BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Peternakan Babi
Ternak babi adalah binatang omnivora, yang artinya mereka mengkonsumsi tumbuhan dan hewan. Satu tipe babi memiliki kepala besar dengan moncong yang panjang dan diperkuat dengan tulang prenasal tertentu dengan cakra cartilage diujung. Ternak babi memiliki 44 buah gigi, gigi taring yang disebut tusk, tumbuh secara berkesinambungan dan dipertajam oleh gesekan satu sama lain antara taring bawah dan atas. Perkembangbiakan babi terjadi sepanjang tahun di daerah tropis, tapi puncak kelahiran terjadi sekitar musim hujan. Babi betina bisa hamil pada umur sekitar 8 – 18 bulan. Dia akan mengalami estrus setiap 21 hari, jika tidak dibiakkan. Babi jantan aktif secara seksual pada usia 8 – 10 bulan. Seperindukan babi antara 6 dan 12 anak babi. Setelah yang mudah disapih, dua atau lebih keluarga mungkin datang bersamaan sampai musim kawin berikutnya. Ternak babi tidak memiliki kelenjar keringat fungsionil, jadi ternak babi mendinginkan dirinya sendiri menggunakan air atau lumpur selama cuaca panas. Mereka juga menggunakan lumpur untuk melindungi kulit dari terbakar oleh sinar matahari.
Ternak babi telah dijadikan hewan domestik sejak zaman purbakala. Ternak babi didiami parasit dan penyakit yang dapat ditularkan pada manusia, mencakup trichinosis, taenia solium (Firdaustkubh – 2009).
Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan, karena ternak babi dan produk olahannya cukup baik sebagai komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapore dan Hongkong (Fauzil, 2011). Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi tertinggi setelah Nusatenggara Timur adalah Sumatera Utara, permintaan ternak babi tidak hanya berasal dari dalam propinsi bahkan dari luar propinsi cukup besar seperti Jakarta dan Pekan Baru.
2.2 Limbah Peternakan Babi
Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air. Sumber pencemaran/ kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha peternakan babi adalah berupa kotoran (feces dan urine), ceceran pakan dan minum ternak babi, dan air cucian untuk memandikan ternak babi atau pembersihan kandang (Wanatabe, 1996).
Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang tidak enak/ menyengat dan penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk perombakan senyawa organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di udara. Senyawa organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa multikompleks, diantaranya asam-asam amino protein sehingga menyebar bau menyengat/ tidak enak. Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan oleh peternakan babi bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Selain menimbulkan bau yang menyengat/tidak enak, gas-gas produk perombakan kotoran ternak babi (hidrokarbon ringan terutama CH4, CO2 dan NOx) terakumulasi di udara dan memberi kontribusi
bagi pemanasan global (Firdaustkubh, 2009).
Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah, dan urine ternak babi yang mengalir terbawa air hujan. Yang mengandung senyawa organik, limbah cair ini akan meningkatkan BOD air, yang menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu perairan turun, maka kehidupan biota air seperti ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak sehat digunakan untuk kebutuhan MCK, karena akan mengakibatkan gatal-gatal (Aritonang, D. 1993).
2.3 Manur Babi
Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi
Bobot Badan (kg) Jumlah Manur segar (kg/ekor/hari) Maramba (1978) Sihombing dkk (1981) 20 dapatdicerna,sehingga didalam manur(limbah cair dan feces) ternak babi masih terkandung zat makanan.Kandungan zat makanan tersisa dalam manur babi dapat dilihat pada tabel2.1.
Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di dalam Manur Babi
Zat makanan Manur babi
bahan-bahan dalam manur (limbah cair dan feces) ternak babi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Gas ammonia dan hydrogen sulfide terbentuk dari protein dalam manur(limbah cair dan feces).Kedua gas ini menimbulkan bau tidak enak (Noren,1977;Curtis,1983).
2.4.Proses Pembentukan ammoniadan Hidrogen Sulfida 2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi
Menurut Swingle dan Walter (1997),gas ammonia terbentuk dengan tiga cara yaitu: 1. Dekomposisi Protein.Protein diuraikan oleh bakteri proteolitik menjadi asam
amino.Asam amino mengalami deaminasi menghasilkan ammonia dan melalui proses ini dihasilkan ammonia paling banyak.
