Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
Ketersediaan Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
I. Identitas Responden
Nama Ibu : Jumlah Balita : Nama Balita : 1.
2. 3. Umur balita : 1. 2. 3. Alamat :
II. Sosial Ekonomi Keluarga
1. Pendidikan ibu : 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA
5. Tamat Akademi/Perguruan Tinggi
2. Pekerjaan ibu : 1. Pekerjaan Tetap………..
2. Pekerjaan Tidak Tetap……… 3. Tidak Bekerja………..
3. Pekerjaan Suami : 1. Pekerjaan Tetap ………..
2. Pekerjaan Tidak Tetap ………
4. Pendapatan keluarga : Rp……….
III. Pengetahuan Gizi Ibu 1. Makanan bergizi adalah:
a. Makanan yang mengandung sumber energy, proyein, vitamin, dan mineral.
b. Makanan yang porsinya banyak. c. Makanan yang rasanya enak dan gurih. d. Makanan yang bersih dan menarik.
2. Pernyataan di bawah ini yang benar adalah:
a. Makanlah makanan yang beragam dan seimbang.
b. Makanlah makanan yang banyak mengandung serat dan lemak. c. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak.
d. Makanlah makanan yang sudah diawetkan dan bervariasi.
3. Makanan yang banyak mengandung at tenaga adalah: a. Ubi kayu, ubi jalar, jagung, roti dan nasi.
b. Jeruk, apel, salak, dan papaya.
c. Kacang tanah, buncis, dan kacang panjang. d. Mie, jeruk, tomat, dan sayuran.
4. Makanan di bawah ini yang banyak mengandung protein /zat pembangun, yaitu:
a. Tahu, tempe, telur, dan ikan.
b. Daun singkong, kangkung, dan sayuran berwarna hijau. c. Kacang hijau dan tomat.
d. Bayam dan kacang
5. Makanan yang mengandung zat pengatur atau vitamin dan mineral adalah: a. Kacang tanah, buncis, wortel, bayam, kacang panjang, kangkung. b. Mie goring, bakso, tahu goring.
c. Ubi kayu, ubi jalar, jagung, roti, dan nasi. d. Daging,ikan, tempe, dan tahu.
6. Manfaat dari makanan beraneka ragam adalah:
a. Melengkapi kekurangan zat gizi dari berbagai makanan, yang menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
c. Melengkapi kekurangan zat pembangun. d. Melengkapi kekurangan zat pengatur.
7. Pemenuhan zat gizi bagi tubuh bermanfaat untuk: a. Membuat tubuh menjadi sehat.
b. Mendapatkan tubuh yang gemuk. c. Meningkatkan berat badan. d. Membuat tubuh lincah.
8. Menu makanan keluarga diatur berdasarkan apa? a. Kebutuhan gizi anggota keluarga.
b. Keinginan anak. c. Kesukaan anak.
d. Keinginan pengatur menu.
9. Makanan apa yang paling baik untuk bayi baru lahir? a. ASI
b. Susu sapi c. Nasi d. Buah
10.Keuntungan pemberian ASI adalah:
a. Bayi sehat, tidak mudah sakit, cerdas, dan tidak cengeng. b. Menghemat biaya pengeluaran.
c. Bayi cepat kenyang. d. Pengganti vitamin.
11.Berapa lama sebaiknya bayi diberi ASI saja tanpa makanan apapun? a. Kurang dari 6 bulan.
b. 1 bulan pertama. c. Lebih dari 6 bulan. d. Kurang dari 4 bulan.
12.Sampai usia berapa sebaiknya ASI diberikan kepada bayi? a. Kurang dari 2 tahun.
IV. KETERSEDIAAN PANGAN KELUARGA
1. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini ibu pernah merasa khawatir,pangan untuk keluarga akan habis sementara ibu tidak punya uang untuk membelinya? a. Sering
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
2. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah terjadi bahwa pangan yang dibeli telah habis dan ibu tidak punya uang untuk membelinya?
a. Sering
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
3. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah tidak mampu menyediakan makan yang seimbang ?
a. Sering
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
( Pertanyaan no. 4 s/d no. 6 untuk keluarga yang mempunyai anak balita ) 4. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah hanya mampu
menyediakan sedikit anggaran untuk makanan anak karena ibu kehabisan uang untuk membeli pangan ?
a. Sering
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
5. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah tidak bisa memberikan makanan yang seimbang bagi anak ibu karena tidak mampu menyediakannya ?
a. Sering
6. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini anak ibu pernah kurang makan dikarenakan tidak mampu memberikan makanan yang cukup ?
a. Sering
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
7. Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai dari bulan kebelakang, apakah ada anggota keluarga ini yang pernah dikurangi pangannya dikarenakan ketiadaan uang?
a. Iya
b. Tidak, langsung kepertanyaan no. 9 c. Tidak tahu, langsung ke pertanyaan no. 9
8. ( Jika jawaban diatas, iya) berapa kali ini terjadi ? a. Hampir setiap bulan
b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan c. Hanya satu atau dua bulan
d. Tidak tahu
9. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ubu pernah makannya sedikit karena ibu merasa harus begitu disebabkan tidak punya cukup uang untuk membeli pangan ?
a. Iya b. Tidak c. Tidak tahu
10.Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu merasa lapar tapi tidak bisa makan dikarenakan anda tidak punya uang untuk membeli pangan yang cukup ? a. Iya
11.Dalam 12 bulan terakhir ini apakah ibu mengalami penurunan berat badan dikarenakan tidak cukup biaya pangan ?
a. Iya b. Tidak c. Tidak tahu
12.Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah pernah ibu atau anggota keluarga lainnya tidak makan selama sehari dikarenakan ketiadaan uang untuk memperoleh pangan?
a. Iya
b. Tidak, langsung ke pertanyaan no. 14 c. Tidak tahu, langsung ke pertanyaan no. 14
13.( Jika pertanyaan diatas, iya ) berapa kali ini terjadi ? a. Hampir setiap bulan
b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan c. Hanya satu atau dua bulan
d. Tidak tahu
14.Dalam 12 bulan terakhir ini, mulai bulan ini kebelakang, apakah ibu ada mengurangi jumlah pangan anak dikarekan tidak cukup uang untuk pangan? a. Iya
b. Tidak c. Tidak tahu
15.Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ada anak ibu yang pernah tidak rutin makannya karena tidak punya cukup uang untuk pangan ?
a. Iya
b. Tidak, langsung kepertanyaan no. 17 c. Tidak tahu, langsung kepertanyaan no. 17
16.( Jika jawaban diatas,iya ) berapa kali ini terjadi? a. Hampir setiap bulan
b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan c. Hanya satu atau dua bulan
17.Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkan anak ibu menderita kelaparan tetapi anda tidak mampu membeli pangan lagi ?
a. Iya b. Tidak c. Tidak tahu
18.Dalam 12 bulan terakhir ini pernahkan anak anda tidak makan selama sehari dikarenakan ketidakcukupan uang untuk makan?
