PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN
EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB
SKRIPSI
OLEH:
Rutlin Valentina Silaban
NIM 121524148
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN
EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
RUTLIN VALENTINA SILABAN
NIM 121524148
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN
EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB
OLEH:
RUTLIN VALENTINA SILABAN NIM 121524148
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 13 Mei 2015
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195409091982011001
Pembimbing II, Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195006071979031001 NIP 195504241983031003
Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 195503121983032001
Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pembuatan dan Evaluasi Secara In Vitro Emulsi Virgin Coconut
Oil (VCO) menggunakan Emulgator Tween 80 dan Gom arab”. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.,
selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian,
kepada Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App.Sc.,
Apt, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Karsono, Apt.,
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Dra. Azizah Nasution, M.Sc.,
Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam
penyusunan skripsi ini serta kepada Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.
selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing selama masa
pendidikan. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang
telah mendidik selama perkuliahan. Bapak kepala Laboratorium Farmasi Fisik
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan
v
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan
tak terhingga kepada Ayahanda J. Silaban dan Ibunda M. Munte (Alm) yang tiada
hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan
tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada kakak dan adik-adikku tersayang,
teman-teman di Laboratorium Farmasi Fisik, dan sahabat-sahabatku yang selalu
memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.
Medan, Mei 2015 Penulis,
vi
PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN
EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB
ABSTRAK
Latar belakang: Saat ini virgin coconut oil (VCO) dikonsumsi sebagai makanan
fungsional ataupun suplemen yang diminum secara langsung, tetapi VCO memiliki rasa yang tidak enak sehingga kurang dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, VCO perlu diformulasi menjadi bentuk emulsi supaya lebih dapat diterima konsumen.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan membuat emulsi
VCO.
Metode: Pembuatan VCO dilakukan secara fermentasi dengan menggunakan
mikroba ragi tempe (Rhizopus oryzae). VCO yang diperoleh diuji kadar air, bilangan asam dan bobot jenisnya kemudian dibuat sediaan emulsi dengan menggunakan gom arab 20% dan variasi konsentrasi Tween 80 yaitu 0.25, 0.5, 0.75 dan 1%. Pengujian sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pH, tipe emulsi, creaming, viskositas, redispersibilitas dan ukuran partikel selama penyimpanan 8 minggu. Pengukuran dilakukan setiap 1 minggu dalam suhu kamar.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik VCO yang diperoleh
yaitu kadar air 0.0333%, bilangan asam 0.1389%, bobot jenis 0.9072 dan kadar minyak 40.82%. Hasil pengamatan stabilitas emulsi VCO menggunakan Tween 80 dengan konsentrasi 1% menunjukkan emulsi yang paling stabil karena tidak mengalami perubahan organoleptis, creaming yang paling kecil, viskositas paling besar, paling mudah didispersikan kembali, dan memiliki ukuran rata-rata partikel paling kecil. Sediaan emulsi VCO yang dibuat memiliki pH 3,4 – 3,7 dan memiliki tipe emulsi m/a.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Tween 80
maka emulsi semakin stabil.
vii
PREPARATION AND IN VITRO EVALUATION OF VIRGIN COCONUT OIL EMULSION USING TWEEN 80 AND ACACIA GUMS AS EMULSIFYING AGENTS
ABSTRACT
Background: Currently virgin coconut oil (VCO) is consumed orally as a
functional food or a supplement but the VCO has a bad taste so that less acceptable by consumers. Therefore, it is necessary to formulate VCO into an emulsion that is more acceptable by consumers.
Objective: The objective of this study was to prepared VCO and VCO emulsion.
Methods: Preparation of VCO was conducted by fermentation using microbial
yeast tempe (Rhizopus oryzae). The VCO produced was tested for water content, acid number and density. Then emulsions were prepare using 20% acacia gums and various concentration of Tween 80, it was 0.25, 0.5, 0.75 and 1%. Evaluation of the formulation included the organoleptic, pH, type of emulsion, creaming, viscosity, redispers and particle size during storage for 8 weeks. Measurement were performed every 1 weeks at room temperature.
Results: The result showed that VCO characteristics obtained i.e, the water
content was 0.0333%, acid number was 0.1389, density was 0.9072, and oil content was 40.82%. The observation of VCO emulsion stability use Tween 80 with 1% consentration showed the most stable emulsion because the organoleptic of the emulsion was unchanged, has a less creaming, highest viscosity, more easily to redispers, and has the smallest particle size. The pH of emulsions 3.4 – 3.7 and type of emulsion was o/w.
Conclusion: This study suggests that the higher the concentration of Tween 80
the more stable of emulsion.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFATAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 4
1.3Hipotesis ... 4
1.4Tujuan Penelitian ... 4
1.5Manfaat Penelitian ... 4
1.6Kerangka Pikir ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Minyak Kelapa ... 6
2.2 Virgin Coconut Oil ... 7
2.3 Komposisi Asam Lemak VCO ... 7
2.4 Teknologi Pengolahan VCO ... 8
2.5 Mutu VCO ... 10
ix
2.5.2 Angka asam ... 11
2.5.3 Berat jenis ... 12
2.6 Manfaat VCO ... 12
2.7 Sediaan VCO ... 14
2.7.1 VCO dalam bentuk kapsul lunak ... 14
2.7.2 VCO dalam bentuk larutan ... 15
2.8 Emulsi ... 16
2.8.1 Pengertian emulsi ... 16
2.8.2 Jenis emulsi ... 16
2.8.3 Tujuan emulsi ... 18
2.8.4 Teori emulsifikasi ... 18
2.8.5 Penggunaan emulsi ... 22
2.8.6 Pembuatan emulsi ... 22
2.8.7 Zat pengemulsi ... 24
2.8.7.1 Tween 80 ... 25
2.8.7.2 Gom arab ... 26
2.8.8 Sistem HLB ... 26
2.8.9 Ketidakstabilan sediaan emulsi ... 27
2.9 Emulsi Minyak ... 29
2.9.1 Emulsi minyak kelapa murni ... 29
2.9.2 Emulsi minyak buah merah ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Metode Penelitian ... 31
x
3.3 Bahan ... 31
3.4 Prosedur Kerja ... 32
3.4.1 Pembuatan VCO ... 32
3.4.2 Kadar minyak ... 32
3.4.3 Uji mutu VCO ... 33
3.4.3.1 Kadar air ... 33
3.4.3.2 Bilangan asam ... 33
3.4.3.3 Berat jenis ... 33
3.5 Penentuan Emulgator dan Formulasi Emulsi VCO ... 34
3.5.1. Penentuan emulgator ... 34
3.5.2. Formulasi emulsi VCO ... 36
3.6 Cara Pembuatan Emulsi VCO ... 36
3.7 Evaluasi Terhadap Sediaan ... 37
3.7.1 Pengamatan organoleptis ... 37
3.7.2 Pengukuran pH ... 37
3.7.3 Penentuan tipe emulsi ... 37
3.7.4 Pengamatan creaming ... 37
3.7.5 Penentuan viskositas ... 38
3.7.6 Uji redispersibilitas ... 38
3.7.7 Ukuran partikel dan distribusi partikel ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Uji Mutu VCO ... 39
