• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2009"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN

TAHUN 2009

Oleh:

PREMRAJ PERIASAMY

NIM: 070100316

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN

TAHUN 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

PREMRAJ PERIASAMY

NIM: 070100316

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2009

PREMRAJ PERIASAMY

070100316

__________________________________________________________________

Dosen Pembimbing Dosen Penguji I

(dr. Aliandri, Sp. THT-KL) (dr. Nuriaza Meutia,M.Biomed)

Dosen Penguji II

(4)

ABSTRAK

Latar belakang: Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronik

telinga tengah yang disertai perforasi membran timpani dan keluar sekret secara terus-menerus atau hilang timbul. Infeksi ini disertai dengan pengeluaran cairan (dapat bening, atau keruh) dari liang telinga sehingga disebut supuratif. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif

kronik di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.

Metode: Data penderita yang menderita otitis media supuratif kronik dikumpulkan

dari rekam medis pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

Hasil: Jumlah total penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang dirawat

inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 adalah sebanyak 65 orang, dengan jumlah laki-laki (55,4%), dan perempuan sebanyak (44,6%). Kelompok usia yang terbanyak menderita (OMSK) adalah kelompok umur antara 11-20 tahun (40, 0%). Didapatkan bahwa banyak penderita yang menderita otitis media supuratif kronik mempunyai tingkat pendidikan rendah (SLTP) sebanyak 64, 6 %. Keluhan yang terbanyak diderita oleh pederita otitis media supuratif kronik adalah keluhan telinga berair (otorrhea) sebanyak 65 orang (100 %). Tipe penyakit yang paling banyak diderita oleh penderita otitis media supuratif kronik adalah tipe maligna sebanyak 46 orang (70, 8 %).

Kesimpulan: Jumlah total penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 adalah sebanyak 65 orang.

(5)

ABSTRACT

Background: Chronic suppurative otitis media (Omsk) is a chronic infection of the

middle ear accompanied by perforation of tympanic membrane and the exit discharge

continuous or intermittent. The infection is accompanied by expulsion of fluids (to

clear or cloudy) from the ear canal, so called suppurative. The term used when the

disease is chronic intermittent or persist for 2 months or more.

Objectives: To know the description of the characteristics of patients with chronic

suppurative otitis media in the General Hospital Haji Adam Malik in 2009.

Methodology: The data of patients suffering from chronic suppurative otitis media

were collected from medical records of patients treated at General Hospital Haji

Adam Malik, Medan

Results: The total number of patients with chronic suppurative otitis media in the

General Hospital Haji Adam Malik in 2009 was as many as 65 people, with the

number of men (55.4%), and as many women (44.6%). Most age groups suffer is

between 11-20 years age group (40, 0%). It was found that many patients who suffer

from chronic suppurative otitis media have a low education level as many as 64, 6%.

Complaints are most suffered by chronic suppurative otitis media patients is ear

complaints watery (otorrhea) as many as 65 people (100%). Based on the type of

disease, type of disease suffered by most patients with chronic suppurative otitis

media is a malignant type as many as 46 people (70, 8%).

Conclusion: The total number of patients with chronic suppurative otitis media

hospitalized at the General Hospital Haji Adam Malik in 2009 was as many as 65

people.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Aliandri, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

5. Seluruh teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(7)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

November 2010

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Otitis Media Supuratif Kronik ... 5

2.1.1. Definisi... 5

2.1.2. Epidemiologi... 5

2.1.3. Etiologi... 6

2.1.4. Klasifikasi... 8

2.1.5. Patogenesis ... 11

(9)

2.1.7. Pemeriksaan Klinik... 14

2.1.8. Penatalaksanaan... 17

2.1.9. Komplikasi... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 21

3.2 Definisi Operasional... 21

3.3 Cara Ukur... 23

3.4 Alat Ukur... 23

3.5 Skala... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 24

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 24

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 24

4.4 Metode Pengumpulan Data... 24

4.5 Pengolahan dan Analisis Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 26

5.1 Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

(10)