Lampiran 3 Output Hasil Penelitian
Frequency Percent Valid P ercent
Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent
Pendapatan keluarga
Jumla h anak responden
19 25,7 25,7 25,7
Frequency Percent Valid P ercent
Cumulative
Makanan yang banyak mengandung zat tenaga
Makanan yang banyak mengandung protein/zat pembangun
Makanan yang mengandung zat pengatur atau vitamin dan mineral
13 17,6 17,6 17,6
Manfaat dari makanan beraneka ragam
14 18,9 18,9 18,9
Pemenuhan zat gizi bagi tubuh bermanfaat untuk :
12 16,2 16,2 16,2
Menu makanan keluarga diatur berdasarkan
Makanan yang paling baik untuk bayi baru lahir
Berapa lama sebaiknya bayi diberi ASI saja tanpa makanan apapun
48 64,9 64,9 64,9
Usia sebaiknya ASI diberikan kepada bayi
Pe nge tahuan responden
35 47,3 47,3 47,3
25 33,8 33,8 81,1
14 18,9 18,9 100,0
74 100,0 100,0
Pengetahuan B aik Pengetahuan S edang Pengetahuan K urang Total
Valid
Frequency Percent Valid P ercent
Crosstabs
Pengetahuan responden * Ketersediaan pangan keluarga responden Crosstabulation
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Anoraga, Pandji, 1998. Psikologi Kerja. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Arbaiyah, I, 2013. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Ketersediaan Pangan dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013. Tesis Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU. Medan
Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . PT. Rineka Cipta. Jakarta
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2013. Gerakan Keluarga
Berencana dan Sejahtera. Jakarta. http:/
berita.aspx?beritaID=746
Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. CV, Rajawali, Jakarta.
Biro Pusat Statistik, 2010. Statistics of Sumatera Utara Province 2010 PDRB Kota Medan menurut penggunaan 2006-2010. dari:http:/www.id.scribd.com/doc/93853105/PDRB-Penggunaan-2010
Depkes RI, 2006. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi-Protein pada Anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga. Jakarta.
Depkes RI, 2007. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia Tahun 2007. Jakarta.
Devi, Siska, 2010. Pengaruh Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan.
Dewan Ketahanan Pangan, Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan, 2006. Menuju Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang 2010. Jakarta.
Dinkes Kota Medan, 2010. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2009.
Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2006. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006.
FAO, 1989, Report of the regional expert consuultation of Asian network of food and nutrition urbanization. Bangkok: Food and Agriculure Organization, regional office of Asia and the Pacific (FAO-RAPA)
Fauziaty, S , 2007. Status Gizi dan Pola Makan Balita Serta Ketahanan Pangan Keluarga Di Desa Labuhan Keude Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007. Skripsi Kesehatan Mayarakat, FKM USU, Medan.
Gabriel, A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang, Bogor. Bogor: Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU. Hardinsyah, 2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan,
Jakarta: Jurnal Gizi dan Pangan, 2(2):55-74
Irawati, A dkk. 2004. Upaya Pemeliharaan Kesehatan dan Status Gizi Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Media Gizi dan Keluarga. Jakrta:Jurnal Gizi dan Pangan 28(1): 42-48.
Khomsan, A, 2008. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup . Penerbit PT. Grasindo, Jakarta.
Lemeshow, David, WH, Janelle, K & Stephen KL, 1997, Penerjemah Pramono Kusnanto. Besar Sampel dalam Penelitian. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Madanijah, S. 2004. Pola Konsumsi Pangan dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Mapandin, Wahida. Y, 2006. Hubungan Faktor-faktor Sosial Sosial Budaya Dengan Konsumsi Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat di Kecamatan Wamena Kabupaten Jayawijaya Tahun 2005. Diunduh pada tanggal 12 September, 2013, http;//eprints.undip.ac.id/15339/.pdf
Muhilal, dkk. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama. 1994
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Puskesmas Medan Sunggal, 2012. Rekapitulasi Penduduk dan Keadaan Puskesmas serta Target Pencapaian Program UPGK/Gizi Wilayah Kota Medan Tahun 2012. Kota Medan.
Rachman, P.S. Handewi & Supriyati, 2004., Pola Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga, kasus Rumah Tangga di Pedesaan Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari:http/www.PERHEPI.org/images/stories/publikasi/agroekonomika
okt04/handewi.pdf,.Agro-Ekonomika No.2 Tahun XXXIV
Rasmussen M, Krolner R, Klep K-I, Lytle L, Brug J, Bere E, Due P. 2006. Determinants of Friuts and Vegetables Consumption among Children and Adolescents: a review of Litelature. Part 1:Quantitatives Studies. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity
Riset Kesehatan Dasar, 2007. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Provinsi. Jakarta : RISKESDAS
Riyadi, H., 2006. Metodologi Penilaian Status Gizi Secara Antropometri, Diktat Jurusan Gizi Mayarakat dan sumber Daya Keluarga, fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Sediaoetama, AJ., 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi (Jilid II) . Dian Rakyat, Jakarta
Sisk,C, Sharkey J.R, Mcintosh,W.A,& Anding J, 2010. Using Multiple Household Food Inventories to measure food availability in the home over 30 days: a pilot study Nutrition Journal. Dari http:/www.nutritionj.com/content/9/1/19 Singarimbun, 1988. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Penetapan_Upah_Minimum_tahun_2013
Suhardjo, 1989. Bebagai Cara Pendidikan Gizi. Depdikbud Pusat Antar Universitas Pangan. Bogor
Suhardjo,dkk.,1989. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
Suryana, 2008. Ketahanan Pangan dan Pembangunan Pertanian Kota. Diunduh 28 Maret 2013. Dari :http//www.suarapembaruan.com.html.
Syarief R, 2004. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas; Suatu Telaah Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB, Bogor
UNICEF, 1998. The State of The World’s Children 1998. Oxford: Oxford University Press
World Health Organization. 1989. Physical Status: The Use and Interpretation of Antrophometry. Report of a WHO Expert Committee. World Health Organization Tech Rep Ser.854
Yusrizal, 2008. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Thesis Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk melihat gambaran karakteristik keluarga
dan ketersediaan pangan pada keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo
Medan Tahun 2013.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan
dengan alasan pemilihan lokasi yaitu masyarakatnya banyak yang tingkat pendapatan
dan pendidikan yang rendah hal ini berhubungan terhadap penyediaan makanan
bergizi seimbang pada keluarga. Berdasarkan data dari puskesmas Kecamatan
Sunggal pada tahun 2012 – September 2013 di Lingkungan XIII terdapat dua balita
gizi buruk.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan Januari 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang berdomisili di
3.3.2 Sampel
Penentuan sampel yang akan dijadikan unit analisis atau terpilih sebagai
sampel dilakukan dengan metode acak sederhana.
Penentuan besar sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan
rumus Lameshow(1994) sebagai berikut :
�
=
Z2 . P (1
−
P). N
d2 . (N – 1) + Z2 P ( 1 – P)
Dimana :
N : Besar populasi
n : Besar Sampel
d : galat pendugaan (0.1)
Z : Tingkat kepercayaan (90% = 1.645)
P : Proporsi Populasi (50%)
n =
0.12 . (324- 1) + 1.6452..1.646 (1-0.5) 1.6452 . 0.5(1-0.5). 324
n =
2.140 219.186
n = 74,39
n = 74 orang
maka berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Lameshow,
3.4 Metode Pengumpulan data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung (tatap muka) kepada
responden yaitu para ibu rumah tangga yang berdomisili di Lingkungan XIII
Kelurahan Tanjung Rejo dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang
telah dipersiapkan sebelumnya.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan adalah data-data yang terkait seperti data
jumlah balita kasus gizi kurang dan gizi buruk dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara dan Kota Medan, Puskesmas wilayah kerja Sunggal. Data berupa
jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga diambil dari Kelurahan Tanjung Rejo.
