(1999)
Bulletin ISSN 0854-3836
Indonesia
DINAMIKA POPULASI
Spodoptera
(LEPIDOPTERA:
PADA PERTANAMAN BAWANG
DI
Tumbuhan, e-mail:
ABSTRACT
Population Dynamics of Spodoptera oxigua (Hiibner) (Lepidoptera: Noctuidae) on Shallot Fields in
Low-land
The research was conducted in sub-district of Ciledug (Cirebon) with the objectives to study the infestation and larval population development of onion Spodoptera exigua (Hiibner) (Lepidoptera: Noctuidae), on shallots in lowland. Monitoring of egg masses and leaf damage were made at 3-4 days interval while of larvae at 1 week interval. Outbreak took place during the dry season of August-October 1995 when popu- lation density reached 0.8 egg mass and 23 larvae per hill, and subsequently all hills were heavily damaged. Throughout the rainy season of December 1995-February 1996, egg masses and larvae were to find. Results of showed that larvalpopulation during dry season was 78 times higher than those of rainy season. Larvae exhibited body color variations. During the epidemics 80% of the larvae were dark whereas during the endemics only the rest were light green. Level of egg parasitization was 0.9% caused by
sp. (Hymenoptera: and Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), and larval parasitization 5.7% caused by Microplitis sp. Braconidae), sp. and Stenomesius sp. (Hymenoptera: Eulophidae), and Peribaea sp. (Diptera: Tachinidae). Low level of parasitization together with the abundance of food supply and dry season were believed to be the main factors contributing to the population outbreaks. Hand-picking of egg masses and larvae conducted regularly, as practiced by the farmer in the village of (Brebes), should be adopted as a key activity for mitigating S. exigua infestation during dry season; and therefore, this practice should be disseminated to fanners in other areas.
Key words: Shallot, population dynamics, outbreaks, onion armyworm, Spodoptera exigua.
Dinamika Populasi Spodoptera (Hiibner) (Lepidoptera: Noctuidae) pada Pertanaman Bawang Merab di
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciledug (Cirebon) dengan tujuan untuk perkembangan populasi ulat grayak bawang, Spodoptera exigua (Hiibner) (Lepidoptera: Noctuidae) pada pertanaman bawang
merah di Pemantauan populasi telur dan setiap 3-4 hari larva
setiap Selama penelitian musim kemarau 1995) ledakan populasi dengan puncak populasi telur mencapai 0,8 kelompok telur dan larva 23 per yang menyebabkan seluruh
terserang musim hujan kelompok telur dan larva sulit
ditemukan. Hasilpengumpulan larva selama satu musim bahwa populasi larva pada musim kemarau sekitar 78 kali lebih tinggi daripada musim hujan. Larva memperlihatkan keragaman
Pada saat epidemi 80% larva berwarna gelap sedangkan pada saat endemi dan sisanya
terang. telur adalah yang disebabkan oleh sp. (Hymenoptera:
Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), dan larva 5.7% yang disebabkan oleh
Microplitis sp. (Hymenoptera: Euplectrus sp. dan Stenomesius sp. (Hymenoptera: Eulophidae),
berdaya makanan musim diduga merupakan utama yang terjadinya ledakan populasi S . exigua Pemungutan kelompok telur secara seperti yang oleh kelompok tani di (Brebes), sebagai kunci keberhasilan pengendalian S .
exigua pada musim kemarau; oleh perlu lebih dimasyarakatkan pada petani bawang merah di wilayah
kunci: merah, populasi, populasi, ulat bawang, Spodoptera exigua.
Di antara delapan spesies dari genus Spodoptera
yang diketahui, ulat grayak Spodoptera exigua
(Hiibner) (Lepidoptera: adalah yang sifat paling kosmopolit, yang persebarannya liputi hampir belahan bumi kecuali
Selatan (Brown & 1975). Di Indonesia,
S. exigua merupakan salah satu yang
menyebabkan kegagalan pada bawang merah di di
Selama lebih dari 20 tahun ini, UGB lalu menjadi sasaran pengendalian Petani di Brebes dan wilayah
melakukan aplikasi pestisida secara berjadwal ngan selang 2-3 hari sekali (Koster 1990). Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
dalian ini adalah dari biaya produksi 1992). Penggunaan sida yang berlebihan, selain secara ekonomis tidak
juga dapat berdampak terhadap dan kesehatan. (1995) bahwa 21% dari petani bawang merah di bes mengidap pernafasan dan sebagai terdedah pestisida.
