah laku sosial anak

prasekolah - Fase protes

- Fase putus asa - Fase pelepasan

Skema 1 : Kerangka konsep penelitian tingkah laku sosial anak prasekolah saat

menjalani rawat inap

(39)
(40)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain ini digunakan

untuk mendeskriptifkan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat

menjalani rawat inap.

2. Populasi dan Sampel

2.1Populasi

Informasi yang diperoleh dari catatan pasien baru masuk diruangan RB4

selama periode April 2009 sampai dengan Maret 2010, jumlah populasi anak

usia prasekolah (3-6 tahun) yang pernah dirawat adalah 125 anak. Mengacu

pada data tersebut maka diperkirakan jumlah anak usia prasekolah yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 125 anak.

2.2 Sampel penelitian

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

pengambilan 20-25% dari jumlah populasi (Arikunto, 2006). Tetapi karena

(41)

tentukan, maka diambil jumlah sampel 25% dari jumlah populasi. Maka 25%

dari 125 adalah 31,25. Dengan cara ini maka jumlah sampel yang di peroleh

adalah 31 anak.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik convinience sampling, kriteria sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah anak yang dirawat di RB4, anak yang berusia 3-6

tahun, anak yang baru dirawat selama 24 jam dan orang tua anak bersedia

anaknya menjadi responden.

3. Lokasi dan waktu penelitian

3.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik Medan, di ruang rawat inap anak RB4 (infeksi dan noninfeksi). Rumah

Sakit Umum Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi penelitian karena rumah

sakit ini merupakan rumah sakit tipe A rujukan wilayah Sumatera bagian utara

yang merupakan rumah sakit pendidikan.

3.2 Waktu penelitian

(42)

4. Pertimbangan etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Fakultas

keperawatan, selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin

ke rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan melalui badan pendidikan dan

latihan (diklat) serta penelitian dan pengembangan (litbang), kemudian ke ruangan

yang dituju. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan baru boleh langsung ke

responden. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar

persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum

responden dan orang tua responden mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, manfaat dan efek serta prosedur

penelitian. Bila orang tua responden tidak bersedia menandatangani lembar

persetujuan dapat dinyatakan secara lisan. Responden dan orangtua responden

berhak untuk menolak terlibat dalam penelitan ini, atau menarik kesediaannya

pada proses pengumpulan data. Tidak ada efek yang merugikan terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan selama responden dirawat di rumah sakit.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap tatapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode

pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden

dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan

sebagai hasil penelitian. Selama pengambilan data, penelitian tidak menimbulkan

sakit secara fisik dan tekanan psikologi pada responden yang akan diteliti dan

(43)

5. Instrumen penelitian

Instrument penelitian berupa lembar observasi yang dibuat oleh peneliti

berdasarkan tinjauan pustaka. Dimana hanya untuk melihat tingkah laku sosial

anak prasekolah saat dirawat inap di rumah sakit.

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpulan data berupa lembar instrument penelitian yang dibuat sendiri oleh

peneliti dengan berpedoman pada konsep. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua

bagian: yang pertama tentang karakteristik responden (anak) yang berisi umur,

jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini,

pengalaman rawat inap sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang. Data kedua

berisi pernyataan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat dirawat dengan

menggunakan lembar check list.

Ada 7 item yang diobservasi dari tiga fase yaitu fase protes yang terdiri dari:

1. Anak sering menangis, 2. Berteriak memanggil orang tua, 3. Menolak perhatian

orang lain, 4. Menyerang orang asing secara verbal (misal; pergi, memaki/

mengeluarkan kata-kata kotor), 5. Menyerang orang asing secara fisik (misal;

menendang, menggigit, memukul, mencubit), 6. Mencoba menahan orang tuanya

secara fisik agar tetap tinggal, 7. Melempar benda yang ada disekitarnya.

Fase putus asa antara lain: 1. Rewel/ merengek, 2. Tidak mau bermain, 3.

Tidak mau makan, 4. Menarik diri dari orang lain dan tidak mau bicara, 5. Sering

(44)

Fase pelepasan, terdiri dari: 1. Mau bicara dengan orang disekitarnya, 2.

Bermain dengan orang lain atau teman sebaya, 3. Merasa pasrah, 4. Ragu-ragu

dalam melakukan tindakan, 5. Malu, 6. Merasa bersalah, 7. Mau berbicara dengan

perawat.

