FENOMENA ANAK PUTUS SEKOLAH PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN PASAR II NATAL KECAMATAN NATAL
KABUPATEN MANDAILING NATAL
(Studi Kasus Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal,Kecamatan Natal,Kabupaten Mandailing Natal)
DISUSUN OLEH :
080901030 ZULFIKAR
080901030 ZULFIKAR
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: tata ibadah natal sekolah dasar
(2)ABSTRAK
Penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal”, berawal dari ketertarikan penulis tehadap fenomena yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, khususnya di lingkungan masyarakat nelayannya yaitu banyaknya anak – anak yang putus sekolah di usia yang seharusnya masih berada di bangku sekolah untuk mengecap pendidikan. Fenomena anak putus sekolah ini menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah dan memilih bekerja seadanya. Dalam penelitian ini akan diketahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya fenomena anak putus sekolah yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor – faktor yang menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan penelitian kombinasi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dan juga sampel dalam penelitian ini adalah anak – anak putus sekolah di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal. Interpretasi dan analisis data dilakukan dengan menggunakan data – data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner yang diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu
banyak rahmat serta kemudahan dalanm penyusunan skripsi ini yang berjudul : “Fenomena Anak
Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal,
Kabupaten Mandailing Natal”, guna memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Kepada kedua orangtuaku Alm. Mifrahuddin dan Warnida terima kasih yang tidak
terhingga untuk semua do’a, dukungan, serta pengorbanan. Kelima saudaraku semoga kita bisa
memberikan kebahagiaan dan kebanggaan untuk kedua orang tua kita. Skripsi ini penulis
persembahkan untuk keluarga tercinta semoga menjadi kebanggaan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari
masa perkuliahan sampai dari penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin. M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Rosmiani MA selaku dosen pembimbing penulis yang selalu sabar dan selalu
memberikan motivasi yang luar biasa, serta menyediakan waktu ditengah kesibukannya.
3. Seluruh dosen dan pegawai di jurusan Sosiologi FISIP USU yang telah memberikan ilmu
selama perkuliahan dan memudahkan urusan akademik penulis.
4. Seluruh teman-teman Sosiologi 2008 yang bersama-sama berjuang untuk mendapatkan
5. Semua pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Masih banyak lagi tetapi tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu. Atas
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis mohon kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 9
1.3Tujuan Penelitian ... 9
1.4Manfaat Penelitian ... 9
1.5Defenisi Konsep ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
2.1 Masyarakat Nelayan... 13
2.2 Pengertian Pendidikan ... 16
2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak ... 19
2.4 Teori Pilihan Rasional ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Jenis Penelitian... 22
3.2 Lokasi Penelitian ... 22
3.3 Populasi dan Sampel ... 23
3.3.2 Sampel ... 23
3.4 Unit Analisis dan Informan ... 25
3.4.1 Unit Analisis ... 25
3.4.2 Informan ... 26
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 26
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data Primer ... 26
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 27
3.6 Analisis dan Interpretasi Data ... 27
3.6.1 Analisis Data ... 27
3.6.2 Interpretasi Data ... 28
3.7 Jadwal Kegiatan ... 29
3.8 Keterbatasan Penelitian ... 29
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH dan INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Natal ... 30
4.2 Kota Pemerintahan ... 31
4.3 Keadaan Penduduk ... 33
4.4 Kecamatan Natal ... 35
4.4.1 Tekstur Tanah ... 37
4.4.2 Hidrologi dan Kehutanan ... 37
4.5 Kelurahan Pasar II Natal ... 38
4.7 Profil Informan... 40
4.8 Temuan dan Interpretasi Data ... 76
4.8.1 Pandangan Orang Tua terhadap Pendidikan ... 76
4.8.2 Kondisi Pendidikan di Lingkungan Nelayan Kelurahan Pasar II Natal ... 78
4.8.3 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah ... 79
4.8.3.1 Kebudayaan ... 79
4.8.3.1.1 Anak Mulai Putus Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 79
4.8.3.1.2 Penyebab Anak Putus Sekolah ... 80
4.8.3.1.3 Persetujuan Orang Tua untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 82
4.8.3.1.4 Pemahaman tentang Pentingnya Pendidikan dalam Keluarga ... 83
4.8.3.1.5 Adanya Anggota Keluarga yang Juga Putus Sekolah ... 84
4.8.3.1.6 Pengaruh Teman untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 86
4.8.3.2 Ekonomi ... 88
4.8.3.2.1 Ketidakmampuan Orang Tua dalam Membiayai Sekolah Anak ... 88
4.8.3.2.2 Dorongan Orang Tua untuk Ikut Bekerja Mencari Nafkah ... 89
4.8.3.2.3 Penghasilan Orang Tua Anak Putus Sekolah per Bulan di Masyarakat Nelayan Pasar II Natal ... 91
4.8.3.2.4 Kecenderungan Anak dalam Membayar Uang Keperluan Sekolah ketika Masih Bersekolah ... 92
4.8.3.3 Infrastruktur ... 93
4.8.3.3.2 Tingkat Kepuasan terhadap Infrastruktur atau Fasilitas Sekolah .... 94
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 96
5.2 Saran ... 98
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perhitungan Sampel ... 25
Tabel 2. Jadwal Kegiatan ... 29
Tabel 3. Pertumbuhan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal ... 34
Tabel 4. Kepadatan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal ... 34
Tabel 5. Keadaan Tekstur Tanah di Kecamatan Natal ... 37
Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkatan Anak Mulai Putus Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 80
Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Penyebab Anak Putus Sekolah ... 81
Tabel 8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Persetujuan Orang Tua Untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 82
Tabel 9. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Atau Tidak Paham Tentang Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga ... 83
Tabel 10. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Atau Tidaknya Anggota Keluarga Yang Juga Putus Sekolah ... 85
Tabel 11. Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Rasa Keterasingan Karena Putus Sekolah ... 86
Tabel 12. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ada Atau Tidaknya Pengaruh Teman Untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 87
Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden Tentang Keinginan Untuk Melanjutkan Sekolah ... 87
Tabel 14. Distribusi Jawaban Responden Tentang Penyebab Mereka Putus Sekolah, Apakah Karena Ketidakmampuan Orang Tua Dalam Membiayai Sekolah Atau Tidak ... 89
Tabel 16. Komposisi Responden Berdasarkan Penghasilan Orang Tua per Bulan di Masyarakat Nelayan Pasar II Natal ... 91
Tabel 17. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecenderungan Anak Menunggak Dalam Membayar Uang Keperluan Sekolah di Masyarakat Nelayan Kelurahan Pasar II Natal92
Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Bangunan Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 93
Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepuasan Anak Putus Sekolah Terhadap Infrastruktur Atau Fasilitas Sekolahnya Ketika Masih Bersekolah ... 94
ABSTRAK
Penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal”, berawal dari ketertarikan penulis tehadap fenomena yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, khususnya di lingkungan masyarakat nelayannya yaitu banyaknya anak – anak yang putus sekolah di usia yang seharusnya masih berada di bangku sekolah untuk mengecap pendidikan. Fenomena anak putus sekolah ini menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah dan memilih bekerja seadanya. Dalam penelitian ini akan diketahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya fenomena anak putus sekolah yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor – faktor yang menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan penelitian kombinasi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dan juga sampel dalam penelitian ini adalah anak – anak putus sekolah di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal. Interpretasi dan analisis data dilakukan dengan menggunakan data – data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner yang diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Fenomena anak putus sekolah menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita
mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu
pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah
dan memilih bekerja seadanya. Sayangnya, fenomena itu justru kurang direspon maksimal pihak
pemerintah. Banyak sekolah atau lembaga pendidikan, justru menjadikan sekolah sebagai bidang
usaha atau industri yang dapat dikomersialkan. Hal ini semakin mempersulit masyarakat miskin
untuk menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi.
Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia bahwa pendidikan itu adalah suatu penentu
agar bangsa kita dapat melangkah lebih maju dan dapat bersaing dengan negara–negara lainnya.
Melihat kekayaan alam Indonesia yang melimpah, sangat disayangkan apabila semua kekayaan
alam di Indonesia tidak dapat diolah dan dimanfaatkan oleh anak Indonesia sendiri. Hal ini
terjadi karena kurangnya Sumber daya manusia yang berkualitas, di mana pendidikan menjadi
titik tolak dari keberhasilan suatu negara. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan dan keterbatasan biaya bagi anak yang kurang mampu, membuat pendidikan di
negara ini menjadi suatu masalah yang cukup kompleks. Dibutuhkannya peran dari pemerintah
dalam membangun pendidikan.Gambaran ini tercermin dari banyaknya anak-anak usia sekolah
belum mendapatkan pendidikan yang layak, atau bahkan tidak sama sekali. Jangankan di daerah
pedalaman, di ibukota sekalipun kita masih dapat menemukan anak-anak yang tidak sekolah
Sumber daya manusia yang berkualitas, tercipta dari pendidikan yang bermutu dan
terstruktur dengan baik. Karena dengan begitu, akan membangun pengetahuan, sikap tertib dan
rasa disiplin anak dalam menjadi individu-individu yang bermutu dan beretika. Dengan
demikian, akan terlahir pula anak bangsa yang dapat melanjutkan pembangunan dan
perkembangan dari negara ini. Mengingat banyaknya penduduk dan luasnya negara Indonesia,
hal ini memang bukan masalah yang mudah untuk dihadapi. Dengan peran pemerintah untuk
lebih fokus dalam mementingkan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak, serta kecermatan
pemerintah dalam mengembangkan potensi anak, karena tidak sedikit anak-anak yang berpotensi
tidak mendapat perhatian dari negara, tetapi lebih mendapatkan perhatian dari negara lain. Bukan
hal mustahil bagi Indonesia untuk menjadikan negara ini menjadi negara yang sudah siap
bersaing dan menjadi negara yang lebih maju.
Dilihat dari usaha pemerintah, pemerintah juga tidak tinggal diam dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Negara ini, terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah dalam meningkatkan
mutu pendidikan, yakni salah satu nya dengan program Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun. Program yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1994 ini
menunjukkan keberhasilan jika dilihat dari angka partisipasi sekolah di semua tingkatan. Angka
partisipasi murni SD saat ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 60-an
persen dengan tren membaik setiap tahun. Namun, keterbatasan kemampuan sebagian
masyarakat mengelola pendidikan tampak dari masih relatif tingginya angka putus sekolah. Di
tingkat pendidikan dasar, putus sekolah masih menjadi ”momok” upaya penuntasan wajib belajar
sembilan tahun. Anak yang putus sekolah sebagian besar (80 persen) adalah mereka yang masih
duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Dilihat secara persentase, jumlah total siswa yang
siswa. Namun, persentase yang kecil tersebut menjadi besar jika dilihat angka sebenarnya.
Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa.
Sementara itu, jumlah mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000
sampai 200.000 orang.
Sumbe
Kebijakan umum lain dari pemrintah dalam meningkatkan mutu pendidkan di Indonesia adalah
memberikan peluang untuk mengikuti program penyamaan kepada penduduk usia dewasa yang
tidak bisa mengikuti pendidikan formal dan memberikan lebih banyak kesempatan kepada
sekolah swasta dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat untuk lebih banyak
berperan serta menyelenggarakan pendidikan dasar.
Kondisi pendidikan di daerah juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi secara
keseluruhan di Negara ini, khususnya di daerah Sumatera Utara berdasarkan data Komisi
Penanggulangan Anak Indonesia (KPAID) Sumatera Utara, sekitar 500.000 lebih anak di
Sumatera Utara relatif tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas.Umumnya
disebabkan faktor kemiskinan, perhatian orang tua,budaya,dan perhatian dari pemerintah.Angka
partisipasi sekolah tingkat SD sudah 100%, tapi SMP hanya 60% saja. Lalu, dari yang tamat SD
yang tidak melanjutkan ke SMP ada 30% dan yang tamat SMP yang tidak melanjutkan ke SMA
juga 30%. Di daerah Sumatera Utara, anak - anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke
tingkat menengah atas cenderung lebih banyak di daerah Nias, dan kawasan pantai barat seperti
Mandailing Natal (Madina) yang mana dalam penelitian ini nantinya akan dijadikan sebagai
lokasi penelitian, kemudian Tapanuli Tengah (Tapteng),Tapanuli Selatan (Tapsel).Begitu juga
sebagian daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Dairi dan Karo. Masih banyaknya anak-anak
bahwa melanjutkan pendidikan itu tidak penting.Akibatnya anakanak berpikir lebih baik
membantu orang tuanya bekerja. Selain itu,ada juga karena faktor budaya dimana orang tua
beranggapan bahwa anak perempuan tidak penting bersekolah tinggi- tinggi. Selanjutnya untuk
mengantisipasi hal ini hendaknya pemerintah tidak hanya membuat program pendidikan belajar
wajib sembilan tahun, melainkan hingga 12 tahun atau hingga SMA. Khususnya di Sumatera
Utara anak yang tamat SMA saja peluang kerjanya lebih banyak ke buruh pabrik, office boy,
apalagi anak yang hanya tamat SMP. Jadi, tidak hanya sembilan tahun,melainkan wajib belajar
12 tahun sehingga hak anak untuk memperoleh pendidikan oleh negara dinyatakan di dalam
kebijakan.Sumber:
des.2012 pukul 12.30 wib).
