• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ii RINGKASAN

SUCI MERLINA. D24080166. 2012. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani M.Sc.

Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kandungan nutrien yang cukup baik. Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi ini menggunakan kapang Aspergillus niger. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrien wheat bran fermentasi menggunakan level yang berbeda dari Aspergillus niger.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah wheat bran dan kapang Aspergillus niger. Perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger adalah tanpa fermentasi (R0), 0.2% (R1),

0.4% (R2), dan 0.6% (R3) dari bahan kering wheat bran. Percobaan menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah perubahan bahan kering, kadar abu, serat kasar, protein kasar dan lemak kasar. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Aspergillus niger nyata (P<0.01) menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN. Namun, nyata (P<0.05), meningkatkan kadar abu protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%.

(2)

iii

ABSTRACT

Changes in Nutrient of Wheat Bran Fermented Using Different Level of

Aspergillus niger

S. Merlina, A. Darobin Lubis, Y. Retnani

Wheat bran is a product that resulted with amount of 13% from wheat hulling processing into flour and have still in good nutrient content. Commonly, the utilization of wheat bran is limited, i.e. for a filler material of the bread and feed for ruminants or horses. For the poultry, especially broiler, wheat bran utilization is limited, because of high in its crude fiber. Therefore, required the processing technology to improved its utilization on poultry rations. Fermentation is one of the biological process by using the enzyme that it is produced by microbe. The objective of this experiment its to evaluate changing of nutrient content of wheat bran fermented using different level of Aspergillus niger.

The research was carryout at Laboratory of Feed Science and Technology, Animal Science Faculty, Bogor Agricultural University, from May to June 2012. The materials that were utilized wheat bran and Aspergillus niger. The treatments were R0 (without addition of Aspergillus niger), R1 (with addition of 0.2% Aspergillus

niger), R2 (with addition of 0.4% Aspergillus niger), and R3 (with addition of 0.6%

Aspergillus niger). The experiment of design utilized Complete Randomized Design (CRD) by four treatments and four replications. The measured variables were the alteration of dry materials, ash, crude fiber, crude protein and crude fat. The data analyzed by ANOVA and followed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1997). The results showed that Aspergillus niger fermentation significantly (P <0.01) decreased dry matter, crude fat and NFE. However, significantly (P <0.05) increased ash, crude protein and crude fiber content. The used of Aspergillus niger starter with amount of 0.2% more efficient and economical because of the result were not significantly different with 0.4 and 0.6%.

(3)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wheat bran atau yang dikenal dengan dedak gandum, merupakan hasil samping terbesar yaitu 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu (Wardani, 2002). Scott et al. (1982) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung terigu. Menurut Welirang (2012) memperkirakan Indonesia mengimpor gandum tahun 2012 ini mencapai 6 juta ton atau meningkat 9% dari tahun 2011. Jadi, Indonesia memiliki potensi wheat bran sebesar 780.000 ton.

Wheat bran mempunyai kandungan nutrient yang cukup baik. Kandungan protein yang terdapat pada wheat bran sebesar 14% dan serat kasar sebesar 15% (Azhar, 2002). Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil karena ayam broiler tidak mempunyai enzim selulase di dalam saluran pencernaannya, sehingga ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan tertentu sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Pengolahan merupakan suatu cara agar kandungan nutrient dan kecernaan wheat bran dapat meningkat.

(4)

2 pakan, baik dari segi nutrisi maupun daya cernanya serta dapat meningkatkan daya simpan.

Tujuan

(5)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar)

Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung. Menurut Ikhsanudin (2010) hasil samping proses penggilingan gandum terdiri dari millrun, shorts dan bran kasar. Millrun adalah seluruh fraksi yang dihasilkan dari tepung terigu. Shorts merupakan fraksi hasil samping gandum yang terutama terdiri dari red dog dan germ. Bran kasar adalah hasil penggilingan setelah didapatkan tepung terigu tetapi tidak termasuk red dog. Bran terdiri dari kulit luar (epidermis), kulit kedua (epicarp), testa, dan aleuron. Bran tersusun dari serat, mengandung vitamin B dan elemen mineral, sedangkan lapisan aleuronnya kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat (niasin). Red dog adalah hasil samping proses penggilingan gandum setelah bran kasar dan germnya. Karakteristik penampang biji gandum terlihat pada Gambar 1.