Pernyataan tingkah laku sosial anak prasekolah menggunakan skala guttman,

dimana memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban pernyataan ya dan tidak.

Untuk skor ya nilainya 1 dan apabila tidak nilainya 0. Hasil penelitian dibagi

berdasarkan 3 fase yang diamati, masing-masing mempunyai kriteria tersendiri,

skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dimana nilai

ukur dengan menggunakan rumus statistik menurut sudjana (2002) :

Panjang kelas =

Berdasarkan rumus statistik diatas maka fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan dimasukkan kedalam 2 kelas yaitu anak yang mengalami dan anak yang

tidak mengalami, dengan rentang kelas 7, banyak kelas 2 dan panjang kelas 4

maka diperoleh interval pada fase pelepasan 0-3 anak tidak mengalami fase

pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase pelepasan, pada fase putus asa 0-3 anak

tidak mengalami fase putus asa dan 4-7 anak mengalami fase putua asa, pada fase

pelepasan 0-3 anak tidak mengalami pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase

pelepasan.

(45)

6. Validitas Instrumen Penelitian

Uji validitas yang dilakukan dalam penelitia ini yaitu dengan uji validitas isi,

yaitu dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel

yang diteliti. Uji validitas ini dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya.

Pada penelitian ini, kuesioner telah dikonsultasikan dengan staf pengajar

Keperawatn Anak di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan,

yaitu ibu Farida Linda Siregar. S.Kep, Ns., M.Kep. Hasil dari content validity

index yang didapat adalah 0,824.

7. Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui

konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

dalam ruang lingkup yang sama. Uji yang dilakukan pada instrumen penelitian ini

adalah dengan K-R.20. Reliabilitas instrumen ini diujikan pada responden yang

lain tetapi memiliki kriteria yang sama maka menghasilkan suatu kesimpulan

yang sama. Peneliti menguji 10 orang responden dengan mengobservasi tingkah

laku sosial anak yang dirawat di RB2 Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Hasil uji reliabilitas instrumen adalah 0,7455. Menurut Polit & Hungler (1999)

(46)

8. Pengumpulan data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan

permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSU H.

Adam Malik Medan, setelah mendapat izin dari kepala ruangan peneliti langsung

ke ruangan. Dari kepala ruangan lalu ke responden selanjutnya dilaksanakan

pengumpulan data penelitian.

Peneliti menentukan anak yang diteliti (anak prasekolah) yang berusia 3-6

tahun dan menjalani hari pertama rawat inap (24 jam) yang dirawat di RB4

Rumah Sakit Umum H. Adam Malik. Peneliti memulai pengumpulan data dengan

memberikan lembar persetujuan kepada responden yang akan diteliti, kemudian

menjelaskan kepada orang tua responden tentang tujuan, manfaat dan efek

penelitian ini. Orang tua responden yang bersedia anaknya menjadi responden

diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibuat.

Peneliti menentukan rentang waktu untuk mengumpulkan data, waktu

pengamatan dilakukan pada rentang 24 jam pertama saat anak menjalani

perawatan di rumah sakit, tiap anak diamati tiga kali, setiap pengamatan selama

30 menit dengan waktu jeda selama 1 jam dan mengisi hasil pengamatan. Peneliti

membuat 7 hal dari tiap item fase yang diamati tentang masalah tingkah laku

sosial anak saat menjalani rawat inap. Pengelolaan atau analisa data dilakukan

(47)

9. Analisa Data

Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah – langkah

yaitu memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden,

dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai

dengan petunjuk (editing). Memberikan kode tertentu pada kuesioner yang telah

diajukan untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data

(coding). Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan

kesimpulan melakukan tabulasi (tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa

data dilakukan melalui pengolahan dan secara komputerisasi. Dimana hasil

observasi tingkah laku sosial anak akan disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi dan persentasi, hasil pengamatan berdasarkan tiga fase yaitu fase protes,

putus asa dan fase pelepasan. Dari pengolahan data statistik deskriptif, data

demografi dan data tingkah laku sosial anak prasekolah disajikan dalam bentuk

(48)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam Bab ini diuraikan dan dibahas hasil penelitian tingkah laku sosial anak

prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik

Medan. Pengumpulan data dilakukan sejak 26 Juni 2010 sampai dengan 20 Juli

2010. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 31 orang responden.

Berikut ini dijabarkan deskripsi dan persentase karakteristik serta tingkah laku

sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.