3.5. Defenisi Operasional
1. Karakteristik Keluarga adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing
rumah tangga, seperti pendapatan keluarga, pekerjaan, jumlah anak, pendidikan,
dan pengetahuan gizi ibu.
2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai
kesehatan dan gizi yang di ukur dengan melihat nilai skor jawaban responden
dari kuesioner.
3. Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, yang diukur dalam satuan rupiah.
4. Pekerjaan adalah jenis kegiatan/pekerjaan yang digeluti dan merupakan sumber
5. Jumlah anak adalah jumlah anak yang dilahirkan dan hidup di dalam keluarga
yang masih menjadi tanggungan orang tua.
6. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terkakhir yang ditamatkan keluarga
(suami dan istri).
7. Ketersediaan pangan keluarga adalah keadaan pangan keluarga yang tersedia
dalam 12 (dua belas) bulan terakhir dan diukur dengan menggunakan kuesioner
Measuring household food security.
3.6. Instrumen dan Aspek Pengukuran 3.6.1 Instrumen
Alat untuk pengumpulan data adalah kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan gizi ibu dan
ketersediaan pangan keluarga. Kuesioner ketersediaan pangan keluarga adalah
kuesioner yang telah dipakai peneliti lain. Kuesioner pengetahuan dususun
berdasarkan pengetahuan yang berkaitan dengan gizi.
3.6.2 Aspek Pengukuran Penelitian
Menurut Arikunto (2002), aspek pengukuran dengan kategori (baik, sedang,
kurang) terlebih dahulu menetukan kriteria (tolak ukur) yang akan dijadikan
penentuan.
a. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan gizi ibu tentang gizi diajukan 12 (dua belas) pertanyaan dari no
1-12 dengan skor tertinggi adalah 12. Jawaban benar bernilai 1, jawaban salah dan
Berdasarkan Arikunto (2002), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah
nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan yaitu 8-12
b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan yaitu 5-8
c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan yaitu 0-4
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA dan
Akademi/Perguruan Tinggi.
c. Pengukuran Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan keluarga dikategorikan berdasarkan UMK, dengan skala
ordinal :
a. Pendapatan tinggi > UMK (Rp. 1.650.000,- (Berdasarkan Upah Minimum
Kota Medan, 2013)
b. Pendapatan rendah < UMK (Rp. 1.650.000,- (Berdasarkan Upah Minimum
Kota Medan, 2013)
d. Pengukuran Pekerjaan
Pekerjaan Keluarga yang dilihat adalah pekerjaan suami dan istri, pekerjaan
suami dikelompokkan atas pekerjaan tetap dan pekerjaan tidak tetap. Pekerjaan istri
dikelompokkan atas pekerjaan tetap, pekerjaan tidak tetap dan tidak bekerja.
sedangkan kelompok pekerjan tidak tetap adalah merupakan kelompok pekerjaan
dengan penghasilan tidak tetap.
e. Jumlah Anak
Jumlah anak diketahui dengan menanyakan kepada responden jumlah
anaknya. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi 1-2 orang anak, 3-4 orang
anak, dan > 4 orang anak.
f. Pengukuran Ketersediaan Makanan
Ketersediaan pangan keluarga diukur dengan mengguanakan kuesioner
measuring household food security (Bickel, dkk, 2000 dalam Arbaiyah, 2013)
kemudian dikategorikan menjadi 2 kategori seperti berikut :
1. Ketersediaan pangan keluarga terjamin, jika < 3 dari 18 pertanyaan yang ada
dijawab : sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/beberapa bulan tetapi
tidak setiap bulan
2. Ketersediaan pangan keluarga tidak terjamin, jika 3-18 dari 18 pertanyaan yang
ada dijawab : sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/beberapa bulan
tetapi tidak setiap bulan.
3.7.Teknik Pengolahan Dan Analisa Data 3.7.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan proses komputerisasi dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan
tujuan agar data masuk dan dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data
memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.
2. Coding (pengkodean)
Setelah data diperoleh dan melakukan pengeditan maka peneliti melakukan
pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang
telah dikumpulkan.
3. Entri
Yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program computer untuk
pengambilan hasil dan kesimpulan.
3.7.2. Analisa Data
Data yang telah diperoleh dari kuesioner mengenai ketersediaan pangan
berdasarkan karakteristik keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo
kemudian diolah dengan program komputer. dan disajikan dalam bentuk tabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Tanjung Rejo terletak di Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan
dengan luas wilayah 350 ha dan memiliki 24 lingkungan. Batas-batas wilayah
Kelurahan Tanjung Rejo adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing B.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Asam Kumbang dan Kelurahan
Tanjung Sari.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sunggal.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang I.
Jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Rejo sebanyak 42.512 jiwa yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 20.619 jiwa (48,5%) dan perempuan sebanyak 21.893 jiwa
(51,5%).
Kelurahan Tanjung Rejo memiliki beberapa sarana kesehatan. yang paling
banyak adalah posyandu yaitu masing-masing sebanyak 20 unit dan yang paling
sedikit adalah Pustu dan Poliklinik masing-masing 1 unit. Kelurahan Tanjung Rejo
memiliki beberapa sarana pendidikan berupa Taman Kanak-kanak 1 unit, Sekolah
Dasar (SD) Negeri 7 unit, SD Swasta 4 unit, SLTP Swasta 2 unit, SLTA Swasta 1
unit, SMK swasta 1 unit, Tsanawiyah pernah 1 unit dan Perguruan Tinggi swasta 1
Lingkungan XIII merupakan salah satu bagian dari wilayah lingkungan
Kelurahan Tanjung Rejo dengan jumlah Keluarga sebanyak 324 Keluarga.
Lingkungan XIII berada di Jalan Abadi Kelurahan Tanjung Rejo.
