• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Pria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Pria"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

RUSLY HARYONO

081301089

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Penelitian ini melibatkan 120 orang pria dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung yang berusia antara 18-40 tahun sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel insidental (accidental sampling).

Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala gambaran tubuh dari dimensi Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), dimensinya antara lain evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,874 and skala harga diri dari komponen Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponennya antara lain diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,856.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi produk momen pearson (pearson product moment), diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar 0,325 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 ( p < 0,05). Dari hasil perhitungan tersebut terbukti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Saran yang diberikan peneliti kepada subjek adalah agar subjek dapat tetap mempertahankan gambaran tubuhnya yang positif tersebut sehingga memiliki harga diri yang tinggi.

(3)

iii

ABSTRACT

This research using correlational quantitative study aimed to find out the relationship between body image and self-esteem in men. This research involved 120 men from Medan, Pekanbaru, Jakarta, and Bandung aged between 18-40 years as a sample. Sampling method was done by using accidental sampling technique.

The instruments of this research is body image scale from Cash dimensions (in Seawell & Danorf-Burg, 2005), the dimensions are appearance evaluation, appearance orientation, body area satisfaction, overweight preoccupation, and self-classified weight, consist of 24 items with reliability 0,874 and self-esteem scale from Coopersmith components (in Burn, 1998), the components are feeling of belonging, feeling of competence, and feeling of worth, consist of 24 items with reliability 0,856.

According to analysis done using pearson product moment correlation technique, it is known that the correlation coefficient of 0.325 with a significance value of 0.000 (p < 0,05). From the results of these calculations proved that this research hypothesis acceptable. The results showed a significant relationship between body image and self-esteem in men. Advice given by writer to the subject is for the subject to maintain his positive body image so that he has high self-esteem.

(4)

iv

memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di bidang Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Tony Halim (†) dan Rosyana Cyntia, serta nenek saya Tio Giok Chai (†) yang selalu memberikan doa, cinta, kasih saying, semangat, perhatian, dan pengorbanan. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan kepada ketiganya baik didunia maupun di akhirat.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Rahma Fauzia Sinulingga, M.Psi, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran serta semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

(5)

v dan dukungannya.

6. “Anak perempuan” saya, Debby Elfrida Panjaitan atas bantuannya dalam mengajari saya menggunakan program SPSS, membuat skala secara online, menyemangati saya, menjadi teman curhat saya disaat galau, serta memperkenalkan saya kedalam dunia per”download”an film.

7. Erlyani Fachrosi (dewi SPSS) dan Risa Fadila (dewi penyebar skala). 8. Teman geng yakni Cin, Kha, Wen, Teh, Win, Wid, Mar, Pina, Haki, Will. 9. Teman-teman yang tergabung dalam “The Royal Yoga Academy” yakni

Miss Winnie, Miss Juli, Miss Suriaty (Subes) dan Miss Suriana (Surcik). 10. Teman-teman seperjuangan “PsikoNakNolapan”, kisah kita selama kuliah

akan selalu menjadi memori yang indah dalam hidup saya.

11.Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas bantuannya.

Saya menyadari bahwasanya penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya meminta kritik dan saran untuk menyempurnakan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua pihak.

(6)

vi

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. GambaranTubuh ... 10

1. Definisi GambaranTubuh ... 10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gambaran Tubuh ... 11

(7)

B. Harga Diri ... 15

1. Definisi Harga Diri ... 15

2. Komponen Harga Diri ... 16

3. Karakteristik Harga Diri ... 17

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 18

C. Hubungan Gambaran Tubuh dengan Harga Diri pada Pria ... 20

D. Hipotesa Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 22

1. GambaranTubuh ... 22

2. Harga Diri ... 24

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 26

1. Populasi Penelitian ... 26

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 26

D. Alat Ukur Penelitian... 28

1. Alat Ukur Gambaran Tubuh ... 29

2. Alat Ukur Harga Diri ... 30

E. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 32

1. Validitas Alat Ukur ... 32

2. Uji Daya Beda Aitem ... 32

(8)

viii

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 37

a. Pembuatan Alat Ukur ... 37

b. Uji Coba Alat Ukur ... 38

c. Revisi Alat Ukur ... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

H. Metode Analisa Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 40

2. Uji Linearitas ... 40

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Analisa Data ... 41

1. GambaranUmum Subjek Penelitian ... 41

a. Usia ... 41

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)... 42

c. Kota Tempat Tinggal ... 42

2. Hasil Penelitian ... 43

a. Uji Asumsi Penelitian ... 43

1) Uji Normalitas ... 43

(9)

ix

a) Deskripsi Data Penelitian ... 46

b) Kategorisasi Data Penelitian ... 47

c) Data Penelitian Tambahan ... 48

B. Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

1. Saran Metodologis ... 57

2. Saran Praktis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(10)

x

Tabel 3.3 Blueprint Skala Gambaran Tubuh Setelah Uji Coba ... 34

Tabel 3.4 Blueprint Skala Gambaran Tubuh Untuk Penelitian ... 35

Tabel 3.5 Blueprint Skala Harga Diri Setelah Uji Coba ... 36

Tabel 3.6 Blueprint Skala Harga Diri Untuk Penelitian ... 37

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh .. 42

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kota Tempat tinggal .. 42

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Sebaran Variabel Gambaran Tubuh dan Variabel Harga Diri ... 43

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Linearitas ... 44

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Gambaran Tubuh dan Harga Diri ... 45

Tabel 4.7 Deskripsi Data Penelitian Gambaran Tubuh ... 46

Tabel 4.8 Deskripsi Data Penelitian Harga Diri ... 46

Tabel 4.9 Kategorisasi Data Gambaran Tubuh ... 47

Tabel 4.10 Kategorisasi Data Harga Diri ... 48

Tabel 4.11 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Dimensi Gambaran Tubuh Dengan Komponen Harga Diri... 49

(11)
(12)

xii

Lampiran 3 Data Mentah Skala Harga Diri ... 75

Lampiran 4 Reliabilitas Uji Coba Skor Skala Gambaran Tubuh ... 80

Lampiran 5 Reliabilitas Uji Coba Skor Skala Harga Diri ... 84

Lampiran 6 Analisa Data Hasil Utama Penelitian ... 88

Lampiran 7 Kategorisasi Subjek Penelitian ... 91

(13)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Penelitian ini melibatkan 120 orang pria dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung yang berusia antara 18-40 tahun sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel insidental (accidental sampling).

Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala gambaran tubuh dari dimensi Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), dimensinya antara lain evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,874 and skala harga diri dari komponen Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponennya antara lain diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,856.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi produk momen pearson (pearson product moment), diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar 0,325 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 ( p < 0,05). Dari hasil perhitungan tersebut terbukti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Saran yang diberikan peneliti kepada subjek adalah agar subjek dapat tetap mempertahankan gambaran tubuhnya yang positif tersebut sehingga memiliki harga diri yang tinggi.

(14)

iii

ABSTRACT

This research using correlational quantitative study aimed to find out the relationship between body image and self-esteem in men. This research involved 120 men from Medan, Pekanbaru, Jakarta, and Bandung aged between 18-40 years as a sample. Sampling method was done by using accidental sampling technique.

The instruments of this research is body image scale from Cash dimensions (in Seawell & Danorf-Burg, 2005), the dimensions are appearance evaluation, appearance orientation, body area satisfaction, overweight preoccupation, and self-classified weight, consist of 24 items with reliability 0,874 and self-esteem scale from Coopersmith components (in Burn, 1998), the components are feeling of belonging, feeling of competence, and feeling of worth, consist of 24 items with reliability 0,856.

According to analysis done using pearson product moment correlation technique, it is known that the correlation coefficient of 0.325 with a significance value of 0.000 (p < 0,05). From the results of these calculations proved that this research hypothesis acceptable. The results showed a significant relationship between body image and self-esteem in men. Advice given by writer to the subject is for the subject to maintain his positive body image so that he has high self-esteem.

(15)

1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna sering merasa tidak puas, terutama mengenai penampilan fisiknya sendiri. Bagaimana perasaan seseorang mengenai penampilan fisik inilah yang disebut dengan gambaran tubuh(Valencia, 2008). Cash & Deagle (dalam Jones, 2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum.

Seiring berkembangnya zaman, pola pikir manusia mengenai gambaran tubuhnya sendiri juga semakin berubah, dimana individu cenderung mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki penampilan fisik yang bagus akan memperoleh penghargaan yang lebih dari lingkungan (Cash, 1990). Oleh karena itu banyak orang yang rela untuk merubah penampilan atau bentuk tubuhnyaagar menjadi lebih ideal.

(16)

Penelitian tentang gambaran tubuh pada pria masih merupakan fenomena yang relatif baru. Sampai tahun 1980-an, gambaran tubuh selalu dihubungkan dengan wanita karena tubuh wanita lebih sering ditampilan di media daripada pria (Bordo, 2003). Selama dua dekade terakhir, banyak peneliti menjadi semakin tertarik dengan gambaran tubuh pria. Hal ini terutama disebabkan karena tubuh pria menjadi lebih sering terlihat pada media dalam budaya populer seperti budaya barat. Baker (1994) menyatakan bahwa ada alasan komersial untuk peningkatan gambaran visual tubuh pria di media. Perusahaan kosmetik mulai menyadari bahwa ada celah di pasar untuk kosmetik pria sehingga pria perlu dibujuk untuk membelinya. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Baker sebagai berikut:

“They had to find a way of persuading men that it’s actually macho to use a moisturiser and not fey to have a facial, hence the pictures of hunks splashing on the perfume.” (Baker, 1994: 132)

(17)

pencarian bakat bagi pria di Indonesia (L-Men of the Year, Men’s Health Be Our Cover, Cosmopolitan Bachelor Bash, dan sebagainya) menjadikan penampilan fisik sebagai syarat utama bagi pria untuk dapat ikut serta di dalamnya. Semakin bermunculannya grup band pria baik di Indonesia maupun di luar negeri yang memiliki penampilan metroseksual juga mengakibatkan timbulnya citra positif terhadap penampilan tersebut sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan interpretasi pria terhadap penampilan fisiknya sendiri (Kurnia, 2004).

Hal yang sama juga diutarakan Henwood dan koleganya (2002) yang menyatakan bahwa semakin hari, pria semakin didefinisikan melalui penampilan fisik mereka, dan media menggunakan pria dengan wajah tampan serta tubuh langsing dan berotot untuk merepresentasikan produk yang mereka jual. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Henwood sebagai berikut:

“Media advertising routinely depicts in positive ways youthful toned muscular male bodies or focuses on style in men’s clothing and physical appearance.” (Henwood et al., 2002: 183)

(18)

hormon ke dalam tubuh, serta mengkonsumsi anabolik steroid untuk mendapatkan penampilan fisik seperti model (Baker, 1994; Wilson, 1997).

McCreary dan koleganya telah melakukan penelitian mengenai kecenderungan pria untuk memiliki penampilan fisik yang atletis (McCreary & Sasse, 2000, 2002; McCreary et al., 2006). Hasilnya menunjukkan seberapa pentingnya terlihat lebih atletis pada para pria dan juga menunjukkan hubungan antara keinginan untuk atletis dan rendahnya harga diri, keadaan depresi dan munculnya gangguan psikologis (Thompson & Cafri, 2007). Secara umum, tekanan sosial pada pria berbeda dan kurang ekstrim daripada wanita karena pria masih cenderung dinilai dari segi prestasi daripada segi fisik (Bordo, 2003). Namun, pria tetap berada di bawah tekanan sosial yang terus menerus meningkat agar mereka dapat memiliki penampilan fisik yang menarik di tengah masyarakat. Hal ini mengindikasikan pentingnya memiliki bentuk tubuh yang atletis bagi para pria (Henwood et al., 2002).