1.1Deskripsi karakteristik responden

Pada table 1.1 dapat dilihat data tentang karakteristik responden yang

meliputi umur anak, jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di

rumah sakit saat ini, waktu pengumpulan data, pengalaman rawat inap

sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang.

Data yang diperoleh menunjukkan responden beragama Islam sebanyak 26

orang anak (83,9%), berusia 6 tahun sebanyak 13 orang anak (41,9%), jenis

kelamin laki-laki 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati

responden di rumah sakit adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), anak

yang tidak mengalami pengalaman rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang

anak (58,1%), diagnosa penyakit yang terbanyak adalah talasemia sebanyak 10

(49)

Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

1. Umur 4. Lama perawatan yang sudah dilewati di

Rumah Sakit saat ini 1-5 jam

5. Pengalaman rawat inap Tidak ada 6. Diagnosa penyakit sekarang

(50)

1.2 Deskripsi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit H. Adam MAlik Medan.

Pada table 1.2.1 pengamatan 1, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial

anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak

tidak mengalami fase pelepasan sebanyak 20 orang anak (67,7%) dan anak

mengalami fase putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%).

Pada fase protes, 19 orang anak (61,3%) tidak mengalami fase protes dan 12

orang anak (38,7%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 17 orang anak

(54,8%) tidak mengalami fase putus asa dan 14 orang anak (45,2%) mengalami

fase putus asa. Fase pelepasan, 21 orang anak (67,7%) tidak mengalami fase

pelepasan dan 10 orang anak (32,3%) mengalami fase pelepasan.

Tablel 1.2.1 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap

No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)

1. Fase Protes

- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes

19

- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa

17

- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan

(51)

Pada tabel 1.2.2 pengamatan 2, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial

anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak

tidak mengalami fase protes sebanyak 25 orang anak (80,6%) dan anak

mengalami fase putus asa sebanayak 8 orang anak (25,8%).

Pada fase protes, 25 orang anak (80,6%) tidak mengalami fase protes dan 6

orang anak (19,4%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 23 orang anak

(74,2%) tidak mengalami fase putus asa dan 8 orang anak (25,8%) mengalami

fase putus asa. Fase pelepasan, 24 orang anak (77,4%) tidak mengalami fase

pelepasan dan 7 orang anak (22,6%) mengalami fase pelepasan.

Table 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap

No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)

1. Fase Protes

- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes

25

- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa

23

- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan

(52)

Pada tabel 1.2.3 pengamatan 3, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial

anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak

tidak mengalami fase protes sebanyak 27 orang anak (87,1%) dan anak

mengalami fase pelepasan sebanyak 6 orang anak (19,4%).

Pada fase protes, 27 orang anak (87,1%) anak tidak mengalami fase protes

dan 4 orang anak (12,9%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 26 orang

anak (83,9%) tidak mengalami fase putus asa dan 5 orang anak (16,1%)

mengalami fase putus asa. Fase pelepasan, 25 orang anak (80,6%) tidak

mengalami fase pelepasan dan 6 orang anak (19,4%) mengalami fase pelepasan.

Table 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap

No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%)

1. Fase Protes

- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes

27

- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa

26

- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan

(53)

2. Pembahasan

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa anak prasekolah saat

menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan pelepasan. Hasil

penelitian ini sesuai dengan pendapat Wong (2008) yang menyatakan bahwa

dampak dari perpisahan akibat rawat inap pada anak prasekolah akan timbul

berbagai respon terhadap stresor, diantaranya terjadinya fase protes, fase putus

asa, dan fase pelepasan.

Hasil dari penelitian untuk anak yang mengalami fase protes pada

pengamatan pertama sebanyak 12 orang anak (38,7%), pada pengamatan kedua

sebanyak 6 orang anak (19,4%) dan pada pengamatan ketiga sebanyak 4 orang

anak (12,9%). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang

mengalami fase protes, anak berangsur-angsur mulai menerima keadaannya

sehingga anak merasa putus asa dengan apa yang telah terjadi padanya.

Menurut Wong (2008), fase protes terjadi akibat anak belum siap untuk dirawat.

Pada saat seorang anak prasekolah masuk rumah sakit, perawat melakukan

beberapa prosedur penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang

dibuat adalah pemilihan ruangan.

Pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan adalah usia, jenis

kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi idealnya pemilihan ruangan harus

dilakukan berdasarkan keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan

psikobiologis. Penentuan teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak

maupun bagi orang tua rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan

(54)

prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting. Hasil pengamatan

peneliti, bahwasanya perawat menggabungkan anak prasekolah di satu rungan

terdiri dari beberapa usia anak yang tidak sama kisaran usia perkembangannnya

dan jenis kelaminnya, akan tetapi di ruangan RB4 tersebut hanya dibedakan antara

ruang infeksi dengan ruang non infeksi dan ruang VIP anak.

Untuk anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama

sebanyak 14 orang anak (45,2%), pada pengamatan kedua sebanyak 8 orang anak

(25,8%), dan pada pengamatan ketiga sebanyak 5 orang anak (16,1%). Hasil

penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang mengalami fase

putus asa, dan anak mulai menerima kenyataannya sehingga anak menerima

lingkungan yang ada. Menurut Supartini (2004), perawatan anak prasekolah

dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakan

aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan (lingkungan rumah, permainan dan

teman sepermainannya) sehingga menyebabkan anak merasa putus asa. Perawatan

rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktifitas anak sehingga anak

merasa kehilangan kekuatan diri dan anak menjadi tergantung pada

lingkungannya. Akhirnya anak akan kembali mundur pada kemampuan

sebelumnya. Perawat harus mampu bekerja sama dengan anak baik itu dalam

mempertahankan jalur IV ataupun yang lainnya. Dalam mengawali tindakan

terlebih dahulu perawat menjelaskan kepada anak bahwasanya tindakan tersebut

tidak menimbulkan sakit pada anak dan menjelaskan kepada anak tujuan dari anak

dirawat, dan perawat harus mampu mempertahankan kontak mata dengan anak

(55)

Tindakan perawat di ruang anak RB4 memperlihatkan bahwasanya setiap

melakukan tindakan perawat tidak menjelaskan kepada anak tujuan anak dirawat,

dan tindakan yang akan dilakukan. Kontak mata antara perawat dengan anak

sangatlah kurang disebabkan perawat sibuk dengan pasien yang lain yang harus

mendapatkan tindakan. Orang tua anak berusaha mengajak anaknya untuk bicara

dan mempertahankan kontak mata agar anaknya mau menjalani rawatan yang

diberikan.

Untuk anak yang mengalami fase pelepasan, pengamatan pertama sebanyak

10 orang anak (32,3%), pada pengamatan kedua sebanyak 7 orang anak (22,6%),

dan pada pengamatan ketiga sebanyak 6 oarang anak (19,4%). Menurut Wong

(2008), lingkungan yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap

perpisahan yang dapat menimbukan fase pelepasan. Jika orang tua tidak dapat

melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak dari

rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut, mainan, botol, peralatan

makanan atau pakaian, dengan demikian anak mendapatkan rasa nyaman dan

ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Perawat harus mampu

mengevaluasi stimulus di lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan

juga apakah anak dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang

lain) dan melakukan setiap upaya untuk melindungi anak dari pemandangan,

bunyi dan peralatan yang menakutkan atau tidak dikenal.

Tindakan perawat di ruang RB4 dalam masalah ini perawat hanya menjaga

lingkungan agar tidak bising dengan suara-suara yang ada, membatasi pengunjung

(56)

dilihat langsung oleh anak tanpa membuat sekat atau sampiran. Orang tua anak

ada yang membawa mainan anak seperti boneka dan mobil-mobilan.

Maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku anak prasekolah pada setiap fase

mengalami perubahan, hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya

dianataranya usia anak yang paling dominan berusia 6 tahun, lama perawatan

rawat inap yang sudah dilewati oleh anak 16-20 jam, dan pengalaman rawat inap

anak sebelumnya. Menurut Wong (2008) walaupun rumah sakit sangat membuat

stres bagi anak dan keluarga, tetapi hal tersebut juga dapat membantu untuk

memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarganya

apalagi bila anak di rawat dalam waktu yang lama yaitu antara lain; membantu

perkembangan hubungan orang tua-anak, memberikan kesempatan untuk

pendidik, meningkatkan pengendalian diri, memberi kesempatan untuk sosialisasi.

Pengalaman rawat inap dapat menjadi pelajaran bagi anak prasekolah.

Sesuai dengan pendapat Nursalam (2005), tingkah laku anak yang

diperlihatkan merupakan reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi tersebut

bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,

pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan

kemampuan koping yang dimilikinya.