Pada tingkatan kabupaten yakni di Kabupaten Mandailing Natal kondisinya juga tidak
jauh berbeda dengan yang terjadi di tingkatan provinsi. Sesuai fakta di lapangan masih banyak
orangtua memanfaatkan tenaga anaknya membantu mencari nafkah yang seharusnya
mengenyam pendidikan. Untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar di sekolah, peran orangtua sangat dibutuhkan. Begitu juga masyarakat sekitar,
karena meningkatnya angka pengangguran dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan siswa yang
tidak mengenyam pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan harus didukung sejumlah
elemen, terutama dukungan dari orangtua peserta didik, karena banyak dari siswa yang putus
sekolah itu disebabkan rendahnya kemauan dan dukungan orangtua terhadap siswa.Itulah salah
satu penyebab utamanya, semestinya orangtua itu faktor utama penentu minat dan kemauan anak
untuk sekolah, tetapi ternyata di Mandailing Natal khususnya masih banyak ditemukan
pemerintah Mandailing Natal adalah menekan peran komite sekolah untuk melakukan
penyuluhan kepada wali atau orangtua siswa supaya terus mendukung anak-anaknya dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Faktor ekonomi bukan halangan bagi anak untuk
memperoleh haknya mengecap pendidikan, karena masih ada sejumlah orangtua yang
menginginkan anaknya tak sekolah, terbukti dengan melibatkan anaknya untuk membantu usaha
keluarga. Peneliti pribadi juga sering menemukan anak-anak tak sekolah bila ditanyakan dia
sebenarnya mau sekolah, tetapi orang tuanya menginginkan lain. Sementara itu, Husin (50)
warga Desa Sarakmatua Kecamatan Panyabungan yang memiliki 3 anak putus sekolah,
mengatakan ketiga anaknya pernah sekolah tetapi hanya sampai kelas 2 dan ada yang hanya
kelas 4 SD.
Faktor ketidakmampuan membiayai sekolah secara ekonomi jadi penyebab paling
dominan putus sekolah. Kenyataan itu dibuktikan dengan tingginya angka rakyat miskin di
Indonesia, yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Pendidikan
murah atau gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan kalangan masyarakat, memang akan
menolong jika ditinjau secara faktor ekonomi, namun kebijakan ini harus juga ditunjang dengan
kebijakan lain untuk menuntaskan faktor-faktor penyebab putus sekolah lainnya. Karena faktor
ekonomi bukan penyebab satu-satunya putus sekolah yang masih tinggi. Penyebab putus sekolah
itu ternyata bermacam-macam, baik internal maupun eksternal dari diri siswa sendiri. Aspek
internalnya, adalah tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri
anak. Penyebab eksternalnya ialah faktor ekonomi orangtua yang tidak memungkinkan
melanjutkan sekolah anak-anaknya. Selain itu, kondisi orangtua yang tidak begitu
memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna pentingnya
orang tua juga berpengaruh terhadap keengganan melanjutkan sekolah. Karena masih banyak
orangtua yang memiliki pola pikir, bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting. Kemudian
juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah, seperti di daerah pantai yang
anak-anaknya terpaksa ikut melaut.
Merujuk pada pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai fenomena anak putus
sekolah pada masyarakat nelayan pada umumnya rumah tangga nelayan tidak memiliki
perencanaan yang matang untuk pendidikan anak-anaknya. Pendidikan bagi sebagian besar
rumah tangga nelayan masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Dapat
dikatakan bahwa animo terhadap pendidikan di masyarakat nelayan relative masih rendah. Hal
ini tidak lepas dari rendahnya pendapatan nelayan yang menyebabkan orientasi konsumsi
nelayan masih pada pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan (Anggraini, 2000). Fenomena
keseharian masyarakat nelayan yaitu anak anak lelaki maupun wanita secara lebih dini terlibat
dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan orang tua mereka untuk ke laut sampai
dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan
anak-anak nelayan (Pengemanan,A.P, dkk., 2002). Putus sekolah pun akan menjadi “momok”
dalam kehidupan anak – anak nelayan tersebut. Kemudian jika kita lihat kondisi nelayan di
Sumatera Utara khususnya di kabupaten mandailing Natal bahwa kehidupan dan tingkat
kesejahteraan nelayannya sangat memprihatinkan dan berada di bawah garis kemiskinan.
Berdasarkan pendataan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara (Januari
2009), jumlah tersebut mencapai 138 ribu orang atau sekitar 60 persen dari 231 ribu nelayan.
Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya nelayan memperbaiki tingkat kesejahteraannya
Di Provinsi Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya adalah
berprofesi sebagai nelayan,salah satunya adalah daerah yang akan dijadikan sebagai lokasi
penelitian nantinya yaitu terletak di Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal tepatnya di
Kelurahan Pasar II Natal dimana mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat nelayan. Di
Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal masih banyak terdapat
anak-anak nelayan yang putus sekolah, adapun mereka yang melanjutkan sekolah hanya pada
batas tingkat SMP sederajat dan SMA sederajat itupun kalau orang tua mereka yang bekerja
sebagai nelayan mampu untuk membiayai pendidikan mereka. Keseharian mereka yang putus
sekolah diisi dengan bekerja di tempat-tempat pelelangan ikan pada pagi dan sore hari yakni
dimana saat para nelayan pulang dari melaut untuk menangkap ikan,dan ada juga yang ikut pergi
melaut mencari ikan. Pada siang hari atau pada saat tidak bekerja kegiatan mereka hanya diisi
dengan bermain billyard dan ada juga yg hanya sekedar nongkrong di warung kopi. Anak – anak
yang putus sekolah tersebut juga sudah tidak segan-segan untuk merokok di depan umum
mengingat usia mereka yg tergolong masih dibawah umur, bahkan di depan para orang tua
mereka sekalipun,dan para orang tua pun juga terkesan membenarkan apa yg dilakukan
anak-anaknya tanpa ada memberikan teguran apapun. Anak – anak yang putus sekolah ini selain
bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri mereka juga bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga.