(19)

Kadar lemak tubuh yang rendah adalah bagian penting dari bentuk tubuh ideal karena memungkinkan otot agar lebih terlihat (Cafri & Thompson, 2004). Perut yang rata dan kencang dipandang sebagai suatu simbol kebanggaan bagi pemiliknya. Leith (2006) mencontohkan hal ini sebagai berikut:

“In some ways being thin is more of a status symbol than it’s ever been because of how overweight some people are. If you have a flat stomach, you’re probably in control under very trying circumstances. These days, everybody has an iPod. Everyone can afford a plasma TV. A flat stomach is a much more difficult thing to come by. It’s a way to stand out.” (Leith, 2006: 33)

Sejalan dengan contoh yang diberikan Leith (2006), berdasarkan wawancara awal yang penulis lakukan pada pria-pria yang rutin melakukan latihan fitness (di Indonesia biasa disebut fitness mania), perut six-packs merupakan simbol kebanggaan tersendiri bagi mereka. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan wawancara sebagai berikut:

“Paling salut nengok orang yang punya six-packs, soalnya itu paling susah didapat, perlu disiplin ketat dalam berdiet. Gak boleh makan makanan berlemak, musti makan sehari 5 kali lah, pokoknya berat banget lah aturannya.” (Komunikasi Personal, 6 April 2012).

Ungkapan yang serupa diungkapkan oleh fitness mania lainnya:

(20)

Ungkapan para fitness mania tersebut menunjukkan bahwa tubuh atletis dapat meningkatkan rasa percaya diri pemiliknya. Sesuai dengan hal tersebut, Kimmel dan Wainer (1995), mengatakan bahwa rasa percaya diri yang dimiliki pria bertubuh atletis mempunyai kaitan yang cukup erat dengan perilaku yang ditunjukkannya. Semakin positif gambaran tubuh seseorang maka akan semakin meningkatkan nilai diri orang tersebut, meningkatkan rasa percaya diri serta mempertegas jati dirinya pada orang lain maupun pada dirinya sendiri, dan dari kesemuanya itu akan mempengaruhi harga dirinya.

Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri merupakan apa yang dirasakan individu berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama menjalani hidup. Harga diri mulai terbentuk sejak individu lahir, ketika berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti dan berharga (Burn, 1998).

(21)

sekitar, teman sebaya, serta media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan seorang pria, sehingga hubungan sosial yang terjalin antaranya semakin meningkat intensitas seorang pria untuk membandingkan dirinya dengan apa yang dilihatnya (Kurnia, 2004).

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya mengenai adanya peningkatan signifikan yang terjadi pada jumlah individu yang melakukan operasi bedah plastik, yang mengunakan obat-obatan untuk membentuk tubuh, serta yang melakukan program diet dan olahraga secara berlebihan telah menjadi bukti yang kuat bahwa semakin banyak pria yang merasa tidak puas dengan gambaran tubuhnya sendiri sehingga mempengaruhi harga diri mereka. Hal tersebutlah yang menginspirasi penulis untuk mencoba memahami “Apakah ada hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria?”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

C. TUJUAN PENELITIAN

(22)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat terhadap perkembangan ilmu psikologi, khususnya ilmu Psikologi Klinis dan Perkembangan yang berkaitan dengan gambaran tubuh dan harga diri pada pria.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pria berkaitan dengan gambaran tubuh dan harga diri serta kaitan antara keduanya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini berisikan inti sari dari: Bab I - Pendahuluan

Pada bab ini berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II - Landasan Teori

(23)

Bab III - Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional penelitian, sampel dan populasi, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV - Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(24)

10

A. GAMBARAN TUBUH

1. Definisi Gambaran Tubuh

Cash (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) mendefinisikan bahwa gambaran tubuh adalah konstruk multidimensional yang terdiri dari persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan atribut fisik.

Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau negatif. Cash dan Deagle (dalam Jones, 2002) juga menjelaskan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum.

(25)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh merupakan konstruk multidimensional yang terdiri dari persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku yang dimiliki seseorang berkaitan dengan atribut fisiknya yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum yang ditunjukkan dengan penilaian positif atau negatif.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Tubuh

Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Media Massa

(26)

b. Keluarga

Menurut teori pembelajaran sosial (social learning), orangtua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak-anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Stark (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayinya lahir, orangtua menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya. Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua juga sama seperti harapan anggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda dan Narworski (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak-anak. Orangtua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatrirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.

c. Hubungan Interpersonal

(27)

mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang merasa cemas mengenai penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh.

Menurut Dunn dan Gokee (dalam Cash & Pruzinsky, 2002), menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana oranglain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik.

(28)

3. Dimensi Gambaran Tubuh

Cash (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) mengemukakan adanya lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:

a. Appearance Evaluation (evaluasi penampilan), yaitu evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan.

b. Appearance Orientation (orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.

c. Body Area Satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan.

d. Overweight Preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

(29)

B. HARGA DIRI

1. Definisi Harga Diri

Coopersmith (dalam Burn, 1998) mendefenisikan bahwa harga diri adalah sikap evaluatif terhadap diri sendiri, harga diri mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan mengindikasi keyakinan individu sebagai seorang yang mampu, signifikan, sukses, berhasil, serta berharga. Sehingga kebutuhan harga diri itu sendiri adalah suatu kebutuhan individu untuk memperoleh penghormatan, penghargaan dalam diri, serta popularitas. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, rasa kuat dan mampu.

Menurut Branden (2001) harga diri adalah apa yang individu pikirkan dan rasakan tentang diri mereka sendiri, bukanlah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain tentang individu tersebut. Harga diri disini merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri. Jadi harga diri merupakan penggambaran dari kemampuan seorang individu untuk mengatasi suatu masalah, masalah kehidupan dengan penuh keyakinan yang ada di dirinya dan juga merupakan hak seorang individu untuk menikmati kebahagiaannya.

