• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi Terhadap Tanda Vital Pasien di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi Terhadap Tanda Vital Pasien di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN

PRAOPERASI TERHADAP TANDA VITAL PASIEN

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Herma Lumban Gaol

091121076

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul ”Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi Terhadap

Tanda Vital Pasien di RSUP. H. Adam Malik Medan”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi

ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. Djamaluddin Sambas, MARS selaku Direktur RSUP. Haji

Adam Malik Medan

3. Ibu Rika Endah N. S.Kp., M.Pd. selaku pembimbing I yang selama ini

telah membimbing dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini

4. Bapak Dudut Tanjung S.Kp., M.Kep, selaku pembimbing II proposal yang

telah membimbing penulis dalam penyusunan proposal.

5. Bapak Achmad Fathi S.Kep, Ns, MNS selaku pembimbing II skripsi yang

telah banyak memberikan saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini

(4)

7. Teristimewa buat orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah

memberikan dukungan spiritual maupun materil dan memberikan

dorongan semangat selama penyusunan skripsi ini

8. Buat seseorang yang telah banyak membantu, memberi dukungan dan

semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan ’nine bie’ atas kerja sama dan dorongan

semangat yang diberikan kepada penulis, terutama Titin, Ririn, K’ Noni,

Tere, K’ Elsa, Ratna dan Juju. Kepada semua pihak yang telah membantu

baik secara moril atau materil, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 10 Januari 2011

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Persetujuan Skripsi

Prakata ... i

Daftar Isi ………... iii

Daftar Tabel……….. vi

Daftar Skema ... vii

Abstrak ……… viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Berlakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJUAAN PUSTAKA 1. Pendidikan Kesehatan Praoperasi ... 7

1.1. Pendidikan Kesehatan……….. 7

1.2. Keperawatan Praoperasi ... 7

1.3. Pengkajian Keperawatan Praoperasi ... 13

1.4. Diagnosis Keperawatan Praoperasi ... 15

1.5. Intervensi Keperawatan Praoperasi ... 15

2. Tanda Vital ... 22

2.1. Tekanan Darah ... 22

2.2. Denyut Nadi ... 26

2.3. Pernapasan... 29

2.4. Suhu ... 32

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 37

2. Definisi Operasional……….. 38

3. Hipotesa ... 38

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 39

2. Populasi dan Sampel ... 39

3. Lokasi dan Tempat Penelitian ... 41

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 41

5. Instrumen Penelitian ... 42

6. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 42

7. Pengumpulan Data ... 43

8. Analisa Data ... 44

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 46

2. Pembahasan ... 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 56

(6)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Leaflet

4. Uji Realibilitas 5. Uji Hipotesa

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tekanan darah normal rata-rata ……… 23

Tabel 2 : Faktor yang mempengaruhi tekanan darah ……… 24

Tabel 3 : Frekuensi jantung normal ……….. 27

Tabel 4 : Kontraksi saat inspirasi dan ekspirasi ……… 29

Tabel 5 : Frekuensi pernapasan rata-rata normal ……….. 31

Tabel 6 : Suhu normal ……… 34

Tabel 7 : Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 47

Tabel 8 : Distribusi frekuensi tekanan darah responden sebelum perlakuan .. 48

Tabel 9 : Distribusi frekuensi tekanan darah responden setelah perlakuan ... 48

Tabel 10 : Distribusi frekuensi denyut nadi responden ... 49

Tabel 11 : Distribusi frekuensi pernapasan responden ... 49

(8)

DAFTAR

SKEMA

Skema 1 : Kerangka Penelitian……… 37

(9)

ABSTRAK

Judul : Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi terhadap Tanda Vital Pasien di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Herma Lumban Gaol

NIM : 091121076

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Pendidikan kesehatan adalah hal yang sangat penting diberikan pada pasien yang akan menjalani tindakan operasi. Pemberian pendidikan kesehatan praoperasi berkaitan dengan kesiapan dan ketenangan pasien dalam menerima proses dan hasil operasi. Desain penelitian menggunakan pre-eksperimental dengan one-group pre-post test design yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda vital pasien praoperasi. Jumlah sampel 30 orang dengan menggunakan teknik purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sebelum perlakuan, pemeriksaan tanda vital untuk tekanan darah terdapat sebanyak 33,3% memiliki sistolik yang tidak normal dan 13,3 memiliki diastolik yang tidak normal. Setelah perlakuan maka diperoleh hasil sebanyak 83,3% memiliki sistolik yang normal dan 96,7% memiliki diastolik yang normal. Pada pemeriksaan denyut nadi sebelum perlakuan terdapat 3,3% yang memiliki pola denyut nadi yang tidak normal dan setelah perlakuan, seluruh responden memiliki pola denyut nadi yang normal. Pada pemeriksaan pernapasan, sebelum diberikan perlakuan 26,7% memiliki pola pernapasan yang tidak normal, setelah perlakuan didapat bahwa 90% responden memiliki pola pernapasan yang normal. Hasil diuji dengan Paired

Sample t-test, diperoleh ρ (2-tailed) untuk tekanan darah=0,002, untuk denyut

nadi=0,001 dan pernapasan=0,000 dengan α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

hipotesa penelitian Ha diterima (gagal ditolak) yang berarti ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap tanda vital pasien praoperasi. Oleh karena itu disarankan sebelum menjalani tindakan operasi, pasien harus diberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesiapan dan kenyamanan pasien.

(10)

ABSTRAK

Judul : Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi terhadap Tanda Vital Pasien di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Herma Lumban Gaol

NIM : 091121076

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Pendidikan kesehatan adalah hal yang sangat penting diberikan pada pasien yang akan menjalani tindakan operasi. Pemberian pendidikan kesehatan praoperasi berkaitan dengan kesiapan dan ketenangan pasien dalam menerima proses dan hasil operasi. Desain penelitian menggunakan pre-eksperimental dengan one-group pre-post test design yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda vital pasien praoperasi. Jumlah sampel 30 orang dengan menggunakan teknik purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sebelum perlakuan, pemeriksaan tanda vital untuk tekanan darah terdapat sebanyak 33,3% memiliki sistolik yang tidak normal dan 13,3 memiliki diastolik yang tidak normal. Setelah perlakuan maka diperoleh hasil sebanyak 83,3% memiliki sistolik yang normal dan 96,7% memiliki diastolik yang normal. Pada pemeriksaan denyut nadi sebelum perlakuan terdapat 3,3% yang memiliki pola denyut nadi yang tidak normal dan setelah perlakuan, seluruh responden memiliki pola denyut nadi yang normal. Pada pemeriksaan pernapasan, sebelum diberikan perlakuan 26,7% memiliki pola pernapasan yang tidak normal, setelah perlakuan didapat bahwa 90% responden memiliki pola pernapasan yang normal. Hasil diuji dengan Paired

Sample t-test, diperoleh ρ (2-tailed) untuk tekanan darah=0,002, untuk denyut

nadi=0,001 dan pernapasan=0,000 dengan α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

hipotesa penelitian Ha diterima (gagal ditolak) yang berarti ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap tanda vital pasien praoperasi. Oleh karena itu disarankan sebelum menjalani tindakan operasi, pasien harus diberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesiapan dan kenyamanan pasien.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi keperawatan dewasa ini adalah

memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

keperawatan telah memberikan penekanan lebih pada peran perawat sebagai

pendidik. Pengajaran, sebagai fungsi dari keperawatan, telah dimasukkan dalam

undang-undang praktik perawat dan dalam American Nurses Association

Standards of Nursing Practice. Dengan demikian, pendidikan kesehatan dianggap

menjadi fungsi mandiri dari praktik keperawatan dan merupakan tanggung jawab

utama dari profesi keperawatan (Brunner & Suddart, 2002).

