• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG

TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI

(Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

SKRIPSI

OLEH :

DIBA PRIANTARINI RITONGA 030309005

SEP / P K P

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR PELENG

TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI

(Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

SKRIPSI

OLEH :

DIBA PRIANTARINI RITONGA 030309005

SEP / P K P

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Ir. Thomson Sebayang, MT) (Ir. M. Jufri, M.Si) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

DIBA PRIANTARINI RITONGA (030309005), dengan judul skripsi

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.danBapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007. Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu secara sengaja di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang didasarkan bahwa Desa Rumah Berastagi merupakan daerah penghasil bayam jepang..

Metode penarikan sampel adalah metode stratifield proporsional

sampling, dengan jumlah 5% dari seluruh populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk, dimana luas lahan yang dimiliki petani sampel bervariasi dengan range 0.06 ha-1 ha

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para petani sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan menggunakan kuesioner dan interview. Sedangkan data sekunder merupakan data lengkap yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait seperti Kantor Kepala Desa , buku-buku, maupun dari artikel di internet.

Dari penelitian diperoleh hasil:

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tergolong kategori sedang

2. Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

3. Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran

4. Masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang adalah harga sayur yang berfluktasi, sayur yang mudah busuk, kurangnya modal, serangan hama dan penyakit yang menyerang sayur.

(4)

RIWAYAT HIDUP

DIBA PRIANTARINI RITONGA,lahir di Medan pada tanggal 15 April

1985, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara, dari keluarga Ayahanda

Drs. H. Labuhan. Ritonga dan Ibunda Syahniar.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri No.066057 Medan dan

tamat Tahun 1997.

2. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 17

Medan dan tamat Tahun 2000.

3. Tahun 1997 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 11 Medan

dan tamat Tahun 2003.

4. Tahun 2003, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian melalui jalur SPMB.

5. Tahun 2007, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Parbuluan,

Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi.

6. Tahun 2007, melakukan penelitian skripsi di Desa Rumah Berastagi

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mamp

menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR

BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Skripsi

ini sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada

ayah Drs. H. Labuhan. Ritonga dan mama Syahniar atas segala perhatian, kasih

sayang, semangat serta dukungan moral dan material selama penulis

menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada kakak-kakak penulis

(Noni Putriani Ritonga, S. Sos dan Rosi Feirina Ritonga, SPd) dan adik-adik

penulis (Rizki Ayumi Ritonga, Cendika Rahmi Ritonga dan Citra Insani Ritonga)

terima kasih atas dukungannya serta sahabat-sahabatku yang telah banyak

mendukung penulis selama menyelesaikan skripsi ini, terima kasih.

Selain dukungan moril dan material serta motivasi penulis juga

memperoleh bimbingan dan bantuan formal dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan hormat kepada berbagai pihak

yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan

(6)

2. Bapak Ir. M. Jufri, MSi., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP., selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi

Pertanian.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Seketaris Departemen Sosial Ekonomi

Pertanian.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian USU

6. Bapak Saiman Ginting, selaku Lurah Desa Rumah Berastagi Kec. Berastagi,

Kab. Karo yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian ini.

7. Seluruh responden dan instansi yang terkait dengan penelitian ini yang telah

memberikan data-data kepada penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan

skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2008

(7)

DAFTAR ISI

Penentuan Daerah Sampel ... 18

Metode Pengambilan Sampel ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 21

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARA KTERISTIK PETANI SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian... 23

Karakteristik Petani Sampel... 26

ANJURAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYUR BAYAM JEPANG Syarat Tumbuh Bayam Jepang ... 28

(8)

Pelaksanan Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Daerah

Penelitian... 36 Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap

Teknologi Anjuran di Daerah Penelitian ... 36

Hubungan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi

Budidaya Anjuran ... 38 Masalah-masalah Yang Dihadapi Petani di Daerah Penelitian.. 49 Upaya-upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Masalah

Petani di Daerah Penelitian... 50

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 52 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Distribusi Populasi dan Sampel

di Desa Rumah Berastagi Berastagi ... 19

Tabel 3.2 Spesifikasi Pengumpulan Data ... 19

Tabel 4.1 Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 24

Tabel 4.2 Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi

Kecamata Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 24

Tabel 4.3 Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 25

Tabel 4.4 Mata Pencaharian Petani sampel Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 25

Tabel 4.5 Karakteristik Petani Sampel di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 26

Tabel 5.1 Paket Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang ... 31

Tabel 6.1 Distribusi Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo ... 37

Tabel 6.2 Jumlah dan Persentase Tingkat adopsi petani di Desa

Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 38

Tabel 6.3 Hubungan Umur Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo ... 39

Tabel 6.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Dengan

(10)

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 41

Tabel 6.6 Hubungan Status kepemilikan Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani SayurBayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi KabupatenKaro ... 42

Tabel 6.7 Hubungan Antara Lama Bertani Dengan Tingkat Adopsi Petani SayurBayam Jepang Terhadap

Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 43

Tabel 6.8 Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo ... 44

Tabel 6.9 Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 46

Tabel 6.10 Hubungan Antara Total Pendapatan Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran .. 16

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan

1. Lampiran 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel

2. Lampiran 2. Skor Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Budidaya Anjuran

3. Lampiran 3. Skoring Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang

4. Lampiran 4. Korelasi Rank Spearman Antara Umur Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

5. Lampiran 5. Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

6. Lampiran 6. Skoring Tingkat Kosmopolitan

7. Lampiran 7. Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

8. Lampiran 8. Korelasi Rank Spearman Antara Status Pemilikann Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

9. Lampiran 9. Korelasi Rank Spearman Antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

10. Lampiran 10. Korelasi Rank Spearman Antara Luas Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

11. Lampiran 11. Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

12. Lampiran 12. Korelasi Rank Spearman Antara Total Pendapatan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

(13)

14. Lampiran 14. Penggunaan Dan Biaya Input Produksi Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

15. Lampiran 15. Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Bayam Jepang Per Petani/ha Per Musim Tanam (MT)

16. Lampiran 16. Umur Pakai Alat dan Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang

17. Lampiran 17. Nilai Dan Alat Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam (MT)

18. Lampiran 18. Nilai Dan Alat Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang

19. Lampiran 19. Besarnya Biaya Penyusutan Peralatan Dan Bangunan Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam

20. Lampiran 20. Besarnya Nilai Penyusutan Peralatan Dan Bangunan Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

21. Lampiran 21. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam (MT)

22. Lampiran 22. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

23. Lampiran 23. Produksi Dan Produktivitas Usahatani Bayam Jepang

24. Lampiran 24. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam

25. Lampiran 25. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam

26. Lampiran 26. Pendapatan Bersih Usahatani Per Petani Per Musim Tanam (MT)

(14)

RINGKASAN

DIBA PRIANTARINI RITONGA (030309005), dengan judul skripsi

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.danBapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007. Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu secara sengaja di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang didasarkan bahwa Desa Rumah Berastagi merupakan daerah penghasil bayam jepang..

Metode penarikan sampel adalah metode stratifield proporsional

sampling, dengan jumlah 5% dari seluruh populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk, dimana luas lahan yang dimiliki petani sampel bervariasi dengan range 0.06 ha-1 ha

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para petani sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan menggunakan kuesioner dan interview. Sedangkan data sekunder merupakan data lengkap yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait seperti Kantor Kepala Desa , buku-buku, maupun dari artikel di internet.

Dari penelitian diperoleh hasil:

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tergolong kategori sedang

2. Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

3. Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran

4. Masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang adalah harga sayur yang berfluktasi, sayur yang mudah busuk, kurangnya modal, serangan hama dan penyakit yang menyerang sayur.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian akan memberi harapan dengan hasil yang optimal,

jika penyuluhan pertanian dilakukan secara baik, karena penyuluh pertanian

merupakan ujung tombak pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian yang

baik, disertai dengan sistem pelayanan yang teratur akan menjadi jaminan yang

efektif untuk tercapainya tujuan pembangunan pertanian itu sendiri. Inti dari

kegiatan penyuluhan pertanian adalah komunikasi gagasan inovatif yang dapat

memberi nilai ekonomis yang lebih baik kepada para petani dan keluarganya. Hal

terpenting dalam komunikasi inovasi adalah terjadinya komunikasi antara

komunikator dengan komunikan (petani). Interaksi tersebut tergantung pada

sistem sosial budaya masyarakat setempat dan latar belakang petani penerima

pesan. (Levis, 1996)

Agar pembangunan pertanian itu berhasil, para petani haruslah terus

menerus menerima metode baru, cara berpikir petani haruslah berubah di bidang

pengetahuan dan keterampilan. Sukses yang petani alami dalam meningkatkan

produksi pertanian akan mempertinggi rasa percaya diri pada diri petani sendiri.

(Van den Bandan Hawkins, 2000)

Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani

(16)

pendapatan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan

masalah-masalah lainnya. Permasalah-masalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan

masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan. (Mosher, 1983)

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila

para pengelola usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan

anjuran penggerak perubahan atau yang biasa disebut bertahap reseptivitasnya

terhadap hal-hal yang baru. Pengelolaan usahatani dimana saja dan kapan saja

pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan.

Prilaku orang itu ternyata tergantung dari beberapa faktor, diantaranya watak,

suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan

masyarakatnya, juga kebijakan pemerintah. (Wiriatmadja, 1982)

Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan

terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya

penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan

antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani

adalah tulang punggung perekonomian negara dan desa adalah pangkal kehidupan

perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan masih berada

pada tingkat kesejahteraan yang rendah. petani buta akan pendidikan, teknologi

yang baik untuk usahataninya, sehingga produksi yang petani lakukan dari

generasi ke generasi hanyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam

waktu yang demikian lama prilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan.

petani tidak bisa melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan sendiri,

antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah.