2. Hidrolisis Urea.Urea yang sebagian besar berasal dari limbah cair bersama asam urat dihidrolisis oleh enzim urease membentuk ammonium karbonat,yang mudah terurai menjadi gas ammonia,karbon dioksida dan air.
3. Reduksi Nitrat.Nitrat tereduksi menjadi Nitrit dan selanjutnya Nitrit tereduksi menjadi gas ammonia.
Munculnya ammonia dalam kotoran merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur Nitrogen (N) didalam kotoran yang selanjutnya sisa protein itu diubah menjadi ammonia (NH3) atau ammonium. Ammonia dalam konsentrasi yang kecil
akan menimbulkan bau yang tidak enak, namun dalam konsentrasi yang besar dapat berdampak pada masalah pernapasan, iritasi, serta dalam menyebabkan kematian.
Kandungan nitrat yang banyak juga dapat menyebabkan depresi, sakit kepala dan dapat menyebabkan kematian (Banon C, 2008).
2.4.2 Proses Pembentukan Hidrogen Sulfida dalam peternakan babi
Gas hidrogen sulfida terbentuk dari asam amino yang memiliki ikatan dengan atom sulfur seperti sistein dan metionin. Dalam kondisi anaerob atau sedikit oksigen, bakteri genus Desulfobibria menguraikan sistein dan metionin menjadi hidrogen sulfida, ammonia, asam asetat dan asam formiat. Sedangkan dalam kondisi aerob sistein dan metionin mengalami desimilasi menjadi gas hidrogen sulfida.
2.5 Dampak Negatif Ammoniadan Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan
Gas Ammonia merupakan gas yang bersifat racun dan berbau tidak enak (Weillinger,1984).Keberadaan gas Ammonia menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia.Terutama gangguan terhadap saluran pernafasan ( Headon,1992). Gas Ammonia berbau menyengat keras dan pedas.Baunya mulai tercium pada konsentrasi 5 ppm(Kavanagh,1992).Konsentrasi gas Ammonia pada peternakan babi yang intensif dapat mencapai 30-50 ppm (Curtis, 1983).Gas Ammonia paling banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia dan dapat menyebabkan pencemaran udara(Cole,Schuerink,dan Koning,1996).
Pada babi, ammonia dapat mengganggu produksi, menyebabkan penurunan berat badan dan meningkatkan kepekaan babi terhadap penyakit.
Menurut Maleyer,Brandt, Geen,(1988) Konsentrasi 20 ppm gas ammonia menyebabkan kemauan kawin babi jantan tertunda.Penundaan itu diakibatkan bau gas ammonia lebih tajam dan mengalahkan bau feromon yang dikeluarkan oleh ternak babi betina sehingga hormon tersebut tidak tercium oleh ternak babi jantan.
tersebut juga lebih peka terhadap penyakit septicaemia epizooticae (SE) dan mycoplasma induced respiratory diseases complex (MIRD-Complex).
Bau tidak enak / menyengat dapat mengganggu kenyamanan masyarakatyang tinggal di sekitar kandang karena menimbulkan reaksi fisiologik tubuh seperti timbulnya rasa muntah,mual,sakit kepala,pernapasan dangkal,batuk batuk,tidur tidak nyenyak dan kehilangan selera makan(Wanatabe, 1996).Konsentrasi gas ammonia tertinggi yang dapat diterima oleh manusia adalah 25 ppm selama 8 jam atau 35 ppm selama 10 menit (Andreason,1991). Dampak yang dihasilkan akibat terpapar gas ammonia pada manusia diuraikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Dampak Terpapar Gas Ammonia pada Manusia Konsentrasi gas ammonia
(ppm/jam)
Gejala yang ditimbulkan
2 – 20 40 100 400
Iritasi mata, gangguan pernafasan
Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun Iritasi pada permukaan mukosa
Iritasi pada hidung dan tenggorokan Sumber : Pauzenga, 1991
Tabel 2.4 dampak terpapar gas hidrogen sulfida pada manusia
Iritasi mata, hidung dan tenggorokan Mual, muntah, diare
Pusing, depresi, rentan pneumonia Mual, muntah, pingsan
Mati Sumber : Pauzenga, 1991
Di Indonesia, baku mutu ammonia dan gas hidrogen sulfida di udara ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H2S
Konsentrasi gas
Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion dan sebagai katalis. Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5- yang saling terhubung oleh
ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Chetam, 1992).