Dalam keperawatan pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi

keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok,

maupun masyarakat (Suliha, 2002). Tujuan dari intervensi mandiri ini antara lain:

membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan,

memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, mempertahankan derajat

kesehatan yang sudah ada, mencegah timbul penyakit atau bertambahnya masalah

kesehatan serta meningkatkan status kesehatan.

Salah satu tindakan peningkatan kesehatan adalah pembedahan. Rondhianto

(2008) mengatakan bahwa tindakan operasi atau pembedahan merupakan

pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk

(12)

seringkali pasien dan keluarga menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan

kecemasan yang dialami. Kecemasan yang dialami biasanya terkait dengan segala

macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap

keselamatan jiwa berhubungan dengan proses pembedahan dan tindakan

pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap

tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi.

Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik

secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung

pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan

yang terkait (dokter bedah, dokter anastesi dan perawat) di samping peranan

pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.

Selain kesiapan fisik, seorang pasien yang ingin dioperasi juga harus siap

secara mental, karena apabila tidak siap kondisi mental yang labil mampu

mempengaruhi kondisi fisik pasien tersebut. Menurut Long, B.C. (1996) tindakan

pembedahan juga merupakan ancaman potensial aktual terhadap integritas

seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis.

Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan pasien menghadapi

pembedahan seperti: takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadinya perubahan

fisik, takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai

penyakit yang sama, takut menghadapi ruang operasi, takut tidak sadar lagi akibat

pembiusan, takut operasi yang akan dijalani tidak berhasil.

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi

(13)

pernapasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang

lembab, selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama, sulit tidur dan sering

berkemih (Robby, 2009). Ada yang mampu mengekspresikan ketakutannya dan

ada yang tidak. Untuk itu diperlukan perawat yang mempunyai kepekaan terhadap

berbagai respon klien, mempunyai kemampuan analisis yang cukup tinggi dan

menghadapi respons tersebut. Apabila ketakutan klien tidak dapat ditenangkan,

maka sistem fisiologis tubuh akan terganggu hingga seringkali terjadi penundaan

bahkan gagal operasi. Untuk mencegah hal tersebut, perawat harus mampu

memberikan ketenangan dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dijalani

klien, sebab dengan memberikan pendidikan kesehatan, klien akan merasa lebih

tenang dan siap menjalani tindakan pengobatan, termasuk pembedahan. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian pendidikan

kesehatan praoperasi terhadap tanda vital pasien di RSUP. H. Adam Malik

Medan. Namun dalam penelitian ini, tanda vital yang diteliti hanya mencakup;

tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan, hal ini disebabkan karena perubahan

yang sering terjadi lebih tampak pada tanda vital tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas rumusan masalah penelitian

ini adalah Adakah Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Praoperasi

Terhadap Tekanan Darah, Pernapasan dan Denyut Nadi Pasien di RSUP. H.

(14)

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan praoperasi terhadap

tanda vital pasien di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tekanan darah pasien sebelum dan sesudah pemberian

pendidikan kesehatan praoperasi

b. Mengetahui pernapasan pasien sebelum dan sesudah pemberian

pendidikan kesehatan praoperasi

c. Mengetahui denyut nadi pasien sebelum dan sesudah pemberian

pendidikan kesehatan praoperasi

4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan

keperawatan khususnya bagian promosi kesehatan praoperasi. Selain itu juga

menyediakan informasi untuk mahasiswa profesi keperawatan mengenai

pemberian pendidikan kesehatan pada pasien praoperasi.

4.2. Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

(15)

pemberian pendidikan kesehatan praoperasi yang lebih baik pada pasien yang

akan menjalani tindakan operasi.

4.3. Penelitian Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai

data dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokkan menjadi

dua bagian yaitu:

1. Pendidikan kesehatan praoperasi

1.1. Pendidikan kesehatan

1.2. Keperawatan praoperasi

1.3. Pengkajian keperawatan praoperasi

1.4. Diagnosa keperawatan praoperasi

1.5. Intervensi keperawatan praoperasi

2. Tanda vital

2.1. Tekanan darah

2.2. Denyut nadi

2.3. Pernapasan

(17)

1. Pendidikan Kesehatan Praoperasi

1.1.Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk

mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan

masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Sama halnya dengan proses

pembelajaran pendidikan kesehatan memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya

perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah sasaran

pendidikan, pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan perilaku yang

diharapkan (Setiawati, 2008).

Tujuan pendidikan kesehatan dalam keperawatan adalah untuk

meningkatkan status kesehatan, mencegah timbul penyakit dan bertambahnya

masalah kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada,

memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan

keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.

1.2. Keperawatan Praoperasi

1.2.1. Pengertian

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan

pengalaman pembedahan pasien. Kata ”perioperatif” adalah suatu istilah

gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan yaitu praoperatif,

intraoperatif dan pascaoperatif. Masing-masing dari fase ini dimulai dan berakhir

pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah,

(18)

luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan

standart praktik keperawatan. Fase praoperasi dari peran keperawatan perioperatif

dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien

dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut

dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau di

rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi

yang diberikan dan pembedahan (Brunner & Suddart, 2002).

Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap

ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU) atau

yang dahulu disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini,

tanggung jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis,

psikologis, merencanakan dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan

dan privasi pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan.

Termasuk intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan

emosional ketika anastesia dimulai (induksi anastesia) dan selama prosedur

pembedahan berlangsung, mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang

fungsional, mempertahankan asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus listrik

(dari alat-alat yang dipakai seperti electrocautery), membantu mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan hitungan kasa dan

instrumen, membantu dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan keluarga

pasien dan anggota tim kesehatan yang lain. Fase pascaoperatif dimulai dengan

pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari

(19)

fisik dan psikologis; memantau kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, dan

status neurologis secara teratur; mempertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit; mengkaji secara akurat serta haluaran dari semua drain (Baradero, dkk.,

2009).

1.2.2. Pertimbangan khusus pasien bedah

Pembedahan adalah suatu pengalaman yang unik untuk setiap pasien,

bergantung pada faktor psikososial dan fisiologis yang ada. Sekalipun

pembedahan tersebut dianggap minor oleh tenaga kesehatan profesional, perlu

diingat bahwa pembedahan apapun selalu dianggap sebagai sesuatu yang besar

oleh pasien dan keluarganya. Pembedahan termasuk suatu stresor yang bisa

menimbulkan stres fisiologis (respon neuroendokrin) dan stres psikososial (cemas

dan takut). Pembedahan juga menimbulkan stres sosial yang mengharuskan

keluarga beradaptasi terhadap perubahan peran. Perubahan peran ini bisa

sementara atau permanen (Baradero, dkk., 2009).

(1) Respon neuroendokrin. Pada dasarnya pembedahan yang akan

dilaksanakan dapat memicu respon neuroendokrin. Respon terdiri dari sistem

saraf simpati dan respon hormon yang berfungsi melindungi tubuh dari ancaman

cidera. Respon sistem saraf simpati dengan vasokontriksi berguna untuk

mempertahankan tekanan darah agar cukup aliran darah ke jantung dan otak.

Kenaikan cardiak output dan pengurangan aktifitas gastrointestinal berguna untuk

mempertahankan tekanan darah, namun memiliki efek negatif: anoreksia, nyeri

akibat gas dan konstipasi. Pada respon hormonal, peningkatan sekresi

(20)

volume darah: katabolisme protein dan lemak untuk penyembuhan menyebabkan

peningkatan energi, tersedianya asam amino sehingga efek negatifnya

menyebabkan penurunan berat badan, kemungkinan pembentukan trombus,

kenaikan sekresi ADH menyebabkan peningkatan volume darah, namun bisa

memungkinkan kelebihan cairan.

