• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

Lembaga Farmasi

Direktorat Kesehatan Angkatan Darat

Bandung

Disusun Oleh:

Debora R. Hutagaol, S.Farm.

NIM 133202215

Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm.

NIM 133202126

Lestari Lumban Gaol, S.Farm.

NIM 133202216

Lurey Fadlilah Lubis, S.Farm.

NIM 133202127

Ulfah Rezeki, S.Farm.

NIM 133202219

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad ini berlangsung mulai tanggal 06 Oktober sampai 31 Oktober 2014. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Lafi Ditkesad sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku pembimbing di Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dalam penyusunan laporan ini.

Kolonel Ckm Drs. Budiman Gunawan, Apt., MARS., selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. Mayor Ckm Martin, S.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Penyimpanan sekaligus sebagai Koordinator Praktik Kerja Profesi Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

(3)

per satu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, materil maupun membantu secara moril.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan.

Medan, Desember 2014

(4)

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, Bandung. PKP ini dilaksanakan agar calon apoteker memperoleh bekal dalam keterampilan dan keahlian untuk mengelola perbekalan farmasi dan secara langsung melihat peran apoteker dalam industri farmasi.

PKP ini dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober 2014 sampai dengan 31 Oktober 2014. Kegiatan PKP yang dilaksanakan di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, Bandung, meliputi: mempelajari fungsi dan tugas Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dalam penyediaan sediaan farmasi bagi prajurit AD, PNS AD, sistem pendistribusian perbekalan farmasi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan melakukan pekerjaan kefarmasian di farmasi industri seperti produksi sediaan-sediaan farmasi, penyimpanan bahan baku dan produk jadi serta pendistribusiannya.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RINGKASAN ... vi

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri Farmasi ... 4

2.1.1 Pengertian industri farmasi ... 4

2.1.2 Persyaratan industri farmasi ... 4

2.1.3 Pencabutan izin usaha industri farmasi ... 5

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ... 5

2.2.1 Manajemen mutu ... 7

2.2.2 Personalia ... 8

2.2.3 Bangunan dan fasilitas ... 11

2.2.4 Peralatan ... 12

2.2.5 Sanitasi dan higiene ... 14

2.2.6 Produksi ... 15

(6)

2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan

pemasok ... 18

2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk ... 19

2.2.10 Dokumentasi ... 21

2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ... 22

2.2.12 Kualifikasi dan validasi ... 23

2.3 Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) .... 24

2.4 Peran Apoteker dalam Industri Farmasi ... 27

BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT ... 28

3.1 Visi dan Misi Lafi Ditkesad ... 28

3.2 Sejarah Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat ... 28

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad ... 30

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad ... 31

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad ... 33

3.6 Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik di Lafi 3.8.2 Kegiatan instalasi pengawasan mutu (instalwastu) 36 3.8.3 Kegiatan instalasi penelitian dan pengembangan (installitbang) ... 37

(7)

3.8.5 Kegiatan instalasi penyimpanan (instalsimpan) ... 37

3.8.6 Kegiatan instalasi pemeliharaan dan sisjang (instalhar dan sisjang) ... 38

3.8.7 Dokumentasi ... 47

BAB IV PEMBAHASAN ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Struktur organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad

berdasarkan Peraturan Kasad

No. Perkasad/219/XII/2007 Tanggal 10-12-2007 ... 59

Lampiran 2. Sertifikat cara pembuatan obat yang baik ... 60

Lampiran 3. Produk Lafi Ditkesad ... 61

Lampiran 4. Sistem pengawasan mutu Lafi Ditkesad ... 62

Lampiran 5. Label karantina, diluluskan dan ditolak ... 63

Lampiran 6. Blanko catatan pengujian tablet dan kapsul ... 64

Lampiran 7. Blanko laporan hasil pengujian laboratorium ... 65

Lampiran 8. Alur personel dalam proses produksi sediaan non steril ... 66

Lampiran 9. Alur material dalam proses produksi ... 67

Lampiran 10. Alur proses produksi tablet biasa/ salut secara granulasi basah ... 68

Lampiran 11. Label penimbangan ... 69

Lampiran 12. Alur proses produksi sirup basah/ cairan obat luar ... 70

Lampiran 13. Alur proses produksi kapsul ... 71

Lampiran 14. Instalasi AHU Lafi Ditkesad ... 72

Lampiran 15. Kartu gantung ... 73

Lampiran 16. Kartu kendali/kardek ... 74

Lampiran 17. Alur/proses penerimaan dan pengeluaran barang diinstalasi penyimpanan Lafi Ditkesad ... 75

Lampiran 18. Alur sistem pengolahan air ... 76

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, maupun spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia, sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat memiliki peran strategis dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Begitu besar dan pentingnya arti kesehatan, maka industri farmasi dituntut untuk menyediakan obat dalam jenis dan jumlah yang memadai serta memiliki kualitas yang baik (Badan POM, 2003).

(10)

persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB.

Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mewajibkan seluruh Industri Farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam semua aspek kegiatan produksi secara menyeluruh dan konsisten sehingga dapat menghasilkan sediaan farmasi yang bermutu sesuai dengan pedoman persyaratan yang dikehendaki.

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan salah satu Industri Farmasi yang ada di Indonesia dengan sifat non profit, dimana Lafi Ditkesad memproduksi obat untuk memenuhi kebutuhan prajurit, PNS TNI AD beserta seluruh keluarganya. Lafi Ditkesad adalah lembaga produksi yang bernaung di bawah Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Ditkesad) yang telah memperoleh sertifikat CPOB.