Kondisi yang terjadi dilokasi penelitian juga tidak sesuai atau bertolak belakang dengan
apa yang telah kita ketahui bersama selama ini yaitu bahwa kebudayaan dari etnis Batak
khususnya dalam bidang pendidikan yang pada umumnya akan menyekolahkan anak nya
setinggi-tingginya dan selalu senantiasa mementingkan pendidikan anak-anaknya. Yang mana
ditemukan anak-anak yang putus sekolah dan tingkat pendidikan didaerah ini masih tergolong
rendah. Fasilitas dan sarana penunjang pendidikan didaerah lokasi penelitian ini juga sudah
memadai dengan adanya sekolah dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga ke tingkat SLTA,
dengan rincian yaitu terdapat dua Sekolah Taman kanak-Kanak, Tiga Sekolah Dasar, Tiga SLTP
sederajat (termasuk Madrasah Tsanawiyah), dan dua SLTA sederajat (termasuk Madrasah
Aliyah). Hal ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian didaerah ini mengapa
masih saja banyak ditemukan anak-anak putus sekolah didaerah yang mempunyai fasilitas dan
sarana pendidikan yang memadai dan didaerah yang kebudayaannya selalu mementingkan
pendidikan.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pendidikan anak di Kelurahan Pasar II Natal
Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal yang akan dijadikan sebagai lokasi dalam
penelitian ini masih tergolong rendah dan tingkat putus sekolah tergolong tinggi. Asumsi
sementara dapat diketahui bahwa keadaan pendidikan anak dipengaruhi beberapa
faktor.Faktor-faktor itu dapat berupa banyaknya kenyataan dimasyarakat yang ditandai oleh tidak seragamnya
keadaan sosial ekonomi maupun lingkungan tempat individu bermukim,serta pandangan dan
sikap terhadap sekolah dan lain-lain. Beragamnya faktor itu tentu membawa berbagai implikasi
terhadap tingginya angka putus sekolah. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti
sebagaimana penulis mengambil judul: “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat
Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal” hal ini
disebabkan karena di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal
yang penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan jumlah anak yang putus
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, maka yang
menjadi pokok permasalahan yang diteliti adalah : Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan
anak putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : Menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan anak-anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal Kec. Natal Kab.
Mandailing Natal.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada
peneliti lain sebagai bahan perbandingan referensi dalam meneliti masalah yang mirip
dengan penelitian ini dalam bidang ilmu Sosiologi, khususnya pada spesialisasi sosiologi
pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Bagi penulis penelitian ini dapat mengasah penulis dalam membuat karya tulis ilmiah
serta menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti. Penelitian ini juga
Pasar II Natal tentang apa yang seharusnya dilakukan masyarakat nelayan terhadap
pendidikan formal.
1.5. Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang merujuk pada
kenyataan yang benar-benar nyata dari segi empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna
(Suyanto, 2005:49). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara
lain adalah:
1. Fenomena adalah dapat diartikan sebagai hal – hal yang dapat disaksikan dengan panca
indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Fenomena yang dimaksudkan
disini adalah banyaknya jumlah anak putus sekolah yang terdapat di daerah nelayan yang
mempunyai sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai.
2. Anak adalah seora
m
lawan dari
telah dewasa.
3. Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat
dia belajar. Anak Putus sekolah yang dimaksud disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga
pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor.
4. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap
dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan
5. Nelayan adalah orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan baik
secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya,kemudian nelayan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja setiap harinya sebagai
penjual ikan dan pencari ikan di laut dengan menggunakan alat tangkap “pukat”(jaring)
dan pancing serta alat transportasi yang digunakan adalah berupa kapal motor (bermesin)
dan ada juga yang menggunakan perahu layar atau dengan bantuan angin.
6. Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai
kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus.
7. Pendidikan formal adalah kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat
dan berjenjang dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf
dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademik dan umum, program
spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu terus menerus.
8. Kemiskinan adalah ditandai dengan adanya keterbelakangan yang kemudian meningkat
menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha
dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga makin tertinggal jauh dari
masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi.
9. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang
diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
11.Fatalistik atau Fatalisme berasal dari kata dasar
pasrah dalam segala hal, maka inilah disebut fatalisme. Dalam paham fatalisme,
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Masyarakat Nelayan
Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi
masyarakat.
Menurut Abdul Syani (2007:30) bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya
sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat
membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia
tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.Supaya dapat menjelaskan
pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu
sendiri. Menurut Soerjono Soekanto dalam Syani (2007:30), menyatakan bahwa sebagai suatu
pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu
mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:
1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak
ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.
2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan
kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena
juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai
keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat
hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.
3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan
yang lainnya.
Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-orang
yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian nelayan adalah
orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut.
Nelayan dikenal sebagai masyarakat yang lekat dengan kemiskinan. Kebutuhan dasar
manusia seperti pangan, sandang dan papan pun terkadang sulit untuk dipenuhi secara sehat
apalagi sempurna. Apalagi tentang pendidikan dan kesehatan, mungkin sangat jauh dari
sempurna (Kalyanamitra, 2005). Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan nelayan
serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan
karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (biasanya nelayan). Persoalan pendidikan ini
tidak terlepas dari kemiskinan yang melingkupi masyarakat nelayan (Sulistyowati, 2003).
Pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah pekerjaan yang sangat berat.
sesuai kemampuan yang mereka miliki. Keterampilan sebagai nelayan amat sederhana dan
hampir sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih anak-anak.
Apabila orang tua mereka mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi
mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka, tetapi kebanyakan
mereka tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan. Turun-temurun adalah nelayan
(Mubyarto, 1989). Hampir setiap tahun jumlah anak-anak nelayan di seluruh wilayah Indonesia
yang putus sekolah mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah anak nelayan putus sekolah
tersebut dipicu oleh terus memburuknya kemiskinan keluarga mereka. Memburuknya
kemiskinan nelayan tersebut terjadi seiring dengan terus menurunnya pendapatan melaut
mereka (Suhana, 2006).
Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan
berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut
(Kusnadi, 2009:27). Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat
nelayan dalam hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan
di laut untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam
lingkungan itu. Masyarakat nelayan dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal
menetap didaerah pinggir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan yakni dengan
menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring, pancing,dll.
Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan
diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:
1) Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian
2) Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja
dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun
mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.
Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai mata
pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang
bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari
ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya
masyarakat pantai.
2.2 Pengertian Pendidikan
Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogiek yang artinya ilmu
yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak (Ekosusilo, 1993:12).
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan potensi-potensi
pembawaan baik itu berupa jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku di dalam masyarakat dan budaya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa
pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan.
Menurut H. M. Arifin (1996:11) : “Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan
serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada
generasi penerus”.
Zuhairini juga mengkatatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha manusia untuk membimbing
anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung
Dari beberapa pengertian pendidikan diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai
aktivitas dan usaha manusia yang sadar, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada generasi
penerus (si terdidik) terhadap perkembangan pribadinya baik jasmani maupun rohani untuk
mencapai tingkat kedewasaan berfikir dan bertindak.
Pengertian pendidikan menurut jenisnya adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan formal: kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dan
berjenjang , dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf
dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program
spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
2) Pendidikan informal: proses yang berlangsung sepanjang usia, sehingga setiap orang
memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman
hidup sehari-hari (keluarga, tetangga,lingkungan pergaulan, dsb).
3) Pendidikan non formal: setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis. Diluar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas (kursus) untuk tujuan belajar tertentu.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang kedua setelah lembaga pendidikan
informal (keluarga). Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan
pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah
masing-masing.