(6)

4 Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu melalui beberapa proses. Proses tersebut antara lain dalam gudang penyimpanan biji gandum dilakukan proses pra pembersihan, kemudian mengalami proses pembersihan I, pembersihan II dan terakhir proses penggilingan untuk mendapatkan tepung terigu. Pada proses penggilingan tersebut dihasilkan hasil samping berupa wheat bran dan wheat pollard.Wheat bran memiliki tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan pollard (Bogasari, 1999).

PT. Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung terigu sebesar 10.500 metrik ton per hari dari pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton dari pabrik yang berada di Surabaya sehingga akan menghasilkan hasil samping masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton per hari (Sugijianto, 2000). Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil sampingan sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa bran sebanyak 13%, pollard 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis (Wardani, 2002). Kandungan nutrient wheat bran menurut literatur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK)

Zat nutrisi (%) A B

Sumber : A: Bogasari(1999), B : Leeson dan Summers (2005)

(7)

5 Tabel 2. Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi

dedak gandum kasar

Zat nutrisi Dedak gandum kasar 1)

Nilai kimiawi dedak gandum

Asam glutamik 20.80 133.33

Prolin 6.90 143.75

(8)

6 Jenis Fermentasi

Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium cair (liquid state fermentation,LSF) dan fermentasi medium padat (solid state fermentation, SSF) (Muchtadi et al., 1992). Fermentasi medium cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi pada penelitian ini menggunakan fermentasi medium padat.

Fermentasi medium (substrat) padat mempunyai kandungan nutrient per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu : medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit, inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel substrat, dan produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Harjo et al., 1989). Secara umum, media fermentasi harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk–produk metabolis (Rachman, 1989). Menurut Presscott dan Dunn (1982) menyatakan bahwa bahan–bahan seperti onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai medium fermentasi meskipun kadang-kadang masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur–unsur mineral.

Menurut Akmal (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi medium padat diantaranya yaitu :

(9)

7 yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri. 2. Temperatur : Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama

proses fermentasi.

3. Pertukaran gas : Pertukaran gas antara fase dengan substrat padat mempengaruhi proses fermentasi.

Fermentasi menggunakan Aspergillus niger

Proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2

(10)

8 komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein.

Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tumbuhnya jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman et al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984) yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6.3% protein, sedangkan membran sel pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Sedangkan menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%.

Pertumbuhan jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tumbuh jamur (Musnandar, 2004). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983).

(11)

9 suhu 35°C–37°C. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2-8.8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989). Ciri-ciri umum dari Apergillus niger antara lain : warna konidia kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat temofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80, dapat menguraikan benzoate dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoate-4 hidroksibenzoat menjadi hidroksibenzoat, memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidroksilase 4-hidroksilasibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoate, natrium dan formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan uang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asm sitrat.

Gambar 2. Aspergillus niger Sumber : Singh et al. (2011)

(12)

10 Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa

Sumber : Wikipedia (2012)

Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Tarram (1995) meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25.75% dan kehilangan bahan kering 16.8%. Penelitian Palinggi (2003) menghasilkan bahwa dedak halus yang diinkubasikan dengan Aspergillus niger sebanyak 5 g/kg bahan dan kemudian ditambah air 100%, kandungan proteinnya meningkat dari 10% menjadi 18.30%. Menurut Kompiang (1993), fermentasi Aspergillus niger pada onggok dapat meningkatkan kadar proteinnya dari 1-2% menjadi 18-25% yang ditambahkan dengan mineral. Akmal dan Mairizal (2003) menyatakan bahwa pada proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein kasar dari 22.41 menjadi 35.27%.

(13)

11 protein sejati sebesar 33.83%, dan kadar abu sebesar 121.43%, serta dapat menurunkan kandungan lemak kasar sebesar 30.21%. Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14.97% dari 1.52% menjadi 16.49% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger. Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan terhadap bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia dan kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial. Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%.

(14)

12 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme merupakan puncak aktivitas fsiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembang biakan. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung lingkungan dan kimia.

Menurut Gadjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa fase, antara lain :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat.

2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif.

3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan akhir pada fase ini.

4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel.

5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini.

6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

(15)
(16)

14 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei-Juni 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Alat

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian antara lain alat ekstrasi soxhlet, neraca analitik, eksikator, cawan porselin, gelas piala, pompa vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, oven 105oC, oven 60ºC, tanur, gegep, autoclave, destilator, corong Buchner, buret, kertas saring, kondensor, kapas wol, dan termometer.

Bahan

Bahan yang diperlukan untuk fermentasi adalah wheat bran, kapang Aspergillus niger, larutan pengencer, pelarut dietil eter atau petroleum eter NaOH 1,5N, H2SO4 pekat, H2SO4 0,3N, air panas, dan aseton.

