• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJAR"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO

VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)

PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

JAUHARSARI WARDHANI

K 3205020

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO

VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)

PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:

JAUHARSARI WARDHANI

K 3205020

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Desember 2010

Pembimbing I Pembimbing II

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi syarat mendapatkan gelas Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang tanda tangan

Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. : ... NIP 19530429 198503 1 001

Sekretaris : Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. : ... NIP 19560717 198601 1 002

Anggota I : Drs. Mulyanto, M.Pd. : ... NIP 19630712 198803 1 002

Anggota II : Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. : ... NIP 19781219 200501 1 002

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Jauharsari Wardhani. UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA

AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM

DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 34 siswa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2010, dengan dua siklus dan masing-masing siklus mencakup empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi, teknik wawancara, dan teknik tes tertulis untuk aspek kognitif dan aspek afektif dalam bentuk lembar observasi.

Target indikator yang telah dicapai pada penelitian ini yaitu: 1) Siswa mampu mengidentifikasi pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 73% dan pada siklus II meningkat hingga 88%. 2) Siswa mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 72% dan pada siklus II meningkat menjadi 85%.

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Jauharsari Wardhani. THE IMPROVEMENT EFFORT OF ART APPRECIATION OF BATIK SURAKARTA TROUGH LEARNING WHICH USE AUDIO VISUAL MEDIA (COMBINING AUDIO SLIDE AND DOCUMENTARY MOVIES) TO TENTH GRADE OF SMA NEGERI

1 SURAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2001. Teacher

Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. 2010.

The aim of this action research is to improve art appreciation of Batik Surakarta through learning which use audio visual media to tenth grade SMA Negeri 1 Surakarta in the Academic Year of 2010/ 2011.

This research is an action research that uses audio visual media in learning art appreciation locally. The subject of research is the students classes X-4 SMA Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/ 2011 which consists of 34 students. This research is conducted from August until December 2010, it consists of two cycles and each of the cycles consists of four activities. It is planning, implementing, observing and reflecting. The collecting of data uses documentation, interview, written test to cognitive aspects and affective aspect in sheet observation form.

The target of indicator which is reached in this research is: 1) the students can identification knowledge about art locally. It is Batik Surakarta. In the cycle one is 73% and the cycle two improves until 88%. 2) The students can show their attitude to praises art locally that is Batik Surakarta. In the cycle one reaches 72% and cycle two improves until 85%.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ibu, Bapak, dan Adik tercinta

Sahabat-sahabat yang menyayangiku

Sakura

Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005, adik dan kakak tingkatku

Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas Sebelas Maret Surakarta

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kemudahan serta rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukurngan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, Penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidyatullah, M. Pd. Sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta.

2. Drs. Suparno, M. Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.

3. Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. sebagai ketua Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.

4. Drs. Mulyanto, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi.

5. Lili Hartono, S.Sn, M.Hum, selaku Pembimbing II sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi terutama selama penulis menjadi mahasiswa di Program Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS;

6. Orang tua penulis, yang tiada hentinya memberikan penulis dukungan baik secara materi maupun moral.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang telak banyak

memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis. 8. Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005

(10)

commit to user

x

10.Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran seni budaya kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bimbingan, arahan, dan bantuannya.

11.Siswa-siswi kelas X, khususnya X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bantuan dan kerjasamanya.

12.Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas Sebelas Maret Surakarta

13.Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripisi ini dapat

tersusun.

Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kesenirupaan, khususnya bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya.

Surakarta, Desember 2010

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGAJUAN ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... ABSTRAK ... MOTTTO ...

PERSEMBAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………

B. Rumusan Masalah………..

C. Tujuan Penelitian………...…. D. Indikator Penelitian……… E. Manfaat Penelitian………. BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka………

1. Pembelajaran………

2. Apresiasi Seni………...

3. Batik Surakarta……….

a. Pengertian Batik……….

b. Sejarah Batik Surakarta………..……… c. Makna Pola Batik Surakarta dan

Penggunaannya.……….

4. Media………...…………..………...

a Pengertian Media………...

(12)

commit to user

xii

b Media Pembelajaran………...

c Media Audio Visual…………...

1) Slide Suara ………..

2) Film ……….

