PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN
KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR
(
Cherax quadricarinatus
) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN
UKURAN TEBAR BERBEDA
ANANTYO WIDIARSO
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
ANANTYO WIDIARSO. Pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas benih lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada lama pencahayaan dan ukuran tebar berbeda. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan NUR BAMBANG P. U.
Guna meningkatkan produksi pembenihan, telah dilakukan banyak rekayasa teknologi berupa manipulasi lingkungan, salah satunya yaitu cahaya. Faktor pencahayaan ini memiliki peran yang cukup besar mengingat lobster air tawar (LAT) adalah hewan nokturnal. Belum diketahui secara pasti dampak dari pengaruh lama pencahayaan pada budidaya lobster air tawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pengaruh lama pencahayaan dengan intensitas 2000 lux terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas selama pemeliharaan 30 hari. LAT uji diambil warna karapas yang seragam, menggunakan dua ukuran tebar berbeda, ukuran tebar kuntet yaitu panjang 2,62 ± 0,08 cm atau berbobot 0.433 ± 0,053 g, ukuran tebar normal yaitu panjang 3,15 ± 0,10 cm atau berbobot 0,784 ± 0,062 g dipelihara selama 30 hari di dalam akuarium berukuran 50 x 40 x 30 cm3, tinggi air 15 cm, pemberian pakan 3 kali pagi, sore, dan malam hari, pergantian air 2 kali seminggu, shelter yang digunakan adalah paranet, pipa PVC berdiameter ¾ inci dengan panjang 5-7 cm, dan shelter lubang kusen pintu, kepadatan yang digunakan adalah 100 ekor/m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p<0,05) tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan melainkan oleh adanya kelompok tebar yang dibedakan pada awal pemeliharaan (kuntet dan normal). Warna LAT yang berubah merupakan respons terhadap pencahayaan yang lebih lama. Selain itu, respons aktif lobster dalam pemangsaan lebih dipengaruhi oleh siklus harian dan bukan oleh lama pencahayaan.
ABSTRACT
PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN
KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR
(
Cherax quadricarinatus
) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN
UKURAN TEBAR BERBEDA
ANANTYO WIDIARSO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadrinatus) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN UKURAN TEBAR BERBEDA
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Judul Skripsi : Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup, dan Kecerahan Karapas Benih Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) pada Lama Pencahayaan dan Ukuran Tebar Berbeda.
Nama Mahasiswa : Anantyo Widiarso Nomer Pokok : C14060112
Disetujui Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. D. Djokosetiyanto NIP. 19500706 197603 1 002
Dosen Pembimbing II
Dr. Nur Bambang Priyo Utomo NIP.19650814 199303 1 005
Diketahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr.Ir.Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2010 s.d. November 2010 adalah manipulasi lingkungan, dengan judul “Pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas benih lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada lama pencahayaan dan ukuran tebar berbeda”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. D. Djokosetiyanto dan Dr. Nur Bambang P. U., selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih pula kepada Kak Fauzan, Kak Agus, Kak Prawira, Kak Yasir, Kak Iyal, Mbak Ana (BDP angkatan 38), Kang Mamad, Kang Iis, Kang Udin, Mang Juju, Doni dan segenap direksi serta karyawan PT. Mitra Mina Nusantara, Yohanes Fish Farm, Desa Cogreg, Kecamatan Parung atas kesediaannya memberikan tempat bagi penulis melakukan studi di tempat tersebut. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda almarhum Abiyantoro, Ibunda Diah Priyantini, kakak-kakakku, juga keluarga besar penulis atas segala doa dan kasih sayangnya hingga saat ini. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku satu kosan (Madi, Friq Ahh, Mboth, Suro, Adan, Bey, Ghulam), sahabat-sahabatku satu jurusan (Aris, Rifal, Catur, Tomi, Nardi, Eja, dan semua anggota BDP angkatan 43, para adik kelas yang ikut memberikan dukungan, juga teman-teman saya di luar kampus IPB yang saya cintai yang ikut memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat ke depannya.
Bogor, Maret 2011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 8 Oktober 1988 dari ayah Abiyantoro dan ibu Diah Priyantini. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Kabluk 03-04 Semarang (1994-2000), SLTPN 7 Semarang (2000-2003) dan SMUN 3 Semarang dan lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Insitut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penentuan pakan dalam penelitian ... 5
2. Metode pengukuran fisika-kimia air yang digunakan ... 10
3. Hasil pengamatan LAT setelah perlakuan ... 11
4. Perubahan warna LAT setelah perlakuan ... 15
5. Pengamatan aktifitas LAT selama perlakuan ... 16
6. Kualitas air selama pemeliharaan ... 17
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Shelter pada pemeliharaan ... …. 5
2. Histogram tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax
quadricarinatus dengan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda ... …. 12
3. Histogram laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus
dengan perlakuan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda ... …. 13
4. Histogram pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax
quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ... …. 14
5. Histogram frekuensi molting selama pemeliharaan 30 hari ... …. 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Susunan akuarium perlakuan ... 26
2. Data kualitas air awal - akhir ... 27
3. Kualitas air harian selama pemeliharaan ... 27
4. Kelayakan kualitas air LAT ... 27
5. Perubahan warna setelah perlakuan ... 28
6. Ukuran lobster setelah pemeliharaan ... 29
7. Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ... 29
8. Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup (SR) ... 29
9. Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ... 30
10. Tabel sidik ragam laju pertumbuhan harian (SGR) ... 30
11. Pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ... 30
12. Tabel sidik ragam pertumbuhan panjang standar (∆P) ... 31
13. Frekuensi molting Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ... 31
14. Tabel sidik ragam frekuensi molting ... 31
I. PENDAHULUAN
Lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) merupakan salah
satu jenis lobster air tawar yang secara endemik berasal dari Barat
Laut Queensland Australia dan biasa disebut red claw crayfish (Vazquez dan
Greco 2005). Warna karapas di tubuhnya berwarna biru keungu-unguan,
terkadang dijumpai warna merah kecoklatan dan pada pejantan dewasa capitnya
berwarna merah. Warna yang menarik inilah pada mulanya menjadikan lobster air
tawar (LAT) sebagai komoditas hias. Hal ini disebabkan lobster air laut telah
mengalami produksi yang stagnan karena terus menerus diambil dari alam
sedangkan permintaan akan kebutuhan protein hewani semakin meningkat. LAT
termasuk hewan yang mudah dibudidayakan di Indonesia mengingat LAT jarang
dijumpai mengalami kematian akibat terserang penyakit. Tahap pembenihan LAT
adalah memiliki produktifitas telur yang lebih tinggi di Indonesia yaitu dapat
mencapai 4 kali bereproduksi (Dermawan 2006) dibandingkan di daerah asalnya
Australia yang hanya mencapai 2 kali (Lukito 2007). Kondisi ini menyebabkan
LAT mampu disejajarkan dengan lobster air laut sebagai salah satu komoditas
penyuplai protein.