(11)

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan di Lafi Ditkesad bertujuan untuk:

1. Memahami fungsi dan peran Apoteker di industri farmasi baik manajerial maupun penerapan CPOB dalam industri farmasi, khususnya di Lafi Ditkesad. 2. Memahami dan menguasai aspek-aspek CPOB yang ada di industri farmasi

dalam seluruh proses produksi obat.

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1Pengertian industri farmasi

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan POM, 2012).

2.1.2 Persyaratan industri farmasi

Industri Farmasi wajib memperoleh izin usaha dalam melaksanakan kegiatannya. Oleh karena itu, industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 untuk memperoleh izin mendirikan Industri Farmasi, suatu usaha Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

(13)

4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab Pengawasan Mutu, Produksi, dan Pemastian Mutu.

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasian.

2.1.3 Pencabutan izin usaha industri farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010, izin usaha industri farmasi dapat dicabut apabila industri tersebut:

1. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan usaha tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau menyampaikan informasi yang tidak benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.

4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha Industri Farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

(14)

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaanya (Badan POM, 2012).

CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada proses pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk menjamin bahwa obat yang bermutu tinggi tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (to build quality into the product). Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, serta personel yang terlibat. Oleh karena itu, Pemastian Mutu suatu obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat (Badan POM, 2012).

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi 12 aspek yaitu:

1. Manajemen Mutu 2. Personalia

3. Bangunan dan Fasilitas 4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi

7. Pengawasan Mutu

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok

(15)

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 12. Kualifikasi dan Validasi

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara pembuatan obat yang baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektifitasnya. Unsur dasar Manajemen Mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

(16)

Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk (Badan POM, 2012).

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem Pemastian Mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personel hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

(17)

Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis sebagai berikut:

1. Personel Kunci

a. Personel Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu.

b. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu/kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu dengan yang lain.

2. Organisasi, Kualifikasi dan tanggung jawab

a. Pada struktur organisasi perusahaan, bagian Produksi dan Pengawasan Mutu harus dipimpin oleh seorang Apoteker yang berbeda, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.

b. Manajer produksi harus seorang apoteker yang terlatih serta memiliki pengalaman praktis yang memadai, diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh mengelola produksi obat.

c. Manajer Pengawasan Mutu harus seorang Apoteker yang handal, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur Pengawasan Mutu.

(18)

persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan serta kemunduran mutu serta penyimpanan dokumen-dokumen.

e. Tersedia tenaga yang terampil dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan supervisi langsung di bagian Produksi dan Pengawasan Mutu. Setiap supervisor tersebut harus terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman praktis dan bertanggung jawab kepada manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.

f. Tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan Pengawasan Mutu sesuai prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personel harus tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat.

h. Tugas dan tanggung jawab harus diberikan dengan jelas serta dapat dipahami dengan baik oleh setiap personel.

3. Pelatihan

a. Seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, harus dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.

(19)

c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personel terbiasa dengan persyaratan CPOB.

d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.

e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personel harus disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi personel harus dinilai secara berkala untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

2.2.3 Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadi risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana maka perlu:

1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi.

(20)

3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.

4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95 %.

5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air) .

6. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air).

7. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder. 8. Kelas G adalah ruang gudang.

Bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

2.2.4 Peralatan

(21)

bets, dan memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

a. Desain dan konstruksi

1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik. b. Pemasangan dan penempatan

1) Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran.

(22)

c. Perawatan

1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

2) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi. 3) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan dan bila perlu

disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi.

4) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang sama secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).

5) Peralatan hendaknya diidentifikasi isi dan status kebersihannya.

6) Buku log hendaknya dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personel yang melakukan kegiatan tersebut.

2.2.5 Sanitasi dan higiene

(23)

hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

a. Produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.

b. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

c. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.

d. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk memudahkan segragasi antar bets dan rotasi stok.

e. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.

(24)

nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi.

g. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. h. Sistem penomoran bets/lot

Untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

2.2.7 Pengawasan mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.

(25)

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga mencakup semua keputusan yang berhubungan dengan mutu produk, yaitu uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, penyusunan dan perbaharuan spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya.

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Selain itu harus didukung dengan sarana yang memadai. Tugas pokok bagian Pengawasan Mutu, yaitu:

a. Membuat dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.

b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan, pengujian dan analisis.

c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis. d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk. e. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.

f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan atau produk jadi.

g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan dan produk berdasarkan data stabilitasnya.

h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data stabilitas serta kondisi penyimpanannya.

(26)

j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat. k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil. l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk

tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan.

m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari perusahaan.

2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok.

Inspeksi Diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin. Prosedur dan Catatan Inspeksi Diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

(27)

Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri dengan anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun Inspeksi Diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil pengamatan hendaklah dicatat dan dijadikan laporan. Selain mencakup hasil inspeksi diri, laporan tersebut menyertakan evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.

Audit Mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:

(28)

b. Keluhan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain.

c. Keluhan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan.

b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen. c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah

menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.

d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk Kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke dalam persediaan.

2) Produk kembalian yang dapat diproses ulang.