4.1.1 Karakteristik organoleptis VCO ... 39
xi
4.2 Penentuan Emulgator dan Formulasi Emulsi VCO ... 40
4.2.1 Penentuan emulgator ... 40
4.2.2 Formulasi emulsi VCO ... 42
4.3 Hasil Evaluasi Emulsi VCO ... 44
4.3.1 Pengamatan organoleptis ... 44
4.3.2 Pengukuran pH ... 45
4.3.3 Penetuan tipe emulsi ... 46
4.3.4 Pengamatan creaming ... 47
4.3.5 Penentuan viskositas ... 50
4.3.6 Redispersibilitas ... 52
4.3.7 Pengukuran partikel ... 53
4.3.7.1 Ukuran partikel terdispersi ... 53
4.3.7.2 Distribusi partikel terdispersi ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi daging buah kelapa ... 6
2.2 Komposisi asam lemak VCO ... 8
2.3 Aktivitas dan harga HLB surfaktan ... 27
2.4 Stabilitas fisik emulsi minyak ... 30
3.1 Formula basis emulsi VCO ... 34
3.2 Formula emulsi VCO ... 36
4.1 Kadar air, bilangan asam dan bobot jenis VCO ... 39
4.2 Pengamatan basis emulsi VCO ... 41
4.3 Pengamatan organoleptis emulsi VCO ... 44
4.4 pH emulsi VCO ... 45
4.5 Tipe emulsi VCO ... 47
4.6 Creaming pada emulsi VCO ... 49
4.7 Viskositas emulsi VCO ... 50
4.8 Redispersibilitas emulsi VCO ... 53
4.9 Ukuran rata-rata partikel terdispersi ... 57
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Flowsheet pembuatan VCO ... 68
2. Gambar proses pembuatan VCO ... 69
3. Flowsheet uji kualitas VCO ... 70
4. Perhitungan rendemen minyak, berat jenis VCO ... 72
5. Perhitungan angka asam, kadar air VCO ... 73
6. Flowsheet pembuatan sediaan emulsi VCO ... 74
7. Perhitungan creaming ... 75
8. Perhitungan ukuran partikel terdispersi ... 76
9. Gambar buah kelapa, ragi tempe, alat peras kelapa ... 79
10. Gambar alat uji emulsi VCO ... 80
vi
PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN
EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB
ABSTRAK
Latar belakang: Saat ini virgin coconut oil (VCO) dikonsumsi sebagai makanan
fungsional ataupun suplemen yang diminum secara langsung, tetapi VCO memiliki rasa yang tidak enak sehingga kurang dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, VCO perlu diformulasi menjadi bentuk emulsi supaya lebih dapat diterima konsumen.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan membuat emulsi
VCO.
Metode: Pembuatan VCO dilakukan secara fermentasi dengan menggunakan
mikroba ragi tempe (Rhizopus oryzae). VCO yang diperoleh diuji kadar air, bilangan asam dan bobot jenisnya kemudian dibuat sediaan emulsi dengan menggunakan gom arab 20% dan variasi konsentrasi Tween 80 yaitu 0.25, 0.5, 0.75 dan 1%. Pengujian sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pH, tipe emulsi, creaming, viskositas, redispersibilitas dan ukuran partikel selama penyimpanan 8 minggu. Pengukuran dilakukan setiap 1 minggu dalam suhu kamar.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik VCO yang diperoleh
yaitu kadar air 0.0333%, bilangan asam 0.1389%, bobot jenis 0.9072 dan kadar minyak 40.82%. Hasil pengamatan stabilitas emulsi VCO menggunakan Tween 80 dengan konsentrasi 1% menunjukkan emulsi yang paling stabil karena tidak mengalami perubahan organoleptis, creaming yang paling kecil, viskositas paling besar, paling mudah didispersikan kembali, dan memiliki ukuran rata-rata partikel paling kecil. Sediaan emulsi VCO yang dibuat memiliki pH 3,4 – 3,7 dan memiliki tipe emulsi m/a.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Tween 80
maka emulsi semakin stabil.
vii
PREPARATION AND IN VITRO EVALUATION OF VIRGIN COCONUT OIL EMULSION USING TWEEN 80 AND ACACIA GUMS AS EMULSIFYING AGENTS
ABSTRACT
Background: Currently virgin coconut oil (VCO) is consumed orally as a
functional food or a supplement but the VCO has a bad taste so that less acceptable by consumers. Therefore, it is necessary to formulate VCO into an emulsion that is more acceptable by consumers.
Objective: The objective of this study was to prepared VCO and VCO emulsion.
Methods: Preparation of VCO was conducted by fermentation using microbial
yeast tempe (Rhizopus oryzae). The VCO produced was tested for water content, acid number and density. Then emulsions were prepare using 20% acacia gums and various concentration of Tween 80, it was 0.25, 0.5, 0.75 and 1%. Evaluation of the formulation included the organoleptic, pH, type of emulsion, creaming, viscosity, redispers and particle size during storage for 8 weeks. Measurement were performed every 1 weeks at room temperature.
Results: The result showed that VCO characteristics obtained i.e, the water
content was 0.0333%, acid number was 0.1389, density was 0.9072, and oil content was 40.82%. The observation of VCO emulsion stability use Tween 80 with 1% consentration showed the most stable emulsion because the organoleptic of the emulsion was unchanged, has a less creaming, highest viscosity, more easily to redispers, and has the smallest particle size. The pH of emulsions 3.4 – 3.7 and type of emulsion was o/w.
Conclusion: This study suggests that the higher the concentration of Tween 80
the more stable of emulsion.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari daging buah kelapa yang
sudah tua tetapi masih segar adalah Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak
kelapa murni. VCO merupakan salah satu minyak yang memiliki banyak manfaat
dalam bidang industri farmasi maupun kesehatan. Dalam dunia industri farmasi
VCO digunakan sebagai bahan dasar kosmetik sedangkan di dunia kesehatan
sebagai makanan fungsional. Itulah sebabnya saat ini permintaan VCO terus
meningkat baik di dalam maupun di luar negeri (Mentawai, 2005; Nevin dan
Rajamohan, 2004).
Pada dasarnya cara pembuatan VCO yang banyak dilakukan Indonesia
dibedakan menjadi fermentasi, pemanasan bertahap, pemancingan, sentrifugasi.
Proses ekstraksi minyak secara fermentasi melibatkan enzim-enzim pemecah
emulsi santan. Aktifitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, enzim, suhu,
dan lamanya reaksi enzimatik. Biakan mikroba yang digunakan diharapakan
memiliki aktifitas proteolitik, amilolitik yang berperan dalam menghidrolisis
protein, karbohidrat (Iswanto, 2001; Darmoyuono, 2006).
Pemanfaatan mikroorganisme pada proses fermentasi dimaksudkan agar
terjadi koagulasi protein penstabil emulsi santan. Proses koagulasi fermentasi
protein ini mengakibatkan membran tipis pelapis emulsi pecah dan minyak dapat
diperoleh. Disamping itu mikroba juga menghasilkan enzim yang dapat
2
VCO termasuk lemak jenuh, tetapi asam lemak jenuh di dalamnya adalah
asam lemak jenuh rantai sedang (MCT) lebih dari 80%, asam lemak rantai pendek
sekitar 10%, dan hanya sedikit asam lemak jenuh rantai panjang seperti asam
palmitat (5%). VCO yang termasuk asam lemak jenuh rantai sedang, di dalam
mulut dan lambung akan mudah dihidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek
dan sedang, tidak bersifat aterogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap
melalui vena porta ke hati dan segera dioksidasi menjadi energi. Oleh karena itu
metabolisme VCO berbeda dengan minyak lainnya. Berdasarkan metabolisme
yang demikian ini VCO tidak memicu aterosklerosis (tidak bersifat aterogenik)
dan bersifat protektif terhadap resiko penyakit jantung koroner (PJK), mencegah
diabetes, infeksi dan bersifat menghambat virus HIV/AIDS (Gopala, et al., 2010;
Silalahi dan Nurbaya, 2011; Silalahi, 2012).
