• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Komunikasi antara Rumahtangga Sangat Miskin Penerima Bantuan Tunai dan Pendamping Program Keluarga Harapan Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Komunikasi antara Rumahtangga Sangat Miskin Penerima Bantuan Tunai dan Pendamping Program Keluarga Harapan Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING

PROGRAM KELUARGA HARAPAN

Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor

Oleh :

(2)

ABSTRACT

PARNAMIAN JOHANNES. EFFECTIVENESS OF COMMUNICATION

BETWEEN CASH ASSISTANCE RECIPIENTS AND THE COMPANION OF PROGRAM KELUARGA HARAPAN. Case Balumbang Jaya Sub-Distinct, Bogor. (Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS)

The objective of this study is analyzing: 1) characteristics of household cash assistance recipients in Balumbang Jaya sub-distinct, Bogor; 2) relation between the characteristics of cash assistance recipients and communication activities of group meeting in Balumbang Jaya sub-distinct; 3) relation between communication activities and the effectiveness of communication in Balumbang Jaya sub-distinct. The sampel of this research is 45 people. The result of the study indicates that 1) most of them do not have income, have children/grandchild/ nephew amounting to between three to five people. Most of cash assistance recipients adults aged with an average low income. They have low formal and non formal education. In most cash assistance recipients everyday use sunda language because they are Sundanese from Bogor area. 2) Not all characteristics of cash assistance recipients have significant relationship with communication activities in the form of group meeting. Characteristic of cash assistance recipients that have very significant relationship with communication activities is only variable language of communication and the number of child/grandchild/nephew. 3) Communication activities of group meetings have signficant relationship with knowledge, attitude and behavioral.

(3)

RINGKASAN

PARNAMIAN JOHANNES. EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA

RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN. Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. (Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS)

(4)

Populasi dari penelitian ini adalah RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat yang memiliki kriteria memiliki Balita dan anak usia sekolah SD atau SMP yang berjumlah 80 orang. Populasi yang digunakan tersebut didasari pada pemanfaatan terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan. Dari populasi yang ada diambil sampel yang ada di setiap RW dengan jumlah keseluruhan sampel 45 orang (didapat dari perhitungan rumus Slovin).

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan wawancara mendalam. Data dari penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara yang dilakukan saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner tersebut berasal dari pertanyaan-pertanyaan yang terkait aktivitas komunikasi dan efektivitas komunikasi. Setelah data dikumpulkan lalu dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis penelitian dengan menggunakan alat uji statistik Chi-Square dan korelasi Spearman.

(5)

Berdasarkan hasil analisis didapat bahwa tidak semua variabel karakteristik RTSM penerima bantuan PKH berhubungan nyata/sangat nyata dengan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok. Variabel karakteristik RTSM yang berhubungan sangat nyata dengan variabel aktivitas komunikasi hanya penggunaan bahasa dan jumlah tanggungan. Penggunaan bahasa memiliki hubungan yang sangat nyata dengan aktivitas komunikasi karena bahasa yang digunakan RTSM merupakan alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan pertanyaan, keluhan dan kritik kepada pendamping. Penggunaan bahasa yang baik akan membuat pendamping mengerti dan memahami permasalahan yang ada pada RTSM tersebut. Jumlah tanggungan juga merupakan variabel yang berhubungan sangat nyata dengan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok karena jumlah anak yang dimiliki oleh RTSM mengindikasikan seberapa sibuknya RTSM tersebut untuk mengurus anaknya. RTSM yang memiliki anak yang banyak akan cenderung memiliki lebih banyak halangan untuk hadir dalam pertemuan kelompok atau walaupun hadir tetapi tidak terlalu aktif berdiskusi karena menjaga anaknya agar tidak menangis. Sementara itu variabel karakteristik RTSM yang tidak berhubungan dengan aktivitas komunikasi adalah usia, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

(6)

alat pengolahan data karena 100 persen RTSM memiliki pengetahuan yang tinggi dan 100 persen RTSM juga memiliki sikap yang positif. Hubungan nyata antara aktivitas komunikasi dengan kedua variabel tersebut didapat dari hasil wawancara mendalam dimana seluruh RTSM menyampaikan bahwa pertemuan kelompok yang diadakan pendamping membuat pengetahuan mereka tentang PKH bertambah. Hal tersebut juga terjadi pada sikap seluruh RTSM yang menjadi positif setelah mendapat pendampingan oleh pendamping PKH. Hubungan yang nyata antara aktivitas komunikasi dan tindakan RTSM menunjukkan bahwa RTSM yang memiliki keaktifan yang tinggi saat pertemuan kelompok cenderung akan memiliki tindakan yang tinggi sesuai dengan prosedur PKH. Saat RTSM aktif bertanya, menyampaikan keluhan atau kritik berkaitan tentang program PKH dan mereka mendengarkan informasi dari pendamping dengan baik maka mereka akan bertindak lebih sesuai dengan prosedur PKH. Hal tersebut juga dilengkapi saat wawancara mendalam dimana sebagian besar RTSM yang tindakannya tidak sesuai dengan prosedur PKH memang saat pertemuan kelompok RTSM tersebut tidak aktif bertanya dan pada saat pendamping memberi informasi tentang PKH, RTSM tersebut tidak mendengarkan dengan baik.

(7)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING

PROGRAM KELUARGA HARAPAN

Studi kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor

Oleh:

PARNAMIAN JOHANNES I34060152

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada

Fakultas Ekologi manusia Institut Pertanian Bogor

(8)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama : Parnamian Johannes

NRP : I34060152

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi antara Rumahtangga Sangat Miskin Penerima Bantuan Tunai dan Pendamping Program Keluarga Harapan Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis NIP. 19470928 197503 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(9)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT

MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING

PROGRAM KELUARGA HARAPAN KASUS KELURAHAN

BALUMBANG JAYA KECAMATAN BOGOR BARAT KOTA BOGOR”

BELUM DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT DAN SAYA BERSEDIA MEMBERI PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, Februari 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Parnamian Johannes (penulis) lahir di Jakarta, 11 Oktober 1987. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak L.M Nababan (Alm) dan Ibu R. Sipayung. Penulis merupakan keturunan suku Batak. Penulis memiliki riwayat pendidikan masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 05 Pagi Duren Sawit pada tahun 1994-2000, setelah itu penulis melanjutkan ke SLTPN 194 Jakarta Timur pada tahun 2000-2003, dan SMUN 71 Jakarta Timur pada tahun 2003-2006. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMU, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI dan pada tahun kedua penulis memilih untuk melanjutkan ke Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi yang didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Dirjen PMD Depdagri, 2003). Berbagai kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan diarahkan ke dalam bentuk peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan membutuhkan upaya yang terus menerus karena kompleksitas permasalahan dan keterbatasan sumber daya yang dihadapi masyarakat miskin.