Pengembangan PHT pada pertanaman bawang
merah biologi dan
ekologi dari sasaran. Hingga saat ini, litian UGB yang paling kap adalah yang pernah dilaksanakan lebih dari 65
yang lalu oleh Franssen (1930). Dari
diungkapkan bahwa telur UGB diletakkan dalam bentuk kelompok dengan
yang setiap kelompoknya dari 20 hingga 100 butir. Lama stadium telur berlangsung 2 hari di
di tinggi 3 hari.
dari telur, larva segera menggerek
ke dalam daun dan tinggal dalam rongga daun. Larva terdiri dari dengan sta- dium larva berlangsung 9-14 hari. UGB kepompong dalam dengan stadium pupa langsung 8 hari. Pada kondisi
di UGB berlangsung rata 23 hari. Ngengat betina selama 3-10 hari
dan mampu meletakkan telur sejumlah 300-1500
Dari segi ekologi, kajian Franssen (1930) lebih bersifat yang didasarkan pada hasil di daerah dan gerang pada saat itu. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan kajian secara lebih
dan kuantitatif, khususnya di daerah yang menjadi produksi wang merah di Indonesia. Tulisan melaporkan hasil penelitian populasi UGB, dengan pada pengungkapan
populasi dan serangan khususnya pada saat epidemi, fenomena polimorfisme larva dan
parasitoid.
DAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Bojongnegara, Kecamatan Ciledug, Cirebon,
langsung sejak 1995 sampai dengan 1996. lahan yang digunakan untuk penelitian adalah 1,600 lahan itu dibuat bedengan- bedengan yang panjang 7 m dan m, dan bedengan
oleh air selebar 0,4 m. Jumlah bedengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 112 dengan. Dalam penelitian ini digunakan bawang merah Filipina, yang merupakan yang umum ditanam selama kemarau oleh petani setempat. yang digunakan adalah 19 cm x 23 cm, pada tiap bedengan terdapat
196
dan mengikuti kebiasaan petani setempat, kecuali aplikasi insektisida tidak
HPT, VOL. 1 1, NO. 2, 1999 SPODOPTERA 41
Pengamatan Perkembangan Populasi dan Serangan
Perkembangan populasi telur dilaksanakan pada 10 bedengan, dan pada setiap bedengan dipilih 20
contoh yang saling berdekatan. pun contoh yang sama dilalcukan juga
dan terserang UGB. ngamatan populasi kelompok telur
dimulai sejak berumur 7 hari telah hingga 65 hst, dengan selang
3-4 hari.
Pengamatan perkembangan populasi larva dilak- sanakan pada 36 bedengan. Sebanyak 2 unit contoh dipilih pada tiap bedengan, dan tiap unit contoh
20 yang kompetitif. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai 7 hst hingga menjelang Pada setiap pengamatan gunakan 6 unit contoh. Pengamatan meliputi lah dan terserang UGB. Daun yang terserang pada setiap contoh dipetik,
ke dalam kantong plastik, dan kemudian diberi label. Di laboratoriurn, jumlah ulat yang terdapat dalam terserang dicatat.
Perbandingan Populasi UGB pada Kemarau dan Hujan
populasi UGB musim kemarau dan hujan data
an pengendalian (pemungutan kelompok telur dan larva). percobaan ini pemungutan kelompok telur dan larva dilak- sanakan selang dua hari. Percobaan musim hujan dilaksanakan pada Desember 1995 hingga
1996, dan musim kemarau pada April hingga 1996. Pada kedua musim tersebut, pemungutan telur dan larva dilakukan masing-masing terhadap
bedengan.
Pengamatan Lawa
Selama penelitian berlangsung bahwa larva S. exigua memperlihatkan pola pewarnaan tubuh yang Pada saat populasi
(endemi) larva berwarna hijau terang, sedangkan pada saat terjadi ledakan populasi kebanyakan larva berwarna gelap. Untuk memperoleh gambaran yang lebih kuantitatif tang polimorfisme larva, dalam penelitian ini
pengumpulan larva pada dua
Pengumpulan dilalcukan pada bulan September 1995 yang mewakili fase epidemi,
dan yang kedua pada bulan Desember 1995 yang mewakili fase Larva yang terkumpul tung dan
(kecil, sedang, besar) warna tubuh (hijau rang gelap).