Tujuan dari pendidikan formal mencakup tiga aspek yaitu:
1) Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui,
2) Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan
apresiasi terhadap nilai-nilai kebudayaan.
3) Aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual
dan motorik.
Tugas sekolah tidak hanya membuat manusia yang mempunyai akal dan pikiran yeng
tinggi dengan memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas
mempengaruhi anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, berkepribadian yang utuh
dan bertanggung jawab dan trampil dalam berbuat(Ekosusilo, 1993:74).
Dalam bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepeda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan berdasarkan landasan pancasila dan UUD
1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya yang dimaksudkan disini
adalah pertama, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua,
berbudi pekerti luhur. Ketiga, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Keempat, sehat jasmani
dan rohani. Kelima, kepribadian mantab dan mandiri. Dan keenam, memiliki rasa tanggung
2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak
Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi
anak. Disitulah anak itu memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman diluar rumah dan
sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
itu. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan.
Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak diluar
keluarga. Disini ia mendapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan
dengan yang dikenalnya di rumah. Kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara
memperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya.
Di lingkungan ini ia berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola
kelakuan yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang dapat digunakan
dalam lingkungan ini, dan ada yang perlu mengalami perubahan dan penyesuaian. Dengan
mengalami konflik disana-sini anak itu lambat laun mengenal kode kelakuan lingkungan itu dan
turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan demikian sosialisasi anak senantiasa
diperluas.Dalam lingkungan itu ia dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi ia dapat juga
mempelajari kelakuan yang buruk, bergantung pada sifat kelompoknya(Nasution, 2010:154-155)
2.4 Teori Pilihan Rasional
Menurut Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) Teori pilihan
rasional memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai
tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada
keperluan). Teori pilihan rasional tak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang
menjadi sumber pilihan aktor.
Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini
memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan
sumber. Aktor mempunyai sumber yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber
daya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar, pencapaian tujuan
mungkin relatif mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang sedikit,
pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali.
Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya
kesempatan (opportunity cost) atau “biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya
yang sangat menarik namun tak jadi dilakukan”. Dalam mengejar tujuan tertentu, aktor tentu
memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi dilakukan itu.
Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila
sumber dayanya tak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya
untuk mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang berupaya mencapai
keuntungan maksimal, dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang untuk
mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai
tujuan kedua yang paling bernilai.
Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Seperti
dinyatakan Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) aktor individual
Merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga mati oleh aturan keluarga dan sekolah;
hukum dan peraturan; kebijakan tegas; gereja; sinagoge dan mesjid; rumah sakit dan pekuburan.
Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya
aturan permainan meliputi norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara secara sistematis
mempengaruhi akibat sosial (Friedman dan Hechter, 1988:202).
Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang
membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tujuan penelitian
kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan dapat
memberikan masukan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan gambaran yang
akan diteliti (Narbuko dan Acmadi, 2004:44). Sedangkan penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numarikal (angka) yang diolah dengan
metode statistika. Penelitian kombinasi ini bertujuan untuk mendapatkan data yang mempunyai
validitas dan reliabilitas yang akhirnya menghasilkan laporan yang bagus.
Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data, tulisan, dan
tingkah laku yang didapat dan apa yang diamati dan juga untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subyek penelitian.
Studi kasus dalam khazanah metodologi, yaitu dikenal sebagai suatu studi yang
komprehensif, intens, rinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah
masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian (Bungin,2003:20).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal kabupaten
Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Alasan dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian
adalah karena di Kelurahan Pasar II Natal ini merupakan salah satu desa atau kelurahan yang
pencari ikan dan juga penjual ikan, selain itu di daerah ini juga mempunyai tingkat pendidikan
yang masih tergolong rendah.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Menurut Burhan Bungin populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari
objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, segala, nilai,
peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data
penelitian (Bungin, 2006 : 100 ). Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak putus sekolah
yang ada di Kelurahan Pasar II Natal, yaitu sebanyak 216 anak putus sekolah laki – laki dan 59
anak putus sekolah perempuan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit
untuk meneliti semua populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang ada, maka
peneliti menggunakan teknik penarikan sampel yaitu Cluster sampling artinya tiap jenis kelamin
laki-laki dan perempuan dan tingkatan mulai putus sekolahnya, yakni di SD dan SLTP dipilah
pengambilan sampelnya (Hasan,2002: 66).
Rumus :
�
=
� 2Keterangan :
�
=
Ukuran SampelN = Ukuran Populasi
e = Persen Kelonggaran Ketidaktelitian karena Kesalahan Pengambilan
Sampel yang Masih Diinginkan (10%)
(Bungin,2009:258)
Populasi anak putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal 275 orang, jadi dalam
pengambilan sampel ini digunakan rumus dan jumlah yang sama dari masing-masing populasi.
1 + 216 × 10% 1 + 59 × 10%
22,6 6,9
`
�
=
22,62
�
=
6,9
2
Jadi, sampel yang diperoleh adalah 11 orang + 3 orang = 14 sampel penelitian. Dengan
kata lain dapat dilihat dari tabel 1 berikut :
Anak Putus
Sampel Per 2 Tingkatan sekolah (SD dan
SLTP)
3.4. Unit Analisis dan Informan
3.4.1. Unit Analisis
Salah satu ciri karakteristik dari penelitian sosial (social research) adalah menggunakan
apa yang disebut dengan ” Unit of Analysis” ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan
pada kebanyakan penelitian sosial individu (Danandjaja,2005:31). Dalam Penelitian ini, yang
menjadi unit analisisnya atau objek kajiannya adalah anak – anak putus sekolah yang ada di
masyarakat nelayan yang tinggal di Kelurahan Pasar II Natal, pihak pemerintah yang terkait,dan
3.4.2. Informan
Informan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Lurah Pasar II Natal, Dinas Pendidikan Kecamatan Natal.
2. Para kepala sekolah dari tingkat SD – SLTA, yang mana kepala sekolah yang
dijadikan sebagai informan adalah kepala sekolah yang sekolahnya banyak diminati
oleh anak-anak dari masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Pasar II Natal.
