• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla sebagai Penyerap Amonia dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla sebagai Penyerap Amonia dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI

PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN

DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Oleh

SERMAIDA HOTMARIA HARAHAP 117006030/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI

PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN

DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERMAIDA HOTMARIA HARAHAP 117006030/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLAH SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI

LIMBAH CAIR PETERNAKAN DI

SIMALINGKAR B MEDAN Nama Mahasiswa : Sermaida Hotmaria Harahap

Nomor Pokok : 117006030

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Harlem Marpaung Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Basuki Wirjosentono, MS.Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung

Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil 2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Jamahir Gultom, Ph.D

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN

DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil

karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan

sumbernya dengan benar.

Medan, 27 April 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Sermaida Hotmaria Harahap, S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 17 Nopember 1970

Alamat Rumah : Jl. Pelita IV Gg. Pelita No. 1 Medan

Telepon / HP : (061) 6610757 / 082167772556

Email : sermaida.harahap@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan

Alamat Kantor : Jln. Irian Barat No. 37 Sampali

Telepon / Faks / HP :

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Swasta HKBP Padangsidimpuan Tamat : 1983

SMP : SMP Negeri 6 Padangsidimpuan Tamat : 1986

SMA : SMA Negeri 2 Padangsidimpuan Tamat : 1989

D-3 : Pendidikan Kimia IKIP Negeri Medan Tamat : 1992

Strata-1 : Pendidikan Kimia IKIP Negeri Medan Tamat : 1999

(7)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN

DI SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRAK

Pemanfaatan zeolit alam Sarulla yang telah diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam untuk menyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi, telah dilakukan dengan berbagai variasi massa zeolit. Massa zeolit yang digunakan 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Metode analisis terhadap daya adsorpsi zeolit dilakukan dengan metode impregnasi basa, zeolit direndam selama 3 jam dalam 100 ml sampel limbah cair peternakan babi. Analisis ammonia dalam filtrat hasil impregnasi zeolit menggunakan spektofotometer visibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi mula-mula sebesar 427,23 mg/L setelah penambahan zeolit didapat Z1 (281,6 mg/L), Z2 (224,73 mg/L), Z3 (175,1434 mg/L), Z4 (132,7595 mg/L), Z5 (96,244 mg/L), Z6 (92,9838 mg/L), Z7 (54,4256 mg/L) dan Z8 (8,203 mg/L). maka didapat kapasitas adsorpsi optimum pada penambahan 100 g zeolit alam Sarulla dengan daya serap 98,08%. Karakterisasi zeolit alam Sarulla hasil impregnasi menggunakan spektofotometer FTIR nampak puncak / spectra baru pada 1537 cm-1 merupakan ammonium yang terperangkap oleh zeolit alam Sarulla. Karakterisasi zeolit awal (Z0) dengan difraksi sinar – X menunjukkan bahwa deposit zeolit alam Sarulla yang digunakan adalah jenis anortit – monmorilonit.

Kata Kunci : Zeolit alam, Ammonia, limbah cair peternakan.

(8)

UTILIZATION OF NATURAL ZEOLITE SARULLA AS AMMONIA ADSORB FROM FARM WASTE WATER AT SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRACT

Utilization of natural zeolite Sarulla which has been activated at a temperature of 3000C for 3 hours to absorb ammonia in pig farm waste water has performed with a variety of zeolite mass. The zeolit mass which used are 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Methods of analysis of the zeolite adsorption performed with alkaline impregnation method, zeolite soaked for 3 hours in a 100 ml sample of pig farm wastewater. Analysis of ammonia in the filtrate of zeolite impregnation results is using visible spectrophotometer. The results showed that the initial concentration of ammonia in the effluent pig farm samples is 427.23 mg / L after the addition of zeolite obtained Z1 (281.6 mg / L), Z2 (224.73 mg / L), Z3 (175, 1434 mg / L), Z4 (132.7595 mg / L), Z5 (96.244 mg / L), Z6 (92.9838 mg / L), Z7 (54.4256 mg / L) and Z8 (8.203 mg / L ). It is then obtained the optimum adsorption capacity of addition 100 g of natural zeolite Sarulla with absorption of 98.08%. Characterization of natural zeolite Sarulla impregnation result using FTIR spectrophotometer visible peak / new spectra at 1537 cm-1 represents ammonium trapped by natural zeolite Sarulla. Initial zeolite (Z0) characterization with diffraction - X ray indicates that the natural zeolite Sarulla deposits used is the anortit – montmorillonite type.

(9)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa Yang

Maha Kuasa Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla Sebagai Penyerap Ammonia Dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan” ini dapat diselesaikan.

Dengan diselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Dr.

Sutarman, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Prof. Basuki

Wirjosentono, MS, Ph.D, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr.

Hamonangan, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada

Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya ditujukan

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Dr.

Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran

menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Bapak Jamahir Gultom, Ph.D, dan

Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, selaku penguji yang telah banyak

memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Ir. P. Pakpahan suami tercinta serta anak-anak saya yang tersayang Porman

Pakpahan, Daniel Pakpahan, Johannes Pakpahan, dan Jonatan Pakpahan, yang

telah memberi doa restu serta dorongan moril maupun materil sehingga penulis

(10)

4. Bella dan Indah, serta teman-temannya selaku Asisten Laboratorium Analitik

FMIPA USU.

5. Rekan-rekan angkatan 2011, Kakak Susilawati, Boston Pasaribu, Pantas Silaban,

Ria Nasution, Nelly Sihombing, Puji Purworini, Kakak Rislima Sihombing, Kakak

Terkelin Ginting, dan kawan-kawan lain yang tidak bisa kusebutkan satu persatu

atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama

penelitian, dan rekan-rekan guru SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan yang telah banyak

memberikan motivasi, dorongan, dan doa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Peternakan Babi 6

2.2 Limbah Peternakan Babi 6

2.3 Manur Babi 6

2.4 Proses Pembentukan ammonia dan hidrogen sulfida 8

2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi 8

2.4.2 Proses pembentukan hidrogen sulfida dalam peternakan babi 9

2.5 Dampak negatif ammonia dan hidrogen sulfida terhadap kesehatan 9

2.6 Zeolit 11

2.7 Aktivasi Zeolit Alam 13

2.8 Sifat-sifat zeolit 14

(12)

2.8.1.1 Luas Permukaan Zeolit 17

2.8.2 Sifat pertukaran ion dari zeolit 16

2.9 Zeolit alam Sarulla 16

2.10 Penentuan Ammonia 18

2.10.1 Metode Nessler 18

2.10.2 Spektofotometri UV – Vis 18

2.11 Pemanfaatan zeolit alam 19

BAB 3 METODE PENELITIAN 20

3.1 Bahan 20

3.2 Alat 20

3.3 Prosedur Penelitian 20

3.3.1 Pembuatan Reagent 20

3.3.1.1 Larutan NaOH 6 N 20

3.3.1.2 Reagent Nessler 21

3.3.1.3 Larutan ammonia 1000 mg/L 21

3.3.1.4 Larutan Standar ammonia 100 mg/L 21

3.3.1.5 Larutan Seri standar ammonia 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ;

10 mg/L 21

3.3.1.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar

Amm7nia 21

3.3.2 Pengambilan Sampel Zeolit 22

3.3.3 Pengambilan sampel limbah cair peternakan babi 22

3.3.4 Preparasi Zeolit alam Sarulla dan aktivasi 22

3.3.5 Preparasi sampel limbah cair peternakan babi 23

3.3.6 Penentuan ammonia yang diserap oleh zeolit aktif 23

3.3.7 Karakterisasi zeolit 23

3.4 Bagan Penelitian 24

3.4.1 Pengolahan zeolit 24

(13)