Efek sistemik dari respon neuroendokrin tampak pada perubahan yang

kompleks dalam tubuh. Manifestasi perubahan fisiologis antara lain: denyut

jantung meningkat, tekanan darah meningkat, suplai darah ke otak dan organ vital

meningkat, suplai darah ke gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal menurun,

produksi asam lambung meningkat, kecepatan pernapasan meningkat, glukosa

darah meningkat, diaforesis dan piloereksi, dilatasi pupil, agregasi trombosit

(Baradero, dkk., 2009).

(2) Respons psikologis. Ansietas (cemas) merupakan respon adaptif yang

normal terhadap stres karena pembedahan. Pasien yang akan dioperasi biasanya

menjadi agak gelisah dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak

tampak jelas, tetapi kadangkala dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang

gelisah dan takut akan sering bertanya, walaupun pertanyaannya telah dijawab

sebelumnya (Oswari, 2005). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat

ketakutan antara lain: Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami

kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan

darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan, Pasien wanita yang

terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari

(21)

Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan pasien: (a) takut nyeri

setelah pembedahan; (b) takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan

tidak berfungsi normal (body image); (c) takut keganasan (bila diagnosa yang

ditegakkan belum pasti); (d) takut mengalami kondisi yang sama dengan orang

lain yang mempunyai penyakit yang sama; (e) takut menghadapi ruang operasi,

peralatan pembedahan dan petugas; (f) takut mati saat dibius/ tidak sadar lagi; (g)

takut gagal operasi. Menurut Robby (2009) ketakutan dan kecemasan yang

mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik

seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernapasan, gerakan-gerakan tangan

yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan

pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu

mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi

stres. Selain itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk

membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan tersebut,

seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien dan faktor pendukung

(support system).

(3) Respons sosial. Terjadi perubahan pada peran dan fungsi pasien yang

akan dibedah. Perubahan ini bisa sementara atau permanen. Rutinitas hidup

keluarga dapat juga terganggu. Karena itu, harus ada yang menemani pasien di

rumah sakit. Misalnya: pasien seorang ibu dengan anak kecil, untuk sementara

anak harus diasuh orang lain; jika individu yang bekerja, harus meninggalkan

pekerjaannya. Di samping mengambil alih fungsi dan perannya, keluarga juga

(22)

menimbulkan stres pada keluarganya, yang dapat juga ditimbulkan oleh

ketidakpastian mengenai hasil pembedahan (Baradero, dkk., 2009).

1.2.3. Informed consent

Hak pasien untuk menentukan intervensi pembedahan yang akan

dilaksanakan dilindungi oleh proses informed consent. Izin tertulis yang dibuat

secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan

dilakukan, izin ini untuk melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan

melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi

kepentingan semua pihak yang terkait, perlu mengikuti prinsip medikolegal yang

baik. Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent

telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter. Sebelum pasien

menandatangani formulir consent, ahli bedah harus memberikan penjelasan yang

jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli

bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada,

kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan

kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang apa

yang diperkirakan terjadi pada periode pascaoperasi awal dan lanjut (Brunner &

Suddart, 2001).

Klien yang menolak pembedahan atau tindakan medis lainnya harus

diinformasikan tentang apapun konsekuensi bahayanya. Jika klien terus menolak,

penolakan harus ditulis, ditandatangani, dan disaksikan. Orang tua biasanya wali

legal dari klien anak-anak dan dengan demikian ada orang yang menandatangani

(23)

persetujuan tindakan diperolah dari seseorang yang secara legal disahkan untuk

memberikan persetujuan atas nama klien. Jika orang yang cedera telah

diumumkan secara legal tidak mampu, persetujuan harus diperoleh dari wali legal

orang tersebut (Potter & Perry, 2005).

1.3. Pengkajian Keperawatan Praoperasi

1.3.1. Riwayat keperawatan

Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin,

medikasi, lateks, larutan antiseptic), obat dan zat yang digunakan, tinjauan sistem

tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang

kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan psikososial

(Yenichrist, 2008).

1.3.2. Pemeriksaan fisik dan sirkulasi

Perawat melakukan pemeriksaan “head to toe” (dari kepala sampai ke ibu

jari kaki). Schrock, T. (1995) mengatakan sistem jantung dan pernapasan harus

mendapat perhatian yang seksama. Perawat tidak boleh mengabaikan denyut nadi

perifer, pemeriksaan rektal, dan pelvis. Pada tahap preoperatif, data objektif

dikumpulkan dengan dua tujuan, yaitu memperoleh data dasar untuk digunakan

sebagai pembanding data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan

mengetahui masalah potensial yang memerlukan penanganan sebelum

pembedahan dilaksanakan. Kelainan yang ditemukan (suhu meningkat, batuk,

(24)

dilapor ke dokter bedah dan ahli anastesi untuk evaluasi selanjutnya. Pembedahan

dapat ditunda sesuai beratnya kelainan yang ditemukan (Baradero, dkk., 2009).

1.3.3. Pemeriksaan penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter

bedah tidak mungkin bias menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan

pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan

radiologi dan diagnostik seperti: foto thoraks, abdomen, USG, CT scan, MRI,

renogram, cytoscopy, mammografi, colon in loop, EKG, ECHO, Electro

Enchelophalo Grafi. Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah

seperti: hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah

trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit, ureum, kreatinin.

Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh

untuk memastikan penyakit pasien sebelum dioperasi. Pemeriksaan kadar gula

darah (KGD), yaitu untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalam

rentang normal atau tidak. Khususnya untuk proses anastesi, biasanya dibutuhkan

berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan masa

perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,

elektrolit serum, hemoglobin, protein darah dan hasil pemeriksaan radiologi

(25)

1.4. Diagnosis Keperawatan Praoperasi

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien praoperasi,

meliputi:

a. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi

mengenai rutinitas perioperatif.

b. Cemas yang berhubungan dengan perubahan citra tubuh, perubahan

status kesehatan, financial, tidak terlindung oleh asuransi.

c. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

prosedur bedah, anastesia, sedasi, dan banyaknya sekresi.

d. Resiko perubahan perfusi perifer, thrombosis vena profunda yang

berhubungan dengan statis vena, peningkatan pembekuan darah.

e. Resiko infeksi yang berhubungan dengan persiapan kulit yang tidak

adekuat, luka terkontaminasi.

f. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan rasa cemas dan

lingkungan.

1.5. Intervensi Keperawatan Praoperasi

1.5.1. Penyuluhan

Tujuan penyuluhan praoperasi adalah: memenuhi kebutuhan individu

tentang pengetahuan praoperasi; meningkatkan keamanan pasien; meningkatkan

kenyamanan psikologis dan fisiologis; meningkatkan keikutsertaan pasien dan

keluarga dalam perawatannya; meningkatkan kepatuhan terhadap instruksi yang

(26)

sebelum pembedahan. Riset menunjukkan bahwa penyuluhan praoperasi dikaitkan

dengan penurunan tingkat kecemasan, ambulansi yang cepat, dan keikutsertaan

dalam aktivitas perawatan diri. Informasi penting yang perlu dijelaskan kepada

pasien adalah prosedur praoperasi, pembedahan itu sendiri, dan apa yang

diharapkan dari pembedahan. Kebanyakan pasien merasa kecemasannya menjadi

lebih ringan apabila ia mengetahui apa tujuan pemeriksaan, dan prosedur

praoperasi yang akan dilaksanakan (Baradero, dkk., 2009). Materi penyuluhan

praoperasi antara lain: informed consent; skrining praoperasi (laboratorium, uji

diagnostik, riwayat keperawatan, pengkajian fisik); rutinitas praoperasi

(pencukuran, persiapan kulit, pemeriksaan tanda-tanda vital, penggunaan pakaian

praoperasi dan pelepasan perhiasan); status puasa; medikasi praoperasi;

pemindahan ke ruang tunggu di kamar operasi (lamanya menunggu, lamanya

prosedur pembedahan); rutinitas di unit pasca anastesia; adanya slang intravena,

kateter foley, slang nasogastrik, drain, luka insisi; rutinitas praoperasi (latihan

batuk efektif, napas dalam, mobilisasi di tempat tidur dan pergerakan sendi).