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
terdiri atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi
sebagai globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu); emulsi
distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi. Untuk emulsi yang diberikan secara
oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus
dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan
sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan
pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai
ke lambung (Florence dan Attwood, 2006; Martin, et al., 2011).
Emulsi yang stabil dapat dicapai dengan menggunakan emulgator tunggal
atau kombinasi. Tween 80 dan gom arab merupakan emulgator yang memiliki
3
memiliki potensi yang rendah untuk menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
Kombinasi emulgator Tween 80 dan gom arab mampu membentuk emulsi minyak
dalam air (Rowe, et al., 2009; Yaghmur, et al., 2002; Campo, et al., 2004).
Pembuatan emulsi minyak kelapa murni dengan menggunakan emulgator
Span 80 dan Tween 40 yang telah dilakukan oleh Syukri (2008) memberikan
emulsi yang kurang stabil. Volume pemisahan fase pada suhu kamar, suhu 400C
dan sentrifugasi selama 4 minggu penyimpanan semakin tinggi sedangkan
viskositas menurun perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya umur sediaan.
Seiring dengan berkembangnya penelitian yang membahas VCO dan
manfaatnya bagi kesehatan, maka semakin banyak pula masyarakat yang tertarik
untuk mencoba mengkonsumsi VCO baik sebagai makanan fungsional maupun
sebagai suplemen untuk menjaga ketahanan tubuh. Rasa minyak dan sedikit asam
dari VCO menyebabkan rasa VCO kurang dapat diterima konsumen (Villarino
dan Lizada, 2007). Oleh karena itu perlu pengolahan VCO menjadi produk olahan
yang dapat meningkatkan cita rasa, tanpa mengurangi peran fungsionalnya. Salah
satu upaya tersebut adalah pengolahan VCO dalam bentuk emulsi supaya lebih
dapat diterima konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk membuat VCO dan
4
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah pembuatan VCO dengan metode fermentasi menghasilkan minyak
yang baik?
b. Apakah Tween 80 dan gom arab dapat digunakan sebagai emulgator untuk
membuat sediaan emulsi VCO?
1.3 Hipotesis
a. Penggunaan ragi tempe pada metode fermentasi menghasilkan VCO yang
memenuhi standart.
b. Tween 80 dan gom arab dapat digunakan sebagai emulgator untuk
membuat sediaan emulsi VCO.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kualitas VCO yang diperoleh dengan metode fermentasi
menggunakan ragi tempe.
b. Mengetahui stabilitas fisik sediaan emulsi VCO dengan menggunakan
emulgator Tween 80 dan gom arab selama penyimpanan dalam jangka
waktu tertentu.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian akan diperoleh informasi tentang cara pengolahan
5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir atau road map penelitian ini adalah tertera pada Gambar
1.1.
Latar Tujuan Variabel Variabel Parameter
Belakang Bebas Terikat
Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
Membuat 6. Ukuran partikel
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Kelapa
Minyak kelapa yang dikenal dengan minyak kalentik dan dulu banyak
digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan
dipasaran. Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu
minyak kelapa komersial yang telah di Refined, Deodorized, Bleached (RBD) dan
minyak kelapa murni. Minyak kelapa komersial terbuat dari kopra (daging kelapa
yang dijemur dibawah sinar matahari). Sesuai kondisinya, bahan ini relatif kotor
dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bahan asing ini
biasa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya. Minyak kelapa murni
dibuat dari buah kelapa segar diproses dengan pemanasan sekitar 60-700C
sehingga menghasilkan minyak yang jernih. Kualitas minyak kelapa sangat
dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan baku serta proses pembuatan (Gani, et
al., 2005). Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat
kematangan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dalam 100 g) Buah muda Buah setengah muda Buah tua
Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0
7
2.2 Virgin Coconut Oil
Virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa murni adalah minyak kelapa
yang diperoleh dari kelapa yang sudah tua tanpa pemanasan tinggi, tanpa bahan
kimia apapun, diproses dengan cara sederhana sehingga diperoleh minyak kelapa
murni yang berkulitas tinggi. Keunggulan dari minyak ini menurut SNI adalah
bau kelapa segar, tidak tengik, rasa normal, khas kelapa dan tidak berwarna.
Minyak kelapa murni merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru ini
banyak diproduksi orang. Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal dengan nama
minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni (Setiaji dan Prayugo,
2006).
2.3 Komposisi Asam Lemak VCO
VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan
dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh. Di
samping itu ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi
seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah
penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006).
Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam
lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam
laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat.
Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium
Chain Fatty Acid (MCFA). Komposisi kandungan asam lemak VCO dapat dilihat
8
Tabel 2.2 Komposisi asam lemak VCO
Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam Lemak Jumlah ( % ) Asam Lemak Jumlah (%)
2.4 Teknologi Pengolahan VCO
VCO dapat dibuat dengan banyak metode. Beberapa metode tersebut
adalah metode fermentasi, pemanasan bertahap, sentrifuse dan pancingan.
a. Fermentasi
Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan
dalam fermentasi adalah Acetobacter aceti pada pembuatan nata decoco. Contoh
khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan
alkohol sedangkan contoh kapang adalah Rhizopus oryzae pada pembuatan
tempe. Kapang ini mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease dan
lipase yang dapat menghidrolisis minyak dengan didukung oleh kadar air yang
tinggi (Bawalan, 2011).
Ekstraksi secara fermentasi dilakukan dengan cara kelapa parut dicampur
dengan air lalu diperas. Santan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan
didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu krim santan pada
9
dengan menambah ragi tempe dengan perbandingan 5:1 (5 bagian krim santan dan
1 bagian ragi tempe). Fermentasi selesai ditandai dengan terbentuknya 3 lapisan
yaitu lapisan minyak paling atas, lapisan tengah berupa protein dan lapisan paling
bawah berupa air. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan kertas saring
(Cahyono dan Untari, 2009; Setiaji dan Prayugo, 2006).
Proses fermentasi dalam pembuatan minyak kelapa murni atau virgin
coconut oil (VCO) yaitu mikroba dari ragi tempe dalam emulsi menghasilkan
enzim, antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-rantai
peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi molekul-molekul sederhana dan
akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam amino yang tidak berperan lagi
sebagai emulgator dalam santan kelapa sehingga antara minyak dan air memisah.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan adanya aktivitas mikroba
tersebut dihasilkan asam sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan
dicapai titik isoeletrik dari protein. Protein akan menggumpal sehingga mudah
dipisahkan dari minyak (Cahyono dan Untari, 2009).
b. Pemanasan Bertahap
Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan
cara tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada
pemanasan bertahap suhu yang digunakan sekitar 60 - 75⁰ C. Bila suhu mendekati
angka 75⁰ C matikan api dan bila suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api.
Pada tahap awal, kelapa diparut, lalu dibuat santan. Krim yang diperoleh
dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai terbentuk minyak dan blondo.