B. Penelitian yang Relevan……….

C. Kerangka Berpikir……….……. D. Hipotesis Tindakan……….…… BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu……….

B. Subyek Penelitian ……….………...

C. Teknik Pengumpulan Data….……… D. Teknik Analisi Data……… E. Prosedur Penelitian….……… BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal………...

1. Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta…….

2. Keberadaan Siswa………

3. Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta………... a. Pelaksanaan Pembelajaran……… b. Tahap Observasi Awal……….. c. Tahap Refleksi Awal……… B. Deskripsi Siklus I……… 1. Perencanaan Tindakan Siklus I...………. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I……… 3. Observasi Siklus I………

4. Refleksi Siklus I……….. C. Deskripsi Siklus II………..

1. Perencanaan Tindakan Siklus II……….. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II.………. 3. Observasi Siklus II..……….

(13)

commit to user

xiii

4. Refleksi Siklus II.………

D. Pembahasan………

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN………...

A. Simpulan………...

B. Implikasi………...

C. Saran……….

Daftar Pustaka………... Lampiran………...

92 94

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4………..

2. Indikator Keberhasilan Penelitian.………..

3. Perencanaan Siklus I Pertemuan1………

4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2………..

5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni………...

6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I………

7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I.………...

8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni………..

9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II………..

10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II………...

11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Pembelajaran Apresiasi Seni………...

12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II... 5 9 49 51 75 77

78 91 92 93

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4……… 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 menit Pertama..

3. Batik Parang Rusak………

4. Batik Udan Riris………..

5. Batik Truntum……….

6. Batik Sidomulyo………..

7. Batik Sidomukti………...

8. Batik Sidoluhur………...

9. Kerangka Berpikir………...

10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas………. 11. SMA Negeri 1 Surakarta………. 12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4……… 13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni (1) ………..

14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni (2)..……….. 15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat

Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni………... 16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada

Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS……….. 17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif……….. 18. Grafik Presentase Hasil Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa Pada

Kondisi Awal………...

19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual Pengetahuan Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”……… 20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain………. 21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes………..

(16)

commit to user

xvi

22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual pengetahuan batik

tentang “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”……….

23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru Pada Saat Guru sedang Menjelaskan Sub Materi……….. 24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa

Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di siklus I……….. 25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media Audio Visual

yang Diputar………

26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya……….. 27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru……… 28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang Sedang

Diputar……….

29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat

Tayangan Media Audio Visual………... 30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji Pemahaman

Mereka Tentang Materi………... 31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa

Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II……… 32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal,

Siklus I, dan Siklus II………..

74

74

76

84

85 88

89

90

90

91

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Silabus……….

2. Lampiran Observasi Awal……….. a. Foto Kegiatan Pembelajaran……….. b. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 3……… c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 4……… d. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 3………..

e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 4……….. f. Lembar Nilai LKS Siswa (fotokopian)……….. g. Hasil Wawancara dengan Guru……….. h. Hasil Wawancara dengan Siswa………. 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)………..

4. Lampiran Siklus I………

a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………. b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………. c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……… d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……… e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……….. f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……….. g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1………. h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2………. i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……….. j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……….. k. Hasil Wawancara dengan Guru……….. l. Hasil Wawancara dengan Siswa……….

5. Lampiran Siklus II………...

a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………. b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………. c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……… d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2………

(18)

commit to user

xviii

e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……….. f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……….. g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1………. h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2………. i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……….. j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……….. k. Hasil Wawancara dengan Guru……….. l. Hasil Wawancara dengan Siswa……….

m.Foto Peneliti pada saat Penelitian………...

6. Perijinan………..

a. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi………... b. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS………... c. Surat Permohonan Ijin Research………... d. Surat Permohonan Ijin Research………... e. Surat Pengantar Ijin Penelitian………...……… f. Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta………

174 175 177 178 180 181 182 184

185

(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih kental dengan budaya Jawanya. Bersama slogannya yang sering kita dengar yang berbunyi “Solo the Spirit of Java”, masyarakat dan pemerintah Kota Surakarta bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Berbagai seni dan budaya tumbuh dan berkembang di kota ini, baik seni pertunjukan (ketoprak, wayang,

tari, dan lain-lain), maupun seni rupa. Kota Surakarta lebih dikenal sebagai salah satu kota pencipta karya seni rupa yang lebih mengarah kepada seni kriya (seni ukir, batik, keris, dan lain-lain). Kain Batik Surakarta merupakan salah satu peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dalam dunia Internasional, kain batik lebih dikenal identik dengan Indonesia, dan pada akhirnya batik menjadi salah satu identitas diri yang dimiliki bangsa Indonesia.