1.5.2. Peningkatan kenyamanan

Pembedahan mengakibatkan rasa cemas karena dikaitkan dengan takut akan

sesuatu yang belum diketahui, nyeri, perubahan citra tubuh, perubahan fungsi

tubuh, kehilangan kendali dan kematian. Joint Commision on Accreditation of

Health Care Organizations (JCAHO) menyatakan bahwa perawat profesional

mempunyai tanggung jawab membantu pasien dan keluarganya atau orang yang

penting untuk mengidentifikasi sumber rasa cemas dan membantu mereka

(27)

akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengerti instruksi praoperasi. Cemas

ringan bisa mempertajam penangkapan penjelasan, tetapi cemas berat bisa

membuat pasien tidak mampu menangkap instruksi yang diberikan (Baradero,

dkk., 2009). Pemberdayaan pasien dengan memulihkan kemampuannya dalam

mengendalikan situasi dapat mengurangi rasa cemas. Dengan melibatkan pasien

untuk mengambil keputusan atau berpartisipasi dalam perawatannya akan

membuat pasien merasa bisa mengendalikan situasi. Pasien juga bisa dibantu

dalam memilih kegiatan atau latihan yang bisa mengurangi rasa cemas. Misalnya,

memilih dan mendengarkan lagu-lagu (terapi musik), relaksasi progresif,

imajinasi terbimbing, dan sebagainya. Menurut Rodhianto (2008) selain itu

perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien

dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasannya , seperti adanya orang

terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.

1.5.3. Pemeliharaan fungsi paru

Penyuluhan praoperasi ternasuk menjelaskan pada pasien tentang

pentingnya latihan napas dalam dan batuk efektif. Napas dalam dapat

memperbaiki oksigenasi, mengeluarkan anestetik inhalan yang tertinggal dalam

paru, mencegah kolaps alveolar yang bisa menimbulkan atelektasis. Batuk efektif

dapat mengeluarkan sekresi yang bisa menghambat saluran pernapasan, ketika

dilakukan napas dalam sebelum batuk, refleks batuk dirangsang. Jika pasien tidak

dapat batuk secara efektif, pneumonia hipostatik dan komplikasi paru lainnya

dapat terjadi. Latihan ini perlu dijelaskan dan didemonstrasikan, kemudian pasien

(28)

penyuluhan pada pasien setelah pembedahan ternyata tidak efektif karena efek

anastesi, rasa nyeri dan rasa tidak nyaman bisa menganggu konsentrasi pasien

(Brunner & Suddarth, 2001).

Latihan napas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien

tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk

dan perut tidak boleh tegang. Meletakkan tangan di atas perut, menghirup udara

sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup

rapat, kemudian menahan napas beberapa saat (3-5 detik), secara perlahan-lahan,

udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Latihan ini dilakukan

berulang kali (15 kali) dan dua kali sehari preoperatif. Sedangkan teknik batuk

efektif dapat dilatih dengan cara: pasien condong ke depan dari posisi semifowler,

sarankan untuk menjalin jari-jari tangan dan diletakkan melintang di atas insisi

sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien napas dalam seperti cara napas

dalam (3-5 kali), segera lakukan batuk spontan, harus dipastikan rongga

pernapasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan

tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini dapat

menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap insisi. Teknik

ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa

nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan

handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga

dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk (Rondhianto, 2008).

Selain latihan napas dalam dan batuk efektif, dapat juga diberikan latihan

(29)

sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan

yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pergerakan setelah

operasi akan mempercepat rangsang peristaltik usus, menghindari penumpukan

lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya

dekubitus. Selain itu akan memperlancar sirkulasi untuk mencegah statis vena dan

menunjang fungsi pernapasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi

tubuh dan juga Range Of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM

ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan

bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara

mandiri.

1.5.4. Pencegahan infeksi

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi

keperawatan yang dapat diberikan diantaranya pasien dipuasakan dan dapat juga

dengan pemberian enema. Enema biasanya diberikan untuk pembedahan pada

gastrointestinal, pelvis, perineal, atau perianal. Tujuan dari pengosongan lambung

dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke

paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses di area pembedahan sehingga

menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan dan dapat juga memberi

visualisasi yang baik untuk dokter bedah. Persiapan kulit juga sangat penting

dilakukan untuk mengurangi resiko infeksi luka setelah pembedahan. Menurut

Baradero (2009) beberapa rekomendasi persiapan kulit antala lain; (a) daerah

yang akan dibedah dan daerah sekitarnya harus bersih. Kegiatan membersihkan

(30)

mencuci kulit dan segera memberi agens antimikroba di kamar operasi. (b) daerah

yang akan dibedah harus dikaji sebelum kulit disiapkan. Trauma kulit pada area

pembedahan memungkinkan mikroorganisme berkembang di tempat tersebut.

Apabila perlu mencukur rambut, gunakan kliper elektrik atau krim depilatori

daripada pencukur pisau. Pencukuran rambut dilakukan karena rambut yang tidak

dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga menghambat proses

penyembuhan dan perawatan luka.

Pengosongan kandung kemih juga dilakukan dengan pemasangan kateter.

Selain untuk mencengah infeksi, diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan

cairan.

1.5.5. Persiapan akhir pembedahan

Pada tahap akhir praoperatif, perawat bertanggung jawab atas kesiapan dan

keamanan pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien harus

diidentifikasi dan diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit khusus untuk

pembedahan, semua pakaian pribadi dilepas, apabila pasien memakai cat kuku

(kutek), cat kuku harus dihapus agar dapat mengkaji pengisian kapiler dengan

akurat, melepas perhiasan, kaca mata, semua prostesis (gigi, bola mata,

tangan/kaki palsu) diidentifikasi dan diamankan. Perawat harus memeriksa apakah

pasien menggunakan gigi palsu. Gigi palsu yang tidak dilepas bisa

membahayakan saluran napas karena bisa menghambat saluran napas apabila

terlepas ketika induksi anestesi.

Obat-obat premedikasi. Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus

(31)

ditandatangani. Formulir informed consent diletakkan paling depan pada status

pasien. Tujuan dari premedikasi adalah mengurangi rasa cemas dan memberikan

sedatif atau hipnotik, mengurangi sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi

nyeri dan rasa tidak nyaman (narkotik). Obat-obat premedikasi yang diberikan

biasanya adalah agens anti ansietas (diazepam, midazolan, lorazepam), narkotik

(morfin, meperidine), anti kolinergik (atropin, glikopirolat). Antibiotik profilaksis

biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi. Antibiotik profilaksis yang

diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan

operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi

dimulai dan dilanjutkan pasca operasi 2-3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan

adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien (Robby, 2009).

Premedikasi dapat diberikan ”on call to the O.R” (kamar operasi memberi tahu

untuk diberikan premedikasi) atau dapat juga diberikan di kamar operasi sebelum

induksi anastesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi turun dari

tempat tidur.

Daftar periksa praoperasi (checklist praoperatif), adalah ringkasan persiapan

pasien sebelum pembedahan. Tanda-tanda vital preoperasi harus

didokumentasikan. Data ini bisa dijadikan sebagai data dasar untuk

mengidentifikasi perubahan yang dapat timbul pada tahap intraoperasi dan

pascaoperasi. Apabila kateter folay tidak dipasang, pasien diminta untuk

berkemih, dan jumlah urine dicatat pada statusnya. Pasien dipindahkan ke kamar

operasi bersama dengan statusnya yang lengkap dan dokumen lain yang

(32)

2. Tanda Vital

Pengukuran yang paling sering dilakukan oleh praktisi kesehatan adalah

pengukuran tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu dan saturasi

oksigen. Sebagai indikator dari status kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan

keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural, dan endokrin tubuh. Karena sangat

penting, maka disebut dengan tanda vital. Banyak faktor seperti suhu lingkungan,

latihan fisik, dan efek sakit yang menyebabkan perubahan tanda vital,

kadang-kadang di luar batas normal. Pengukuran tanda vital memberi data untuk

menentukan status kesehatan klien yang lazim (data dasar), seperti respons

terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan, perubahan

tanda vital, dan menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan pada tanda

vital dapat juga menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan

medis (Potter & Perry, 2005).