Penanggulangan kemiskinan tidak dapat ditangani oleh satu sektor saja, tetapi harus melibatkan multi sektor dan lintas stakeholder terkait. Sasaran yang telah dibuat pada tahun 2000 adalah dimana Indonesia bersama dengan 188 negara menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) dan adapun delapan point MDGs adalah:

1. penanggulangan kemiskinan dan kelaparan 2. pemenuhan standar pendidikan dasar

3. meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan 4. mengurangi angka kematian bayi

5. meningkatkan kesehatan ibu

(12)

7. mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan 8. mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Sejalan dengan tujuan MDGs tersebut dan sebagai kerangka penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, mulai Tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH). Tujuan umum Program ini adalah untuk meningkatkan jangkauan atau aksesibilitas masyarakat tidak mampu terhadap layanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan. Untuk jangka pendek, melalui pemberian bantuan uang tunai kepada rumahtangga sangat miskin (RTSM), program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang, melalui kewajiban yang ditentukan diharapkan akan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku yang berkaitan dengan aktivitas perbaikan kesehatan dan status gizi serta peningkatan taraf pendidikan RTSM yang memiliki anak (PKH, 2008).

(13)

Faktor penting penunjang berjalannya program yaitu peran dari tim pendamping PKH. Dalam pelaksanaannya setiap RTSM yang menerima dana bantuan didampingi oleh pendamping dalam pengalokasian dana yang telah didapatkan agar tepat pada sasaran yaitu untuk pendidikan dan kesehatan. Peran pendamping PKH menjadi sangat penting karena mayoritas Penerima dana PKH merupakan RTSM yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga membutuhkan fasilitas pendampingan. Proses pendampingan yang dilakukan oleh pendamping PKH merupakan agenda rutin yang harus dilakukan sebagai upaya mengarahkan RTSM agar tepat dalam penggunaan dana bantuan tersebut.

Pendampingan merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara rutin antara pendamping dengan rumahtangga sangat miskin (RTSM) penerima dana PKH. Efektivitas komunikasi antara kedua aktor tersebut menjadi sangat penting untuk dilihat karena komunikasi yang efektif di antara kedua aktor tersebut memungkinkan terjadinya perubahan pada diri penerima dana tersebut yang mengarah kepada perubahan yang positif dalam hal pengetahuan, sikap serta tindakan terkait pendidikan dan kesehatan.

1.2 Perumusan Masalah

(14)

pendamping dengan RTSM, oleh karena itu penulis merasa penting untuk menganalisis hal-hal berikut:

1. Bagaimana karakteristik RTSM penerima bantuan tunai pada Program Keluarga Harapan di Kelurahan Balumbang Jaya?

2. Bagaimana karakteristik RTSM penerima bantuan tunai dihubungkan dengan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok pada Program Keluarga Harapan?

3. Bagaimana aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok dihubungkan dengan efektivitas komunikasi pada Program Keluarga Harapan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan :

1. Mendeskripsikan karakteristik RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya.

2. Menganalisis hubungan karakteristik RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya dengan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

(15)

1.4 Kegunaan Penelitian

(16)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang maknanya adalah

sama. Apabila dua orang sedang berkomunikasi berarti mereka berada dalam usaha untuk menimbulkan pengertian bersama. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan), agar orang tersebut mengikuti, tahu, serta bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, sehingga mau melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain (Yusuf, 2004).

Menurut Schramm dan Kincaid (1977) terdapat tiga ukuran untuk menilai dipercayai atau tidaknya sumber suatu pesan yaitu: (1) kecakapan dan kompetensi mengenai persoalan; (2) sampai berapa jauh sumber dapat dipercayai untuk mengatakan kebenaran; dan (3) kedinamisan dari sumber. Disebutkan oleh Berlo (1960) bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver) dan pengaruh (effect).

(17)

menurutnya, ada empat yaitu: (1) mengubah sikap, (2) mengubah opini pendapat atau pandangan, (3) mengubah perilaku dan (4) mengubah masyarakat.

Komunikasi dapat dipahami dengan tiga kerangka pemahaman yang dapat digunakan, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu-arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai proses linear. Sebagai tindakan satu-arah, suatu pemahaman popular mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mensyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap-muka) atau melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio atau televisi. Komunikasi dianggap suatu proses linear yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran atau tujuannya. Komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau timbal balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu-arah. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi kedua ini adalah umpan balik (feed back), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan (Mulyana 2000 dalam Cahyanto 2007).

2.1.2 Model Komunikasi

(18)

pembangunan yang tepat tentu akan dapat menjawab tantangan dan mengatasi kendala yang muncul atau yang mungkin akan muncul. Djunaedi (2003) mengatakan bahwa terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat oleh para pakar. Kekhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan (pembuat) model tersebut, paradigma yang digunakan, kondisi teknologi dan semangat zaman yang melingkunginya.

2.1.3 Aktivitas Komunikasi

Aktivitas komunikasi adalah proses dalam berkomunikasi yang merupakan semua kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh informasi. Menurut Rahmat (2000) aktivitas komunikasi menunjukkan perilaku komunikan yang dipengaruhi oleh faktor personal (intern) dan faktor situasional (ekstern). Faktor personal merupakan faktor yang terpusat pada personal, berupa sikap, instink, kepribadian, sistem kognitif. Faktor internal dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh aktivitas manusia dan berpadu dengan sektor sosiopsikologis. Faktor biologis sangat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi, misalnya kesiapan untuk melihat-membaca yang berhubungan dengan indera penglihatan, kesiapan untuk mendengarkan suara yang berhubungan dengan indera pendengaran. Sedangkan faktor sosiopsikologis adalah faktor yang berhubungan dengan komponen afektif merupakan aspek emosional, kognitif merupakan aspek intelektual, dan konatif yang berhubungan dengan kebiasaan kemauan bertindak.

(19)

merupakan komunikasi yang berlangsung antara komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Komunikasi yang berlangsung dengan jumlah orang dalam jumlah yang sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication) sedangkan apabila jumlah orang yang berkomunikasi banyak dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication). Pada komunikasi kelompok kecil, komunikator menunjukkan pesannya kepada kognisi (pikiran) komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialogis, dimana komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya dan dapat menyanggah. Komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang ditujukan kepada afeksi (sikap) komunikan dan proses berlangsung secara linear (satu arah) (Anas, 2003). Komunikasi kelompok merupakan aktivitas komunikasi dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok yang ingin dicapai. Pencapaian tujuan kelompok akan mempengaruhi tercapainya tujuan anggota kelompok. Selain itu komunikasi kelompok merupakan salahsatu langkah untuk menyatukan persepsi anggota kelompok kerja, sehingga terjadi kesepahaman, dalam bertindak dalam mencapai tujuan dalam kelompok (Jufri, 2005).

2.1.4 Efektivitas komunikasi

(20)

Djunaedi (2003) menyatakan bahwa prinsip efektif itu adalah kemampuan mencapai sasaran dan tujuan akhir melalui kerjasama orang-orang dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada seefisien mungkin. Sementara itu, Effendy (2000) menyatakan bahwa efektivitas komunikasi adalah kondisi adanya kesamaan makna terhadap pesan komunikasi dimana hal tersebut dapat dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak: (1) kognitif, yakni meningkatnya pengetahuan komunikan, (2) afektif, yakni perubahan pandangan komunikan karena hatinya tergerak akibat komunikasi, dan (3) behavioral, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan.

Sastropoetra (1988) berpendapat bahwa komunikasi yang efektif haruslah 1) menggunakan lambang-lambang yang serasi dan tepat, 2) menggunakan media saluran yang tepat, 3) pesan yang disampaikan dapat menimbulkan minat dan perhatian, 4) pesan memberikan saran atau stimuli untuk pemecahan masalah. Tubbs dan Moss (2000) menyatakan ada lima hal yang menjadi ukuran bagi komunikasi yang efektif yaitu pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan

Menurut Cahyanto (2007), faktor-faktor karakteristik individu yang menentukan keefektivan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani adalah usia, pendidikan nonformal, motivasi dan tingkat pendapatan serta lama menjadi anggota kelompok tani. Hal lain yang menentukan adalah keterlibatan petani dalam penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program.