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur... 27 5.1.4. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 28 5.1.5. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkat

Pendidikan... 28 5.1.6. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Keluhan…... 29 5.1.7. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Tipe Penyakit 30

5.2 Pembahasan... 31 5.2.1. Gambaran Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009……... 31

5.2.2. Gambaran Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009………. 31

5.2.3. Gambaran Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009……….. 32

5.2.4. Gambaran Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Keluhan Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009… 32

(11)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Hasil Output dan Data Induk Lampiran 3 Surat izin penelitian

(14)

ABSTRAK

Latar belakang: Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronik

telinga tengah yang disertai perforasi membran timpani dan keluar sekret secara terus-menerus atau hilang timbul. Infeksi ini disertai dengan pengeluaran cairan (dapat bening, atau keruh) dari liang telinga sehingga disebut supuratif. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif

kronik di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.

Metode: Data penderita yang menderita otitis media supuratif kronik dikumpulkan

dari rekam medis pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

Hasil: Jumlah total penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang dirawat

inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 adalah sebanyak 65 orang, dengan jumlah laki-laki (55,4%), dan perempuan sebanyak (44,6%). Kelompok usia yang terbanyak menderita (OMSK) adalah kelompok umur antara 11-20 tahun (40, 0%). Didapatkan bahwa banyak penderita yang menderita otitis media supuratif kronik mempunyai tingkat pendidikan rendah (SLTP) sebanyak 64, 6 %. Keluhan yang terbanyak diderita oleh pederita otitis media supuratif kronik adalah keluhan telinga berair (otorrhea) sebanyak 65 orang (100 %). Tipe penyakit yang paling banyak diderita oleh penderita otitis media supuratif kronik adalah tipe maligna sebanyak 46 orang (70, 8 %).

Kesimpulan: Jumlah total penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 adalah sebanyak 65 orang.

(15)

ABSTRACT

Background: Chronic suppurative otitis media (Omsk) is a chronic infection of the

middle ear accompanied by perforation of tympanic membrane and the exit discharge

continuous or intermittent. The infection is accompanied by expulsion of fluids (to

clear or cloudy) from the ear canal, so called suppurative. The term used when the

disease is chronic intermittent or persist for 2 months or more.

Objectives: To know the description of the characteristics of patients with chronic

suppurative otitis media in the General Hospital Haji Adam Malik in 2009.

Methodology: The data of patients suffering from chronic suppurative otitis media

were collected from medical records of patients treated at General Hospital Haji

Adam Malik, Medan

Results: The total number of patients with chronic suppurative otitis media in the

General Hospital Haji Adam Malik in 2009 was as many as 65 people, with the

number of men (55.4%), and as many women (44.6%). Most age groups suffer is

between 11-20 years age group (40, 0%). It was found that many patients who suffer

from chronic suppurative otitis media have a low education level as many as 64, 6%.

Complaints are most suffered by chronic suppurative otitis media patients is ear

complaints watery (otorrhea) as many as 65 people (100%). Based on the type of

disease, type of disease suffered by most patients with chronic suppurative otitis

media is a malignant type as many as 46 people (70, 8%).

Conclusion: The total number of patients with chronic suppurative otitis media

hospitalized at the General Hospital Haji Adam Malik in 2009 was as many as 65

people.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah yang disertai perforasi membran timpani dan keluar sekret secara terus-menerus atau hilang timbul. Biasanya disertai gangguan pendengaran. Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dan sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani akibat trauma telinga. Infeksi ini disertai dengan pengeluaran cairan (dapat bening, atau keruh) dari liang telinga sehingga disebut supuratif. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Djaafar Z.A, 1997).

Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000).