2.1. Tekanan Darah

2.1.1. Fisiologi

Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah

yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah,

tekanan darah dalam sistem arteri tubuh adalah indikator yang baik tentang

kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena

perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah

yang tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan

tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan

(33)

menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan

minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu. Unit standar untuk

pengukuran tekanan darah adalah milimeter air raksa (mmhg). Tekanan darah

menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume

darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Curah jantung adalah volume darah

yang dipompa jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung):

Curah jantung = Frekuensi jantung x Volume sekuncup

Tekanan darah (TD) bergantung pada curah jantung dan tahanan vaskuler perifer:

Tekanan darah = curah jantung x tahanan vaskular perifer

2.1.2. Faktor yang mempengaruhi

Usia. Tingkat normal tekanan normal darah bervariasi sepanjang kehidupan.

Meningkat pada masa anak-anak. Tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja

dikaji dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan usia (Task Force on Blood

Pressure Control in Children, 1987). Tekanan darah bayi berkisar antara

65-115/42-80. Tekanan darah normal anak usia 7 tahun adalah 87-117/48-64.

Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Standar normal untuk remaja yang tinggi dan diusia baya adalah 120-80. Namun,

National High Blood Pressure Education Program (1993) mendaftarkan

[image:33.595.111.516.664.756.2]

<130/<85 merupakan nilai normal yang dapat diterima.

Tabel 1. Tekanan darah normal rata-rata

Usia Tekanan darah (mmhg)

Bayi baru lahir (300 g) 1 bulan

1 tahun

(34)

6 tahun 10-13 tahun 14-17 tahun Dewasa tengah Lansia 105/65 110/65 120/75 120/80 140/90

Tabel 2. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Faktor Efek

Kecemasan, ketakutan, nyeri, dan stres emosi

Jenis kelamin

Obat-obatan

Ras

Obat-obatan • Diuretik

• Bloker

beta-adrenergik

• Vasodilator • Variasi diurnal

Stimulasi saraf simpatetik meningkatkan tekanan darah karena peningkatan frekuensi denyut jantung dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Setelah pubertas, karena variasi hormonal tekanan darah pada anak laki-laki meningkat; setelah menopause tekanan darah pada wanita meningkat. Tekanan darah diturunkan dengan anti hipertensi dan agen diuretik, anti aritmia tertentu, analgesik narkotik dan anastetik umum.

Frekuensi hipertensi lebih tinggi pada urban Amerika Afrika daripada Amerika Eropa.

Menurunkan tekanan darah

Menghalangi respon penerimaan saraf simpatetik, mengurangi frekuensi denyut jantung dan curah jantung

Mengurangi tahanan pembuluh perifer

Tekanan darah secara umum meningkat sepanjang pagi dan siang dan menurun selama sore sampai malam hari; secara individu tekanan darah bervariasi secara bermakna.

(35)

Adapun alat yang digunakan antara lain: sphygmomanometer air raksa

lengkap dengan manset, stetoskop, antiseptik. Persiapan pasien dapat dilakukan

dengan menjelaskan tentang perlunya pemeriksaan tekanan darah dan

menjelaskan bahwa lengan akan dipasang manset yang bila dipompa akan

menekan, sehingga terasa tidak enak/ kesemutan.

Cara pemeriksaan meliputi: pemeriksa mencuci tangan. Menyarankan

pasien untuk membuka bagian lengan atas yang akan diperiksa, sehingga tidak

ada penekanan pada arteri brachialis. Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk

atau duduk yang nyaman dengan lengan bagian volar di atas. Kemudian

memasang manset yang sesuai dengan ukuran lengan pasien. Pemasangan manset

melingkar pada lengan tempat pemeriksaan setinggi jantung, dengan bagian

bawah manset 2-3 cm di atas fossa kubiti dan bagian balon karet yg menekan

tepat diatas arteri brachialis. Pemeriksa harus memastikan pipa karet tidak terlipat

atau terjepit manset. Pasien dapat diistirahatkan sedikitnya 5 menit sebelum

pengukuran dan perlu dipastikan pasien merasa santai dan nyaman. Manset

dihubungkan dengan sphymomanometer air raksa , posisi tegak dan level air raksa

setinggi jantung. Kemudian pemeriksa meraba denyut arteri brachialis pada fossa

kubiti dan arteri radialis dengan jari telunjuk dan jari tengah (untuk memastikan

tidak ada penekanan). Penting diperhatikan bahwa mata pemeriksa harus sejajar

dengan permukaan air raksa (agar pembacaan hasil pengukuran tepat). Menutup

katup pengontrol pada pompa manset, stetoskop digunakan masuk tepat ke dalam

telinga pemeriksa, dan meraba denyut arteri brachialis. Pemeriksa memompa

(36)

lagi sampai 20-30 mmhg (tetapi tidak lebih tinggi, sebab akan menimbulkan rasa

sakit pada pasien, rasa sakit akan meningkatkan tensi). Pemeriksa meletakkan

kepala stetoskop di atas arteri brachialis. Katup pengontrol dapat dilepaskan

secara pelan-pelan sehingga air raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmhg per detik

atau 1 skala per detik. Perlu dipastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan

pertama arteri brachialis (korotkoff I), detakan tersebut adalah tekanan sistolik.

Memastikan tinggi air raksa pada saat terjadi perubahan suara yang tiba-tiba

melemah (korotkoff IV), suara tersebut adalah tekanan diastolik. Pemeriksa dapat

melepaskan stetoskop dari telinga pemeriksa dan manset dari lengan pasien dan

membersihkan earpiece dan diafragma stestokop dengan desinfektan. Apabila

ingin melakukan pemeriksaan ulang dapat dilakukan setelah minimal 30 detik.

Hasil pemeriksaan dapat dicatat dan diinformasikan pada pasien.

2.2. Denyut Nadi

2.2.1. Anatomi fisiologi

Aliran darah mengaliri tubuh dalam sirkuit yang kontinu. Impuls elektris

berasal dari noduls sinoatrial (AV) berjalan melalui otot jantung untuk

menstimulasi kontraksi jantung. Pada setiap kontraksi ventrikel, darah yang

masuk ke aorta sekitar 60-70 ml (volume sekuncup). Pada setiap ejeksi volume

sekuncup, dinding aorta berdistensi, menciptakan gelombang denyut yang dengan

cepat berjalan melalui bagian akhir arteri. Gelombang denyut bergerak 15 kali

lebih cepat melalui aorta dan 100 kali lebih cepat melalui arteri kecil daripada

volume darah yang diejeksikan. Pada saat nadi mencapai arteri perifer, dapat

(37)

Nadi adalah aliran darah yang menonjol pada arteri perifer yang dapat diraba.

Jumlah denyut yang terjadi dalam satu menit adalah kecepatan nadi (Potter &

Perry, 2005).

2.2.2. Karakter nadi

(1) Frekuensi. Pada saat mengkaji nadi, pemeriksa harus

mempertimbangkan perbedaan faktor yang mempengaruhi frekuensi nadi, seperti:

perubahan postur (berdiri atau duduk) menyebabkan perubahan frekuensi nadi

karena perubahan volume darah dan aktivitas simpatik, latihan fisik jangka

pendek, demam, panas, nyeri akut, ansietas, hemoragi dan penyakit yang

mengakibatkan oksigenisasi buruk akan dapat meningkatkan frekuensi nadi.

Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi penurunan frekuensi nadi antara lain:

[image:37.595.119.516.469.670.2]

hipotermia, nyeri berat atau kronis dan posisi berbaring (Potter, 1996).

Tabel 3. Frekuensi jantung normal

Usia Frekuensi jantung (denyut/menit)

Bayi

Toddler

Prasekolah

Usia sekolah

Remaja

Dewasa

120-160

90-140

80-110

75-100

60-90

60-100

(2) Irama. Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi

(38)

atau di akhir atau tidak ada denyut menandakan irama yang tidak normal atau

disritmia. (3) Kekuatan. Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume

darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi

sistem pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal,

kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung. Kekuatan nadi dapat

dikelompokkan atau digambarkan dengan kuat, lemah, berurutan atau bersamaan.

2.2.3. Pengukuran

Persiapan alat untuk pemeriksaan denyut nadi antara lain: alat pengukur

waktu (jam tangan dengan jarum detik, stop watch), buku catatan nadi (kartu

status) dan alat tulis. Menjelaskan pada pasien perlunya pemeriksaan yang akan

dilakukan dan tetap mempertahankan posisi rileks dan nyaman. Cara

pemeriksaan: terlebih dahulu pemeriksa mencuci tangan, meminta pasien untuk

menyingsingkan baju yang menutupi lengan bawah. Pada posisi duduk, tangan

diletakkan pada paha dan lengan ekstensi. Pada posisi tidur terlentang, kedua

lengan ekstensi dan menghadap atas. Selanjutnya melakukan palpasi ringan arteri

radialis dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, melakukan palpasi

sepanjang lekuk radial pada pergelangan tangan dan pemeriksa merasakan denyut

arteri radialis dan irama yang teratur, serta menghitung denyut tersebut selama

satu menit, kemudian informasikan ke pasien dan mencatat hasil pemeriksaan

pada buku (Wulandari, 2009).

(39)

Pernapasan adalah mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara antara

atmosfir dengan darah serta darah dengan sel. Pernapasan termasuk ventilasi

(pergerakan udara masuk dan keluar dari paru), difusi (pergerakan oksigen dan

karbondioksida antar alveoli dan sel darah merah) dan perfusi (distribusi sel darah

merah ke dan dari kapiler paru).

2.3.1. Anatomi fisiologi

Mekanisme pernapasan melibatkan otot-otot inspirasi dan ekspirasi. Pada

inspirasi, impuls dari pusat respirasi ke saraf frenik di diafragma merangsang

kontraksi diafragma. Bersamaan dengan kontraksi diafragma, organ abdomen ke

bawah dan ke depan dan tulang-tulang iga ke atas dan ke luar untuk

memungkinkan pengembangan paru. Pada ekspirasi, suatu proses pasif, paru-paru,

[image:39.595.109.494.472.697.2]

dinding dada, organ abdominal dan diafragma kembali ke posisi rileks.

Tabel 4. Kontraksi saat inspirasi dan ekspirasi

Struktur Inspirasi Ekspirasi

Diafragma

Tulang iga(costae)

Tulang dada

Rongga dada

Paru-paru

Kontraksi (tampak datar)

Bergerak ke atas dan

ke luar

Bergerak ke luar

Membesar

Mengembang

Relaksasi

(melengkung ke atas)

Bergerak ke bawah dan

ke dalam

Bergerak ke dalam

Mengecil

Mengempis

(40)

(1) Olahraga meningkatkan frekuensi dan kedalaman untuk memenuhi

kebutuhan tubuh untuk menambah oksigen. (2) Nyeri akut meningkatkan

frekuensi dan kedalaman sebagai akibat dari stimulasi simpatik. Klien dapat

menghambat dan membebat pergerakan dinding dada jika nyeri pada area dada

atau abdomen, napas akan menjadi dangkal. (3) Ansietas meningkatkan frekuensi

dan kedalaman sebagai akibat stimulasi simpatik. (4) Merokok kronik mengubah

jalan arus udara paru, mengakibatkan peningkatan frekuensi. (5) Anemi,

penurunan kadar hemoglobin menurunkan jumlah pembawa O2 dalam darah.

Individu bernapas dengan lebih cepat untuk meningkatkan penghantaran O2. (6)

Posisi tubuh, postur tubuh yang lurus dan tegak, meningkatkan ekspansi penuh

paru. Posisi yang bungkuk dan telungkup mengganggu pergerakan ventilasi. (7)

Medikasi, analgesik narkotik dan sedatif menekan frekuensi dan kedalaman.

Amfetamin dan kokain dapat meningkatkan frekuensi dan kedalaman. (8) Cedera

batang otak. Cedera pada batang otak mengganggu pusat pernapasan dan

menghambat frekuensi dan irama pernapasan.

2.3.3. Karakter pernapasan

Frekuensi pernapasan. Parawat mengobservasi inspirasi dan ekspirasi penuh

pada saat menghitung frekuensi ventilasi dan pernapasan. Frekuensi pernapasan

bervariasi sesuai dengan usia. Frekuensi pernapasan normal turun sepanjang

hidup. Alat monitor pernapasan yang membantu pengkajian perawat adalah

monitor apnea. Alat tersebut menggunakan led yang dikaitkan pada dinding dada

klien yang merasakan gerakan.Tidak adanya gerakan dinding dada diterjemahkan

(41)
[image:41.595.110.530.138.335.2]

Tabel 5. Frekuensi pernapasan rata-rata normal

Usia Frekuensi (x/menit)

Bayi baru lahir

Bayi (6 bulan)

Toddler (2 tahun)

Anak-anak

Remaja

Dewasa

35-40

30-50

25-32

20-30

16-19

12-20

Kedalaman pernapasan dikaji dengan mengobservasi derajat penyimpangan

atau gerakan dinding dada. Perawat menggambarkan secara subjektif gerakan

ventilator sebagai dalam, normal dan dangkal. Pernapasan yang dalam melibatkan

ekspansi penuh paru dengan ekshalasi penuh. Pernapasan dangkal bila udara yang

melewati paru hanya sedikit kuantitasnya dan pergerakan ventilator sulit untuk

dilihat. Irama pernapasan juga harus diperhatikan. Dengan bernapas normal

interval reguler terjadi setelah setiap siklus pernapasan. Perawat harus dapat

menetapkan interval waktu setelah setiap siklus pernapasan, irama pernapasan

teratur atau tidak.

2.3.4. Pengukuran

Persiapan alat terdiri dari: alat pengukur waktu (jam, stopwatch), buku dan

pena. Persiapan pasien yaitu menjelaskan pentingnya pemeriksaan frekuensi napas

dan menyarankan posisi pasien berbaring, kecuali dalam kondisi tertentu. Cara

pemeriksaan dengan menempatkan satu telapak tangan pasien di atas dada,

(42)

dengan melihat gerakan dada/tangan yang naik turun. Gerakan naik (inhalasi) dan

turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas. Kemudian menghitung frekuensi

napas selama satu menit dan menginformasikan hasil pemeriksaan dan mencatat

pada status.

Pengukuran saturasi oksigen arteri. Perkembangan terakhir dari alat yang

dapat diandalkan, oksimeter nadi, memungkinkan pengukuran tidak langsung

terhadap saturasi oksigen pada dasar data tanda vital klien. Oksimeter nadi adalah

alat dengan dioda pemancar cahaya (LED) dan foto detektor yang dihubungkan

dengan kabel ke oksimeter. LED memancarkan cahaya gelombang panjang yang

diserap oleh molekul hemoglobin yang dioksigenasi dan dideoksigenasi. Cahaya

yang direfleksikan dari molekul hemoglobin diproses oleh oksimeter, yang

menghitung saturasi nadi (SpO2), SpO2 taksiran yang dapat diandalkan terhadap

SaO2. Pengukuran SpO2 dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

transmisi cahaya dari pulsasi arteri perifer. Kesadaran terhadap faktor-faktor ini

memungkinkan interpretasi akurat perawat terhadap pengukuran SpO2 abnormal

(Potter & Perry, 2005).