(21)

pendidikan, intensitas komunikasi, pemilikan media komunikasi dan tingkat partisipasi dalam pembangunan. Sedangkan menurut Rahmani (2006) peran fasilitator atau pendamping berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi terutama pada aspek konatif dimana peran fasilitator lebih menjadi sebagai agen perubahan pada pemberdayaan mandiri lahan kering pada program PIDRA di Kabupaten Sumbawa.

Pada pelaksanaan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap Pontianak didapati program berjalan efektif saat komunikasi yang bersifat partisipatif dilakukan. Komunikasi tersebut memiliki tujuan mengetahui teknologi tepat guna yang baik untuk digunakan dalam penerapan program tersebut. Komunikasi dijalankan secara sirkuler dimana ada timbal balik di antara tim Prima Tani dan petani. Komunikasi partisipatif dinilai efektif dalam perencanaan program Prima Tani dilihat dari masukan-masukan yang diberikan oleh petani (Cahyanto (2007)).

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi

Menurut Eddy (2007) dua faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi yaitu:

1. Faktor pada komponen komunikan

(22)

sesuai dengan tujuannya; (3) pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya; serta (4) ia mampu untuk menepati janjinya baik secara mental maupun secara fisik.

2. Faktor pada komponen Komunikator

Untuk melaksanakan komunikasi efektif, terdapat dua faktor penting pada diri komunikator yakni kepercayaan pada komunikator (source credibility) dan daya tarik komunikator (source atrractiveness).

a. Kepercayaan kepada komunikator

kepercayaan pada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedang kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan. Lebih dikenal dan disenanginya komunikator oleh komunikan, lebih cenderung komunikan merubah kepercayaannya kepada arah yang dikehendaki komunikator.

b. Daya tarik komunikator

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara memuaskan.

(23)

kebutuhan pribadi dan menyarankan bagaimana kebutuhan itu dapat dipenuhi dan (4) pesan harus sesuai dengan situasi penerima. Dalam melakukan proses komunikasi dapat terjadi hambatan-hambatan komunikasi seperti pada komunikasi Organisasi Pemerintah Daerah Kota Pagar Alam dimana terdapat 10 indikator yaitu kurangnya pengetahuan, tingkat keterampilan berkomunikasi, tingkat perbedaan persepsi, tingkat penguasaan bahasa, tingkat pengendalian diri, tingkat perhatian, tingkat perbedaan umur, tingkat perbedaan gaya berkomunikasi, tingkat kredibilitas dan tingkat prasangka negatif (Damayanti, 2003)

2.2 Kerangka Pemikiran

Mengacu pada pendekatan teoritis, Program Keluarga Harapan merupakan program yang diprogramkan oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui pemberian bantuan untuk pendidikan dan kesehatan. Tingkat keberhasilan dari Program Keluarga Harapan salahsatunya dapat dilihat dari berjalannya proses komunikasi yang dilakukan antara pendamping PKH dengan RTSM penerima bantuan PKH.

(24)
(25)

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Keterangan gambar:

= Hubungan

Karakteristik RTSM Penerima Bantuan PKH:

Umur

Status pekerjaan Tingkat pendapatan Pendidikan formal Pendidikan nonformal Penggunaan bahasa Jumlah tanggungan

Aktivitas Komunikasi : Pertemuan Kelompok (Pendampingan)

(26)

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan yang masih belum teruji kebenarannya, masih harus diuji melalui riset mengumpulkan data empiris dan bersifat dugaan awal. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini:

a) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara usia dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

b) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara status pekerjaan dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

c) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara pendapatan dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

d) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara pendidikan formal dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

e) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara pendidikan nonformal dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

f) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara penggunaan bahasa dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

g) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara jumah tanggungan (anak/keponakan/cucu) dan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok.

(27)

i) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok dan perubahan sikap dari RTSM penerima bantuan PKH.

j) Terdapat hubungan nyata atau sangat nyata antara aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok dan perubahan tindakan dari RTSM penerima bantuan PKH.

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan pengertian mengenai variabel yang diukur. Variabel-variabel tersebut diukur dengan cara meminta pendapat atau respon dari para responden tentang beberapa hal yang berhubungan dengan variabel-variabel tersebut. Batasan operasional untuk variabel-variabel dalam hipotesis atau kerangka pemikiran penelitian didefinisikan sebagai berikut:

No Variabel Definisi Operasional Kategori Sumber data

1. Usia Satuan umur

c. Ibu rumah tangga Responden

3. Pendidikan

5. pendapatan Jumlah rupiah yang diperoleh oleh RTSM

(28)

sebagai hasil dari bekerja sesuai dengan mata pencahariannya.

kurang dari Rp400.000 c. Sedang:

berkisar antara 3 sampai 5 orang

9. Pengetahuan Tingkat pengetahuan responden tentang

10. Sikap Respon responden terhadap bantuan yang d. Sangat tidak setuju: 1

Negatif: (Skor 11-27) Positif: (Skor 28-44)

Responden

(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah dengan metode survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer, dan individu sebagai unit analisa (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pendekatan kuantitatif dikumpulkan dari responden dengan kuesioner sebagai alat pengumpul data, dengan tujuan memberikan penjelasan mengenai hubungan beberapa variabel penelitian. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam. Metode kualitatif digunakan untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam serta untuk memperjelas gambaran tentang keadaan sosial yang diperoleh melalui metode kuantitatif.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah kuesioner yang sebelumnya diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya. Uji ini berupa uji coba kuesioner kepada lima orang calon responden yang dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan kelayakan kuesioner untuk digunakan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji realibilitas dan validitas yang dilakukan melalui uji korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS 15.0.

(30)

dengan efektivitas komunikasi dari pertemuan tersebut. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian yaitu karakteristik RTSM penerima bantuan PKH yang berhubungan dengan aktivitas komunikasi dan efektivitas komunikasi yang dilihat dari tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.

3.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Pemilihan lokasi adalah secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan efisiensi biaya, jarak dan waktu dari peneliti. Selain itu, Pemilihan desa tersebut sebagai lokasi penelitian karena desa tersebut merupakan salah satu desa yang menerima dana Program Keluarga Harapan dari Pemerintah sehingga sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui efektivitas komunikasi dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Desember 2009. Pada bulan Agustus dilakukan studi literatur (pengambilan data sekunder), penentuan hipotesis penelitian, dan penentuan metode penelitian yang disajikan dalam proposal penelitian. Secara disengaja pada bulan tersebut juga dilakukan penentuan lokasi penelitian karena lokasi tersebut merupakan lokasi dimana peneliti melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) pada mitra Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kecamatan Bogor Barat.