4.2. Karakteristik Keluarga 4.2.1. Pengetahuan Gizi Ibu
Karakteristik keluarga yang diamati dalam penelitian ini meliputi
pengetahuan, pendidikan, pekerjaan suami, pekerjaan istri, pendapatan dan jumlah
anak. Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan baik,
pengetahuan sedang dan pengetahuan kurang. Berdasarkan tingkat pengetahuan dapat
dilihat bahwa sebagian besar tingkat kategori pengetahuan adalah baik sebanyak 35
orang (47,3%), kategori pengetahuan sedang sebanyak 25 orang (33,8%), dan hanya
sebanyak 14 orang (18,9%) dengan kategori pengatahuan kurang. Tingkat
pengetahuan tentang gizi dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pengetahuan Tentang Gizi di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Pengetahuan Jumlah
(Orang)
Persen (%)
1 Baik 35 47,3
2 Sedang 25 33,8
3 Kurang 14 18,9
Total 74 100
4.2.2. Pendidikan Ibu
Berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak dengan pendidikan
adalah Tamat Akademi/Perguruan Tinggi yaitu 13 orang (17,6 %). Disajikan dalam
tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pendidikan Ibu di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Pendidikan Ibu Jumlah
(Orang)
4 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 13 17,6
Total 74 100,0
4.2.3. Pekerjaan Suami Responden
Berdasarkan pekerjaan suami yang paling banyak adalah pekerjaan tetap yaitu
sebanyak 48 orang (64,9%), sedangkan suami dengan pekerjaan tidak tetap sebanyak
26 orang (35,1%). Disajikan dalam tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pekerjaan Suami di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Pekerjaan Suami Jumlah
(Orang)
Berdasarkan pekerjaan ibu yang paling banyak adalah pekerjaan tidak tetap
yaitu sebanyak 35 orang (47,3%), sedangkan pekerjaan yang paling sedikit adalah
Tabel 4.4. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Pekerjaan Ibu Jumlah
Berdasarkan pendapatan keluarga yang paling banyak adalah diatas UMK
yaitu sebanyak 51 orang (68,9%), dan yang paling sedikit adalah berpendapatan
dibawah UMK sebanyak 16 orang (21,6%). Disajikan dalam tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Pendapatan Jumlah
(Orang)
Berdasarkan jumlah anak yang paling banyak adalah yang memiliki 3-4 orang
anak yaitu sebanyak 46 orang (62,2%), sedangkan yang paling sedikit adalah yang
memiliki > 4 orang anak yaitu sebanyak 9 orang (12,2%). Disajikan dalam tabel 4.6
berikut ini :
Tabel 4.6. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Jumlah Anak di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
Total 74 100,0
4.3 Ketersediaan Pangan Keluarga
Penilaian terhadap ketersediaan pangan keluarga dilakukan berdasarkan
perhitungan total skor jawaban. Tingkat ketersediaan pangan keluarga diukur dengan
menggunakan kuesioner measuring household food securuty selanjutnya
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ketersediaan pangan keluarga terjamin, dan
ketersediaan pangan keluarga tidak terjamin. Berdasarkan ketersediaan pangan
keluarga sebagian besar berada pada kategori terjamin yaitu sebanyak 41 orang
responden (55,4%), sedangkan sebagian kecil keluarga berada pada kategori
ketersediaan pangan tidak terjamin yaitu sebanyak 33 responden (44,6%). Tingkat
ketersediaan pangan keluarga dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7. Distribusi Karakteristik Keluarga Berdasarkan Ketersediaan Pangan Keluarga Tentang Gizi di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
No. Ketersediaan Pangan Keluarga Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Terjamin 41 55,4
2 Tidak terjamin 33 44,6
Total 74 100
4.4. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga 4.4.1. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pengetahuan Ibu
Ketersediaan pangan berdasarkan pengetahuan ibu menunjukkan bahwa
diantara 35 ibu yang pengetahuannya baik, maka keluarganya yang ketersediaan
pangan terjamin ada 57,1%. Sedangkan dari 25 ibu yang berpengetahuan sedang,
Pengetahuan ibu yang kurang mempunyai ketersediaan pangan keluarganya yang
terjamin ada 50%, dan setengahnya lagi ada pada ketersediaan pangan yang tidak
terjamin. Dapat dilihat berdasarkan tabel Tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
Pengetahuan Ibu Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % N % n %
Baik 15 42,9 20 57,1 35 100,0
Sedang 11 44,0 14 56,0 25 100,0
Kurang 7 50,0 7 50,0 14 100,0
Total 33 44,6 41 55,4 74 100,0
4.4.2. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pendidikan Ibu
Ketersediaan pangan berdasarkan pendidikan ibu menunjukkan bahwa
diantara 24 ibu berpendidikan SD yang terjamin ketersediaan pangan keluarganya ada
14 (58,3%). Pada 20 ibu berpendidikan SMP maka ada 10 (50%) keluarga yang
terjamin ketersediaan pangannya. Diantara 17 ibu yang pendidikannya tingkat SMA
maka ada 12 (70,6%) keluarga yang terjamin ketersediaan pangannya. Sedangkan ibu
yang berpendidikan sampai tingkat perguruan tinggi lebih banyak keluarganya tidak
terjamin ketersediaan pangannya (61,5%). Dapat dilihat berdasarkan tabel Tabel 4.9
berikut
Tabel 4.9 Distribusi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
Pendidikan Ibu
Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % n % n %
SD 10 41,7 14 58,3 24 100,0
SMP 10 50,0 10 50,0 20 100,0
Akad/PT 8 61,5 5 38,5 13 100,0
Total 33 44,6 41 55,4 74 100,0
4.4.3. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pekerjaan Suami
Ketersediaan pangan berdasarkan pekerjaan suami menunjukkan distribusi
ke. Hasil menunjukkan bahwa pekerjaan suami yang tetap maupun tidak tetap
sama-sama mempunyai lebih banyak ketersediaan pangan yang terjamin. Namun lebih
banyak keluarga yang terjamin ketersediaan pangan dari suami yang mempunyai
pekerjaan tidak tetap, yaitu 57,7%, daripada suami yang mempunyai pekerjaan tetap
(54,2%). Dapat dilihat berdasarkan tabel Tabel 4.10 berikut :
Tabel 4.10 Distribusi Keluarga berdasarkan Pekerjaan Suami dan Ketersediaan Pangan Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
Pekerjaan Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % n % n %
Tetap 22 45,8 26 54,2 48 100,0
Tidak tetap 11 42,3 15 57,7 26 100,0
Total 33 44,6 41 55,4 74 100,0
4.4.4. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pekerjaan Ibu
Ketersediaan pangan berdasarkan pekerjaan ibu menunjukkan bahwa ibu
yang bekerja lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan yang terjamin di dalam
keluarga daripada yang tidak bekerja. Diantara 20 ibu yang bekerja tetap ada 65%
keluara yang terjamin ketersediaannya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak
19 orang mempunyai 57,9% ketersediaan pangan keluarganya dalam kategori
Tabel 4.11 Distribusi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013 Pekerjaan
Ibu
Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % n % n %
Tetap 7 35,0 13 65,0 20 100,0
Tidak tetap 18 51,4 17 48,6 35 100,0
Tidak Bekerja 8 42,1 11 57,9 19 100,0
Total 33 44,6 41 55,4 74 100,0
4.4.5. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pendapatan Keluarga
Ketersediaan pangan berdasarkan pendapatan keluarga menyatakan bahwa
diantara 51 keluarga yang pendapatannya di atas UMK maka ada 608% keluarga
yang ketersediaan pangannya terjamin. Sedangkan dari kelompok keluarga yang di
bawah UMK, keluarga yang ketersediaan pangannya terjamin hanya ada 43,5%
keluarga, lebih banyak keluarga yang tidak terjamin ketersediaan pangannya, yaitu
ada 56,5% . Dapat dilihat berdasarkan tabel Tabel 4.12 berikut :
Tabel 4.12 Ketersediaan Pangan Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013 Pendapatan
Keluarga
Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % n % n %
< UMK 13 56,5 10 43,5 23 100,0
≥ UMK 20 39,2 31 60,8 51 100,0
Total 33 44,6 41 55,4 74 100,0
4.4.6. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Jumlah Anak
Ketersediaan pangan berdasarkan jumlah anak menunjukkan bahwa pada 19
keluarga yang mempunyai jumlah anak 1-2 orang lebih banyak mempunyai
keluarga yang mempunyai jumlah anak 3-4 orang mempunyai ketersediaan pangan
terjamin ada 52,2% keluarga. Tetapi persentase yang terjamin ketersediaan
pangannya lebih kecil dari kelompok keluarga yang mempunyai jumlah anak 1-2
orang (68,4% < 52,2%). Sedangkan keluarga yang mempunyai jumlah anak di atas 4
orang maka lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan yang tidak terjamin
(55,6%) dari yang terjamin (44,4%). Dapat dilihat berdasarkan tabel Tabel 4.13
berikut :
Tabel 4.13 Ketersediaan Pangan Berdasarkan Jumlah Anak di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013
Jumlah Anak
Ketersediaan Pangan Total
Tidak Terjamin Terjamin
n % n % n %
1-2 6 31,6 13 68,4 19 100,0
3-4 22 47,8 24 52,2 46 100,0
>4 5 55,6 4 44,4 9 100,0
BAB V PEMBAHASAN
Dalam pemahasan ini difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran karakteristik keluarga dan ketersediaan
pangan keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013.