(17)

Dalam rangka mempercepat laju pembangunan pertanian, kegiatan

penyuluhan pertanian sangat memegang peranan penting. Dengan adanya

penyuluhan pertanian para petani diharapkan mempunyai persepsi yang positif

terhadap suatu teknologi, kemudian dengan persepsi positif tersebut diharapkan

para petani bersedia mengubah sikap dan prilaku dalam pengelolaan usahatani

sesuai dengan anjuran teknologi yang hendak diterapkan. (Suhardiyono, 1992)

Bayam jepang atau sering juga disebut sebagai peleng

(Spinacia oleraceaL.) sering digunakan dalam masakan Eropa dan wilayah Laut

Tengah. Daunnya yang muda dapat dimakan mentah dan dijadikan Salad. Dalam

masakan cina sayur jenis Spinacia ini sering dimasak dalam palak paneer dengan

"paneer" (semacam keju), atau aloo palak dengan kentang. Sama seperti bayam

jenis Amaranth, spinacia yang dipanasi berulang-ulang bisa berbahaya untuk anak

di bawah 6 bulan. Untuk orang yang lebih dewasa, biasanya tidak ada masalah.

Pemanasan berulang-ulang mengoksidasi kandungan besi di dalam daun sehingga

ketersediaannya menurun dan dapat meracuni tubuh. (Wikipedia, 2007)

Bayam jepang diduga berasal dari daerah dekat Iran, tempat tanaman ini

telah dibudidayakan sekurang-kurangnya selama 2000 tahun. Di Afrika Utara dan

Eropa, budidaya tanaman ini dimulai sekitar tahun 1000. Tipe liar sekerabatnya

(18)

Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur

bayam jepang di daerah penelitian ?

2. Apakah ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani

(umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan

lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total

pendapatan petani) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi

budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian ?

3. Masalah-masalah apa yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi

budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian?

4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah

yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang

di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi

budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui ada hubungan yang nyata antara faktor sosial

ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status

(19)

dan total pendapatan petani) dengan tingkat adopsi petani terhadap

teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi petani sayur bayam

jepang dalam mengadopsi teknologi budidaya anjuran di daerah

penelitian.

4. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi

masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang dalam mengadopsi

teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi

pihak-pihak yang membutuhkan

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan

kebijakan dalam rangka peningkatan produksi usahatani bayam jepang

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan

untuk menjadi seorang peneliti

4. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat

untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas

(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Bayam jepang (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang

ditanam diwilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem

perakaran spinasi terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang

dari akar tunggang gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera

setelah fase kecambah, tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak

daun berdaging yang melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi

lingkungan berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun

berkisar dari bulat telur atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala

panah sempit, bentuk yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir

daun rata atau bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga

sangat keriput. Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan

pertumbuhan jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama

panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah

berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap

hingga tegak, sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan.

(21)

Adapun klasifikasi tanaman bayam jepang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyttales

Family : Amaranthaceae

Genus :Spinacia

Species : C.oleraceaL.

(Wikipedia , 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak

sepenuhnya benar, karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas

jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan

(monociousness) dipengaruhi secara genetik dan lingkungan. Bunga hermaprodit

( berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat. (Decoteu,2000)

Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji

berbentuk bundar rata, dan yang berbentuk bijinya tidak beraturan dan berduri.

Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji

bundar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum

masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri

sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosadan S. inermis. Di yakini

bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar.

(22)

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 C, pada

suhu 10 C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas

daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari

kerataannya. (Pierce, 1987)

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah

tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan

agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting.

Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai

tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman

ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH

yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena

transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi

biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman.

Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah

tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga

pengaruh buruk tanaman. (Decoteu, 2000)

Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi

yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah

yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan

kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat,

yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga

(23)

memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan.

(RubatzkydanMas amaguchi,1998)

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 C, dan

perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 C) ketimbang

pada suhu tinggi (25 C), benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam

alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan

kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman

yang diiginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman

per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan

pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja.

(Decoteau, 2000)

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya

bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan

beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit

dipisahkan. ((Rubatzky danMas amaguchi,1998)

Landasan Teori

1. Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani

untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya

(24)

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan

menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan

praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi

akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang

belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih

cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum

berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan

inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan

keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah Tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban

dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan

mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan

hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar

harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami

resiko yang fatal, bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.

e. Tingkat kosmopolitan

Petani dengan tingkat kosmopolitan yang semakin tinggi biasanya akan

(25)

mengadopsi inovasi dipengaruhi beberapa faktor luar (lingkungan) dan

dalam diri (pribadi) petani.

f. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan

inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih

banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil

keputusan.

(Soekartawi, 1986)

2. Tingkat Adopsi

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi melalui

penyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa golongan

petani yang terlibat di dalamnya, yaitu :

1. Golongan inovator

Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis, mencoba

dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi

kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh

pertanian, bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti

penyuluhan.

Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petani

yang berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani

yang rata-rata memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha di

(26)

dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi teknologi

tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )

Golongan inovator mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi

pertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan early

adopter adalah orang-orang yang lebih dini mau menyambut kedatangan

para penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan teknologi

pertanian.

Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para penyuluh dan

mendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan atau

mengusahakan perubahan

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )

Sifat dari golongan early mayority merupakan sifat yang dimiliki

kebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan lebih

lambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih mudah terpengaruh

dalam hal teknologi baru itu telah meyakinkannya dapat lebih

meningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan

lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang pada umumnya kurang

mampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di bawah

0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih

hati-hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau

(27)

lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan

perikehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )

Para petani yang termasuk golongan ini adalah petani yang berusia lanjut,

berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan

sulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara

bekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap adanya

teknologi baru. ( Kartasapoetrra, 1988 )

Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya

tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka dengan

sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang

meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan

melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menyadari ( Awareness)

2. Menaruh minat ( Interest )

3. Penilaian ( evaluation )

4. Melakukan percobaan ( Trial )

5. Penerapan ( Adoption )

(Mardikanto, 1993)

Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada

petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap

(28)

kepercayaan petani terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindak

dengan penuh kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapat

mempengaruhi perasaan petani tersebut. (Kaslan, 1982)

Kerangka Pemikiran

Petani sayur bayam jepang dalam melakukan budidaya bayam jepang

melakukan tahapan-tahapan seperti : pembibitan, pengolahan lahan, penanaman,

pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenen. Penyuluh

mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada

petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh

masyarakat tani khususnya para petani sayur bayam jepang. Disamping itu media

massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian teknologi kepada

petani seperti : radio, TV, majalah, koran dan lain-lain .

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, tingkat

kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah

tanggungan dan total pendapatan petani

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan

inovasi bila dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit hal ini

dikarenakan keefisienan sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih

lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus

(29)

suatu inovasi, petani tidak mau untuk mengambil resiko yang besar jika nantinya

inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan

inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak

sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam

mengadopsi inovasi (teknologi).

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok

sosial yang lain, umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila

dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi

lokal atau dengan istilah lokaliterness karena pengalaman petani yang terbatas

petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini

disebabkan petani belum pernah atau bahkan belum mengenal informasi yang

cukup tentang invosi tersebut.

Dalm pelaksanaan penyuluhan pertanian khususnya pemberian teknologi

budidaya anjuran juga ditemukan masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi

penyuluh, maupun petani sayur bayam jepang. Untuk itu penyuluh maupun petani

telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

Petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang tidak

sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat

(30)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Berhubungan

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran

(31)

Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan

tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya

anjuran di daerah penelitian tergolong kategori tinggi.

2. Ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur,

tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan,

pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan)

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam

(32)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Bayam jepang (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang

ditanam diwilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem

perakaran spinasi terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang

dari akar tunggang gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera

setelah fase kecambah, tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak

daun berdaging yang melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi

lingkungan berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun

berkisar dari bulat telur atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala

panah sempit, bentuk yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir

daun rata atau bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga

sangat keriput. Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan

pertumbuhan jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama

panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah

berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap

hingga tegak, sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan.

(33)

Adapun klasifikasi tanaman bayam jepang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyttales

Family : Amaranthaceae

Genus :Spinacia

Species : C.oleraceaL.

(Wikipedia , 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak

sepenuhnya benar, karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas

jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan

(monociousness) dipengaruhi secara genetik dan lingkungan. Bunga hermaprodit

( berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat. (Decoteu,2000)

Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji

berbentuk bundar rata, dan yang berbentuk bijinya tidak beraturan dan berduri.

Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji

bundar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum

masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri

sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosadan S. inermis. Di yakini

bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar.

(34)

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 C, pada

suhu 10 C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas

daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari

kerataannya. (Pierce, 1987)

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah

tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan

agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting.

Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai

tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman

ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH

yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena

transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi

biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman.

Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah

tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga

pengaruh buruk tanaman. (Decoteu, 2000)

Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi

yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah

yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan

kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat,

yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga

(35)

memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan.

(RubatzkydanMas amaguchi,1998)

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 C, dan

perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 C) ketimbang

pada suhu tinggi (25 C), benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam

alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan

kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman

yang diiginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman

per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan

pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja.

(Decoteau, 2000)

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya

bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan

beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit

dipisahkan. ((Rubatzky danMas amaguchi,1998)

Landasan Teori

1. Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani

untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya

(36)

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan

menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan

praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi

akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang

belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih

cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum

berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan

inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan

keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah Tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban

dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan

mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan

hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar

harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami

resiko yang fatal, bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.

e. Tingkat kosmopolitan

Petani dengan tingkat kosmopolitan yang semakin tinggi biasanya akan

(37)

mengadopsi inovasi dipengaruhi beberapa faktor luar (lingkungan) dan

dalam diri (pribadi) petani.

f. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan

inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih

banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil

keputusan.