10 c. Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan cara pembuatan VCO dengan cara mekanik. Cara
pembuatan santan sama dengan yang di atas. Masukkan krim santan kedalam alat
sentrifuse. Kemudian nyalakan alat sentrifuse lalu atur pada kecepatan putaran
20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Ambil tabung dimana di dalam
tabung terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes
(Darmoyuwono, 2006; Setiaji dan Prayugo, 2006).
e. Pancingan
Cara pembuatan santan sama dengan cara diatas. Diamkan santan sampai
terbentuk krim dan air. Krim tersebut dicampur dengan minyak pancingan dengan
perbandingan 1:3 sambil terus diaduk hingga rata, lalu diamkan 7 – 8 jam sampai
terbentuk minyak, blondo dan air. Ambil VCO dengan sendok. (Darmoyuwono,
2006; Sutarmi dan Rozaline, 2005).
2.5 Mutu VCO
VCO mutunya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: kadar air,
angka asam, berat jenis.
2.5.1 Kadar air
Kadar air adalah jumlah (dalam %) bahan yang menguap pada pemanasan
dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan
mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak.
Reaksi hidrolisis akan menyebabkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan
11
sampel dalam oven T=1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang. Standar kadar air menurut SNI maksimal 0,2%.
Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air =Berat awal−berat akhir
Berat sampel x 100%
2.5.2 Bilangan asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau
lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam minyak atau lemak. Untuk penetapan bilangan asam dapat
dilakukan dengan cara ditimbang 5 gram minyak atau lemak ke dalam erlenmeyer
250 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 95%, kemudian dipanaskan
dalam penangas air. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan
menggunakan indikator fenolftalein sampai tepat terlihat warna merah muda
(Ketaren, 2005).
Bilangan asam dihitung dengan rumus:
Angka Asam =ml KOH x N KOH x MR KOH Berat Sampel
Keterangan:
ml = jumlah ml KOH untuk titrasi
N = normalitas larutan KOH
12
2.5.3 Berat jenis
Berat jenis adalah suatu besaran yang menyatakan perbandingan antara
massa (g) dengan volume (ml) (Bangun, 2013). Cara ini dapat digunakan untuk
semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan
ini adalah piknometer. Standar APCC (Asian Pacific Coconut Community) berat
jenis yaitu sebesar 0,915 - 0,920. Berat jenis dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Berat Jenis =(Berat piknometer + minyak)−(berat piknometer) Volume piknometer
2.6 Manfaat VCO
VCO memiliki metabolisme yang berbeda dengan minyak lain. Oleh
karena itu minyak kelapa murni bersifat protektif terhadap resiko penyakit jantung
koroner (PJK), bersifat menghambat virus, mencegah diabetes dan meningkatkan
kualitas air susu ibu.
a. Melindungi Jantung
Minyak kelapa yang termasuk MCT, di dalam mulut dan lambung akan
mudah terhidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek dan sedang, tidak bersifat
atherogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap melalui vena porta ke hati
dan segera dioksidasi menjadi energi. Minyak kelapa sangat mudah dicerna dan
diserap dan cepat dimetabolisir dihati, tidak berada dalam sirkulasi darah. Jadi
minyak kelapa hampir tidak ada diubah menjadi lemak didalam tubuh dan tidak
menaikkan trigliserida darah, tidak menyebabkan endapan jaringan lemak pada
arteri. Sebaliknya minyak kelapa akan meningkatkan kolesterol yang baik yakni
13
rasio LDL/HDL menurun, mengarah kepada yang menguntungkan dan berarti
dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner (Gopala, et al., 2010; Silalahi
dan Nurbaya, 2011).
b. Antimikroba dan Antivirus
Sifat antimikroba dari minyak kelapa terutama tergantung pada adanya
monogliserida, dan asam lemak bebas. Monogliserida aktif sebagai antimikroba
tetapi digliserida dan trigliserida tidak. Asam lemak yang paling aktif adalah asam
laurat dibandingkan dengan asam lemak miristat dan kaprilat. Monolaurin
mencairkan dan merusak struktur lapisan selaput lipida pada virus dan lipida pada
dinding sel bakteri. Monolaurin memperlihatkan efek membunuh virus dengan
merusak DNA dan RNA virus yang dilapisi oleh lipida. Monolaurin mampu
menghambat virus herpes, influenza (Lieberman, et al., 2006; Wang dan Johnson,
1992).
c. Mencegah Diabetes
Diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan kadar glukosa atau
gula darah melebihi kadar normal. Hormon insulin diproduksi oleh kelenjar
pankreas untuk memasukkan glukosa ke dalam sel untuk dioksidasi menjadi
energi atau bahan bakar. Asam lemak rantai sedang (MCT) dari minyak kelapa
cepat sampai dihati dan masuk kedalam sel tanpa bantuan insulin, kemudian
diproses menjadi energi. Asam lemak dari minyak kelapa juga mengikutkan
sebagian lemak dari tubuh untuk dioksidasi menjadi energi sehingga laju
metabolisme dipercepat dan mengurangi deposit lemak tubuh, mengurangi berat
14
dapat mencegah diabetes tipe 1 (merangsang produksi insulin) (Gupta, et al.,
2010).
d. Meningkatkan Kualitas Air Susu Ibu
Air susu ibu (ASI) biasanya mengandung asam laurat yang rendah sekitar
6%. Ibu yang menyusui mengonsumsi minyak kelapa dapat menaikkan asam
laurat sampai tiga kali lipat dan kaprat dua kali lipat di dalam ASI. Asam lemak
rantai sedang di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap walaupun sistem
pencernaan bayi yang belum sempurna. Asam lemak rantai sedang di dalam
minyak kelapa mudah digunakan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk
pertumbuhan yang baik, meningkatkan berat bayi yang dilahirkan dengan berat
badan yang rendah. Pertambahan berat badan yang lebih cepat bukan karena
penimbunan lemak tetapi pertumbuhan fisik (Hegde, 2006).
2.7 Sediaan VCO
2.7.1 VCO dalam bentuk kapsul lunak
Beberapa produsen VCO memang sudah ada yang menjual produknya
dalam bentuk kapsul lunak (softcapsule). Secara teknis VCO memang bisa
dikemas dalam bentuk softcapsule. Sebenarnya tujuan utama mengemas suatu
produk dengan softcapsule supaya bahan aktifnya lebih mudah diserap ke dalam
tubuh karena berbentuk larutan, suspensi, atau emulsi jika dibandingkan dengan
sediaan lain dalam bentuk puyer, tablet, kaplet maupun kapsul. Namun, untuk
produk yang sudah dalam bentuk cairan seperti VCO, tujuan utama ini tidak
tercapai karena mengemasnya dalam bentuk softcapsule justru akan
15
ekstra untuk menghancurkan kemasan softcapsule sebelum cairan VCO diserap ke
dalam tubuh. Kelemahan lainnya adalah harganya yang relatif lebih mahal
dibandingkan dengan bentuk cairannya karena produsen harus mengeluarkan
investasi tambahan untuk pembelian bahan, peralatan, serta pembayaran royalti
dan lisensi paten teknologi pembuatan softcapsule. Meskipun demikian, kemasan
VCO dalam bentuk softcapsule juga masih memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan bentuk cairan, yaitu sebagai berikut:
• Lebih praktis, mudah dibawa ke mana-mana terutama bagi mereka yang
sangat aktif beraktivitas dan bepergian.
• Lebih tahan lama dalam penyimpanan karena terbungkus rapat dalam
kapsul sehingga terhindar dari cahaya dan oksidasi.
• Lebih cocok bagi mereka yang tidak menyukai rasa dan bau minyak
kelapa.
• Tidak mudah dipasulkan.