5.1. Pengetahuan Gizi Ibu dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat
kategori pengetahuan adalah baik sebanyak 35 orang (47,3%), kategori pengetahuan
sedang sebanyak 25 orang (33,8%), dan hanya sebanyak 14 orang (18,9%) dengan
kategori pengatahuan kurang. Pengetahuan gizi ibu yang baik dapat dilihat
berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa banyak ibu mengetahui
tentang apa yang dimaksud dengan makanan yang begizi, makanan yang banyak
mengandung zat gizi, manfaat dari makanan yang beraneka ragam, manfat zat gizi
bagi tubuh dan sebagainya. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan
dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal
terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial.
Sedangkan status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang
berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang membahayakan. (Almatsier, 2009).
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan ketersediaan
pangan menunjukkan bahwa diantara 35 ibu yang pengetahuannya baik, maka
yang berpengetahuan sedang, hanya 56% yang keluarganya mempunyai ketersediaan
pangan yang terjamin. Pengetahuan ibu yang kurang mempunyai ketersediaan pangan
keluarganya yang terjamin ada 50%, dan setengahnya lagi ada pada ketersediaan
pangan yang tidak terjamin. Pengetahuan yang dimiliki keluarga khususnya ibu
sangat berperan mengatur makanan dalam rumah tangga. Hasil tabulasi silang antara
pengetahuan gizi ibu dengan ketersediaan pangan keluarga menunjukkan bahwa pada
ibu yang berpengetahuan baik maka ketersediaan pangan cenderung lebih banyak
yang terjamin daripada yang tidak, demikian juga pada pengetahuan ibu yangs
sedang. Tetapi pada pengetahuan gizi ibu yang kurang maka ketersediaan pangan
yang terjamin maupun tidak sama. Begitupun juka dibandingkan antara pengetahuan
gizi ibu yang baik, sedang dan kurang, persentase terjamin ketersediaan pangan
diantara pengetahuan tersebut sedikit menurun dari baik, sedang dan kurang.
Pengetahuan gizi dapat mempengaruhi keragaman konsumsi pangan
penduduk. Namun demikian pengaruh positif ini dapat ditiadakan/berubah oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah daya beli atau ekonomi, ketersediaan
waktu untuk membeli, mengolah dan menyiapkan makanan, preferensi atau kesukaan
pangan, kepercayaan terhadap jenis pangan, dan ketersediaan pangan. Selain faktor
tersebut menyebutkan ada faktor lain yang berpengaruh terhadap keragaman
konsumsi pangan, yaitu pendidikan gizi, paparan media massa dan pengalaman gizi,
usia kedua orang tua, dan partisipasi ibu dalam kegiatan sosial (Hardinsyah, 2007).
Menurut Muhilal, dkk. (1994) mengatakan bahwa peran
rumah tangga. Tujuan pendidikan gizi adalah mempengaruhi perilaku sehingga
menerapkan pengetahuan gizi dalam kebiasaan makn sehari-hari.
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan
baik buruknya kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang
benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola
konsumsi pangan keluarganya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak
kekurangan, dan tidak kelebihan. Pentingnya peningkatan pengetahuan gizi, sikap
gizi, dan keterampilan gizi yang secara bersama-sama akan menetukan perilaku gizi
yang lebih baik.
5.2. Pendidikan Ibu dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas pendidikan responden yang
paling banyak dengan pendidikan Tamat SD yaitu 24 orang (32,4 %), sedangkan
tingkat pendidikan paling sedikit adalah Tamat Akademi/Perguruan Tinggi yaitu
13 orang (17,6 %). Tetapi pendidikan dalam penelitian ini tidak mempunyai
kecenderungan hubungan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Hal ini dapat
dilihat dari data persentase pada tabulasi silang antara pendidikan ibu dengan
ketersediaan pangan, dimana ketersediaan pangan terjamin dalam keluarga lebih
banyak pada kelompok ibu yang berpendidikan SD, SMP, SMA, dari keluarga yang
tidak terjamin ketersediaan pangannya. Bahkan pada ibu yang berpendidikan sampai
PT/Akademi lebih banyak tidak terjamin ketersediaan pangannya dari yang terjamin.
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan ketersedian
maka ada 10 (50%) keluarga yang terjamin ketersediaan pangannya. Diantara 17 ibu
yang pendidikannya tingkat SMA maka ada 12 (70,6%) keluarga yang terjamin
ketersediaan pangannya. Sedangkan ibu yang berpendidikan sampai tingkat
perguruan tinggi lebih banyak keluarganya tidak terjamin ketersediaan pangannya
(61,5%). Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut
mempengaruhi tumbuh kembang anak (Suparisa, 2002). Pendidikan yang tinggi
diharapkan sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik. Pendidikan sangat
mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan
yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan
makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang gizi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2008), yang
menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi keluarga (pendidikan, jenis pekerjaan)
merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita dan
pengetahuan merupakan variabel dari faktor budaya masyarakat yang sangat
berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi balita balita di
wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.
Menurut Hardinsyah (2007), semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
aksesnya terhadap media massa (koran, majalah, media elektronik) juga semakin
tinggi yang juga berarti aksesnya terhadap informasi yang berkaitan dengan gizi juga
semakin tinggi. Wanita terpelajar cenderung untuk tertarik terhadap informasi gizi
dan banyak di antara mereka yang memperoleh informasi tersebut dari media cetak,
Peneliti berasumsi bahwa pendidikan memegang peranan sangat penting
terhadap ketersediaan pangan keluarga dan gizi keluarga, walaupun dalam hasil
penelitian ini kecenderungan hubungan tidak nampak antara pendidikan dengan
ketersediaan pangan. Semestinya, harapan semakin tinggi pendidikan seseorang
memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, dengan pekerjaan
yang layak kesempatan bergaul dengan orang yang lebih tinggi pendidikannya
ataupun yang pengetahuan gizinya lebih baik memiliki peluang yang lebih baik pula.