(29)

Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. 2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personel yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi bahan awal 2. Spesifikasi bahan pengemas

3. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan 4. Spesifikasi produk jadi

(30)

6. Prosedur Pengolahan Induk 7. Prosedur Pengemasan Induk 8. Catatan Pengolahan Bets 9. Catatan Pengemasan Bets

2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar dan disetujui serta dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak haruslah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets suatu produk yang akan diedarkan. Pelulusan bets tersebut menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

a. Pemberi kontrak

1) Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.

2) Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan persyaratan legal lain.

(31)

b. Penerima kontrak

1) Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO).

2) Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.

3) Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak.

4) Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

a. Kualifikasi

1) Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

2) Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru atau yang dimodifikasi.

(32)

4) Kualifikasi kinerja hendaklah mencakup pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan.

b. Validasi proses

1) Validasi prospektif`adalah validasi proses yang dilakukan sebelum produk dipasarkan.

2) Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan.

3) Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang sudah berjalan. c. Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur

pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan.

d. Validasi metode analisis mempunyai tujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Metode analisa yang divalidasi antara lain: uji identifikasi, penetapan kadar, dan uji impuritas.

2.3 Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Industri farmasi dalam pembuatan produk-produk farmasi menggunakan proses dan teknologi yang sangat kompleks. Ada beberapa bagian yang banyak menghasilkan limbah dalam industri farmasi antara lain adalah :

(33)

c. Ekstraksi bahan alami d. Fermentasi

e. Formulasi

Dalam PP No. 18 tahun 1999 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Limbah industri farmasi merupakan limbah B3 dari sumber yang spesifik. Limbah ini berasal dari :

a. Hasil buangan dari fasilitas produksi b. Pelarut bekas

c. Produk kadaluarsa dan sisa

d. Hasil buangan dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) e. Peralatan dan kemasan bekas

f. Residu proses produksi dan formulasi g. Adsorben dari filter (karbon aktif)

h. Residu proses destilasi, evaporasi, dan reaksi i. Limbah Laboratorium

j. Residu dari proses insenerasi

(34)

fitofarmasi (pestisida), ter dan residu kilang minyak, senyawa obat, peroksida, klorat, perklorat, eter, bahan kimia dari laboratorium, asbes, polisiklik aromatis hidrokarbon (PAH), metalkarbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan basa yang digunakan dalam proses pengolahan permukaan dan finishing logam.

Dalam rekomendasi UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) tentang penanganan limbah farmasi memuat : pengolahan air limbah meliputi 3 proses, yaitu :

1. Proses fisik

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air, termasuk proses ini adalah :

a. Penyaringan

Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan padatan kotor yang dapat merusak atau mengganggu peralatan pengolahan (kran pompa dan lain sebagainya). Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat.

b. Pemisahan pasir

Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung untuk mengendap pada pipa-pipa yang akan mengganggu kerja.

c. Pemisahan minyak

(35)

d. Sedimentasi, pengapungan dan koagulasi

Proses ini untuk memisahkan partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam air limbah yang berat dengan sedimentasi sedang, yang ringan dengan pengapungan.

2. Proses secara biologis

Untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan secara biologis oleh mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar organik dengan proses aerob ataupun anaerob.

3. Proses secara kimia fisika

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air tetapi tidak dapat didegradasi secara biologis, baik organik (bahan warna organik, fenol dan sebagainya) maupun bahan anorganik seperti Cu, Hg, CN, PO4 dan lain sebagainya.

2.4 Peran Apoteker dalam Industri Farmasi

(36)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Visi dan Misi Lafi Ditkesad

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan bagi TNI Angkatan Darat, Lafi Ditkesad memiliki visi dan misi sebagai berikut:

1. Visi

Menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI.

2. Misi

a. Mampu memenuhi kebutuhan obat Dukkes dan Yankes TNI AD. b. Pusat litbang dan informasi obat TNI AD.

c. Mampu menjadi mitra industri farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat nasional.

3.2 Sejarah Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad), atau yang dahulu bernama Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL), merupakan lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1818 di Jakarta. Lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh tentara Belanda.

(37)

awalnya, kegiatan produksi Lafi Ditkesad dilakukan di Jl. Gudang Utara No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2 dan luas bangunan 3.382 m2. Namun berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di tempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana Induk Perbaikan (RIP) Lafi Ditkesad dengan lokasi di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan luas tanah 12.152 m2 dan luaas bangunan 6.087,25 m2. Gedung baru Lafi Ditkesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB. Pada tanggal 28 Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat No. 02.01.2.4.96.665. Barulah pada tahun 1997 dimulai pembangunan sarana fasilitas Lafi Ditkesad sesuai dengan RIP yang sudah disetujui tersebut.

Pada tahun 2000, Lafi Ditkesad telah berhasil mendapatkan empat sertifikat

CPOB untuk sediaan antibiotik β-laktam, selanjutnya pada tahun 2001 diperoleh satu

sertifikat CPOB untuk sediaan serbuk injeksi steril antibiotik β-laktam dan

turunannya, serta pada tanggal 1 Juni 2006 diperoleh lima sertifikat CPOB untuk

fasilitas non β-laktam yaitu sediaan tablet biasa antibiotika, tablet salut

non-antibiotika, kapsul keras non-non-antibiotika, serbuk oral non-antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika (4). Saat ini Lafi Ditkesad hanya memiliki empat sertifikat

CPOB untuk sediaan non β-laktam yaitu untuk sediaan tablet biasa, kapsul keras,

(38)

salut non-antibiotika. Sedangkan injeksi masih menunggu proses sertifikasi dari badan POM.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lafi Ditkesad adalah Badan Pelaksana Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad). Tugas pokok Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian, serta pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Lafi Ditkesad menyelenggarakan tugas sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan fungsi utama

a. penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat.

b. produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang produksi obat.

c. pengawasan Mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan pemeriksaan fisika, kimia dan mikrobiologi terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, serta pengawasan selama proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

(39)

e. penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaaan, dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan, serta pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan, dan obat jadi.