3.3 Teknik Pemilihan Responden

(31)

tahap III tahun 2009) yang tersebar di 12 RW. Data sekunder mengenai total dari keluarga penerima dana Program Keluarga Harapan didapat sebelumnya dari Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kecamatan Bogor Barat saat Kegiatan KKP. Dari 194 keluarga yang menerima dana PKH tersebut dapat dikelompokan menjadi:

1. keluarga yang memiliki Balita;

2. keluarga yang memiliki anak usia sekolah SD/SMP; 3. keluarga yang memiliki ibu hamil;

4. keluarga yang memiliki Balita dan memiliki anak usia sekolah SD/SMP; 5. keluarga yang memiliki ibu hamil dan memiliki Balita;

6. keluarga yang memiliki ibu hamil dan memiliki anak usia sekolah SD/SMP;

7. keluarga yang memiliki ibu hamil, memiliki Balita serta memiliki anak usia sekolah SD/SMP.

(32)

dilakukan dengan menggunakan Rumus Slovin dengan persentase kesalahan 10

e= Batas eror 10 persen

Pemilihan responden dilakukan dengan cara acak distratifikasi yaitu dengan cara memilih bertahap RTSM berdasarkan wilayah Rukun Warga (RW) tempat RTSM tinggal. Pengambilan sampel dari setiap RW tersebut disesuaikan dengan jumlah RTSM yang masuk ke dalam kategori populasi. Dengan melihat pada ketegori tersebut maka akan didapat jumlah populasi yang berbeda di setiap RW lalu dibagi secara proporsional setiap RW hingga didapat jumlah sampel tiap RW. Pembagian sampel seperti Gambar 2.

Kecamatan Balumbang Jaya

(33)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang berupa data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang diajukan kepada responden. Data primer juga diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik RTSM penerima bantuan PKH, aktivitas komunikasi dan efektivitas komunikasi.

Data sekunder diperoleh melalui studi literatur berupa buku teks atau hasil penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian. Sedangkan data-data seputar Program Keluarga Harapan seperti data RTSM penerima dana bantuan PKH, jumlah dana yang dicairkan dan alur kegiatannya didapat dari UPPKH Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Data sekunder mengenai geografis, sumberdaya alam dan demografi (kependudukan) Kelurahan Balumbang Jaya diperoleh dari Kantor Kelurahan Balumbang Jaya.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(34)

mendeskripsikan hubungan antara aktivitas komunikasi dan aspek pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap Program Keluarga Harapan.

(35)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya 4.1.1 Kondisi Geografis

Kelurahan Balumbang Jaya merupakan salah satu kelurahan yang berada dalam wilayah administratif Kecamatan Bogor Barat. Secara geografis terletak pada 106,48o BT, 60,36o LS dengan ketinggian 200 mdpl dan tinggi curah hujan 2.5 mm3. Kelurahan ini memiliki luas total 123,373 Ha yang meliputi 12 RW dan 38 RT.

Batas wilayah Kelurahan Balumbang Jaya adalah sebagai berikut: 1. sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede

2. sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Margajaya 3. sebelah barat berbatasan dengan Desa Babakan

4. sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak

Jarak kantor Kelurahan Balumbang Jaya ke Ibu Kota Kecamatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dan ibu Kota Negara adalah sebagai berikut:

1. Ibu Kota Kecamatan Bogor Barat 6 km

2. Ibu Kota Bogor 12 km

3. Ibu Kota Provinsi Jawa Barat 120 km

4. Ibu Kota Negara 60 km

4.1.2 Sumberdaya Alam

(36)

seluas 18,5 Ha. Jumlah ini dapat terus berkurang seiring dengan pembangunan perumahan yang ada di sekitar wilayah Kelurahan tersebut.

Tabel 1 Sebaran Penggunaan Lahan Kelurahan Balumbang Jaya

Lahan/penggunaan Luas Lahan (ha) Persentase (%)

Perumahan/pemukiman dan pekarangan 82,277 66,68

Sawah 18,596 15,07

Jalan 19,5 15,80

Perkebunan 3 2,43

Total 123, 373 100

Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008

4.1.3 Kondisi Demografi

Total penduduk Kelurahan Balumbang Jaya sampai akhir bulan Desember tahun 2008 tercatat sebanyak 9.455 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.943 jiwa, perempuan sebanyak 4.512 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.518 dengan kepadatan penduduk 756 jiwa/km.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tingkat usia produktif yang cukup tinggi yaitu pada usia 25-29 tahun dengan jumlah 1.177 jiwa atau sebesar 12,40 persen.

Tabel 2 Sebaran Jumlah Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

00-04 613 6,48

05-09 902 9,53

10-14 899 9,50

15-19 823 8,70

20-24 930 9,83

25-29 1177 12,40

(37)

Lanjutan Tabel 2

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

35-39 819 8,66

40-44 616 6,51

45-49 512 5,41

50-54 358 3,78

55-59 271 2,86

60-64 222 2.34

65-69 139 1,47

Total 9.455 100,00

Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008

Kelurahan Balumbang Jaya memiliki penduduk yang beragam bila dilihat dari sisi kepercayaan. Sebagai besar penganut kepercayaan penduduk yaitu beragama Islam sebanyak 9.368 orang (99,07%). Selain itu juga terdapat penduduk yang beragam Kristen 62 orang (0,65 %), Katolik sebanyak 23 orang (0,24%) dan Hindu sebanyak dua orang (0,021%).

Keadaan mata pencaharian penduduk Kelurahan Balumbang Jaya sebagian besar adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 25,06 persen (Tabel 3). Hal ini dikarenakan terjadinya penyempitan lahan pertanian yang dimanfaatkan menjadi lahan permukiman sehingga petani tidak bekerja.

Tabel 3 Sebaran Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Petani 432 7,18

Wiraswasta/pedagang 1.062 17,67

Buruh 1.241 20,65

Swasta/BUMN/BUMD 839 13,96

Pegawai Negeri Sipil 96 0,16

TNI/Polri 10 0,16

Pensiunan 523 8,70

Tidak bekerja 1.506 25,06

(38)

Penduduk di Kelurahan Balumbang Jaya sebagian besar memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi dimana sebagai besar merupakan lulusan SD/Sederajat (Tabel 4). Hal ini didukung dengan adanya fasilitas gedung SD sebanyak tiga buah. Sementara untuk gedung sekolah tingkat pertama yaitu SLTP terdapat satu buah. Hal ini berimplikasi dengan mereka untuk memperoleh pendidikan SLTA harus bersekolah di luar wilayah kelurahan. Kelurahan Balumbang Jaya memiliki satu Buah TK dan pos pendidikan anak usia dini (PAUD) sehingga pada usia dini masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya sudah dapat berpendidikan.

Tabel 4 Sebaran Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya

Strata Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tamatan SD/ Sederajat 1.683 49,70

Tamatan SLTP/ Sederajat 610 18,20

Tamatan SLTA/ Sederajat 986 29,12

Tamatan Akademi/ D1-D3 46 1,35

Tamatan Perguruan Tinggi/ S1-S2 60 1,77

Total 3.385 100,00

(39)

BAB V

GAMBARAN UMUM PROGRAM KELUARGA HARAPAN

5.1 Profil Program Keluarga Harapan

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program yang diluncurkan oleh Pemerintah. Program Keluarga Harapan adalah suatu program yang memberikan Bantuan Tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. Program Keluarga Harapan merupakan program lintas Kementerian dengan aktor utama yang terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik serta dibantu oleh tim tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di daerah dilakukan dengan koordinasi dari beberapa unit pelaksana dengan lokasi dan tugas yang berbeda yaitu Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat (UPPKH Pusat), Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten/Kota dan Tim pendamping yang bekerja di lapangan.