Sediaan yang ada di pasaran yaitu: Cosvoil (PT. Cocos Coconut), Laurico (PT.
Palmanaturasanatco) (Subroto, 2006).
2.7.2 VCO dalam bentuk larutan
Virgin Coconut Oil (VCO) telah banyak diproduksi dan beredar dipasaran
dalam bentuk sediaan sirup, namun sediaan yang ada memberikan aroma yang
tidak baik dan rasa yang tidak enak. Sediaan yang ada dipasaran yaitu: camBIL
(PT. Olah Ragam kokonat), VCO SM (CV. Rumah Obat Alami), AVCOL (PT.
Ikot Alfisalam VCO), Naturecon (PT. Kasendra), Extravo 234 (UD. Taman Tirta
Sehat) (Subroto, 2006).
16
2.8 Emulsi
2.8.1 Pengertian emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
terdiri atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi
sebagai globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu); emulsi
distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi (Friberg, 1997; Martin, et al., 2011;
Rohman, et al., 2012).
2.8.2 Jenis emulsi
Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam 4 golongan, yaitu emulsi m/a,
emulsi a/m, emulsi m/a/m dan emulsi a/m/a (Florence dan Attwood, 2006;
Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
a. Emulsi jenis m/a
Jika fase minyak didispersikan sebagai globul dalam fase kontinu berair,
sistem tersebut dikatatan sebagai emulsi minyak dalam (m/a).
b. Emulsi jenis a/m
Jika fase minyak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikatakan sebagai
emulsi air dalam minyak (a/m).
c. Emulsi jenis m/a/m
17
a m m a a m a m a m
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.1 Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m
(Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
Menentukan jenis emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
metode pewarnaan, pengenceran, konduktivitas listrik dan fluoresensi.
a. Metode pewarnaan
Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna yang larut dalam
air, seperti metilen biru dapat diteteskan pada permukaan emulsi. Jika air
merupakan fase eksternal (m/a), bahan pewarna akan terlarut dan berdifusi merata
dalam air. Jika emulsi bertipe a/m, partikel-partikel bahan pewarna akan
menggumpal pada permukaan (Martin, et al., 2011).
b. Metode pengenceran fase
Jika emulsi tercampur bebas dengan air, emulsi bertipe m/a, sedangkan
bila tidak, jenis emulsi adalah emulsi a/m (Martin, et al., 2011).
c. Metode konduktivitas listrik
Uji ini menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan ke sumber
listrik eksternal dan dicelupkan dalam emulsi. Jika fase eksternalnya air, arus
listrik akan mengalir dalam emulsi dan dapat menggerakkan jarum voltmeter atau
menyebabkan lampu dalam sirkuit menyala. Jika fase kontinunya minyak, emulsi
18 d. Metode fluoresensi
Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan
pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman et al.,
1994).
2.8.3 Tujuan emulsi
Tujuan emulsi adalah untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata
dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang
mempunyai rasa lebih enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989).
2.8.4 Teori emulsifikasi
Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat
pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling
bercampur:
a. Adsorpsi Monomolekuler
Surfaktan, atau amfifil, mengurangi tegangan antarmuka karena
adsorpsinya pada antarmuka minyak-air membentuk selaput monomolekuler.
Tetesan terdispersi dilapisi oleh suatu lapisan tunggal koheren yang membantu
mencegah penggabungan antara dua tetesan ketika satu sama lain mendekat.
Idealnya, lapisan selaput tersebut bersifat fleksibel sehingga mampu membentuk
kembali dengan cepat jika pecah atau terganggu (Martin, et al., 2011;
Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
Pada praktiknya, sekarang ini kombinasi bahan pengemulsi lebih sering
digunakan daripada pengemulsi zat tunggal dalam pembuatan emulsi. Pada tahun
1940, Schulman dan Cockbain untuk pertama kalinya mengetahui perlunya
19
minyak untuk membentuk suatu selaput kompleks pada antarmuka. Tiga
campuran bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air digambarkan pada
Gambar 2.2. Kombinasi natrium setil sulfat dan kolesterol menyebabkan
terbentuknya suatu selaput kompleks Gambar 2.2a, yang menghasilkan emulsi
yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk selaput
yang terkondensasi atau tersusun rapat Gambar 2.2b, dan karenanya, kombinasi
keduanya menghasilkan emulsi yang tidak baik. Pada Gambar 2.2c, setil alkohol
dan natrium oleat menghasilkan selaput yang tersusun rapat, tetapi
kompleksasinya terabaikan sehingga juga menghasilkan suatu emulsi yang buruk
(Martin, et al., 2011).
Gambar 2.2 Gambaran kombinasi bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air
20
Atlas – ICI menganjurkan untuk mengkombinasi Tween yang hidrofilik
dengan Span yang lipofilik, dengan memvariasikan perbandingannya untuk
menghasilkan emulsi m/a atau a/m yang diinginkan. Boyd dkk membahas
penggabungan molekular Tween 40 dan Span 80 dalam menstabilkan emulsi.
Pada Gambar 2.3, bagian hidrokarbon molekul Span 80 (Sorbitan monoleat)
berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala
sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon
bergabung rapat dalam fase minyak. Ketika Tween 40 (polioksietilen sorbitan
monopalmitat) ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor
hidrokarbonnya berada dalam fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama
dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Rantai
hidrokarbon molekul Tween 40 teramati berada dalam globul minyak diantara
rantai-rantai Span 80, dan orientasi ini menghasilkan tarik-menarik van der Waals
yang efektif. Dengan cara ini , selaput antarmuka diperkuat dan stabilitas emulsi
m/a ditingkatkan terhadap penggabungan partikel (Martin, et al., 2011;
Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
Gambar 2.3 Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan
21
Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat
bahan pengemulsi. Karakteristik ini disebut sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil
(hydrophile-lipophile balance, HLB). Pada kenyataannya, apakah suatu surfaktan
merupakan suatu pengemulsi, bahan pembasah, detergen, atau bahan pelarut dapat
diperkirakan dari harga HLB (Martin, et al., 2011).
b. Adsorpsi Multimolekuler
Koloid ini dapat dianggap sebagai aktif permukaan karena tampak pada
antarmuka minyak-air. Namun, koloid ini berbeda dari bahan aktif permukaan
sintetis, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang berarti dan
zat ini membentuk suatu lapisan multimolekuler dan bukan lapisan
monomolekuler pada antarmuka. Kerja koloid ini sebagai bahan pengemulsi
terutama disebabkan oleh efek yang kedua karena selaput yang terbentuk kuat dan
mencegah penggabungan. Suatu efek pembantu yang meningkatkan stabilitas
adalah peningkatkan viskositas medium dispersi yang signifikan. Karena bahan
pengemulsi yang membentuk multilapisan di sekitar tetesan selalu hidrofilik,
bahan pengemulsi tersebut cenderung menyebakan pembentukan emulsi m/a
(Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
c. Adsorpsi Partikel Padat
Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh
minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengemulsi. Hal ini disebabkan
partikel padat tersebut menghasilkan suatu selaput partikulat di sekitar tetesan
terdispersi sehingga mencegah penggabungan. Serbuk yang lebih mudah dibasahi
dengan air membentuk emulsi m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan
22
2.8.5 Penggunaan emulsi
Berdasarkan penggunaannya, emulsi dibagi dalam 2 golongan, yaitu
emulsi untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar.
a. Emulsi untuk pemakaian dalam
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi per oral dan injeksi intravena.