2. Dalam melaksanakan fungsi organik a. fungsi organik militer

Meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang intelijen, operasi, personel, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

b. fungsi organik pembinaan

Meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Berdasarkan peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007, struktur organisasi Lafi Ditkesad adalah sebagai berikut:

1. Eselon Pimpinan

a. kepala Lembaga Farmasi (Kalafi Ditkesad) dijabat oleh seorang Perwira Menengah Angkatan Darat (Pamen AD) berpangkat Kolonel Ckm dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kalafi Ditkesad bertanggung jawab kepada Dirkesad.

(40)

melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Kalafi Ditkesad.

2. Eselon Pembantu Pimpinan

a. perwira Ahli Lembaga Farmasi (Paahli Lafi Ditkesad) dijabat oleh tiga orang Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, yang terdiri dari Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu (Paahli Madya Jemen Mutu), Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi (Paahli Madya Tekfi), dan Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Paahli Madya Amdal).

b. kepala Bagian Administrasi Logistik (Kabagminlog) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm.

3. Eselon Pelayanan

Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kasituud) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm. Kasituud merupakan unsur pelayanan Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengamanan, administrasi personel, logistik, tata usaha, dan urusan dalam.

4. Eselon Pelaksana

a. kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengkajian, penelitian, dan pengembangan.

(41)

c. kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengawasan dan peningkatan mutu.

d. kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan Sisjang) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pemeliharaan dan sistem penunjang.

e. kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan) dijabat oleh pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi penyimpanan dan pengeluaran materiil produksi. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad

(42)

Tabel 3.1. Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS Oktober 2014

3.6 Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik di Lafi Ditkesad

Dalam melaksanakan proses produksi, Lafi Ditkesad selalu berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal tersebut telah dibuktikan dengan diperolehnya sembilan sertifikat CPOB dan selalu diperbaharui antara lain (Lampiran 2):

Sertifikat Non β-laktam yang diperoleh pada tahun 2013, mencakup:

1. No.3525A/CPOB/A/V/11, untuk sediaan tablet biasa dan tablet salut non antibiotika.

2. No.3525B/CPOB/A/V/11, untuk sediaan kapsul keras non antibiotika. 3. No.3525C/CPOB/A/V/11, untuk sediaan serbuk oral non antibiotika. 4. No.3525D/CPOB/A/V/11, untuk sediaan cairan obat oral non antibiotika.

3.7 Produk-Produk Obat Lafi Ditkesad dan Rencana Produksinya

1. Kaplet

(43)

b. Yudhavit – (Ginseng, Multivitamin & Mineral) 2. Tablet

a. Buscofiad – (Metampiron 300 mg) b. Clofenad – (Na Diklofenak 50 mg) c. Imodiad – (Loperamida HCl 2 mg) d.Lafihistin – (Mebhidrolin Basa 50 mg) e. Lafitens – (Kaptopril 25 mg)

f. Neodiare – (Atapulgit 600 mg)

g.Neostopflu – (CTM, Parasetamol 500 mg, Phenylpropanolamin HCl) h. Neuralgad – (Metampiron 500 mg, Vitamin neutropik)

i. Neurobiad – (Vitamin neutropik)

j. Sultrim – (Sulfametoksazol 400 mg, Trimethoprim 80 mg) 3. Kapsul

a. Sangobiad – (Ferro gluconas 250 mg, Vitamin dan Mineral lainnya) 4. Sirup

a. Lafidril DMP Sirup – (DMP 150 mg, Diphenhydramin HCl 100 mg) b. Sultrim Sirup– (Sulfametoksazol 2,4 g, TMP 0,48 g)

Produk-produk obat Lafi Ditkesad dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.8 Kegiatan Lafi Ditkesad

(44)

3.8.1 Kegiatan bagian administrasi dan logistik (bagminlog)

Kabagminlog menerima wewenang dari Kalafi Ditkesad untuk merencanakan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Dukungan Kesehatan (Subditbindukkes) dan Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes). Subditbindukkes adalah bagian dari Direktorat Kesehatan yang salah satu tugasnya mengumpulkan data-data dari seluruh satuan TNI AD tentang kebutuhan obat untuk latihan dan kesiapan operasi serta perangkat kesehatan satuan, sedangkan Subditbinyankes adalah bagian dari Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Ditkesad) yang salah satu tugasnya mengumpulkan data kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit dan laporan dari masing-masing Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Kesehatan Daerah Militer (Kesdam) dan Satuan Kesehatan (Satkes) di seluruh Indonesia untuk prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya. Dari data-data tersebut dibuat Daftar Rencana Kebutuhan Obat Angkatan Darat (Renbut Obat AD) yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

3.8.2 Kegiatan instalasi pengawasan mutu (instalwastu)

(45)

Spektrofotometer, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri),

Climatic Chamber, Dissolution Tester, serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. 3.8.3 Kegiatan instalasi penelitian dan pengembangan (installitbang)