Metode Penelitian

Pembuatan Kultur Aspergillus niger :

a. Pembuatan Ekstrak Toge Agar (ETA)

(17)

15 toge 200 ml ke dalam gelas piala, setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk hingga mendidih. Kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing ± 4ml, ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan alumunium foil, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Tabung reaksi diangkat dan diletakkan dengan posisi miring (Azhar,2002).

b. Pebanyakan Inokulum Murni

Perbanyakan inokulum murni diambil dari stock kapang murni yang berasal dari IPB Culture Collection dengan cara mengambil satu ose didekat api bunsen. Kemudian digoreskan pada agar miring, setelah itu di inkubasi selama 4 hari (Azhar,2002). (Gambar 3).

Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger :

a. Pembuatan Starter

Media yang digunakan untuk membuat starter adalah wheat bran sebanyak 15 g ditambahkan dengan air aquadest sebanyak 13 ml, diaduk sampai rata di dalam cawan petri. Cawan petri tersebut dibungkus menggunakan kertas dan dilapisi dengan plastik tahan panas, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Setelah cawan petri tersebut dingin dimasukkan biakan kapang Aspergillus niger yang sudah diberi aquadest steril, kemudian media yang ada di dalam cawan diaduk menggunakan spatula sampai tercampur merata. Selanjutnya media tersebut di inkubasi selama 4 hari, lalu di oven selama 3 hari pada suhu 40oC. Setelah kering ditumbuk halus (Azhar, 2002).

b. Fermentasi Wheat Bran

(18)

16 Pengamatan Kondisi Umum Penelitian :

a. Pertumbuhan Aspergillus niger

Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran pengamatannya dilakukan setiap hari, dimulai pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-6 fermentasi. Substrat wheat bran yang belum terlihat adanya pertumbuhan Aspergillus niger diberikan tanda (-), substrat yang telah ditumbuhi hifa sekitar 25% diberi tanda (+), substrat ditumbuhi hifa sekitar 60% diberikan tanda(++), dan substrat sudah tebal merata ditumbuhi hifa diberikan tanda (+++). Substrat ditumbuhi spora sekitar 25% diberikan tanda (*), substrat ditumbuhi spora sekitar 40% diberikan tanda (**), dan substrat ditumbuhi spora sekitar 60% diberikan tanda (***).

b. Suhu

(19)

17 Kultur Aspergillus niger

Diagram alur metode kultur Aspergillus niger disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan kultur Aspergillus niger (Azhar, 2002) Erlenmeyer

Diambil 4 ml agar untuk setiap tabung, ditutup kapas Dipanaskan dan diaduk sampai homogen

Ditambahkan bacto agar

sebanyak 3 g dan gula sebanyak 4 g

Autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit)

Media agar miring

Ditutup kapas dan alumunium foil

Kapang Aspergillus niger dioles diatas media agar

(20)

18 Fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger

Diagram alur proses fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger di sajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahapan fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger (Azhar, 2002) wheat bran terkontaminasi Aspergillus niger

(di oven 40ºC selama 4hari untuk starter) Inkubasi (4 hari)

Dicampur ke dalam 15 g wheat bran

Kultur Aspergillus niger ditambahkan aquades steril

112 g wheat bran di tambahkan aquades steril sebanyak 100 ml

di autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit)

Di oven 60ºC (2hari) Inkubasi 6 hari

Starter dicampur dengan wheat bran yang sudah di autoclave dengan taraf 0, 0.2, 0.4, dan 0.6 persen (4 kali ulangan)

(21)

19 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

R0 = wheat bran tanpa difermentasi

R1 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.2 persen starter Aspergillus niger R2 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.4 persen starter Aspergillus niger R3 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.6 persen starter Aspergillus niger

Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : Xij = + i + ij

Keterangan :

Xij = Variabel hasil pengamatan

 = Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan ke-i (0,1,2,3)

ij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis data untuk percobaan ini menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel and Torrie,1997).

(22)

20 Metode Analisis Zat Makanan

Analisis Bahan Kering (AOAC, 2005)

Penentuan kadar air adalah dengan mengeringkan cawan dalam oven pada suhu 105˚ C selama 1 jam, kemudian dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (x), setelah itu sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan

dan sampel dioven pada suhu 105˚ C selama 6-8 jam, kemudian didinginkan dalam

eksikator, lalu ditimbang (z). Bahan kering dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

Kadar Air = (x+y-z) x 100% y

Bahan Kering = (100 – Kadar Air) %

Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚ C selama beberapa

jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (x). Sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dipijarkan sampai tidak berasap, lalu dimasukkan dalam tanur pada suhu 400-600˚ C. Setelah abu menjadi putih seluruhnya, dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (z). Kadar Abu dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Kadar Abu =

(z-x) x 100% y

Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

Sampel kira-kira 1 gram (x) dimasukkan dalam gelas piala 500 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N, lalu dipanaskan selam 30 menit (dari mendidih).

Setelah itu tambahkan 25 ml NaOH 1.5 N dan dididihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring dengan kertas saring (a) dengan corong Buchner dan dicuci berturut-turut dengan: 50 ml air panas, 50 ml H2SO4, 50 ml air panas dan 25 ml Aceton.

(23)

21

ruangan asam sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Setelah itu didinginkan dan dimasukkan dalam labu penyulingan dan diencerkan dengan 300 ml air serta ditambah batu didih dan 100 ml NaOH 33%. Labu penyulingan dipasang dengan cepat diatas alat penyulingan hingga 2/3 cairan dalam labu penyulingan menguap yang ditangkap larutan H2SO4 berindikator dalam labu erlenmeyer. Hasil

penyulingan dalam labu Erlenmeyer dititar dengan larutan NaOH 0.3N sampai warna menjadi biru kehijauan. Volume NaOH dihitung sebagai z ml dan dibandingkan dengan titar blanko y ml. penentuan nilai kadar protein kasar dengan menggunakan rumus:

Kadar Protein Kasar = (y-z) x titar NaOH x 0,014 x 6,25 x x 100%

Analisis Kadar Lemak Kasar (AOAC, 2005)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wol yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada didalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105˚ C. selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.

(24)

22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan pH, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Secara umum pertumbuhan kapang Aspergillus niger pada substrat terdiri dari pengamatan deskriptif meliputi perubahan warna menjadi hitam, rasa hangat, adanya spora pada substrat dan perubahan aroma menjadi asam.

Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari ++ = hifa tumbuh sekitar 60%, tidak merata, +++ = hifa tumbuh merata dipermukaan substrat dan tebal, * = spora tumbuh sekitar 25%, ** = spora tumbuh sekitar 40%, *** = spora tumbuh sekitar 60%

(25)

23 tebal serta spora yang tumbuh sekitar 40%. Hifa yang tumbuh sudah merata di permukaan substrat dan terlihat tebal pada hari ke-5 serta pertumbuhan spora sekitar 25-40%. Setelah hari ke-6 spora yang tumbuh semakin banyak pada setiap perlakuan sekitar 40-60%.

Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh pH, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Pengamatan suhu juga dilakukan selama proses fermentasi berlangsung. Pada awal fermentasi suhu fermentasi sekitar 27-28oC. Setelah 12 jam kemudian terjadi peningkatan suhu sekitar 1-3oC yang menunjukkan adanya aktivitas biologis dari kapang, walaupun demikian belum terlihat adanya pertumbuhan kapang pada awal fermentasi. Suhu terus meningkat selama proses fermentasi berlangsung sejalan dengan meningkatnya massa sel kapang. Pada saat tersebut berturut-turut mulai terlihat adanya hifa, misellium dan adanya spora pada permukaan substrat. Peningkatan suhu ini disebabkan karena dalam pertumbuhannya, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pemecahan karbon ini diikuti dengan pembebasan energi dalam bentuk panas, CO2

dan H2O.

Gambar 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Fermentasi

(26)

24 Pemanenan hasil fermentasi wheat bran dengan kapang Aspergillus niger dilakukan pada lama fermentasi enam hari. Disaat tersebut terlihat misellium telah menyebar rata dipermukaan substrat yang menyebabkan tekstur substrat terikat kompak dan spora kapang semakin banyak terbentuk. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik adalah selama enam hari.

Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Berbagai Level Starter Aspergillus niger

Bahan Kering

Bahan kering (BK) merupakan berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 105ºC (Suparjo, 2000). Bahan kering sering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi perombakan terhadap bahan-bahan penyusun media yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Perombakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan bahan kering.

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Bahan Kering Wheat Bran

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

(27)

25 Tabel 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi

Ulangan

Rata-Rata - 39.65±1.35a 40.03±3.26a 40.39±2.55a keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Perubahan bahan kering ini dikarenakan adanya perombakan bahan organik terutama karbohidrat untuk dijadikan sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas kapang Aspergillus niger. Karbohidrat tersebut akan dipecah melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat, kemudian dilanjutkan sampai terbentuk energi. Selain itu juga, perubahan bahan kering tidak hanya memanfaatkan karbohidrat akan tetapi lemak juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kapang Aspergillus niger sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Dari hasil proses tersebut akan diperoleh hasil sampingan berupa CO2 dan H2O (Fardiaz,

1988). Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia sehingga terjadi perubahan bahan kering.

(28)

26 Kadar Abu

Kandungan abu dalam bahan makanan mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, walaupun nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur-unsurnya.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Kadar Abu Wheat Bran (% BK)

Rata-Rata 5.92±1.68b 8.07±0.73a 8.23±0.50a 7.97±0.36a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap peningkatan kadar abu wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kadar abu berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 6). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

Kadar abu wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.14% pada level 0.2%, 2.30% pada level 0.4%, dan 2.04% pada level 0.6% (Tabel 6). Peningkatan persentase kadar abu disebabkan karena banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan perubahan persentase bahan organik substrat. Perubahan bahan organik ini erat kaitannya dengan perubahan berat kering substrat. Semakin tinggi perubahan bahan kering, maka perubahan bahan organik substrat juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena bahan organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak dimanfaatkan oleh kapang untuk keperluan pertumbuhan dan pembentukan massa sel.

(29)

27 tetapi, pada penelitian ini kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen tidak tercukupi karena tidak adanya penambahan bahan anorganik sehingga mengakibatkan pertumbuhan kapang yang tidak maksimal. Menurut Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin.

Protein Kasar

Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer, protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang, dan protozoa. Tabel 7. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan

Protein Kasar Wheat Bran (% BK) Ulangan

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

(30)

28 Kandungan protein kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 3.65% pada level 0.2%, 3.77% pada level 0.4%, dan 4.02% pada level 0.6% (Tabel 7). Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14,97% dari 1,52% menjadi 16,49% setelah fermentasi dengan Aspergillus niger.

Peningkatan kandungan protein fermentasi diakibatkan karena terjadinya perubahan bahan kering, dan peningkatan protein juga berasal dari kapang Aspergillus niger dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga merupakan protein (Noferdiman et. al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Sehingga mikroba dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kandungan protein substrat sebagai protein sel. Menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%.

(31)

29 Serat kasar

Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, kemampuan kapang memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi, dan kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983).

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Serat Kasar Wheat Bran (% BK)

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar wheat bran berbeda nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan level fermentasi. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan serat kasarnya berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 8). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan serat kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan serat kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.96% pada level 0.2%, 3.15% pada level 0.4%, dan 3.18% pada level 0.6% (Tabel 8).

(32)

30 mengandung selulosa. Selain itu, lama waktu inkubasi menyebabkan meningkatnya kesempatan Aspergillus niger untuk melakukan fermentasi. Menurut Mirwandhono, et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat.

Penambahan bahan anorganik saat fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan kapang yang optimal dan akan mempengaruhi kandungan serat kasar. Hal ini dapat mempengaruhi produksi enzim selulase yang ada dalam kapang, sehingga selama proses fermentasi diperlukan ketersediaan nitrogen yang cukup Perkembangan kapang yang optimal dapat menyebabkan produksi enzim selulosa yang optimal. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga pertumbuhan dan perkembangan kapang tidak optimal.

Lemak Kasar

Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, dan benzena. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adipose, lemak juga berfungsi sebagai pelarut yang membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak.

Tabel 9. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran (% BK)

Ulangan

Rata-Rata 2.72±0.25b 1.05±0.22a 1.00±0.17a 0.95±0.25a

(33)

31 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan lemak kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan lemak kasarnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (9). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan lemak kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

Kandungan lemak kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 1.67% pada level 0.2%, 1.72% pada level 0.4%, dan 1.77% pada level 0.6%. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh adanya perubahan bahan kering selama proses fermentasi berlangsung, serta adanya pemanfaatan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan kapang membentuk massa sel. Penurunan kandungan lemak kasar wheat bran terfermentasi ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono et al.(2006) bahwa penambahan Aspergillus niger selama 6 hari kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial sehingga laju pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009).

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)

(34)

32 Tabel 10. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan

BETN Wheat Bran (% BK)

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan BETN wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan BETNnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 10). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan BETN yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

(35)

33 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger dapat menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN, namun meningkatkan kadar abu, protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan kualitasnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%.

Saran

(36)

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN

YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL

STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA

SKRIPSI SUCI MERLINA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN

YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL

STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA

SKRIPSI SUCI MERLINA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(38)

ii RINGKASAN

SUCI MERLINA. D24080166. 2012. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani M.Sc.

Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kandungan nutrien yang cukup baik. Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi ini menggunakan kapang Aspergillus niger. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrien wheat bran fermentasi menggunakan level yang berbeda dari Aspergillus niger.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah wheat bran dan kapang Aspergillus niger. Perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger adalah tanpa fermentasi (R0), 0.2% (R1),

0.4% (R2), dan 0.6% (R3) dari bahan kering wheat bran. Percobaan menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah perubahan bahan kering, kadar abu, serat kasar, protein kasar dan lemak kasar. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Aspergillus niger nyata (P<0.01) menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN. Namun, nyata (P<0.05), meningkatkan kadar abu protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%.

(39)

iii

ABSTRACT

Changes in Nutrient of Wheat Bran Fermented Using Different Level of

Aspergillus niger

S. Merlina, A. Darobin Lubis, Y. Retnani

Wheat bran is a product that resulted with amount of 13% from wheat hulling processing into flour and have still in good nutrient content. Commonly, the utilization of wheat bran is limited, i.e. for a filler material of the bread and feed for ruminants or horses. For the poultry, especially broiler, wheat bran utilization is limited, because of high in its crude fiber. Therefore, required the processing technology to improved its utilization on poultry rations. Fermentation is one of the biological process by using the enzyme that it is produced by microbe. The objective of this experiment its to evaluate changing of nutrient content of wheat bran fermented using different level of Aspergillus niger.

The research was carryout at Laboratory of Feed Science and Technology, Animal Science Faculty, Bogor Agricultural University, from May to June 2012. The materials that were utilized wheat bran and Aspergillus niger. The treatments were R0 (without addition of Aspergillus niger), R1 (with addition of 0.2% Aspergillus

niger), R2 (with addition of 0.4% Aspergillus niger), and R3 (with addition of 0.6%

Aspergillus niger). The experiment of design utilized Complete Randomized Design (CRD) by four treatments and four replications. The measured variables were the alteration of dry materials, ash, crude fiber, crude protein and crude fat. The data analyzed by ANOVA and followed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1997). The results showed that Aspergillus niger fermentation significantly (P <0.01) decreased dry matter, crude fat and NFE. However, significantly (P <0.05) increased ash, crude protein and crude fiber content. The used of Aspergillus niger starter with amount of 0.2% more efficient and economical because of the result were not significantly different with 0.4 and 0.6%.

(40)

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN

YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL

STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA

SUCI MERLINA D24080166

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(41)
(42)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 20 Februari 1990 dengan Bapak Nurhocim dan Ibu Suti Yati. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tanah Sereal 01 Pagi Jakarta pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 54 Jakarta. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum

Negeri (SMUN) 25 Jakarta pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008.

(43)

vii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Perubahan Kandungan Nutrient

Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger

yang Berbeda. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Mei–Juni 2012 bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.

Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Jenis kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Desember 2012

(44)
(45)

ix Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi

(46)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100% BK) ... 4 2. Kandungan Asam Amino dan Vitamin Dedak Gandum Kasar dan

Nilai Kimiawi Dedak Gandum Kasar... 5 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada Substrat Wheat Bran selama

Fermentasi... 22 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Bahan Kering Wheat Bran... 24 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi... 25 6. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Kadar Abu Wheat Bran... 26 7. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Protein Kasar Wheat Bran... 27 8. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Serat Kasar Wheat Bran... 29 9. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran... 30 10.Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

(47)

xi DAFTAR GAMBAR

(48)

xii DAFTAR LAMPIRAN

(49)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wheat bran atau yang dikenal dengan dedak gandum, merupakan hasil samping terbesar yaitu 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu (Wardani, 2002). Scott et al. (1982) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung terigu. Menurut Welirang (2012) memperkirakan Indonesia mengimpor gandum tahun 2012 ini mencapai 6 juta ton atau meningkat 9% dari tahun 2011. Jadi, Indonesia memiliki potensi wheat bran sebesar 780.000 ton.

Wheat bran mempunyai kandungan nutrient yang cukup baik. Kandungan protein yang terdapat pada wheat bran sebesar 14% dan serat kasar sebesar 15% (Azhar, 2002). Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil karena ayam broiler tidak mempunyai enzim selulase di dalam saluran pencernaannya, sehingga ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan tertentu sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Pengolahan merupakan suatu cara agar kandungan nutrient dan kecernaan wheat bran dapat meningkat.