3. Anak – anak putus sekolah yang ada di Kelurahan Pasar II Natal yang putus sekolah
pada tingkat SD dan SLTP (sederajat) yang berjumlah 14 orang yang dibagi kedalam
dua bagian yaitu masing-masing 7 orang dari tiap sekolah (SD dan SLTP) dan terdiri
dari 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
4. Orang tua dari anak – anak yang putus sekolah.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung kelokasi penelitian (field research) untuk mencari data- data
yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data ini dilakukan
dengan:
1. Observasi partsipatif
Metode pengumpulan data dengan cara peneliti ikut serta dan turut aktif dalam
masyarakat secara langsung agar peneliti dapat secara nyata merasakan dan
2. Wawancara mendalam
Proses Tanya jawab secara langsung ditujukanterhadap informan dilokasi penelitian
dengan menggunakan pedoman wawancara atau panduan wawancara serta menggunakan
alat bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk memudahkan
peneliti menangkap keseluruhan informasi secara lengkap tentang fenomena anak putus
sekolah yang terjadi serta faktor-faktor yang menjadi penyebab anak-anak tersebut putus
sekolah.
3. Kuesioner
Dalam kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang
menyebabkan anak –anak tersebut putus sekolah.
3.5.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui
studi pustaka yang diperlakukan untuk mendukung data primer, adapun bentuk pengumpulan
data sekunder yang dilakukan adalah:
1. Penelitian kepustakaan, Dalam hal ini mencari buku tentang masyarakat nelayan dan
anak-anak putus sekolah.
2. Studi Dokumenter, Dalam hal ini memcantumkan foto-foto di lingkungan masyarakat
nelayan dan kegiatan anak-anak yang putus sekolah.
3.6. Analisis dan Interpretasi Data 3.6.1. Analisis Data
Analisis data kuantitatif adalah memilih atau menyortir data sedemikian rupa sehingga
diperoleh nantinya, maka peneliti akan melakukan pegolahan data dengan menggunakan teknik
statistik yang menggunakan teknik distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus:
�= ��
� × 100%
Keterangan: N: Jumlah Kejadian
Fx: Frekuensi individu
Setelah itu data, dipelajari, dan ditelaah maka dilakukan reduksi data dengan cara abstraksi
yaitu merupakan usaha membuat rangkuman yang terperinci. Langkah selanjutnya adalah
menyususn data-data dalam satuan-satuan kemudian di kategorisasikan setelah itu data dianalisis
menggunakan kuantitatif .
3.6.2. Interpretasi Data
Data – data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Artinya untuk analisis data
tidak dipergunakan model uji statistik dengan memakai rumus – rumus tertentu. Melainkan lebih
ditujukan sebagai tipe penelitian deskripsi dengan studi kasus. Kutipan hasil wawancara sejauh
mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan. Setiap perkembangan
data yang diperoleh akan ditampilkan dalam laporan penelitian. Dengan demikian, kegiatan
analisis data sudah dimulai dilakukan pada saat awal pengumpulan data lapangan dan seterusnya
sampai dengan selesainya pengumpulan seluruh data lapangan. Selanjutnya data – data tersebut
akan dikomparasikan dan diinterpretasikan. Keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba
diinterpretasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami ( versetehen ) dengan sebaik
- baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat memahami dan menemukan
3.7. Jadwal Kegiatan
Tabel 2. Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 Acc Penelitian √
3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar Desain Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √
6 Penelitian Lapangan √ √ √ 7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √ √
8 Bimbingan √ √ √
9 Penulisan Laporan Akhir √ √ √
10 Sidang Meja Hijau √
Bulan ke-Kegiatan
No
3.8. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
tentang metode penelitian ilmiah, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam
penelitian di lapangan yang kurang dari tiga bulan, keterbatasan peneliti dalam menyebarkan
kuesioner karena sulitnya bertemu dengan informan disebabkan karena para informan bekerja
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Natal
Banyak pendapat yang berbeda seputar cikal sebutan nama Natal bagi kota Natal yang kini
terletak di pesisir Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Ada yang menyebut sebutan Natal kali
pertama dituliskan oleh bangsa Portugis yang datang ke Pantai Barat. Ada pula yang menyebut
kata Natal berasal dari ungkapan bahasa Mandailing: Nadatarida atau juga ada yang menyebut
ungkapan bahasa Minangkabau: Tanah nan Data(r).
Pendapat penyebutan kata “Natal” oleh bangsa portugis itu terkait kengototan pada fakta
sejarah penemuan wilayah Natal antara Inggris dengan Portugis yang kontroversial. Inggris
mengklaim menemukan Natal pada tahun 1762. Sedangkan Potugis mengklaim bahwa
merekalah yang memberikan nama pada daerah itu, ketika kedatangan mereka di sana untuk
pertama kalinya, sekitar tahun 1492-1498 bersamaan dengan Hari Raya Natal. Pada abad ke-8 di
daerah sekitar Natal telah berdiri Kerajaan Rana Nata dengan salah satu rajanya bernama Rajo
Putieh atau biasa dipanggil Ranah Nata. Disebut-sebut, dia adalah orang Persia yang
menyebarkan agama Islam di sana.
Puti Balkis Alisjahbana (adik kandung Sutan Takdir Alisjahbana) mengatakan kata Natal
berasal dua ungkapan pendek masing-masing dari bahasa mandailing dan Minangkabau.
Ungkapan bahasa Mandailing “Natarida” (yang terlihat) dari lereng Sorik Marapi. Mengingatkan
kita ketika orang Mandailing memandang dari kawasan lereng gunung sorik marapi ke arah
hamparan Natal. Sampai kini masih banyak orang mandailing menyebut Natal dengan sebutan
M. Joustra, tokoh Bataks Institut, juga menulis Natal dengan sebutan Natar dalam
tuliasannya De toestanden in Tapanoeli en de Regeeringscommissie (1917). Lebih tua dari itu
adalah laporan perjalanan dan penelitian Dr S Muler dan Dr L Horner di Mandailing tahun 1838.
mereka menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak tahun 1756 dan Natar
yang dikuasai Inggris 1751-1756.
4.2. Kota Pemerintahan
Jika ditinjau dari fakta sejarah dan fakta terkini, Natal selalu menjadi pilihan sebagai
basis pemerintahan di kawasan Pantai Barat. Lebih dari itu Natal juga telah menjadi pusat
pendidikan dan perdagangan di kawasan Pantai Barat sejak berabad-abad lalu.
Terkini, bisa dilihat dari pilihan Pemerintah Provinsi Sumut yang menetapkan lokasi
mess mereka di kota Natal. Pemerintah Kabupaten Madina juga membangun mess Pemkab
Madina kota ini. Tentunya, pilihan itu berdasarkan pertimbangan dari berbagai sudut alasan dan
kelayakan.
Pada situs-situs di internet menyebutkan bahwa dahulu Natal adalah kota pelabuhan
penting di muara Batang (Sungai) Natal, tempat berlabuh kapal-kapal besar. Gambaran itu
dikisahkan William Marsden yang pernah tinggal di sana beberapa tahun, dalam bukunya The
History of Sumatera yang terbit di London tahun 1788.