Peran litbang secara umum adalah suatu cara agar industri dapat bertahan dengan sistem pencapaian profit yang signifikan. Bagian litbang membuat inovasi produk lama dengan tujuan agar produk lebih dikenal (melekat di masyarakat) sehingga profit dapat meningkat. Pada industri lain, litbang mempunyai pengaruh besar pada suatu perusahaan farmasi karena ada persaingan atau kompetitor, untuk itu litbang harus terus mengeluarkan inovasi-inovasi barunya, tetapi di Lafi Ditkesad peran litbang belum maksimal karena sarana dan prasarana serta anggaran terbatas. 3.8.4 Kegiatan instalasi produksi (instalprod)

Produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalasi Produksi yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengendalian produk. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad hingga saat ini adalah produk β-laktam dan Non β -laktam. Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad belum diregistrasi ke Badan POM sehingga hanya dapat digunakan untuk lingkungan prajurit, PNS TNI AD beserta keluarganya. Namun demikian, proses produksi obat tersebut tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB terkini yang dikeluarkan oleh BPOM. 3.8.5 Kegiatan instalasi penyimpanan (instalsimpan)

(46)

kecil dan berupa cadangannya (spare part) .

3.8.6 Kegiatan instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang (instalhar dan sisjang)

Instalhar dan sisjang merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan perbaikan terhadap peralatan produksi dan laboratorium agar siap digunakan setiap saat. Kegiatan lainnya yaitu penanganan limbah industri, penyiapan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan perencanaan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan akan dilaporkan kepada Kalafi Ditkesad.

1. Fasilitas pendukung (Utility)

Fasilitas pendukung yang ada di Lafi Ditkesad antara lain pengolahan air, instalasi listrik, uap/boiller, udara bertekanan dan AHS. Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian mengalami pengolahan lebih lanjut. Penanggung jawab pengolahan fasilitas

utility ini adalah Kainstalhar dan Sisjang. Adapun fasilitas pendukung ini terdiri dari:

a. Instalasi listrik

(47)

b. Sistem pengolahan air

Sumber air dapat diperoleh dari berbagai sumber air sungai, air tanah, dan PDAM. Air yang digunakan oleh Lafi Ditkesad berasal dari PDAM. Dipilih PDAM karena air tersebut telah mengalami pengolahan terlebih dahulu, tetapi kelemahannya terjadi ketidakstabilan karena untuk proses pengolahannya PDAM menggunakan klor. Tidak digunakan air tanah karena air tanah mengandung mineral – mineral yang harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan mineral tersebut.

Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah (ground tank) kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam suatu alat filtrasi. Ground tank ini dibagi menjadi tiga sekat, sekat pertama berukuran lebih kecil, sekat kedua agak besar dan sekat ketiga lebih besar. Air didalam sekat pertama digunakan untuk kamar mandi dan toilet. Untuk sekat yang kedua digunakan untuk mencuci di betalaktam, sekat yang ketiga digunakan untuk air washer betalaktam dan pembuatan demineralisata. Untuk digunakan dalam proses produksi air PDAM harus mengalami pengolahan.

Pengolahan air mengalami beberapa tahap penyaringan, antara lain : 1) Sand Filter

Sand filter digunakan untuk membebaskan air dari partikel dan kotoran yang masih ada dalam air PDAM.

2) Carbon Filter

(48)

digunakan pada pengolahan air PDAM. Jika kandungan klor dalam air meningkat maka jumlah karbon aktif yang digunakan juga harus ditingkatkan, karena kadar klor yang tinggi dapat merusak resin anion dan kation pada proses pengolahan air selanjutnya.

3) Penukar anion dan kation

Penukar anion dan kation berfungsi untuk menghilangkan air dari mineral-mineral. Pada proses ini kation ditangkap oleh resin dan ditukar dengan H+ yang berasal dari HCl, sedangkan untuk anion ditangkap oleh resin dan ditukar dengan OH- yang berasal dari NaOH. Setelah resin jenuh (resin tidak mampu menangkap anion dan kation lagi) maka dilakukan Back wash.

Untuk menentukan kualitas air ada tiga parameter yang harus diukur yaitu TDS (Total Dissolve solid), konduktivitas, dan pH. Kualitas air yang baik memiliki TDS dengan konsentrasi dibawah 10 ppm, konduktivitasnya dibawah 1,3µs/cm dan pH netral (±7). Air yang telah memenuhi syarat ditampung didalam tangki yang kemudian siap untuk didistribusikan ke bagian-bagian produksi dan laboratorium yang membutuhkan. Alur sistem pengolahan air dapat dilihat pada Lampiran 18.

c. Uap panas (boiller/steam)

(49)

Lafi Ditkesad menggunakan boiller/steam dengan tipe water tube

(kapasitas uap panas 1500 kg/jam) dan fire tube (kapasitas uap panas yang dimiliki Lafi Ditkesad 1,7 ton/jam). Kelebihan tekanan pada boiller/steam

dapat menyebabkan terjadi ledakan, oleh karena itu boiller/steam dilengkapi alat safety valve yang berguna untuk menjaga tekanan agar tidak melebihi kapasitas. Safety valve ini bekerja otomatis, jika tekanannya melebihi batas aman maka tutup valve akan terbuka dan mengeluarkan uap dari tangki sehingga tekanan kembali normal.

Air yang digunakan untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang ditekan melalui pompa air sehingga masuk ke dalam filter lalu ditampung di dalam tangki stainless steel untuk selanjutnya dipanaskan melalui boiler hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatis dengan alat – alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan akan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang produksi yang membutuhkan.

d. Udara bertekanan, diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang bekerja secara otomatis dengan menggunakan alat pressure switch.