Seni dan budaya merupakan warisan leluhur, yang harus dijaga kelestariannya. Pengembangan dan pelestarian budaya Indonesia merupakan tugas besar yang diemban pemerintah Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Salah satu usaha pelestarian dan pengembangan seni dan budaya ini dapat dilakukan melalui dunia pendidikan.

Crow dan Crow (dalam Arif Rohman, 2009:6) berpendapat bahwa “Pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi”. Jadi pendidikan dimaksudkan sebagai suatu cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Dalam pendidikan formal di Indonesia memiliki jenjang atau tahapan yang

(20)

sederajat), dan pendidikan tinggi (universitas, akademi, institut, dan yang sederajat).

Pendidikan menengah merupakan pendidikan formal yang melanjutkan pendidikan dasar sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 pada pasal 15 ayat 1 bahwa pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,

budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. (dalam Hasbullah, 2005:289).

Pada pendidikan dasar sampai menengah terdapat mata pelajaran seni budaya. M. Jazuli (2008:17) menyatakan bahwa “Hakikat pendidikan seni adalah suatu proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang bermakna di dalam diri manusia melalui pembelajaran seni”. Melalui pelajaran seni budaya menjadikan anak didik mampu mengembangkan kreativitasnya akan seni dan budaya bangsa, sehingga pengembangan serta pelestarian seni dan budaya bangsa tetap terjaga dari generasi ke generasi.

(21)

commit to user

kepada siswa nantinya, maka diharapkan dapat mengembangkan seni dan budaya sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional.

Standar kompetensi pelajaran seni budaya di kelas X semester 1 tahun ajaran 2010/2011 yang di gunakan pada penelitian ini adalah mengapresiasi karya seni rupa. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai ialah menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa terapan daerah setempat. Karya seni rupa terapan daerah Surakarta yang diajarkan kepada siswa adalah karya seni batik.

Kondisi pembelajaran apresiasi seni di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta sebenarnya sudah cukup baik, namun materi apresiasi seni yang didominasi dengan teori membuat siswa kurang antusias dengan pembelajaran. Pada 10 menit awal pelajaran, suasana kelas masih kondusif dan setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru.

Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Akan tetapi pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tampak tidak kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang

(22)

commit to user

menerangkan. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran apresiasi seni kurang diminati oleh siswa. Kurangnya antusias siswa pada pembelajaran apresiasi seni juga dapat dilihat dari nilai materi apresiasi mereka kurang baik.

Gambar 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 Menit Pertama. (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Metode pembelajaran yang diberikan guru selama ini adalah metode ceramah dan penugasan. Setelah guru menerangkan, memberikan ceramah materi tentang karya seni rupa terapan daerah setempat, kemudian kegiatan siswa dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Penerapan metode pembelajaran ceramah yang terus dan berulang-ulang ini dirasakan siswa kurang menarik dan membuat siswa merasa bosan di kelas. Padahal siswa sudah menyukai cara guru yang menyampaikan materi dengan gaya humoris, hanya saja siswa merasa metodenya kurang bervariasi. Sehingga pelajaran terkesan monoton, materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada rendahnya apresiasi seni siswa yang ditunjukkan dengan minimnya perolehan nilai siswa pada materi apresiasi.

(23)

commit to user

rendah mengingat standar KKM adalah 75, hal ini seperti yang disampaikan oleh guru mata pelajaran Seni Budaya, Ibu Dra. Krisbiyanti bahwa “Nilai rata-rata siswa X-4 pada materi apresiasi 76, itu tergolong masih rendah karena sangat beda tipis dengan KKM yang sudah ditentukan. Di kelas lain rata-rata nilainya bisa mencapai 78”. Di samping itu ternyata pemahaman siswa tentang karya seni rupa terapan daerah khususnya tentang batik Surakarta masih sangat kurang, dibuktikan dengan sebanyak 41 % siswa memiliki nilai yang masih rendah dan belum mencapai standar KKM yang telah ditentukan.

Berikut daftar nilai LKS materi apresiasi siswa kelas X-4 tahun ajaran 2010/2011:

Tabel 1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4

No. NAMA SISWA L/P NILAI

1 AFINA ZAHRA CHAIRUNISSA P 73

2 AGUSTIN ARI PUJI ASTUTI P 74

3 AMIRAHANIN NAFI‟AH P 74

4 ANTARIKSA PRIANGGARA L 81

5 ARDI PRATAMA L 75

6 ARIANI BUDININGTYAS P 79

7 ARIF NUR HAKIM L 82

8 ARSYAD SILA RAHMANA L 73

9 ATIKAH FITRIA MUHARROMAH P 78

10 DHYMAS ENDRAYANA L 80

11 ESTER DWI ANTARI P 74

12 FATIMAH ZAROH P 75

13 FITRIA NURUL AZIZAH P 81

14 GALIH WAHYU SANGAJI L 76

15 GALUH PURNAMA AJI L 70

16 GANANG SURYA KARISMA L 80

17 GUSTI APRILIA L 75

18 HANIFIA ULFA FAWZIA P 79

19 HENI FITRI HASTUTI P 78

20 IDHAM WIDAGDO UTOMO L 72

21 INAYAH HAPSARI P 80

22 LEONI NOOR DAMARANI P 78

23 MARYAM ALIFIA NURHAYU P 79

24 NORA SILVIA HANIFA PUTRI P 76

25 NUGROHO WISNU WIJANARKO L 72

26 NURCHOLIS SYAIFUDIN L 70

27 PRAMESTI PRIHUTAMI P 75

28 RERIE DWI NUGRAHENIE P 74

29 RIZAL IMAM ROSYID L 74

30 ROSITA YUNANDA PURWANTO P 73

31 SHOFIYA RONA GEMINTANG P 74

32 SULISTYAWATI DYAH APRILIANI P 79

33 SURYA BUDHI PERMONO L 73

34 YANI DWI PRATIWI P 78

JUMLAH 2584

(24)

commit to user

Metode ceramah yang diberikan guru kurang diimbangi dengan cara lain untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran apresiasi. Oleh karena itu dibutuhkan adanya media pembelajaran yang menarik agar proses pembelajaran berjalan lebih baik dan perhatian siswa dapat tertuju pada materi yang disampaikan, sehingga apresiasi seni siswa meningkat dan secara otomatis juga akan meningkatkan prestasi belajarnya.

Pemilihan media pembelajaran yang digunakan harus melalui pertimbangan-pertimbangan kondisi pembelajaran yang terjadi di lapangan.

Media yang digunakan guru setidaknya harus dapat menarik perhatian siswa agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Mengingat kondisi siswa kelas X-4 yang kurang memperhatikan materi yang disajikan guru, media visual atau media audio saja belum cukup untuk mengatasi masalah rendahnya apresiasi seni siswa. Untuk materi apresiasi seni terapan daerah setempat, sebelumnya guru pernah menggunakan media visual saja, yaitu dengan menampilkan contoh-contoh gambar desain batik hasil karya kakak kelas mereka yang terdahulu dan gambar-gambar yang terdapat pada LKS. Hal ini kurang memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan apresiasi seni siswa. Oleh karena itu, perlu adanya tambahan media pembelajaran, tidak hanya visual saja, tetapi juga audio. Media pembelajaran yang akan digunakan tersebut merupakan gabungan dari audio dan visual, yaitu media audio visual. Audio, berarti pendengaran, visual berarti penglihatan. Dengan kata lain media audio visual ialah media yang menyampaikan pesan ataupun informasi dengan melihat dan mendengar. “Melalui media ini (media audio visual), seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).

Dengan demikian melalui media audio visual diharapkan dapat menarik

(25)

commit to user

sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. (Sri Anitah, 2008:49). Jadi slide suara adalah sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan diiringi suara sebagai narasi. Sedangkan film dokumenter adalah gambar hidup yang berupa realita untuk menyampaikan informasi. Kedua macam media audio visual ini digabungkan untuk menyampaikan materi apresiasi seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Freezone bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. (dalam http://artzone-freezone.blogspot.com).

Pada penelitian ini menggunakan media tersebut untuk menjelaskan mengenai Batik Surakarta, mulai dari sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, serta makna dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi terhadap batik diharapkan membangkitkan antusias siswa untuk belajar. Media audio visual ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual pengetahuan batik diharapkan dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

(26)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk:

”Meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011”.

D. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang ditingkatkan adalah tingkat apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta, yaitu meningkat minimal 80% dari 34 siswa kelas X-4. Capaian target pada setiap indikator harus didasarkan pada tingkat kemampuan siswa sebelum adanya perbaikan. Target indikator tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi. Adapun indikator

keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta. Aspek penilaiannya adalah siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual. Target minimal 80% ditentukan berdasarkan hasil observasi awal, yaitu siswa yang mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah hanya 47% dari 34 siswa atau sebanyak 16 siswa saja (dengan nilai > 75). Sedangkan 12% atau sebanyak 4 orang siswa menjelaskan cukup baik (dengan nilai 75), dan 41% lainnya atau sebanyak 15 siswa belum mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah (dengan nilai yang masih dibawah standar KKM pada materi apresiasi seni, yaitu < 75).

(27)

commit to user

Sedangkan 44% lainnya atau sebanyak 15 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta).

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Penelitian

NO INDIKATOR ASPEK PENILAIAN TARGET KETERANGAN 1. Siswa mampu

mengidentifikasi dengan baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta Siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual.

80% Ditunjukkan dengan siswa yang

memperoleh nilai ≥75pada tes kognitif

2 Siswa mampu menunjukkan dengan baik sikap menghargai terhadap karya seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Perhatian dan keaktifan siswa dalam mengungkapkan pendapatnya

80% Dinilai berdasarkan lembar observasi afektif siswa

E. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat umum yang diperoleh dari proses pembelajaran apresiasi seni dengan media audio visual adalah :

1. Pembelajaran apresiasi seni lebih menarik 2. Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi 3. Siswa lebih mudah dalam memahami materi

(28)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran

Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari kata “instruction” (Wina Sanjaya, 2006: 78). Istilah yang sering dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat ini menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Seiring dengan perkembangan teknologi, siswa semakin mudah dalam mempelajari

sesuatu melalui berbagai media. Hal ini menuntut adanya perubahan dari peran guru sebagai sumber belajar, menjadi pengelola dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut Wina mengatakan “Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri”.

Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung interaksi antara guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Guru memberi materi sedangkan murid yang menerima, dengan kata lain dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru mengajar. Menurut Syaiful Sagala (2006:61), mengatakan bahwa “Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Berhasil tidaknya pendidikan siswa tergantung dari keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswanya. Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa (siswa melakukan proses belajar). William H. Burton (dalam Syaiful Sagala, 2006:61) mengatakan bahwa mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.

(29)

commit to user

...”. Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan berupa bantuan yang diberikan secara sengaja untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau pengetahuan baru. Bantuan dapat berupa pemberian informasi, pengerahan, pemberian fasilitas belajar agar proses belajar berjalan lancar.

2. Apresiasi Seni

Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni tentu sudah tidak asing lagi. Dalam kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Soeharso & Ana Retnoningsih, 2009:47) istilah apresiasi berarti “penghargaan”. Dengan demikian apresiasi seni dapat diartikan sebagai penghargaan terhadap karya seni.

Apresiasi merupakan kegiatan menghargai dan mengerti sebuah karya. Nooryan Bahari (2008:148) menyatakan bahwa “Istilah apresiasi berasal dari kata Latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle, yang artinya to value at price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa Inggris disebut appreciation yang artinya penghargaan dan pengertian”. Sehingga, apresiasi tidak hanya menghargai sebuah karya seni, akan tetapi juga mengerti makna yang disampaikan senimannya melalui karya seni tersebut. Mengapresiasi adalah sebuah proses untuk memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Nooryan juga mengatakan “Apresiasi adalah proses pengenalan nilai-nilai seni, untuk menghargai dan menafsirkan makna (arti) yang terkandung didalamnya”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan apresiasi seni pada akhirnya harus dapat membawa siswa kepada pengenalan dan penghayatan dari nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni.

Penghargaan dan penilaian dalam apresiasi tergantung tingkat pemahaman masing-masing individu, misalnya untuk dapat menikmati performance art (pertunjukan seni) seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang performance art, sehingga simbol-simbol yang diungkapkan melalui performance art dapat

dinikmati dan dimaknai dengan baik. Bagi seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang performance art kurang mampu menikmati keindahan yang

terkandung dalam performance art.