(Soekartawi, 1986)

2. Tingkat Adopsi

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi melalui

penyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa golongan

petani yang terlibat di dalamnya, yaitu :

1. Golongan inovator

Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis, mencoba

dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi

kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh

pertanian, bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti

penyuluhan.

Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petani

yang berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani

yang rata-rata memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha di

(38)

dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi teknologi

tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )

Golongan inovator mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi

pertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan early

adopter adalah orang-orang yang lebih dini mau menyambut kedatangan

para penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan teknologi

pertanian.

Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para penyuluh dan

mendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan atau

mengusahakan perubahan

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )

Sifat dari golongan early mayority merupakan sifat yang dimiliki

kebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan lebih

lambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih mudah terpengaruh

dalam hal teknologi baru itu telah meyakinkannya dapat lebih

meningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan

lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang pada umumnya kurang

mampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di bawah

0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih

hati-hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau

(39)

lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan

perikehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )

Para petani yang termasuk golongan ini adalah petani yang berusia lanjut,

berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan

sulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara

bekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap adanya

teknologi baru. ( Kartasapoetrra, 1988 )

Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya

tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka dengan

sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang

meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan

melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menyadari ( Awareness)

2. Menaruh minat ( Interest )

3. Penilaian ( evaluation )

4. Melakukan percobaan ( Trial )

5. Penerapan ( Adoption )

(Mardikanto, 1993)

Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada

petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap

(40)

kepercayaan petani terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindak

dengan penuh kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapat

mempengaruhi perasaan petani tersebut. (Kaslan, 1982)

Kerangka Pemikiran

Petani sayur bayam jepang dalam melakukan budidaya bayam jepang

melakukan tahapan-tahapan seperti : pembibitan, pengolahan lahan, penanaman,

pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenen. Penyuluh

mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada

petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh

masyarakat tani khususnya para petani sayur bayam jepang. Disamping itu media

massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian teknologi kepada

petani seperti : radio, TV, majalah, koran dan lain-lain .

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, tingkat

kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah

tanggungan dan total pendapatan petani

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan

inovasi bila dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit hal ini

dikarenakan keefisienan sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih

lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus

(41)

suatu inovasi, petani tidak mau untuk mengambil resiko yang besar jika nantinya

inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan

inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak

sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam

mengadopsi inovasi (teknologi).

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok

sosial yang lain, umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila

dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi

lokal atau dengan istilah lokaliterness karena pengalaman petani yang terbatas

petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini

disebabkan petani belum pernah atau bahkan belum mengenal informasi yang

cukup tentang invosi tersebut.

Dalm pelaksanaan penyuluhan pertanian khususnya pemberian teknologi

budidaya anjuran juga ditemukan masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi

penyuluh, maupun petani sayur bayam jepang. Untuk itu penyuluh maupun petani

telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

Petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang tidak

sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat

(42)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Berhubungan

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran

(43)

Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan

tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya

anjuran di daerah penelitian tergolong kategori tinggi.

2. Ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur,

tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan,

pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan)

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam

(44)

METODOLOGI PENELITIAN

Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu penentuan secara

sengaja di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi , Kabupaten Karo,

Sumatera Utara. Adapun alasan daerah ini dipilih karena merupakan salah satu

desa yang penduduknya mengusahakan usahatani sayur bayam jepang, yaitu

berjumlah 520 kk.

Metode Pengambilan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengelola usahatani

sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi sebanyak 520 kk. Pengambilan

sampel dilakukan dengan metode stratifield proporsional sampling dengan

jumlah 5% dari populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk. Dimana luas lahan

yang dimiliki petani sayur bayam jepang bervariasi dengan range 0,06 ha-1 ha.

Dengan formulasi pengambilan sampel sebagai berikut :

ni =

N Ni . n

Dimana :

ni = Jumlah sampel strata ke-i

n = Jumlah petani sampel

N = Populasi sasaran

(45)

Tabel 3.1 Distribusi Populasi dan Sampel di Desa Rumah Berastagi

No STRATA LUAS LAHAN (Ha) POPULASI (KK) SAMPEL (KK)

1 I 0,06 0,31 381 20

2 II 0,32 0,63 86 4

3 III 0,64 1 53 2

JUMLAH 520 26

Sumber : Kantor Kepala Desa Rumah Berastagi, 2007

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani dan

penyuluh dengan bantuan kuisioner sedangkan data sekunder diperoleh dari

bantuan instansi terkait serta buku yang mendukung penelitian ini.

Tabel. 3.2 Spesifikasi Pengumpulan Data

Jenis data Sumber Metode

2 Monografi desa Kepala Desa - -3 Teknologi budidaya :

Pembibitan Persiapan lahan Penanaman Pemeliharaan

(46)

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1 digunakan metode skoring

Untuk menguji hipotesis 2 digunakan analisis dengan metode korelasi rank

spearman sebagai berikur :

rs = Koefisien korelasi

d = Selisih antara rangking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi

n = Jumlah petani yang mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang

dimana range rs= -1 0 1

Dengan kriteria sebagai berikut :

t-hitung t : terima H0 ; tolak H1 berarti tidak ada hubugan yang ntaya antara

faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap

teknologi budidaya anjuran.