(50)

e. Air Handling System (AHS)

AHS adalah sistem pengaturan udara yang terdapat diruang produksi dan berkaitan dengan jumlah dan ukuran partikel udara, jumlah mikroba, kelembaban, suhu, tekanan udara, jumlah pertukaran udara (air change) dan pola aliran udara di ruangan. Pada ruang kelas C terdapat pre filter dan

medium filter, sedangkan pada ruangan kelas B terdapat pre filter, medium filter, dan HEPA filter. Pada ruang produksi tablet, tekanan udara ruangan pengolahan akan lebih negatif dari tekanan udara pada koridor. Sebaliknya pada ruangan sirup cair tekanan udara ruangan akan lebih positif dibandingkan dengan koridor. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi debu karena aliran udara bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah.

2. Penanganan limbah

Limbah Industri Farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi, pengujian dan pencucian botol, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair.

Pengolahan limbah padat produksi Non β-laktam dilakukan dengan

menggunakan dust collector yaitu alat penghisap debu dari ruang produksi kemudian debu tersebut dikumpulkan dalam kantong penampung yang ada di luar gedung produksi dan kemudian dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet terlebih dahulu diolah dengan air washer, sedangkan untuk

limbah cair produksi Non β-laktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan

(51)

Pengolahan limbah produksi β-laktam terlebih dahulu diolah melalui air washer, di mana limbah padat (debu-debu) yang disedot oleh vakum dari ruangan yang berdebu seperti ruang stripping, pengisian kapsul dan sirup kering, pencetakan, penyalutan, dan pencampuran akan disemprot dengan air bertekanan 4 barr sehingga debu tersebut akan jatuh di bak penampungan. Selanjutnya, air dialirkan ke dalam bak destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi memecah cincin β-laktam dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9. Selanjutnya, pH cairan tersebut dinetralkan dengan penambahan HCl. Setelah itu, limbah akan disalurkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Sedangkan, sisa endapan yang terdapat pada bak penampungan dikumpulkan dalam kantong penampung dan kemudian dibakar.

Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia, dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan cara mengendapkan kotoran pada bak pengendap, cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi, sedangkan cara mikrobiologi dilakukan dalam bak aerasi dengan cara mengembangbiakkan bakteri aerobik di dalamnya agar dapat menghancurkan zat-zat organik. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri, ditambahkan pupuk urea atau NPK sebagai nutrisi untuk bakteri.

(52)

a. Bak penampungan awal

Air limbah yang masuk dari produksi β-laktam (dari bak destruksi) maupun

non β-laktam dan laboratorium akan ditampung dan pengotornya

diendapkan dalam bak ini. Selanjutnya air akan dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama)

b. Bak sedimentasi pertama

Pada bak sedimentasi pertama terjadi proses pengendapan kembali dengan proses fisika. Di dalam bak ini terdapat sekat-sekat yang mampu menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan dapat berlangsung lama. Air limbah dari bak ini akan mengalir ke bak ekualisasi.

c. Bak ekualisasi

Bak ekualisasi adalah bak penampungan air limbah yang mengalir dari bak sedimentasi pertama. Pada bak ekualisasi dipasang 2 alat, yaitu pump

(pompa) dan pengaduk. Kedua alat tersebut bekerja secara otomatis dengan adanya valve. Jika jumlah air di bak aerasi maksimal, maka air akan mati (tidak mengalir) sedangkan jika jumlah air minimal, maka air akan hidup (mengalir). Pump (pompa) berfungsi untuk menyalurkan air limbah dari bak ekualisasi secara otomatis ke bak aerasi yang pengendapannya sudah dihancurkan, sedangkan pengaduk berfungsi untuk mengaduk pengendapan dan material padat pada bak ini dihancurkan dengan menggunakan

communitor sehingga pasir akan terbawa untuk diendapkan. d. Bak aerasi

(53)

aerator. Difuser berfungsi untuk mengaduk air limbah supaya berada dalam bentuk terdispersi (supaya tidak ada yang mengendap), sedangkan aerator

berfungsi untuk memberi udara yang mengandung oksigen. Di dalam bak aerasi terdapat bakteri aerob (jenis SGP 50) yang berguna untuk menghancurkan limbah organik dengan bantuan oksigen (oksigen membantu supaya bakteri hidup di bak aerasi selama proses pengolahan 18-24 jam) dan penambahan nutrisi-nutrisi misalnya sejumlah pupuk urea NPK. Indikator dari adanya kehidupan bakteri yaitu air berwarna coklat jernih.

e. Bak sedimentasi kedua (clarifier tank)

Air dari bak aerasi dalam bentuk tersuspensi akan mengalir secara otomatis ke bak clarifier/sedimentasi 2 apabila difuser tidak aktif sedangkan apabila difuser aktif, endapan/lumpur akan kembali lagi ke bak aerasi dan air di bak clarifier/sedimentasi 2 tidak mengandung lumpur sehingga didapatkan air jernih dan akan mengalir secara gravitasi ke bak koagulasi melalui bak kecil. Dasar dari bak clarifier/sedimentasi 2 bentuknya miring ke satu arah menyebabkan pengendapan lumpur yang terbawa/tersuspensi dalam air limbah.

f. Bak koagulasi

Bak koagulasi adalah bak penampungan air limbah yang berasal dari bak

(54)