Guna meningkatkan produksi pembenihan, telah dilakukan banyak rekayasa
teknologi berupa manipulasi lingkungan, salah satunya yaitu cahaya. Cahaya
merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap aktifitas
organisme. Cahaya termasuk ke dalam suatu faktor eksternal dan ekologis yang
kompleks, seperti spektrum warna, intensitas dan photoperiod (lama
pencahayaan) (Taylor et al., 2006 dalam Wicaksono 2010). Terkait dengan
penggunaan cahaya berintensitas 2000 lux. Studi yang dilakukan sebelumnya oleh
Casper et al. (2010) yang meneliti tentang beberapa intensitas cahaya yang
berdampak terhadap efek molekul, neuroendokrin, neurobehavioral. Pada
intensitas 2000 lux ini ternyata mampu mencegah tingkah laku dari organisme
yang aktif di malam hari yang disebabkan oleh penekanan sekresi melatonin,
meningkatkan sekresi kortisol, dan pengacauan perangkat ekspresi gen. Faktor
pencahayaan ini memiliki peran yang cukup besar mengingat lobster air tawar
(LAT) adalah hewan nokturnal. Oleh karena hal tersebut maka lama pencahayaan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas hidup LAT namun
belum diketahui secara pasti dampak dari pengaruh lama pencahayaan pada
budidaya lobster air tawar.
Beberapa organisme ada yang bergerak menuju cahaya, dalam upaya
mendapatkan makanannya, namun ada pula yang bersifat menjauhi cahaya.
Keberadaan cahaya yang terlalu intensif dapat juga membuat beberapa spesies
organisme akuatik menjadi stres dan mati (Boeuf dan Bailm 1999 dalam
Anggoro 2009). Pada beberapa jenis Krustase ditemukan adanya pengaruh
rangsangan cahaya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Menurut
(Hoang et al. 2001) bahwa Krustase memiliki hormon MSH (Molting Stimulating
Hormone) yang disintesis dan dilepaskan oleh organ-Y. Hormon tersebut
dipengaruhi oleh hormon MIH (Moulting Inhibiting Hormone) yang berasal dari
kelenjar sinus X-organ dimana letaknya terdapat pada organ mata yang memiliki
sel-sel fotoreseptor.
Pendederan LAT merupakan kegiatan menghasilkan produksi benih pada
stadia juvenil yang telah berumur 4 minggu setelah menetas hingga mencapai
ukuran panjang baku 2 inci. Pada tahap ini perubahan kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan hidup LAT sehingga perlu dilakukan
pengelompokan ukuran. Ukuran yang berbeda merupakan suatu bentuk variasi
fenotip yang dapat didefinisikan sebagai interaksi antara faktor genetik (internal)
dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor lain yang berkaitan, yaitu fenomena di
petani pembudidaya LAT ditemukan adanya benih LAT yang tumbuh kuntet dan
benih yang tumbuh normal. Pada bak dengan pencahayaan tidak langsung
pertumbuhan agak terhambat namun lebih banyak ditemui warna-warna menarik.
Selain itu, ditemukan bahwa pada bak dengan pencahayaan tidak langsung
memiliki ketahanan hidup yang kurang baik ketika kondisi aerasi mati akibat
listrik padam sehingga ditemukan kematian massal 1–2 jam.
Pengamatan terhadap fenomena tersebut sulit dilakukan sehingga
penggunaan akuarium merupakan cara yang sesuai. Akuarium merupakan wadah
yang tepat untuk mengontrol baik kondisi benih LAT maupun kondisi media
pemeliharaan. Selain itu, pengamatan akan menjadi lebih efektif dilakukan jika
menggunakan wadah akuarium. Penggunaan benih yang berasal dari induk yang
3 sama juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan karena merupakan suatu
kendali bahwa tidak adanya sifat-sifat bawaan yang muncul dari induk yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian mengenai lama pencahayaan terhadap
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan respon terkait dengan perubahan warna
karapas pada LAT yang ditebar pada ukuran berbeda yaitu kuntet dan normal
perlu dilakukan. Lama pencahayaan tertentu diduga memiliki pengaruh terhadap
kecerahan warna karapas LAT. Cerahnya warna karapas ini bisa menjadi suatu
nilai tambah secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak
dari pengaruh lama pencahayaan dengan intensitas 2000 lux terhadap
pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas selama pemeliharaan
4
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan
tahap pelaksanaan penelitian. Penelitian pendahuluan dilakukan selama 28 hari
untuk mengamati beberapa faktor kontrol seperti penggunaan benih berasal dari
satu induk, penggunaaan lampu, frekuensi dan kuantitas pemberian pakan, serta
pergantian air selama pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan
selama 30 hari. Selama penelitian pakan yang diberikan adalah pelet 5% dari
bobot biomassa total dan sistem manajemen air adalah pergantian air 2 kali dalam
seminggu. Parameter yang diamati selama pelaksanaan penelitian yaitu penentuan
tingkat kelangsungan hidup, tingkat pertumbuhan, dan kualitas air serta aktifitas
lobster selama pemeliharaan oleh perlakuan lama pencahayaan. Secara
keseluruhan penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga
November 2010 bertempat di Mitra Mina Nusantara, lokasi Johanes Tropical Fish
and Lobster Farm, Desa Cogreg, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Kegiatan perlakuan
dilaksanakan pada Oktober 2010 selama 30 hari.
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Penentuan Pakan
Penentuan pakan dibagi dua yaitu penentuan jumlah pakan dan penentuan
frekuensi pemberian pakan. Penentuan jumlah pakan dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui Feeding Rate (FR) sedangkan frekuensi pemberian pakan yang
tepat selama pemeliharaan sebelum memulai perlakuan untuk menghomogenkan
prosedur selama penelitian. Jumlah pakan ditentukan dengan cara membuat
beberapa FR 3%, 5%, dan 7% dari biomassa selama dua minggu. Hasil terbaik
ditetapkan penggunaan FR sebesar 5% dilihat dari segi sisa pakan. Kemudian dua
minggu selanjutnya adalah penentuan frekuensi pakan. Frekuensi pakan dibentuk
pilihan yang pertama adalah pemberian pakan dua kali (sesuai dengan prosedur
lapang) yaitu pemberian pakan pagi 25% dan pemberian pakan sore 75% dari
jumlah total pakan dalam sehari. Kemudian yang kedua adalah pemberian pakan
sehari. Hasil terbaik ditetapkan frekuensi pemberian pakan tiga kali dengan
pertimbangan dari adanya sisa pakan. Untuk lebih jelas tentang penentuan pakan
lihat Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Penentuan pakan dalam penelitian
Feeding Rate
Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 50x40x30 cm3 sebanyak
30 buah. Akuarium ditutupi dengan plastik hitam di bagian dalam. Masing-masing
sisi akuarium tertutup plastik kecuali sisi atas yang terkena paparan cahaya
sehingga tidak ada celah untuk cahaya masuk. Setiap akuarium dilengkapi dengan
sistem aerasi dan tempat persembunyian (shelter). Shelter yang digunakan adalah
paranet, pipa PVC berdiameter 0,75 inci dengan panjang 5-7 cm, dan shelter
lubang kusen pintu (Gambar 1). Sumber air yang digunakan berasal dari sumur
kemudian ditampung di dalam sebuah bak berukuran 2x1,5 m2 berfungsi sebagai
tandon. Air di tandon ini diendapkan selama 1 hari. Akuarium diisi air dari tandon
sebanyak 30 liter atau dengan tinggi air 15 cm.