Pengamatan Parasitoid
Pengamatan parasitoid dilaksanakan pada an bawang yang diaplikasi insektisida. Parasitisasi telur ditentukan melalui pengumpulan kelompok telur yang dilakukan setiap minggu. Masing-masing kelompok telur
tabung filem, dan kemudian dipelihara di parasitoid yang muncul dan jumlah lompok telur yang terparasit dicatat.
larva didasarkan pada pengumpulan ulat S. exigua, yang dilakukan setiap minggu. Larva yang
pul dipelihara secara dalam petri, dan dilengkapi potongan daun bawang sebagai dan parasitoid yang muncul dicatat.
Perkembangan Populasi dan Serangan UGB
pengamatan menunjukkan bahwa kelompok telur mulai ditemukan di
sejak pengamatan (7 hst) dengan kerapatan 1,8 kelompok telur per 20 kemudian ningkat mencapai
kelompok telur per 20 pada 15 hst bar 1). populasi telur dan telur
ditemukan selama 23-29 hst. Populasi telur generasi ke-2 mulai
di pada 31 hst, dan mencapai
nya yaitu kelompok telur per 20 pada 37 hst. populasi telur generasi ke-3 pada 65 hst, dengan kerapatan 9,4 kelompok telur per 20
Pengamatan populasi larva pada 15 hst. Pada saat itu, kerapatan larva mencapai 58 ekor per 4 contoh, dengan setiap terserang
40-an larva S. exigua. tingginya populasi larva, sebagian besar pada dengan contoh ini mengalami pada 23 hst. Oleh pengamatan populasi larva
terjadi pada 37 hst dengan kerapatan ulat per 4 dan ke-3 pada 67 hst dengan
larva per4 (Gambar
Perkembangan kerusakan sejalan ngan perkembangan populasi larva UGB. Gejala serangan mulai pada saat tanarnan
11 hst, atau telur menjadi larva. saat persentase terserang adalah 29% dan daun (Gambar 2).
kemudian (15 hst), persentase
rang mencapai 93% dengan persentase daun Pada 19 hst
terserang UGB dengan persentase kerusakan daun
daun
pada saat berumur 27 hst. persentase kerusakan daun
yang menyebabkan besar rata dengan
40% membentuk tunas lagi,
semacam yang "bawang gojod", sebutan
bawang yang dan
sayur.
kelompok telur I 20
larval4
Umur
Gambar 1 telur larva UGB bawang merah (Ciledug,
terserang
%
0 11 19 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 67
11, NO. DESEMBER 1999 POPULASI SPODOPTERA
Perbandingan Populasi
UGB pada Musim
hujan. Walaupun tidak dalamKemarau dan Hujan perbedaan infestasi UGB antara kedua mu-
Perbandingan populasi UGB pada musim ke- sim juga dari data hasil kelom- marau musim hujan terlihat dari jumlah larva pok telur. Pada musim kemarau, banyaknya telur yang berhasil dikumpulkan pada kegiatan yang berhasil dikumpulkan mencapai 100 kelom- pulan larva (pengendalian (Gambar 3). pok per bedengan per sekali pengumpulan, sedang- Selama percobaan kemarau, pada saat ta- kan pada musim hujan hanya 7 kelompok telur per naman 13 hst, 31 hst, dan 49 hst berhasil bedengan.
dikurnpulkan masing-masing sebanyak 684, 2372, dan 2619 larva dari setiap 10 bedengan per sekali pengurnpulan. Sementara selama musim hujan, de- ngan susah larva dapat ditemukan di per-
Jumlah terbanyak yang berhasil
pulkan pada hujan adalah 70 larva dari 10 bedengan, yaitu pada saat 43 hst. Jumlah kumulatif dari 15 kali pengumpulan yang selang dua hari pada musim kemarau dan hujan masing-masing adalah 17,440 dan 223 larva per 10 bedengan, atau populasi larva pada musim kemarau 78 kali lebih besar
Larva
Pada saat populasi (September
yang selama penelitian berlangsung, larva S. memperlihatkan keragaman warna Dari 2536 ulat yang dikumpulkan 80% gelap yang besar dan sisanya berwarna hijau terang (Gambar 4). Pada pertanaman bulan Desember 1995, kepadatan populasi larva Dari 271 ulat yang berhasil dikumpulkan, lebih dari 90% berwama hijau terang.
musim hujan
Hari
Gambar 3 Perbandingan banyaknya larva yang berhasil pada musim hujan 1996) dan musim kemarau 1996)
Kecil 88)
Endemi
Parasitoid Telur dan Larva
Hasil pengumpulan kelompok telur selama menunjukkan terdapat jenis parasitoid dari Hymenoptera, yaitu Telenomus sp. (Scelionidae) dan Trichogramma sp.