Chloride) dengan konsentrasi 5 kg PAC dalam 50 L air (10%). PAC berfungsi untuk mengikat protein rantai panjang yang masih terdapat dalam air limbah/pembentuk antara air dengan endapan. Di bak koagulasi terjadi proses kimia.

g. Bak flokulasi

Limbah yang berasal dari bak koagulasi mengalir ke bak flokulasi melalui pipa besar. Pada bak flokulasi menggunakan zat kimia yaitu poli elektrolit/polimer anionik dengan konsentrasi 25 gram polianionik dalam 50 L air (0,05%). Dengan adanya polimer anionik, air akan mengendap dan bagian yang bening/bersih akan mengalir ke bak kontrol melalui bidang miring dan air yang masih mengandung endapan akan mengalir ke bak sedimentasi ketiga.

h. Bak sedimentasi ketiga (bak pengendapan akhir)

Air dari bak flokulasi yang masih mengandung endapan akan mengalir ke bak sedimentasi ketiga. Dasar bak sedimentasi ketiga ini berbentuk kerucut yang di dalamnya terdapat saringan karung, sabut yang berfungsi untuk mengurangi endapan atau kotoran-kotoran sehingga air limbah menjadi bersih.

i. Bak penampungan

(55)

j. Bak kontrol (bak pembuangan akhir)

Bak kontrol adalah bak penampungan air limbah yang sudah jernih dari bak flokulasi yang harus diperiksa parameter COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biologycal Oxygen Demand), jumlah zat padat total yang terlarut (TDS) dan pH nya. Persyaratan air limbah industri farmasi yang diperbolehkan untuk dilepas ke lingkungan adalah sebagai berikut : untuk parameter BOD 75 mg/mL, COD : 150 mg/mL, TDS : 75 mg/mL, dan pH : 6-9. Pada bak kontrol juga dipelihara ikan sebagai kontrol biologi yang dapat diamati kualitas airnya secara visual. Dan apabila air limbah yang diperiksa hasilnya telah memenuhi persyaratan maka air dapat dibuang ke saluran pembuangan umum. Pemeliharaan IPAL biasanya dilakukan 1 atau 3 bulan dan dapat juga tergantung pada kegiatan produksi. IPAL dapat dilihat pada Lampiran 19.

3.8.7 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen dari sebuah organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi:

(56)

2. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam batch record

meliputi spesifiKasi, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi.

3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil pengujiannya. 4. Dokumentasi untuk hasil pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan obat jadi yang telah diluluskan oleh Instalasi Pengawasan Mutu.

5. Dokumentasi untuk penerimaan dan pengeluaran bahan baku serta bahan penolong, penerimaan dan pengeluaran produk jadi yang telah lulus uji ke Gudang Pusat II.

(57)

BAB IV

PEMBAHASAN

Penerapan CPOB dalam industri farmasi merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat, baik dari segi kualitas, efikasi maupun keamanan suatu obat yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem mutu CPOB tersebut mencakup sumber daya dan aktivitas yang diperlukan. Sumber daya yang dimaksud yaitu personalia, bangunan, mesin dan peralatan, serta dokumentasi. Sumber daya tersebut harus memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dalam CPOB agar aktivitas penjaminan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Aktivitas penjaminan mutu tersebut yaitu higiene sanitasi, produksi, Pengawasan Mutu termasuk IPC (In Process Control), inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak serta kualifikasi dan validasi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai serta personel yang terlibat.

(58)

Aspek-aspek CPOB yang telah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesad adalah sebagai berikut :

1. Manajemen Mutu

Manajemen Mutu di Lafi Ditkesad dilakukan oleh Pemastian Mutu (Pastitu). Tugas dan tanggung jawab Pastitu di Lafi Ditkesad sudah sesuai dengan Pedoman CPOB dalam memastikan bahwa desain dan pengembangan obat yang dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB, semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas, dan pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan produk jadi untuk distribusi.

2. Personalia

Lafi Ditkesad memiliki struktur organisasi dimana posisi kepala instalasi pemastian mutu, kepala instalasi produksi dan kepala instalasi pengawasan mutu Lafi telah memenuhi aturan CPOB, yaitu dijabat oleh tiga orang Apoteker yang berbeda. Pelatihan CPOB bagi personel Lafi Ditkesad secara umum telah dilaksanakan untuk menanamkan arti pentingnya penerapan CPOB terhadap mutu hasil produk yang dilakukan secara rutin.

Selain sebagai penanggung jawab, produksi dan pengawasan mutu di Lafi Ditkesad, apoteker juga berperan sebagai penanggung jawab penelitian dan pengembangan, penyimpanan, pemeliharaan dan sisjang.

3. Bangunan dan Fasilitas

(59)

produksi sudah memenuhi dengan persyaratan yang ditentukan oleh CPOB, adapun klasifikasi ruang produksi non steril yang terdapat di lafi Diskesad adalah ruang kelas E yaitu ruang yang digunakan sebagai ruang produksi dan pengemasan primer, dan ruang kelas F yaitu ruang kelas yang digunakan untuk mengemas kemasan skunder, selanjutnya ruang kelas G, adalah gudang. Ruang produksi steril hanya ada pada gedung sefalosporin dan untuk saat ini belum digunakan untuk produksi. Produksi β-laktam, non β-laktam (non steril) dan sefalosporin, gedung produksinya sudah dipisah, dindingnya sudah dilapisi epoksi, adanya pengaturan udara AHS/AHU, adanya dust collector dan adanya ruang antara yang memisahkan kelas ruangan dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Masing-masing ruang produksi tersebut juga dilengkapi dengan ruangan IPC untuk melakukan berbagai testing dan pengontrolan ketika proses produksi berlangsung.