(17)

Terlihat bahwa banyak responden yang menderita OMSK mempunyai tingkat pendidikan rendah. Menurut Brajidmo J (1995), proporsi terbesar pada penderita OMSK adalah tingkat pendidikan SD – SMP iaitu sebanyak 61,7 %. Menurut Hendarto H.(1997), jenis kelamin yang terbanyak menderita OMSK adalah lelaki sebesar 53,2 % dari hasil penelitian retrospektif yang dilakukan di RSMH Palembang selama 3 tahun. Penelitian di RS Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 hingga 1999, di mana proporsi kejadian OMSK terbesar pada penderita adalah OMSK tipe maligna iaitu sebanyak 72,2% (Silvia H.,2000). Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15, 21%. Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSK selama periode 1988 – 1990 sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi OMSK sebesar 10,96%. Prevalensi penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar 8, 2%.

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009 berdasarkan:

- umur

- jenis kelamin - tingkat pendidikan

b. Untuk mengetahui distribusi OMSK di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009 menurut tipe penyakit.

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang masalah-masalah yang mungkin timbul akibat dari otitis media supuratif kronik agar dapat berobat awal.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan data yang mendukung penelitian lain di masa akan datang tentang otitis media supuratif kronik. 3. Hasil data penelitian ini juga dapat memanfaatkan dokter untuk

(20)

BAB 2

TINJUAN KEPUSTAKAAN

2. 1. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.1.1. DEFINISI

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.

(Djaafar, 1997).

2.1.2. EPIDEMIOLOGI

(21)

prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15, 21%. Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSK selama periode 1988 – 1990 sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi OMSK sebesar 10,96%. Prevalensi penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar 8, 2% (Paparella MM, 2001).

2.1.3. ETIOLOGI

Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.

2. Genetik

(22)

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7. Alergi

(23)

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal (Kumar S, 1996).

2.1.4. KLASIFIKASI

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

i) Penyakit aktif

(24)

ii) Penyakit tidak aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah:

1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh. 2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringa n embrional dari epitel skua mous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat.

1. Primary acquired cholesteatoma.

(25)

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.

Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada tempat ini terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk di sini. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk kolesteatom.

Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines cholesteatom”. Mula-mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga “pseudo cholesteatoma, oleh

karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga merupakan suatu lubang dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan menimbulkan infeksi. Bentuk perforasi membran timpani adalah:

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom

3. Perforasi atik

(26)

2.1.5. PATOGENESIS

Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah missal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara lain:

i. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.

ii. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam 25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode tersebut.

(27)

2.1.6. GEJALA KLINIS

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

(28)

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.

3. Otalgia (nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum

(29)

2.1.7. PEMERIKSAAN KLINIK

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:

i) Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.

Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran: Normal: -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB

Tuli total: lebih dari 90 dB.

(30)

Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu:

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur (Boesoirie S, 2007).

ii) Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:

1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk

(31)

2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.

4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya

penyakit mastoid.

iii) Bakteriologi

(32)

2.1.8. PENATALAKSANAAN

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat

digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:

1. Konservatif 2. Operasi

OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta pemberian antibiotika.

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga): 1. Toilet telinga secara kering (dry mopping). 2. Toilet telinga secara basah (syringing).

(33)

2. Pemberian antibiotik topikal

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil

gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.

(34)

3. Pemberian antibiotik sistemik

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

OMSK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringo plasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).

(35)

2.1.9. KOMPLIKASI

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:

i. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang

pendengaran dan paralisis nervus fasial.

ii. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli

saraf (sensorineural).

iii. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan

petrositis.

iv. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini yang diamati adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, keluhan, dan tipe penyakit yang mendukung untuk kejadian OMSK.

