• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Cabai Merah (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Cabai Merah (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK

PADA KOMODITI CABAI MERAH

(Kasus: Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH:

MAHARANI JUITA SARI

060309031

SEP – PKP

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK

PADA KOMODITI CABAI MERAH

(Kasus: Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH:

MAHARANI JUITA SARI

060309031

SEP – PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat

Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Yusak Maryunianta, M.Si.) (

NIP: 131 618 780 NIP: 196509261993031002

Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

RINGKASAN

MAHARANI JUITA SARI (060309031/AGRIBISNIS-PKP) dengan judul

penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI

CABAI MERAH (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo)” yang

dilakukan pada tahun 2010. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si, dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dan bagaimana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.

Pemilihan daerah penelitian ditentukan secara Stratified Random Sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada 180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara serta literatur yang mendukung penelitian.

Dari hasil penelitian diperoleh:

1. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.

(4)

RIWAYAT HIDUP

MAHARANI JUITA SARI, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1988.

penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari Ayahanda Syahrial Menan,

S.E dan Ibunda Rosita.

Jenjang pendidikan:

1. SD Angkasa 2 Medan tamat tahun 2000

2. SLTP Angkasa Medan tamat tahun 2003

3. SMA Negeri 2 Medan tamat tahun 2006

4. Diterima di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Departemen

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun

2006 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

5. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pasir Tengah

Kecamatan Tanah Pinem Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara pada tahun

2010.

6. Melakukan penelitian Bulan September 2010 di Kecamatan Berastagi,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP INOVASI PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI CABAI MERAH (Kasus: Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo)”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Keluargaku tersayang, Papaku Syahrial Menan S.E dan Mamaku Rosita juga Adik-adikku tersayang Mega Puspita Sari dan Akhbar Maulana atas dukungan kasih sayang, nasehat, doa dan kesabaran.

2. Komisi pembimbing Bapak Ir. Yusak Maryunianta M.Si dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si atas segala bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini .

3. Ketua Departemen Agribisnis Bapak Ir. Luhut Sihombing M.P, dan Ibu Dr. Ir. Salmiah M.Si selaku Sekretaris Departemen Agribisnis, serta kepada seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan.

4. Para responden, Bapak Karten Tarigan selaku Kordinator Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Berastagi dan Bapak Bijak Ginting. S.Sn. M.Hum yang begitu banyak membantu di daerah penelitian.

5. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Angga Fernando. Amd, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, serta kepada seluruh teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak bagi perbaikan kualitas skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Medan, Desember 2010

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ……….. vi

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………. 1

Identifikasi Masalah ………..…….….. 6

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

Tinjauan Pustaka ... 8

Landasan Teori ... 12

Kerangka Pemikiran ... 17

Hipotesis Penelitian ... 21

METODE PENELITIAN ... 22

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

Metode Pengambilan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 22

Metode Analisis Data ... 23

Definisi dan Batasan Operasional ………... 27

Definisi ……… 27

Batasan Operasional ……….…... 29

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 30

Deskripsi Daerah Penelitian ... 30

Karakteristik Sampel ………... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 34

Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah Terhadap Pertanian Semi Organik di Kecamatan Berastagi ... 34

Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah ……….… 44

KESIMPULAN DAN SARAN ……….… 51

Kesimpulan ……….……. 51

Saran ……….……... 51

Saran Kepada Pemerintah ... 51

Saran Kepada Penyuluh Pertanian ... 52

Saran Kepada Petani Cabai Merah ... 52

(7)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabubaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2009 ... 4

2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2009 ... 5

3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah di Kecamatan Berastagi Tahun 2009 ... 6

4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Berastagi ... 22

5. Spesifikasi Pengumpulan Data ... 23

6. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Kelompok Umur Tahun 2009 ... 31

7. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 ... 31

8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Berastagi ... 32

9. Luas Tanah Menurut Penggunaannya ... 32

10. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Berastagi ... 33

11. Pernyataan Tingkat Adopsi ... 36

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Karakteristik Petani Sampel ... 4

2. Sarana Produksi Bibit ... 3

3. Sarana Produksi Pupuk ... 4

4. Sarana Produksi Obat-obatan ... 6

5. Total Biaya Sarana Produksi Bibit, Pupuk, Obat-obatan ... 8

6. Biaya Tenaga Kerja ……… 9

7. Penyusutan Alat per Tahun ……… 11

8. Biaya Produksi per Petani ……….. 13

9. Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Merah ...15

10. Sumber Pendapatan Petani ... 16

11. Pernyataan Tingkat Adopsi ... 18

12. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Adopsi ... 24

13. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Adopsi ……… 25

14. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Adopsi ... 26

15. Perhitungan Nilai Skala Tingkat Adopsi ………... 27

16. Hasil Interpretasi Jumlah Skor Untuk Variabel Tingkat Adopsi ... 28

17. Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Kosmopolitan ……….. 30

18. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Kosmopolitan ... 31

19. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Kosmopolitan ……… 33

20. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Kosmopolitan ….34 21. Perhitungan Nilai Skala Tingkat Kosmopolitan ………... 36

22. Hasil Interpretasi Jumlah Skor Untuk Tingkat Kosmopolitan ... 37

23. Pernyataan Untuk Variabel Tingkat Partisipasi Petani ... 39

24. Jawaban Responden Terhadap Tingkat Partisipasi Petani ... 40

25. Frekuensi Jawaban Pernyataan Tingkat Partisipasi ... 41

26. Metode Succesive Interval Untuk Variabel Tingkat Partisipasi …….. 42

(9)

No. Judul Halaman 29. Data Input Analisis Regresi Linier Berganda ... 47

30. Hasil Analisis Korelas Pearson ………. 49

(10)

RINGKASAN

MAHARANI JUITA SARI (060309031/AGRIBISNIS-PKP) dengan judul

penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN SEMI ORGANIK PADA KOMODITI

CABAI MERAH (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo)” yang

dilakukan pada tahun 2010. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si, dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dan bagaimana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.

Pemilihan daerah penelitian ditentukan secara Stratified Random Sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada 180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara serta literatur yang mendukung penelitian.

Dari hasil penelitian diperoleh:

1. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai sebagai komoditi sayuran mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi

dibanding jenis sayuran lainnya. Cabai mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan

manusia. Pada umumnya, cabai dikonsumsi atau diperlukan oleh seluruh lapisan

masyarakat untuk bahan penyedap berbagai macam masakan, antara lain sebagai

sambal atau saus. Oleh karena itu cabai dikenal masyarakat sebagai sayuran rempah

(bumbu dapur). Fungsi cabai dalam berbagai makanan atau masakan terutama untuk

memberikan rasa pedas atau hangat sehingga masakan akan terasa lebih segar (Tim

Bina Karya Tani, 2008).

Luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura

didunia adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan

untuk budidaya tanaman serealia (biji – bijian) atau tanaman pangan lainnya. Luas

lahan budidaya tanaman hortikultura kurang dari 10% dari total lahan pertanian dunia.

Di Indonesia, luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman

hortikultura juga relatif kecil dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan

untuk jenis tanaman pangan lainnya. Walaupun demikian, budidaya tanaman

hortikultura tidak dapat diabaikan, karena tanaman ini penting peranannya sebagai

sumber gizi (tanaman sayuran dan buah – buahan) dan keindahan (tanaman hias) yang

dibutuhkan manusia dalam hidupnya (Lakitan, 1995).

Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman

yang nantinya menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian

merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya.

(12)

bahan kimia pertanian, termasuk: bahan kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah

lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam

meningkatkan produksi tanaman (Sutanto, 2002).

Pertanian organik mengedepankan hubungan yang harmonis antar unsur-unsur

yang ada di alam. Tidak hanya menjadi solusi karena mampu secara langsung

menggantikan revolusi hijau untuk menyediakan pangan dan penghidupan secara

berkelanjutan, tetapi pertanian organik juga mampu memperbaiki kerusakan yang

sudah terjadi akibat revolusi hijau (Eliyas, 2008).

Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang akrab lingkungan

karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak dapat membagi

kebutuhan masyarakat. Untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat tersebut, perlu

diupayakan peningkatan produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian

konvensional. Tetapi pertanian konvensional banyak tergantung pada bahan kimia

yang harganya mahal, bahkan sering langka. Ketergantungan ini dapat menyebabkan

produksi yang merosot dan biaya produksi yang tinggi. Permasalahan yang dihadapi

pertanian konvensional dapat diselesaikan dengan mengembangkan pertanian organik

(Pracaya, 2002).

Penyuluhan pertanian memiliki kegiatan tertentu agar tujuan yang

diinginkannya (perbaikan-perbaikan teknologi, cara kerja dan tingkat kehidupan para

petani dipedesaan) dapat tercapai. Kegiatan itu harus dilaksanakan secara teratur dan

terarah, tidak mungkin dilaksanakan begitu saja. Oleh karena itu memerlukan metode

atau cara-cara yang dapat digunakan yang harus bersifat mendidik, membimbing dan

menerapkan, sehingga para petani dapat menolong dirinya sendiri, memperbaiki

tingkat pemikiran, tingkat kerja dan tingkat kesejahteraan hidupnya (Kartasapoetra,

(13)

Tingkat adopsi dipengaruhi oleh tingkat persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi

dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian serta

peranan dari keluarga petani. Inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena:

• Memiliki keuntungan relatif yang tinggi bagi petani

• Sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya • Tidak rumit

• Dapat dicoba dalam skala kecil

• Mudah diamati

Hasil penelitian adopsi inovasi dapat digunakan oleh organisasi penyuluhan pertanian

untuk mempercepat tingkat adopsi inovasi atau mengubah proses adopsi inovasi

sedemikiann rupa sehingga kategori petani tertentu dapat mengadopsinya lebih cepat

(Van Den Ban dan Hawkins, 1999).

Salah satu daerah yang membudidayakan cabai merah di Indonesia adalah

Propinsi Sumatera Utara dengan salah satu wilayah penghasil cabai merah adalah

Kabupaten Karo. Gambaran perkembangan luas panen, produksi dan produktifitas

(14)

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara

No. Kabupaten Luas Panen

(Ha)

2 Mandailing Natal 286 1652 57.76

3 Tapanuli Selatan 507 2514 49.59

4 Tapanuli Tengah 509 2739 53.81

5 Tapanuli Utara 878 4263.4 48.56

6 Toba Samosir 195 1529 78.41

7 Labuhan Batu 215 130 6.05

8 Asahan 193 1526 79.07

9 Simalungun 2104 13659 64.91

10 Dairi 680 1625 23.90

11 Karo 4173 37672 90.28

12 Deliserdang 3692 19213 52.04

13 Langkat 383 1318 34.41

14 Nias Selatan 160 415 25.94

15 Humbang Hasundutan 643 3348.6 52.08

16 Pak-pak Barat 23.5 424.4 180.60

17 Samosir 265 1325 50.00

18 Serdang Bedagai 223 651 29.19

19 Batu Bara 178 1190 66.85

20 Sibolga 0 0 0.00

21 Tanjung Balai 35.5 230.75 65.00

22 Pematang Siantar 27 113 41.85

23 Tebing Tinggi 3 10 33.33

24 Medan 85 575 67.65

25 Binjai 108 1285 118.98

26 Padang Sidempuan 98 798.21 81.45

16278 99731.36 59.06 Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009

Dari Tabel.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Karo dengan luas panen 4173 Ha,

produksi 37672 Ton, dan produktifitas 90,28 Kw/Ha merupakan daerah penghasil

cabai terbesar di Sumatera Utara.

Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan. Pada Tabel.2. ditunjukkan luas

panen, produksi, dan produktifitas cabai merah per kecamatan yang terdapat di

(15)

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo.

No. Kecamatan Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktifitas (Kw/Ha)

1 Mardingding 42 138 32.86

2 Laubaleng 127 479 37.72

3 Tigabinanga 175 850 48.57

4 Juhar 5 26 52.00

5 Munte 246 2981 121.18

6 Kutabuluh 250 750 30.00

7 Payung 944 8944 94.75

8 Tiganderket 79 734 92.91

9 Simpang Empat 1124 11240 100.00

10 Naman Teran 265 1952 73.66

11 Merdeka 165 1365 82.73

12 Kabanjahe 197 2758 140.00

13 Berastagi 84 728 86.67

14 Dolat Rayat 146 2242 153.56

15 Tigapanah 28 300 107.14

16 Merek 223 1333 59.78

17 Barusjahe 73 852 116.71

4173 37672 90.28

Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009

Dari Tabel.2. dapat dilihat Kecamatan Berastagi luas panen 84 Ha, produksi

728 Ton, produktifitas 86,67 Kw/Ha. Kecamatan Berastagi dipilih karena sebagian

petani cabai di Kecamatan Berastagi sudah menerapkan inovasi pertanian organik.

Kecamatan Berastagi terdiri dari 9 desa, tetapi hanya 8 desa yang

mengusahakan cabai merah. Pada Tabel.3. dapat dilihat luas panen, produksi, dan

(16)

Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas cabai merah di Kecamatan Berastagi Tahun 2009.

No. Desa /Kelurahan Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktifitas (Kw/Ha)

1 Gurusinga 20 173.3 86.65

2 Raya 30 260 86.67

3 Rumah Berastagi 10 86.6 86.60

4 Tambak Lau Mulgap II 5 43.4 86.80

5 Gundaling II 4 34.7 86.75

6 Gundaling I 3 26 86.67

7 Tambak Lau Mulgap I 0 0 0.00

8 Sempajaya 5 43.4 86.80

9 Doulu 7 60.6 86.57

84 728 86.67

Jumlah

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

Dari Tabel.3. dapat dilihat bahwa Desa Raya merupakan daerah terbesar

penghasil cabai merah untuk Kecamatan Berastagi. Desa Raya memiliki luas panen 20

Ha, produksi 260 Ton, dan produktifitas 86,67. Berdasarkan uraian tersebut untuk

mengetahui lebih jauh mengenai tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian

organik pada cabai merah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan

Berastagi, maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah di tiga desa penghasil cabai

terbesar di Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi yaitu Desa Raya, Desa Gurusinga,

Desa Rumah Berastagi.

Identifikasi Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai

merah di daerah penelitian?