3.4.1.2 Aktivasi Zeolit 24

3.4.1.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan seri standar ammonia 25

3.4.1.4 Penentuan ammonia yang diserap oleh zeolit aktif 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Hasil Penelitian 27

4.1.1 Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva

kalibrasi 27

4.1.1.1 Penurunan Persamaan garis regresi 27

4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi 28

4.1.2 Hasil data pengukuran kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla 28

4.1.3 Perhitungan 30

4.1.3.1 Penentuan kadar Ammonia di dalam sampel limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit

alam Sarulla 30

4.1.3.2 Penentuan Kadar Amonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10g zeolit

alam Sarulla 30

4.1.3.3 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 20 g zeolit

alam Sarulla 30

4.1.3.4 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit

alam Sarulla 31

4.1.3.5 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi penembahan 40 g zeolit alam

Sarulla 31

4.1.3.6 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 50 g zeolit

alam Sarulla 32

4.1.3.7 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah Cair peternakan babi penambahan 60 g zeolit alam

Sarulla 32

4.1.3.8 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 80 g zeolit

(14)

4.1.3.9 Penentuan Kadar ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit

alam Sarulla 33

4.1.4 Penentuan Persen Penyerapan ammonia 34

4.1.4.1 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

10 g zeolit alam Sarulla 34

4.1.4.2 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

20 g zeolit alam Sarulla 34

4.1.4.3 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

30 g zeolit alam Sarulla 34

cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit

alam Sarulla 34

4.1.4.4 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

40 g eolit alam Sarulla 34

4.1.4.5 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

50 g zeolit alam Sarulla 34

4.1.4.6 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

60 g zeolit alam Sarulla 35

4.1.4.7 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

80 g zeolit alam Sarulla 35

4.1.4.8 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan

100% zeolit alam Sarulla 35

4.2 Pembahasan 35

4.2.1 Preparasi Zeolit 35

4.2.2 Preparasi Sampel limbah cair peternakan 36

4.2.3 Uji Adsorpsi 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Manur yang Dihasilkan Oleh Seekor Ternak Babi 8

Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di Dalam Manur Ternak Babi 8

Tabel 2.3 Dampak Terpaparnya Gas Ammonia pada Manusia 10

Tabel 2.4 Dampak Terpaparnya Gas Hidrogen Sulfida pada Manusia 11

Tabel 2.5 Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H2S 11 Tabel 2.6 Komposisi Kimia Zeolit Alam Sarulla 17

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Persamaan Garis Regresi Untuk Larutan

Standar Ammonia 27

Tabel 4.2 Konsentrasi Ammonia Dalam Sampel Limbah Cair Peternakan

Babi Sebelum Penambahan Zeolit 29

Tabel 4.3 Konsentrasi Ammonia Dalam Sampel Limbah Cair Peternakan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit 12

Gambar 2.2 Proses adsorpsi – desorpsi berbagai kation dalam zeolit 15

Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis 19

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran1. Hasil Pengukuran Larutan Standar Ammonia Secara

Spektofotometri Visibel 49

Lampiran 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ammonia Hasil Penukuran 49

Lampiran 3 Pengukuran Konsentrasi Ammonia (mg/L) dengan Penambahan Zeolit Alam Sarulla pada Waktu Kontak

Selama 3 Jam 50

Lampiran 4. Kurva Daya Serap Zeolit Alam Sarulla Dengan Variasi

Massa 50

Lampiran 5. Grafik Kapasitas Adsorpsi Zeolit Alam Sarulla 51

Lampiran 6. Specta – FTIR Zeolit Alam Sarulla Setelah diimpregnasi 52

Lampiran 7. Komposisi Zeolit Alam Sarulla Hasil Pengujian Teknologi

(18)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN

DI SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRAK

Pemanfaatan zeolit alam Sarulla yang telah diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam untuk menyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi, telah dilakukan dengan berbagai variasi massa zeolit. Massa zeolit yang digunakan 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Metode analisis terhadap daya adsorpsi zeolit dilakukan dengan metode impregnasi basa, zeolit direndam selama 3 jam dalam 100 ml sampel limbah cair peternakan babi. Analisis ammonia dalam filtrat hasil impregnasi zeolit menggunakan spektofotometer visibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi mula-mula sebesar 427,23 mg/L setelah penambahan zeolit didapat Z1 (281,6 mg/L), Z2 (224,73 mg/L), Z3 (175,1434 mg/L), Z4 (132,7595 mg/L), Z5 (96,244 mg/L), Z6 (92,9838 mg/L), Z7 (54,4256 mg/L) dan Z8 (8,203 mg/L). maka didapat kapasitas adsorpsi optimum pada penambahan 100 g zeolit alam Sarulla dengan daya serap 98,08%. Karakterisasi zeolit alam Sarulla hasil impregnasi menggunakan spektofotometer FTIR nampak puncak / spectra baru pada 1537 cm-1 merupakan ammonium yang terperangkap oleh zeolit alam Sarulla. Karakterisasi zeolit awal (Z0) dengan difraksi sinar – X menunjukkan bahwa deposit zeolit alam Sarulla yang digunakan adalah jenis anortit – monmorilonit.

Kata Kunci : Zeolit alam, Ammonia, limbah cair peternakan.

(19)

UTILIZATION OF NATURAL ZEOLITE SARULLA AS AMMONIA ADSORB FROM FARM WASTE WATER AT SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRACT

Utilization of natural zeolite Sarulla which has been activated at a temperature of 3000C for 3 hours to absorb ammonia in pig farm waste water has performed with a variety of zeolite mass. The zeolit mass which used are 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Methods of analysis of the zeolite adsorption performed with alkaline impregnation method, zeolite soaked for 3 hours in a 100 ml sample of pig farm wastewater. Analysis of ammonia in the filtrate of zeolite impregnation results is using visible spectrophotometer. The results showed that the initial concentration of ammonia in the effluent pig farm samples is 427.23 mg / L after the addition of zeolite obtained Z1 (281.6 mg / L), Z2 (224.73 mg / L), Z3 (175, 1434 mg / L), Z4 (132.7595 mg / L), Z5 (96.244 mg / L), Z6 (92.9838 mg / L), Z7 (54.4256 mg / L) and Z8 (8.203 mg / L ). It is then obtained the optimum adsorption capacity of addition 100 g of natural zeolite Sarulla with absorption of 98.08%. Characterization of natural zeolite Sarulla impregnation result using FTIR spectrophotometer visible peak / new spectra at 1537 cm-1 represents ammonium trapped by natural zeolite Sarulla. Initial zeolite (Z0) characterization with diffraction - X ray indicates that the natural zeolite Sarulla deposits used is the anortit – montmorillonite type.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ternak babi merupakan komoditi peternakan yang diusahakan oleh sebagian

masyarakat di Sumatera Utara, sebab ternak babi mempunyai pemasaran dan harga

yang baik, serta produk olahnya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional.