KARAKTERISTIK:

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Kejadian OMSK yang diderita oleh pasien yang telah didiagnosa berdasarkan pemeriksaan. Variabel-variabel yang akan diteliti untuk gambaran karakteristik OMSK adalah dari rekam medis iaitu:

(37)

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh penderita OMSK yang dibagi atas :

i. Pendidikan rendah - Belum tamat SD - Tamat SD - Tamat SLTP ii. Pendidikan tinggi - Tamat SLTA - Tamat Sarjana 3. Jenis kelamin

i. Lelaki ii. Perempuan

4. Keluhan yang diderita oleh pasien: i. Telinga berair (otorrhoe) ii. Gangguan pendengaran iii. Nyeri telinga (otalgia) iv. Vertigo

5. Tipe penyakit adalah jenis tipe panyakit OMSK yang diderita oleh penderita yang dibagi atas :

(38)

3.3. Cara Ukur

Meneliti dan menganalisa data dari Rekam Medis (data sekunder) dari bagian rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

3.4. Alat Ukur

Rekam medis.

3.5. Skala

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian retrospektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik merupakan RS rujukan yang memiliki data rekam medis yang baik. Waktu penelitian mulai dari bulan Agustus-Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita OMSK yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik tahun 2009. Sampel pada penelitian ini adalah penderita OMSK yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik tahun 2009. Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel.

4.4. Metode Pengumpulan Data

(40)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,Aceh,Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Km 12,Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.

Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat umum,RSUP H.Adam Malik Medan didukung oleh 1.995 orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan sub spesialisasi,604 orang paramedis perawatan,298 orang paramedik non perawatan dan 263 orang tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.

(42)

5.1.2. Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 65 orang yaitu penderita otitis media supuratif kronik yang berobat di Poliklinik RSUP H.Adam Malik dan dirawat di ruang inap THT.

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel

Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristik mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, keluhan dan tipe penyakit yang diderita.

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Kelompok umur (Tahun) n %

(43)

kelompok umur >50 tahun sebanyak 9,2%. Sementara proporsi terkecil ditemukan pada kelompok umur ≤10 tahun sebanyak 3,1%.

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %

Lelaki 36 55,4 Perempuan 29 44,6 Jumlah 65 100

Proporsi kejadian otitis media supuratif kronik yang lebih besar bagi jenis kelamin terjadi pada lelaki sebanyak 55,4 % sedangkan pada perempuan sebanyak 44,6 %.

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan n %

(44)

pula adalah sebanyak 12,3 %. Sementara proporsi terkecil ditemukan pada pendidikan belum Tamat SD sebanyak 4,6 %.

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan

Keluhan n % Telinga berair (otorrhea) 65 100,0 Gangguan pendengaran

Nyeri telinga (otalgia)

Vertigo

30 14

6

46,2 21,5 9,2

(45)

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe OMSK

Tipe Penyakit n % Tipe benigna = tipe jinak 19 29,2 Tipe maligna = tipe ganas 46 70,8

Jumlah 65 100

(46)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Umum

Haji Adam Malik Tahun 2009

Dari hasil penelitian,terlihat bahwa proporsi penderita otitis media supuratif kronik terbesar pada kelompok umur antara 11-20 tahun sebanyak 40,0 %.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS St.Elisabeth Semarang pada tahun 1998, dari 135 penderita otitis media supuratif kronik, 62,40 % adalah kelompok umur 10-20 tahun (Roland NJ,1999). Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS St.Carolus Jakarta selama 2 tahun dimana dari 208 penderita OMSK, 66,4 % adalah kelompok umur antara 10-20 tahun (Soeharso N, 1996). Di samping itu, proporsi penderita otitis media supuratif kronik terbesar pada kelompok umur 11-20 tahun dan sudah terbukti dalam banyak penelitian (Boesoirie S, 2007).

5.2.2. Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit

Umum Haji Adam Malik Tahun 2009

(47)

Tetapi ini tidak sejalan dengan penelitian lain. Menurut Benson (1997) dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung selama 2 tahun, jenis kelamin yang terbanyak menderita OMSK adalah perempuan sebesar 54, 7 %.