(a) Shelter kusen pintu (b) Paranet (c) Shelter pipa PVC
Gambar 1. Shelter pada pemeliharaan
2.2.3 LAT Uji
Lobster uji yang digunakan adalah lobster air tawar capit merah redclaw
(Cherax quadricarinatus) yang berumur 4 minggu. Lobster berasal dari hasil
pembenihan di bak indoor milik unit usaha Yohannes Fish Farm. LAT uji berasal
dari satu indukan yang kemudian dikelompokkan ukuran kecil (kuntet) dan
ukuran normalnya. Lobster ukuran tebar kuntet yaitu kisaran panjang baku
6 0,80-0,99 inci (panjang total 2,62±0,08 cm) atau berbobot 0,433±0,053 g,
sedangkan lobster ukuran tebar normal yaitu kisaran panjang baku 1,00-1,20 inci
(panjang total 3,15±0,10 cm) atau berbobot 0,784±0,062 g. Warna karapas tubuh
LAT uji dikontrol pada kondisi warna coklat kebiruan. Kepadatan yang digunakan
adalah kepadatan optimal di akuarium (100 ekor/m2) pada penelitian yang
dilakukan oleh Sumbaga (2009).
2.2.4 Instalasi Cahaya
Cahaya yang digunakan berasal dari lampu fluorescence berdaya 8 watt.
Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan lux meter. Lux meter tersebut
dipasang pada luas permukaan media akuarium. Alat ini memiliki sensor cahaya
yang terhubung pada layar penunjuk intensitas cahaya. Lampu dipasang pada
ketinggian tertentu dari permukaan air. Untuk mendapatkan intensitas cahaya
2000 lux (Casper et al. 2010) lampu dipasang pada ketinggian 6 cm dari
permukaan air akuarium. Pada kondisi gelap intensitas cahaya sebesar 0 lux.
Lampu pada masing-masing perlakuan diberi sekat berupa plastik mulsa agar
menghambat cahaya yang masuk ke dalam akuarium sehingga hanya cahaya
perlakuan saja. Adapun perlakuan lama pencahayaan (photoperiod) yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (El-Sayed dan Kawanna
2004):
1) 0 jam terang dan 24 jam gelap (0T:24G)
2) 8 jam terang dan 16 jam gelap (8T:16G)
3) 12 jam terang dan 12 jam gelap (12T:12G)
4) 16 jam terang dan 8 jam gelap (16T:8G)
5) 24 jam terang dan 0 jam gelap (24T:0G)
2.2.5 Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir
penyebaran cahaya yang tidak merata akibat keruhnya media oleh sisa pakan dan
sisa metabolit. Penentuan ini dilakukan dengan mencatat pada hari ke berapa air
media pemeliharaan menjadi keruh sehingga diperoleh prosedur pengelolaan
kualitas air media pemeliharaan lobster dengan mengganti air 2 kali dalam
2.3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
kelompok dengan dua kelompok yakni lobster ukuran kuntet dan ukuran normal,
dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga kali ulangan. Model
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (Yitnosumarto, 1991):
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Nilai hasil pengamatan yang memperoleh perlakuan ij (taraf ke- i dari
faktor A dan taraf ke- j dari faktor B)
μ = Nilai tengah dari pengamatan
αi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i dari faktor A (lama pencahayaan)
βj = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-j dari faktor B (kelompok ukuran tebar)
εij = Pengaruh galat hasil percobaan yang memperoleh kombinasi perlakuan
2.4 Parameter Penelitian 2.4.1 Pertumbuhan
2.4.1.1 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan bobot harian atau Spesific Growth Rate (SGR) (%)
ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir ( ) dengan bobot rata-rata
awal ( ) pemeliharaan, kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan (t)
dengan rumus Huisman (1987):
%
Keterangan : : Bobot rata-rata ikan waktu ke-t (gr/ekor)
: Bobot rata-rata ikan waktu ke-0 (gr/ekor)
: Periode pengamatan (hari) t
an (%)
jung rostrum hingga pangkal ekor.
Pertu
SGR : Laju pertumbuhan harian ik
2.4.1.2Pertumbuhan Panjang Standar
Panjang standar diukur dari u
mbuhan panjang adalah nilai selisih panjang pada waktu ke-t dengan panjang
sebelumnya, dirumuskan Effendie (1979):
Pt P = −Po
8 Keterangan : Pt : Panjang rata-rata ikan hari ke-t
rupakan jumlah frekuensi munculnya lobster yang
melak
Hidup
u Survival Rate (SR) (%) merupakan nilai
perba
Po : Panjang rata-rata ikan hari ke-o
P : Pertambahan panjang
2.4.1.3 Frekuensi Molting
Frekuensi molting me
ukan molting selama perlakuan. Frekuensi ini dilakukan dengan
pengamatan cangkang bekas molting (Lee dan Wickins 2002). Data didapat dari
pengamatan berdasarkan cangkang yang terlepas dari tubuh dan diakumulasikan
hingga pada akhir perlakuan.
2.4.2 Tingkat Kelangsungan
Tingkat kelangsungan hidup ata
ndingan antara jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan
jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung SR dapat digunakan
rumus Goddard (1996):
dahuluan diperoleh bahwa muncul beberapa
respo
rlakuan
ayaan dapat diketahui dari banyaknya
aktifi
No : Populasi ikan hari ke-o (ekor)
SR : Tingkat kelangsungan hidup
2.4.3.1 Perubahan W
Pengamatan pada penelitian pen
n warna setelah diberi pencahayaan. Perubahan warna ini dapat diketahui
dari ketampakan fisik pada warna karapas tubuhnya. Ketampakan fisik
ditampilkan secara kualitatif berdasarkan banyaknya jumlah LAT yang berubah
warna. Data ini dibuat dengan interval 0-25% sebagai ukuran sedikit, 26-50%
sebagai ukuran sedang, 51-75% sebagai ukuran banyak, 76-100% sebagai ukuran
banyak sekali (Arikunto 2006).