Suatu emulsi o/w merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk
cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispers mempunyai fase
yang tidak enak. Senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin, diabsorpsi
lebih sempurna jika diemulsikan daripada jika diberikan per oral dalam suatu
larutan berminyak. Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara
untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat-obat yang diberikan
secara oral (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010; Martin, et al.,
2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
b. Emulsi untuk pemakaian luar
Emulsifikasi banyak digunakan dalam pembuatan produk obat dan
kosmetik untuk penggunaan luar, khususnya pada losion dan krim dermatologi
dan kosmetik karena produk yang diinginkan adalah produk yang mudah
menyebar dan benar-benar menutupi area yang dioleskan. Produk tersebut kini
dapat diformulasi menjadi produk yang dapat dibersihkan dengan air dan tidak
menimbulkan noda (Florence dan Attwood, 2006; Kulshreshtha, et al., 2010;
Martin, et al., 2011; Mootoosingh dan Rousseau, 2006).
2.8.6 Pembuatan emulsi
Emulsi dapat dibuat dengan beberapa metode, yaitu metode gom kering,
23 a. Metode Gom Kering
Metode ini juga dikenal sebagai metode 4:2:1 karena untuk tiap 4 bagian
minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat emulsi
utama atau emulsi awal. Dalam metode ini gom atau zat pengemulsi m/a lainnya
dihaluskan dengan minyak dalam mortir porselen dengan sempurna sampai
seluruhnya bercampur. Sesudah minyak dan gom dicampur, dua bagian air
kemudian ditambahkan sekaligus, dan campuran tersebut digerus dengan segera
dan dengan cepat serta terus-menerus sampai emulsi utama terbentuk berwarna
putih krim. Umumnya dibutuhkan waktu 3 menit pencampuran untuk
menghasilkan emulsi utama seperti itu. Bahan formulatif cair lainnya yang larut
dalam fase luar kemudian bisa ditambahkan ke emulsi utama tersebut dengan
pengadukan. Zat padat seperti pengawet, penstabil, zat warna, dan bahan pemberi
rasa biasanya dilarutkan dalam air dengan volume yang sesuai dan ditambahkan
sebagai larutan ke emulsi utama tersebut. Ketimbang menggunakan mortir dan
stamper, ahli farmasi umumnya dapat membuat emulsi yang baik sekali dengan
menggunakan metode gom kering dan mikser atau blender listrik (Ansel, 1989).
b. Metode Gom Basah
Mucilago gom dibuat dengan menghaluskan gom arab dengan air dua kali
beratnya dalam suatu mortir. Minyaknya kemudian ditambahkan sebagian dengan
perlahan-lahan dan campuran tersebut diaduk sampai minyaknya teremulsi.
Campuran tersebut haruslah kental selama proses itu, penambahan air bisa
ditambahkan dan diaduk ke dalam campuran tersebut sebelum bagian minyak
berikutnya ditambahkan. Sesudah semua minyak ditambahkan, campuran diaduk
24
ditambahkan dan emulsi tersebut dipindahkan ke gelas ukur untuk mencukupkan
volumenya dengan air (Ansel, 1989).
c. Metode Botol
Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dari minyak-minyak
menguap dan mempunyai viskositas rendah. Caranya, serbuk gom arab
dimasukkan ke dalam suatu botol kering, ditambahkan dua bagian air kemudian
campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup. Suatu volume air
yang sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air
telah ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa diencerkan sampai
mencapai volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air
(Ansel, 1989).
2.8.7 Zat Pengemulsi
Pemilihan zat pengemulsi sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pembuatan suatu emulsi yang stabil. Agar berguna dalam preparat farmasi, zat
pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu, diantaranya harus dapat
dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya, tidak mengganggu stabilitas dari
zat terapeutik, tidak toksik dalam jumlah yang digunakan, serta mempunyai bau,
rasa, dan warna yang lemah (Ansel, 1989; Gennaro, 1990).
Zat pengemulsi dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut:
a. Golongan karbohidrat, seperti gom, tragakan, agar, dan pektin. Bahan-bahan ini
koloid hidrofilik yang membentuk selaput multimolekul di sekeliling
25
b. Golongan protein, seperti gelatin, kuning telur, dan kasein. Zat-zat ini
menghasilkan emulsi m/a.
c. Golongan alkohol, seperti stearil alkohol, setil alkohol, gliseril monostearat,
kolesterol, dan turunan kolesterol. Bahan-bahan ini digunakan terutama sebagai
zat pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang
digunakan sebagai obat luar.
d. Golongan surfaktan (sintetik), bisa yang bersifat anionik, kationik, dan
nonionik yang diadsorpsi pada antarmuka minyak-air untuk membentuk
selaput monomolekul dan mengurangi tegangan antarmuka.
e. Golongan zat padat terbagi halus, seperti bentonit, magnesium hidroksida, dan
alumunium hidroksid yang diadsorpsi pada antarmuka antara dua fase cair
taktercampurkan dan membentuk suatu selaput partikel disekitar globul
terdispersi (Ansel, 1989; Martin, et al., 2011).
2.8.7.1 Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama
kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26
dan rumus strukturnya pada Gambar 2.3.
26
Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan
berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan
etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 secara luas digunakan dalam
produk kosmetik dan makanan. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat
pendispersi, emulgator, dan peningkat kelarutan, pensuspensi dan pembasah
(Rowe, et al., 2009).
2.8.7.2 Gom arab
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di
Sudan dan Senegal. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding
hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum
arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan
mencegah kristalisasi gula. Gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum
berkisar 4,5 – 5,0. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan
viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan
panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu
pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan
kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Viskositas akan meningkat
sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Rowe, et al., 2009).
2.8.8 Sistem HLB
Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian
hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau
kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk
27
dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai
keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLBnya. Dengan metode ini tiap zat
mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut.
Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai kira-kira 40, kisaran lazimnya
antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih
besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan lebih lipofilik. Umumnya zat
aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6
dan menghasilkan emulsi air dalam minyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai
harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air
(Kulshreshtha, et al., 2010). Contoh-contoh dari beberapa harga HLB yang
ditetapkan untuk beberapa surfaktan pilihan terlihat dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Aktivitas dan harga HLB surfaktan
Aktivitas HLB
Antibusa 1 sampai 3 Pengemulsi (a/m) 3 sampai 6 Zat pembasah 7 sampai 9 Pengemulsi (m/a) 8 sampai 18 Pelarut 15 sampai 20 Detergen 13 sampai 15 (Kulshreshtha, et al., 2010).
2.8.9 Ketidakstabilan emulsi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi secara
fisika diantaranya, pengkriman (creaming), pemecahan (breaking) dan inversi.
a. Pengkriman
Pengkriman (creaming) adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan,
dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih
Faktor-28
faktor yang penting dalam pengkriman suatu emulsi dihubungkan oleh hukum
stokes (Martin, et al., 2011).