Marsden bertutur, Natal adalah basis yang nyaman untuk berdagang dengan Aceh, Riau,
dan Minangkabau. Semua itu membuat Natal jadi kota yang padat dan makmur. Daerah ini juga
memiliki emas yang sangat baik hingga kini, sejumlah penambang emas tradisional masih bisa
Selanjutnya, pada tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari
11 kecamatan, dua diantaranya berada pada wilayah pantai barat, yakni Kecamatan Natal dan
Kecamatan batang Natal. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang berdiri pertama
kali di wilayah pantai barat adalah Natal dan Batang Natal. Pada tahun 1992 Kecamatan Natal
dipecah menjadi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan, dan Kecamatan
Muara Batang Gadis. Berdasarkan peraturan daerah no.7 tahun 2002, Kecamatan Batang Natal
dipecah lagi menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Natal dan Kecamatan Lingga Bayu.
Sesuai peraturan daerah no.10 tahun 2007 dua kecamatan dimekarkan, yakni Kecamatan Batahan
dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan dan Kecamatan Sinunukan.
Bekas bangunan kantor kontrolir yang ditempati Dowes Dekker atau lebih dikenal
dengan sebutan Multatuli masih berdiri di Natal. Sekitar tahun 1850-an kota Natal menjadi
kawasan sangat ramai sebagai dampak melimpahnya hasil kopi di Mandailing yang digalakkan
Asisten Residen Mandailing Angkola Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan.
Godon membukan jalur dari Mandailing ke Natal untuk kepentingan pengangkutan kopi ke
pelabuhan laut di Natal. Kopi itu dikapalkan ke Eropa melalui pelabuhan Sikara-kara yang saat
itu dapat disinggahi kapal-kapal besar.Wilayah ini merupakan bagian dari wilayah pemerintahan
kolonial Belanda yang terkenal dengan sebutan Sumatras Weskust. Keharuman nama itu terkait
dengan keharuman kopi Mandailing.
Perkembangan kota Natal yang agak signifikan di abad XIX dimulai pada tahun 1840-an
ketika Asisten Mandailing Angkola, Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan
merehabilitasi jalur dari Mandailing ke Natal dalam memperlancar pengangkutan kopi yang saat
jalan Mandailing-Natal ini dilakukan Godon sebagai dampak terjadinya reorganisasi
pemerintahan kolonial pada tahun 1843, berupa penghapusan residensi Air Bangis dengan
membentuk Residensi Tapanuli. Air Bangis dan Rao masing-masing masuk ke Residensi
Padang, sedangkan Mandailing Angkola masuk Residensi Tapanuli. Maka, jalur Mandailing-Air
bangis itu dihentikan. Alternatif terakhir ialah merehabilitasi jalur Mandailing-Natal
menghubungkan Mandailing dengan Natal melalui kaki gunung Sorik Marapi terus ke arah
Natal. Pelabuhan di Natal menjadi penting bagi kolonial dalam upaya memperlancar angkutan
kopi ke Eropa. Situasi ini berdampak pada semakin berkembangnya pula kota Natal saat itu.
4.3. Keadaan Penduduk
Penduduk di daerah kajian atau pesisir pantai barat Mandailing Natal adalah bersuku
Pesisir ( Kecamatan Natal, Muara Batang Gadis dan Kecamatan Batahan ). Umumnya
kekerabatan menurut garis keturunan ayah ( patrilinial ), hanya sedikit yang berdasarkan
kekerabatan menurut garis keturunan Ibu (matrilineal) yang berada di daerah sebelah selatan dan
pesisir. Penduduk yang berada di bagian selatan dan pesisir bayak berasal dari Minangkabau dan
Aceh.
Penduduk pesisir pantai barat Kabupaten Mandailing Natal mayoritas beragama Islam.
Masyarakat di wilayah ini memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda baik dialek maupun bentuk
kata-katanya, tetapi secara umum mereka mengerti bahasa Mandailing. Perkembangan Jumlah
penduduk di wilayah pesisir tempat wilayah kajian ini setiap tahun menunjukkan peningkatan
yang perlu mendapat perhatian, hal ini dapat di lihat dari pertumbuhan penduduk seperti dalam
Tabel 3. Pertumbuhan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal
No. Kecamatan Jumlah Penduduk / Jiwa Laju Pertumbuhan Rata-rata / Tahun(%)
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Natal 2012
Sedangkan kepadatan Penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4. Kepadatan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal
No. Kecamatan Penduduk/Jiwa Kepadatan Penduduk/km2
4.4. Kecamatan Natal
Seperti telah di singgung sebelumnya, Kecamatan Natal Merupakan Kecamatan Yang
bernaung di Kabupaten Mandailing Natal.Kecamatan ini berada di sebelah pesisir barat
Kabupaten mandailing Natal dan berbatasan langsung dengan Pantai.
Pada awalnya, Kabupaten Mandailing adalah wilayah bagian administrasi Kabupaten Tapanuli
Selatan. Kabupaten Madina resmi berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 23
November 1998, yang ditetapkan melalui UU Nomor 12 tahun 1998. Kabupaten Mandailing
Natal terdiri dari 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan saat dimekarkan pada 1998. Sejak
2003, jumlah kecamatan dan desa bertambah menjadi 17 kecamatan, 322 desa, dan 7 kelurahan.
Dan di dalamnya termasuk kecamatan Natal.
Daerah yang bernama Natal di Indonesia tidaklah begitu di kenal.Tidak mengherankan
karena Natal sekarang ini hanya sebuah kecamatan kecil yang berada di wilayah kabupaten
Mandailing Natal di provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1841 Pemerintah kolonial belanda
menciptakan Residensi Tapanuli Selatan dengan ibukotanya Sibolga. Ketika itu belum
ditetapkan, apakah Natal termasuk padang atau Sibolga.Baru pada bulan Juli 1843 diputuskan
bahwa Natal masuk residensi Tapanuli Selatan. Jalan untuk mencapai daerah Natal pun masih
agak sulit.Hutannya masih lebat ditambah lagi dengan barisan gunung-gunung dan bukit yang
terjal yang tersohor dengan nama Bukit barisan.Kini, kota kecil Natal merupakan ibukota
kecamatan yang terletak di dataran rendah di tepi Samudera Hindia.Secara geografis, kecamatan
Natal terletak di pantai Barat pulau Sumatera dan masuk kedalam Provinsi Sumatera Utara.
Sebelah utara bebatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibukotanya Sibolga.
Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.Sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pasaman Yang merupakan bagian dari daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat.
Sebelah Timur berbatasan dengan Muara Sipongi, Kotanopan dan Penyabungan.Ketiga
kecamatan ini tergabung dalam Kabupaten Mandailing Natal.
Luas Kecamaan Natal meliputi Seperlima dari total Luas Kabupaten mandiling Natal
atau sekitar 93.537 Ha, diantaranya seluas kurang lebih 461 Ha adalah hutan milik pemerintah.