(30)

2. Komponen Harga Diri

Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponen harga diri terdiri dari:

a. Feeling of belonging (perasaan diterima)

Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima, diinginkan, serta diacuhkan oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun. Individu akan memiliki penilaian yang positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memiliki penilaian negatif tentang dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima, misalnya perasaan seseorang pada saat ditolak menjadi anggota suatu kelompok tertentu

b. Feeling of Competence (perasaan mampu)

Perasaan yakin individu terhadap hasil pekerjaannya dan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan serta dalam menghadapi permasalahan yang muncul. c. Feeling of Worth (perasaan berharga)

(31)

3. Karakteristik Harga diri

Menurut Stuart dan Sudeen (1998) karakteristik harga diri terbagi sebagai berikut:

a. Harga diri rendah, dicirikan dengan:

1. Mengkritik diri sendiri dan atau orang lain 2. Penurunan produktivitas

3. Sikap destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain 4. Gangguan dalam berhubungan dengan orang lain 5. Terlalu mementingkan diri sendiri

6. Perasaan tidak mampu pada semua hal 7. Rasa bersalah yang berlebihan

8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan 9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

10. Pandangan hidup yang bertentangan dengan realita 11. Menarik diri secara sosial

12. Mudah khawatir serta tegang.

b. Harga diri tinggi, dicirikan dengan: 1. Rendah hati

2. Optimis

(32)

6. Mendahulukan kepentingan orang banyak 7. Tidak mengumpat

8. Bertanggung jawab

9. Cepat minta maaf walaupun benar 10. Mengutamakan pekerjaan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan dan Widyastuti (dalam Puspita, 2010), yaitu :

a. Faktor Fisik

Seperti ciri fisik dan penampilan wajah manusia. Beberapa orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila memiliki wajah atau bentuk tubuh yang menarik.

b. Faktor Psikologis

Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. Misalnya: seorang laki-laki memperlakukan pasangannya dengan sangat romantis, maka akan meningkatkan harga dirinya.

c. Faktor Lingkungan Sosial

(33)

seseorang, maka semakin banyak pula orang-orang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan harga dirinya.

d. Faktor Tingkat Intelegensi

Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula harga dirinya dan jelas bahwa tingkat intelegensinya ternyata mempengaruhi harga diri seseorang dan terlihat adanya hubungan positif diantara keduanya.

e. Faktor Status Sosial Ekonomi

Secara umum seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi rendah memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi.

f. Faktor Ras dan Kebangsaan

Seseorang dari ras minoritas akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat berada ditengah ras mayoritas. Misalnya: seorang siswa berkulit hitam akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat bersekolah di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit putih.

g. Faktor Urutan Keluarga

(34)

C. HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN TUBUH DENGAN HARGA

DIRI PADA PRIA

Sebagai seorang pria, sudah menjadi naluri alamiah untuk memiliki bentuk tubuh yang tegap dan kuat, dikarenakan peran seorang pria yang bertugas untuk menjaga dan melindungi pasangannya. Akan tetapi banyak pria yang memiliki bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan harapannya. Kesenjangan yang umum dialami para pria adalah karena mereka memiliki bentuk tubuh yang dipersepsi terlalu gemuk ataupun terlalu kurus. Hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpuasan terhadap gambaran tubuhnya sendiri, dimana gambaran tubuh adalah perasaan seseorang mengenai penampilan fisiknya (Valencia, 2008). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada pria umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih berisi, lebih berotot, berdada bidang, dan memiliki otot bisep yang menonjol (Evans etal, 2008; McCabe & Riccialdeli, 2004).

(35)

akan semakin percaya diri dan yakin dalam menjalankan proses interaksi dengan lingkungan disekitarnya.

Penelitian lain menunjukkan kurangnya pemahaman akan bentuk tubuh berotot yang akan mengarah pada pandangan negatif individu terhadap gambaran tubuhnya telah dihubungkan dengan peningkatan resiko untuk mengidap body dysmorphic disorder (Phillips & Diaz, 1997) dan muscle dysmorphia (Maida & Armstrong, 2005), meningkatnya depresi, rendahnya harga diri, dan rendahnya kepuasan hidup (Cafri et al., 2002; McCreary & Sasse, 2000; Olivardia, Pope, Borowiecki, & Cohane, 2004).

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa jika seorang pria mempersepsi penampilan fisiknya adalah ideal yang tergambar dari persepsi positif pada gambaran tubuh pria tersebut, maka semakin tinggi pula harga diri pria tersebut, dan sebaliknya.

D. HIPOTESA PENELITIAN

(36)

22

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2000) bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (IndependentVariable) : gambaran tubuh 2. Variabel Tergantung (DependentVariable) : harga diri

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Gambaran Tubuh

(37)

yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), yaitu:

a. Evaluasi Penampilan

Evaluasi penampilan merupakan evaluasi individu mengenai gaya rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, ukuran tubuh, tampilan otot, berat serta tinggi badannya, baik melalui persepsi individu terhadap dirinya sendiri maupun persepsi individu akan pandangan orang lain terhadap dirinya.

b. Orientasi Penampilan

Orientasi penampilan merupakan perhatian serta usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperbaiki dan meningkatkan tampilan gaya rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, ukuran tubuh, tampilan otot, berat serta tinggi badan yang dimilikinya.

c. Kepuasan terhadap Bagian Tubuh

Kepuasan terhadap bagian tubuh merupakan perasaan puas yang dirasakan individu terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, seperti gaya rambut, bentuk wajah, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) dan keseluruhan tubuh.

d. Kecemasan Menjadi Gemuk

(38)

melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badan, dan membatasi pola makan yang dapat meningkatkan berat badan.

e. Pengkategorian terhadap Ukuran Tubuh

Pengkategorian terhadap ukuran tubuh merupakan persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan.

2. Harga Diri

Harga diri adalah evaluasi diri berupa penerimaan maupun penolakan individu terhadap dirinya yang ditunjukkan oleh sejauh mana individu tersebut merasa diterima oleh lingkungannya, merasa mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa berharga dalam hidupnya. Individu yang memiliki harga diri tinggi adalah individu yang dapat menerima dirinya dikarenakan individu tersebut merasa diterima oleh lingkungannya, merasa mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa berharga dalam hidupnya, dan juga sebaliknya individu yang memiliki harga diri rendah adalah individu yang menolak dirinya dikarenakan individu tersebut merasa ditolak oleh lingkungannya, merasa tidak mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa tidak berharga dalam hidupnya,

(39)

a. Perasaan Diterima

Perasaan diterima merupakan perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima, diinginkan, serta diacuhkan oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga, kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun.

b. Perasaan Mampu

Perasaan mampu merupakan perasaan yakin individu terhadap hasil pekerjaannya dan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan serta dalam menghadapi permasalahan yang muncul.

c. Perasaan Berharga

(40)

C. POPULASI, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah para pria yang tinggal di Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung. Alasan memilih kota-kota tersebut adalah karena selain peneliti memiliki kemudahan akses di kota-kota tersebut yang dapat mempermudah proses pengambilan data.