2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap

(17)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik

pada cabai merah di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah

penelitian.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi petani cabai merah untuk mengetahui masalah yang

dihadapi dalam mengelola dan mengembangkan usaha tani cabai merah.

2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan

pengembangan usaha tani cabai merah.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan pernyataan Tim Bina Karya Tani (2008), yang menyatakan

bahwa tanaman cabai merah dapat tumbuh subur diberbagai ketinggian tempat, mulai

dari dataran rendah sampai dataran tinggi, bergantung pada varietasnya. Terdapat

beberapa kondisi lingkungan yang harus dipenuhi agar produktifitas cabai menjadi

optimal, yaitu:

1. Sebagian besar sentra produsen cabai berada di dataran tinggi dengan

ketinggian antara 1.000 – 1.250 meter dari permukaan laut (dpl).

2. Tanaman tidak tahan hujan juga tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik.

Inilah sebabnya cabai lebih memungkinkan ditanam didaerah kering dan sejuk

dari pegunungan, dari pada dataran rendah.

3. Rata – rata suhu yang baik adalah antara 210 – 280

4. suhu panas terutama diperlukan pada waktu berbunga.

C. Suhu udara yang terlalu

tinggi menyebabkan buahnya sedikit.

Benih cabai dapat diperoleh dari buah yang tua yang bentuknya sempurna,

tidak cacat dan bebas hama penyakit. Belah buah cabai secara memanjang. Keluarkan

bijinya dan jemur. Biarkan hingga kering. Biji seperti ini bisa langsung disemai. Biji

yang terpilih untuk ditanam sebaiknya mengalami perlakuan benih dahulu. Benih

direndam dalam larutan kalium hipoklorit 10% sekitar 10 menit. Tindakan ini sebagai

penangkal penyakit virus yang sering terdapat pada benih. Benih juga dapat direndam

dalam air hangat (suhu 50oC selama semalam. Tujuan perendaman agar benih cepat

(19)

persemaian dengan atap daun kelapa, daun pisang, atau alang – alang. Pada daerah

dataran tinggi sebaiknya dibuat atap yang kekuatannya memadai. Arah persemaian

dibuat menghadap ke timur. Tanah bedengan dibuat agak gembur. Tambahkan pupuk

kandang dengan dicampur merata. Tebarkan biji cabai dan siram dengan sprayer halus

agar tumbuh baik. Setelah berumur 30-40 hari setelah semai bibit siap ditanam di

lahan (Nazaruddin, 2000).

Pemeliharaan tanaman cabai tidak terlalu sulit. Dengan cara membersihkan

rumput pengganggu, menjaga ketersediaan air, dan memberantas hama serta penyakit.

Penyakit utama yang sering menanggalkan tanaman cabai ialah penyakit yang

disebabkan virus daun keriting. Virus ini ditularkan kutu daun. Virus tersebut merusak

daun muda sehingga menjadi keriting atau menggulung dan mengecil. Sampai

sekarang penykit ini belum dapat diberantas sehingga bila ada tanaman yang terserang

lebih baik dicabut dan dibuang agar tidak menular (Sunarjono, 2004).

Sesuai dengan pernyataan Redaksi Agro Media (2008), yang menyatakan

bahwa penentuan waktu tanaman harus tepat untuk memperoleh produksi buah cabai

yang berkualitas dan berkuantitas tinggi. Penetuan waktu tanam juga berpengaruh

pada harga jual cabai akibat permintaan pasar.

a. Penentuan waktu tanam berdasarkan musim

Cabai merupakan tanaman semusim. Umumnya petani menanam cabai

pada musim kemarau setelah tanam palawija. Hal ini sesuai karakteristik cabai

yang pertumbuhannya baik generatif maupun vegetatif membutuhkan sinar

matahari penuh dan cuaca cerah. Umumnya petani menanam cabai saat musim

(20)

b. Penentuan waktu tanam berdasarkan harga jual

Untuk memperoleh harga jual yang tinggi biasanya dilakukan petani

cabai dadakan atau petani musiman.

c. Penentuan waktu tanam berdasarkan permintaan pasar

Harga cabai merangkak naik saat musim hujan. Pada musim tersebut

budidaya cabai terbentur pada masalah perawatan serta pengendalian hama dan

penyakit. Bagi petani yang kurang berpengalaman, pasti tanaman cabainya

mengalami kerusakan. Hal demikian menjadikan pasokan cabai berkurang.

d. Rotasi tanaman

Secara tradisional, terutama dilahan sawah penanaman cabai biasanya

dirotasi dengan tanaman lain. Hal ini dilakukan oleh petani karena faktor kultur

budidaya serta untuk memutus siklus hama atau penyakit tanaman. Para petani

di pedesaan yang belum mengetahui teori dan teknik rotasi biasanya mentukan

rotasi tanaman berdasarkan pengalaman turun temurun.

Bila tidak ada hambatan dan perawatan cukup intensif, tanaman akan dapat

dipanen pertama kalinya pada usia 70 – 75 hari. Untuk selanjutnya tanaman dapat

dipanen secara terus menerus dengan selang waktu satu atau dua minggu sekali.

Sebenarnya panen dilakukan petani berdasarkan pada keadaan pasar. Bila pasar cabai

kurang menguntungkan buah dipanen dalam keadaan yang benar – benar tua ataupun

waktu panennya agak lama. Sebaliknya bila keadaan pasar menguntungkan, petani

memanen cabai ini dengan selang waktu pendek (Setiadi, 2008)

Memelihara kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian.

Ciri keberlanjutan dalam pembangunan pertanian harus memperhatikan aspek

(21)

kesatuan yang utuh. Keberlanjutan dalam aspek lingkungan mengarah pada satu

kegiatan pertanian tanah lingkungan. Hal tersebut menjadi tuntutan konsumen dunia

sekaligus menjamin kesinambungan kegiatan pertanian. Keberlanjutan dalam aspek

produksi mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara rasional dan bertumpu

pada kekuatan iptek dan sumber daya manusia pertanian yang tangguh. Keberlanjutan

dalam aspek kebersamaan atau keadilan harus menjamin eksistensi pelaku bisnis

pertanian skala kecil dan menengah yang ada saat ini ke arah yang semakin

berkembang (Mangunwijdaja dan Sailah, 2005).

Pengembangan pertanian daerah mengarah pada basis pengembangan sistem

agribisnis dan berwawasan keserasian lingkungan. Perlu dikembangkan keterkaitan

yang erat dan dinamis antar lembaga dan pendukung sistem agribisnis terutama di

tingkat Balai Penyuluhan Pertanian. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga

penyuluhan (pendidikan dan pengembangan), lembaga pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (lembaga penelitian dan perguruan tinggi), lembaga

pelayanan, lembaga pengaturan/pengawasan (dinas subsektoral dan instansi terkait),

lembaga bisnis (swasta dan koperasi), lembaga keuangan (perbankan), dan lembaga

usaha tani. Keterkaitan antar lembaga tersebut bertumpu pada kepentingan petani dan

pengembangan usaha tani (Slamet, 2003).