Menurut Hidayat (2009), keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan

anak mengingat anak bagian dari keluarga. Sebagai perawat, dalam memberikan

pelayanan keperawatan anak harus mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai

bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan

(57)

dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak adalah sangat penting.

Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan prinsip-prinsip asuhan

keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Stres yang utama selama

mengalami hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kontrol, adanya luka di

tubuh, dan rasa sakit. Reaksi setiap anak terhadap krisis ini adalah dipengaruhi

oleh perkembangan umur, pengalaman mereka terhadap penyakit, perpisahan

ataupun hospitalisasi, kemampuan koping, keseriusan penyakit, dan tersedianya

sistem pendukung. Hidayat mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut

beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau

mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orangtua

dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury)

dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak, dan

modifikasi lingkungan fisik.

Menurut Wong (2008), rencana asuhan yang efektif untuk anak yang di rawat

inap dibuat berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan

juga apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi

anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk rawat

inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama sekali, anak

akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan menunjukkan penurunan

ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan mengalami penurunan nyeri yang

dapat diterima oleh anak, anak akan mendapat kesempatan untuk berpartisipasi

dalam aktivitas pengalihan yang tepat sesuai perkembangan, anak akan

(58)

Perawat memastikan bahwa mainan dan aktifitas yang lain tersedia dan anak

ditempatkan dalam satu ruangan dengan anak lain yang kisaran usia

perkembangannya sama.

Kondisi kenyataan yang ada dari hasil penelitian, bahwasanya tidak adanya

persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit sesuai konseling

prarumah sakit yang akan terjadi dalam prosedur medis awal dan perawat

menggabungkan anak prasekolah di satu ruangan terdiri dari beberapa usia anak

yang tidak sama kisaran usia perkembangannya. Dari ruangan membatasi jumlah

pengunjung, namun menerima kehadiran orang tua setiap waktu untuk menemani

dan mendampingi anak agar dapat meminimalkan efek dari perpisahan. Perawat

tidak melakukan tour hospitalisasi pada anak dan orang tua disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya perawat sibuk dengan pasien lainnya yang harus

diberikan tindakan keperawata.

Untuk melakukan tindakan keperawatan pada anak seperti pemasangan IV

atau menginjeksi, perawat tidak menjelaskan kepada anak terlebih dahulu manfaat

dari pada pemasangan IV dan di injeksi sesuai dengan tingkat pengetahuan atau

perkembangan anak, sebelum melakukan tindakan keperawatan perawat tidak

memberikan kesempatan kepada anak untuk memegang atau menyentuh alat

tersebut (alat-alat non steril) agar anak tahu bahwasanya alat tersebut tidak

menyakiti dirinya, perawat memaksa anak untuk mau di infus atau di injeksi

sehingga perawat membiarkan anak untuk menangis. Namun di dalam melakukan

(59)

BAB 6

KESIMPULAN SARAN

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkah laku sosial anak prasekolah

saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

adalah sebagai berikut:

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat disimpulkan

bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden, rata-rata berusia 6 tahun

sebanyak 13 orang anak (41,9%), beragama islam, berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati yang

terbanyak adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), tidak ada yang

mengalami rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang anak (58,1%), diagnosa

penyakit yang terbanyak muncul adalah talasemia sebanyak 10 orang anak

(32,2%).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada pengamatan pertama yang

mengalami fase protes sebanyak 12 orang anak (38,7%), yang mengalami fase

putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%), yang mengalami pelepasan sebanyak

10 orang anak (32,3%). Pada pengamatan kedua yang mengalami fase protes

sebanyak 6 orang anak (19,4%), yang mengalami fase putus asa sebanyak 8 orang

anak (25,8%), yang mengalami pelepasan sebanyak 7 orang anak (22,6%). Pada

Gambar

Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H
Tablel 1.2.1 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat   inap
Table 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
Table 1.2.3  Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Lembaga PAUD :... Dalam rangka mendukung peningkatan akses dan mutu layanan PAUD di daerah kami, bersama ini kami

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk

Differences between regulatory provision and impairment of earning

ground-based spectral measurements of beam irradiance in the range 310–575 nm UV and VIS. The data were recorded by a system consisting of an automatic solar tracker and a

A patient-specific 3D modelling and printing procedure (Figure 1), for surgical planning in case of complex heart diseases was developed.. The procedure was applied to two

bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 1 Tahun 2004, penetapan hasil seleksi calon

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang seleksi

Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang akan diganti dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau filosofi