Sehingga usaha ini berperan cukup besar dalam menunjang ekonomi keluarga.

Disamping itu, pemeliharaannya relatif mudah dan perkembangbiakannya cepat

(Firdaustkubh – 2003).

Menurut data statistik peternakan Sumatera Utara – 2007, jumlah produk ternak babi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Besarnya permintaan akan ternak

babi disamping sebagai pemenuhan permintaan konsumsi rumah tangga, tetapi juga

dikarenakan masyarakatnya (khususnya suku Batak) membutuhkan dalam segala

kegiatannya, baik dibidang agama, sosial kemasyarakatan, adat budaya, maupun dalam

relasi persahabatan (Sihombing, D.T., 1997).

Ada dua tipe pemeliharaan ternak babi yang dilakukan oleh masyarakat di

Sumatera Utara, yaitu pemeliharaan usaha besar dengan jumlah lebih dari 10 ekor dan

usaha rumah tangga dengan jumlah berkisar antara 2 – 10 ekor. Sebagian besar masyarakat di Sumatera Utara memelihara ternak babinya dalam usaha rumah tangga

(Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2007). Pemeliharaan secara rumah tangga ini

dilakukan dengan mengandangkan ternak babinya di pekarangan rumah, kandang

dibuat secara permanen berlantai semen. Pengandangan dan peningkatan populasi

ternak babi ini menimbulkan masalah yaitu pencemaran lingkungan dan masalah

kesehatan, baik kesehatan masyarakat maupun ternak itu sendiri. Kedua masalah

tersebut terutama disebabkan gas-gas perombakan senyawa organik dari kotoran

(manur) ternak babi oleh mikro organisme di udara. Bau tidak enak/ menyengat sering

menimbulkan protes dari masyarakat yang disekitar rumahnya terdapat kandang ternak

(21)

protein yang tidak sempurna dalam kotoran (manur) ternak babi yang diubah menjadi

ammonia (NH3) atau ammonium.

Ammonia dalam konsentrasi kecil menimbulkan bau tidak enak/ menyengat.

Namun dalam konsentrasi yang besar dapat berdampak pada masalah pernapasan,

iritasi, bahkan kematian (Weillinger, 84). Oleh karena itu perlu dicari cara pencegahan

/ penanggulangan bau tidak enak / menyengat dari kotoran (manur) ternak babi

tersebut. Salah satu ide / pemikiran adalah dengan memanfaatkan sifat daya serap yang

tinggi dari bahan zeolit alam, yang telah sering dipakai sebagai bahan adsorben untuk

beberapa gas berbahaya. Keuntungan lain penggunaan zeolit terletak pada sifat

lemahnya ikatan ion-ion logam alkali / alkali tanah yang dapat digantikan oleh ion

ammonium.

Secara alami terdapat deposit zeolit di beberapa wilayah bumi Indonesia,

termasuk di Sumatera Utara, endapan zeolit tersebar luas didaerah (termasuk daerah

Sarulla) dengan jumlah cadangan yang diperkirakan cukup besar akan tetapi belum

dimanfaatkan secara optimal (Balitbang SU – 2004).

Penelitian penggunaan zeolit alam sebagai penyerap telah banyak dilakukan

sebelumnya, seperti pengaruh suhu aktivasi terhadap struktur zeolit alam Sarulla,

dimana suhu aktivasi zeolit alam sarulla optimal pada suhu 3000 C (Anita Sipayung, 1994). Adsorpsi nitrogen dari limbah cair dengan zeolit alam ternyata dengan aktivasi

zeolit, dapat meningkatkan daya adsorpsi terhadap nitrogen dalam limbah cair

(Widjajanti E, 2008). Analisa kadar ammonia, nitrat, TSS dan TDS dari limbah cair

peternakan babi, ternyata kadar ammonia tinggi dalam limbah cair ternak babi

(Tampubolon R.H, 2010). Optimasi pH dan waktu perendapan pada penyerapan

ammonium klorida dan natrium sulfida oleh zeolit alam aktif, ternyata penyerapan

ammonia yang optimum oleh zeolit alam Sarulla berada pada pH 6 dalam waktu 3 jam

perendaman. (Nasution, D.S, 2004).

1.2.Permasalahan

(22)

Bagaimana kemampuan Zeolit Alam Sarulla sebagai penyerap ammonia dari limbah

cairpeternakan babi.

1.3.Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini menggunakan Zeolit Alam Sarulla jenis anortit – monmorilonit yang diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam.

2. Variasi massa aktif yang digunakan sebagai penyerap adalah 10 g, 20 g, 30 g, 40

g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g, dalam 100 ml limbah cair peternakan babi.

3. Sampel limbah cairpeternakan babi yang diambil tidak mempermasalahkan

waktu,jeniskelamin,dan umur.

1.4.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan zeolit alam Sarulla sebagai penyerap ammonia dari

limbah cair peternakan babi dengan suhu aktivasi 3000C dan massa zeolit yang optimum.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam pemanfaatan

zeolit alam untuk menyerap ammonia dari limbah cairpeternakan babi.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian ini merupakan penelitian laboratorium,sampel diambil secara

purposif

2. Pada penelitian digunakan metode impregnasi basah, yaitu perendaman zeolit

dalam limbah cairpeternakan babi selama 3 jam, dengan berbagai variasi massa

(23)

3. Zeolit yang digunakan diambil dari Sarullah Kecamatan Pahae Kabupaten

Tapanuli Utara

4. Zeolit diayak pada 100 mesh.

5. Aktivasi Zeolit dilakukan secara fisika yaitu pemanasan pada suhu 3000C selama 3 jam.

6. Sampel yang digunakan adalah limbah cair peternakan babi dari limbah

kandang peternakan Simalingkar B Medan

7. Karakterisasi zeolit dengan menggunakan Analisis Difraksi Sinar-X dan

Spektrofotometer FTIR.

8. Analisis ammonia/ amonium menggunakan spektrofotometer visibel dengan λmaks = 410 nm

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Peternakan Babi

Ternak babi adalah binatang omnivora, yang artinya mereka mengkonsumsi tumbuhan

dan hewan. Satu tipe babi memiliki kepala besar dengan moncong yang panjang dan

diperkuat dengan tulang prenasal tertentu dengan cakra cartilage diujung. Ternak babi

memiliki 44 buah gigi, gigi taring yang disebut tusk, tumbuh secara berkesinambungan

dan dipertajam oleh gesekan satu sama lain antara taring bawah dan atas.

Perkembangbiakan babi terjadi sepanjang tahun di daerah tropis, tapi puncak kelahiran

terjadi sekitar musim hujan. Babi betina bisa hamil pada umur sekitar 8 – 18 bulan. Dia akan mengalami estrus setiap 21 hari, jika tidak dibiakkan. Babi jantan aktif secara

seksual pada usia 8 – 10 bulan. Seperindukan babi antara 6 dan 12 anak babi. Setelah yang mudah disapih, dua atau lebih keluarga mungkin datang bersamaan sampai

musim kawin berikutnya. Ternak babi tidak memiliki kelenjar keringat fungsionil, jadi

ternak babi mendinginkan dirinya sendiri menggunakan air atau lumpur selama cuaca

panas. Mereka juga menggunakan lumpur untuk melindungi kulit dari terbakar oleh

sinar matahari.