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang

meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman

hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan

penggunaan praktik manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan

setempat dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan

(22)

Landasan Teori

Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1988), menyatakan bahwa faktor –

faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi terhadap suatu inovasi pertanian dapat

dipengaruhi oleh:

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan

menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan

praktek pertanian yang lebih modern. Pentani yang berpendidikan tinggi akan

lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur petani

Semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu

terhadap apa yang belum diketahui. Dengan demikian petani akan lebih cepat

melakukan adopsi inovasi.

c. Luas lahan

Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan

inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan

penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin

lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar

mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup

keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus

mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang

(23)

e. Pengalaman bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan

inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih

banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

f. Total pendapatan

Pendapatan usaha tani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan

tingkat difusi pertanian. Kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan

dalam difusi inovasi yang cepat sesuai kondisi pertanian yang dimiliki oleh

petani, hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi.

Sebaliknya banyak kenyataan petani yang berpenghasilan rendah adalah

lambat dalam melakukan difusi inovasi.

g. Tingkat Kosmopolitan

Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui

frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi

mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran

yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar.

h. Tingkat Partisipasi

Memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara

berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit

terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani

menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian.

Sesuai dengan pernyataan Slamet, M. (2003), bahwa dalam proses penerimaan

(24)

sesuatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Tahapan-tahapan tersebut adalah

sebagai berikut:

• Tahap mengetahui inovasi

Pada tahap ini seseorang baru sadar terdapat sesuatu inovasi yang baru

saja mereka ketahui. Tahapan inovasi dapat diketahui dengan mendengar,

membaca atau melihat, tetapi pengertian orang tersebut belum mendalam.

• Tahap memperhatikan

Setelah seseorang mengetahui adanya sesuatu inovasi maka proses

selanjutnya ia akan memperhatikan, dengan cara mencari kejelasan tentang

inovasi yang didengar, dibaca atau dilihat. Tahapan ini sering disebut

dengan tahapan menarik perhatian atau seseorang mulai sadar bahwa telah

terdapat teknologi baru yang mungkin dapat dicontoh dalam meningkatkan

produksi dan produktifitas usaha taninya.

• Tahap melakukan penilaian

Dari memperhatikan inovasi yang menarik dirinya, seseorang

selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap inovasi tersebut. Jika

penilaian terhadap inovasi telah dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik

adalah bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan maka seseorang

akan melangkah ke tahap berikutnya.

• Tahap mencoba

Dari penilian terhadap inovasi yang diperkenalkan seseorang dapat

menarik kesimpulan bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan

dirinya maka ia akan tertarik untuk mencoba menerapkan inovasi tersebut.

Sehingga pada akhirnya dapat mengambil keputusan terhadap inovasi yang

(25)

• Tahap menerapkan atau menolak inovasi

Tahapan ini yaitu tahapan dimana seseorang akan menerima atau

menolak inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Jika hasil dari inovasi yang

dicoba dapat memberikan keuntungan maka akan diterapkan, sebaliknya jika

hasil yang diperoleh dipandang kurang memuaskan maka inovasi akan

ditolak.

Dinegara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia tingkat kesejahteraan

masih rendah. Karena itu pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat

kesejahteraan rakyat. Tanpa pembangunan akan terjadi kerusakan lingkungan yang

akan menjadi semakin parah seiring dengan waktu. Akan tetapi pembangunan juga

dapat dan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk menghindari ini,

pembangunan harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi keberlanjutan untuk

jangka panjang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada dasarnya

merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan. Ekologi

pembangunan merupakan cabang khusus ekologi manusia (Soemarwoto, 1994).

Para petani tradisional pada awalnya hanya menggunakan pupuk organik.

Namun dengan semakin meluasnya areal pertanian, pupuk organik tidak lagi

mencukupi sehingga kemudian muncul pupuk anorganik yang lebih dikenal sebagai

pupuk kimia. Pupuk anorganik memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan pupuk

organik, diantaranya mampu memberikan efek yang lebih cepat dan memiliki bentuk

fisik yang lebih praktis dan menarik. Karena lebih mudah mendapatkannya, petani pun

kemudian lebih menyukainya. Namun seiring berjalannya waktu kemudian disadari

(26)

efek penggunaannya lebih lambat namun pupuk organik lebih ramah lingkungan

dibanding pupuk anorganik (Yuliarti, 2009).

Apa yang disebut dengan pertanian organik diatur oleh standar tertentu. Untuk

manguji apakah sebuah proses produksi sudah layak disebut organik maka biasanya

ada lembaga tertentu yang memiliki otoritas untuk menilai dan memberikan

kesimpulan. Biasanya, regulasi ini hanya menyangkut produk pertanian organik yang

diperdangangkan kepada publik. Oleh sebab itu, dalam regulasi, tidak sembarangan

orang atau organisasi boleh menyebutkan bahwa produk yang mereka perdangangkan

ke publik adalah produk pertanian organik. Jika ada pelanggaran terhadap peraturan

atau regulasi tersebut maka ada konsekwensi hukum yang menyertainya (Eliyas,

2008).

Pada prinsipnya pertanian organik sejalan dengan perkembangan pertanian

dengan masukan teknologi rendah dan upaya menuju pembangunan pertanian yang

berkelanjutan. Pertanian organik akan memberikan banyak keuntungan ditinjau dari

peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, serta

lingkungan dalam mempertahankan ekosistem (Sutanto, 2002).

Kerangka Pemikiran

Petani cabai merah dalam melakukan budidaya cabai merah melakukan

tahapan-tahapan seperti: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan,

pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Penyuluh mempunyai peranan

dalam memperkenalkan inovasi pertanian organik kepada para petani. Dengan bantuan

penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh para petani khususnya petani cabai

(27)

penyampaian program pertanian kepada petani. Mereka dapat memperoleh informasi

dari media massa melalui radio, televisi, majalah, koran dan sebagainya.

Dalam mengadopsi suatu program penyuluhan pertanian, petani dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas

lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan petani, tingkat kosmopolitan dan tingkat

partisipasi petani.

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi

bila dibandingkan petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan

sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat

dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan

kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi suatu inovasi. Petani

tidak mau mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi

dari pada petani pemula. Karena dengan pengalaman yang lebih banyak petani dapat

membuat perbandingan dalam membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi.

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok

sosial yang lain. Umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila

dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal

karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau

mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum mengenal informasi yang

cukup tentang inovasi tersebut.

Program pertanian organik tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan petani cabai

merah. Hal ini dikarenakan para petani mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan

(28)

usaha taninya. Penggunaan pupuk kimia sangat membantu petani dalam kegiatan

usaha taninya, karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, namun tidak ramah

lingkungan. Namun untuk menerapkan pertanian organikpun para petani belum

sanggup karena pertumbuhan tanaman sangat lambat. Hal ini akan merugikan petani.

Dengan demikian petani masih sampai pada pertanian semi organik yaitu dengan

menggunakan pupuk organik untuk membantu memperbaiki srtuktur tanah disertai

dengan penggunaan pupuk kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman.

Petani dalam mengadopsi inovasi pertanian organik tidak sama. Ada yang

cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan tinggi,

(29)

Skema Kerangka Pemikiran

Tingkat adopsi petani

Tinggi Sedang

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi:

(30)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik positif.

2. Umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, pendapatan petani, luas lahan,

pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja

mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik cabai

(31)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan lokasi ini dilkukan secara sengaja atau purposive, suatu cara

penentuan daerah penelitian berdasarkan kriteria yang sesuai dengan penerapan

pertanian semi organik pada petani cabai. Daerah penelitian adalah di Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo.

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode stratified

sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada

180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK. Jumlah populasi dan sampel

petani cabai merah dapat dilihat pada Tabel.4.

Tabel.4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Berastagi.

Luas Lahan (Ha) Populasi (KK) Sampel (KK)

(< 0.15) 60 10

(0.16 - 0.5) 120 20

Jumlah 180 30

Sumber: Pra Survei, 2010

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari metode ini terdiri dari data primer dan data

skunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan

menggunakan pertanyaan atau kuisioner yang dibuat terlebih dahulu sedangkan data

skunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten

(32)

Tabel 5.Spesifikasi Pengumpulan Data

No. Jenis Data Sumber Metode

Wawancara Observasi 1. Identifikasi Petani

Tingkat Pendidikan

2. Monografi Kecamatan BPS

SUMUT - -

3. Teknologi Budidaya: pembibitan

persiapan lahan penanaman pemeliharaan

pengendalian hama dan penyakit pemanenan

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesisi 1 digunakan metode analisis deskriptif yang

dibantu dengan skoring terhadap data yang berskala ordinal. Adapun data yang

berskala ordinal yang digunakan yaitu; tingkat adopsi petani, tingkat kosmopolitan,

dan tingkat partisipasi petani.

Setelah data dan informasi terkumpul, selanjutnya data yang berskala ordinal

ditransformasi menjadi data berskala interval melalui Methods of Successive Interval

(MSI).

Tujuan dari hipotesis 1 dicari menggunakan metode analaisa penilaian

dengan skor, untuk mencari tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik ,

yaitu:

• Tinggi, apabila pilihan jawaban ”a” = skor 3 • Sedang, apabila pilihan jawaban ”b” = skor 2

(33)

Setelah diperoleh skor keseluruhan, lalu digunakan Methods of Successive Interval

(MSI) dengan langkah sebagai berikut:

1. Perhatikan f (frekuensi) responden (banyaknya responden memberikan respon

yang ada).

2. Bagi setiap bilanagan pada f (frekuensi) oleh banyaknya responden, sehingga

diperoleh proporsi.

Proporsi= Frekuensi

Jumlah responden

3. Jumlah p (proporsi) secara berurutan untuk setiap respon sehingga keluar proposi

kumulatif.

4. Proporsi kumululatif (pk) dianggap mengikuti distribusi normal baku.

5. Hitung SV (Scale Value = nilai skala) dengan rumus:

SV =

Area under upper lim it-Area under lower lim it Density at lower lim it-Density at upper up lim it

6. SV (Scale Value = nilai skala) yang nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar)

diubah menjadi sama dengan satu (=1).

Tingkat adopsi dikatakan:

a. Tinggi, apabila sampel melakukan segala upaya untuk menerapka pertanian semi

organik.

b. Sedang, apabila sampel tidak sepenuhnya mengeluarkan upaya untuk menerapkan

pertanian organik.

c. Rendah, apabila sampel sama sekali tidak ada mengeluarkan upaya untuk

(34)

Tingkat kosmopolitan, dikatakan:

a. Tinggi, apabila terjadi intensitaas yang tinggi (setiap hari) dalam berinteraksi

terhadap dunia luar.

b. Sedang, apabila terjadi intensitas yang sedang (beberapa kali dalam sebulan)

dalam berinteraksi terhadap dunia luar.

c. Rendah, apabila terjadi iintensitas yang rendah (beberapa kali dalam setahun atau

tidak pernah sama sekali) dalam berinteraksi terhadap dunia luar.

Tingkat partisipasi, dikatakan:

a. Tinggi, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang tinggi (beberapa kali dalam

seminggu) terhadap kegiatan pertanian.

b. Sedang, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang sedang (beberapa kali dalam

sebulan) terhadap kegiatan pertanian.

c. Rendah, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang rendah (beberapa kali dalam

setahun atau tidak pernah sama sekali) terhadap kegiatan pertanian.

Untuk menguji hipotesis 2 digunakan dengan metode analisis regresi linear

berganda, yaitu:

: Tingkat pendidikan (tahun)

3

X

: Pengalaman bertani (tahun)

(35)

X5

X

: Jumlah tanggungan keluarga (orang)

6

X

: Tingkat cosmopolitan (skor)

7

X

: Total pendapatan (Rp/ musim tanam)

8

a : Konstanta

: Tingkat partisipasi petani (skor)

Kemudian diuji dengan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut:

)

JK(reg) : Jumlah kuadrat regresi

JK(res) : Jumlah kuadrat residu

n : Sampel

k : Derajat kebebasan

Kriteria uji:

Jika F hitung < F tabel berarti H0 diterima atau H1

Jika F hitung > F tabel berarti H

ditolak

0 ditolak atau H1

(Sarwoko, 2005).

diterima

Definisi dan Batasan Operasional

Definisi

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hasil penelitian maka dibuat

definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Petani cabai merah adalah orang yang melaksanakan dan mengolah usaha tani

(36)

2. Kelompok tani adalah suatu wadah yang terdiri dari beberapa petani yang

memiliki tujuan dan kebutuhan yang sama dalam menjalankan usaha taninya.

3. Kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan nonformal yang

diberikan kepada petani dan keluarganya yang bertujuan untuk membantu para

petani dalam penerangan terhadap inovasi baru dalam melakukan usaha

taninya.

4. Pertanian semi organik adalah suatu program penyuluhan pertanian yang

bertujuan untuk menjadikan petani kembali pada pertanian tradisional yang

ramah lingkungan. Karena sulitnya melakukan pertanian organik secara

langsung maka dilakukan secara bertahap yaitu dengan menggunakan pupuk

organik pada awal penanaman selanjutnya pada pemupukan berikutnya dibantu

dengan pupuk kimia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan para

petani terhadap pupuk kimia.

5. Pertanian organik adalah suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan

semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan

limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi

makanan pada tanaman.

6. Adopsi adalah sesuatu hal atau teknologi baru yang sudah diterapkan petani

secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usaha tani.

7. Umur sampel adalah umur penduduk sampel sejak dilahirkan hingga saat

penelitian dilaksanakan yang dinyatakan dalam tahun.

8. Tingkat pendidikan sampel adalah pendidikan formal terakhir yang pernah

ditempuh oleh sampel dinyatakan dalam tahun.

9. Pengalaman bertani adalah lamanya petani di dalam mengelola usaha taninya

(37)

10.Luas lahan adalah luas sebidang tanah yang diusahakan petani dalam

pertanaman cabai di daerah penelitian diukur dengan satuan Ha.

11.Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang masih

menjadi beban tanggungan petani pada saat penelitian (dalam satuan orang).

12.Total pendapatan adalah jumlah pendapatan petani yang diperoleh dari selisih

penerimaan usaha tani dengan biaya produksi dalam satuan rupiah pada saat

penelitian diukur dalam satuan Rupiah (Rp).

13.Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara

berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit

terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani

menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian.

14.Sumber Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan melalui proses

komunikasi.