2. 4. Suhu

2.4.1. Fisiologi

Suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan

hilangnya panas dari tubuh ke lingkungan. Produksi panas yang dihasilkan tubuh

antara lain berasal dari: Metabolisme dari makanan (Basal Metabolic Rate),

(43)

tiroksin (meningkatkan metabolisme seluler), proses penyakit infeksi,

termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari norepinefrin dan efinefrin atau

dari rangsangan langsung simpatetik). Sedangkan hilangnya panas tubuh terjadi

melalui beberapa proses yaitu: Radiasi adalah pemindahan panas dari satu benda

ke benda lain tanpa melalui kontak langsung, misalnya orang berdiri di depan

lemari es yang terbuka. Konduksi adalah pemindahan panas dari satu benda ke

benda lainnya melalui kontak langsung, misalnya kontak langsung dengan es.

Konveksi adalah pemindahan panas yang timbul akibat adanya pergerakan udara,

misalnya udara yang berdekatan dengan badan akan menjadi hangat. Evaporisasi

adalah pemindahan panas yang terjadi melalui proses penguapan, misalnya

pernafasan dan perspiration dari kulit. Misalnya keringat meningkatkan

pengeluaran panas tubuh. Suhu tubuh terjaga konstan meskipun adanya perubahan

kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan karena adanya proses pengaturan suhu

melalui negatif feedback system (mekanisme umpan balik). Organ pengatur suhu

yang utama adalah hipotalamus. Untuk regulasi panas tubuh diperlukan

konsentrasi sodium dan kalsium yang cukup, terutama di dalam dan di sekitar

hipotalamus posterior (Allau, 2009).

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh yaitu antara lain: (1) Umur,

bayi yang baru lahir sangat dipengaruhi keadaan lingkungan sekitarnya, maka

harus dilindungi dari perubahan iklim yang dapat berubah dengan cepat. Anak-

(44)
[image:44.595.109.519.139.271.2]

Tabel 6. Suhu normal

Umur Suhu (Celcius) Suhu (Fahrenheit)

Bayi baru lahir

2 tahun

12 tahun

Dewasa

36,1-37,7

37,2

37

36

97-100

98,9

98,6

96,8

(2) Aktifitas tubuh. Aktifitas otot dan proses pencernaan sangat

mempengaruhi suhu tubuh. Pada pagi hari jam 04.00-06.00 suhu tubuh paling

rendah, sedangkan sore hari sekitar jam 16.00-20.00 yang paling tinggi,

perubahan suhu berkisar antara 1,1-1,6°C. (3) Jenis Kelamin. Wanita lebih efisien

dalam mengatur suhu internal tubuh daripada pria, hal ini disebabkan karena

hormon estrogen dapat meningkatkan jaringan lemak. Meningkatnya progesteron

selama ovulasi akan meningkatkan suhu wanita sekitar 0,3-0,5°C, sedangkan

estrogen dan testosteron dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate. (4) Perubahan

emosi. Emosi yang meningkat akan menambah kadar adrenalin dalam tubuh

sehingga metabolisme meningkat dan suhu tubuh menjadi naik. (5) Perubahan

Cuaca, Iklim, atau musim mempengaruhi evaporasi, radiasi, konveksi, konduksi,

sehingga mempengaruhi metabolisme dan suhu tubuh. (6) Makanan, minuman,

rokok, dan lavemen dapat merubah suhu oral, misalnya minum air es dapat

menurunkan suhu oral sekitar 0,9°C. Untuk itu dianjurkan mengukur suhu oral

sekitar 30 menit setelah makan, minum atau merokok, sedangkan temperatur

(45)

2.4.3. Pengukuran

Secara umum pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer kaca (glass

thermometers). Skala yang sering digunakan adalah termometer skala celcius

(centigrade) yang mempunyai skala dengan titik beku air 0 derajat celcius dan

titik didih 100 derajat celcius, juga digital termometer yang mempunyai kepekaan

tinggi dan waktu pemeriksaan hanya beberapa detik, banyak dipakai pada kondisi

kegawatan. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di

mulut, anus, ketiak dan telinga. Masing- masing tempat mempunyai variasi suhu

yang berlainan. Suhu rektal biasanya berkisar 0,4°C lebih tinggi dari suhu oral dan

suhu aksila lebih rendah 0,6°C dari pada oral. Pengukuran suhu aksila dianggap

paling mudah dan aman, namun kurang akurat. Penggunaan sering dilakukan

pada; anak, pasien dengan radang mulut, pasien yang bernapas dengan mulut atau

menggunakan alat bantu napas.

Persiapan peralatan antara lain; pemeriksa mencuci tangan, menyiapkan

tissue atau lap bersih, buku, alat tulis dan sebuah handuk bersih untuk

membersihkan keringat pasien. Persiapan pasien meliputi; menjaga privasi pasien

dengan tirai atau pintu tertutup, menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya

pemeriksaan suhu aksila dan melepaskan baju pasien dan bagian lain ditutup

dengan selimut. Cara pemeriksaan yaitu pemeriksa memegang termometer pada

bagian ujung yang tumpul.

Sebelum penggunaan perlu dibersihkan dengan soft tissue atau mencuci

dalam air dingin bila disimpan dalam desinfektan serta membersihkan dengan lap

(46)

tingkat air raksa diturunkan sampai angka 35 derajat celsius, kemudian membuka

lengan pasien dan mersihkan keringat pasien dengan handuk yang kering/ tissue.

Selanjutnya termometer ditempelkan di ketiak, lengan diturunkan dan

menyilangkan lengan bawah pasien ke atas dada, sedangkan pada anak-anak

pemeriksa dapat memegang tangan klien dengan lembut. Pemeriksa dapat

membiarkan selama 5-10 menit untuk hasil yang baik. Kemudian termometer

diangkat dan dibersihkan dengan tissue/lap bersih dengan gerak rotasi. Pembacaan

hasil pemeriksaan harus dengan cara, tingkat air raksa sejajar dengan mata

pemeriksa. Setelah hasil diketahui tingkat air raksa diturunkan 0°C. Kemudian

termometer dikembalikan ke tempat penyimpanan. Pemeriksa dapat mencuci

tangan dan menginformasikan hasil ke pasien dan mencatat hasil pemeriksaan

(47)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Dari hasil penelitian kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah

penelitian yang telah dirumuskan perlu dikembangkan suatu kerangka konsep

penelitian. Kerangka konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana

kestabilan tanda vital pasien praoperasi sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan. Penelitian ini terdiri dari satu kelompok intervensi yang

akan dilakukan test awal (pre test) yaitu pemeriksaan tanda vital kemudian akan

diberikan (perlakuan) pendidikan kesehatan tentang praoperasi dan mengevaluasi

hasil dengan menilai kembali tanda vital pasien (post test). Hasil yang diharapkan

adalah stabilnya tanda vital pasien praoperasi. Pemeriksaan test awal dilakukan

ketika pasien akan dipindahkan ke ruang operasi, kemudian diberikan pendidikan

kesehatan dan mengukur kembali tanda vital pasien.