Ternak babi telah dijadikan hewan domestik sejak zaman purbakala. Ternak babi

didiami parasit dan penyakit yang dapat ditularkan pada manusia, mencakup

trichinosis, taenia solium (Firdaustkubh – 2009).

Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial

untuk dikembangkan, karena ternak babi dan produk olahannya cukup baik sebagai

komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai

negara seperti Singapore dan Hongkong (Fauzil, 2011). Berdasarkan data statistik

peternakan tahun 2010, populasi ternak babi tertinggi setelah Nusatenggara Timur

adalah Sumatera Utara, permintaan ternak babi tidak hanya berasal dari dalam propinsi

bahkan dari luar propinsi cukup besar seperti Jakarta dan Pekan Baru.

(25)

2.2 Limbah Peternakan Babi

Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air. Sumber

pencemaran/ kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha peternakan babi

adalah berupa kotoran (feces dan urine), ceceran pakan dan minum ternak babi, dan air

cucian untuk memandikan ternak babi atau pembersihan kandang (Wanatabe, 1996).

Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang tidak enak/

menyengat dan penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk

perombakan senyawa organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di udara.

Senyawa organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa multikompleks,

diantaranya asam-asam amino protein sehingga menyebar bau menyengat/ tidak enak.

Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan oleh peternakan babi

bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Selain menimbulkan bau yang

menyengat/tidak enak, gas-gas produk perombakan kotoran ternak babi (hidrokarbon

ringan terutama CH4, CO2 dan NOx) terakumulasi di udara dan memberi kontribusi

bagi pemanasan global (Firdaustkubh, 2009).

Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah, dan

urine ternak babi yang mengalir terbawa air hujan. Yang mengandung senyawa

organik, limbah cair ini akan meningkatkan BOD air, yang menyebabkan turunnya

kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu perairan turun, maka kehidupan

biota air seperti ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak

sehat digunakan untuk kebutuhan MCK, karena akan mengakibatkan gatal-gatal

(Aritonang, D. 1993).

2.3 Manur Babi

Manur babi terdiri dari limbah cair dan feces yang merupakan sisa dari pencernaan

makanan yang dikeluarkan oleh tubuh ternak babi,melalui proses defikasi dan limbah

cairasi. Seekor babi menghasilkan manur yang berbeda-beda,tergantung pada berat

(26)

Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi

Bobot Badan (kg) Jumlah Manur segar (kg/ekor/hari) Maramba (1978) Sihombing dkk (1981) 20

dapatdicerna,sehingga didalam manur(limbah cair dan feces) ternak babi masih

terkandung zat makanan.Kandungan zat makanan tersisa dalam manur babi dapat

dilihat pada tabel2.1.

Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di dalam Manur Babi

Zat makanan Manur babi

Basah(%) Kering (%)

Adanya zat-zat makanan di dalam manur,menjadikannya sebagai media yang

(27)

bahan-bahan dalam manur (limbah cair dan feces) ternak babi menjadi senyawa yang

lebih sederhana. Gas ammonia dan hydrogen sulfide terbentuk dari protein dalam

manur(limbah cair dan feces).Kedua gas ini menimbulkan bau tidak enak

(Noren,1977;Curtis,1983).

2.4.Proses Pembentukan ammoniadan Hidrogen Sulfida 2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi

Menurut Swingle dan Walter (1997),gas ammonia terbentuk dengan tiga cara yaitu:

1. Dekomposisi Protein.Protein diuraikan oleh bakteri proteolitik menjadi asam

amino.Asam amino mengalami deaminasi menghasilkan ammonia dan melalui

proses ini dihasilkan ammonia paling banyak.

2. Hidrolisis Urea.Urea yang sebagian besar berasal dari limbah cair bersama asam

urat dihidrolisis oleh enzim urease membentuk ammonium karbonat,yang mudah

terurai menjadi gas ammonia,karbon dioksida dan air.

3. Reduksi Nitrat.Nitrat tereduksi menjadi Nitrit dan selanjutnya Nitrit tereduksi

menjadi gas ammonia.

Munculnya ammonia dalam kotoran merupakan hasil dari sisa proses pencernaan

protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan

banyak unsur Nitrogen (N) didalam kotoran yang selanjutnya sisa protein itu diubah

menjadi ammonia (NH3) atau ammonium. Ammonia dalam konsentrasi yang kecil akan menimbulkan bau yang tidak enak, namun dalam konsentrasi yang besar dapat

berdampak pada masalah pernapasan, iritasi, serta dalam menyebabkan kematian.

Adanya siklus Nitrogen (nitrifikasi) akan menyebabkan ammonia teroksidasi

menjadi nitrit oleh Bakteri Nitrosomonas yang kemudian teroksidasi menjadi nitrat

oleh Bakteri Nitrobacter yang berlangsung secara anaerob. Nitrat yang terbentuk

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan alga di perairan sehingga dapat

menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang selanjutnya dapat memacu pertumbuhan alga

dan tumbuhan air secara pesat. Hal ini dapat mengurangi dan menghalangi masuknya

cahaya matahari ke dalam perairan. Nitrat yang terdapat dalam perairan dalam jangka

(28)

Kandungan nitrat yang banyak juga dapat menyebabkan depresi, sakit kepala dan

dapat menyebabkan kematian (Banon C, 2008).

2.4.2 Proses Pembentukan Hidrogen Sulfida dalam peternakan babi

Gas hidrogen sulfida terbentuk dari asam amino yang memiliki ikatan dengan atom

sulfur seperti sistein dan metionin. Dalam kondisi anaerob atau sedikit oksigen, bakteri

genus Desulfobibria menguraikan sistein dan metionin menjadi hidrogen sulfida,

ammonia, asam asetat dan asam formiat. Sedangkan dalam kondisi aerob sistein dan

metionin mengalami desimilasi menjadi gas hidrogen sulfida.

2.5 Dampak Negatif Ammoniadan Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan

Gas Ammonia merupakan gas yang bersifat racun dan berbau tidak enak

(Weillinger,1984).Keberadaan gas Ammonia menyebabkan gangguan kesehatan pada

ternak dan manusia.Terutama gangguan terhadap saluran pernafasan ( Headon,1992).

Gas Ammonia berbau menyengat keras dan pedas.Baunya mulai tercium pada

konsentrasi 5 ppm(Kavanagh,1992).Konsentrasi gas Ammonia pada peternakan babi

yang intensif dapat mencapai 30-50 ppm (Curtis, 1983).Gas Ammonia paling banyak

menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia dan dapat menyebabkan

pencemaran udara(Cole,Schuerink,dan Koning,1996).

Pada babi, ammonia dapat mengganggu produksi, menyebabkan penurunan

berat badan dan meningkatkan kepekaan babi terhadap penyakit.

Menurut Maleyer,Brandt, Geen,(1988) Konsentrasi 20 ppm gas ammonia

menyebabkan kemauan kawin babi jantan tertunda.Penundaan itu diakibatkan bau gas

ammonia lebih tajam dan mengalahkan bau feromon yang dikeluarkan oleh ternak babi

betina sehingga hormon tersebut tidak tercium oleh ternak babi jantan.