Kerangka / Struktur Zeolit
Tetrahedral silika Tetrahedral alumina
Struktur kerangka zeolit disusun dari gabungan unit-unit tersebut yang tersambung oleh ion oksigen yang digunakan secara bersama-sama. Karena atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan sedangkan atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif maka struktur alumina silika tersebut harus dinetralkan oleh kation (seperti Na+, Ca2+, K+, dll).
O O O
Si Al- Si
O O O O
Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan alam. Para ahli geokimia dan minerologi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang
beterbangan kemudian mengendap didasar danau dan dasar lautan. Debu-debu vulkanik tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di dasar danau atau lautan (Setyawan, 2002).
Zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Zeolit yang terdapat diantara celah-celah batuan atau diantara lapisan batuan. Zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida. b. Zeolit yang berupa batuan, hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk zeolit,
diantaranya adalah : klinoptiolit, analsium, laumantit, modernit, filipsit, erlonit, kabasit, dan heulandit.
Zeolit alam langsung ditambang dari alam, oleh karena itu zeolit alam ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit, untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. (Yunita, 2010).
2.7 Aktivasi Zeolit Alam
magnet elektrostatik dalam zeolit, sehingga mempengaruhi interaksi adsorpsi zeolit. Zeolit bersilika rendah akan bersifat hidrofilik, sementara zeolit bersilika tinggi bersifat hidrofobik (dan lipofilik) (Ertan, 2005).
2.8 Sifat-sifat Zeolit
Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik diantaranya mampu menyerap (adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar kation (ion exchanger), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran halus (molecular sieving), (Dixon dan Weed, 1989).
2.8.1 Sifat-sifat adsorpsi dari zeolit
Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya terjadi pada permukaan. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat) dan zat yang menyerap disebut adsorben. Struktur zeolit mempunyai sistem mikropori yang biasanya diisi oleh kation dan air. Molekul tersebut bebas bergerak sehingga dapat disubsitusi secara reversible oleh molekul lain. (Park dan Komarneni, 1997).
Menurut Perrich dalam Efendi (2005), faktor yang paling menentukan daya adsorpsiadalah kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi, karena memperkirakan adsorpsi secara akurat dalam suatu sistem baik untuk satu atau lebih absorbat sangatlah sulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi diantaranya : luas area permukaan, ukuran pori, kelarutan absorbat, pH dan suhu.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi diantarnaya ukuran partikel, konsentrasi adsorbat dalam larutan, suhu larutan dan agitasi (pengadukan) (Efendi, 2005). Proses adsorpsi pada adsorban yang berongga terjadi karena terjebaknya molekul-molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan sedangkan pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat (Sharma, 1986).
Menyerap Kation : NH4, K, Ca, Mg, Na, dll
Gambar 2.2 Proses adsorpsi– desorpsi berbagai kation dalam zeolit
Kation-kation dalam kerangka zeolit dapat ditukar dan disubsitusi tanpa merubah struktur kerangka (isomorfis) dan dapat menimbulkan gadien medan listrik dalam kanal-kanal dan ruangan-ruangan zeolit. Gadien ini akan dialami semua adsorbat yang masuk kepori zeolit, karena kecilnya diameter pori yang ukurannya beberapa angstrom. Sebagai akibatnya kelakuan-kelakuan zat teradsorpsi seperti tingkat disosiasi, konduktivitas akan berbeda dari kelakuan zat yang bersangkutan dalam keadaan normalnya.
Molekul yang polar (misalnya ammonia atau air) akan berinteraksi lebih kuat dengan gadien medan elektronik intrakristal, dibandingkan molekul-molekul non polar (Smith, 1992).
Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar merupakan kanal dari pori, menyebabkan zeolit memiliki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeoit adalah akumulasi dari luas permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit, luas permukaan internal zeolit dapat mencapai puluhan bahkan ratusan kali lebih besar dibanding permukaan luarnya. Luas permukaan yang besar ini sangat menguntungkan dalam pemanfaatan zeolit sebagai adsorben (Dyer, 1988).