Analisa terhadap persamaan tersebut menunjukkan bahwa jika densitas
fase terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi
m/a, kecepatan sedimentasi menjadi negatif, yaitu terjadi pengkriman ke atas. Jika
fase internal lebih berat daripada fase eksternal, globul akan mengendap. Ini
merupakan suatu fenomena yang biasa terjadi pada emulsi a/m, yaitu fase internal
cair, memiliki densitas lebih besar daripada fase kontinu (minyak). Efek ini dapat
disebut sebagai pengkriman ke arah bawah. Semakin besar perbedaan densitas
kedua fase, semakin besar globul minyak, dan semakin berkurang kekentalan fase
eksternal, semakin tinggi kecepatan pengkriman (Martin, et al., 2011).
b. Pemecahan
Pengkriman harus dianggap berbeda dengan pemecahan (breaking) karena
pengkriman merupakan suatu proses reversible, sedangkan pemecahan adalah
proses irreversible. Jika emulsi pecah, pencampuran sederhana tidak dapat
mensuspensikan globul kembali dalam bentuk emulsi yang stabil karena selaput
yang melapisi partikel telah rusak dan minyak cenderung menyatu (Martin, et al.,
2011).
c. Inversi
Inversi adalah peristiwa berubahnya jenis emulsi dari m/a menjadi a/m
atau sebaliknya. Suatu emulsi o/w yang distabilkan dengan natrium stearat dapat
diubah menjadi w/o dengan menambahkan kalsium klorida untuk membentuk
kalsium stearat. Inversi bisa juga dihasilkan dengan mengubah perbandingan
29
2.9 Emulsi Minyak
2.9.1 Emulsi minyak kelapa murni
Penelitian yang dilakukan oleh Syukri, et. al., (2008), menggunakan
emulgator Span 80 (20%, 15%, 10%) dan Tween 40 0,1% diperoleh emulsi yang
kurang stabil. Volume pemisahan fase pada suhu kamar, suhu 400C dan
sentrifugasi selama 4 minggu penyimpanan semakin tinggi sedangkan viskositas
menurun perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya umur sediaan. Perbedaan
konsentrasi Span 80 (20%, 15%, 10%) pada Tween 40 0,1% sebagai emulgator
berpengaruh pada stabilitas fisik emulsi minyak kelapa murni.
2.9.2 Emulsi minyak buah merah
Penelitian yang dilakukan oleh Murtiningrum, et. al., (2013),
menggunakan CMC, gum arabic, Tween 20 dan Tween 80 dalam pembuatan
emulsi minyak buah merah. Penggunaan Tween 20 (0,45%), Tween 80 (0,45%),
dan CMC (0,25%) dapat membentuk emulsi minyak buah merah yang stabil
selama lima hari. Konsentrasi pengemulsi berpengaruh terhadap rasio minyak dan
air untuk menghasilkan kekentalan dan daya alir emulsi minyak buah merah yang
baik. CMC menghasilkan kestabilan emulsi minyak buah merah terbaik dengan
nilai viskositas tertingi, persentase pemisahan emulsi terendah dan stabil selama
penyimpanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Febrina, et al., (2007), menggunakan gom
arab (10%, 12,5% dan 15%) dalam sediaan emulsi minyak buah merah. Ketiga
formula emulsi minyak buah merah dengan variasi jumlah gom arab
30
arab 15% merupakan formula yang paling stabil berdasarkan uji stabilitas.
Stabilitas fisik yang diuji terhadap beberapa minyak dapat dilihat dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Stabilitas fisik emulsi Minyak
Bahan (%) Stabilitas Fisik Hasil Literatur Tween 40 0,1% dalam
Viskositas Viskositas menurun selama 4 minggu
Pemisahan fase Volume pemisahan CMC lebih kecil dibanding Tween 20 dan Tween 80 selama 5 hari penyimpanan
(b) Viskositas Viskositas CMC lebih
tingggi dibanding Tween 20 dan Tween 80 selama 5 hari
Pemisahan fase Volume pemisahan fase semakin kecil Viskositas Viskositas semakin
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu melihat
pengaruh variasi konsentrasi Tween 80 yang dikombinasi dengan gom arab dalam
stabilitas sediaan emulsi VCO. Penelitian ini meliputi pemeriksaan organoleptis,
berat jenis, kadar air, bilangan asam, rendemen minyak dari VCO, uji pH, uji tipe
emulsi, pengamatan creaming, uji viskositas, uji redispersibilitas (pengocokan),
ukuran partikel dan distribusi partikel emulsi VCO. Penelitian ini dilaksanakan di
laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah stoples transparan, botol timbang, oven
(Fisher Isotem 500 Series), desikator, labu ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex),
buret (Pyrex), klaim, statif, gelas ukur (Pyrex), pipet tetes, piknometer (Pyrex),
corong pisah (Interkey), batang pengaduk, spatel, lumpang, stamfer, objek gelas
(Pyrex), neraca analitik (Boeco), pH meter (Hanna), mikroskop, dan viskometer
brookfield.
3.3 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah kelapa tua berumur 11 - 12 bulan
yang ditandai oleh sabut yang berwarna kecoklatan, ragi tempe (PT. Aneka
32
(Merck), Tween 80 (Merck), sukrosa, nipagin (Merck), butil hidroksi toluen
(Merck), aquadest.
3.4Prosedur Kerja
3.4.1. Pembuatan VCO
Empat buah kelapa diparut dan diperoleh berat 2 kg kelapa parut lalu
ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 artinya 2 kg kelapa parut dicampur
dengan 2 liter air, kemudian diperas dan disaring untuk memperoleh santan.
Santan dimasukkan kedalam stoples transparan kemudian didiamkan selama 1
jam hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas yaitu krim santan dan lapisan bawah
yaitu air. Krim santan diambil dan diperolah sebanyak 1 liter. Selanjutnya
ditambahkan ragi tempe dengan perbandingan 5:1 artinya 1000 ml krim santan
dan 200 g ragi tempe. Kemudian diaduk, dimasukkan kedalam corong pisah,
didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar, sesudah pendiaman terbentuk tiga
lapisan yaitu lapisan atas (minyak), lapisan tengah (protein) dan lapisan bawah
(air). Selanjutnya dilakukan pemisahan terhadap lapisan-lapisan yang terbentuk
yaitu lapisan minyak, protein, air dengan cara membuka krannya dan menampung
masing-masing lapisan. Lapisan minyak yang diperoleh di sentrifuge selama 20
menit dengan kecepatan 2000 rpm untuk mendapat minyak yang baik (Cahyono
dan Untari, 2009).
3.4.2.4 Kadar minyak
Penentuan rendemen atau kadar minyak dilakukan berdasarkan cara
33
Kadar minyak =Berat Minyak
Berat Sampel x 100%
3.4.2 Uji mutu VCO
3.4.2.1 Kadar air
Ditimbang VCO sebanyak 5 g dalam botol timbang, kemudian dimasukkan
kedalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator
selama 30 menit. Ditimbang kembali botol timbang untuk memperoleh berat
konstan (Standarisasi Nasional Indonesia, 2008).
Kadar air =Berat awal−Berat akhir
Berat sampel x 100%
3.4.2.2Bilangan Asam
Ditimbang VCO sebanyak 5 g kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer
250 ml. Ditambahkan alkohol 95% sebanyak 50 ml lalu dipanaskan dan diaduk
dengan hot plate. Setelah dingin dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan
indikator fenolftalein sampai berwarna merah jambu (Standarisasi Nasional
Indonesia, 2008).
Bilangan asam =ml KOH x N KOH x Mr KOH Berat Sampel
3.4.2.3Berat jenis
Ditimbang berat piknometer kosong lalu masukkan VCO kedalam
piknometer dan ditimbang kembali. Setelah itu direndam dalam waterbath pada
suhu 25 ± 0,20C selama 30 menit dan ditimbang berat piknometer tersebut
(Ketaren, 1986).