Lafi Ditkesad juga memiliki ruangan Pengawasan Mutu dimana bangunannya terpisah dari bangunan produksi. Pada bangunan ini terdapat ruang dokumen, ruangan staf, ruangan penyimpanan sampel pertinggal, ruangan pereaksi, dan ruang pengujian pengawasan mutu yang terdiri dari ruang laboratorim kimia, ruang laboratorium biologi dan ruang pengujian produk. Fasilitas utilitas yang tersedia di Lafi Ditkesad sudah memenuhi standar yang diharapkan meliputi fasilitas pengolahan air, tenaga listrik/ PLN, udara bertekanan, uap air, sistem pengolahan limbah, dan sistem pengolahan udara.

4. Peralatan

(60)

Peralatan ditempatkan pada posisi yang tepat serta dirawat sesuai jadwal yang tepat dan sesuai dengan prosedur. Setiap pemeliharaan dan pemakaian dicatat dalam buku.

Mesin-mesin produksi serta peralatan-peralatan yang dimiliki Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan CPOB. Semua peralatan yang digunakan dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan, dirawat sesuai dengan jadwal yang tepat dan dikalibrasi serta dikualifikasi agar dapat selalu berfungsi dengan baik.

5. Sanitasi dan Higiene

Lafi Ditkesad melakukan pembinaan kesehatan jasmani dalam bentuk olahraga rutin setiap 3 kali dalan seminggu, hal ini agar karyawan yang bekerja di bagian produksi harus sehat jasmani dan rohani. Prosedur higiene berlaku bagi karyawan dan non karyawan misalnya pimpinan perusahaan, inspektur dan pengunjung. Karyawan menggunakan pakaian khusus untuk produksi yang dilengkapi dengan masker, penutup kepala, alas kaki dan sarung tangan. Untuk karyawan produksi β-laktam, sebelum memasuki atau keluar ruang produksi kelas E harus terlebih dahulu melalui air shower untuk membersihkan partikel-partikel yang menempel, khususnya pada pakaian.

Prosedur kerja disesuaikan protap untuk pembersihan seperti membersihkan badan sebelum dan sesudah bekerja untuk menghindari terjadinya kontaminasi, membersihkan ruangan produksi serta membersihkan mesin dan peralatan produksi lainnya.

6. Produksi

(61)

pengawasan untuk menjamin mutu produk.. Perencanaan pengadaan bahan awal dan distribusi hasil produksi oleh Ditkesad dan Lafi Ditkesad.

Penanganan bahan awal dan produk jadi yang meliput i : penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penandaan, penyimpanan, pengolahan, pengemasan sampai distribusi dilakukan sesuai prosedur. Terdapat prosedur penanganan dan pengawasan mutu terhadap bahan awal yang digunakan untuk proses produksi. Sistem pelabelan produk jadi di Lafi Ditkesad sudah menerapkan sistem pelabelan bets atau lot sehingga dapat ditelusuri riwayat produksinya, produksi β-laktam dan Non β-laktam dilaksanakan pada bangunan yang terpisah dan lengkap dengan fasilitas-fasilitas sesuai kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB.

7. Pengawasan Mutu

(62)

Gedung Instalwastu terpisah dengan gedung produksi dimana terdapat ruang fisika, ruang kimia, ruang mikrobiologi, ruang instrumen, ruang staf, ruang reagensia dan ruang contoh tertinggal dengan fungsi masing-masing serta dilengkapi dengan alat-alat yang memadai. Tata letak ruangan di Instalwastu sudah tertata dengan baik sehingga memudahkan pergerakan personel maupun barang.

8. Inspeksi Diri, Audit dan Audit Mutu & Persetujuann Pemasok.

Inspeksi Diri dilakukan terhadap personel, bangunan dan fasilitas, penyimpanan bahan baku dan obat jadi, peralatan, serta produksi, Pengawasan Mutu, dan pemeliharaan gedung yang dilakukan secara teratur minimal setahun sekali dimana tindakan perbaikannya harus dilaksanakan. Inspeksi Diri dilakukan di tiap bagian yang ada di produksi oleh bagian pemastian mutu yang bekerjasama dengan kepala bagian lain yang akan melakukan inspeksi.

Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan untuk meningkatkan mutu. Audit Mutu dilakukan oleh Ditkesad ataupun BPOM dalam kondisi sebagai berikut:

a. Jika berencana ingin mengajukan sertifikat CPOB untuk produknya, dan dalam kondisi ini audit mutu dilakukan oleh BPOM.

b. Jika berencana melakukan toll in, dan dalam kondisi ini Audit Mutu dilakukan oleh perusahaan rekanan yang akan melakukan kontrak toll in kepada Lafi Ditkesad.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk.

Gambar

Tabel 3.1. Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS Oktober 2014

Referensi

Dokumen terkait

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan pada

penyimpanan bahan baku dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu. dan pemeliharaan gedung yang dilakukan secara teratur, minimal

Secara umum ruangan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan ruang yang telah ditentukan oleh CPOB maupun GSP, seperti sarana dan prasarana, personalia,

Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan

43/MenKes/ SK/II/1998 menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat.. Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi Lembaga Farmasi Angkatan Darat Bandung (LAFIAD) yang merupakan salah satu program dalam pendidikan program profesi

1. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan