SISTEM EVALUASI ELEMEN DESAIN KURSI
ROTAN MENGGUNAKAN REKAYASA KANSEI
VONNY SETIARIES JOHAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan Menggunakan Rekayasa Kansei adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juni 2012
ABSTRACT
VONNY SETIARIES JOHAN. Evaluation System of Rattan Chair Design Element using Kansei Engineering. Under direction of SAPTA RAHARJA, E. GUMBIRA-SA’ID, and TAUFIK DJATNA.
In product design development, it is very important for manufacturers to find out what the customer wants from the product. Kansei engineering as a product development technology can translate consumers Kansei(total feeling and emotion) into product design element. The purpose of this study was to develop an evaluation system of rattan chair design element using Kansei Engineering with rattan dining chair was used as the research object. Kansei words which represent feeling and emotion of consumers, i.e. beautiful, unique, innovative, comfortable, natural, modern, sturdy and simple were collected in this study. The words were grouped into four factors i.e. aesthetics, function, material and construction. Kansei engineering, analytical hierarchy process, association rules and quality function deployment were used to build evaluation system. For the evaluation, a rattan chair was divided into five design elements, i.e. backrest, seat, armrest, legs and rattan woven of the dining chair. Analytical hierarchy process with pair-wise comparison method was used to identify customers Kansei. The results showed that for backrest and base design of the rattan chair, the most influential customers Kansei factor was the construction. For the seat design of the rattan chair, most influential customers Kansei factor was function, while aesthetics was the most influential customers Kansei for the armrest and woven design of the rattan chair. Association rules were used to mine the rules that connecting Kansei words with the design elements of the rattan chair. These rules were transferred to build a house of quality in quality function deployment. It could be concluded from the quality function deployment that priority of customers Kansei words were sturdy, comfortable, and unique, meanwhile the priority of design elements of a rattan chair based on those words were curved armrest design, design of legs covered with woven and semicircular seat design of rattan chair.
VONNY SETIARIES JOHAN. Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan
Menggunakan Rekayasa Kansei. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA, E. GUMBIRA-SA’ID, dan TAUFIK DJATNA.
Perkembangan produk furnitur semakin meningkat dengan munculnya berbagai desain produk baru oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang furnitur. Pangsa furnitur dunia mulai tertarik untuk mengunakan produk yang ramah lingkungan. Isu ramah lingkungan tidak hanya dinilai sebagai nilai tambah, tapi sudah menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk, bahkan banyak negara telah mensyaratkan hanya produk-produk
ecolabelling (ramah lingkungan) yang diizinkan masuk ke negara mereka.
Persyaratan tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi produk furnitur rotan Indonesia untuk semakin berkembang. Rotan merupakan salah satu produk ramah lingkungan yang bahan bakunya berasal dari Indonesia. Rotan dianggap ramah lingkungan karena merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Selain itu dengan sifatnya yang lentur, kuat dan dapat dibentuk, menjadikan rotan sebagai bahan baku produk furnitur yang baik.
Sebagai langkah awal untuk memperoleh peluang pasar, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap keinginan konsumen. Identifikasi keinginan konsumen dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk, dalam hal ini produk furnitur. Analisis tersebut diperlukan karena pada dasarnya suatu perusahaan baik produsen maupun perancang produk tidak mengetahui secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, dilakukan identifikasi keinginan konsumen agar perusahaan, khususnya tim perancang produk (product designer) dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Rekayasa Kansei yang mempertimbangkan perasaan (Kansei) manusia terhadap desain produk dapat dipertimbangkan. Rekayasa Kansei merupakan teknologi yang menerjemahkan perasaan manusia menjadi elemen desain suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan rekayasa Kansei. Tujuan khusus penelitian yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen, mengembangkan metode evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei dan mengembangkan integrasi sistem evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei. Obyek penelitian yang digunakan adalah produk kursi makan rotan. Penelitian dibatasi pada persepsi konsumen terhadap desain elemen kursi rotan, yaitu desain sandaran punggung kursi rotan, desain dudukan kursi rotan, desain sandaran tangan kursi rotan, desain kaki kursi rotan dan anyaman kursi rotan.
Domain yang dipilih adalah produk kursi makan berbahan rotan. Kursi rotan termasuk produk yang unik dibandingkan produk sejenisnya. Keunikannya terletak pada bahannya lentur dan kuat, sehingga bisa digunakan baik sebagai rangka maupun sebagai elemen desain seperti sandaran punggung, sandaran tangan, kaki sekaligus sebagai anyaman dari suatu kursi. Dari pengumpulan kata
Kansei yang diungkapkan oleh konsumen mengenai produk kursi rotan, diperoleh kata-kata Kansei yang dapat digunakan untuk penilaian kursi makan rotan yakni kata-kata cantik, unik, inovatif, nyaman, alami, modern, kokoh dan sederhana. Delapan kata tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor estetika, fungsi, bahan dan konstruksi. Pengumpulan elemen desain dilakukan dengan membagi jenis elemen desain suatu kursi, yaitu sandaran punggung, dudukan, sandaran tangan, kaki dan anyaman kursi rotan.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen maka dilakukan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dengan perbandingan berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen yang dipilih untuk desain sandaran punggung kursi rotan berturut-turut adalah faktor konstruksi dengan bobot 0,358, fungsi dengan bobot 0,263, faktor estetika dengan bobot 0,203 dan faktor keempat adalah bahan dengan bobot 0,176.
Untuk elemen dudukan kursi rotan faktor tertinggi adalah fungsi dengan bobot 0,324, selanjutnya faktor konstruksi dengan bobot 0,278, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,201, sedangkan faktor keempat adalah estetika dengan bobot 0,197. Alternatif desain yang dipilih untuk desain sandaran tangan kursi rotan adalah adalah estetika dengan bobot 0,363, bahan dengan bobot 0,322, fungsi menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,191, sedangkan faktor keempat adalah konstruksi dengan bobot 0,124. Untuk desain kaki kursi rotan faktor tertinggi adalah konstruksi dengan bobot 0,587, selanjutnya faktor fungsi dengan bobot 0,154, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,152, sedangkan faktor keempat adalah estetika dengan bobot 0,108. Untuk desain anyaman kursi rotan, faktor tertinggi adalah estetika dengan bobot 0,402, selanjutnya faktor konstruksi dengan bobot 0,235, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,186, sedangkan faktor keempat adalah fungsi dengan bobot 0,177.
Hasil dari AHP tersebut selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas, untuk mengetahui perubahan yang terjadi jika ada perubahan komposisi terhadap keempat faktor tersebut. Dari hasil penilaian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor estetika, fungsi, bahan dan konstruksi merupakan faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen.
Metode evaluasi dengan menggunakan metode association rules dilakukan untuk memperoleh pengetahuan mengenai penerjemahan kata Kansei menjadi elemen desain produk. Hasil dari association rules berupa rules if..then… yang menunjukan hubungan implikasi antara kata dan elemen desain. Untuk memperoleh strong rules, maka kriteria yang ditetapkan adalah nilai minimum support dan minimum confidence. Dengan dilakukan penetapan batas minimum support sebesar 20 persen dan minimum confidence sebesar 50 persen, maka diperoleh sebanyak 148 strong rules berupa pengetahuan tentang kata Kansei
rumah mutu (house of quality) untuk mengetahui prioritas elemen yang diperhatikan konsumen dalam menilai suatu produk, khususnya produk kursi rotan. Hasil QFD pada tahap ini menunjukkan bahwa, kata kokoh, nyaman, dan unik merupakan kebutuhan knsumen yang dominan. Di lain pihak, elemen desain sandaran tangan yang melengkung, desain kaki kursi yang tertutup anyaman dan desain dudukan berbentuk setengah lingkaran merupakan elemen desain penting yang dinilai oleh konsumen. Dengan mempertimbangkan desain kursi rotan diatas, diharapkan dapat membantu perancang produk dalam memulai proses perancangan produk kursi rotan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
VONNY SETIARIES JOHAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Suprihatin Prof. Dr. Erliza Noor
NIM : F 361060081
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Ketua
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Sa’id, MA.Dev Anggota
Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan pertolongan dan rahmat-Nya maka disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan rekayasa Kansei.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing, yaitu Dr. Ir. Sapta Raharja, selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. E. Gumbira-Sa’id, MA.Dev., dan Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi., sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan, saran, bantuan dan dorongan yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. (Guru Besar Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor) dan Dr. Ade Febransyah (Wakil Dekan Urusan Riset dan Kerjasama Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya) masing-masing selaku penguji luar komisi pada sidang ujian terbuka, dan Prof. Dr. Suprihatin (Guru besar dan staf pengajar pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor) dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor (Guru Besar dan staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor) masing-masing selaku penguji luar komisi pada sidang ujian tertutup.
Di samping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Maulana, Bapak Jaso, Bapak Ismail Lismarta, Bapak Solihin, Bapak Toni, Bapak Mulyono dan Bapak Udin dari Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Pimpinan dan karyawan CV. Sinar Jaya Rattan Furnitur, Bapak Noel Febry Ardian, M.Sn dari Universitas Paramadina, dan Sdri. Debrina Syafei yang telah membantu pengumpulan data dan informasi selama penelitian ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Riau, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau serta Ketua Jurusan Agroteknologi dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi doktoral.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar program studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya Prof. Dr. Irawadi Jamaran, Prof. Dr. Ani Suryani. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, Dr. Ir. Machfud, MS, Dr. Titi Chandra,MSi dan staf pengelola di lingkungan Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang telah tulus dan ikhlas membantu selama penulis menempuh studi.
Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya: Dr. Retno Astuti, MT, dan Sri Martini, S.Kom, MSi penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas segala bantuan dan kerjasama yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Novi Erni, Iffan Maflahah, MSi serta Sdri. Hasti dan Sdri. Tanti yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.
Penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ibunda Dra. Hj. Musnelly Eva, suami tercinta Heru Dirgantara, S.Hut, ananda Ranaa ‘Aziizah dan M. Yasser Abiyyu, serta kakanda Nevy Forika, M.Hum, Wedy Ferliza, SE, H. Ahyar Ma’as, SH dan Yuki Kurniawan, SE yang telah memberikan doa, serta dorongan moril dan materil untuk penyelesaian studi ini.
Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tidak lupa diucapkan terima kasih, dan semoga Allah SWT memberikan pahala atas bantuannya.
Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2012
Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 28 Mei 1976 sebagai putri bungsu tiga bersaudara dari pasangan H. Mohd. Johan Ibrahim (Alm) dan Dra. Hj. Musnelly Eva. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan studi pada Program Magister Teknik dan Manajemen Industri, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa melalui program IMHERE Project - Universitas Riau.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, sejak tahun 2002. Pada tahun 2003 sampai tahun 2006 penulis diangkat sebagai staf pengelola pada Program Pascasarjana Universitas Riau. Pada tahun 2004 sampai tahun 2006 penulis diangkat menjadi Ketua Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Penulis menikah dengan Heru Dirgantara, S.Hut pada tanggal 25 Agustus 2002 dan telah dikarunia 2 orang anak yang bernama : Ranaa ‘Aziizah (putri, 8 tahun) dan M. Yasser Abiyyu (putra, 5 tahun).
xix
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 22
2.6 Association Rules Mining (Penambangan Kaidah Asosiatif) ... 26
2.7 Quality Function Deployment (QFD)... 28
2.8 Beberapa Penelitian Terdahulu ... 31
3 METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 37
3.2 Tahapan Penelitian ... 38
3.3 Verifikasi dan Validasi ... 43
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 45
3.5 Pengumpulan Data dan Informasi ... 45
4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN... 49
4.2 Proses Produksi Kursi Rotan ... 52
4.3 Perkembangan Desain Furnitur Rotan ... 53
5 IDENTIFIKASI FAKTOR KANSEI KONSUMEN TERHADAP DESAIN ELEMEN KURSI ROTAN ... 55
5.1 Penentuan Domain ... 55
5.2 Pengumpulan Kata Kansei dari Konsumen ... 55
5.3 Pengumpulan Desain Elemen Kursi Rotan... 57
5.4 Pengukuran Nilai Prioritas Desain Kursi Rotan ... 59
5.5 Analisis Sensitivitas Prioritas Elemen Desain Kursi Rotan ... 66
6 SISTEM EVALUASI ... 73
6.1 Data Responden Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 73
6.2 Pengembangan Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 73
7 INTEGRASI DESAIN ... 79
7.1. Pembentukan House of Quality Elemen Desain Kursi Rotan ... 80
7.2 Pemetaan Rules pada House of Quality ... 81
7.3 Integrasi Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan pada Quality Function Deployment ... 85
7.4 Verifikasi dan Validasi ... 86
7.5 Implikasi Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 87
8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
8.1 Kesimpulan ... 89
8.2 Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
xxi
Tabel isian untuk perbandingan berpasangan ... 24
Skala penilaian kriteria dalam AHP ... 25
Posisi penelitian yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu ... 35
Distribusi industri rotan di 24 provinsi di Indonesia (tahun 2009) ... 50
Kata-kata Kansei yang diperoleh pada tahap pengumpulan kata ... 56
Pembagian elemen desain kursi rotan ... 58
Bobot faktor sandaran punggung kursi rotan ... 61
Bobot faktor desain dudukan kursi rotan ... 62
Bobot faktor desain sandaran tangan kursi rotan ... 64
Bobot faktor desain kaki kursi rotan ... 65
Bobot faktor desain anyaman kursi rotan ... 66
Beberapa pilihan kata Kansei dan elemen desain kursi rotan dari responden ... 74
Beberapa rules yang dihasilkan dari pengolahan magnum opus... 76
Hasil agregasi bobot kata Kansei ... 80
xxiii Proses penerjemahan rekayasa Kansei tipe II ... 10 Pohon industri rotan . ... 20 Ilustrasi matriks rumah mutu ... 30 Pemetaan dari ranah konsumen ke ranah perancangan produk. ... 38 Kerangka pemikiran sistem evaluasi elemen desain kursi rotan. ... 39 Diagram alir tahap identifikasi faktor Kansei dari konsumen menggunakan AHP. ... 41 Diagram alir sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan
asssociation rules. ... 42 Diagram alir tahap integrasi sistem evaluasi elemen desain menggunakan QFD ... 44 Contoh pengelompokkan dan pemilihan kata-kata Kansei ... 57 Struktur hirarki pemilihan prioritas desain kursi rotan... 60 Prioritas desain elemen sandaran punggung kursi rotan. ... 62 Prioritas desain elemen dudukan kursi rotan. ... 63 Prioritas desain elemen sandaran tangan kursi rotan. ... 64 Prioritas desain elemen kaki kursi rotan. ... 65 Hasil prioritas desain anyaman kursi rotan. ... 67 Analisis sensitivitas desain sandaran punggung kursi rotan. ... 68 Analisis sensitivitas desain dudukan kursi rotan. ... 69 Analisis sensitivitas desain sandaran tangan kursi rotan. ... 70 Analisis sensitivitas desain kaki kursi rotan. ... 71
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Gambar berbagai macam kursi makan rotan ………..………... 101 2 Kuesioner identifikasi Kansei konsumen terhadap elemen desain
kursi rotan………..……… 103 3 Kuesioner evaluasi elemen desain kursi rotan………. 129
xxvii
Sebuah teknik pengambilan keputusan yang terstruktur menggunakan metode matematika dan psikologi, dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970
Association Rules Merupakan teknik data mining (penambangan data), disebut juga sebagai Market basket analysis yaitu mencari hubungan dari produk-produk dalam satu keranjang belanja
Confidence Nilai tingkat kepercayaan suatu rules
Desain 1) Kata kerja, desain berarti proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru
2) Kata benda, desain digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Elemen desain kursi Bagian dari kursi
Evaluasi Proses penilaian.
1) Evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi
2) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi pogram berikutnya
House of Quality Berupa diagram, berbentuk seperti rumah, digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara keinginan konsumen dan desain teknis produk. Merupakan bagian dari QFD, penggunaannya sebagai matriks yang menghubungkan apa yang menjadi keinginan konsumen dan bagaimana produsen memenuhi keinginan tersebut.
Kansei Perasaan dan emosi manusia terhadap suatu produk
QFD
(Quality Function
Deployment)
Rules Kaidah berupa pengetahuan If – Then
Support Nilai yang mendukung suatu rules
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan produk furnitur semakin meningkat dengan dikeluarkannya
berbagai desain produk baru oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
bidang furnitur. Pangsa furnitur dunia mulai tertarik untuk mengunakan produk
yang ramah lingkungan. Isu ramah lingkungan tidak hanya dinilai sebagai nilai
tambah, tapi sudah menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen dalam
memilih produk, bahkan banyak negara telah mensyaratkan hanya produk-produk
ecolabelling (ramah lingkungan) yang diizinkan masuk ke negara mereka.
Persyaratan tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi produk
furnitur rotan Indonesia untuk semakin berkembang. Rotan merupakan salah satu
produk yang termasuk ramah lingkungan yang bahan bakunya berasal dari
Indonesia. Rotan dianggap ramah lingkungan karena merupakan sumber daya
alam yang bisa diperbaharui. Selain itu dengan sifatnya yang lentur, kuat dan
dapat dibentuk, menjadikan rotan sebagai bahan baku produk furnitur yang baik.
Sebagai langkah awal untuk memperoleh peluang pasar, maka perlu
dilakukan identifikasi terhadap keinginan konsumen. Identifikasi keinginan
konsumen perlu dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen
terhadap suatu produk, dalam hal ini produk furnitur. Analisis tersebut diperlukan
karena pada dasarnya suatu perusahaan baik produsen maupun perancang produk
tidak mengetahui secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Dengan mengetahui
keinginan konsumen maka perusahaan, khususnya tim perancang produk (product
designer) dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Dalam merancang dan mengembangkan suatu produk, tim perancang
produk lebih mencoba trial dan error. Seorang perancang produk (product
designer) harus dapat mendesain produk yang dapat memenuhi keinginan
konsumen. Proses desain adalah sebuah proses yang terdiri dari suatu rangkaian
kegiatan kreatif, dan sering menghadapi ketidakpastian (Crilly et al. 2004).
Untuk dapat merancang suatu produk, seorang perancang produk sebaiknya
mengetahui hal-hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk.
2
penting bagi konsumen dalam memilih produk (Nagamachi & Lokman 2011).
Seiring dengan berkembangnya jenis produk dan teknologi maka suatu produk
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara fungsi (functional) dan
kegunaan (usability), namun juga memenuhi kebutuhan emosional konsumen.
Dengan kata lain, suatu produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen
baik secara fisik maupun emosi.
Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan mengenai kebutuhan dan
keinginan konsumen. Metode yang dilakukan untuk menangkap keinginan
konsumen adalah Quality Function Deployment (QFD) yang diperkenalkan oleh
Akao pada tahun 1970, dan metode lainnya adalah rekayasa Kansei (Kansei
Engineering).
Salah satu metode untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen adalah Rekayasa Kansei. Rekayasa Kansei (Kansei
Engineering) merupakan metode pengembangan produk berorientasi kepada
konsumen, diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo Nagamachi pada tahun 1970.
Rekayasa Kansei menitik beratkan pada perasaan (Kansei) manusia. Penggunaan
metode Rekayasa Kansei dapat menerjemahkan Kansei (perasaan atau emosi) dari
konsumen menjadi elemen rancangan desain, sehingga selanjutnya membuat suatu
produk akan lebih efisien (Okamoto et al. 2007).
Rekayasa Kansei telah banyak digunakan untuk pengembangan produk baru
maupun untuk desain produk (Nagamachi 1995). Metode ini telah diterapkan di
Jepang, dan banyak digunakan, khususnya pada industri otomotif seperti mobil
Miata keluaran Mazda (Nagamachi 2002a), setir mobil (Nagamachi 2002b),
interior mobil (Tanoue et al. 1997; Jindo & Hirasago 1997) maupun produk
lainnya seperti tas (Nagasawa 2008), kursi kantor (Park & Han 2004), dan mesin
cuci (Ishihara et al. 2010). Contoh dari suksesnya penggunaan rekayasa Kansei
adalah produk Miata (MX5) dari Mazda. Produk mobil tersebut terbukti disukai
oleh konsumen sehingga menjadi mobil sport terlaris versi The Guinness Book of
Records tahun 2001 (Schütte & Eklund 2003).
Hingga saat ini masih sedikit sekali penelitian yang menerapkan Rekayasa
Kansei pada produk-produk pertanian, khususnya produk hasil agroindustri. Di
proses pengembangannya. Rotan merupakan komoditas hasil hutan non kayu yang
penting di Indonesia. Sekurangnya dua juta rakyat Indonesia yang tersebar di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera menggantungkan hidupnya pada rotan. Saat
ini produk rotan alam di Indonesia mencapai sekitar 250 ribu sampai 300 ribu ton
per tahun yang merupakan 85% dari produksi rotan dunia (Sumardjani 2010).
Produksi tersebut menurun dibandingkan hasil kajian Departemen Kehutanan dan
Perkebunan pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa perkiraan luas areal hutan
yang berotan adalah 11,8 juta ha dengan potensi produksi rotan adalah sebesar
415.950,64 ton per tahun (Mulyadi 2001).
Produk jadi industri rotan sebagian besar berorientasi ekspor. Negara tujuan
ekspor utama adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda,
Perancis, Jerman, Inggris, Belgia, Luxemburg, Spanyol, dan Australia. Jumlah
ekspor Indonesia pada tahun 2008 untuk rotan mentah adalah 30.947.193 kg
dengan nilai US$ 27.948.348, sedangkan untuk produk rotan jadi mencapai
177.007.303 kg dengan nilai US$ 432.297.220. Ekspor rotan terus menurun
dimana pada tahun 2009 ekspor rotan mentah/asalan sebesar 27.863.593 kg
dengan nilai US$ 26.901.677 dan untuk produk rotan jadi 161.978.158 kg dengan
nilai US$ 395.139.212 (BPS 2010).
Salah satu penyebab penurunan ekspor produk jadi rotan Indonesia adalah
bahan baku rotan lebih banyak diekspor keluar negeri (Jaelani 2010). Keluarnya
keputusan Menteri Perdagangan No. 35/M-Dag/PER/11/2011 tentang penutupan
ekspor bahan baku rotan berakibat berlimpahnya bahan baku rotan yang harus
terserap oleh industri pengolahan rotan di dalam negeri. Industri furnitur sebagai
industri utama pengolah rotan harus semakin berkembang untuk menghasilkan
produk-produk yang berhasil. Salah satunya yaitu dengan cara mengembangkan
berbagai desain yang disukai konsumen.
Produk jadi rotan antara lain furnitur, kerajinan seperti partisi, keranjang dan
lain-lain. Dalam perdagangan dunia, produk furnitur Indonesia bersaing ketat
dengan produk-produk dari negara-negara lain terutama China dan Vietnam. Kursi
rotan Indonesia sebagai produk ekspor dan penggunaan domestik menjadi lahan
4
menjual kursi rotan di pasar Eropa dengan harga terendah US$ 4 per kg,
sementara produk serupa buatan Cina dapat dijual dengan harga US$ 1,8 per kg.
Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha produk berbasis rotan antara
lain disebabkan oleh masih lemahnya desain dan penyelesaian produk, tidak
seragamnya mutu produk dan ketergantungan teknologi rancang bangun dan
perekayasaan industri mesin dan peralatan furnitur kayu dan rotan dari luar negeri.
Selain itu sebagian besar pengusaha produk rotan Indonesia melakukan ekspor
melalui perantara dalam bentuk barang jadi, sehingga pengusaha rotan sangat
tergantung pada pihak perantara dan pembeli (buyer), sehingga tidak memiliki
pengetahuan mengenai preferensi konsumen.
Faktor desain semakin menjadi penentu keberhasilan produk di pasar
domestik dan ekspor, oleh karena itu pengetahuan apa saja yang menjadi
keinginan konsumen sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produk jadi rotan.
Pada umumnya produk agroindustri dibuat tanpa mempertimbangkan perasaan
dan tanpa menggunakan rancangan desain. Oleh karena itu diperlukan suatu
perancangan produk yang menggunakan perasaan, agar lebih dapat
mengakomodir keinginan dan selera konsumen.
Dalam penelitian ini ada tiga isu penelitian yang dipertimbangkan. Pertama
adalah bagaimana pemahaman emosi dan perasaan manusia terhadap produk.
Kedua adalah bagaimana mengembangkan metode yang efektif untuk
menghubungkan evaluasi berdasarkan emosi dan perasaan konsumen dengan
desain produk. Ketiga bagaimana memetakan pengetahuan mengenai emosi dan
perasaan konsumen tersebut terhadap desain elemen produk. Ketiga isu tersebut
menjadi permasalahan pada suatu sistem penilaian produk, dalam hal ini evaluasi
terhadap desain produk, khususnya produk kursi rotan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan sistem evaluasi elemen
desain produk rotan menggunakan pendekatan rekayasa Kansei. Tujuan khusus
penelitian adalah sebagai berikut:
2. Mengembangkan metode evaluasi elemen desain kursi rotan dengan
pendekatan rekayasa Kansei
3. Mengembangkan integrasi sistem evaluasi elemen desain kursi rotan
dengan pendekatan rekayasa Kansei.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini meliputi hal-hal berikut:
1. Obyek penelitian adalah produk jadi rotan, yaitu kursi makan rotan (rattan
dining chair).
2. Penelitian dibatasi pada persepsi konsumen terhadap desain elemen kursi
rotan, yaitu desain sandaran punggung kursi rotan, desain dudukan kursi
rotan, desain sandaran tangan kursi rotan, desain kaki kursi rotan dan
anyaman kursi rotan.
1.4 Manfaat Penelitian
Keluaran dari penelitian adalah suatu metodologi untuk melakukan evaluasi
atau penilaian terhadap produk dengan mempertimbangkan perasaan, emosi atau
Kansei konsumen, khususnya produk rotan. Oleh karena itu hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Sebagai pertimbangan awal dalam merancang produk rotan, khususnya
untuk perancang produk
2. Sebagai studi awal untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan
desain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
1.5 Kebaruan Penelitian
Dari referensi studi diketahui bahwa penelitian dengan pendekatan rekayasa
Kansei, khususnya untuk produk agroindustri masih sangat sedikit dilakukan,
Riset ini berkontribusi pada pengembangan metode evaluasi pada rekayasa
Kansei, khususnya rekayasa Kansei tipe II. Penggunaan rekayasa Kansei dengan
association rules dan quality function deployment (QFD) dengan pembobotan
menggunakan analytical hierarcy process (AHP) pada industri furnitur rotan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rekayasa Kansei
Rekayasa Kansei (Kansei Engineering) diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo
Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei adalah suatu teknologi yang
menyatukan Kansei (perasaan dan emosi) dengan disiplin ilmu teknik (rekayasa).
Rekayasa Kansei digunakan dalam pengembangan produk untuk memperoleh
kepuasan konsumen, yaitu dengan menganalisa perasaan dan emosi manusia dan
menghubungkan perasaan dan emosi tersebut menjadi desain produk (Nagamachi
& Lokman 2011).
Menurut Nagamachi dan Lokman (2011), dalam definisi psikologi, Kansei
mengacu pada pikiran yang ada, dimana pengetahuan, emosi dan keinginan
berjalan harmonis. Menurut Schütte dan Eklund (2003), Kansei merupakan
perasaan psikologis yang mencakup semua perasaan yang ditimbulkan dari alat
indra manusia yaitu melihat, mendengar, merasakan dan mencium. Kansei
dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, pengetahuan dan perasaan manusia. Secara
ringkas prinsip kata Kansei oleh Schütte dan Eklund (2003) disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1 Prinsip Kansei (Schütte & Eklund 2003).
Pengertian Kansei dalam rekayasa Kansei mengacu kepada ungkapan
terhadap produk atau lingkungan, dimana emosi dan citra terhadap produk
tersebut telah tersimpan di dalam pikiran. Sebagai contoh, ungkapan “produk itu
mewah” atau “produk itu bergaya muda” merupakan kesan Kansei terhadap
produk. Umumnya Kansei yang digunakan dalam rekayasa Kansei berbentuk kata
8
Rekayasa Kansei dikembangkan sebagai teknologi yang berorientasi
konsumen untuk pengembangan produk baru. Rekayasa Kansei menerjemahkan
Kansei konsumen secara psikologis, dan selanjutnya menganalisa Kansei dengan
menggunakan metode-metode yang dapat menerjemahkan Kansei yang telah
dianalisa ke dalam bentuk elemen desain. Prinsip dari Kansei Engineering
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses sistem rekayasa Kansei (Nagamachi 1995).
Nagamachi (2002b) menyatakan rekayasa Kansei didefinisikan sebagai
teknologi yang menerjemahkan perasaan (Kansei) konsumen terhadap suatu
produk menjadi elemen desain produk tersebut. Terdapat empat hal penting dalam
teknologi ini, yaitu; (1) bagaimana memahami perasaan (Kansei) konsumen
terhadap suatu produk, (2) bagaimana mengidentifikasi karakteristik rancangan
produk dari Kansei konsumen, (3) bagaimana membangun rekayasa Kansei
sebagai teknologi, (4) bagaimana produk disesuaikan dengan trend yang selalu
berubah.
Nagamachi dan Lokman (2011) menyatakan produk-produk yang
dikembangkan menggunakan rekayasa Kansei atau yang disebut dengan produk
Kansei tidak harus mahal atau mempunyai teknologi tinggi. Produk Kansei
merupakan produk yang mampu mengaktualisasikan kebutuhan dan emosi
konsumen, sehingga konsumen ingin membeli produk tersebut. Keinginan dan
emosi konsumen tersebut keinginan konsumen diterjemahkan baik dalam bentuk
fungsi dan bentuk produk.
Terdapat enam tipe Kansei Engineering yang dikembangkan, seperti
• Rekayasa Kansei tipe I – Klasifikasi kategori
Rekayasa Kansei tipe I atau disebut klasifikasi kategori. Dalam tipe ini,
Kansei konsumen terhadap suatu produk dihubungkan dengan sifat produk secara
manual dengan menggunakan struktur pohon. Langkah tipe ini yaitu dengan
memecahkan konsep dari target produk menjadi subkonsep-subkonsep dan
selanjutnya diterjemahkan menjadi karakteristik fisik produk. Secara ringkas
langkah tipe ini disajikan pada Gambar 3.
Langkah-langkah dalam rekayasa Kansei tipe I yaitu, melakukan identifikasi
target produk, menentukan konsep produk, atau yang diistilahkan sebagai konsep
Kansei ordo-0.Selanjutnya konsep tersebut dipecah menjadi subkonsep (konsep
Kansei ordo ke-1). Jika subkonsep ini belum dapat diterjemahkan dalam bentuk
karakteristik fisik, maka selanjutnya dipecah lagi menjadi konsep Kansei ordo
ke-2, dan seterusnya sehingga diperoleh karakteristik desain yang sesuai.
Ket : A, B, C, …,Q = contoh fisik desain
Gambar 3 Konsep rekayasa Kansei tipe I (Nagamachi & Lokman 2011).
10
Contoh penggunaan rekayasa tipe I ini dilakukan untuk produk mobil sport
(Nagamachi 1995; Nagamachi & Lokman 2011), Guerin (2004) juga
menggunakan rekayasa Kansei tipe I untuk melakukan pengembangan desain
interior pesawat.
•Kansei Engineering tipe II - Kansei Engineering System
Tipe ini merupakan teknik menerjemahkan Kansei konsumen terhadap
produk dan menerjemahkannya menjadi elemen desain produk (Gambar 4).
Metode ini menggunakan basis data Kansei konsumen dan menggunakan
komputer dan kecerdasan buatan (artificial intelligent) untuk menghubungkan
antara Kansei dan elemen desain (Ishihara et al. 1995; Ishihara et al. 1997;
Ishihara et al. 2002; Mastur & Hadi 2005).
Gambar 4 Proses penerjemahan rekayasa Kansei tipe II (Nagamachi & Lokman 2011).
• Rekayasa Kansei Tipe III
Tipe ini sama dengan tipe kedua, tapi tipe ini menggunakan model
matematika untuk menghubungkan antara Kansei konsumen dan elemen desain.
Nagamachi dan Lokman (2011) menggunakan rekayasa Kansei tipe ini untuk
menghubungkan artikulasi suara dari suatu kata dan kesan yang ditangkap dari
• Hybrid Kansei Engineering
Terdiri dari dua metode yaitu forward dan backward Kansei engineering.
Forward Kansei engineering adalah suatu metode dimana konsumen memilih
produk yang sesuai dengan Kansei-nya, selanjutnya dengan bantuan komputer
akan menerjemahkan menjadi desain yang sesuai, sedangkan backward Kansei
engineering rancangan desain diunduh kedalam komputer dan selanjutnya
komputer akan menyediakan kata Kansei yang sesuai. Sistem yang menggunakan
kedua metode diatas disebut dengan hybrid Kansei engineering, dimana
konsumen dapat memasukkan kata Kansei untuk memperoleh rancangan desain,
atau desainer dapat memasukkan gambar atau sketsa untuk mengetahui kata
Kansei yang sesuai (Nagamachi & Lokman 2011).
• Kansei Engineering Tipe V Virtual Kansei Engineering
Tipe ini menggunakan teknik virtual reality untuk pengumpulan data. Tipe
ini digunakan oleh Electric Works dan University Hiroshima untuk merancang
dapur ruang makan (Nagamachi & Lokman 2011). Hariguchi (1995) melakukan
penelitian untuk mengembangkan sistem kendaraan dengan pendekatan simulator
menggunakan rekayasa Kansei .
• Kansei Engineering Tipe VI - Collaborative Kansei Engineering Designing
Pada rekayasa Kansei tipe ini menggunakan bantuan Web, dimana desainer
dari lokasi yang berbeda dapat bekerja sama dalam pembuatan suatu desain
produk. Pembuatan desain dilakukan dengan menggunakan basis data Kansei
(Schütte 2002; Nagamachi et al. 2006).
Secara umum, Schutte (2002) mengajukan tahapan prosedur pada rekayasa
Kansei, sebagai berikut:
Pemilihan domain (choosing the domain)
Pada tahap ini dilakukan penetapan tipe produk, segmen pasar dan target
grup .
Pengumpulan ruang semantik (spanning the semantic space)
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan kata-kata Kansei dari majalah,
brosur, internet dan lain-lain, dan selanjutnya melakukan identifikasi
struktur Kansei. Identifikasi dapat dilakukan secara manual seperti
12
Pengumpulan ruang atribut (spanning the space of properties)
Mengumpulkan berbagai produk sejenis yang ada di pasaran. Menurut
Keim et al. (2008) penilaian secara visual akan meningkatkan persepsi
dan kemampuan kognitif manusia, dan dengan bantuan teknik analisis
membantu untuk memperoleh pemahaman lebih jauh. Sintesis
Pada tahap ini ruang semantik dan ruang atribut dihubungkan. Teknik
yang dapat digunakan pada tahap ini yaitu; secara manual (Kansei
engineering type I- category classification), menggunakan metode
statistik (analisis regresi, Quantification theory type I) dan menggunakan
metode peringkat (fuzzy set theory, genetic algorithm, neural network,
rough set theory).
Kansei merupakan sesuatu hal yang abstrak atau tidak dapat dipegang,
sehingga pengukuran yang dilakukan berupa ekspresi yang dikeluarkan oleh
manusia. Pengukuran Kansei manusia dapat dilakukan melalui: perilaku dan
tindakan manusia, kata-kata yang diucapkan, mimik muka dan bahasa tubuh, dan
pengukuran secara fisik seperti; detak jantung, EMG, EEG.
Dalam rekayasa Kansei, konsumen diminta untuk mengungkapkan
Kansei-nya saat melihat suatu produk. Ungkapan tersebut disebut kata Kansei. Untuk
memahami Kansei konsumen dapat digunakan semantic differensial (SD) yang
dikembangkan oleh Osgood (Schütte 2002). SD digunakan sebagai teknik utama
dalam memahami Kansei konsumen. Osgood menggunakan skala untuk
mengkuantifikasi kata, yaitu dengan membandingkan kata dan lawan katanya,
seperti ringan – berat, panas – dingin. Menurut Nagamachi dan Lokman (2011),
dalam rekayasa Kansei penggunaan lawan kata seperti cantik – jelek tidak tepat,
karena tidak ada desain yang jelek, sehingga padanan kata yang digunakan adalah
cantik – tidak cantik, mewah – tidak mewah.
2.2 Tahapan Pengembangan Produk
Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli.
warna, harga, prestasi perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembelian
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pembeli (Shane 2008).
Keberhasilan produk yang dikembangkan tergantung dari respon konsumen,
produk hasil pengembangan dikatakan sukses bila mendapat respon positif dari
konsumen yang diikuti dengan keinginan dan tindakan untuk membeli produk.
Mengidentifikasi kebutuhan konsumen merupakan fase yang paling awal dalam
mengembangkan produk, karena tahap ini menentukan arah pengembangan
produk (Ulrich & Eppinger 2008).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) proses pengambilan keputusan
konsumen dalam membeli suatu produk terdiri dari tiga tahap yang saling
berhubungan, yaitu tahap masukan (input), tahap proses dan tahap keluaran
(output). Pada tahap masukan berupa pengenalan konsumen terhadap kebutuhan
atas produk yang berasal dari usaha pemasaran produk tersebut dan pengaruh
sosial dari eksternal konsumen, seperti keluarga, teman, tetangga dan sumber
informal lainnya. Informasi yang diperoleh merupakan masukan yang
mempengaruhi apa yang akan dibeli oleh konsumen.
Tahap proses merupakan suatu tahapan dimana konsumen mengambil
keputusan. Berbagai faktor psikologis mempengaruhi setiap individu. Pengalaman
yang diperoleh melalui evaluasi berbagai alternatif akan mempengaruhi psikologis
konsumen yang ada. Tahap keluaran dalam pengambilan keputusan terdiri dari
dua kegiatan yaitu perilaku membeli dan evaluasi setelah membeli. Adanya
pembelian ulang menandakan bahwa produk tersebut dapat diterima oleh
konsumen (Schiffman & Kanuk 2000).
Perancangan dan pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas
yang dimulai dari analisa persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan
tahap produksi, penjualan dan pengiriman produk (Ulrich & Eppinger 2008).
Ulrich dan Eppinger (2008) menambahkan bahwa tahapan pengembangan produk
terbagi menjadi enam tahap, yaitu tahap perencanaan, pengembangan konsep,
desain tingkat sistem, desain detail, pengujian dan perbaikan, dan tahap terakhir
adalah berjalannya produksi. Proses pengembangan produk diawali dengan tahap
perencanaan, yang menghubungkan penelitian lebih lanjut dan kegiatan
14
dari proyek, yang merupakan masukan yang dibutuhkan untuk memulai tahap
pengembangan konsep dan menjadi sebuah panduan bagi tim pengembangan.
Hasil dari proses pengembangan produk adalah pada saat produk diluncurkan dan
tersedia di pasaran.
Karakter dalam pengembangan produk terbagi menjadi lima tipe (Ulrich &
Eppinger 2008). Karakter tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan
perusahaan, tipe ini yaitu sebagai berikut:
a. Tipe generic (market pull), pada tipe ini perusahaan mengawali dengan
peluang pasar kemudian mendapatkan teknologi yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Contoh penerapan tipe ini yaitu pada
barang-barang untuk keperluan olahraga, furnitur, dan alat bantu kerja.
b. Tipe technology push, pada tipe ini perusahaan mengawali dengan suatu
teknologi baru, kemudian mendapatkan pasar yang sesuai. Perbedaan
dengan tipe market pull yaitu pada tahap perencanaan melibatkan
kesesuaian antara teknologi dan kebutuhan pasar. Pengembangan konsep
mengasumsikan bahwa teknologinya telah tersedia.
c. Produk platform, pada tipe ini perusahaan mengasumsikan bahwa produk
baru akan dibuat berdasarkan sub-sistem teknologi yang telah ada.
Peralatan elektronik, komputer dan printer adalah beberapa contoh yang
dikembangkan dengan karakter ini.
d. Process intensive, pada tipe ini karakteristik produk sangat dibatasi oleh
proses produksi. Pada tipe ini proses dan produk harus dikembangkan
bersama-sama dari awal atau proses produksi harus dispesifikasikan sejak
awal. Contoh process intensive adalah pengembangan makanan ringan,
bahan kimia, semikonduktor.
e. Costumized, pada tipe ini produk baru memungkinkan sedikit variasi dari
model yang telah ada. Tipe ini diterapkan pada pengembangan produk
saklar, motor, baterai dan kontainer.
Atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh
konsumen dan dijadikan dasar keputusan pembelian suatu produk. Menurut Kotler
desain produk. Dijelaskan dalam Kotler dan Armstrong (2008), mutu produk
berhubungan erat dengan nilai dan kepuasan konsumen. Mutu mempunyai dua
dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Pada umumnya perusahaan memilih
tingkat mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran dan tingkat mutu
produk pesaing. Konsisten disini dalam arti bahwa mutu roduk mempunyai
tingkat mutu yang ditargetkan dan diharapkan konsumen secara konsisten. Fitur
produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk terhadap produk
sejenis yang menjadi pesaing. Menjadi produsen awal yang mengenalkan fitur
baru yang dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah satu cara yang efektif
untuk bersaing (Kotler & Armstrong 2008)
Gaya dan desain merupakan cara lain untuk menambahkan nilai bagi
konsumen adalah melalui gaya dan desain produk yang khas. Desain merupakan
hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan dalam bentuk produk untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Penilaian suatu nilai desain produk didasarkan pada tiga
unsur, yaitu fungsional, estetika dan ekonomi (Wardani 2003). Crawford dan Di
Benedetto (2000) mengklasifikasikannya menjadi fungsi, ergonomi dan image
atau estetika.
Selanjutnya unsur dapat dibagi menjadi tiga faktor desain yaitu konten (isi),
bentuk dan substansi. Faktor konten berupa tujuan, penggunaan, fungsi dan arti
dari produk. Faktor bentuk berupa ukuran, warna dan tekstur, dan faktor substansi
yaitu bahan material yang digunakan dan proses produksinya (Choi & Jun 2007).
2.3 Rotan
Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang terdapat di
Indonesia. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata raut yang berarti
meraut, mengupas, melicinkan dengan bantuan benda tajam seperi pisau atau
parang (Rachman & Jasni 2008). Rotan merupakan salah satu sumber hayati
Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagai negara penghasil
rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan
rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang
terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari
16
Pusat penyebaran tumbuhan rotan adalah Asia, terutama Asia Tenggara.
Di daerah ini ditemui 10 genera yang meliputi 85% dari seluruh jenis rotan yang
tumbuh di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia
merupakan negara paling kaya akan jenis sumber daya rotan. Secara nasional
tercatat 312 spesies rotan yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya,
Sulawesi dan Jawa (Rachman & Jasni 2008; Kalima 1996).
Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan
kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon 1998). Rotan dapat berbatang
tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali
dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh
berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya
tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang.
Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian
tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield & Manokaran 1996).
Batang rotan berbentuk silindris dan mempunyai diameter batang berkisar
antara 6 – 50 mm, tergantung kepada jenisnya. Bentuk batang rotan terdiri dari
ruas-ruas yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Ruas satu dengan
yang lain dibatasi dengan buku, namun buku ini hanya terdapat di bagian luar
batang, tidak membentuk sekat seperti bambu (Rachman & Jasni 2008).
Walaupun mirip dengan bambu, rotan dapat dibedakan dari bambu dimana rotan
mempunyai batang yang padat, sedangkan pada batang bambu terdapat rongga
ditengahnya. Rotan memiliki batang yang fleksibel dan panjang, dan harus
ditopang, sedangkan bambu memiliki batang yang kaku dan panjang.
Secara garis besar komponen kimia penyusun rotan adalah selulosa, lignin
dan zat ekstraktif (Jasni et al. 2000; Rachman & Jasni 2008). Jumlah selulosa
dalam rotan 38 - 58 persen. Selulosa pada rotan berbentuk rantai panjang dan
tersusun pada dinding sel rotan. Orientasi rantai selulosa ini pada satu bagian
tersusun rapat (daerah kristalit) dan pada bagian lain tersusun tidak teratur (daerah
amorf). Daerah amorf ini yang mudah dimasuki atau mengeluarkan air sehingga
rotan bisa mengembang atau mengerut (Rachman & Jasni 2008).
Lignin merupakan komponen terbesar kedua pada rotan. Komponen lignin
memberikan kekuatan pada batang, makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin
kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat (Jasni et al. 2000). Menurut
Rachman dan Jasni (2008) zat ekstraktif pada rotan lebih kurang 13 persen. Zat
ekstraktif pada rotan antara lain gula-gula yang dapat menjadi bahan makanan
jamur dan serangga, lilin dan getah, zat warna dan silika.
Menurut Rachman dan Jasni (2008) sifat fisis dan mekanis adalah indikator
penting untuk menentukan perilaku penampakan, kekuatan dan mutu rotan. Sifat
fisis mekanis rotan ditentukan oleh susunan dan orientasi sel penyusun dan
komposisi kimia rotan. Sifat fisis mekanis rotan mencakup kadar air, berat jenis
dan kekuatan lentur statik. Kekuatan lentur statik adalah ukuran kemampuan
rotan menahan beban lentur yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk.
Secara taksonomi, rotan mempunyai banyak jenis. Penyebutan nama rotan
menunjuk kepada beberapa tanaman yang berasal dari berbagai genus dan spesies
yang secara umum disebut rotan karena mempunyai persamaan ciri-ciri umum
dan tempat hidup. Rotan yang dibudidayakan dan memiliki prospek
pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari), rotan batang (C.
zollingeri), rotan batu (C. subinermis), rotan buku hitam (C. palustris Griffth),
rotan gunung (C. exilis Griffth), rotan irit (C. trachycoleus), rotan kesup (C.
ornatus), rotan lilin (C. javensis), rotan manau (C. manan), rotan manau tikus (C.
tumidus), rotan semambu (C. scipionum), rotan taman (C. optimus), rotan tumalim
(C. mindorensis), rotan tut (C. pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia
echinometra) (Januminro 2000).
Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih
306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan
jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis yang sudah diketahui
manfaatnya dan laku di pasaran. Ada beberapa jenis rotan batang asalan yang
sering digunakan untuk menjadi rotan batang poles, yaitu
a. Manao : Rotan tersebut merupakan rotan yang paling baik untuk
dijadikan batang poles karena kelenturannya dan kekuatannya.
Ciri-cirinya: ruas/ buku sama datar, warnanya kuning gading/ cerah, tidak
berumpun dan panjangnya mencapai 100 meter. Biasanya dipakai
18
b. Mandola : Rotan ini paling sering digunakan oleh para pengrajin
rotan, karena harganya yang ekonomis dari rotan manau. Biasanya
digunakan untuk membuat kursi dan rak
c. Tohiti : Rotan ini memiliki kualitas yang kurang baik dibandingkan
rotan manao dan mandola, biasanya digunakan pengrajin sebagai
palang silang kaki kursi.
d. Blunuk : Rotan tersebut basanyanya dipakai oleh pengrajin yang
menjual produknya dengan harga dan kualitas yang rendah, sebab
rotan ini memiliki kualitas yang rendah.
e. Suti : Rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ukurannya lebih pendek dan
diameter rotan tidak rata atau tidak proporsional.
f. Semambu: rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ruasnya lebih panjang dan
berbuku rata, warna hijau kekuning-kuningan, seratnya/ pori besar
sehingga mudah patah. Biasanya digunakan untuk membuat kursi
dan meja.
g. Manu : rotan tersebut terbilang jenis baru yang diproses menjadi
batang poles, tetapi memiliki kualitas yang sama dengan rotan
mandola.
Rotan mempunyai sifat yang unik, yaitu walaupun mempunyai diameter
sebesar ibu jari, namun panjangnya dapat mencapai 100 meter. Bahan rotan
bersifat keras, namun cukup elastis untuk dapat dilengkungkan. Batang polos
rotan dimanfaatkan secara komersial untuk furnitur dan anyaman rotan karena
kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan
digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit
rotan dapat dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak
spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi,
keranjang, atap dan tikar (Dransfield & Manokaran 1996).
Setiap bagian dari rotan dapat dimanfaatkan. Batang rotan yang sudah tua
banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga.
Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat
tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada
Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau
hiasan-hiasan lainnya. Misalnya furnitur, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang,
tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu,
batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman
untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro
2000).
Rotan merupakan salah satu bahan baku furnitur yang paling diminati oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Salah satu keunggulan rotan sebagai
bahan baku furnitur adalah bentuknya silindris dan lurus sehingga dapat
digunakan sebagai kerangka furnitur berbagai macam bentuk (Krisdianto et al.
2007). Selain itu keunikan rotan terletak pada kemampuannya yang khas dalam
menampilkan rasa artistik yang alami, dan secara fisik perabot rotan jika
dibandingkan dengan dengan barang lain dengan fungsi yang sama lebih ringan
sehingga mudah dipindahkan letak maupun posisinya (Rachman & Jasni 2008).
Keunikan rotan dibandingkan dengan material furnitur lainnya yaitu
dengan bantuan pemanasan, rotan mudah dilengkungkan, sehingga komponen
furnitur dapat dibuat dalam bentuk lengkung agar memiliki nilai artistik yang
tinggi (Rachman dan Karnasudirdja, 1978, Hartono, 1998). Komponen dalam
bentuk lengkung selain menambah nilai artisik, juga menambah ciri khas produk
furnitur rotan.
2.4 Pengolahan Rotan
Pengolahan rotan menurut Jasni (2000) merupakan proses pengolahan
bahan baku rotan asalan yang telah dipungut dari kebun atau hutan menjadi bahan
baku rotan setengah jadi dan barang jadi atau siap pakai atau dijual. Pengolahan
rotan terdiri dari pengolahan rotan berdiameter kecil (<18 mm) dan rotan
Gambar 5 Pohon industri rotan (Kemenperin 2007).
2
Tujuan pengolahan rotan asalan sebelum menjadi bahan setengah jadi atau
barang jadi, antara lain untuk menghilangkan kotoran dan selaput silika yang
masih melekat pada batang rotan, mendapatkan bahan baku rotan yang tahan
terhadap hama dan penyakit, menghasilkan bahan baku rotan bulat (amplas dan
serut), kulit dan hati rotan yang diinginkan sesuai dengan tujuan penggunaannya
dan meningkatkan nilai tambah, keindahan, serta hasil guna bahan baku rotan.