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pria berusia minimal 18 tahun karena individu dianggap telah dewasa

sehingga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri

b. Lulus Sekolah Menengah Atas karena individu dianggap memiliki kemampuan yang memadai dalam membaca dan memahami untuk menjawab pertanyaan yang diberikan

c. Tidak memiliki cacat fisik karena beberapa penelitian telah menemukan bahwa individu penyandang cacat mengalami masalah psikologis khususnya depresi serta masalah perilaku dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang normal (Nixdorf, dalam Saragih & Sutatminingsih, 2007)

d. Bertempat tinggal di kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

(41)

sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Peneliti mengambil sampel dengan menggunakan teknik nonprobabilitas insidental. Teknik nonprobabilitas digunakan peneliti karena dalam penarikan sampelnya peneliti mempertimbangkan hal-hal tertentu yang berkaitan dengan penelitian seperti jumlah populasi yang tidak diketahui, serta responden yang diinginkan hanya berasal dari keempat kota yang ditetapkan peneliti sehingga yang menjadi sampel adalah responden yang telah memenuhi pertimbangan tertentu itu. Teknik insidental digunakan peneliti untuk memperoleh ukuran sampel dari mereka yang telah memenuhi karakteristik populasi yang secara kebetulan ditemui di lapangan.

Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Rea dan Parker (dalam Eriyanto, Aindoble & Aindoble, 2007), yaitu :

= ² . .

Z = tingkat kepercayaan 95%, jika dilihat pada tabel distribusi normal maka Z bernilai 1,96

p = probabilitas responden memiliki populasi 0,5 karena p sebesar ini akan memberikan perhitungan sampel terbesar dibandingkan nilai p yang lain q = 1 - p (1 - 0,5 = 0,5)

E = 10% (0,1) merupakan nilai error yang dikehendaki

(42)

D. ALAT UKUR PENELITIAN

Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2000), alat ukur jenis ini dapat dipergunakan dalam sebuah penelitian dengan pertimbangan:

1. Subjek adalah individu yang paling tahu mengenai dirinya

2. Pernyataan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3. Interpretasi subjek tentang pernyataan yang diajukan kepadanya

cenderung sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapun alat ukur yang dibuat oleh peneliti guna mendapatkan data menggunakan penskalaan model Likert. Alat ukur dibuat dalam pernyataan dengan respon jawaban bergerak dari 1 sampai 4 poin dengan kriteria positif ke negatif. Pada dasarnya penskalaan model Likert memiliki 5 alternatif jawaban, akan tetapi peneliti menghilangkan pilihan netral berdasarkan alasan yang dikemukakan Amirin (2010) sebagai berikut:

1. Memiliki arti ganda (dianggap belum memberikan jawaban).

2. Jawaban netral menyebabkan adanya efek tendensi sentral yaitu kecenderungan menjawab yang ada ditengah-tengah saja.

(43)

1. Alat Ukur Gambaran Tubuh

Alat ukur Gambaran Tubuh disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.

Alat ukur Gambaran Tubuh disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem, yaitu aitem favorable (mengindikasikan positifnya gambaran tubuh yang diukur) dan unfavorable (mengindikasikan negatifnya gambaran tubuh yang diukur), dan menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Nilai pada setiap pilihan berada pada rentang 1 sampai 4. Respon dari aitem yang bersifat favorable akan memiliki bobot 1 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 2 untuk respon TS (tidak sesuai), 3 untuk respon S (sesuai), dan 4 untuk respon SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat unfavorable akan memiliki bobot 4 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 3 untuk respon TS (tidak sesuai), 2 untuk respon S (sesuai), dan 1 untuk respon SS (sangat sesuai). Khusus untuk pernyataan mengenai dimensi kepuasan terhadap bagian tubuh dan pengkategorian ukuran tubuh, alternatif jawaban yang disediakan adalah STP (sangat tidak puas), TP (tidak puas), P (puas), dan SP (sangat puas).

(44)

Tabel 3.1 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Sebelum Uji Coba No. Dimensi Gambaran

Tubuh Indikator Perilaku

Jenis Aitem Total F UF

1 Evaluasi penampilan -Evaluasi terhadap

penampilan dari diri sendiri

-Kepuasan terhadap wajah 33

-Kepuasan terhadap tubuh

2. Alat Ukur Harga Diri

(45)

Setiap aitem dalam alat ukur ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem, yaitu aitem favorable (mengindikasikan tingginya harga diri yang diukur) dan unfavorable (mengindikasikan rendahnya harga diri yang diukur), dan menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat favorable akan memiliki bobot 1 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 2 untuk respon TS (tidak sesuai), 3 untuk respon S (sesuai), dan 4 untuk respon SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat unfavorable akan memiliki bobot 4 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 3 untuk respon TS (tidak sesuai), 2 untuk respon S (sesuai), dan 1 untuk respon SS (sangat sesuai).

Berikut adalah blueprint yang menyajikan distribusi aitem-aitem alat ukur Harga Diri sebelum uji coba:

Tabel 3.2 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Sebelum Uji Coba No. Komponen Harga

Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam

kelompok

2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap hasil

pekerjaan

2, 17 5

12

-Keyakinan mencapai tujuan 16 13

-Kemampuan menghadapi

masalah

6, 10, 23 8, 20, 31, 32

(46)

E. VALIDITAS, UJI DAYA BEDA, DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur dalam penelitian ini dikaji berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi. Validitas isi ditentukan melalui pendapat profesional dalam proses telaah aitem. Professional judgement disini adalah dosen pembimbing. Analisa logis akan dilakukan dengan menggunakan spesifikasi alat ukur yang telah ada untuk menetapkan apakah aitem-aitem yang telah dikembangkan representatif terhadap apa yang dimaksudkan untuk diukur.

2. Uji Daya Beda Aitem

(47)

diskriminasi aitemnya dengan mempertimbangkan isi dan tujuan alat ukur yang sedang disusun (Azwar, 2000).