Jika t-hitung t : terima H1 ; tolak H0 berarti ada hubungan yang nyata antara

faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap

teknologi budidaya anjuran.

(47)

Defenisi dan Batasan Operasianal Defenisi

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hasil penelitian maka

dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

a. Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengelolah usahatani

pada sebidang tanah dan lahan

b. Teknologi adalah penerapan ilmu secara sistematik yang

merupakan himpunan rasionalitas untuk memanfaatkan lingkungan

hidup dan mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produksi

yang ekonomis

c. Adopsi adalah sesuatu hal atau teknologi baru yang sudah

diterapkan petani secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola

usahatani sayur bayam jepang

d. Pendapatan petani adalah total pendapatan yang diperoleh petani

dan keluarganya dari usahatani sayur bayam jepang dan usaha lain

yang dilakukannya

e. Komponen teknologi adalah bagian dari teknologi-teknologi yang

dilaksanakan pada usahatani sayur bayam jepang untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas serta pendapatan petani

f. Pendidikan adalah lamanya tenaga petani dalam mengikuti

pendidikan formal diukur berdasarkan pendidikan formal yang

(48)

h. Umur adalah usia petani sampel pada saat dilaksanakan penelitian

yang dinyatakan dengan satuan tahun

i. Pengalaman bertani adalah waktu sejak seorang petani mulai

melakukan usahatani bayam jepang yang diukur dalam satuan

tahun

j. Tingkat kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap

dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya buku yang dibaca,

mengikuti siaran radio dan televisi dibidang pertanian

k. Tingkat adopsi sedang adalah seluruh kegiatan yang dilakukan

petani dengan skor 7-12

Batasan Operasional

1. Karakteristik sosial ekonomi petani terdiri dari umur, pengalaman

tingkat pendidikan, luas lahan, tingkat pendapatan, status

kepemilikan lahan, tingkat kosmopolitan dan jumlah tanggungan

2. Petani sampel adalah petani yang mengelolah usahatani sayur

bayam jepang

3. Waktu penelitian pada tahun 2007

4. Daerah penelitian adalah Desa Rumah Berastagi Kecamatan

(49)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian  Luas dan Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi

kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis, letak dan

batas-batas wilayah dapat dilihat sebagai berikut ini.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Gundaling I - Sebelah Selatan berbatasan dengan Aji Julu / Raya - Sebelah Timur berbatasan dengan Peceran

- Sebelah Barat Berbatasan dengan Gurusinga

Luas Desa Rumah Berastagi secara keseluruhan adalah 3.6 km2 terbagi

atas 4 dusun yang sebagian besar adalah Pemukiman dan areal pertanian.

Desa Rumah Berastagi terletak pada ketinggian 1350 mdpl,. Memiliki

temperatur antara 18C 26C dengan curah hujan >500 mm / tahun.

 Keadaan Penduduk

Penduduk desa Rumah Berastagi terdiri dari suku Karo, Jawa, Tapanuli,

dan Tionghoa yang hidup rukun dan damai diikat rasa kekeluargaan dan

persaudaraan yang kokoh sehingga tidak pernah terjadi perselisihan antar

kelompok dan etnis dari dulu hingga sekarang. Jumlah penduduk desa Rumah

(50)

 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kegiatan

usahatani dan pemasaran Bayam jepang di Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut.

Tabel 4.1. Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007

Dari tabel terlihat sarana pendidikan yang paling menonjol di Desa

Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu SD Negeri/Swasta

yang berjumlah 3 unit, hal ini dapat menunjang pendidikan di Desa Rumah

Berastagi tersebut.

Sarana Perhubungan yang terdapat di Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2 Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Sarana/Prasarana Unit/eksamplar/Km

1. Minibus/bus/mobil 150

2. Sepeda Motor 150

3. Televisi/radio 1200

4. Harian surat kabar 50

5. Jalan aspal 3

6. Jalan batu 0.3

7. Jalan tanah 5

(51)

Dari tabel terlihat sarana/prasarana perhubungan yang paling menonjol di

Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu televise dan

radio tang berjumlah 1200 unit.

Sarana pemasaran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo dapat dilihat pada table 4.3 berikut

Tabel 4.3 Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007

Dari tabel terlihat sarana pemasaran yang paling menonjol di Desa Rumah

Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu kios dan warung yang

berjumlah 56 unit. Sarana-saran pemasaran yang tersedia tersebut cukup

membantu dalam memenuhi kebutuhan warga di Desa tersebut

 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karodapat dilihat pada tabel 4.4 berikut

Tabel 4.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Mata Pencaharian Orang Persentase (%)

1. Bertani 2300 44,10

2. Pegawai Negeri 40 0,83

3. Pedagang 1900 36,43

4. Dll. 975 18,64

Jumlah 5215 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007

(52)

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini digambarkan oleh luas

lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan.

Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Karakteristik Petani Sampel Di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2007

No. Uraian Rataan RangeStrata I RataanStrata IIRange RataanStrata IIIRange 1. Luas Lahan

(Ha) 0,16 0.17 0.30 0,5 0.4 0.6 1,0 1,0 2. Umur

(Tahun) 42,35 21-53 38,75 30-55 49,5 44-55 3. Pendidikan

(Tahun) 9,6 6-12 9,75 6-12 9 6 -12 4. Lama

bertani (Tahun)

17,05 5-30 16,25 10-30 22,5 20-25

5. Jumlah Tanggungan (Jiwa)

2,95 0-5 3,0 2-4 2,5 2-3

Sumber : Data diolah dari lampiran 1

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata rata luas lahan pada strata ke I

adalah 0,16 ha, strata II adalah 0,5 ha dan strata ke III adalah 1,0 ha. Hal ini

menunjukkan bahwa petani sampel di Desa Rumah Berastagi memiliki lahan yang

relatif sempit untuk usahatani Bayam Jepang.

Rata-rata usia petani responden di desa Rumah Berastagi adalah 42,35

tahun pada strata I, strata II adalah 38,75 tahun, dan 49,5 tahun pada strata III. Hal

ini menunjukkan bahwa secara umum petani didaerah penelitian masih berada

pada usia produktif.

Rata rata tingkat pendidikan yang dimiliki petani sampel pada strata I

adalah 9,6 tahun, strata II adalah 9,75 tahun, dan strata III adalah 9 tahun. hal ini

(53)

Untuk pengalaman bertani pada strata I adalah 17,05 tahun, strata II adalah

16,25 tahun, dan strata III adalah 22,5 tahun. Hal ini menunjukkan petani sampel

sudah memiliki pengalaman dalam bertani.

Untuk jumlah tanggungan petani sampel, pada strata I sebanyak 3 (2,95)

(54)

ANJURAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

SAYUR BAYAM JEPANG

1. Syarat Tumbuh Bayam Jepang

Iklim

a. Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman bayam

khususnya untuk bayam jepang yang sudah tinggi. Kencangnya angin

dapat merobohkan tanaman.

b. Tanaman bayam jepang cocok ditanam di dataran tinggi maka curah

hujannya termasuk tinggi sebagai syarat pertumbuhannya. Curah hujannya

bisa mencapai lebih dari 1.500 mm/tahun.

c. Tanaman bayam jepang memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan

akan sinar matahari untuk tanaman bayam jepang cukup besar. Pada

tempat yang terlindungi (ternaungi), pertumbuhan bayam jepang menjadi

kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar matahari penuh.

d. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam jepang berkisar antara

16-20 derajat C.

e. Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam jepang antara

40-60%.

Media Tanam

a. Tanaman bayam jepang menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis

tanah yang sesuai untuk tanaman bayam jepang adalah yang kandungan

(55)

b. Tanaman bayam jepang termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah

di atas 7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat

putih kekuning-kuningan (klorosis). Sebaliknya pada pH di bawah 6

(asam), pertumbuhan bayam akan merana akibat kekurangan beberapa

unsur. Sehingga pH tanah yang cocok adalah antara 6-7.

c. Tanaman bayam jepang sangat reaktif dengan ketersediaan air di dalam

tanah. Bayam jepang termasuk tanaman yang membutuhkan air yang

cukup untuk pertumbuhannnya. Bayam jepang yang kekurangan air akan

terlihat layu dan terganggu pertumbuhannya. Penanaman bayam

dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.

d. Kelerengan lahan untuk budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15-45

derajat.

Ketinggian Tempat

Dataran tinggi merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman

bayam. Ketinggian tempat yang baik yaitu ±2000 m dpl.

2. Komponen Teknologi Budidaya Anjuran di Daerah Penelitian

Komponen teknologi budidaya anjuran adalah teknologi yang disarankan

kepada petani untuk meningkatkan usahatani bayam jepang, dalam hal ini :

pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan

penyakit serta pemanenan.

(56)

kualitas dan keunggulannya. Sebelum ditanam benih direndam dalam air

selama 12-24 jam agar pertumbuhan lebih maksimal

 Persiapan Lahan

Anjuran teknologi dalam persiapan lahan adalah lahan dibersihkan dari

lalang dan rumput-rumput. Dicangkul sedalam 30-40 cm dan dibalik agar

tanah tercampur dengan baik. Pencangkolan dengan menggunakan traktor

dan kemudian menggunakan rotari. Pencangkulan dilakukan 1-2 minggu

sebelum tanam. Setelah itu dibuat parit dengan lebar 25-30 cm dengan

kedalaman 30 cm. Selanjutnya dibuat bedengan yaitu ±1m, dengan jarak

antara bedengan 15-20 m

 Penanaman

Anjuran teknologi dalam kegiatan penanaman sebagai berikut. Penanaman

dilakukan pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Dilakukan

penyiraman ± 4 kali apabila musim kemarau atau matahari sangat terik.