(40)

(Millenium Development Goals atau MDGs). Dengan PKH setidaknya ada lima komponen MDGs yang secara tidak langsung akan terbantu yaitu pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan Balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan. Program ini memiliki periode yang panjang dari tahun 2007-2015 dengan rencana penerima sesuai dengan Tabel 5.

Tabel 5 Rencana tahapan cakupan penerima PKH 2007-2015

Tahap 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Pedoman Umum PKH 2008

(41)

pengeluaran RTSM sedangkan untuk jangka panjang melalui kewajiban yang ditentukan diharapkan akan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku terhadap perbaikan status kesehatan anak-anak dan ibu hamil serta tingkat pendidikan anak-anak RTSM tersebut sehingga rantai kemiskinan keluarga tersebut dapat diputus.

5.2 Ketentuan Bantuan Program Keluarga Harapan

Penerima bantuan PKH adalah rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari Balita, memiliki anak usia sekolah dan ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program. Agar penggunaan bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante,/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumahtangga.

Sebuah rumahtangga dikategorikan sebagai RTSM jika rumahtangga tersebut memenuhi indikator kemiskinan. Indikator kemiskinan dikembangkan dari hasil model estimasi yang menggunakan faktor-faktor yang secara statistik memiliki korelasi dengan kemiskinan multidimensi, seperti antara lain kondisi demografi dan sosial-ekonomi.

(42)

dibutuhkan. UPPKH kabupaten/kota melaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH kabupaten/kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan. pendamping merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak-pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk di dalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung.

Pengaplikasian PKH merupakan pemberian dana bantuan kepada RTSM yang telah memenuhi syarat-syarat dasarnya. Besarnya bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besar bantuan ini bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan besarnya bantuan akan dikurangi atau sebagai bentuk sanksi terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur PKH. Rincian dana bantuan dalam Tabel 6.

(43)

Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per tahun

Bantuan tetap Rp. 200.000

Bantuan bagi RTSM yang memiliki: a. Anak usia di bawah 6 tahun

Sumber: Pedoman Umum PKH 2008

Pemilihan daerah merupakan salah satu mekanisme dan prosedur dalam PKH yang dilaksanakan sebelum PKH berjalan di tingkat pelaksanaan operasional. Untuk tahun anggaran 2007 keikutsertaan daerah dilakukan melalui dua tahap, yaitu Tahap pertama berupa pemilihan provinsi yang dilakukan atas dasar kesediaan pemerintah provinsi pada saat Musrenbang tahun 2006. Sebanyak tujuh provinsi pada tahun 2007 telah dipilih sebagai daerah uji coba pelaksanaan PKH, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2008 terjadi perkembangan dengan penambahan enam provinsi yang meliputi Sumatra Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Tahap kedua yaitu pemilihan kabupaten/kota dan Kecamatan dari 13 provinsi yang telah terpilih, selanjutnya dipilih sejumlah kabupaten/kota dan dengan kriteria:

(i) tingginya angka kemiskinan,

(44)

(iii) ketersediaan sarana dan prasarana (supply) baik pendidikan maupun kesehatan, serta

(iv) adanya komitmen daerah.

Salah satu provinsi yang dijadikan ujicoba adalah Jawa Barat pada tanggal 16 November 2007 dengan sosialisasi yang dilaksanakan di 11 kabupaten dengan 70 kecamatan di dalamnya dan pada tahun 2008 terjadi pertambahan kuota sehingga sasaran sosialisasi bertambah menjadi 14 kabupaten dan satu kota yaitu Kota Bogor dengan jumlah kecamatan yang menjadi daerah sosialisasi sebanyak 142 kecamatan. Kota Bogor menjadi salah satu sasaran Program Keluarga Harapan dengan enam Kecamatan yang menjadi lokasi sasaran yaitu Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Tanah Sareal. Dar i kecamatan tersebut dipilih para peserta yang berasal dari kelurahan-kelurahan dengan proses pemilihan peserta PKH melalui beberapa tahap, yaitu: Survai di lokasi program untuk mendapat data rumahtangga miskin, pemilihan rumah tangga sangat miskin (RTSM) dari semua rumahtangga yang disurvai sebagai calon peserta PKH, calon peserta tandatangani komitmen sebagai peserta PKH untuk menjadi peserta PKH.

(45)

berdasarkan syarat kepesertaan PKH, yaitu rumahtangga yang memiliki anak 0-15 tahun, Ibu hamil atau anak 15-18 tahun yang belum selesai sembilan tahun wajib belajar. Informasi yang diperoleh dari survai calon peserta tadi digunakan untuk mengurutkan RTSM berdasarkan tingkat kemiskinannya. Agar distribusi RTSM antar kecamatan tersebar secara proporsional, digunakan model statistik yang menetapkan kuota per kecamatan. Penetapan calon peserta PKH dilakukan oleh BPS dan selanjutnya diadakan pertemuan awal yang salah satu kegiatan utamanya adalah melakukan klarifikasi data dan penandatanganan komitmen keikutsertaan. Hasil pertemuan tersebut merupakan acuan untuk menetapkan calon peserta PKH menjadi Peserta PKH.

(46)

Gambar 3. Sebaran umur RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, 2009

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik RTSM Penerima Bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya

Variabel karakteristik RTSM yang diteliti variabelnya adalah umur, status pekerjaan, tingkat pendapatan, pendidikan formal, pendidikan nonformal, penggunaan bahasa dan jumlah tanggungan.

1) Umur RTSM

Berdasarkan hasil penelitian sebaran umur RTSM penerima bantuan PKH bervariasi yang secara keseluruhan berkisar antara 25–50 tahun yang dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu umur muda, umur dewasa dan umur tua. Sebaran umur secara garis besar mayoritas RTSM penerima bantuan PKH masuk ke dalam kategori umur dewasa yaitu 33-41 tahun sebanyak 62,2 persen, kategori muda sebanyak 26,7 persen dan kategori umur tua sebanyak 11,1 persen. Sebaran umur tersebut dianalisis dalam rataannya yaitu sebesar 35,3 tahun. Sebaran umur RTSM dapat dilihat pada Gambar 3.

(47)

Gambar 4. Sebaran pekerjaan RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, 2009

Gambar 3 menunjukkan bahwa sebagian besar RTSM penerima bantuan PKH tergolong ke dalam umur dewasa dan masih produktif. Kategori umur tersebut merupakan saat dimana RTSM dapat melakukan banyak aktivitas seperti bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Masih terdapat RTSM penerima bantuan PKH dengan kategori umur tua yaitu 42-50 tahun sebesar 11.1 persen. Hal tersebut terjadi karena RTSM tersebut masih memiliki anak usia sekolah serta Balita atau karena yang bersangkutan menjadi wakil keluarga penerima bantuan PKH. Jadi tidak harus ibu dari Balita atau anak usia sekolah yang dapat menjadi penerima bantuan PKH tetapi dapat juga diwakili oleh nenek atau bibi dari anak tersebut.

2) Pekerjaan

(48)

Gambar 5. Sebaran pendapatan RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, 2009

Gambar 4 menunjukkan bahwa pekerjaan RTSM secara keseluruhan mayoritas adalah sebagai ibu rumahtangga yaitu sebesar 44.4 persen, yang diikuti oleh buruh 37.8 persen dan pedagang 17.8 persen. Sebagian besar RTSM saat ini hanya sebagai ibu rumahtangga karena terkait dengan kondisi dimana mereka mempunyai Balita yang belum dapat ditinggal bekerja. Sebagian besar ibu yang saat ini hanya sebagai ibu rumahtangga sebelumnya bekerja dengan bermacam-macam pekerjaan seperti menjadi pembantu rumahtangga, buruh pabrik atau berdagang. Akan tetapi terdapat juga RTSM yang tetap bekerja walaupun memiliki Balita seperti bekerja sebagai buruh cuci pakaian mahasiswa IPB.

3) Pendapatan

Pendapatan RTSM penerima bantuan PKH merupakan jumlah uang yang diterima oleh RTSM berdasarkan pekerjaan yang dijalaninya setiap hari. Untuk pendapatan besarnya dikategorikan berdasarkan sebaran pendapatan yang diterima oleh RTSM yang digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu: pendapatan rendah Rp100.000-Rp400.000, pendapatan sedang Rp400.100- Rp800.000, pendapatan tinggi Rp800.100-Rp1.200.000 dan tidak ada pendapatan. Sebaran pendapatan RTSM penerima bantuan PKH dapat dilihat pada Gambar 5.

0.00% 100.00%

15.60% 20.00% 15.60%

48.90%

pendapatan

rendah

sedang

tinggi

(49)

Gambar 6. Sebaran pendidikan formal RTSM penerima bantuan PKH di Balumbang Jaya, 2009

Gambar 5 menunjukkan sebaran pendapatan yang diterima oleh RTSM penerima bantuan PKH diluar penerimaan dari dana PKH. Pendapatan terendah yang diterima oleh RTSM yang bekerja dalam sebulan sebesar Rp100.000 dan pendapatan tertinggi yang diterima oleh RTSM dalam sebulan sebesar Rp1.200.000. Untuk RTSM yang tidak bekerja (sebagai ibu rumahtangga) besar pendapatan yaitu 0 (nol) sehingga dikategorikan tidak ada pendapatan. Berdasarkan penelitian ditemukan RTSM yang memiliki pendapatan sedang yaitu antara Rp400.100 sampai dengan Rp800.000 dengan jumlah 20 persen. Jumlah RTSM yang memiliki pendapatan rendah (antara Rp100.000 sampai Rp400.000) yaitu berjumlah 15.6 persen. Sementara itu jumlah RTSM yang memiliki pendapatan tinggi (antara Rp800.100 sampai dengan Rp1.200.000) berjumlah 15.6 persen dan sebagian besar RTSM tidak ada pendapatan dengan jumlah sebanyak 48.9 persen.

4) Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan tertinggi yang pernah didapatkan oleh RTSM. Pendidikan yang pernah dijalani responden bervariasi yang dibagi ke dalam tiga kategori yaitu pendidikan rendah (SD), pendidikan sedang (SMP/sederajat) dan pendidikan tinggi (SMA/SMK/SMEA). Sebaran tingkat pendidikan RTSM penerima bantuan PKH dapat dilihat pada Gambar 6.

(50)

Gambar 7. Sebaran pendidikan nonformal RTSM penerima bantuan PKH di Balumbang Jaya, 2009

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada Gambar 6 ditunjukkan bahwa RTSM penerima bantuan PKH memiliki beragam tingkat pendidikan. Sebagian besar RTSM penerima bantuan PKH memiliki pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 84.4 persen, tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 11.1 persen dan sekolah menengah atas (SMA) sebesar 4.4 persen. Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar RTSM tersebut memungkinkan menjadi salah satu indikator kemiskinan.

5) Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang didapat RTSM dalam

bentuk kursus atau pelatihan. Pendidikan nonformal diterima oleh responden di tempat responden tersebut tinggal. Pendidikan nonformal menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dari seseorang yang mengikutinya dan bahkan dapat mengubah tindakan. Pengkategorian pendidikan nonformal dibagi menjadi tiga, yaitu tidak pernah mendapat kursus, rendah dan tinggi. Berdasarkan penelitian terhadap RTSM penerima bantuan PKH didapat hasil bahwa RTSM terbagi menjadi RTSM yang tidak pernah mendapat pendidikan nonformal dan RTSM yang pendidikan nonformalnya rendah. Sebaran pendidikan nonformal RTSM dapat dilihat pada Gambar 7.

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

tidak pernah rendah 71.10%

28.90%

Pendidikan nonformal

tidak pernah

(51)

Gambar 8. Sebaran Penggunaan Bahasa RTSM penerima bantuan PKH di Balumbang Jaya, 2009

Hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa RTSM penerima bantuan PKH sebesar 71.1 persen tidak pernah mendapat pendidikan nonformal. Jumlah RTSM penerima bantuan PKH yang pernah mendapatkan pendidikan nonformal kurang dari tiga kali sebesar 28.9 persen dengan pendidikan yang didapat saat mereka aktif sebagai kader di Puskesmas/Posyandu.

6) Penggunaan bahasa

Bahasa merupakan alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari satu individu ke individu yang lain. Penggunaan bahasa oleh RTSM penerima bantuan PKH terdapat keragaman dimana mereka ada yang menggunakan bahasa Sunda, bahasa Indonesia dan campuran keduanya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Penggunaan bahasa yang beragam oleh RTSM dapat dikategorikan menjadi penggunaan bahasa yang cukup baik (bahasa sunda), baik (bahasa Indonesia), dan sangat baik (campuran bahasa sunda dan Indonesia). Sebaran penggunaan bahasa dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar RTSM penerima bantuan PKH menggunakan bahasa sunda untuk berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari dan pada saat pertemuan kelompok

(52)

Gambar 9. Sebaran jumlah tanggungan RTSM penerima bantuan PKH di Balumbang Jaya, 2009

dengan persentase sebesar 68.9 persen. Sebagian RTSM juga menggunakan bahasa Indonesia (22.2%) dan campuran dari keduanya (8.9%). Sebagian besar menggunakan bahasa Sunda karena sesuai dengan daerah asal mereka dan mereka merasa lebih nyaman saat menggunakan bahasa sunda saat berinteraksi dengan orang lain karena sudah merupakan kebiasaan sehari-hari.

7) Jumlah tanggungan

Responden dalam penelitian ini telah ditentukan dimana sudah dapat dipastikan memiliki tanggungan anak/cucu/keponakan. Besarnya tanggungan yang dimiliki RTSM penerima bantuan PKH beragam yang nilainya dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu kategori rendah (memiliki anak kurang dari 3 orang), sedang (memiliki anak 3 sampai 5 orang) dan kategori tinggi (lebih dari 5 orang). Jumlah tanggungan dari responden dalam penelitian ini dipastikan terdapat kombinasi antara Balita dengan anak usia sekolah yang jumlahnya minimal satu orang balita dan satu orang anak usia sekolah. Sebaran jumlah tanggungan yang dimiliki oleh RTSM dapat dilihat pada Gambar 9.

0% 20% 40% 60% 80% 100%

rendah sedang tinggi 46.70% 51.10%

2.20%

Jumlah tanggungan

rendah

sedang

(53)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa sebagian besar RTSM penerima bantuan PKH memiliki jumlah anak tiga sampai lima orang sehingga termasuk kategori sedang (51.1%). RTSM yang memiliki tanggungan kurang dari tiga orang juga cukup banyak yaitu sebesar 46.7 persen serta RTSM yang memiliki tanggungan lebih dari lima orang sebanyak 2.2 persen. Berdasarkan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa tanggungan yang dimiliki oleh RTSM tidak hanya anak kandung melainkan dapat juga cucu atau keponakan yang telah ditinggal oleh orang tuanya karena meninggal atau bekerja di luar daerah atau luar negeri.