Gas Ammonia pada konsentrasi 25 ppm menyebabkan penurunan produksi dan

pada konsentrasi 50 ppm menyebabkan gangguan saluran pernapasan ternak

(Andreason,Baekbo,dan Niealsen (1994). Secara lebih terperinci melaporkan bahwa

ternak babi yang terpapar 50 ppm gas ammonia selama 20 menit per hari dalam 4 kali

(29)

tersebut juga lebih peka terhadap penyakit septicaemia epizooticae (SE) dan

mycoplasma induced respiratory diseases complex (MIRD-Complex).

Bau tidak enak / menyengat dapat mengganggu kenyamanan masyarakatyang

tinggal di sekitar kandang karena menimbulkan reaksi fisiologik tubuh seperti

timbulnya rasa muntah,mual,sakit kepala,pernapasan dangkal,batuk batuk,tidur tidak

nyenyak dan kehilangan selera makan(Wanatabe, 1996).Konsentrasi gas ammonia

tertinggi yang dapat diterima oleh manusia adalah 25 ppm selama 8 jam atau 35 ppm

selama 10 menit (Andreason,1991). Dampak yang dihasilkan akibat terpapar gas

ammonia pada manusia diuraikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Dampak Terpapar Gas Ammonia pada Manusia Konsentrasi gas ammonia

(ppm/jam)

Gejala yang ditimbulkan

2 – 20 40

100

400

Iritasi mata, gangguan pernafasan

Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun

Iritasi pada permukaan mukosa

Iritasi pada hidung dan tenggorokan

Sumber : Pauzenga, 1991

Gas hidrogen sulfida berbau tidak enak (seperti telur busuk). Baunya mulai

tercium pada konsentrasi 0,1 ppm. Keterpaparan yang terus menerus pada konsentrasi

rendah atau keterpaparan pada konsentrasi tinggi selama 30 menit sampai 1 jam dapat

mematikan manusia. Gas ini sangat berbahaya karena pada konsentrasi lebih dari 30

ppm melumpuhkan indra penciuman sehingga keberadaannya tidak disadari (Noren,

(30)

Tabel 2.4 dampak terpapar gas hidrogen sulfida pada manusia Konsentrasi gas hidrogen sulfida

(ppm/jam)

Iritasi mata, hidung dan tenggorokan

Mual, muntah, diare

Pusing, depresi, rentan pneumonia

Mual, muntah, pingsan

Mati

Sumber : Pauzenga, 1991

Di Indonesia, baku mutu ammonia dan gas hidrogen sulfida di udara ditetapkan

dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.

KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H2S Konsentrasi gas

ammonia H2S

Baku mutu udara ambien

Baku mutu udara emisi :

Sumber : Wardhana, 1995

2.6 Zeolit

Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah banyak

diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion dan sebagai katalis. Zeolit adalah mineral

kristal alumina silika tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5- yang saling terhubung oleh

atom-atom oksigen sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi

(31)

ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali tanah dan molekul air yang dapat

bergerak bebas (Chetam, 1992).

Kerangka / Struktur Zeolit

Tetrahedral silika Tetrahedral alumina

Struktur kerangka zeolit disusun dari gabungan unit-unit tersebut yang

tersambung oleh ion oksigen yang digunakan secara bersama-sama. Karena atom Si

dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan sedangkan atom Al mempunyai

kelebihan muatan negatif maka struktur alumina silika tersebut harus dinetralkan oleh

kation (seperti Na+, Ca2+, K+, dll).

O O O

Si Al- Si

O O O O

Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit

Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks

dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan alam. Para ahli

geokimia dan minerologi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung

berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan

metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas

dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain

menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang

(32)

beterbangan kemudian mengendap didasar danau dan dasar lautan. Debu-debu

vulkanik tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau

atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di dasar

danau atau lautan (Setyawan, 2002).

Zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Zeolit yang terdapat diantara celah-celah batuan atau diantara lapisan batuan.

Zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama

dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida.

b. Zeolit yang berupa batuan, hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk zeolit,

diantaranya adalah : klinoptiolit, analsium, laumantit, modernit, filipsit, erlonit,

kabasit, dan heulandit.

Zeolit alam langsung ditambang dari alam, oleh karena itu zeolit alam ini memiliki

beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca,

Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor

tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit, untuk memperbaiki karakter zeolit

alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya,

biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. (Yunita, 2010).

2.7 Aktivasi Zeolit Alam

Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika maupun secara kimia. Aktivasi

secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir, pengayakan dan pemanasan

pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik,

memperbesar pori dan memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia

dilakukan melalui pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.

Pengasaman ini akan menyebabkan terjadinya pertukaran kation dengan H+. Disamping aktivasi untuk memperbaiki karakter zeolit dilakukan modifikasi zeolit,

yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk kation dan komposisi kerangka yang

berbeda. Modifikasi zeolit alam yang umum dilakukan adalah Dealuminasi zeolit.

Dealuminasi zeolit dilakukan bertujuan untuk mendapatkan jumlah AI yang diinginkan

(33)

magnet elektrostatik dalam zeolit, sehingga mempengaruhi interaksi adsorpsi zeolit.

Zeolit bersilika rendah akan bersifat hidrofilik, sementara zeolit bersilika tinggi

bersifat hidrofobik (dan lipofilik) (Ertan, 2005).

2.8 Sifat-sifat Zeolit

Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik diantaranya mampu

menyerap (adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar kation (ion

exchanger), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran halus (molecular

sieving), (Dixon dan Weed, 1989).

2.8.1 Sifat-sifat adsorpsi dari zeolit

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya terjadi

pada permukaan. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat) dan zat yang

menyerap disebut adsorben. Struktur zeolit mempunyai sistem mikropori yang

biasanya diisi oleh kation dan air. Molekul tersebut bebas bergerak sehingga dapat

disubsitusi secara reversible oleh molekul lain. (Park dan Komarneni, 1997).

Menurut Perrich dalam Efendi (2005), faktor yang paling menentukan daya

adsorpsiadalah kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi, karena memperkirakan adsorpsi

secara akurat dalam suatu sistem baik untuk satu atau lebih absorbat sangatlah sulit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi diantaranya : luas area

permukaan, ukuran pori, kelarutan absorbat, pH dan suhu.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi diantarnaya ukuran

partikel, konsentrasi adsorbat dalam larutan, suhu larutan dan agitasi (pengadukan)

(Efendi, 2005). Proses adsorpsi pada adsorban yang berongga terjadi karena

terjebaknya molekul-molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan

sedangkan pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat (Sharma,

1986).

Menyerap Kation : NH4, K, Ca, Mg, Na, dll

(34)

Gambar 2.2 Proses adsorpsi– desorpsi berbagai kation dalam zeolit

Kation-kation dalam kerangka zeolit dapat ditukar dan disubsitusi tanpa merubah

struktur kerangka (isomorfis) dan dapat menimbulkan gadien medan listrik dalam

kanal-kanal dan ruangan-ruangan zeolit. Gadien ini akan dialami semua adsorbat yang

masuk kepori zeolit, karena kecilnya diameter pori yang ukurannya beberapa

angstrom. Sebagai akibatnya kelakuan-kelakuan zat teradsorpsi seperti tingkat

disosiasi, konduktivitas akan berbeda dari kelakuan zat yang bersangkutan dalam

keadaan normalnya.