Secara umum terdapat tiga aliran pengolahan rotan sebagai bahan baku.
Industri pengolahan rotan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat
pengolahan dan hasil produksinya, seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Industri yang menghasilkan rotan bulat W&S (Washed and
Sulphurized). Kelompok ini merupakan usaha pengawetan rotan bulat
sebagai bahan baku.
2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang-barang
setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk
barang-barang setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat dan
keperluannya (rattan polished dan peel/bark core)
3. Industri yang menghasilkan barang-barang jadi dan barang-barang
kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan
(furnitur/ alat-alat rumah tangga, lampit, anyaman, kap lampu,
keranjang dan lain lain).
Menurut Jasni et al. (2000), rotan yang berdiameter kecil seperti rotan seel
(Daemonorop melanochaetes Becc.) yang telah dipanen dan dibersihkan daun dan
duri serta anggota batang dan dilakukan penggosokan menggunakan serbuk
gergaji atau sabut kelapa. Selanjunya rotan dipotong sesuai standar dan dibawa ke
tempat penumpukan rotan dan dijemur dan pengasapan sampai kering.
Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi belerang (gas SO2) agar warna
rotan kuning merata dan tahan terhadap serangan jamur. Proses pengolahan
sampai tahap ini disebut rotan WS (Washed and Sulphurized). Rotan yang sudah
kering, dilakukan pembelahan (rotan dibelah). Kulit rotan digunakan untk
pengikat atau dibuat lampit. Hati rotan kecil disebut fitrit. Tahapan pengolahan
22
pemotongan rotan, perendaman dalam air, pencucian dan penggosokan, peruntian,
pengikisan, penjemuran/ pengeringan, pelurusan, pengawetan, pemutihan,
pengasapan, dan sortasi mutu. Ketika rotan asalan telah mengalami proses
pengolahan untuk menjadi barang setengah jadi rotan asalan akan mengalami
proses pengolahan kulit, hati rotan dan pitrit.
Proses pengolahan rotan asalan menjadi barang jadi sangat tergantung pada
fungsi dan tujuan akhir dari barang akan dibuat. Proses pembuatan barang jadi
merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan
pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual).
Pengusahaan barang jadi rotan merupakan usaha padat karya atau menyerap
banyak tenaga kerja manusia yang memiliki keterampilan (Januminro 2000).
Proses pembuatan barang jadi rotan (furnitur) secara umum terdiri dari beberapa
tahap, antara lain persiapan bahan baku, pembentukan dan pembuatan tipe
furnitur, perakitan, prefinishing, pengeringan dan seleksi.
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1971. AHP adalah
suatu metode pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu situasi yang
kompleks dan tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang
memiliki hirarki (Saaty 1980). Ditambahkan, bahwa dalam memecahkan
persoalan dengan analisis logis yang digunakan dalam proses hirarki analitik,
terdapat tiga prinsip yang harus ditempuh yaitu penyusunan hirarki, penetapan
prioritas dan konsistensi logis (Saaty 1980).
Saaty (1980) menyatakan bahwa penyelesaian persoalan dengan AHP
diawali dengan penyusunan hirarki persoalan. Pada tahap ini, persoalan yang
kompleks distrukturkan secara grafis. Agar dapat dibandingkan, maka setiap
alternatif keputusan harus dapat dinilai dengan kriteria-kriteria yang dapat dirinci
menjadi sub kriteria. Selanjutnya sub kriteria dirinci lagi menjadi sub-sub kriteria
dan seterusnya. Melalui penyusunan kriteria, sub kriteria, sub sub kriteria dan
seterusnya dalam suatu hirarki, maka alternatif keputusan yang akan diambil dapat
tingkat kepentingan melalui proses pembandingan berpasangan (pair-wise
comparison).
AHP merupakan algoritma yang membantu untuk memecahkan masalah
keputusan seperti Multiple Choice Decision Analysis (MCDA) (Saaty 1980). Ada
banyak MCDA metode yang telah dikembangkan seperti ELECTRE, TOPSIS, dll
tetapi metode ini tidak mempertimbangkan saling ketergantungan antara kriteria
dan alternatif (Lin et al. 2008).
Analisis AHP merupakan suatu metode penyelesaian persoalan secara
terorganisir sehingga dapat mengambil keputusan efektif. Menurut Saaty (1980),
metode AHP memilah-milah suatu situasi kompleks, tidak teratur ke dalam
variabel-variabel, kemudian disusun secara hirarki. Proses penilaian dalam metode
ini adalah dengan memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif setiap
variabel. Kemudian melakukan sintesis pertimbangan-pertimbangan agar dapat
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi.
Prinsip kerja AHP menurut Marimin (2004), terdiri dari empat pokok yaitu
penyusunan hirarki, penilaian kinerja, penentuan priotitas, dan konsistensi logis.
Penjelasannya sebagai berikut :
a. Penyusunan hirarki merupakan suatu gambaran persoalan yang dibentuk
dalam diagram atau gambar berbentuk hirarki, yang dimulai dari tujuan
(goal), kriteria, kemudian alternatif. Kriteria disini dapat berupa faktor,
aktor, dan tujuan. Kriteria juga dapat diimprovisasi.
b. Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) dengan skala satu sampai sembilan.
c. Penentuan prioritas setiap kriteria dan alternatif diperoleh dengan
mempertimbangkan nilai-nilai pengolahan matematis dan statistik hasil
perbandingan berpasangan.
d. Konsistensi logis, yaitu semua alternatif dikelompokkan secara logis dan
diperingatkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Tahapan yang terpenting di dalam AHP adalah penilaian alternatif dengan
teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dalam suatu hirarki.
24
satu alternatif dengan alternatif lainnya sesuai dengan skala penilaian dan
selanjutnya disintesa untuk menentukan alternatif yang memiliki prioritas tertinggi
dan terendah. Contoh bagan penilaian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada Tabel 1, bagian kotak yang diarsir tidak diisi, tetapi yang tidak diarsir
diberikan penilaian sesuai kriteria. Bagian yang diarsir akan mempunyai nilai
yang terbalik dengan nilai yang diberikan pada bagian yang tidak diarsir, sehingga
tidak perlu diisi. Dalam bagan tersebut, setiap alternatif dinilai dan melalui
penilaian perbandingan berpasangan akan dihasilkan alternatif prioritas. Konsep
bagan ini berlaku bagi setiap hirarki persoalan dalam metode AHP.
Tabel 1 Tabel isian untuk perbandingan berpasangan
Fokus S1 S2 S3 S4
Metode AHP menyediakan struktur matematika untuk membandingkan
antar alternatif dengan metode perbandingan berpasangan, sehingga pada akhirnya
akan diperoleh tingkat kepentingan atau bobot dari alternatif tersebut. Misalkan
pada n alternatif, S1, S2,…,Sn merupakan alternatif yang akan dibandingkan. Nilai
hasil perbandingan tingkat kepentingan alternatif ke-i dibagi dengan tingkat
kepentingan ke-jdinotasikan sebagai aij, dan diformulasikan:
i
menunjukkan bahwa alternatif mempunyai tingkat kepentingan yang sama,
sedangkan angka ‘9’ menunjukkan bahwa alternatif ke-i mutlak lebih penting