2.4.3.2 Aktifitas LAT Selama Pe
Tingkah laku lobster terhadap pencah
tas untuk keluar mencari makan atau di saat aktifitas untuk bersembunyi di
9 litas air yang diukur selama penelitian dibagi menjadi dua
waktu
akan
mengetahui sejauh mana lobster dipengaruhi oleh cahaya atau oleh siklus harian
matahari. Hal inilah yang mengacu pengambilan data dilakukan pada dua waktu
yang berbeda yaitu data pengamatan jumlah lobster yang aktif keluar dari shelter
yang diambil pada saat matahari muncul (pagi hingga siang hari) dan pada saat
matahari terbenam (sore hari hingga malam hari). Data ini dibuat dengan interval
0-25% sebagai ukuran sedikit, 26-50% sebagai ukuran sedang, 51-75% sebagai
ukuran banyak, 76-100% sebagai ukuran banyak sekali (Arikunto 2006).
2.4.4 Kualitas Air
Parameter kua
yaitu pengamatan di awal dan di akhir. Beberapa parameter dilakukan
pengukuran harian dimana di ambil pada pagi hari, siang hari, dan malam hari
yaitu pH, oksigen terlarut (DO), dan pH. Parameter kualitas air diukur bertujuan
untuk mengetahui kelayakan media pemeliharaan selama penelitian. Pengambilan
data dilakukan pada pagi hari pukul 6.00-9.00, siang hari pukul 12.00-14.00, dan
untuk malam hari pukul 10.00-12.00. Sedangkan parameter lain yaitu nitrit dan
amonia yang datanya diambil di awal dan di akhir. Analisis amonia dan nitrit
dilakukan di laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan
dalam pengukuran kualitas air disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Metode pengukuran fisika-kimia air yang digun
Parameter Satuan Metode
Suhu oC Pembacaan skala
Oksigen terlarut (DO) r)
nia
mg/l Titrimetri (Winkle
pH Unit Pembacaan skala
Amo mg/l CaCO3 Spektrofotometri
Nitrit mg/l CaCO3 Titrimetri
2.5 Analisis Data
ikumpulkan selama penelitian meliputi jumlah lobster akhir,
panja
Data yang d
ng baku, bobot tubuh, frekuensi molting, aktifitas LAT, dan kualitas air
pemeliharaan. Selanjutnya data hasil pengukuran parameter tersebut digunakan
untuk menentukan pertumbuhan yang meliputi laju pertumbuhan, pertumbuhan
10 h diperoleh kemudian dianalisis
meng
ada selang kepercayaan 95%
2) an untuk memaparkan parameter
kelangsungan hidup, dan parameter respon LAT yang meliputi perubahan warna
karapas dan aktifitas LAT selama perlakuan.
Data beberapa parameter yang tela
gunakan program SPSS 16 , yang meliputi :
1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F p
digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap
parameter kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan frekuensi molting. Apabila
berpengaruh nyata, lalu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan
untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
Analisis deskriptif kuantitatif, digunak
keragaman ukuran, ketampakan fisik, aktifitas dan respon LAT, serta kualitas
11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
.1 Hasil
sanaan penelitian selama pemeliharaan 30 hari diperoleh parameter
yang
Hasil pengamatan LAT setelah perlakuan
akuan 3
Pelak
diuji menggunakan uji statistik antara lain survival rate (SR), specific
growth rate (SGR), pertumbuhan panjang (∆P), dan frekuensi molting (Fmolt)
(Tabel 3). Parameter lain yang diperoleh adalah kualitas air dan keragaman
ukuran.
Tabel 3.
Parameter Kelompok Perl
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
SR Kuntet 75,6±15,34a 100,0±0,00b 73,3±11.54a 84,4±7,68a 86,7±6,65a
Keterangan f super belaka anda i yang enunju
berbed rlakua penca 0.05)
a p
)
asan berkisar 73,37-100%, sedangkan pada
kelom
Perlakuan lam encahayaan 1.0 jam terang 24 jam gelap (0T:24G)
2.8 jam terang 16 jam gelap (8T:16G)
3.12 jam terang 12 jam gelap (12T:12G
4.16 jam terang 8 jam gelap (16T:8G)
5.24 jam terang 0 jam gelap (24T:0G)
3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup
Pada kelompok tebar kuntet sint
pok tebar normal sintasan berkisar antara 84,43-97,78%. Tingkat
kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 8T:16G sebesar 100% pada
ukuran tebar kuntet dan 97,8% pada ukuran tebar normal. Hasil uji statistik
menunjukkan perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kelangsungan hidup LAT sedangkan kelompok ukuran tebar yang
berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan
hidup (Lampiran 7). Semua perlakuan cenderung homogen kecuali pada
12
Gambar 2. Histogram tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus
3.1.2 Laju
pok tebar kuntet berkisar antara 4,53-5,80 %,
sedan
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
Kelangsungan
dengan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda.
Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan pada kelom
gkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 3,47-4,30%. Laju
pertumbuhan yang tinggi pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan
24T:0G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan
16T:8G. Laju pertumbuhan terendah pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada
perlakuan 12T:12G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada
perlakuan 8T:16G (Gambar 3). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kelompok
ukuran tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
laju pertumbuhan namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan
adanya lama pencahayaan. Antara perlakuan 16T:8G dan 24T:0G cenderung
homogen, tetapi perlakuan 12T:12G memiliki perbedaan nyata dibandingkan
dengan keduanya. Antara perlakuan 8T:16G dan 0T:24G cenderung homogen
dimana keduanya bila dibandingkan dengan perlakuan 12T:12G, 16T:8G, dan
13
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
Laju
Gambar 3. Histogram laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus
dengan perlakuan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda.
3.1.3 Pertumbuhan Panjang Standar
Pertumbuhan panjang standar pada kelompok tebar kuntet berkisar antara
1,23-1,60 cm, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 1,00-1,27
cm. Pertumbuhan tertinggi didapat pada perlakuan 16T:8G baik pada kelompok
tebar kuntet (yaitu 1,60 cm) maupun kelompok tebar normal (yaitu 1,27 cm)
(Gambar 4). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang
mutlak sedangkan kelompok ukuran LAT memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Antara perlakuan 16T:8G dan
8T:16G saling berbeda nyata, untuk perlakuan 12T:12G, 24T:0G, dan 0T:24G
satu sama lain cenderung homogen dengan kisaran yang berada pada nilai
14
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
PERTUMBUHAN
Gambar 4. Histogram pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus
selama pemeliharaan 30 hari.