Test awal Test akhir

Skema 1 : Kerangka Penelitian

Pendidikan kesehatan preoperasi

Tanda vital: - Tekanan darah - Pernapasan - Denyut nadi

- Normal - Tidak normal

- Normal

- Tidak normal Tanda vital: - Tekanan darah - Pernapasan - Denyut nadi

Pendidikan kesehatan praoperasi

Tanda vital: - Tekanan darah - Pernapasan - Denyut nadi

- Normal - Tidak normal

- Normal

- Tidak normal

Faktor-faktor yang mempengaruhi: Usia, jenis kelamin, obat-obatan, riwayat kesehatan

(48)

2. Defenisi Operasional

2.1. Pendidikan Kesehatan Praoperasi

Pendidikan kesehatan praoperasi merupakan pemberian segala

informasi/penyuluhan oleh perawat sebelum dilakukan pembedahan agar pasien

mengetahui persiapan dan gambaran proses operasi yang akan dijalaninya

sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan mengerti pentingnya ketenangan

dan kesiapan fisik serta mental dalam menghadapi pembedahan.

2.2. Tanda Vital

Tanda vital merupakan pemeriksaan fisik untuk menentukan status dan

respon klien terhadap stres fisiologi. Pada pasien yang akan menjalani tindakan

operasi harus dilakukan pemeriksaan tanda vital, perubahan dari tanda vital

menandakan terjadinya gangguan fungsi tubuh atau perubahan dari kondisi

pasien. Pada tindakan pembedahan dapat dilakukan penundaan atau gagal

pembedahan karena adanya perubahan hasil pemeriksaan tanda vital yang

tiba-tiba.

2.4. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah

yang didorong dengan tekanan dari jantung. Pemeriksaan tekanan darah pada

pasien praoperasi menunjukkan sistem perubahan fungsi fisiologis terutama

sistem peredaran darah dalam tubuh.

2.5. Denyut Nadi

Denyut nadi merupakan aliran darah yang menonjol pada arteri perifer yang

(49)

mendukung pemeriksaan tanda vital untuk mengetahui status fisiologis sistem

peredaran darah dalaam tubuh.

2.6. Pernapasan

Pernapasan merupakan mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara

antara atmosfir dengan darah serta darah dengan sel. Pemeriksaan laju penapasan

menunjukkan pemenuhan oksigen dalam tubuh.

3. Hipotesa

Penelitian ini menggunakan 2 hipotesa yaitu:

3.1. Hipotesa Alternatif (Ha)

Ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan praoperasi terhadap tanda

vital pasien sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan.

3.2. Hipotesa Null (Ho)

Tidak adanya pengaruh pemberian pendidikan kesehatan praoperasi

terhadap tanda vital pasien sebelum dan sesudah penyuluhan

Dengan diberikannya penyuluhan tentang pendidikan kesehatan praoperasi

maka hasil pemeriksaan tanda vital ke arah yang normal. Hipotesa alternatif (Ha)

gagal ditolak jika α yang diperoleh dari hasil perhitungan uji statistik (P value)

(50)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre-eksperimental dengan

one-group pre-post test design untuk mengidentifikasi tanda vital pasien

praoperasi. Penelitian ini dilakukan satu hari sebelum responden menjalani

tindakan operasi (H-1). Desain ini menggunakan satu kelompok intervensi.

Kelompok ini dilakukan pretest (T1) dan setelah diberikan perlakuan (pemberian

pendidikan kesehatan praoperasi), maka tanda vital dikaji kembali dengan

melakukan pemeriksaan (T2).

Kelompok Pre-test Intervensi Post-test

K1 T1 X T2

Skema 2. Desain penelitian

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi adalah sekelompok individu yang tinggal di wilayah yang sama,

atau sekelompok individu atau objek yang memiliki karakteristik yang sama

(Chandra, B. 2008). Populasi dari penelitian ini adalah pasien yang akan

(51)

pasien setiap bulan yang menjalani tindakan operasi periode tahun 2009 adalah

175 orang (Rekam Medik RSUP.Haji Adam Malik Medan).

2.2.Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi

dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008).

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan

teknik purposive yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(tujuan/masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Adapun kriterianya yaitu:

a. Pasien yang akan menjalani tindakan operasi.

b. Dewasa.

c. Pasien yang tidak mengalami gangguan orientasi realita (compos mentis).

d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Jumlah sampel dalam penelitian menurut Arikunto (2006) jika populasinya

kurang kurang dari 100 sebaiknya diambil semua sehingga penelitian merupakan

penelitian populasi. Tetapi jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil 10-15%

atau 10-25%, karena tergantung dari kemampuan peneliti dilihat dari waktu,

tenaga dan dana, maka jumlah sampel yang diambil yaitu 15% dari populasi,

(52)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Karena

kemampuan peneliti yang terbatas maka tempat penelitian dibatasi yaitu ruang

perawatan Rindu B. Rumah sakit tersebut dipilih sebagai tempat penelitian karena

di rumah sakit tersebut telah banyak dilakukan tindakan pembedahan, juga

merupakan rumah sakit pendidikan dan rujukan dari sekitar Sumatera Utara,

sehingga mudah dalam mendapatkan subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan

pada bulan Agustus 2010.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat

menjaga dan menghargai hak responden penelitian, dimana subjek harus

diperlakukan secara manusiawi dalam memutuskan mereka menjadi subjek atau

tidak, dan peneliti dapat menjamin kerahasiaan indentitas responden dengan tanpa

menggunakan nama dan rahasia pada hasil pemeriksaan. Responden terlebih

dahulu diberikan penjelasan mengenai manfaat dan tujuan penelitian. Selanjutnya

responden diminta untuk membaca dan memahami isi surat persetujuan

responden. Pasien yang bersediamenjadi responden maka responden diminta

(53)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner demografi. Kuesionar mengenai data demografi meliputi: kode

penomoran, umur, jenis kelamin, agama, operasi yang akan dijalani dan tabel

hasil pemeriksaan tanda vital.

2. Alat pemeriksaan tanda vital. Untuk pemeriksaan tekanan darah yaitu

menggunakan sphygmomanometer air raksa (tensimeter) lengkap dengan

manset, stetoskop. Pemeriksan denyut nadi dan pernapasan yaitu

menggunakan arloji atau stopwatch.

3. Leaflet sebagai alat penyampaian materi pendidikan kesehatan.

6. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip

keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur

apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2003). Alat ukur yang baik adalah alat

ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada

kelompok sample (Ritonga,1997). Dalam penelitian ini digunakan uji validitas isi

yang mana materi penyuluhan dan instrumen pemeriksaan tanda vital terlebih

dahulu diperiksa oleh tenaga kesehatan yang paham tentang alat pemeriksaan

tanda vital. Semua peralatan yang digunakan dalam penelitan ini (tensimeter,

stetoskop, thermometer, dan jam) telah diperiksa oleh salah satu dosen Fakultas

Keperawatan USU dan juga seorang yang pakar alat-alat kesehatan dan telah diuji

(5

Gambar

Tabel 1. Tekanan darah normal rata-rata
Tabel 3. Frekuensi jantung normal
Tabel 4. Kontraksi saat inspirasi dan ekspirasi
Tabel 5. Frekuensi pernapasan rata-rata normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pokja (Kelompok Kerja) ULP Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung TA.2014, akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan metode Pascakualifikasi untuk

Dari pembahasan tersebut diatas jika dibandingkan dengan baku mutu maka standar untuk perairan yang ideal adalah perairan dengan pH sebesar 6- 9, sehingga dapat

Berdasarkan masalah tersebut dapat dikemukakan perumusan sebagai berikut: (1) Apakah pengetahuan tentang kebersihan lingkungan yang diberikan melalui strategi pembelajaran dengan

[r]

(. 0imbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. 0imbah cair rumah sakit adalah semua air buangan termasuk tinja

telah memberikan dorongan, dukungan dan bantuan selama menimba ilmu di Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya sehingga dapat menyelesaikan

Daerah yang gelap yang ditunjukkan pada Gambar 8 (b) merupakan selulosa yang berada diatas PANI karena selulosa berupa nanofiber dapat dilihat bahwa pada

Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di Bursa Efek