2.8.2 Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit
Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan salah satu para meter yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dinyatakan sebagai KTK (Kemampuan Tukar Kation). KTK adalah jumlah mengion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan. Nilai KTK zeolit ini banyak bergantung pada jumlah ion AI dalam struktur zeolit. Setiap jenis zeoit juga mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk, sifat kation, suhu dan jenis anion (Poerwadio dan Masduqi, 2004).
2.9 Zeolit Alam Sarulla
Pengendapan zeolit alam di daerah Sarulla merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensial zeolit alam yang cukup besar di Sumatera – Utara. Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dilakukan dengan tambang terbuka (open cut) dengan terlebih dahulu mengupas tanah penutupnya.
Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minieral dan Batubara Bandung, maka zeolit alam Sarulla yang digunakan dalam penelitian ini memiliki komposisi kimia sebagai berikut :
No Senyawa Konsentrasi (%) monmorilonit terdari dari 3 lapisan selang seling tetrahedral silika – oktahedral alumina – tetrahedral silika. Lapisan silika dan alumina terikat sangat longgar oleh penghubung oksigen, sehingga kisi kristalnya mudah mengembang. Luas total permukaan yang aktif adalah 700 – 800 m2/g.oleh karena itu zeolit jenis ini memiliki kemampuan yang besar untuk mengadsorbsi ion dan molekul-molekul polar. Zeolit yang mengandung 85 – 90 % monmorilonit dalam dunia perdagangan dikenal sebagai bentonit.
Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung, dalam jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah Pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Kec. Bayah (Jawa Barat), Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Propinsi Lampung.
utama dan bahan baku tambahan yang digunakan pada sektor industri masih banyak didatangkan dari daerah luar propinsi Sumatera Utara (termasuk zeolit alam).
2.10 Penentuan Ammonia
Ada beberapa metode standart dalam penentuan ammonia dalam larutan yaitu Kalorimeter, Titrimetri, dan metode instrumental dengan elektroda membran selektif terhadap ammonia. Pada cara kalorimeter ada dua macam metode yang dapat digunakan yaitu metode nessler dan phenat.
2.10.1 Metode Nessler
Metode Nessler lebih umum digunakan dalam penentuan ammonia, karena metode Nessler telah teruji dan prosesnya cukup cepat prinsif penentuan kadar ammonia dengan metode Nessler adalah ammonia direaksikan dengan reagens nessler (K2HgI4)
dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks yang berwarna kunign hingga kuning kecoklatan. Reagens dibuat dari campuran KI dan HgI2. Intensitas warna yang
terjadi akan sebanding dengan konsentrasi ammonia dalam sampel dan serapannya diukur pada spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm (Cole, D.J.A, 1996).
2.10.2 Spetrofotometri UV – VIS
Spetrofotometri UV – VIS adalah metode yang banyak digunakan dalam analisis lingkungan karena luas penggunaannya yaitu bahan kimia anorganik dan organik menyerap pada daerah UV, memiliki sensitivitas, akurasi, dan selektivitas yang tinggi, sederhana mudah untuk digunakan.
Spetrofotometri UV – VIS merupakan gabungan Spetrofotometer UV dan visible. Pada Spetrofotometri UV – VIS menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Spetrofotometri UV – VIS termasuk Spetrofotometri berkas ganda.
Bagan
Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis
2.11 Pemanfaatan Zeolit Alam
Peran zeolit memiliki aplikasi multiguna diantaranya adalah bidang pertanian yakni dapat meningkatkan kesuburan dan mengurangi dosis pupuk urea sebanyak 20 – 30% sehingga produksi dan mutu pertanian meningkat, ini dikarenakan zeolit sebagai mineral penukar ion/ kation memiliki daya tahan tinggi untuk menahan ion ammonium/ ammonia dan kalium yang terdapat dalam air.
Dalam bidang peternakan dapat meningkatkan efisiensi nitrogen, dapat mereduksi penyakit lambung pada hewan ruminensia. Pengontrol kelembaban kotoran hewan dan kandungan ammonia kotoran hewan.