(50)

2 pakan, baik dari segi nutrisi maupun daya cernanya serta dapat meningkatkan daya simpan.

Tujuan

(51)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar)

Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung. Menurut Ikhsanudin (2010) hasil samping proses penggilingan gandum terdiri dari millrun, shorts dan bran kasar. Millrun adalah seluruh fraksi yang dihasilkan dari tepung terigu. Shorts merupakan fraksi hasil samping gandum yang terutama terdiri dari red dog dan germ. Bran kasar adalah hasil penggilingan setelah didapatkan tepung terigu tetapi tidak termasuk red dog. Bran terdiri dari kulit luar (epidermis), kulit kedua (epicarp), testa, dan aleuron. Bran tersusun dari serat, mengandung vitamin B dan elemen mineral, sedangkan lapisan aleuronnya kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat (niasin). Red dog adalah hasil samping proses penggilingan gandum setelah bran kasar dan germnya. Karakteristik penampang biji gandum terlihat pada Gambar 1.

(52)

4 Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu melalui beberapa proses. Proses tersebut antara lain dalam gudang penyimpanan biji gandum dilakukan proses pra pembersihan, kemudian mengalami proses pembersihan I, pembersihan II dan terakhir proses penggilingan untuk mendapatkan tepung terigu. Pada proses penggilingan tersebut dihasilkan hasil samping berupa wheat bran dan wheat pollard.Wheat bran memiliki tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan pollard (Bogasari, 1999).

PT. Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung terigu sebesar 10.500 metrik ton per hari dari pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton dari pabrik yang berada di Surabaya sehingga akan menghasilkan hasil samping masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton per hari (Sugijianto, 2000). Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil sampingan sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa bran sebanyak 13%, pollard 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis (Wardani, 2002). Kandungan nutrient wheat bran menurut literatur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK)

Zat nutrisi (%) A B

Sumber : A: Bogasari(1999), B : Leeson dan Summers (2005)

(53)

5 Tabel 2. Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi

dedak gandum kasar

Zat nutrisi Dedak gandum kasar 1)

Nilai kimiawi dedak gandum

Asam glutamik 20.80 133.33

Prolin 6.90 143.75

(54)

6 Jenis Fermentasi

Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium cair (liquid state fermentation,LSF) dan fermentasi medium padat (solid state fermentation, SSF) (Muchtadi et al., 1992). Fermentasi medium cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi pada penelitian ini menggunakan fermentasi medium padat.

Fermentasi medium (substrat) padat mempunyai kandungan nutrient per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu : medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit, inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel substrat, dan produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Harjo et al., 1989). Secara umum, media fermentasi harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk–produk metabolis (Rachman, 1989). Menurut Presscott dan Dunn (1982) menyatakan bahwa bahan–bahan seperti onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai medium fermentasi meskipun kadang-kadang masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur–unsur mineral.

Menurut Akmal (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi medium padat diantaranya yaitu :

(55)

7 yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri. 2. Temperatur : Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama

proses fermentasi.

3. Pertukaran gas : Pertukaran gas antara fase dengan substrat padat mempengaruhi proses fermentasi.

Fermentasi menggunakan Aspergillus niger

Proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2

(56)

8 komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein.

Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tumbuhnya jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman et al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984) yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6.3% protein, sedangkan membran sel pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Sedangkan menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%.

Pertumbuhan jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tumbuh jamur (Musnandar, 2004). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983).

(57)

9 suhu 35°C–37°C. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2-8.8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989). Ciri-ciri umum dari Apergillus niger antara lain : warna konidia kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat temofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80, dapat menguraikan benzoate dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoate-4 hidroksibenzoat menjadi hidroksibenzoat, memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidroksilase 4-hidroksilasibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoate, natrium dan formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan uang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asm sitrat.

Gambar 2. Aspergillus niger Sumber : Singh et al. (2011)

(58)

10 Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa

Sumber : Wikipedia (2012)

Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Tarram (1995) meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25.75% dan kehilangan bahan kering 16.8%. Penelitian Palinggi (2003) menghasilkan bahwa dedak halus yang diinkubasikan dengan Aspergillus niger sebanyak 5 g/kg bahan dan kemudian ditambah air 100%, kandungan proteinnya meningkat dari 10% menjadi 18.30%. Menurut Kompiang (1993), fermentasi Aspergillus niger pada onggok dapat meningkatkan kadar proteinnya dari 1-2% menjadi 18-25% yang ditambahkan dengan mineral. Akmal dan Mairizal (2003) menyatakan bahwa pada proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein kasar dari 22.41 menjadi 35.27%.