5.2.3. Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah

Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009

Dari hasil penelitian,terlihat bahwa banyak penderita yang menderita otitis media supuratif kronik (OMSK) mempunyai tingkat pendidikan rendah (belum Tamat SD, Tamat SD, dan Tamat SLTP) sebanyak 64,6 %. Menurut Brajidmo J (1995), proporsi terbesar pada penderita otitis media supuratif kronik adalah tingkat pendidikan SD – SMP yaitu sebanyak 61,7 %. Menurut Ramalingan KK, (1993), tingkat pendidikan penderita otitis media supuratif kronik terbanyak adalah Tamat SLTP sebanyak (69,2 %) dari hasil penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta selama 2 tahun. Selain itu, kebanyakan penderita OMSK mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan sudah terbukti dalam banyak penelitian (Muliaris M, 2002).

5.2.4. Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Di Rumah Sakit

Umum Haji Adam Malik Tahun 2009

(48)

Charles MS (1998), dengan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Immanuel Bandung selama 1 tahun, di mana keluhan yang terbanyak diderita oleh penderita OMSK adalah keluhan telinga berair sebanyak 99,6 %.

5.2.5. Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe Penyakit Di Rumah Sakit

Umum Haji Adam Malik Tahun 2009

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini, peneliti menyimpulkan :

• Jumlah total penderita otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 adalah sebanyak 65 orang.

• Selama periode tahun 2009 total kasus penderita otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik yang jenis kelamin laki-laki adalah lebih banyak yaitu sebanyak 55,4% sedangkan penderita dengan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 44,6%.

• Distribusi proporsi kelompok usia yang terbanyak menderita otitis media supuratif kronik adalah kelompok umur antara 11-20 tahun yaitu sebanyak 35, 4 %.

• Jika jumlah kasus otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik pada tahun 2009 dibagi menurut tingkat pendidikan, didapatkan bahwa banyak responden yang menderita otitis media supuratif kronik mempunyai tingkat pendidikan rendah (belum Tamat SD, Tamat SD, dan Tamat SLTP) sebanyak 64,6 %.

• Keluhan yang terbanyak diderita oleh pederita otitis media supuratif kronik adalah keluhan telinga berair (otorrhea) sebanyak 65 orang (100 %).

(50)

6.2. Saran

Dari penelitian ini, terlihat bahwa secara keseluruhan :

• Perlunya pihak rumah sakit melakukan pengawasan, memberikan petunjuk serta mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat otitis media supuratif kronik untuk mencegah terjadinya kembali penyakit ini pada penderita tersebut.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adenin A, (1983). Kumpulan bagian THT Telinga, Hidung dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran USU, Medan; h.1-10

Ballantyne J, (1979). Anatomy of the Ear. In: Ballantyne J, Groves J, editors, Scott- Brown’s Disease of the Ear, Nose and Throat, Volume I, 4th ed,London, Butterworths; h.1-23

Ballenger J.J, (1997). Komplikasi Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dalam: Jilid 2, edisi 13, Alih Bahasa: Staff Ahli Bagian THT RSCM- FKUI, Jakarta, Binapura Aksara; h.410-412

Ballenger JJ, (1997). Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dalam: Jilid 2, Edisi 13, Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI, Jakarta, Binapura Aksara; h.107-118

Becker W, Naumann H.H., Plaftz CR, (1994). Ear, Nose and Troat Disease. In: Pocket Reference, 2th ed, edited by Richard A Buckingham Georg. Thieme, Verlag, Sturttgart, New York; h.4-10

(52)

Boesoirie S, 2007. Gangguan Pendengaran (tuli). Available from: April 2010].

Brajidmo J., 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi 2, Jakarta, Perpustakaan Nasional RI; 46-54; 145-176.