Jumlah penduduknya lebih kurang 25.704 Jiwa pada tahun 2007 dengan luas pemukiman seluas
7.376,4 Ha atau sekitar 2% dari luas daerah kecamatan Natal. Bahasa yang digunakan sebagai
bahasa pengantar oleh masyarakat sehari-hari adalah bahasa Minangkabau (sebuah kabupaten di
Sumatera Barat yang ibukotanya Painan) dengan dialek pesisir Selatan.Di kota inilah dahulunya
berdiri kerajaan Indrapura , satu dari beberapa kerajaan kecil yang tergabung dalam kerajaan
Minangkabau. Konon leluhur pertama raja-raja natal adalah Rajo Putih dan pangeran Inra Sultan
berasal dari kerajaan ini. Bagi kebanyakan orang, kata natal artinya kelahiran (Natality).Khusus
bagi umat Nasrani atau Kristen, Hari Natal merupakan hari besar yang selalu diperingati pada
tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.Jika kita memperhatikan peta Afrika
maka kita akan mendapati sebuah kota yang bernama sama yang berada di pantai Timur Afrika
Selatan.Konon kata Natal diberikan oleh pelaut-pelaut Portugis yang merupakan Bangsa Eropa
pertama yang melakukan ekspedisi ke benua Afrika dan Asia termasuk sampai ke daerah
Natal.Pelaut Portugis pertama kali mendarat di tempat itu bertepatan dengan tanggal 25
Desember. Kapan kedatangan bangsa Portugis pertama kali ke Natal tidak di ketahui dengan
bangsa Portugis mulai singgah di Pelabuhan bangsa Natal pada masa Pemerintahan Tuanku besar
Si Intan, mangkat pada 12 Mei 1823.
4.4.1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalahperbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu dan pasir dari
suatu masa tanah.Keadaan tekstur tanah di kecamatan Natal dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 5. Keadaan Tekstur Tanah di Kecamatan Natal
No. Kecamatan Halus (Ha) Sedang (Ha) Kasar (Ha) Luas (Ha)
1. Natal 263.610 3.145 8.725 275.480
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Natal 2012
4.4.2. Hidrologi dan Kehutanan
Dalam hidrologi dijelaskan tentang air yang ada di permukaan bumi, seperti
sumber-sumber air. Salah satu sumber-sumber air adalah sungai yang memiliki Daerah Aliran Sungai ( DAS ).
Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang disamping mengeluarkan air juga
mengangkut sedimen terkandung dalam air sungai tersebut. Penghasil sedimen terbesar adalah
erosi permukaan lereng gunung , pegunungan, sungai dan bhan-bahan hasil letusan gunung
berapi.
Pola DAS sangat dipengaruhi oleh keadaan morfologis, topografi,dan bentuk wilayah disamping
bentuk atau corak DAS itu sendiri. Diwilayah Natal ada beberapa DAS yaitu:
1. Daerah Aliran Sungai Batang Batahan
3. Daerah Aliran Sungai Batang Bintuas
4. Daerah Aliran Sungai Batang Tabuyung
Seluruh DAS tersebut mengalirkan airnya ke Samudera Indonesia.
4.5. Kelurahan Pasar II Natal
Kelurahan Pasar II Natal merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Natal.
Kelurahan Pasar II Natal ini terletak di daerah pinggiran pantai dari Kecamatan Natal. Mayoritas
penduduk di Kelurahan Pasar II Natal ini bermata pencaharian sebagai Nelayan. Di Kelurahan
Pasar II Natal terdapat dua sarana ibadah yaitu surau, dan sarana pendidikan berjumlah satu
sekolah yaitu Sekolah Dasar. Kemudian dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada di
Kelurahan Pasar II Natal dan dengan bermacam suku yang ada yang berasal dari penduduk asli
setempat maupun pendatang yang menetap dan bermukin di kelurahan ini sehingga masyarakat
di Kelurahan Pasar II Natal dapat dikatakan masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam
perbedaan yang ada di dalamnya, baik itu perbedaan agama maupun perbedaan suku.
Skema 1.1
Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Pasar II Natal
Lurah
Lurah
(Sumber : Profil Kantor Lurah Pasar II Natal, 2012)
Keterangan :
Lurah : Amrin B. S.Sos
Sekretaris Lurah : Evi S.sos
Kepala Seksi (Kasi) :
Pembangunan : Adarni S.Sos
Pemerintahan : Miskah Rangkuti S.Sos
4.6. Karakteristik Informan
Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya elemen yang sangat penting dalam
pengumpulam data, demikian juga halnya dalam penelitian ini. Penetapan didalam pengambilan
informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi akurat dan
terjamin secara valid. Informan yang diambil oleh peneliti adalah sebanyak 24 orang yang
dianggap sebagai orang yang mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti yang terbagi
dalam 2 informan dari pemerintahan, 3 orang dari pihak sekolah yakni SD, SMP, dan SMA, 14 Kasi
Pemerintahan Kasi
orang anak putus sekolah, dan 5 orang dari orang tua anak-anak yang putus sekolah tersebut.
Oleh karena itu, berikut ini adalah karakteristik dan profil dari 24 informan tersebut.
4.7. Profil Informan
1. Lurah Pasar II Natal
Nama : Amrin B. S.Sos (AB)
Usia : 51 Tahun
Pekerjaan : Lurah Pasar II Natal
Pak Amrin B merupakan Lurah di desa Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten
Mandailing Natal. Pak AB lahir pada tanggal 5 April 1963. Pak AB telah berusia 51 Tahun. Pak
AB adalah putra daerah asli dari Kecamatan Natal, tetapi sebenarnya ia bukanlah warga dari
Kelurahan Pasar II Natal yang sedang dipimpinnya saat ini sebagai lurahnya. Pak AB sebenarnya
adalah warga dari salah satu desa di kecamatan Natal yakni Desa Pasar IV Natal dimana Desa
Pasar IV ini adalah tempat dimana orang tuanya tinggal dan menetap dulu ketika masih hidup.
Pak AB dilahirkan di Natal tepatnya di desa Pasar IV Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing
Natal. Pada saat ini Pak AB telah memiliki seorang istri dan 4 orang anak yang terdiri dari 2
orang anak kandung dari Pak AB dan 2 orang lagi anak hasil dari pernikahan terdahulu istrinya
sebelum dengan Pak AB. Sebelum menikah dengan Pak AB status istrinya ini adalah seorang
janda dengan 2 anak. Anak – anak Pak AB sekarang yang paling besar adalah perempuan, ia
sudah tamat SMA dan ia tidak melanjutkan sekolah lagi ke jenjang perkuliahan. Dulu ia juga
sempat merantau ke Medan untuk bekerja dan sekarang sudah kembali lagi ke kampung tinggal