Molekul yang polar (misalnya ammonia atau air) akan berinteraksi lebih kuat

dengan gadien medan elektronik intrakristal, dibandingkan molekul-molekul non polar

(Smith, 1992).

(35)

Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar merupakan kanal dari pori,

menyebabkan zeolit memiliki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat

dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap

berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeoit adalah akumulasi dari luas

permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah

pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit, luas

permukaan internal zeolit dapat mencapai puluhan bahkan ratusan kali lebih besar

dibanding permukaan luarnya. Luas permukaan yang besar ini sangat menguntungkan

dalam pemanfaatan zeolit sebagai adsorben (Dyer, 1988).

2.8.2 Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit

Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan salah satu para meter yang dapat

digunakan dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya

dinyatakan sebagai KTK (Kemampuan Tukar Kation). KTK adalah jumlah mengion

logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan.

Nilai KTK zeolit ini banyak bergantung pada jumlah ion AI dalam struktur zeolit.

Setiap jenis zeoit juga mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda.

Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada

zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit berpengaruh pada besarnya rongga yang

terbentuk, sifat kation, suhu dan jenis anion (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

2.9 Zeolit Alam Sarulla

Pengendapan zeolit alam di daerah Sarulla merupakan salah satu lokasi yang memiliki

potensial zeolit alam yang cukup besar di Sumatera – Utara. Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dilakukan dengan tambang terbuka (open cut) dengan terlebih

dahulu mengupas tanah penutupnya.

Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Pusat Penelitian Pengembangan

Teknologi Minieral dan Batubara Bandung, maka zeolit alam Sarulla yang digunakan

dalam penelitian ini memiliki komposisi kimia sebagai berikut :

(36)

No Senyawa Konsentrasi (%) monmorilonit terdari dari 3 lapisan selang seling tetrahedral silika – oktahedral alumina – tetrahedral silika. Lapisan silika dan alumina terikat sangat longgar oleh penghubung oksigen, sehingga kisi kristalnya mudah mengembang. Luas total

permukaan yang aktif adalah 700 – 800 m2/g.oleh karena itu zeolit jenis ini memiliki kemampuan yang besar untuk mengadsorbsi ion dan molekul-molekul polar. Zeolit

yang mengandung 85 – 90 % monmorilonit dalam dunia perdagangan dikenal sebagai bentonit.

Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung, dalam

jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah Pulau Sumatera dan Jawa.

Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif

antara lain di Kec. Bayah (Jawa Barat), Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar,

Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Propinsi Lampung.

Di Sumatera Utara endapan zeolit tersebar luas di daerah dengan jumlah

cadangan yang diperkirakan cukup besar akan tetapi mineral zeolit tersebut belum

dimanfaatkan secara baik dan optimal. Berdasarkan hasil analisis kegiatan dan

pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku sektor industri di Propinsi

(37)

utama dan bahan baku tambahan yang digunakan pada sektor industri masih banyak

didatangkan dari daerah luar propinsi Sumatera Utara (termasuk zeolit alam).

2.10 Penentuan Ammonia

Ada beberapa metode standart dalam penentuan ammonia dalam larutan yaitu

Kalorimeter, Titrimetri, dan metode instrumental dengan elektroda membran selektif

terhadap ammonia. Pada cara kalorimeter ada dua macam metode yang dapat

digunakan yaitu metode nessler dan phenat.

2.10.1 Metode Nessler

Metode Nessler lebih umum digunakan dalam penentuan ammonia, karena metode

Nessler telah teruji dan prosesnya cukup cepat prinsif penentuan kadar ammonia

dengan metode Nessler adalah ammonia direaksikan dengan reagens nessler (K2HgI4) dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks yang berwarna kunign hingga

kuning kecoklatan. Reagens dibuat dari campuran KI dan HgI2. Intensitas warna yang terjadi akan sebanding dengan konsentrasi ammonia dalam sampel dan serapannya

diukur pada spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm (Cole, D.J.A, 1996).

2.10.2 Spetrofotometri UV – VIS

Spetrofotometri UV – VIS adalah metode yang banyak digunakan dalam analisis lingkungan karena luas penggunaannya yaitu bahan kimia anorganik dan organik

menyerap pada daerah UV, memiliki sensitivitas, akurasi, dan selektivitas yang tinggi,

sederhana mudah untuk digunakan.

Spetrofotometri UV – VIS merupakan gabungan Spetrofotometer UV dan visible. Pada Spetrofotometri UV – VIS menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Spetrofotometri UV – VIS termasuk Spetrofotometri berkas ganda.

Pada Spetrofotometri berkas ganda blanko dan sampel dimasukkan atau

disinari secara terpisah. Zat yang dapat dianalisis dengan Spetrofotometri UV – VIS yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna.

(38)

Bagan

Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis

2.11 Pemanfaatan Zeolit Alam

Peran zeolit memiliki aplikasi multiguna diantaranya adalah bidang pertanian yakni

dapat meningkatkan kesuburan dan mengurangi dosis pupuk urea sebanyak 20 – 30% sehingga produksi dan mutu pertanian meningkat, ini dikarenakan zeolit sebagai

mineral penukar ion/ kation memiliki daya tahan tinggi untuk menahan ion

ammonium/ ammonia dan kalium yang terdapat dalam air.

Dalam bidang peternakan dapat meningkatkan efisiensi nitrogen, dapat

mereduksi penyakit lambung pada hewan ruminensia. Pengontrol kelembaban kotoran

hewan dan kandungan ammonia kotoran hewan.

Bidang perikanan dapat membersihkan air kolam ikan yang mempunyai sistem

resirkulasi air, dapat mengurangi kadar nitrogen pada kolam ikan. Dalam bidang

energi sebagai katalis pada proses pemecahan hidrokarbon minyak bumi, sebagai

panel-panel pada pengembangan energi matahari dan penyerap gas treon. Pada bidang

industri dapat sebagai pengisi (filter) pada industri kertas, semen, beton, kayu lapis,

besi baja, dan besi tuang, adsorben dalam industri tekstil dan minya sawit, bahan baku

(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

a. Zeolit Alam Sarulla

b. Akuades bebas ammonia

c. Limbah cair ternak babi

d. HgI2(s) p.a.

e. KI(s) p.a.

f. NaOH(s) p.a.

g. NH4Cl p.a.

h. H3BO3(s) p.a.

3.2 Alat

a. Spektrofotometer Sprktronik 20 Milton Roy

b. Neraca analitik Mettler AE 200

c. Botol Akuades

d. Alu dan Lumpang

e. Oven Fisher

f. Furnace Fisher

g. Siever (Ayakan) 100 mesh

h. Peralatan gelas Pyrex

i. Kertas Saring Whatman no. 42

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagent

3.3.1.1. Larutan NaOH 6 N

Sebanyak 250 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam beaker glass 600 mL lalu

dilarutkan dalam 500 mL aquadest dan didinginkan sampai suhu kamar. Kemudian

(40)

dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan dengan aquadest

sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.2. Reagent Nessler

Sebanyak 25 g kristal HgI2 dan 17,5 g kristal KI dimasukkan ke dalam beaker

glass 100 mL yang telah diisi 50 mL aquadest, kemudian diaduk hingga seluruh

kristal larut. Larutan ini kemudian dicampurkan dengan larutan yang telah dingin dari

16 g NaOH dalam 50 mL aquadest. Campuran larutan ini kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan

dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca yang gelap dan dihindarkan

terkena sinar matahari.