Browning G.G, (1997). Aetiopathology of Inflammantory Conditions of the External and Middle Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th ed, vol.3, Butterworth_Heinermann Ltd; h.315-320

Djaafar, Z.A, (1997). Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, edisi 3, FKUI, Jakarta; h.54-57

Glasscock III M.E, Shambaugh GE, (1990). Pathology and Clinical Course of inflammatory Discase of the Middle Ear. In: Surgery of the Ear, 4th ed, Philadelphia, WB. Saunders Company; h.184-187

Groves J, (1985). Disease of Middle Ear Cleft. In: A Synopsis of Otolaryngogoly, 4th ed, Wright Bristol; h.96-107

(53)

Helmi S, (1990). Perjalanan Penyakit dan Gambaran Klinik Otitis Media Suppuratif Kronik. Dalam: Pengobatan Non Operatif Otitis Media Supuratif, Editor Helmi dkk, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta; h.17-35

Kumar S, (1996). Chronic Suppurative Otitis Media. In: Fundamenta of Ear, Nose and Throat Disease and Head Neck Surgery, Calcuta, 6th ed; h.100-107

Lasminingrum L, (2000). Perjalanan klinis dan penatalaksanaan otitis media supuratif. Available from: URL:

Losin K, (1983). Jenis dan Uji Kuman Anaerob dan Kuman Aerob pada Penderita Otitis Media Kronik di RS. Dr. Sarjito Yogyakarta, Ko nas VII, Surabaya; h.85-108

Millis R.P, (1997). Management of Chronic Suppurative Otitis Media. In: Scott- Brown’s Otolaryngology 6th ed, vol.3, Butterworth-Heinemann Ltd; h.310- 319

(54)

Paparella MM, George L. Adams, Samuel C.Levine, (1997). Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Harjanto Effendi (Ed). Jakarta; h.112-120

Paparella MM, (2001). Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H, Santoso K: Boies. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa: Dr. Caroline Wijaya, Edisi 6, Jakarta; h.88-113

Ramalingan KK, (1993). Chronic Suppurative Otitis Media. In: A Short practice of Otolaryngology, India; h.73-81

Robin Y, (1993). Chronic Suppurative Otitis Media-Mucosal Disease. In: Disease of the Ear, 6th ed, London; h.374-385

Roland NJ, (1999). Chronic Suppurative Otitis Media, Key Topic in Otolaryngology and Head Neck Surgery, Bios scientific; h.51-53

Roeser, RJ, (1986). Audiology Desk Reference, A Guide to the Practice of Audiology, New York, Thieme; h.1-9

(55)

Soetirto I, Hendarto H, (1997). Gangguan Pendengaran (tuli). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, edisi 3, FKUI, Jakarta; h.35

(56)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Premraj Periasamy

Tempat / tanggal lahir : Perak / 14 September 1988 Agama : Hindu

Alamat : Jalan Dr.Mansur, Gang Sehat, No.26 Medan, Indonesia.

Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Menengah(SPM)-2005 SMA Kelas III-2006/2007

Fakultas Kedokteran USU- sekarang Riwayat Organisasi : 1. Ahli PKPMI

2. Ahli KKIM

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan
Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe OMSK

Referensi

Dokumen terkait

diperoleh distribusi foto polos mastoid penderita OMSK yang dilakukan tindakan operasi timpanomastoidektomi paling banyak adalah mastoiditis kronis dengan

METODE: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita otitis media supuratif kronis pada anak di RSUP

18 tahun yang berobat di RSUP H Adam Malik pada tahun 2012 – 2014. Mengetahui kelompok usia pada penderita Otitis Media

bagian ilmu kesehatan hidung telinga tenggorok bedah kepala leher.. Chronic suppurative otitis media:

Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease , Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang terus menerus

Karakteristik Penderita Asma Bronkhial Rawat Inap di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Dr.. Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSU

Judul : Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) yang Menjalani Operasi Mastoidektomi Tahun 2019 – 2021 di RSUP Dr..

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan jumlah, kelompok usia yang terbanyak, perbandingan jenis kelamin, tipe, keluhan utama, gejala