(59)

11 protein sejati sebesar 33.83%, dan kadar abu sebesar 121.43%, serta dapat menurunkan kandungan lemak kasar sebesar 30.21%. Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14.97% dari 1.52% menjadi 16.49% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger. Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan terhadap bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia dan kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial. Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%.

(60)

12 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme merupakan puncak aktivitas fsiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembang biakan. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung lingkungan dan kimia.

Menurut Gadjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa fase, antara lain :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat.

2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif.

3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan akhir pada fase ini.

4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel.

5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini.

6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

(61)
(62)

14 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei-Juni 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Alat

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian antara lain alat ekstrasi soxhlet, neraca analitik, eksikator, cawan porselin, gelas piala, pompa vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, oven 105oC, oven 60ºC, tanur, gegep, autoclave, destilator, corong Buchner, buret, kertas saring, kondensor, kapas wol, dan termometer.

Bahan

Bahan yang diperlukan untuk fermentasi adalah wheat bran, kapang Aspergillus niger, larutan pengencer, pelarut dietil eter atau petroleum eter NaOH 1,5N, H2SO4 pekat, H2SO4 0,3N, air panas, dan aseton.

Metode Penelitian

Pembuatan Kultur Aspergillus niger :

a. Pembuatan Ekstrak Toge Agar (ETA)

(63)

15 toge 200 ml ke dalam gelas piala, setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk hingga mendidih. Kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing ± 4ml, ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan alumunium foil, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Tabung reaksi diangkat dan diletakkan dengan posisi miring (Azhar,2002).

b. Pebanyakan Inokulum Murni

Perbanyakan inokulum murni diambil dari stock kapang murni yang berasal dari IPB Culture Collection dengan cara mengambil satu ose didekat api bunsen. Kemudian digoreskan pada agar miring, setelah itu di inkubasi selama 4 hari (Azhar,2002). (Gambar 3).

Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger :

a. Pembuatan Starter

Media yang digunakan untuk membuat starter adalah wheat bran sebanyak 15 g ditambahkan dengan air aquadest sebanyak 13 ml, diaduk sampai rata di dalam cawan petri. Cawan petri tersebut dibungkus menggunakan kertas dan dilapisi dengan plastik tahan panas, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Setelah cawan petri tersebut dingin dimasukkan biakan kapang Aspergillus niger yang sudah diberi aquadest steril, kemudian media yang ada di dalam cawan diaduk menggunakan spatula sampai tercampur merata. Selanjutnya media tersebut di inkubasi selama 4 hari, lalu di oven selama 3 hari pada suhu 40oC. Setelah kering ditumbuk halus (Azhar, 2002).

b. Fermentasi Wheat Bran

(64)

16 Pengamatan Kondisi Umum Penelitian :

a. Pertumbuhan Aspergillus niger

Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran pengamatannya dilakukan setiap hari, dimulai pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-6 fermentasi. Substrat wheat bran yang belum terlihat adanya pertumbuhan Aspergillus niger diberikan tanda (-), substrat yang telah ditumbuhi hifa sekitar 25% diberi tanda (+), substrat ditumbuhi hifa sekitar 60% diberikan tanda(++), dan substrat sudah tebal merata ditumbuhi hifa diberikan tanda (+++). Substrat ditumbuhi spora sekitar 25% diberikan tanda (*), substrat ditumbuhi spora sekitar 40% diberikan tanda (**), dan substrat ditumbuhi spora sekitar 60% diberikan tanda (***).

b. Suhu

Gambar

Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp) Sumber : Europen Flour Milling Association (2012)
Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK)
Tabel 2.  Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi dedak gandum kasar
Gambar 2. Aspergillus niger
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mampunya serat kasar dan kandungan enzim dari ransum AKBIS fermentasi menggunakan Aspergillus niger dalam menurunkan kadar lemak maka dapat diartikan kemungkinan besar

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penambahan ampas kedelai nonfermentasi dan fermentasi dengan Aspergillus niger tidak meningkatkan tinggi hanya meningkatkan lebar basal

Penambahan berbagai sumber karbohidrat terlarut pada substrat pelepah sawit yang difermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein

Hal ini didukung oleh pendapat Kompiang (2000) menyatakan melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger nilai protein kasar kulit kopi dapat ditingkatkan dan kandungan