3.3.1.3. Larutan ammonia 1000 mg/L

Sebanyak 3,819 g kristal NH4Cl yang telah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 100°Cdimasukkan ke dalam beaker glass lalu dilarutkan dengan 200 mL

aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai

garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.4. Larutan Standar ammonia 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk ammonia 1000 mg/L diencerkan dengan

aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda.

3.3.1.5. Larutan Seri Standar ammonia 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ; 10,0 mg/L

Masing-masing sebanyak 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ; 10,0 mL larutan standar

ammonia 100 mg/L diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis

tanda.

3.3.1.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Ammonia

Dipipet masing-masing sebanyak 50 mL larutan seri standar 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0

(41)

reagen Nessler lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Diukur % transmitansinya pada maks = 410 nm dengan spektofotometer visibel.

3.3.2 Pengambilan Sampel Zeolit

Penelitian dimulai dari pengambilan sampel zeolit alam yang tersedia di daerah Sarulla

Kec. Pahae Kabupaten Tapanuli Utara. Sampel zeolit yang berwarna abu-abu

kekuningan tersebut masih termasuk pada lapisan permukaan tanah dan dapat dilihat

jelas perbedaannya dari mineral lain yang ada di dalam tanah. Oleh karena itu,

pengambilannya dapat langsung dari permukaan tanah dengan tangan atau

menggunakan alat penggali. Zeolit dibersihkan dengan cara memisahkannya dari

tanah, pasir dan kerikil atau sisa-sisa tumbuhan. Zeolit yang bersih dibungkus dengan

plastik, dalam pengambilan zeolit dan transportasi sampai ke laboratorium tidak

memerlukan perlakuan khusus.

3.3.3 Pengambilan Sampel Limbah Cair Peternakan Babi

Pengambilan Sampel Limbah Cair Peternakan Babi dilakukan secara purposif. Yaitu

sampel diambil langsung dari kandang peternakan babi tanpa membagi populasi

berdasarkan kelompok-kelompok. Jadi dengan tehnik ini sampel dianggap mewakili

populasinya. Sampel limbah cair yang digunakan berasal kandang peternakan babi di

Simalingkar B Medan. Sampel ditampung di dalam botol tanpa gelembung dan

diawetkan dengan penambahan HCl 10%, kemudian disimpan pada suhu ± 40C.

3.3.4 Preparasi Zeolit Alam Sarulla dan Aktivasi

Zeolit alam Sarulla dibuat ganular dengan cara mekanik selanjutnya dicuci dengan air

biasa hingga air sisa pencucian tidak terlihat keruh, kemudian dibilas dengan aquades

dan dikeringkan didalam oven pada suhu 100 – 1100C selama 3 jam. Zeolit kering yang sudah bersih dari kotoran secara fisika, ditumbuk dan diayak dengan pengayak

berukuran 100 mesh. Zeolit hasil pengayakan sebanyak 1000 g diaktivasi dengan cara

(42)

3.3.5 Preparasi Sampel limbah cair peternakan babi

Sebanyak 500 ml limbah cair peternakan babi yang sudah ditambahkan dengan larutan

HCl 10%, diencerkan kemudian ditambahkan NaOH 6N sampai pH menjadi 6.

Kemudian diambil 100 ml sampel limbah cair tersebut diencerkan dengan faktor

pengenceran 500 kali kemudian ditambahkan 2,0 ml reagen Nessler lalu

dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit untuk ditentukan konsentrasi ammonia

awal. Penentuan konsentrasi ammonia awal pada limbah cair dengan spektofotometer

UV/Vis sebelum diimpregnasi zeolit.

3.3.6 Penentuan Ammonia yang diserap oleh zeolit aktif

Ke dalam 8 buah labu takar 250 ml yang sudah bersih dan kering diisi dengan

masing-masing 100 ml sampel limbah cair peternakan babi hasil preparasi. Kemudian

ditambahkan zeolit aktif 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g. diaduk

selama 3 jam kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42

dan filtratnya ditampung dalam labu erlemeyer. Dipipet masing-masing sebanyak 25

ml filtrat hasil perendaman zeolit aktif dimasukkan dalam labu takar 50 ml kemudian

ditambahkan 2,0 ml Reagen Nessler lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 10

menit diukur % transmitansinya pada maks= 410 nm denganspektofotometer visibel.

3.3.7 Karakterisasi Zeolit

Penentuan karakterisasi zeolit alam Sarulla dilakukan sebelum dan sesudah proses

impregnasi. Sebanyak 5 g zeolit hasil impregnasi diambil dari percobaan di atas pada

(43)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1. Pengolahan Zeolit 3.4.1.1. Preparasi Zeolit

3.4.1.2. Aktivasi Zeolit (Anita S. 1994) Batuan zeolit alam Sarulla

Serbuk zeolit 100 mesh

Dipanaskan di dalam oven pada suhu

100 ± 100C selama 3 jam

didinginkan

dihaluskan

diayak dengan ayakan 100 mesh

1000 gram serbuk zeolit alam Sarulla

(100 mesh)

Zeolit aktif

Dipanaskan pada suhu

(44)

3.4.1.3. Pembuatan kurva kalibrasi larutan seri standar ammonia (Cole, D.J.A, 1996)

Catatan : - Dilakukuan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 4,0 ; 6,0 ; 8,0;

10,0 mg/L.

- Pengukuran juga dilakukan untuk blanko yang mendapat perlakuan yang sama.

50 mL larutan seri standar 2,0 mg/L

Hasil

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL

ditambahkan 2,0 mL larutan reagen Nessler ditambahkan 2,0 mL larutan reagen Nessler

dikocok

didiamkan selama 10 menit

(45)

3.4.1.4Penentuan ammonia yang Diserap oleh Zeolit Aktif

Catatan : - Dilakukuan prosedur yang sama untuk penambahan zeolit aktif sebanyak 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g.

100 mL sampel limbah cair

peternakan babi

dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL

diatur pH-nya = 6 dengan penambahan

NaOH 6 N

dimasukkan 10 g zeolit aktif

diaduk

didiamkan selama 3 jam

Disaring dengan menggunakan kertas

saring Whatman no. 42

Filtrat Zeolit

dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan

ke dalam labu ukur ukuran 50 mL

ditambahkan dengan 2,0 mL larutan reagen Nessler

dikocok

didiamkan selama 10 menit

diukur % transmitansi pada maks = 410 nm

Hasil

dinetralkan dengan penambahan NaOH 6 N Karakterisasi

(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan persamaan garis regresi denganmetode kurva kalibrasi

Hasil pengukuran absorbansi dari larutan seri standar ammonia diplotkan terhadap

konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear

seperti pada lampiran 1. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat

diturunkan dengan metode Least Square dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Persamaan Regresi untuk larutan seri standar

Dari tabel diatas diperoleh :

25

4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi

Persamaan garis regesi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

b X a Y  

(47)

b = intersept

Harga intersept (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut :

b

Sehingga diperoleh harga intersept (b) = 0,2352

Maka persamaan garis regesi yang diperoleh adalah :

2352

4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) untuk kurva kalibrasi ammonium dapat ditentukan :



Jadi koefisien korelasi (r) pada penetapan konsentrasi Ammonia dengan

spektofotometer UV/Vis adalah (r) = 0,998.