6.2 Hubungan antara Karakteristik RTSM Penerima Bantuan PKH dan Aktivitas Komunikasi dalam Bentuk Pertemuan Kelompok

Aktivitas komunikasi antara RTSM penerima bantuan PKH dengan pendamping PKH dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan kelompok. Pada pertemuan tersebut seluruh anggota kelompok di setiap RW wajib hadir untuk mendapatkan informasi dari pendamping. Pertemuan kelompok yang dijadwalkan oleh pendamping PKH merupakan sarana yang dapat digunakan oleh RTSM untuk menyampaikan saran, kritik serta mungkin juga pertanyaan. Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh RTSM dengan pendamping PKH tersebut diduga berhubungan nyata dengan faktor karakteristik dari RTSM penerima bantuan PKH. Melalui pengujian hipotesis dengan mengkorelasikan aktivitas komunikasi dengan karakteristik RTSM dapat dilihat keeratan hubungan antara variabel-variabel yang diuji tersebut.

(54)

memiliki pendapatan dengan jumlah tanggungan anak yang temasuk kategori sedang (berkisar antara 3 sampai 5 orang). Sebagian besar RTSM berada pada usia dewasa dengan memiliki pendidikan formal dan nonformal yang rendah. Pada kesehariannya sebagian besar RTSM menggunakan bahasa yang cukup baik yaitu bahasa Sunda karena kebanyakan berasal dari daerah Bogor.

Hubungan karakteristik RTSM penerima bantuan PKH dengan aktivitas komunikasi diuji dengan menggunakan Spearman dan Chi Square. Variabel karakteristik RTSM yang diuji menggunakan uji Spearman adalah usia, pendapatan, pendidikan formal, pendidikan nonformal, penggunaan bahasa dan jumlah tanggungan dengan aktivitas komunikasi. Sedangkan variabel yang diuji dengan menggunakan uji Chi Square adalah variabel pekerjaan dengan aktivitas komunikasi . Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis korelasi karakteristik RTSM penerima bantuan PKH dan aktivitas komunikasi

Karakteristik RTSM Penerima bantuan PKH Aktivitas Komunikasi (pertemuan Kelompok)

Usia -0.081

Pendapatan 0.258

Pendidikan formal 0.144

Pendidikan nonformal 0.082

Penggunaan bahasa 0.422**

Jumlah tanggungan -0.408**

Jenis pekerjaan 0.710

Keterangan: ** Hubungan sangat nyata pada α = 0.01 (uji 2 sisi)

* Hubungan nyata pada α = 0.05 (uji 2 sisi)

(55)

tanggungan. Adapun variabel yang tidak berhubungan nyata adalah usia, jenis pekerjaan, pendapatan, pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

6.2.1 Variabel Karakteristik RTSM Penerima Bantuan PKH yang tidak Berhubungan dengan Variabel Aktivitas Komunikasi

1) Hubungan usia dan aktivitas komunikasi

Usia terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan teori Harlock, yakni usia muda (kurang dari 30 tahun), usia dewasa (antara 30 sampai dengan 50 tahun) dan usia tua (lebih dari 50 tahun). Hasil pengolahan data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi yang paling tinggi adalah 75 persen pada RTSM usia muda dan aktivitas komunikasi rendah pada RTSM usia tua yaitu 40 persen. Tabel 8 Persentase RTSM menurut kategori usia dan aktivitas komunikasi di

Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Usia

Rendah Tinggi

Muda 25 75

Dewasa 28.6 71.4

Tua 40 60

Hasil uji korelasi Spearman yang tertera pada Tabel 7 halaman 45 diperoleh hasil bahwa antara usia dan aktivitas komunikasi terdapat nilai koefisien korelasi -0.081. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usia tidak berhubungan nyata dengan variabel aktivitas komunikasi. Artinya tinggi rendahnya usia tidak berhubungan dengan proses komunikasi yang dilakukan dengan pendamping PKH pada saat pertemuan kelompok.

(56)

untuk memperoleh informasi yang tinggi dari Pendamping sehingga pada saat pertemuan kelompok setiap kategori usia turut bertanya, menyampaikan saran atau keluhan kepada pendamping PKH. Setiap RTSM dengan berbagai kategori umur turut aktif berkomunikasi dengan pendamping PKH saat pertemuan kelompok. Saat dilakukan wawancara mendalam ditemukan bahwa sering kali RTSM menanyakan mengenai kapan akan diadakan pendataan untuk penambahan penerima bantuan PKH. Hal tersebut selalu ditanyakan kepada pendamping karena mereka merasa kasihan dengan tetangga yang tidak mendapat dana bantuan padahal kondisinya dilihat sama dengan RTSM tersebut. Setiap kategori umur juga aktif bertanya kepada pendamping mengenai kapan pencairan dilaksanakan karena mereka tidak diberitahu mengenai kepastian waktu pencairan.

2) Hubungan jenis pekerjaan dan aktivitas komunikasi

(57)

Tabel 9 Persentase RTSM menurut kategori pekerjaan dan aktivitas komunikasi di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Pekerjaan

Rendah Tinggi

Buruh 33.3 66.7

Pedagang 25 75

Ibu rumah tangga 27.3 72.7

Hasil Uji Chi Square pada tabel 7 halaman 45 sebesar 0.710 dan hal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan RTSM penerima bantuan PKH tidak berhubungan nyata dengan aktivitas komunikasi. Artinya apapun jenis pekerjaan RTSM pada saat pertemuan kelompok aktivitas komunikasi yang dilakukan dengan pendamping tetap sama. Hal tersebut terjadi karena setiap RTSM memiliki kewajiban yang sama yaitu menghadiri pertemuan kelompok walaupun ada sebagian besar yang bekerja.

(58)

3) Hubungan pendapatan dan aktivitas komunikasi

Tingkat pendapatan yang diterima oleh RTSM setiap bulan merupakan hasil dari pekerjaan yang mungkin dilakukan oleh RTSM dalam satu bulan. Sebaran tingkat pendapatan dikategorikan menjadi rendah (pendapatan Rp100.000-Rp400.000), sedang (pendapatan Rp400.100-Rp800.000), tinggi (pendapatan Rp800.100-Rp1.200.000) dan tidak memiliki pendapatan. Tabel 10 menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi tertinggi adalah 85.7 persen yang memiliki pendapatan tinggi yang dalam hal ini adalah mereka yang bekerja sebagai pedagang dan aktivitas komunikasi rendah adalah dengan pendapatan rendah yaitu mereka yang bekerja sebagai buruh atau pembantu.

Tabel 10 Persentase RTSM menurut Kategori Pendapatan dan Aktivitas komunikasi di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Pendapatan

Rendah Tinggi

Tidak ada 27.3 72.7

Rendah 57.1 42.9

sedang 22.2 77.8

tinggi 14.3 85.7

(59)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa RTSM yang memiliki pendapatan tinggi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan RTSM yang tidak memiliki pendapatan. Artinya berapapun pendapatan yang diterima oleh RTSM tidak membuat mereka merasa segan dalam bertanya pada pendamping PKH mengenai pendidikan dan kesehatan. Walaupun pada saat pertemuan kelompok RTSM yang memiliki pendapatan tinggi terkadang membawa handphone atau mengenakan perhiasan hasil dari penghasilan mereka akan tetapi hal tersebut tidak membuat RTSM yang tidak memakai barang tersebut merasa terkucilkan dan segan untuk berdiskusi.