Jika pun tidak tamat sekolah atau hanya sampai jenjang pendidikan dini dapat
memungkinkan ibu memiliki pengetahuan yang baik apabila ibu rajin mengikuti
sosialisasi gizi dari posyandu ataupun petugas kesehatan, rajin membaca atau
menonton acara yang sarat akan informasi gizi. Ketersediaan pangan di rumah tidak
bisa dihindari dari adanya uang untuk membeli pangan apalagi untuk masyarakat
daerah perkotaan yang tidak mempunyai lahan untuk bercocok tanam. Maka
pendidikan tinggi pun tanpa diiringi dengan pengetahuan yang memadai dan
pendapatan yang cukup tidak menjamin ketersediaan pangan dalam keluarga
terjamin.
5.3. Pekerjaan Orangtua dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas pekerjaan suami responden adalah
bekerja tetap sebanyak 48 orang (64,9%), sedangkan mayoritas responden dengan
pekerjaan tidak tetap 35 orang (47,3%). Sebagian kecil suami responden memiliki
pekerjaan yang tidak tetap sebanyak 26 orang (35,1%), dan responden yang tidak
yang diterima. Semakin tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi
penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang di belanjakan
untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Sediaoetama, 2004).
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pekerjaan suami dengan ketersediaan
pangan menunjukkan distribusi keluarga berdasarkan pekerjaan suami istri dan
ketersediaan pangan keluarga. Hasil menunjukkan bahwa pekerjaan suami yang tetap
maupun tidak tetap sama-sama mempunyai lebih banyak ketersediaan pangan yang
terjamin. Namun lebih banyak keluarga yang terjamin ketersediaan pangannya dari
suami yang mempunyai pekerjaan tidak tetap yaitu 57,7%, daripada suami yang
mempunyai pekerjaan tetap yaitu 54,2%. Kemudian hasil tabulasi silang antara
pekerjan ibu dengan ketersediaan pangan yang terjamin di dalam keluarga daripada
yang tidak bekerja. Diantara 20 ibu yang bekerja tetap ada 65,0% keluarga yang
terjamin ketersediaan pangannya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 19
orang mempunyai 57,9% ketersediaan pangan keluarganya dalam kategori terjamin.
Menurut Hidayat (2004), status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan rendahnya
daya beli keluarga serta tingginya harga pangan di tingkat keluarga. Jika ketersediaan
pangan di rumah tangga menuru, otomatis konsumsi makan dan konsumsi zat gizi per
anggota keluarga berkurang sehingga menyebabkan masalah gizi yang dapat
menentukan status gizi perorangan. Ketersediaan pangan dalam keluarga
mempengaruhi banyaknya asupan makan anggota keluarga. Semakin baik
ketersediaan pangan suatu keluarga memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan
Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan
hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu
mengatasi urusan keluarga, suami, anak, dan hal-hal yang menyangkut masalah
rumah tangganya.
Pada kenyataannya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi
hambatan itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi
jika mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya mereka
akan kerepotan. Akan tetapi bukan berarti wanita yang tidak bekerja merupakan
jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik dibanding dengan anak-anak
dari wanita yang bekerja (Anoraga, 1998).
Peneliti berasumsi bahwa pekerjaan orang tua selalu dikaitkan dengan
kemudahan mengakses informasi terutama informasi kesehatan dan mempengaruhi
pola hidup, pola makan dan kemampuan ekonomi dalam mengakses segala kebutuhan
hidup dalam hal ini pangan keluarga. Pekerjaan yang tidak tetap memungkinkan hasil
pendapatan yang tidak tetap juga, dimana sangat mempengaruhi ketersediaan pangan
keluarga yang setiap harinya harus dipenuhi. Tetapi dalam hal ini pekerjaan suami
yang tidak tetap lebih banyak persentasenya pada keluarga yang terjamin
ketersediaan pangannya dari yang tidak terjamin. Begitupun dengan pekerjaan suami
yang tetap, lebih banyak pada keluarga yang ketersediaannya terjamin dari yang tidak
terjamin. Hal ini mengansumsikan kecenderungan jenis pekerjaan suami baik tetap
ketersediaan pangan di rumah, karena suami ada mempunyai peendapatan dari
pekerjaannya, baik tetap maupun tidak.
Jenis pekerjaan suami yang tidak tetap, adalah seperti makelar atau agen tanah
dan barang berharga, MLM, dan pekerjaan yang sifatnya tidak menetap dalam suatu
instansi perusahaan. Pekerjaan suami yang tidak tetap tidak menyebabkan
ketersediaan pangan keluarga rendah, ini dapat ditemukan berdasarkan hasil
penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan karena meskipun pekerjaan suami tidak tetap
tidak menutup kemungkinan suami mendapatkan penghasilan yang lebih besar
daripada pekerjaan yang tetap sehingga biaya untuk memenuhi ketersediaan pangan
keluarga dapat terpenuhi ditambah lagi adanya dukungan dari ibu yang bekerja dan
mempunyai pendapatan.
Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan yang berbeda dengan jenis
pekerjaan tetap atau tidak tetap dengan ketersediaan pangan keluarga, dimana ibu
yang bekerja tetap lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan keluarga yang
terjamin. Namun ibu yang bekerja tidak tetap lebih banyak mempunyai ketersediaan
pangan keluarga yang tidak terjamin. Jenis pekerjaan ibu yang tidak tetap, adalah
buruh cuci, membantu di warung orang, pembantu rumah tangga atau buruh harian.
Sementara itu ibu yang tidak bekerja lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan
keluarga yang terjamin dari yang tidak terjamin. Hal ini karena ketersediaan pangan
keluarga didukung oleh suami yang bekerja dan mempunyai pendapatan.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ketersediaan pangan
keluarga bukanlah semata-mata ditentukan oleh pekerjan suami yang bekerja tetap
penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi pangan keluarga. Pekerjaan yang tidak
tetap suami juga mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk biaya
kebutuhan pangan keluarga ditambah pula dengan penghasilan tambahan dari ibu
yang bekerja baik tetap maupun tidak tetap.
5.4. Pendapatan Keluarga dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Berdasarkan hail penelitian, mayoritas pendapatan keluarga yang paling
banyak adalah diatas UMK yaitu sebanyak 51 orang (68,9%), dan yang paling sedikit
adalah berpendapatan dibawah UMK sebanyak 23 orang (31,1%). Diantara keluarga
yang mempunyai pendapatan di atas UMK mereka mempunyai ketersediaan pangan
yang terjamin lebih banyak dari yang tidak terjamin. Sementara itu, dari keluarga
yang berpendapatan di bawah UMK lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan
yang tidak terjamin. Hal ini diasumsikan bahwa pendapatan yang lebih tinggi akan
menjamin keluarga dapat memenuhi ketersediaan pangannya.
Berdasarkan tabulasi silang antara pendapatan keluarga dengan ketersediaan
pangan menyatakan bahwa diantara 5i keluarga yang pendapatannya diatas UMK
maka ada 60,,8% keluarga yang ketersediaan pangannya terjamin, sedangkan dari
kelompok keluarga yang pendapatannya di bawah UMK, keluarga yang ketersediaan
pangannya terjamin hanya ada 43,5% keluarga, lebih banyak keluarga yang tidak
terjamin ketersediaan pangannya yaitu ada 56,5%. Menurut Soekirman (2000), apabila
pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan semakin beragam, serta umunya akan
terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan
lebih lanjut tidak hanya akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan
pangan di luar rumah. Pola kondisi terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan
membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan persentase yang semakin kecil.