Pernyataan-pernyataan pada alat ukur diuji daya beda aitemnya dengan cara menghitung antara skor aitem dengan skor total alat ukur. Tehnik statistika yang digunakan adalah tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu Cronbach’s Alpha Coeffecient. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Penghitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows. Reliabilitas memiliki rentang 0 s/d 1, semakin mendekati angka 1 maka akan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, apabila semakin mendekati angka 0 maka semakin rendah reliabilitasnya.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

1. Alat Ukur Gambaran Tubuh

(48)

penelitian. Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,874. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,271 sampai 0,701.

Distribusi aitem hasil uji coba alat ukur Gambaran Tubuh dijelaskan dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Setelah Uji Coba No. Dimensi Gambaran

Tubuh Indikator Perilaku

Jenis Aitem Total

F UF

1 Evaluasi penampilan -Evaluasi terhadap

penampilan dari diri sendiri

-Kepuasan terhadap wajah 33

-Kepuasan terhadap tubuh

-Membatasi pola makan 20

5 Pengkategorian

(49)

Pada tabel 3.3 akan dilakukan perubahan tata letak nomor karena aitem-aitem yang gugur tidak disertakan lagi dalam penelitian. Distribusi aitem alat ukur Gambaran Tubuh untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Untuk Penelitian No. Dimensi

-Kepuasan terhadap wajah 17

(50)

2. Alat Ukur Harga Diri

Uji coba alat ukur Harga Diri dilakukan pada 274 orang pria dikota Medan. Berdasarkan hasil uji coba sebanyak 32 aitem alat ukur Harga Diri dengan menggunakan batasan koefisien korelasi aitem total 0,3 diperoleh 22 aitem. Namun peneliti memutuskan untuk menggunakan batasan minimal 0,25 sehingga diperoleh 24 aitem untuk dipergunakan dalam penelitian. Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,856. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,261 sampai 0,535.

Distribusi aitem hasil uji coba alat ukur Harga Diri dijelaskan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Setelah Uji Coba No. Komponen

Harga Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam kelompok

2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap

hasil pekerjaan

Nomor tebal berarti gugur karena memiliki daya diskriminasi < 0,25.

(51)

Tabel 3.6 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Untuk Penelitian No. Komponen

Harga Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam kelompok

2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap hasil

pekerjaan 12 3

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan penelitian.

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Pembuatan Alat Ukur

(52)

terdiri dari 40 aitem. Alat ukur Harga Diri disusun berdasarkan komponen harga diri menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998). Alat ukur Harga Diri terdiri dari 32 aitem.

b. Uji Coba Alat Ukur

Setelah alat ukur selesai dibuat, peneliti mengujicobakannya kepada 274 orang pria di kota Medan pada tanggal 22 s.d. 30 September 2012. Subjek diminta untuk memberikan respon pada alat ukur Gambaran Tubuh dan alat ukur Harga Diri, dimana peneliti terlebih dahulu meminta kesediaan subjek untuk mengisi alat ukur tersebut.

c. Revisi Alat Ukur

(53)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung dengan cara menyebarkan alat ukur berupa alat ukur Gambaran Tubuh dan alat ukur Harga Diri kepada 120 orang subjek. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 13 s.d. 22 Oktober 2012. Subjek memberikan respon setelah terlebih dahulu dimintai kesediaannya untuk mengisi alat ukur tersebut.

3. Tahap Pengolahan Data

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu program SPSS version 16.0 For Windows. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik. Alasan digunakannya analisa statistik karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2000).

H. METODE ANALISA DATA

(54)

(Hadi, 2000). Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisa sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan pada populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka sebaran dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

2. Uji Linearitas

(55)

41

Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa data dan pembahasan yang diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasannya.

A. ANALISA DATA

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 120 orang pria yang berasal dari Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta dan Bandung. Dari 120 subjek tersebut, diperoleh gambaran subjek berdasarkan usia, indeks massa tubuh dan kota tempat tinggal subjek.

a. Usia

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Kategori Usia Jumlah (N) Bobot

Dewasa Awal 18 – 40 tahun 120 100%

Dewasa Madya 41 – 60 tahun 0 0%

Dewasa Akhir 61 tahun keatas 0 0%

Total 120 100%

(56)

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan indeks massa tubuh subjek penelitian yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter) maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Masa Tubuh jumlah subjek dengan IMT gemuk ada 11 orang (9,17%), dan jumlah subjek dengan IMT sangat gemuk ada 16 orang (13,33%).

c. Kota Tempat Tinggal

Berdasarkan kota tempat tinggal subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3.

(57)

Berdasarkan data pada tabel 4.3, diketahui bahwa jumlah subjek yang tinggal di Kota Medan ada 25 orang (20,83%), jumlah subjek yang tinggal di Kota Pekanbaru ada 11 orang (9,17%), jumlah subjek yang tinggal di Kota Jakarta ada 63 orang (52,5%), dan jumlah subjek yang tinggal di Kota Bandung ada 21 orang (17,5%).

2. Hasil Penelitian

Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil uji normalitas, uji linearitas dan hasil analisa data hubungan gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

a. Uji Asumsi Penelitian 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Data dikatakan terdistribusi normal apabila harga p ≥ 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Sebaran Variabel Gambaran Tubuh dan Variabel Harga Diri

Variabel Z p Keterangan

Gambaran Tubuh 0,522 0,948 Normal

Harga Diri 0,955 0,322 Normal

(58)

gambaran tubuh diperoleh nilai Z = 0,522 dan p = 0,948. Hasil menunjukkan

bahwa nilai p (0,948) > α (0,05) maka data dari variabel gambaran tubuh terdistribusi normal. Hasil uji normalitas variabel harga diri diperoleh nilai Z = 0,955 dan p = 0,322. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,322) > α (0,05) maka data dari variabel harga diri terdistribusi normal.

2) Uji Linearitas Hubungan

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel penelitian, yaitu variabel gambaran tubuh dan harga diri memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan analisis statistik uji Anova dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai p (linearitas) < 0,05 dan nilai p (deviasi dari linearitas) > 0,05. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Linearitas

(59)

b. Hasil Analisa Data

1) Hasil Perhitungan Korelasi

Data dianalisis menggunakan Pearson Product Moment yang akan menjelaskan mengenai hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Hasil perhitungan korelasi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Gambaran Tubuh dengan Harga Diri

Variabel r p Keterangan

Gambaran tubuh dengan harga diri

0,325 0,000 Berkorelasi

Hasil perhitungan korelasi antara gambaran tubuh dengan harga diri, diperoleh nilai r = 0,325 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi p = 0,000 (p < 0,05), maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria yang mengikuti penelitian ini. Dari hasil korelasi Pearson Product Moment, diketahui arah hubungannya adalah positif yang menunjukkan bahwa semakin positif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin tinggi dan semakin negatif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin rendah.