15.Tingakat Kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar

yang diukur berdasarkan sumber – sumber informasi yang diperoleh.

Batasan Operasional

1. Sampel adalah para petani cabai merah yang terletak di daerah penelitian.

2. Tempat penelitian adalah Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Povinsi

Sumatera Utara.

(38)

DESKRIPSI WILAYAH PENELITAN

DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

a. Geografis Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Karo yang memiliki luas wilayah 30,50 km2

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Berastagi adalah sebagai berikut:

serta terdiri dari 4 kelurahan, yaitu

Tambak Lau Mulgap II, Gundaling II, Gundaling I, dan Tambak Lau Mulgap I, dan 5

desa, yaitu Guru Singa, Raya, Rumah Berastagi, Sempajaya dan Doulu.

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe  Seblelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat

 Sebelaha Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiga Panah dan Barusjahe

b. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi adalah 45.011 jiwa (10.464 KK)

dengan jumlah penduduk pria sebanyak 21.130 orang dan wanita sebanyak 23.881

orang. Untuk melihat gambaran yang jelas dari komposisi penduduk menurut

(39)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Kelompok Umur

No

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (Orang) (Jiwa) (%) Sumber: Berastagi dalam Angka 2009

Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak ada pada

kelompok umur 0 – 4 tahun yaitu sebanyak 5.084 jiwa dengan persentase 11,30%.

Sedangkan yang terendah adalah pada kelompok umur 60 – 64 tahun yaitu sebanyak

1.214 jiwa dengan persentase 2,70%.

Berdasarkan mata pencahariannya, maka distribusi penduduk Kecamatan

Berastagi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Penduduk Kecamatan Berastagi Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

Persentase

Sumber: Berastagi dalam Angka 2009

Tabel 7, menunjukkan bahwa sebanyak 86% (18.961 jiwa) penduduk di

Kecamatan Berastagi bermata pencaharian sebagai petani, 8% (1.772 jiwa) bermata

pencaharian di industri, 5% (1.041 jiwa) PNS/ABRI, 1% (312 jiwa) lain-lain termasuk

(40)

c. Sarana dan Prasarana

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Berastagi

Jenis Sarana Jumlah (Unit)

SD Negeri 18

Sumber: Berastagi dalam Angka 2009

Tabel diatas menunjukkan jenis dan banyaknya jumlah sarana yang ada di

daerah penelitian. Dimana terdapat 18 unit SD negeri, 8 unit SD swasta, 3 unit SMP

negeri, 5 unit SMP swasta, 2 unit SMU negeri, 6 unit SMU swasta, 25 unit sarana

kesehatan, 18 unit mushola, 29 unit gereja, dan 3 unit wihara. Jumlah sarana dan

prasarana yang ada di Kecamatan Berastagi adalah 128 unit.

Penggunaan Tanah

Luas wilayah daerah penelitian adalah 3.050 Ha dengan penggunaan untuk

berbagai fungsi, seperti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Tanah Menurut Penggunaannya

No Penggunaan Tanah Luas (Ha)

(41)

Tabel 9, menunjukkan bahwa penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk

pertanian yaitu 1.517 Ha (50%). Luas tanah untuk bangunan sebesar 1.010 Ha (33%),

luas tanah untuk sawah 177 Ha (6%), dan lain-lain sebesar 347 Ha (11%).

d. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani yang menjadi petani sampel dalam penelitian ini meliputi

umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan,

pendapatan, tingkat kosmopolitan, jumlah tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 10

Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Berastagi

No. Karakteristik Rataan Range 1 Umur 40.93 28 - 55 2 Tingkat Pendidikan 11.58 6 - 18.5 3 Pengalaman Bertani 15.97 7 - 25 4 Luas Lahan 0.27 0.1 - 0.5 5 Jumlah Tanggungan 3.77 2 – 6 6 Jumlah Tenaga Kerja 1.27 0 – 3 7 Tingkat Kosmopolitan 29.04 19.69 - 35.60 8 Pendapatan 24,061,500 15,250,000 - 46,673,500 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 16

Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani cabai merah adalah 40,93

dengan range 28 – 55 tahun, hal ini menunjukkan bahwaa petani cabai merah di

Kecamatan Berastagi tergolong dalam usia produktif. Rata-rata tingkat pendidikan

petani cabai merah di daerah penelitian adalah 11,58 atau setingkat dengan SMA yang

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani cukup tinggi. Rata-rata pengalaman

bertani adalah 15,97 tahun. Rata-rata luas lahan petani cabai merah adalah 0,27 Ha.

Rata-rata jumlah tanggungan petani cabai merah adalah 3,77. Jumlah tenaga kerja

rata-ratanya adalah 1,27. Rata-rata tingkat kosmopolitan adalah 29,04. dalam kriteria

tingkat kosmoplitan tinggi. Rata-rata pendapatan petani cabai merah adalah

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah Terhadap Pertanian Semi Organik di Kecamatan Berastagi

Dari data yang diperoleh pada Tabel 2, diketahui bahwa produktifitas cabai

merah per kecamatan di Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi memiliki produktifitas

tertinggi untuk komoditi cabai merah yaitu sebesar 153,56 Kw/Ha. Berdasarkan data

yang diperoleh, maka dilakukan penilaian untuk tingkat adopsi petani cabai merah

dengan menggunakan skor pada pernyataan yang menyangkut tentang variabel tingkat

adopsi petani (Lampiran 11) di daerah penelitian.

Setelah pilihan jawaban (Lampiran 12) dan frekuensi jawaban (Lampiran 13)

diperoleh, maka nilai skoring tingkat adopsi akan diubah melalui Metode Succesive

Interval (MSI). Hal ini dilakukan agar dapat diperoleh nilai skala kategori jawaban

untuk setiap pernyataan (Lampiran 15) yang digunakan untuk mengukur tingkat

adopsi petani. Dari hasil tersebut diperoleh kriteria penilaian tingkat adopsi petani

dengan menggunakan rumus penentuan interval kelas, yaitu:

k bkr bkt

i= −

Keteranagan:

i = Interval

bkt = batas kelas tertinggi

bkr = batas kelas terendah

(43)

melaui rumus penentuan interval kelas, maka diperoleh penilaian tingkat

adopsi adalah sebagai berikut:

• Tingkat adopsi rendah = 11,00 – 19,19 • Tingkat adopsi sedang = 19,20 – 27,39

• Tingkat adopsi tinggi = 27,40 – 35,59

Dari hasil rataan yang diperoleh dari data (Lampiran 16), maka diperoleh rataan

tingkat adopsi petani adalah sebesar 27,65, yang artinya bahwa tingkat adopsi petani

adalah Tinggi.

Dari hasil penelitian tingkat adopsi petani cabai merah dapat diketahui item dari

pernyataan tingkat adopsi yaitu persiapan lahan, pembibitan, perawatan, pengendalian

hama dan penyakit dengan perlakuan sesuai dengan anjuran seperti yang tertera pada

Tabel 11.