(Trichogrammatidae). Tingkat parasitisasi oleh dua parasitoid ini Dari 4392
telur yang terkumpul, tingkat parasitisasinya dari yang sebagian besar disebabkan oleh Telenomus 1). lebih
38 kelompok telur yang
mus menunjukkan bahwa imago sitoid dan larva UGB yang per kelompok telur masing-masing adalah dan ekor.
pada telur, tingkat parasitisasi pada larva juga Parasitoid larva yang ditemukan terdiri dari tiga jenis
yaitu sp. (Braconidae), Euplectrus sp.
dan
Stenomesius sp. (Eulophidae), serta satu jenis lalat Peribaea sp. Parasitoid yang paling di lokasi penelitian adalahsp. Berdasarkan
dan dengan AT diketahui bahwa dan Stenomesius belum
dilaporkan sebagai parasitoid UGB di Indonesia. Keduanya adalah ektoparasitoid pada larva awal, dan ditemukan pula memarasit UGB yang pertanaman bawang merah di Cianjur. Selain keempat jenis parasitoid larva
pada pertanaman bawang daun di ditemukan pula parasitoid
(Cameron) dan sp. (Hymenoptera:
Pemahaman Ledakan Populasi
UGB
pada Musim KemarauLedakan pada kemarau telah sejak lama dikenal sebagai fenomena pada
serangga di di Indo- nesia (Betrem 1953; Kalshoven 1953; van der Vecht 1953). Dari penelitian dan dari
(Franssen 1930; Kalshoven 1981) di- bahwa UGB adalah ke- Berdasarkan kategori yang oleh
pola ledakan populasi UGB ledakan gradien pulsa (pulse gradient out- breaks). Pola ledakan pulsa merupakan
dari yang se-
dan larva UGB (Ciledug, 1995)
Jenis parasitoid Tingkat (%) Parasitoid telur
musim, dan biasanya berlangsung singkat oleh adanya
eksternal seperti kemarau yang kering 1987). Walaupun musim ring itu sendiri tidak selalu merupakan faktor
untuk terjadinya ledakan (Wolda 1988). dapat berupa perubahan pada inang, baik kelimpahan maupun
nya.
jenis yang populasinya sejalan dengan perubahan kelimpahan sumberdaya makanan 1987). Di lokasi penelitian, pola
yang dilaksanakan adalah padi dian 3 kali penanaman bawang merah.
bawang merah ketiga, yang biasanya mulai bulan adalah yang paling menderita serangan UGB. Berdasarkan data dari Diperta bupaten Cirebon areal penanaman bawang merah yang terluas pada
tus dengan Oktober. Walaupun dalam penelitian
kandungan amino daun pada musim hujan kernarau, penelitian
jukkan bahwa kekeringan dapat
kadar daun (Brodbeck Strong 1987). Hasil penelitian Al-Zubaidi
(1984) menunjukkan bahwa N daun menyebabkan keperidian S. lebih gi dan hidupnya lebih singkat. Dalam
Southwood (1978)
bahwa perubahan saja dalam status nutrisi dapat menyebabkan keseimbangan populasi
HPT, VOL. 1 1, NO. 2, 1999
ke dalam (French 1969; 1972; Mitchell 198 1). Adanya
S. secara pada saat an 1-2 minggu menyebabkan terjadinya
perkembangan populasi telur. Selama penelitian berlangsung, pada saat-saat tertentu kelompok telur dijumpai di lapangan, pada saat sulit ditemukan.
telur pada
oleh sinkronisasi perkembangan populasi larva,
dan
yang disebut ini kemudian menyebabkan bawang merah mengalami
dalam waktu yang singkat. Kerusakan
di lebih lagi pada saat larva bersifat mobil.