Menurut asumsi peneliti pengeluaran keluaraga dapat dijadikan sebagai
gambaran tingkat pendapatan keluarga. Pengeluaran keluarga yang rendah merupakan
salah satu faktor penyebab masalah gizi yang dapat mengakibatkan rumah tangga
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang
baik. Hal ini berakibat pada kekurangan gizi, baik gizi makro maupun gizi mikro.
Pada saat pengeluaran keluarga berada di satu titik dimana rumah tangga tidak
mampu membeli kebutuhan pangan, maka ketahanan pangan dan status gizi dari
kelompok rawan mulai terancam. Pengeluaran makan keluarga ditentukan oleh daya
beli makanan, kualitas, dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh anggota
keluarga dan pola makan keluarga sehingga mempengaruhi asupan gizi. Kenaikan
pendapatan mendorong masyarakat untuk memilih makanan yang kualitas nya lebih
tinggi dengn kuantitas yang cukup.
5.5. Jumlah Anak dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dapt dilihat bahwa mayoritas responden memiliki
3-4 orang anak sebanyak 45 orang (62,2%), memiliki 1-2 orang anak sebanyak 19
orang (25,7%), dan yang memiliki >4 orang anak sebanyak 9 orang (12,2%). Laju
kelahiran berkaitan dengan jumlah anggota keluarga yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pembagian pangan yang dikonsumsi tiap-tiap anggota keluarga. Laju
kelahiran berkaitan dengan jumlah anggota keluarga yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pembagian pangan yang dikonsumsi tiap-tiap anggota keluarga. Hasil
menunjukkan kecenderungan semakin banyak jumlah anak maka semakin kurang
terjamin ketersediaan pangan keluarga di rumah. Tabulasi silang antara jumlah anak
dengan ketersediaan pangan keluarga menunjukkan bahwa pada 19 keluarga yang
mempunyai jumlah anak 1-2 orang lebih banyak mempunyai ketersediaan pangan
yang terjamin yaitu sebesar 68,4%. Demikian juga pada kelompok 46 keluarga yang
mempunyai jumlah anak 3-4 orang mempunyai ketersediaan pangan terjamin ada
52,2% keluarga. Tetapi persentase yang terjamin ketersediaan pangannya lebih kecil
pada kelompok keluarga yang mempunyai jumlah anak 1-2 orang (68,4% < 52,2%).
Sedangkan keluarga yang mempunyai jumlah anak diatas 4 orang maka lebih banyak
mempunyai ketersediaan pangan yang tidak terjamin yaitu sebesar 55,6% daripada
ketersediaan pangannya yang terjamin yaitu sebesar 44,4%.
Apabila pengeluaran makan meningkat, maka pola konsumsi pangan akan
makin beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang
bernilai gizi lebih tinggi. Besar anggota keluarga juga turut menentukan ketersediaan
pangan dalam keluarga. Besar keluarga yang bertambah, menyebabkan pangan untuk
setiap anak berkurang, distribusi makanan yang tidak merata juga dapat menyebabkan
balita dalam keluarga tersebut kurang gizi.
Menurut Berg (1986), pembatasan jumlah keluarga bisa membantu
memperbaiki gizi dan keselamatan bayi. Dari hasil penelitian Damora, dkk., (2004),
jumlah anggota rumah tangga mennunjukkan hubungan negatif yang nyata (p<0,05)
terhadap tingkat kecukupan konsumsi energi. Artinya bahwa semakin besar anggota
1995-1998 juga menyatakan bahwa jumlah anggota rumah tangga yang semakin
banyak, akan semakin mengalami kecenderungan turunnya rata-rata asupan energi
dan protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan prevalensi tertinggi pada
rumah tangga yang beranggotakan di atas enam orang (Mapandin, 2006).
Peneliti berasumsi bahwa jumlah anak erat sekali kaitannya dengan
pembagian pangan dalam keluarga, kuantitas dan kualitas jenis pangan. Anak juga
sangat mempengaruhi pilihan ibu dalam menyusun menu makanan di keluarga
dimana ibu sering memyajikan makanan yang sesuai dengan keinginan dan kesukaan
anak, yang terkadang tidak memperhitungkan nilai gizi yang terkandung pada jenis
makanan tersebut.
5.6. Ketersediaan Pangan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dilihat bahwa ketersediaan pangan keluarga
sebagian besar berada pada kategori terjamin yaitu sebanyak 41 orang responden
(55,4%), sedangkan sebagian kecil responden berada pada kategori ketersediaan
pangan tidak terjamin yaitu sebanyak 33 orang (44,6%). Sesuai dengan penelitian
Diana (2004) bahwa ketersediaan pangan responden kategori terjamin pada kelompok
kasus sebanyak 8 orang dari 70 kasus (11,4%), rawan pangan tanpa kelaparan
sebnayak 53 (75,7%), dan ketersediaan pangan kategori rawan pangan sedang,
kelompok kasus ad 9 orang (12,9%).Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin
terjamin ketersediaan pangan semakin baik status gizi keluarga. Ketersediaan pangan
yang terjamin akan mempunyai kemungkinan tujuh kali lebih besar untuk berstatus
Hal ini sejalan dengan penelitian Matheson, DM., J Varady, A & Killen JD
(2002), yang menyatakan bahwa keragaman konsumsi pangan memberikan mutu
yang lebih baik daripada pangan yang dikonsumsi secara tunggal. Hal ini terjadi
karena adanya efek saling mengisi yang berari kekurangan zat gizi suatu pangan
dapat dipenuhi oleh kelebihan zat gizi yang bersangkutan dari pangan lainnya karena
jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak secara signifikan terkait dengan
persediaan makanan di rumah tangga mereka.
Sesuai dengan kerangka pikir UNICEF menurut Syarief (2004) terdapat dua
faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi kurang atau gizi
buruk, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan penyakit infeksi.
Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut berkaitan dengan berbagai faktor
penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi,
kesehatan badan dan sanitasi lingkungan. Pada anak balita, kekurangan gizi dapat
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat
sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian akan
mengakibatkan rendahnya sumber daya manusia.
Hubungan antara ketersediaan pangan, akses makanan dlam keluarga,
konsumsi pangan keluarga dan status gizi terlihat dengan tersedianya pangan di
tingkat rumah tangga yang merupakan penenru akses pangan, dimana pada
gilirannya, memberi peluang penting untuk meningkatkan konsumsi dan status gizi.
akses pangan akan lebih besar, sehiingga status gizi baik. Perubahan tingkat
konsumsi diterjemahkan ke dalam perubahan status gizi yang dapat dipengaruhi oleh
faktor seperti sanitasi, akses terhadap kesehatan, pola asuh anak dan akses ke air
bersih.
Rasmussen, Krolner & Klep (2006), melaporkan ketersediaan pangan rumah
tangga sebagai salah satu faktor penentu yang paling penting dari pola makan
keluarga. Ketersediaan pangan keluarga dianggap sebagi hubungan antara masyarakat
atau sumber lingkungan penjualan makanan dan asupan gizi perorangan. Adanya
krisis ekonomi menyebabkan rendahnya daya beli keluarga dan meningkatnya harga
pangan yang berkaitan dengan menurunnya ketersediaan pangan ditingkat keluarga.