3.1.4 Frekuensi Molting
Frekuensi molting pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 4-8 kali
selama perlakuan, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 5-9
kali. Frekuensi tertinggi terjadi pada perlakuan 16T:8G sebanyak 8 kali pada
kelompok tebar kuntet dan 9 kali pada kelompok tebar normal. Frekuensi terendah
terdapat pada perlakuan 0T:24G sebanyak 4 kali pada kelompok tebar kuntet dan
5 kali pada kelompok tebar normal (Gambar 5). Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap frekuensi
molting, tetapi memberikan pengaruh yang nyata dengan adanya pengelompokan
ukuran. Antara perlakuan 8T:16G dan perlakuan 24T:0G memiliki nilai frekuensi
molting yang berbeda nyata. Pada perlakuan 0T:24G, 12T:12G, dan 16T:8G
masing-masing tidak berbeda nyata dan masih berada pada kisaran yang tidak
15
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
FREKUENSI
Gambar 5. Histogram frekuensi molting selama pemeliharaan 30 hari
3.1.5 Perubahan Warna Karapas
Di akhir perlakuan selama 30 hari menunjukkan adanya perubahan warna
karapas pada tubuh lobster air tawar (LAT). Sejumlah LAT mengalami perubahan
warna sedangkan sejumlah LAT yang lain tetap pada warna awal yaitu coklat
kebiruan. Data kualitatif ini diperoleh dari hasil pengamatan pada sejumlah LAT
uji yang mengalami perubahan warna (Gambar 6). Pada kelompok kuntet
perubahan warna yang ditemui paling banyak terdapat pada perlakuan 24T:0G,
begitu pula halnya pada kelompok normal (Tabel 4) sehingga semakin lamanya
paparan cahaya semakin banyak ditemukan sejumlah LAT yang mengalami
perubahan warna karapas.
Tabel 4. Perubahan warna LAT setelah perlakuan
Perlakuan Kelompok
(a) (b) (c) (d)
Keterangan: (a) warna normal (coklat kebiruan), (b) warna biru, (c) warna biru pucat, dan (d) warna coklat pucat
Gambar 6. Warna yang muncul setelah perlakuan
3.1.6Aktifitas LAT Selama Perlakuan
Selama perlakuan, lobster yang diamati pada kedua waktu menunjukkan
bahwa adanya aktifitas di dalam merespon perlakuan lama pencahayaan.
Peningkatan aktifitas yang dilihat dari banyaknya LAT yang keluar shelter untuk
mencari mangsa pada pengamatan waktu. Dari hasil menunjukkan bahwa semakin
lamanya paparan cahaya tidak ada kecenderungan peningkatan aktifitas,
sedangkan siklus harian yang diamati pada waktu selang pagi-siang ke
sore-malam diperoleh kecenderungan peningkatan aktifitas pemangsaan (Tabel 5).
Tabel 5. Pengamatan aktifitas LAT selama perlakuan.
Perlakuan Kelompok
Keterangan: + : jumlah lobster sedikit aktif keluar shelter ++ : jumlah lobster cukup aktif keluar shelter +++ : jumlah lobster banyak aktif keluar shelter
T, G : kondisi terang (T), kondisi gelap (G)
0, 8, 12, 16, 24 : jam
17
3.1.7 Kualitas Air Selama Pemeliharaan
Tabel 6. Kualitas air selama pemeliharaan
PERLAKUAN
pagi siang malam pagi siang malam pagi siang malam
0T:24G
AWAL
4.0 6.2 4.03 25.8 28.2 27.3 7.2 7.1 6.8 0.1280 0.0460
8T:16G 4.3 5.8 4.03 25.5 29.5 27.7 7.3 7.2 7.2 0.0530 0.0760
12T:12G 6.1 5.8 4.03 25.6 29.0 27.4 7.3 7.1 7.1 0.0750 0.0560
16T:8G 3.8 5.4 4.03 25.5 28.4 27.2 6.8 6.8 6.6 0.0640 0.0550
24T:0G 4.3 5.8 4.15 25.8 29.6 27.7 7.3 7.2 7.1 0.0500 0.0700
0T:24G
AKHIR
5.6 4.1 3.90 26.0 28.5 27.5 7.2 7.0 7.1 0.1420 0.2600
8T:16G 3.6 4.1 3.80 25.9 28.0 26.9 7.1 7.0 7.0 0.1100 0.0560
12T:12G 3.6 4.1 3.80 25.7 28.7 27.4 7.2 6.8 7.0 0.2350 0.2030
16T:8G 3.6 4.2 3.70 25.7 28.6 27.7 7.0 6.9 6.9 0.4630 0.0250
24T:0G 5.6 4.0 3.90 26.0 28.9 27.6 7.1 7.0 7.0 0.1530 0.1050
Nilai kualitas air selama pemeliharaan 30 hari masih berada pada kisaran
yang layak bagi kehidupan LAT baik di awal pemeliharaan maupun setelah
pemeliharaan. Oksigen terlarut (DO) berkisar antara 3,8-6,2 ppm. Suhu berkisar
antara 25,5-29,6oC. pH berkisar antara 6,6-7,3. Amonia berkisar antara
0,0750-0,4630 mg/l NH3. Nitrit berkisar antara 0,0250-0,2600 mg/l NO2.
3.2 Pembahasan
Di dalam produksi benih LAT, khususnya benih yang telah ‘lepas
gendongan’ pembudidaya memerlukan pemeliharaan yang lebih telaten. Pada
tahap inilah kematian seringkali dialami dalam memproduksi benih LAT. Oleh
karena itu perlu dilakukan langkah awal dalam mengantisipasi yaitu dengan
mencegah adanya faktor-faktor pemicu kematian. Faktor media pemeliharaan
yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dapat menjadi pemicu dalam
mendorong hasil produksi benih yang unggul. Beberapa faktor tersebut di
antaranya adalah pemaparan cahaya yang berlebihan, pemberian pakan yang
cukup, dan pergantian air dalam menjaga kualitas air tetap optimal dalam
mendukung kehidupan dan pertumbuhan LAT.
Selama 30 hari masa pemeliharaan kelangsungan hidup lobster air tawar
dengan perlakuan lama pencahayaan berbeda, pada kelompok tebar kuntet
18 kelangsungan hidup berkisar antara 84,4-97,78%. Berdasarkan analisis ragam
didapatkan bahwa perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap sintasan, sedangkan kelompok tebar yang berbeda
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap sintasan. Tingkat
kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan 8T:16G baik kelompok
kecil maupun besar. Hal ini disebabkan faktor lama pencahayaan yang lebih
pendek memperbesar aktifitas makan lobster dalam kesehariannya untuk bertahan
hidup karena hewan ini menganggap bahwa kondisi sekitarnya adalah malam.