(44)

Tabel 11. Pernyataan Tingkat Adopsi

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang

menerapkan Jumlah

Petani

%

1 Budidaya cabai merah

a. Persiapan lahan

b. Penggemburan dan pembuatan bedengan

a. Dengan pembersihan gulma dan pengolahan tanah b. Tanpa pembersihan gulma

c. Tanpa pengolahan tanah

a. Dilakukan Penggemburan dan pembuatan bedengan • Lahan dicangkul kemudian dibiarkan terkena

sinar matahari selama 1 minggu • Dibuat bedengan

• Dilakukan pengapuran dengan ditebarkan lalu diamkan 1 minggu sebelum ditanami bibit

b. Dilakukan penggemburan saja c. Dilakukan pembuatan bedengan saja

(45)

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah

Petani

%

c. Pemupukan a. Menggunakan pupuk organik

b. Menggunakan pupuk organik dan kimia c. Menggunakan pupuk kimia

3.12

a. Persiapan pembibitan a. Bibit lokal dibuat sendiri

• Buah cabai diambil dari tanaman yang sehat serta tidak terkena hama penyakit

• Berasal dari buah yang sudah tua • Buah cabai tidak cacat

(46)

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang

• Bibit disemaikan di lahan pembenihan • Ukuran bedengan lahan pembenihan =

ukuran bedengan untuk penanaman cabai • Bedengan diberi campuran kapur, pupuk

kandang, dan pupuk buatan b. Dilakukan namun tidak sesuai anjuran c. Tidak dilakukan

a. Dilakukan penyemaian dan perawatan • Pembuatan lubang tanam

• Penyiraman setiap pagi setelah biji berkecambah dan pembersihan gulma Pemberian pupuk daun untuk bibit semaian • Bibit siap ditanam setelah berumur 20 – 25

(47)

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah

Petani

%

3 Perawatan tanaman

a. Penyulaman

hari / sudah tumbuh daun sebanyak 5 helai b. Hanya dilakukan penyemaian

c. Hanya dilakukan perawatan

a. Sesuai anjuran

• Dilakukan penyulaman saat tanaman

berumur 7 dan 14 hari

• Bibit untuk menyulam yakni sisa bibit hasil penanaman terdahulu/bibit yang ditanam lebih awal dengan selang waktu 7 dan 14 hari dari awal penyemaian

b. Dilakukan namun tidak sesuai anjuran c. Tidak dilakukan

(48)

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah

Petani

%

b. Pemupukan susulan

c. Sanitasi lingkungan

a. Diberikan pemupukan susulan susulan secara teratur

b. Pemupukan susulan diberikan namun tidak teratur c. Tidak diberikan pemupukan susulan

a. Penyiraman teratur, pembersihan gulma secara teratur, pembuatan selokan antar bedengan ke satu arah pembuangan

b. Tidak dilakukan sanitasi lingkungan secara teratur

c. Sanitasi lingkungan tidak dilakukan

3.08

5 Pengendalian hama dan

penyakit

a. Pengendalian hama a. Menggunakan pestisida biologi

b. Menggunakan pestisida kimia dan bilogi c. Menggunakan pestisida kimia

(49)

No. Inovasi yang diterapkan Pengukuran Skor Jumlah Petani yang menerapkan Jumlah

Petani

%

b. Pengendalian penyakit a. Pengendalian secara mekanik dan menggunakan gliokompos

b. Pengendalian secara mekanik

c. Pengendalian dengan menggunakan gliokompos

3.24

2.00 1

16

9 5

53.33

(50)

Dari Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa:

1. Persiapan lahan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan diketahui sebanyak 40%

petani cabai merah melakukan persiapan lahan dengan pembersihan gulma dan

pengolahan tanah. Sebanyak 40% petani melakukan persiapan lahan dengan

pembersihan gulma. Dan sisanya sebanyak 20% petani melakukan persiapan lahan

tanpa pengolahan tanah. Dengan demikian persiapan lahan yang diterapkan belum

sesuai dengan anjuran.

Untuk kegiatan penggemburan dan pembuatan bedengan, sebanyak 40% petani

melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran.

Sebanyak 33,33% petani hanya melakukan penggemburan saja dan sisanya

sebanyak 26,67% hanya melakukan pembuatan bedengan saja. Dengan demikian

diketahui bahwa petani cabai merah didaerah penelitian melakukan kegiatan

penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran. 26,67%

Pemupukan yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 40%

petani menggunakan pupuk organik, petani yang menggunakan pupuk organik dan

kimia ada sebanyak 30%, dan sisanya sebanyak 30% petani menggunakan pupuk

kimia. Dengan demikian untuk pemupukan petani di daerah penelitian dilakukan

petani sesuai dengan anjuran.

2. Pembibitan

Untuk persiapan pembibitan sebanyak 70% petani menggunakan bibit yang

dibuat sendiri. Sebanyak 20% petani menggunakan bibit lokal yang dibeli, dan

sisanya sebanyak 10% petani menggunakan bibit hibrid. Dengan demikian

diketahui bahwa untuk kegiatan persiapan pembibitan dilakukan para petani di

(51)

Untuk kegiatan lahan pembenihan sebanyak 53,33% petani melakukan

kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30% petani melakukan kegiatan

lahan pembenihan tidak sesuai dengan anjuran, dan sisanya sebanyak 16,67%

petani tidak melakukan kegiatan lahan pembenihan.

Sebanyak 53,33% petani melakukan kegiatan penyemaian dan perawatan

sesuai dengan anjuran. Sebanyak 40% petani hanya melakukan penyemaian dan

sisanya sebanyak 6,67% petani hanya melakukan perawatan saja. Dengan demikan

diketahui untuk kegiatan penyemaian dan perawatan dilakukan petani di daerah

penelitan sesuai dengan anjuran.

3. Perawatan tanaman

Untuk kegiatan penyulaman sebanyak 60% petani melakukan kegiatan tersebut

sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30% petani melakukan penyulaman tapi tidah

sesuai dengan anjuran. Dan sisanya sebanyak 10% petani tidak melakukan

penyulaman. Dengan demikian diketahui untuk kegiatan penulaman dilakukan

petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.

Kegiatan pemupukan susulan secara teratur dilakukan sebanyak 50% petani.

Sebanyak 26,67% petani melakukan kegiatan pemupukan susulan namun secara

tidak teratur. Dan sisanya sebanyak 23,33% petani tidak memberikan pemupukan

susulan. Denga demikian diketahui bahwa untuk kegiatan pemupukan susulan

dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.

Sanitasi lingkungan dilakukan sesuai anjuran sebanyak 56,67% petani.

Sebanyak 33,33% petani melakukan sanitasi lingkungan secara tidak teratur, dan

sisanya sebanyak 10% petani tidak melakukan sanitasi lingkungan. Dengan

demikian diketahui bahwa untuk kegiatan sanitasi lingkungan dilakukan petani

(52)

4. Pengendalian hama dan penyakit

Sebanyak 53,33% petani didaerah penelitian melakukan pengendalian hama

dengan menggunakan pestisida biologi. Sebanyak 30% petani menggunakan

pestisida kimia dan biologi, dan sisanya sebanyak 16,67% petani melakukan

pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimia. Dengan demikian

diketahui bahwa untuk kegiatan pengendalian hama dilakukan petani di daerah

penelitian sesuai dengan anjuran.