34
3.5 Penentuan Emulgator dan Formulasi Emulsi VCO
3.5.1 Penentuan emulgator
Untuk menentukan emulgator yang cocok dalam pembuatan sediaan
emulsi VCO, dibuat suatu basis emulsi dengan menggunakan beberapa emulgator
yang biasa digunakan diantaranya gom arab, CMC Na, Span 60, Tween 80 dan
diamati kestabilannya seperti terlihat pada Tabel 3.1. Emulgator yang
menghasilkan basis emulsi paling baik digunakan untuk membuat formula
selanjutnya.
Tabel 3.1 Formula basis emulsi VCO
Bahan (%) F1 F2 F3 F4 F5
VCO 25 25 25 25 25
Gom arab 20 - 20 - 20
Tween 80 - 1 1 1 -
Span 60 - - - 20 -
CMC Na - - - - 2
Akuades sampai 100 100 100 100 100
Cara Pembuatan:
Formula 1
Dibuat dengan menggunakan metode gom kering. Di dalam mortir minyak
bersama gom diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan air sekaligus
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan air sampai
35 Formula 2
Dibuat dengan menggunakan metode gom kering. Di dalam mortir minyak
bersama Tween 80 yang telah dilarutkan dengan sedikit air diaduk sampai
homogen, kemudian ditambahkan air sekaligus sambil diaduk cepat sampai
terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan (Ansel,
1989).
Formula 3
Dibuat dengan menggunakan metode gom kering. Di dalam mortir minyak
bersama gom diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan air sekaligus
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan Tween 80
sedikit demi sedikit kemudian ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan
(Ansel, 1989).
Formula 4
Dibuat dengan menggunakan metode gom kering. Di dalam mortir minyak
bersama Span 60 diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan air sekaligus
sambil diaduk cepat sampai terbentuk inti emulsi lalu ditambahkan Tween 80
sedikit demi sedikit kemudian ditambahkan air sampai jumlah yang ditentukan
(Ansel, 1989).
Formula 5
Gom digerus dengan air sebanyak 1,5 dari jumlah gom (massa 1). CMC
Na dikembangkan dalam air panas yang banyaknya 20 kali jumlah CMC Na
selama 20 menit kemudian gerus sampai terbentuk warna transparan (massa 2).
Didalam lumpang masukkan massa 1 dan massa 2 lalu gerus homogen kemudian
36
Masing-masing formula diamati meliputi warna, bau dan pemisahan fase.
3.5.2 Formulasi emulsi VCO
Hasil pengamatan dari penentuan emulgator menunjukkan bahwa formula
basis emulsi dengan menggunakan emulgator Tween 80 dan gom arab merupakan
basis emulsi kombinasi terbaik di antara keempat basis emulsi yang lain. Oleh
karena itu dibuat variasi konsentrasi Tween 80 0,25, 0,5, 0,75 dan 1% yang
dikombinasi dengan gom arab 20%, nipagin 0,1%, sukrosa 20%, butil hidroksi
toluen 0,1% (Rowe, et al., 2009). Formula emulsi VCO dapat dilihat pada Tabel
3.2.
Tabel 3.2 Formula emulsi VCO
Bahan (%) F1 F2 F3 F4 F5
VCO 25 25 25 25 25
Gom arab 20 20 20 20 20 Tween 80 - 0,25 0,5 0,75 1 Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Sukrosa 20 20 20 20 20
Butil hidroksi toluen 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Akuades sampai 100 100 100 100 100
3.6 Cara Pembuatan Emulsi VCO
Dibuat dengan menggunakan metode gom kering yaitu mula-mula VCO
dituangkan ke dalam mortir, kemudian gom arab didispersikan hingga merata ke
dalam minyak, diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan air gerus cepat ringan
sampai terbentuk inti emulsi. Sukrosa, nipagin, Tween 80 masing-masing
dilarutkan dalam air secukupnya, dimasukkan ke dalam emulsi yang telah
37
3.7 Evaluasi terhadap Sediaan
3.7.1 Pengamatan organoleptis
Pengamatan organoleptis yang diamati meliputi pengamatan bentuk,
konsistensi, warna, rasa serta bau dari emulsi VCO secara visual (Ditjen POM,
1995).
3.7.2 Pengukuran pH
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat
terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH
7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH
tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aquadest, lalu dikeringkan dengan
tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan
dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan
tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
3.7.3 Penentuan tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit
metilen biru pada permukaan emulsi. Jika air merupakan fase eksternal m/a, bahan
pewarna akan terlarut dan berdifusi merata dalam air. Jika emulsi bertipe a/m,
partikel-partikel bahan pewarna akan menggumpal pada permukaan (Martin, et
al., 2011).
3.7.4 Pengamatan creaming
Pengukuran dilakukan dengan membandingkan tinggi fase yang memisah
38
3.7.5 Penentuan viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer
Brookfield. Viskometer disiapkan, dipasang spindle no.61, diukur viskositas
sediaan pada kecepatan putar spindle 12 rpm, kemudian hasil pembacaan
dikalikan dengan faktor koreksi yang ada pada alat tersebut.
3.7.6 Uji redispersibilitas
Uji redispersibilitas dilakukan dengan cara mengocok masing-masing
sediaan uji, kemudian dihitung jumlah pengocokan yang diperlukan sampai
sediaan emulsi terdispersi kembali.
3.7.7 Ukuran partikel dan distribusi partikel terdispersi
Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi ukuran partikel dan distribusi
partikel terdispersi menggunakan mikroskop. Ukuran partikel terdispersi
ditentukan dengan pengamatan dibawah mikroskop yang diproyeksikan ke sebuah
layar dan dilakukan pemotretan dari slide yang sudah disiapkkan. Pada sistem ini
akan muncul ukuran partikel dalam bentuk pixel selanjutnya diubah kedalam
bentuk µm (1 pixel= 264, 58334 µm). Dari hasil pengamatan kemudian di plot
grafik waktu versus ukuran partikel terdispersi sehingga diamati perubahan
ukuran partikel terdispersi. Ukuran rata-rata partikel terdispersi yang semakin
kecil menandakan produk emulsi semakin stabil.
Distribusi partikel terdispersi ditentukan dengan memplot ukuran partikel
versus jumlah partikel sehingga diperoleh kurva distribusi partikel terdispersi.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Mutu VCO
4.1.1 Karakteristik organoleptis VCO
VCO berbentuk cairan encer berwarna bening, mempunyai rasa tawar
serta bau yang khas. Saat diminum VCO mempunyai rasa khas minyak nabati
serta rasa yang tidak enak sebab cairan berbentuk minyak ini tidak larut air
sehingga tetap meninggalkan bekas minyak di lidah yang menimbulkan rasa tidak
nyaman bagi penggunanya.
4.1.2 Kadar air, bilangan asam dan bobot jenis VCO
Data perhitungan hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
Hasil penelitian tentang pembuatan VCO dengan ragi tempe secara fermentasi
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data kadar air, bilangan asam dan bobot jenis VCO
No Parameter Hasil
1 Kadar air 0,03%
2 Bilangan asam 0,1389% 3 Bobot Jenis 0,915 4 Rendemen Minyak 40,82%
Pada tabel diatas dapat dilihat hasil kadar air VCO dalam penelitian ini
memenuhi standar SNI yaitu maksimal 0,2%. Semakin besar kadar air dalam
minyak, maka minyak makin rentan mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan
dihasilkannya asam lemak bebas dalam reaksi hidrolisis. Penentuan kadar air
dalam minyak sangat penting dilakukan, karena adanya air dalam minyak