4) Pendidikan formal

Tingkat pendidikan formal yang pernah didapat oleh responden beragam dari yang hanya tamat sekolah dasar hingga tamat SMA. Pengkategorian pendidikan dari responden yaitu dari yang rendah (lulusan SD), sedang (lulusan SMP), dan tinggi (lulusan SMA). Tabel 11 menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi pada pertemuan kelompok tertinggi yaitu persen pada RTSM berpendidikan SMA. Sedangkan aktivitas komunikasi pada pertemuan kelompok rendah yaitu 31.6 persen pada RTSM berpendidikan SD.

Tabel 11 Persentase RTSM menurut kategori pendidikan formal dan aktivitas komunikasi di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Pendidikan Formal

Rendah Tinggi

Rendah (SD) 31.6 68.4

Sedang (SMP) 20 80

(60)

Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 7 halaman 45 antara pendidikan formal dan aktivitas komunikasi terdapat nilai koefisien korelasi 0.114. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendidikan formal tidak berhubungan nyata dengan variabel aktivitas komunikasi. Artinya pada penelitian ini tinggi rendahnya pendidikan tidak berhubungan dengan proses komunikasi yang dilakukan dengan pendamping PKH pada saat pertemuan kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar RTSM memiliki pendidikan formal dengan kategori rendah. Perbedaan tingkat pendidikan formal pada RTSM tidak membuat mereka pasif pada saat pertemuan kelompok. Mereka yang memiliki pendidikan formal rendah justru semakin sering bertanya kepada pendamping disebabkan rendahnya pengetahuan mereka. Rendahnya pendidikan formal RTSM membuat pendamping harus menyampaikan informasi secara detail dan pelahan agar setiap RTSM memahami informasi yang disampaikan pendamping PKH.

5) Hubungan pendidikan nonformal dan aktivitas komunikasi

(61)

kelompok rendah yaitu 31.3 persen pada RTSM yang tidak pernah mendapat pelatihan atau kursus.

Tabel 12 Persentase RTSM menurut kategori pendidikan nonformal dan aktivitas komunikasi di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Pendidikan Nonformal

Rendah Tinggi

Tidak pernah 31.3 68.7

rendah 23.1 76.9

Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 7 halaman 45 diperoleh hasil bahwa antara pendidikan nonformal dan aktivitas komunikasi terdapat nilai koefisien korelasi 0.082. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendidikan nonformal tidak berhubungan nyata dengan variabel aktivitas komunikasi. Artinya pada penelitian ini pernah atau tidaknya RTSM mendapatkan pendidikan nonformal dalam bentuk pelatihan atau kursus tidak memiliki hubungan dengan proses komunikasi yang dilakukan dengan pendamping PKH pada saat pertemuan kelompok.

(62)

merupakan program yang bersifat pemberian dana dengan fokus untuk pendidikan dan kesehatan.

6.2.2 Variabel Karakteristik RTSM Penerima Bantuan PKH yang Berhubungan dengan Variabel Aktivitas Komunikasi

1) Hubungan penggunaan bahasa dan aktivitas komunikasi

Bahasa yang digunakan oleh RTSM merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi dalam pertemuan kelompok. Bahasa yang digunakan oleh RTSM penerima bantuan PKH saat pertemuan kelompok dapat dikategorikan menjadi cukup baik (apabila RTSM menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi), baik (apabila RTSM menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi) dan sangat baik (apabila RTSM menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa sunda saat berkomunikasi). Sesuai dengan Tabel 13 bila dikaitkan dengan aktivitas komunikasi dalam bentuk pertemuan kelompok maka nilai aktivitas tertinggi yaitu 100 persen pada RTSM yang penggunaan bahasa baik (bahasa Indonesia) dan sangat baik (bahasa Indonesia dan bahasa Sunda). Sedangkan aktivitas komunikasi yang rendah yaitu 41.9 persen terjadi pada RTSM yang penggunaan bahasanya cukup baik (bahasa Sunda).

Tabel 13 Persentase RTSM menurut kategori penggunaan bahasa dan aktivitas komunikasi di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat tahun 2009

Variabel

Kategori

Aktivitas komunikasi (%)

Penggunaan Bahasa

Rendah Tinggi

Cukup baik 41.9 58.1

Baik 0 100

(63)

Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 7 halaman 45 diperoleh hasil bahwa antara penggunaan bahasa dan aktivitas komunikasi terdapat korelasi dengan nilai koefisien korelasi 0.422**. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bahasa berhubungan sangat nyata dengan variabel aktivitas komunikasi. Artinya pada penelitian ini bahasa yang biasa digunakan oleh RTSM penerima bantuan PKH sangat berhubungan dengan aktivitas komunikasi.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang semakin baik pada RTSM penerima bantuan PKH membuat aktivitas komunikasi juga semakin tinggi, hal tersebut juga terjadi sebaliknya bila semakin kurang baik penggunaan bahasanya maka aktivitasnya rendah. RTSM yang dapat menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda memiliki kecenderungan lebih aktif dalam berdiskusi dengan pendamping saat pertemuan kelompok. Mereka yang dapat menggunakan bahasa dengan sangat baik akan tidak canggung dalam bertanya, menyampaikan saran dan keluhan. RTSM yang hanya menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya cenderung lebih pasif saat pertemuan kelompok karena mereka merasa malu bila pendamping tidak mengerti tentang apa yang ingin mereka sampaikan.

Aktivitas komunikasi berjalan dengan efektif saat RTSM penerima bantuan PKH dan pendamping PKH menggunakan bahasa yang dapat saling dimengerti sehingga didapat kesamaan makna antara keduanya. Pendamping yang juga berperan sebagai pengawas penggunaan dana PKH sangat terbantu dengan penggunaan bahasa yang baik oleh RTSM.

Gambar

Gambar 2 Skema Penentuan sampel penelitian
Tabel 1 Sebaran Penggunaan Lahan Kelurahan Balumbang Jaya
Tabel 5  Rencana tahapan cakupan penerima PKH 2007-2015
Gambar 3.  Sebaran umur RTSM penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi sekolah dan guru yang berada di wilayah terpencil, permasalahannya juga tentang cara mengatasi keterbatasan-keterbatasan fundamental seperti akses internet yang tidak ada

Sebuah Kesepakatan Bersama mengenai Penyediaan Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan terhadap Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Provinsi Jawa

Sehingga kedepan program ini bisa dikembangkan untuk desa-desa yang lain baik di Banjarnegara maupun desa lain yang masih perlu dukungan dan dorongan motivasi

Dengan adanya definisi dari komunikasi tersebut interaksi sosial merupakan induk dari terjadinya komunikasi yang terjadi antara mahluk sosial satu dan yang lainnya

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi diperlukan metode penyediaan informasi yang memudahkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam pembuatan laporan dan mudah diakses

Board Arduino dengan ethernet shield dapat mengirimkan informasi sesuai dengan data yang diterima dari sensor kemudian ditampilkan dalam bentuk web berupa grafik

menjadi lebih professional untuk menangani kebutuhan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan memiliki daya tarik yang tinggi. Keuntungan yang diperoleh dengan

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)