Namun ternyata faktor kegelapan yang sangat lama (pada perlakuan 0T:24G)
kenyataannya justru tidak baik bagi kehidupan lobster dilihat dari penurunan
tingkat kelangsungan hidup antara perlakuan 8T:16G yang memiliki waktu
paparan cahaya sedikit dengan perlakuan 0T:24G yang tidak memiliki waktu
paparan cahaya. Pada kondisi ini lobster menjadi semakin sulit mencari makan
karena faktor gelap yang sangat lama akan memberikan kecenderungan lobster
untuk berada di luar shelter mengingat LAT merupakan hewan nokturnal
sehingga kematian tidak terhindarkan.
Kematian LAT disebabkan oleh kanibalisme dan faktor persaingan.
Kanibalisme LAT umumnya terjadi karena faktor molting (ganti kulit).
Berdasarkan pengamatan, kematian diakibatkan oleh faktor lama pencahayaan
tidak jarang pula dijumpai kematian akibat gagal molting dan kematian akibat
diserang setelah molting. Molting adalah peristiwa aktifitas pergantian kulit yang
dilakukan oleh organisme Crustacea pada umumnya dimana adanya pencahayaan
bisa memungkinkan adanya penyerangan oleh lobster lain terhadap lobster yang
baru molting atau sering disebut kanibalisme. Sedangkan faktor persaingan
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan suatu organisme dalam memperoleh ruang
gerak hidup dan makan (Lee dan Wickins 2002). Menurut Austin dan Verhoef
(1998) pada kondisi indoor yang terkontrol dimana fungsi shelter benar-benar
digunakan dalam kehidupan LAT maka agresifitas pemangsaan antar sesama tidak
akan terjadi. Agresifitas diawali dengan adanya kontak fisik antara kaki-kaki
lobster lainnya sehingga kemudian saling melakukan penyerangan. Menurut Barki
et al. (2006) walau tingkat agresifitas dan tingkat individual LAT tinggi namun
19 harus diambil individu stok ukuran yang sama.
Laju pertumbuhan harian dapat didefinisikan sebagai rata-rata pertumbuhan
tubuh suatu organisme secara eksponensial harian selama pemeliharaan. Laju
pertumbuhan pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 4,53-5,80%, sedangkan
pada kelompok tebar normal berkisar antara 3,47-4,30%. Laju pertumbuhan yang
tinggi pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 24T:0G, sedangkan
pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 16T:8G. Laju pertumbuhan
terendah pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 12T:12G,
sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 8T:16G.
Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh
secara nyata terhadap laju pertumbuhan, akan tetapi berpengaruh sangat nyata
dengan adanya faktor pengelompokan ukuran lobster. Hal tersebut dapat terjadi
karena laju pertumbuhan merupakan parameter turunan, artinya laju pertumbuhan
dipengaruhi dua faktor yaitu faktor genetik dan oleh aktifitas keseharian individu
itu sendiri.
Pertumbuhan panjang standar adalah selisih panjang baku dari awal hingga
akhir pemeliharaan. Pertumbuhan panjang standar dijadikan patokan ukuran
panen oleh petani yaitu ukuran 2 inci untuk selanjutnya ditebar ke kolam
pembesaran. Selama pemeliharaan 30 hari didapat pertumbuhan panjang mutlak
berkisar antara 0,98-1,52 cm. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi diperoleh
pada perlakuan 16T:08G baik pada lobster kecil maupun yang besar, sedangkan
pertumbuhan panjang mutlak terendah diperoleh pada perlakuan 08T:16G baik
pada lobster kecil maupun yang besar. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan
bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang
mutlak, dan faktor ukuran lobster berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan
panjang standar. Hal ini berbeda dengan laju pertumbuhan harian yang tidak
berpengaruh nyata.
Pertumbuhan hewan lobster sebagai hewan Crustacea sangat erat kaitannya
dengan aktifitas molting. Aktifitas molting merupakan aktifitas lobster berganti
kulit karena kulit luarnya tidak dapat menopang pertumbuhan tubuh lobster itu
sendiri. Selama pemeliharaan diperoleh frekuensi tertinggi pada perlakuan
20 0T:24G. Berdasarkan analisis ragam didapatkan bahwa aktifitas molting tidak
dipengaruhi secara nyata oleh lama pencahayaan tetapi lebih dipengaruhi secara
nyata oleh faktor ukuran kelompok. Ketika saatnya molting, LAT ini akan tetap
molting tanpa menunda dengan tidak memperhatikan kondisi terangnya cahaya di
akuarium.
Photoperiod atau lama pencahayaan merupakan salah satu faktor langsung
yang mempengaruhi pertumbuhan pada saat stadia tertentu dan efisiensi atau
ketersediaan makanan dalam suatu organisme. Pengaruh lama pencahayaan pada
tiap perlakuan menghasilkan perbedaan kesempatan dalam memangsa pakan.
Pencahayaan yang sesuai akan cenderung meningkatkan kemampuan adaptasi
LAT, pada kondisi ini pertumbuhan akan mengalami peningkatan seiring dengan
pencahayaan yang lebih lama (Sagi et al. 2002). Menurut Parra dan Yufera (2000)
dalam Wicaksono (2010), berbeda dengan spesies ikan dimana pencahayaan yang
lebih lama akan memberikan kesempatan organisme untuk mencari dan
menangkap mangsa, yang berbanding terbalik dengan karakteristik LAT sebagai
hewan nokturnal (aktif di malam hari) dimana pencahayaan yang lebih pendek
berpengaruh meningkatkan kelangsungan hidup organisme perairan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor ukuran. Ukuran
baik panjang maupun bobot merupakan faktor turunan dari interaksi internal
(genetik) dan eksternal (lingkungan) yang mengakibatkan adanya ukuran panen
yang berbeda-beda setelah pemeliharaan. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa
pertumbuhan pada tebar kuntet dan normal memiliki nilai yang cenderung mirip.
Hal ini berarti bahwa ukuran yang berbeda baik kuntet maupun normal bukan
disebabkan bawaan faktor genetik melainkan oleh faktor lingkungan yang dalam
hal ini berupa kompetisi. Menurut Sagi dan Parnes (2002) faktor ukuran yang
berbeda terjadi diakibatkan dominasi suatu individu. Apabila suatu individu ada
yang lebih mendominasi maka ruang gerak untuk hidup dan makan bagi yang lain
akan terbatasi. Dengan adanya pengelompokan ukuran ini ternyata laju
pertumbuhan kelompok tebar kuntet lebih besar dibandingkan dengan laju
pertumbuhan pada kelompok tebar normal. Selain itu, LAT bersifat bentik artinya
LAT mampu memanfaatkan luasan wadah dimana aktifitasnya lebih banyak
21 kelompok banyak yang berukuran kecil cenderung tinggi (Sagi dan Parnes 2002).