(60)

2) Kategorisasi

Analisa data penelitian dapat dilakukan dengan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor populasi terdistribusi normal.

a) Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian tentang kategori gambaran tubuh dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Deskripsi Data Penelitian Gambaran Tubuh Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Gambaran Tubuh 43 85 65,2 8,7 24 96 60 12

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh mean empirik untuk skala gambaran tubuh sebesar 65,2 dengan SD empirik sebesar 8,7, sedangkan untuk mean hipotetiknya sebesar 60 dengan SD hipotetiknya sebesar 12.

Data penelitian tentang kategori harga diri dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8 Deskripsi Data Penelitian Harga Diri Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Harga Diri 53 95 71,1 7,8 24 96 60 12

(61)

b) Kategorisasi Data Penelitian

Berdasarkan kategorisasi subjek penelitian secara empirik, data dikelompokkan dalam beberapa tingkatan untuk kemudian disusun menurut norma-norma tertentu. Menurut Azwar (2000), subjek dikategorikan menjadi dua kelompok dengan menggunakan rumus:

Tinggi / Positif = X ≥Mean + (Z)(SD/√N)

Tidak Terkategorisasi = Mean – (Z)(SD/√N) < X < Mean + (Z)(SD/√N) Rendah / Negatif = X ≤Mean – (Z)(SD/√N)

Kriteria variabel gambaran tubuh pada pria dengan jumlah frekuensi dan bobotnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9 Kategorisasi Data Gambaran Tubuh

Kategori Rentang Nilai Jumlah Bobot

Positif X ≥ 62 76 63,33%

Tidak Terkategorisasi 58 < X < 62 23 19,17%

Negatif X ≤ 58 21 17,5%

Total 120 100%

Pada tabel 4.9 diketahui terdapat 76 orang subjek (63,33%) yang memiliki gambaran tubuh positif, 23 orang subjek (19,17%) memiliki gambaran tubuh yang tidak terkategorisasi dan 21 orang subjek (17,5%) yang memiliki gambaran tubuh negatif. Subjek yang memiliki gambaran tubuh yang tidak terkategorisasi (berada antara positif dan negatif) tidak ikut diklasifikasikan karena tujuan semula penelitian memang hanya untuk memisahkan subjek ke dalam dua kategori saja.

(62)

Tabel 4.10 Kategorisasi Data Harga Diri

Kategori Rentang Nilai Jumlah Bobot

Tinggi X ≥ 62 108 90%

Tidak Terkategorisasi 58 < X < 62 9 7,5%

Rendah X ≤ 58 3 2,5%

Total 120 100%

Pada tabel 4.10 diketahui terdapat 108 orang subjek (90%) yang memiliki harga diri tinggi, 19 orang subjek (7,5%) memiliki harga diri yang tidak terkategorisasi dan 3 orang subjek (2,5%) yang memiliki harga diri rendah. Subjek yang memiliki harga diri yang tidak terkategorisasi (berada antara tinggi dan rendah) tidak ikut diklasifikasikan karena tujuan semula penelitian memang hanya untuk memisahkan subjek ke dalam dua kategori saja

.

d) Data Penelitian Tambahan

Setelah dilakukan pengujian statistik untuk data utama dalam penelitian ini, maka diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria yang mengikuti penelitian ini. Selain itu, peneliti juga ingin melihat lebih jauh mengenai hubungan tersebut berdasarkan perbandingan dimensi masing-masing variabel, indeks massa tubuh dan kota tempat tinggal subjek.

(63)

Tabel 4.11 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Dimensi Gambaran Tubuh Dengan Komponen Harga Diri

Harga Diri

Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan

EP r = 0,511;

Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan

OP r = -0,158;

Signifikan Signifikan Nonsignifikan Nonsignifikan

KBT r = 0,145; Nonsignifikan Signifikan Nonsignifikan Nonsignifikan

KMG r = 0,153;

Signifikan Nonsignifikan Signifikan Nonsignifikan

PUK r = 0,222;

Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan

Keterangan:

EP : Evaluasi Penampilan OP : Orientasi Penampilan

KBT :Kepuasan terhadap Bagian Tubuh KMG :Kecemasan Menjadi Gemuk PUK :Pengkategorian Ukuran Tubuh PD :Perasaan Diterima

PM :Perasaan Mampu PB :Perasaan Berharga

Berdasarkan tabel 4.11, dapat terlihat bahwa hubungan signifikan hanya terdapat pada perbandingan antara:

1. Skor total gambaran tubuh dengan skor total harga diri, komponen perasaan diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga

2. Skor total harga diri dengan dimensi evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh 3. Dimensi evaluasi penampilan dengan komponen perasaan diterima, perasaan

(64)

4. Dimensi orientasi penampilan dengan komponen perasaan diterima

5. Dimensi kepuasan terhadap bagian tubuh dengan komponen perasaan diterima 6. Dimensi kecemasan menjadi gemuk dengan komponen perasaan mampu 7. Dimensi pengkategorian ukuran tubuh dengan komponen perasaan diterima,

perasaan mampu, dan perasaan berharga

Berikut adalah tabel nilai signifikansi perbandingan antara gambaran tubuh dengan harga diri berdasarkan indeks massa tubuh subjek.

Tabel 4.12 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IMT Kategori Jumlah (N) r P Keterangan

Berdasarkan tabel 4.12, dapat terlihat bahwa hubungan signifikan hanya terdapat pada responden dari kategori gemuk.

Berikut adalah tabel nilai signifikansi perbandingan antara gambaran tubuh dengan harga diri berdasarkan kota tempat tinggal subjek.