Benih ditanam pada kedalaman 1-2 cm dengan jarak antar lubang ± 5-8

cm, lubang ditutup kembali tanpa ditekan agar mempermudah keluarnya

kecambah tanaman bayam jepang tersebut.

 Pemeliharaan

Anjuran teknologi dalam kegiatan pemeliharaan adalah benih yang

ditanam diberi pupuk organik ( kotoran hewan, kompos, dan sisa-sisa

tanaman hijau ) serta pupuk anorganik yaitu NPK dan Rustica. Dosis

pupuk untuk tanaman bayam jepang tiap hektarnya yaitu 59,2 ton pupuk

(57)

Pupuk tersebut dicampur dan diberikan bersamaan dengan penanaman

sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara

dibenamkan atau disiram

 Pengendalian Hama dan Penyakit

Anjuran dalam pengendalikan hama dan penyakit yaitu dengan

Menggunakan pestisida antrocol dan proclaim dengan dosis untuk antrocol

yaitu 8,67 kg setiap Ha dan Proclaim yaitu 4 kg setiap hektarnya.

Kemudian dilakukan peremajaan kembali tanaman dengan mencabut

tanaman yang terserang parah. Agar tanaman tidak terserang hama

panyakit dilakukan pemupukan yang seimbang.

 Pemanenan

Pemanenan yang dianjurkan yaitu pada pagi atau sore hari dengan

mencabut seluruh bagian tanaman dan memilih tanaman yang sudah

optimal. Umur panen adalah 35-40 hari. Panen pertama dilakukan mulai

umur 35 hari, kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali

(http://shantybio.com/Biologi_Taksonomi:Edible_Artikel_Tentang_Bayam. 2007)

Uraian di atas terangkum pada tabel 5.1 berikut ini

Tabel 5.1 Paket Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang

NO Teknologi Budidaya Anjuran

1 Pembibitan 1. Benih bersertifikat

2. Benih bersegel

(58)

2 Persiapan lahan 1. Lahan dicangkul sedalam 30 - 40 Cm

dan dibersihkan dari lalang dan

rumput-rumput yang merugikan tanaman

2. Pencangkulan dilakukan 1 2 minggu

sebelum tanam

3. Pembuatan bedengan ± 1m, jarak antara

bedeng 15-20 Cm

4. Pembuatan parit dengan lebar 25 30

Cm dan kedalaman 30 Cm

3 Penanaman 1. Ditanam pada awal musim hujan dan

awal musim kemarau

2. Penyiraman dilakukan ± 4 kali sehari

bila matahari sangat terik

3. Benih disebar di atas bedengan yang

sudah dipersiapkan

4. Benih ditanam pada kedalaman 1 2

Cm dengan jarak antara lubang ±5-8

(59)

4 Pemeliharaan 1. Diberi pupuk organik ( kotoran hewan,

kompos, dan sisa-sisa tanaman hijau )

2. Diberi pupuk anorganik yaitu NPK dan

Rustica

3. Dosis pupuk untuk tanaman bayam

jepang tiap hektarnya yaitu 59,2 ton

pupuk kandang, 2,07 ton NPK dan

0,416 ton Rustica

4. Pupuk tersebut dicampur dan diberikan

bersamaan dengan penanaman sebagai

pupuk dasar

5. Pemberian pupuk dapat dilakukan

dengan cara dibenamkan atau disiram

5 Pengendalian Hama & Penyakit

1. Menggunakan pestisida antrocol dan

proclaim

2. Dosis untuk antrocol yaitu 8,67 Kg

setiap Ha dan Proclaim yaitu 4 Kg

setiap hektarnya.

3. Peremajaan kembali tanaman dengan

mencabut tanaman yang terserang

parah

Gambar

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran
Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran
Tabel. 3.2 Spesifikasi Pengumpulan Data
Tabel 4.1. Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi yang meliputi umur petani, tingkat pendidikan, lama berusahatani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap

Pendidikan, umur, tanggungan keluarga, pengalaman tani, luas lahan dan jumlah pohon kelapa secara serempak berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan petani

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat hubungan yang lemah dan nyata antara karakteristik petani (umur, tanggungan keluarga, luas lahan dan pengalaman

Untuk menganalisis faktor tingkat pendidikan petani, umur petani, lamanya bertani, kinerja penyuluh pertanian dan luas lahan yang mempengaruhi adopsi tatacara penggunaan

Nilai Significancy menunjukkan luas lahan, pendapatan, dan tingkat kosmopolitan memiliki hubungan sangat nyata terhadap tingkat adopsi inovasi budidaya padi (Oryza

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi dari pada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak sudah dapat membuat perbandingan

Untuk menganalisis perbedaan hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP dengan

Diduga status sosial ekonomi ( umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, luas lahan, dan pendapatan), sifat inovasi (keuntungan relatif,