bahwa bila dalam suatu bedengan telah larva segera berpindah secara
ke bedengan lain yang belum terserang. ekologi lain yang melekat pada ledakan UGB adalah rendahnya musuh alami.
lam penelitian ini bahwa tingkat para- telur adalah dan larva Hal yang sama oleh Franssen yang
kukan
pengumpulan kelompok telur dan larva di daerah pada tahun 1928. Iatingkat parasitisasi telur dan larva Kedua data yang oleh rentang
hampir 70 tahun ini menunjukkan bahwa rendahnya parasitoid pada pertanaman wang merah bukan akibat penggunaan
yang dalam 20 tahun belakangan ini, tapi diduga lebih terkait dengan
bawang yang relatif sederhana. Selain dari segi vegetasi, pertanaman bawang merah juga adalah yang sederhana karena petani secara
yang di bedengan. Ekosistem yang musuh (van Williams 1974; Smith,
Gilstrap 1997). tingkat parasitisasi juga karena faktor
bawang merah yang dapat
proses dan oleh para- sitoid (Vinson 1976; Vet & Dicke 1992;
1998). Selain itu, telur yang
yang berlangsung singkat (2-3 larva yang dalam
dan
perkembangan menyebabkan telur larva dari parasitoid.
Terjadinya populasi
yang kekenyalan fenotipe 1987). Dalam UGB, proporsi larva yang gelap selama fase
yang ledakan populasi juga
fenomena polimorfisme larva pada Spodoptera (Walker)
Mythimna separata (Walker) (Rose 1979;
1962; 1978; Brown 1975).
lebih 20 tahun terakhir
tem bawang merah di penelitian selalu berada di bawah pestisida.
terjadi, akibat promosi sida, karena penelitian yang dilakukan oleh baga penelitian maupun tinggi nyak menawarkan alternatif. Dalam
tersebut, penelitian lebih oleh pengujian pestisida. Setapak lebih maju dari itu adalah penelitian dan
(Setyobudi 1987;
wojo 1992; Moekasan 1994). Dalam kondisi petani akan tetap pada
Pada saat terjadi ledakan seperti yang biasa terjadi pada kemarau,
sida maupun tidak
serangan UGB secara 1997; 1998; Effendy 1998). Pada masa kolonial, dalian UGB secara dengan telur dan larva selang 2
sesuai dengan lama stadium telur. tetap masih saat ini, dan sesuai dengan praktek budidaya bawang merah dan kondisi sosial-ekonomi petani. petani wang merah pada dengan
yang sempit, tindakan pengumpulan pok telur dan larva dapat komponen
dalam sistem bawang merah, pertimbangan sebagai
praktek larva dan kelompok telur telah biasa dilakukan oleh sebagian besar petani bawang merah di daerah Brebes Kedua, bawang merah yang sederhana telur dan larva ditemukan. ukuran bedengan dengan 1,5 m
larva dilakukan secara dari sebelah dan
Walaupun kegiatan pengendalian telah
dilakukan oleh petani bawang merah, tapi
pada saat ini kegiatan itu lebih kan pelengkap yang
wawancara bahwa petani pengumpulan telur dan larva
tidak bahwa sida yang
an
petani tidak terhadap keefektifan mekanis yang Pada yang lain
bahwa pada saat UGB pengendalian
hasil yang dengan ngan perlakuan (pengendalian
+
dalian dan lebih daripadapengendalian pada saat (musim hujan),
dari ketiga perlakuan tidak Hal
bahwa kegiatan pengendalian bila dilakukan secara dan
lagi dengan pengendalian
pendampingan oleh FAO, Uni- versity dan IPB, kegiatan pengumpulan kelompok telur dan larva telah cara ma pengendalian UGB oleh kelompok tani
di Desa Brebes. Dengan dari aparat desa dan dengan
kelompok tani secara reguler untuk dan para petani desa untuk pengumpulan kelompok telur larva UGB pada bawang masing-masing. Dengan cara tersebut, petani wang merah di Desa dan desa tidak lagi
tisida untuk mengendalikan UGB (Cahyono, pribadi). inovasi telah
oleh kelompok tani BTM.
ngan kelompok telur atau larva yang dari kedalam plastik dan dibiarkan dijemur di bawah
Dengan cara telur dan larva
petikan-petikan dari kegiatan pengendalian mekanis
kan di galengan atau
dapat menjadi Pola pengenda- lian mekanis yang oleh kelompok
BTM perlu ke
camatan-kecamatan bawang merah lain- nya.