Seperti halnya makhluk hidup lainnya, sebagian lobster pun ada yang punya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya. Bentuk adaptasi yang diperoleh
dalam pengamatan adalah perubahan warna karapas dan perubahan aktifitas
pemangsaan LAT. Berdasarkan pengamatan LAT ini berubah baik secara perilaku
maupun ketampakan fisik warna karapasnya. Perubahan warna karapas pada LAT
lebih banyak dijumpai pada perlakuan pencahayaan 24T:0G (Tabel 4). Perubahan
aktifitas pemangsaan LAT banyak dijumpai keluar shelter pada siklus
sore-malam, berbeda dengan perlakuan lama pencahayaan bahwa waktu paparan
cahaya yang semakin lama maupun semakin pendek tidak menunjukkan
peningkatan aktifitas pemangsaan (Tabel 5).
Selama pemeliharaan tingkat adaptasi LAT cenderung mampu
mempengaruhi aktifitas fisiologi di dalam tubuh. Menurut Hoang et al. (2001),
frekuensi molting pada Krustase dirangsang oleh intensitas cahaya yang kuat,
tetapi dengan sedikit perbaikan pertumbuhan dimana banyak sedikitnya
peningkatan pertumbuhan bisa menjadi hasil dari alokasi energi mengarah pada
laju penyerapan warna. Diperkuat oleh Christie et al. (2004), bahwa adanya agen
bioaktif yang disebabkan perubahan kondisi cahaya lebih banyak mempengaruhi
jaringan target pada umumnya, yang telah terbukti langsung mengontrol atau
mempengaruhi suatu varietas proses fisiologis seperti adaptasi perubahan warna
dan pengaturan kadar glukosa hemolymph sebagai faktor penentu waktu lapar.
Kelompok tebar yang berbeda ukuran selama penelitian nampaknya menjadi
salah satu faktor penentu pertumbuhan LAT. Selama pengamatan, LAT memiliki
agresifitas yang tinggi dan tiap individu memiliki kecenderungan mendominasi
yang lain. Menurut Qin et al. (2000) keputusan memisahkan ukuran merupakan
tindakan yang tepat karena pada kenyataannya LAT interaksi sosialnya cukup
tinggi dan memiliki potensi dampak negatif yang perilakunya berbeda dengan
LAT berjenis lain seperti marron (Cherax tenuimanus).
Shelter pada tiap perlakuan diseragamkan. Peran shelter dalam penelitian ini
tidak bisa diabaikan begitu saja. Shelter sengaja dipasang menggunakan tiga jenis
yang berbeda. Meski pada kepadatan optimal, LAT tetap memiliki ketergantungan
22 menentukan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Menurut Austin dan Verhoef
(1998) dengan adanya jenis shelter yang berbeda mempengaruhi interaksi antar
lobster dan perilaku pola makan.
Perlakuan lama pencahayaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak
mempengaruhi parameter kualitas air yang diukur (Tabel 6). Semua akuarium
yang diaerasi terus menerus sehingga oksigen terlarut tingkat rata-rata 4,5 mg/L
untuk pagi hari, 5 mg/L untuk siang hari, dan 3,9 mg/L untuk malam hari. Suhu
air di pagi hari rata-rata 25,8°C selama masa studi sedangkan rata-rata suhu air
siang 28,7°C dan malam hari 27,4oC. Jumlah amoniak, nitrit, dan pH antara
perlakuan rata-rata masing 0,1473 mg/L, 0,0952 mg/L,dan 7,05
masing-masing selama penelitian. Kualitas air tetap tinggi secara konsisten di semua
akuarium (Tabel 6) dan cocok untuk budidaya LAT (Masser dan Rouse 1997
dalam Webster 2004).
Kualitas air pemeliharaan memiliki kaitan dengan cahaya. Cahaya terdiri
dari cahaya langsung (direct) dan cahaya yang disebarkan (diffuse). Penetrasi
cahaya yang masuk ke perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang
cahaya, kondisi permukaan air, bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air.
Jenis molekul H2O, O2, dan CO2 dapat menyerap radiasi cahaya sehingga dapat
mengubahnya menjadi energi yang berguna bagi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup LAT. Menurut Wetzel (1975) dalam Wicaksono (2010) bahwa pada
perairan alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan mengalami
perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter dari permukaan sudah
mulai berubah serta menghilang (extinction). Keberadaan cahaya yang terlalu
intensif dapat juga membuat beberapa spesies suatu organisme menjadi stress dan
23
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus selama 30 hari
menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan 8 jam terang 16 jam gelap
(8T:16G) meningkatkan kelangsungan hidup (p<0,05) pada kelompok tebar
kuntet dan normal. Laju pertumbuhan, pertumbuhan panjang, dan frekuensi
molting tertinggi diperoleh pada lama pencahayaan 16T:8G, parameter
pertumbuhan lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor perbedaan ukuran tebar.
4.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penebaran LAT dengan pertimbangan lama
pencahayaan 8T:16G untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
pengelompokan ukuran tebar saat umur 4 minggu untuk meningkatkan
pertumbuhan LAT. Selain itu, penelitian lanjut terkait kemampuan adaptasi
fisiologi terhadap cahaya perlu dilakukan dan juga tentang nilai jual terkait LAT
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, L. Y. 2009. Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Larva Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Yang Dipelihara Dalam Akuarium Dengan Lama Pencahayaan Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Austin, C.M. and Verhoef, G.D. 1998. Combined effects of shelter and density on the growth and survival of juveniles of the Australian freshwater crayfish, Cherax destructor Clark, Part 2. Aquaculture 170 (1999), 49-57.
Barki, A., Karplus, I., Manor, R., Pames, S., Aflalo, E.D., danSagi, A. 2006. Growth of redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus) in a three dimensional compartments system: Does a neighbor matter? Aquaculture 252 (2006), 348-355.
Casper, R.F.; Brown T.J.; Rahman, S.A.; Marcu, S.; and Shapiro, C.M. 2010. Spectral modulation attenuates molecular, endocrine, and neurobehavioral disruption induced by nocturnal light exposure.Endo March 300 (2011) no. 3, E518-E527.
Christie, A.E.; Edwards, J.M.; Graubard, K.; Chemy, E.; Clason, T.A.; Cain, S.D.; Cowan, N.G.; Lin, M.; Manhas, A.S.;Nold, K.A.; Sellereit, K.L.; danStrassburg, H.P. 2004. The anterior cardiac plexus: an intrinsic neurosecretory site within the stomatogastric nervous system of the crab Cancer productus.Experimental Biology 207 (2004), 1163-1182.
Dermawan, R. 2006. Meraih Untung Dari Budidaya Lobster Air Tawar. Majalah Trubus Edisi Februari Vol. XXXV No. 435, Hal.15.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
El-Sayed, A.F.M. and Kawanna, M. 2004. Effect of photoperiod on the performance of farmed Nile Tilapia Oreochromis niloticus: I. Growth, feed utilization efficiency and survival of fry and fingerlings. Aquaculture 231 (2004), 393-402.