Tabel 4.13 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Berdasarkan Kota Tempat Tinggal

Kota Jumlah (N) R P Keterangan

Medan 25 0,252 0,224 Nonsignifikan

Pekanbaru 11 -0,053 0,878 Nonsignifikan

Jakarta 63 0,353 0,004 Signifikan

Bandung 21 0,500 0,210 Nonsignifikan

Total 120

(65)

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini berusaha untuk menguji apakah ada hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Hasil pengujian korelasi antara gambaran tubuh dengan harga diri didapatkan koefisien korelasi r sebesar 0,325 dan p = 0,000. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria, dimana semakin positif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin tinggi dan semakin negatif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Wilson (1997) yang menyatakan bahwa persepsi terhadap penampilan fisik atau dalam penelitian ini disebut dengan gambaran tubuh merupakan komponen yang cukup penting dalam harga diri global seorang pria.

(66)

serta memiliki kekuatan untuk mengontrol saat berada dalam situasi sosial. Pada subjek pria dengan usia yang lebih muda (16-17 tahun), perasaan tersebut akan semakin kuat.

Sumbangan dari gambaran tubuh terhadap harga diri pada pria adalah sebesar 11% (R² = 11%). Hal ini mengandung pengertian bahwa kontribusi gambaran tubuh terhadap harga diri pada pria adalah sebesar 11%. Selain itu terdapat faktor-faktor lain selain gambaran tubuh yang mempengaruhi harga diri seorang pria.

(67)

Selain itu faktor keberhasilan pada bidang-bidang yang dianggap penting bagi individu seperti dalam bidang akademik, keterampilan fisik atau olahraga, dan penerimaan sosial juga turut mempengaruhi harga diri individu (Fredricks & Eccles dalam Shaffer, 2005). Secara umum, harga diri yang tinggi didapat ketika individu berhasil dalam bidang yang dianggap penting bagi dirinya, sedangkan bila ia gagal dalam bidang yang baginya tidak penting maka harga diri yang rendah tidak akan muncul (James dalam Dacey & Kenny, 1997).

Berdasarkan nilai signifikansi perbandingan antara dimensi gambaran tubuh dengan komponen harga diri, ditemukan bahwa:

1. Dimensi orientasi penampilan berhubungan dengan harga diri subjek dalam penelitian ini secara umum, tapi hanya pada komponen perasaan diterima saja. Hal ini membuktikan bahwa perasaan individu ketika dia merasa diterima oleh lingkungan sosialnya berhubungan dengan sejauh mana individu tersebut berusaha untuk meningkatkan tampilan fisiknya. Contohnya adalah individu yang rutin melakukan latihan fitness dikarenakan dia merasa teman-temannya senang bergaul dengannya karena dia memiliki bentuk tubuh yang atletis.

(68)

lingkungan sosialnya berhubungan dengan sejauh mana individu tersebut merasa puas terhadap bagian tubuhnya terlepas dari bagaimana bentuk dan ukuran bagian tubuhnya. Contohnya adalah individu yang merasa puas terhadap perut buncitnya dikarenakan dia merasa teman-temannya senang bergaul dengannya karena perut buncitnya membuat dia terlihat lucu. 3. Dimensi kecemasan menjadi gemuk berhubungan dengan harga diri subjek

dalam penelitian ini secara umum, tapi hanya pada komponen perasaan mampu saja. Hal ini membuktikan bahwa perasaan individu ketika dia merasa mampu mencapai tujuan yang diinginkannya berhubungan dengan sejauh mana individu tersebut merasa cemas dengan kegemukannya yang dialaminya. Contohnya adalah individu yang merasa cemas dengan tubuhnya yang semakin gemuk akan merasa yakin dan mampu untuk melakukan program diet.

4. Komponen perasaan diterima memiliki hubungan signifikan yang paling banyak dengan dimensi-dimensi gambaran tubuh. Dengan kata lain, perasaan individu ketika dia merasa diterima oleh lingkungan sosialnya sangat berhubungan dengan gambaran tubuhnya.

(69)

maka akan semakin meningkatkan resiko untuk mengidap body dysmorphic disorder (Phillips & Diaz, 1997), meningkatnya depresi, rendahnya harga diri, dan rendahnya kepuasan hidup (Cafri et al., 2002; McCreary & Sasse, 2000; Olivardia, Pope, Borowiecki, & Cohane, 2004).

Dilihat dari nilai signifikansi perbandingan antara gambaran tubuh dengan harga diri berdasarkan indeks massa tubuh, ditemukan bahwa gambaran tubuh memiliki hubungan yang signifikan dengan harga diri hanya pada orang-orang dengan kategori gemuk dan tidak pada orang-orang dengan kategori lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Bordo (2003) yang menyebutkan bahwa keadaan gemuk dihubungkan dengan kemalasan, tekad yang lemah, dan kurangnya kontrol diri sedangkan keadaan kurus dihubungkan dengan keadaan sakit dan kurang gizi sehingga individu bertubuh gemuk mendapat pandangan yang lebih negatif daripada individu bertubuh kurus.

Gambar

Tabel 3.1 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Sebelum Uji Coba
Tabel 3.2 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Sebelum Uji Coba
Tabel 3.3 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Setelah Uji Coba
Tabel 3.4 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Untuk Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

c) Kolam air dingin. Kolam air dingin terletak pada atau dekat bagian bawah menara, dan menerima air dingin yang mengalir turun melalui menara dan  bahan pengisi. Kolam

 (anagement of papulopustular rosacea and perioral dermatitis &#34;ith emphasis on iatrogenic causation or exacerbation of inflammatory facial  dermatoses. Case report  :

Aspek terpenting dalam menghasilkan karya sastera yang bermutu terletak kepada penulis yang berjaya membuat olahan, susunan atau gaya bahasa yang menarik dan berkesan kepada

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Pada komponen utama ke-11 varian yang dapat dijelaskan sudah lebih dari 80 persen dari total varian sampel.. Dengan demikian, menurut kriteria ini dibutuhkan 11 komponen utama

bahwa hipertensi (68,9%) dan diabetes melitus (33,3%) merupakan faktor risiko terbanyak. Dari pembagian ini dapat dilihat bahwa hipertensi merupakan faktor risiko yang

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Pengasih karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk

Terkait dengan hubungan variabel yang terbentuk maka judul yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Analisis Pengaruh Kepribadian Merek pada Loyalitas Merek