Penelitian berkat dukungan dari
Program PHT- Pertanian
Ucapan Ir Ir D Mardiana, Ir D
(petani alumnus SLPHT) yang telah di lapangan.
FS 1984. Utilization of food and nitrogen by the beet armyworm, Spoabptera
(Lepidoptera: in to
food type and dietary nitrogen levels. mol.
1987. The theory and classification of outbreaks. In Barbosa P JC Editors
Insect outbreaks. New York. p 3-30. JG. 1953. Interrelation and interaction of biotic and abiotic factors in some tropical insects. Trans
Congress
1978. The day-feeding in north
Queensland. J January-February:
27-30.
B, Strong D. 1987. Amino acid nutrition of herbivorous insects and stress to host plants. In
P, JC. Editors. Insect Academic Press, New York p 347-364. Brown ES, 1975. The genus
(Lepidoptera, in and the Near East.
Bull 65: 221-262.
1995.
Pertanian DT Cirebon.
Effendy L. 1998. pengendalian
bawang merah dengan Desa Hiibner (Lepidoptera: Noctuidae) to the British Isles in relation to large-scale weather systems. J
A, Y N 1992.
Results of lowland vegetable research. In AH
AH, S, S, FA.
Editors. Evaluation and planning of vegetable
NO. 1999
production and industry. Proc Nat Veg Workshop. 1992. p 55-68.
ID. 1998. dan untuk
pengendalian Spodoptera exigua
ptera: di bawang merah.
Institut
S. 1962. Studies on the phase variation and related phenomena in some larvae. Memoirs of the College of Agriculture, Kyoto University, No. 84. 80 p.
Kalshoven LGE. 1953. Important outbreaks of insect pests in the forests of Indonesia. Trans Intl
Congress 272-277.
Kalshoven LGE. 1981. The pests of crops in Indonesia. (Revised and translated by PA van der PT Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta.
M, N, M, LN, a commercial formulation of the Spodoptera exigua
(Lepidoptera: nuclear virus
for control of beet armyworm on vegetable crops in Thailand. Biocontrol Science and Technology 488.
WG. 1990. Exploratory survey on shallot in rice-
based cropping systems in Brebes. Bull 19-30.
S, Southwood 1978. The role of nitrogen in the development of relationship. In Wallace JW, Marshall RL. Editors. Biochemical aspects of plant and animal coevolution. Academic Press, New York. p 77-98.
Mitchell ER. 1981. Migration by Spodoptera exigua and S. North American style. In RL, Kennedy Editors. Movement of highly mobile insect. North Carolina State Raleigh. p 3 86-393
TS, S. 1992.
pengendalian ulat bawang (Spodoptera exigua Hubn.) bawang merah di &tar-
an Penelitian antara
Balithor dengan Ciba
Moekasan TS, Y. 1994. pengendalian Spodoptera exigua
dan
wang merah di Seminar Hasil
Pengendalian bang 27-28 1994.
SJ. 1987. Agricultural ecology and insect out- breaks. In P, JC. Editors. Insect Outbreaks. Academic Press, New York. p 2 17-23 8 Rose 1979. The of low-density popu-
lations of the armyworm Spodoptera
(Walk.). Phil Trans R B
.
Setyobudi L. 1987. Penentuan kehilangan hasil bawang
merah L.) akibat defoliasi oleh
Spodoptera Hiibner
Entomologi Jakarta
26 1983.
Smith Jr JW, Gilstrap FE. 1997.
Challenges and opportunities for biological control in ephemeral crop habitats: an overview. Biolo Contr
Southwood 1972. The role and measurement of migration in the population system of an insect pest. Trop Sci
J, Y, M, R, Yano
S, N, Dicke M. 1998. Plant effects on para- sitoid foraging: differences between two tritrophic systems. Biol Contr 11
van der Vecht J. 1953. On some aspects of the numerical variation of insects in the tropics. Trans Intl Congress
van GF Williams. 1974. Insect stability and diversity in agroecosystems. Rev
Vet LEM, Dicke M. 1992. Ecology of infochemical use by natural enemies in a tritrophic context. Rev
SB. 1976. Host selection by insect
Wallner WE. 1987. Factors affecting insect population dynamics: differences between outbreak and
break species. Ann Rev 17-340.