Goddard. S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York.
Hoang, T.; Lee, S.Y.; Barchiesis, M.; Keenan, C.P.; and Marsden, G.E. 2001.Influences of light intensity and photoperiod onmoulting and growth of Penaeusmerguiensiscultured under laboratory conditions. Aquaculture 216 (2003), 343-354.
Huisman. E.A., 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture. Wageningen University, Netherland.
25 Lee, D. O’ C.and Wickins, J. F. 2002. Crustaceans Farming Ranching and
Culture. 2nd edition. United Kingdom: Blackwell Science.
Lukito, A., Prayugo, S. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta:Penebar Swadaya.
Qin, J.G.; Ingersion, T.; Geddes, M.C.; Kumar, M.; and Clarke, S. 2000. Size grading did not enhance growth, survival and production of marron (Cheraxtenuimanus) in experimental cages. Aquaculture 195 (2001), 239– 251.
Ruscoe, I. and Darwin, F. 2002. Red Claw Crayfish Aquaculture (Cherax quadricarinatus). Fishnote.com, no.32 November. [17 Maret 2011]
Sagi, A. and Parnes, S. 2002. Intensification of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus culture I. Hatchery and nursery system.Aquacultural Engineering 26 (2002), 251-262.
Sumbaga, E. 2009. Pengaruh Penebaran 75, 100, dan 125 ekor/m2 dan Rasio Shelter 1 dan 0,5 Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus. [Skripsi]. Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Vazquez, F. J., and Greco, L. S. L. 2005. Intersex Females in The Red Claw
Crayfish Cherax quadricarinatus (Decapoda: Parastacidae). Revista de Biologia Tropical 55 (2005), No. Suplemen 1, Universidad de Costa Rica, San Pedro de Montes de Oca, Costa Rica, 25-31.
Webster, C. D. 2004. A Preliminary Assessment of Growth, Survival, Yield, and Economic Return of Australian Red Claw Crayfish, Cheraxquadricarinatus, Stocked at Three Densities in Earthen Ponds in a Cool, Temperate Climate. The Haworth Press, Inc.Journal of Applied Aquaculture 15, 1-4.
Wicaksono, T.P. 2010. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin Pangasionodon hypophyhalmus yang ipelihara Dalam Akuarium Dengan Lama Pencahayaan Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor.
26 LAMPIRAN
Lampiran 1. Susunan akuarium perlakuan
B11 B53 A23 A32 A41 A51 A13 B32 A33 B33
B52 A21 B41 A12 B13 B12 B21 A11 B22 B51
B23 A43 A22 A42 B31 B42 A52 A31 A53 B43
KETERANGAN
A kelompok 1 inch tebar kuntet
B kelompok 1 inch tebar normal
1 perlakuan 1 yaitu 12 jam terang 12 jam gelap
2 perlakuan 2 yaitu 16 jam terang 8 jam gelap
3 perlakuan 3 yaitu 8 jam terang 16 jam gelap 4 perlakuan 4 yaitu 24 jam terang 0 jam gelap
Lampiran 4. Kelayakan kualitas air LAT
Parameter Kualitas Air Batas Toleransi/ Ideal Sumber
DO (ppm O2) > 1 Ruscoe & Darwin 2002 Lampiran 2. Data kualitas air awal - akhir
Waktu Perlakuan Amoniak (mg/l) Nitrit (mg/l)
Awal
12T:12G 0.0750 0.0560
16T:8G 0.0640 0.0550
8T:16G 0.0530 0.0760
24T:0G 0.0500 0.0700
0T:24G 0.1280 0.0460
Akhir
12T:12G 0.29167 0.037
16T:8G 0.25833 0.09225
8T:16G 0.34167 0.15813
24T:0G 0.30833 0.07704
0T:24G 0.5 0.12215
Lampiran 5. Perubahan warna setelah perlakuan
Keterangan GambarPengamatan
Foto awal tebar (seragam)
Foto lobster warna biru (pengamatan
akhir setelah perlakuan)
Foto lobster warna merah
(pengamatan akhir setelah
perlakuan)
Foto lobster warna pucat
(pengamatan akhir setelah
perlakuan)
Lampiran 6. Ukuran lobster setelah pemeliharaan
Keterangan: Kecil :< 1,5inci (< 3,81 cm)
Sedang :1,50-1,79 inci (3,81 – 4,55 cm)
Besar (Panen) : > 1,80 inci (> 4,55 cm)
Lampiran 7. Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan
30 hari
Kelompok Ulangan 0T:24Ga 8T:16Gb 12T:12Ga 16T:8Ga 24T:0Ga
Kuntetab 1 93.33 100.00 66.67 80.00 93.33
2 66.67 100.00 66.67 80.00 80.00
3 66.67 100.00 86.67 93.33 86.67
Normalab 1 93.33 100.00 80.00 93.33 93.33
2 73.33 100.00 93.33 100.00 86.67
3 86.67 93.33 86.67 80.00 86.67
Keterangan: Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p > 0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p > 0.05).
Lampiran 8.Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup (SR)
Sumber
Keragaman
JK dB KT F hit P
Perlakuan 1440,729 4 360,182 3,475 0,075
Kelompok 249,408 1 249,208 5,018 0,004
Sisa 1722,610 24
Total 3412,747 29
Keterangan: P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup, begitu pula sebaliknya.
30
Lampiran 9. Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan
30 hari
Keterangan: Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05).
Lampiran 10. Tabel sidik ragam laju pertumbuhan harian (SGR)
SumberKeragaman JK dB KT F hit P
Perlakuan 2,742 4 0,685 2,388 0,000
Kelompok 17,941 1 17,941 62,507 0,079
Sisa 652,777 24
Total 673,460 29
Keterangan: P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian, begitu pula sebaliknya.
Lampiran 11. Pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus selama
pemeliharaan 30 hari
31
Lampiran 12. Tabel sidik ragam pertumbuhan panjang standar (∆P)
SumberKeragaman JK dB KT F hit P
Perlakuan 0,267 4 0,067 2,759 0,051
Kelompok 0,533 1 0,533 22,069 0,000
Sisa 51,28 24
Total 52,080 29
Keterangan: P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang standar, begitu pula sebaliknya.
Lampiran 13. Frekuensi molting Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari
Kelompok Ulangan 0T:24Ga 8T:16Gab 12T:12Gab 16T:8Gb 24T:0Gab
Keterangan: Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05).
Lampiran 14. Tabel sidik ragam frekuensi molting
SumberKeragaman JK dB KT F hit P
Perlakuan 52,800 4 13,200 1,759 0,170
Kelompok 4,033 1 4,033 0,537 0,471
Sisa 1396,167 24
Total 1453,000 29