Jika ketersediaan pangan dirumah tangga menurun,otomatis konsumsi pangan dan
konsumsi zat gizi per anggota keluarga berkurang sehingga menyababkan masalah
gizi,diantaranya kejadian KEK dan anemia. Ketersediaan pangan dalam keluarga
mempengaruhi banyaknya asupan makan anggota keluarga. Semakin baik
ketersediaan pangan suatu keluarga memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan
zat gizi. (Suhardjo, 1989)
Peneliti berasumsi bahwa karakteristik keluarga dan tingkat pengetahuan gizi
ibu sangat mempengaruhi terhadap ketersediaan pangan keluarga, dimana
pengetahuan gizi dan besar pendapatan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap
daya beli dan ketersediaan pangan di keluarga, dalam penelitian ini dapat dilihat
masih adanya keluarga dalam kategori ketersediaan pangan keluarga dalam kategori
tidak terjamin. Hal tersebut menandakan bahwa masih rendahnya tingkat pendapat
seimbang juga belum optimal, ibu yang tidak memiliki waktu menyiapkan menu
dengan gizi seimbang merupakan salah satu masalah, masih banyaknya ditemukan
keluarga yang hanya cukup mengandalkan lauk pauk secara rantangan/katering.
Jumlah anak yang mempengaruhi pembagian porsi makan, ibu yang pengetahuannya
masih kurang perlu banyak mendapatkan informasi gizi dari petugas kesehatan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Gambaran karakteristik keluarga dan ketersediaan pangan keluarga di lingkungan
XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan tahun 2013 yaitu ibu yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 47,3%,pendidikan yang paling banyak adalah tamat
SD sebanyak 32,4%,pekerjaan suami yang paling banyak yaitu pekerjaan tetap
sebanyak 64,9%,sedangkan pekerjaan ibu yang paling banyak adalah pekerjaan
tidak tetap sebanyak 47,3%,pendapatan keluarga paling banyak adalah diatas
UMK sebanyak 68,9%,dan jumlah anak yang paling banyak adalah keluarga
yang memiliki anak 3-4 anak sebesar 62,2%.
2. Berdasarkan ketersediaan pangan keluarga sebagian besar berada pada kategori
terjamin yaitu sebanyak 55,4%.
3. Ketersediaan pangan terjamin pada keluarga ditemukan 57,1% ibu dengan
pengetahuan baik, 70,6% ibu dengan pendidikan tamat SMA, 57,7% suami
dengan pekerjaan tidak tetap, 65,0% ibu dengan pekerjaan tetap, 60,8%
pendapatan keluarga diatas UMK, dan 68,4% keluarga yang memiliki jumlah
anak 1-2 orang.
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada ibu-ibu rumah tangga Lingkungan XIII untuk mulai
menumbuhkan sikap sadar gizi, rutin mengikuti posyandu, dan tanggap terhadap
keluarga untuk menghindarkan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada bayi dan
balita.
2. Diharapkan bagi pihak terkait seperti Dinas Kesehatan, Puskesmas wilayah kerja
Kecamatan Medan Sunggal melalui posyandu dan petugas kesehatan lainnya
yang terkait dengan penyuluhan untuk lebih menggalakkan lagi Keluarga Sadar
Gizi dan meningkatkan penyuluhan mengenai gizi anak dan keluarga.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk peneliti lainnya, agar penelitian
lebih lanjut dapat menggali hal-hal yang mungkin dapat memengaruhi ketersediaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam
satu rumahtangga dan ada ikatan darah. Berdasarkan Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera (NKKBS) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu dan dua orang
anak (BPS 2010). Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam hal
konsumsi pangan. Kebiasaan ini dipengaruhi oleh karakteristik keluarga tersebut,
diantaranya pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu, pekerjaan orang tua, besar
keluarga, dan besar pendapatan keluarga.
2.1.1. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi dapat mempengaruhi keragaman konsumsi pangan
penduduk. Nemun demikian pengaruh positif ini dapat ditiadakan/berubah oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah daya beli atau ekonomi, ketersediaan
waktu untuk membeli, mengolah dan menyiapkan makanan, preferensi atau kesukaan
pangan, kepercayaan terhadap jenis pangan, dan ketersediaan pangan. Selain faktor
tersebut menyebutkan ada faktor lain yang berpengaruh terhadap keragaman
konsumsi pangan, yaitu pendidikan gizi, paparan media massa dan pengalaman gizi,
usia kedua orang tua, dan partisipasi ibu dalam kegiatan sosial (Hardinsyah, 2007).
Selanjutnya Menurut Suhardjo dkk, (1989), suatu hal yang meyakinkan
tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :
2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan dan energi.
3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan prilaku
dalam pemilihan makananyang pada kahirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi
individu tersebut dan keluarganya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang
diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati. 2004). Secara umum di
negara berkembang iu memainkan peran pentingdalam memilih dan menyiapkan
pangan untuk dikonsumsi anggota keluarganya.walaupun seringkali para ibu bekerja
di luar, mereka tetap mempunyai andil besar dalam kegiatan pemilihan dan penyiapan
makanan serta mengidentifikasi pola pengambilan keputusan dalam keluarga
(Hardinsyah, 2007).
Umumnya penyelenggaraan makan dalam rumah tangga sehari-hari
dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih
kebiasaan makanan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Ibu berperan penting
dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan makan yang sehat. Untuk
memperoleh pangan sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai
pengetahuan tentang pemilihan pangan (Riyadi, 2006).
Pengetahuan ibu tentang gizi adalah pa yang diketahui ibu tentang pangan
Pengetahuan ibu rumah tangga tentang bahan pangan akan mempengaruhi prilaku
pangan dan ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan dalam pemilihan dan
pengolahan pangan. Pengetahuan gizi dan pangan yang harus dikonsumsi agar tetap
sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi
sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap
status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial. Sedangkan status gizi lebih
terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
menimbulkan efek yang membahayakan. (Almatsier, 2009).
2.1.2. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat
unsur-unsur pendidikan, yakni : a) input adalah sasaran pendidikan, b) proses (upaya yang
direncakan untuk memengaruhi orang lain, c) out put (melakukan apa yang
diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Soetjiningsih (1995), pendidikan orang tua merupakan salah satu
faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang
baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar, terutama tentang
cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua
maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah.
Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua
akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang
rendah. Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin
tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap
pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa
juga dikatakan oleh L. Green, Rooger yang menyatakan bahwa semakin baik tingkat
pendidikan ibu, maka baik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).
Menurut hasil penelitian Devi (2010), bahwa faktor pengetahuan ibu dan
sosial ekonomi keluarga berupa pendapatan memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu
dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota
Medan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2008), yang menunjukkan bahwa faktor
sosial ekonomi keluarga (pendidikan, jenis pekerjaan) merupakan variabel yang
sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita dan pengetahuan merupakan
variabel dari faktor budaya masyarakat yang sangat berpengaruh dan paling dominan
pengaruhnya terhadap status gizi balita balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.
Menurut Hardinsyah (2007), semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
aksesnya terhadap media massa (koran, majalah, media elektronik) juga semakin