4.1.2 Hasil data pengukuran kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla

Analisis mengenai kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla terhadap ammonia dalam

limbah cair peternakan babi dengan menggunakan spektofotometer visibel diperoleh

signal berupa absorbansi. Konsentrasi ammonia ditentukan dengan menggunakan

(48)

diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi

Y , sehingga diperoleh konsentrasi ammonia seperti pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit

Label Sampel

Rata-rata Absorbansi

 

 

A Konsentrasi ammonium (mg/L)

Sebelum

penambahan zeolit 0,399 427,23 mg / L

Hasil pengukuran penyerapan zeolit alam Sarulla aktif dalam 100 ml sampel limbah

cair peternakan babi dengan variasi massa zeolit alam Sarulla aktif 10 g, 20 g, 30 g, 40

g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g dan waktu perendaman selama 3 jam diperoleh

penyerapan optimum dengan massa zeolit alam Sarulla 100 g sebesar 8,2 mg/L atau

98,08% dapat dilihat pada tabel 4.3.

(49)

4.1.3 Perhitungan

4.1.3.1 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 500 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 427,23 mg / L.

4.1.3.2Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 500 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 281,684 mg / L.

4.1.3.3Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 20 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

(50)

Maka diperoleh :

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 100 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 224,73 mg / L.

4.1.3.4Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 175,1434 mg / L.

4.1.3.5Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 40 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

(51)

5310

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 132,7595 mg / L.

4.1.3.5Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 50 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 96,244 mg / L.

4.1.3.6Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 60 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

(52)

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 92,9838 mg / L.

4.1.3.7Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 80 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 62,5 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 54,4256 mg / L.

4.1.3.8 Penentuan Kadar ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit alam Sarulla

Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :

2352

Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 25 kali sehingga diperoleh

konsentrasi ammonia sisa yang sebenarnya = 8,203 mg / L.

(53)

4.1.4.1Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla

4.1.4.2Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 20 g zeolit alam Sarulla

4.1.4.3Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 30 g zeolit alam Sarulla

4.1.4.4Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 40 g zeolit alam Sarulla

4.1.4.5Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 50 g zeolit alam Sarulla

(54)

%

4.1.4.7Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 80 g zeolit alam Sarulla

4.1.4.8 Persen penyerapan ammonia stelah penambahan 100% zeolit alam Sarulla

4.2.1 Preparasi Zeolit

Zeolit alam diambil dari Sarulla Kec. Pahae Kabupaten Tapanuli Utara. Zeolit alam

tersebut kemudian ditumbuk dan diayak dengan menggunakan ukuran lolos 100 mesh.

Hal ini bertujuan untuk homogenitas ukuran permukaan zeolit dan untuk memperbesar

luas permukaan zeolit sehingga kemampuan adsorpsinya dapat lebih optimal.

Aktivasi terhadap zeolit pada penelitian ini dilakukan aktivasi secara fisika

yaitu berupa pemanasan pada suhu 3000C selama 3 jam dengan tujuan menghilangkan molekul air dari dalam rongga permukaan/ pori-pori kristal zeolit. Hal ini akan

menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif

berinteraksi dengan absorbat.

Ukuran pori-pori merupakan faktor yang cukup penting yang berperan dalam

proses absorbsi. Molekul dengan ukuran besar sulit dapat masuk ke dalam pori atau

(55)

molekulnya. Disamping itu, zeolit juga mampu memisahkan molekul-molekul

berdasarkan kepolarannya, dimana molekul-molekul akan masuk ke dalam rongga

zeolit dan akan diserap.

4.2.2 Preparasi Sampel limbah cair peternakan babi

Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari, tanpa memisahkan populasi sampel

berdasarka kelompok-kelompok. Hal ini dilakukan karena situasi pengandangan tidak

memungkinkan dan menurut peneliti sebelumnya (Ni Wajan L.P, 1998) bahwa

kandungan ammonia dalam ternak babi jantan atau betina, kecil atau besar tidak

berpengaruh secara signifikan. Sesaat sampel limbah cair diambil segera ditambahkan

larutan HCl 10% dan disimpan pada suhu ± 40C. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penguapan ammonia dari sampel. Ammonia (NH3) dalam sampel limbah cair berubah menjadi ammonium (NH4+), dengan reaksi sebagai berikut :

NH3(g) + HCl(aq) NH4Cl(aq)

Ammonia berubah menjadi garam NH4Cl (garamnya) sehingga terbentuk larutan penyangga.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

spektofotometer UV/Vis diketahui konsentrasi ammonium awal pada sampel limbah

cair peternakan babi yaitu 427,23 mg/L (tabel 4.2). Setelah impregnasi (perendaman)

zeolit alam dalam berbagai variasi massa 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan

100 g menunjukkan nilai konsentrasi ammoniumnya menjadi berkurang dari

konsentrasi awal. Ini menunjukkan bahwa ammonium terperangkap dalam zeolit.

Konsentrasi ammonia terkecil terdapat pada penyerapan zeolit alam Sarulla dengan

massa 100 g yaitu 8,2 mg/L (tabel 4.3) sehingga di dapat kapasitas adsorpsi zeolit

optimum dengan persen penurunan kadar ammonia 98,08%. Hal ini disebabkan karena

garam (ammonium) terdispersi ke dalam penyangga dengan cara perendaman. Adanya

gaya kapiler disebabkan oleh perbedaan tekanan antar lapisan permukaan, larutan

garam akan masuk ke dalam pori-pori penyangga dan didistribusikan ke seluruh

bagian intra kristalin. Secara teororitis jumlah air yang terkandung dalam zeolit sesuai

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi
Tabel 2.3. Dampak Terpapar Gas Ammonia pada Manusia
Tabel 2.4 dampak terpapar gas hidrogen sulfida pada manusia
Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan zeolit alam Sarulla yang telah diaktifkan untuk menyerap Zn dan Fe dalam sampel limbah cair sarung tangan karet telah dilakukan pada berbagai dosis penyerapan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Zeolit Alam Sarulla dalam menyerap amoniak dari limbah pabrik karet dan untuk mengetahui apakah amoniak yang telah diserap

4.7 Grafik Kadar COD Limbah cair tahu tidak diberi zeolit (kontrol) dan limbah cair tahu yang diberi zeolit (perlakuan) selama 2 jam

Mendesain bangunan pengolahan limbah cair peternakan babi skala rumah tangga dengan unit anaerobic baffled reactor dengan alternatif constructed wetland... Menghitung

Pembuatan kurva standar ini dilakukan untuk sampel selanjutnya recall yakni berupa logam Cu pada limbah yang diadsorpsi dengan zeolit alam yang telah diaktivasi dengan

Telah dilakukan studi pemanfaatan zeolit alam aktif sebagai penyerap ammonia didalam akuarium sebagai medium budidaya ikan tawar. Sampel air yang digunakan

karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapa konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun. sebaliknya