Sebanyak 53,33% petani melakukan pengendalian penyakit dengan cara

mekanik dan menggunakan gliokompos. Sebanyak 26,67% petani melukan

pengendalian penyakit secara mekanik, dan sisanya sebanyak 20% petani

melakukan pengendalian penyakit secara kimia. Dengan demikian diketahui bahwa

petani didaerah penelitian melakukan kegiatan pengendalian penyakit sesuai

dengan anjuran.

Dengan memperhatikan uraian diatas, kegiatan budidaya cabai merah yang

dilakukan petani di daerah penelitian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar petani

menerapkan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran, dan sebagian lagi belum

menerapkan sesuai dengan anjuran.

Faktor – faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi

Petani Cabai Merah

Beberapa variabel sosial ekonomi yang dikaji pengaruhnya terhadap tingkat

adopsi petani (Y) yang berdasarkan atas kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:

X1

X

= Umur

2

X

= Tingkat Pendidikan

(53)

X4

X

= Luas Lahan

5

X

= Jumlah Tanggungan

6

X

= Tingkat Kosmopolitan

7

X

= Pendapatan

8

Data setiap variabel sebagai hasil survey dapat dilihat pada Lampiran 29.

Untuk hasil pengujian analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS

dapat dilihat pada Lampiran 30-31. = Tingkat Partisipasi Petani

Untuk melihat korelasi antar variabel, maka digunakan analisis Korelasi

Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson (Lampiran 31) menunjukkan adanya korelasi

diantara variabel bebas, dan beberapa diantaranya memiliki korelasi cukup kuat (nilai

koefisien korelasi diatas 0,5 atau semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan akan

semakin erat, jika mendekati 0 maka hubungan akan semakin lemah) dan

sisignifikansi (probabilitas mendekati 0 atau jauh di bawah 0,05 α = 5%). Korelasi

cukup kuat dan signifikansi terjadi antara variabel X1 dan X3 (α=0,000 dan r=0,811),

X4 dan X7

Untuk mengurangi atau mengiliminir gangguan multikolinieritas pada

penggunaan model regresi linier berganda, maka selanjutnya digunakan metode

Backward Elimination. Hasil analisa metode Backward Elimination selengkapnya

disajikan pada Lampiran 31.

(α=0,000 dan r=0,943). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat

multikolinieritas atau korelasi di antara variabel-variabel bebas yang diidentifikasi.

Oleh karena itu, adanya multikolinieritas harus dipertimbangkan bahkan dieliminir

(54)

Metode Backward Elimination diawali dengan memasukkan semua variabel

lengkap persamaan regresi berganda, maka diperoleh persamaan regresi sebagai

berikut: = Tingkat Partisipasi Petani

2

Dari hasil uji F (uji ANOVA) pada model lengkap menghasilkan:

) untuk model lengkap adalah sebesar 0,676. Hal ini berarti

persentase pengaruh variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas

lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi

petani terhadap tingkat adopsi petani adalah sebesar 67,6%, sedangkan sisanya 32,4%

dipengaruhi dan dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam

model ini.

Fhitung sebesar 5,48 > 2,49 dengan probabilitas 0,001 < 0,050 (tingkat signifikansi,

α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman

(55)

partisipasi petani secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani (H0

ditolak H1

Dari output Coefficient (Lampiran 31), diperoleh nilai t hitung dan signifikansi

adalah sebagai berikut: diterima).

Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah

Variabel Bebas Koefisien Regresi t-hitung t-tabel Probabilitas

Umur 0,068 0,782 1,721 0,433

Tingkat Pendidikan -0,198 -1,068 1,721 0,298

Pengalaman Bertani -0,098 -0,979 1,721 0,339

Luas Lahan 5,346 0,687 1,721 0,499

Jumlah Tanggungan 0,086 0,235 1,721 0,817

Tingkat Kosmopolitan -0,065 -0,577 1,721 0,57

Pendapatan -6,095E-08 -0,349 1,721 0,73

Tingkat Partisipasi Petani 0,958 5,507 1,721 0,000

t-tabel (α=5%; df= n-k-1= 30-8-1= 21) = 1,721 * = berpengaruh nyata

n = jumlah data

k-1 = jumlah variabel independent -1 r2

Sumber: Analisis Data Primer dari Lampiran 31

= 0,676

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel umur

(X1) adalah -0.00000006095, dengan nilai thitung 0,782 < ttabel

Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan (X

1,721 dan probabilitas

0,443 > 0.05 yang berarti bahwa variabel umur tidak berpengaruh terhadap tingkat

adopsi petani. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan

bahwa semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap

apa yang belum diketahui, dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi

inovasi.

2) adalah -0.198, dengan nilai

thitung -1.068 < ttabel 1,721 dan probabilitas 0.298 > 0.05 yang berarti bahwa variabel

tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Hal ini tidak

sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani yang

(56)

sebaliknya petani yang berpendidikan rendah akan lebih sulit melaksanakan adopsi

inovasi.

Koefisien regresi variabel pengalaman bertani (X3) adalah -0.098, dengan nilai

thitung -0.979 < ttabel

Koefisien regresi variabel luas lahan (X

1.721 dan probabilitas 0.339 > 0.05 yang berarti bahwa

pengalaman bertani tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah

penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan

bahwa petani yang suda lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari

pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat

membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

4) adalah 5.346, dengan nilai thitung

0.687 < ttabel

Koefisien variabel jumlah tanggungan (X

1.721 dan probabilitas 0.499 > 0.05 yang berarti bahwa luas lahan tidak

berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai

dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani yang memiliki lahan

yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal

ini dikarenakan keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki akan menghambat

petani mengubah sikapnya untuk adopsi.

5) adalah 0.086 dengan nilai thitung

0.235 < ttabel 1.721 dan probabilitas 0.817 > 0.05 yang berarti bahwa jumlah

tanggungan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal

ini tidak sesuai dengan teori (Soekartawi, 1988) yang menyatakan bahwa petani

dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam

mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk

Gambar

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per         Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara Luas Panen Produksi Produktifitas
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas cabai merah di Kecamatan  Berastagi Tahun 2009
Tabel.4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di      Kecamatan Berastagi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penawaran dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi apabila syarat-syarat yang diminta berdasarkan dokumen pengadaan penyedia barang beserta

Dalam kilasan itu kulihat bahwa dukun tersebut memiliki rupa yang sama seperti makhluk halus yang menyerupai pengawas perpustakaan.. Kemudian kilasan masa lalu

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia tanpa membedekan dalam bentuk apapun seperti

Beban Belajar dan Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) Beban belajar dinyatakan dalam jam pelajaran per minggu selama satu semester. Beban belajar di Madrasah Aliyah

Apakah serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan kadang tidak bersayap.. Sesungguhnya perkataan ini

Sektor  pertanian  masih  merupakan  tumpuan  angkatan  kerja  di  daerah  peneletian  kecuali  Surabaya.  Jember  adalah  salah  satu  daerah  aliran  sungai 

Berdasarkan alasan di atas, maka menarik minat penulis untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang seperti apa penerapan pendidikan antikorupsi pada muatan materi

Nur Wakhid (2010): Profil Hasil Multistage Fitness Test Mahasiswa PKLO Semester I Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Tahun Ajaran 2009/2010. Permasalahan