(30)

menumbuhkembangkan potensi siswa serta kreativitas siswa. Melalui apresiasi seni diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa untuk lebih menghargai setiap karya seni yang ditampilkan. Kegiatan berapresiasi seni sangat bermanfaat untuk memperoleh pengalaman baru, memperkaya jiwa, menanamkan rasa cinta bangsa, serta meningkatkan ketahanan seni dan budaya.

Apabila keragaman seni budaya dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan mengenal, memahami, mengerti hasil seni budaya bangsa sendiri merupakan wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesamanya, yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan ketahanan budaya bangsa. (M.Jazuli, 2008: 84).

Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Untuk melakukan kegiatan apresiasi seni, seseorang terlebih dulu harus memiliki pengertian, pemahaman, dan pemaknaan secara baik terhadap sebuah karya seni. “Materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa” (Taufik, 2003:7). Seseorang juga perlu mempelajari sejarah dan teori seni bersangkutan untuk meningkatkan pemahaman seninya. Lebih lanjut Taufik juga menjelaskan bahwa ”Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan

sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni rupa tersebut”.

(31)

commit to user

dan berpraktik serta berimprovisasi sendiri dengan instrumen dan unsur-unsur kesenian lainnya”.

Kegiatan apresiasi seni dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu memahami dan menghargai sebuah karya seni. Yayah Khisbiyah (2001:105) mengatakan bahwa “Apresiasi seni dapat didefinisikan sebagai dicapainya kemampuan untuk memahami kesenian dengan penuh pengertian”. Sehingga jika siswa telah mampu mengenali dan memahami sebuah kesenian dengan baik, maka baru dapat dikatakan siswa tersebut telah berapresiasi dengan baik. Dalam

apresiasi seni, hendaknya siswa diberikan pemahaman dan pengenalan mengenai kesenian tradisi Nusantara. Sehingga siswa mampu mengenali dan memahami jati diri bangsanya sendiri.

Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat, SMA Negeri 1 Surakarta memilih materi batik yang diapresiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan langkah yang tepat untuk siswa memahami lebih dalam karya seni yang ada di sekitar mereka. Dalam kata pengantarnya Yayah juga mengatakan bahwa “Jenis kesenian yang dipilih (dalam apresiasi seni) seyogyanya adalah kesenian tradisi Nusantara, karena sebagai anak bangsa, peserta didik sudah selayaknya mengetahui khazanah kesenian tradisi bangsanya sendiri”. Lebih lanjut lagi, Yayah mengatakan “Dengan demikian, apresiasi terhadap kesenian tradisional Nusantara ini diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya sekaligus memahami pluralitas bangsanya”.

Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat yang disampaikan adalah pengetahuan dasar mengenai batik Surakarta. Di antaranya adalah sejarah munculnya batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, dan makna pola batik Surakarta dan penggunaannya pada jaman dahulu dan saat ini. Dengan mengenalkan siswa lebih dalam mengenai

pemahaman dan pengetahuan tentang batik Surakarta, maka diharapkan siswa mampu meningkatkan apresiasinya terhadap batik Surakarta.

(32)

kurang antusias dengan materi pembelajaran tersebut. Penyampaian materi yang kurang tepat oleh guru juga menjadi faktor lain penyebab siswa kurang antusias dengan materi apresiasi seni. Akibat dari kurangnya antusias siswa terhadap materi pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat adalah rata-rata hasil belajar siswa X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 pada materi apresiasi seni rupa hanya sampai pada standar penilaian cukup yaitu 76, secara otomatis berpengaruh pada tingkat apresiasi siswa terhadap batik Surakarta itu sendiri.

Kegiatan apresiasi yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap materi dan sikap menghargai siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Kegiatan tersebut dinilai peningkatannya melalui hasil pengamatan selama penelitian berlangsung di kelas dan nilai tes berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Pada hasil akhirnya, apresiasi siswa dikatakan baik jika siswa memenuhi indikator-indikator yang telah ditentukan.

3. Batik Surakarta

Batik memang saat ini tengah menjadi sebuah perbincangan menarik dalam kancah dunia internasional. Bukan hanya karena kerumitan proses pembuatan, akan tetapi juga keunikan dan keindahan corak dan motif yang sangat indah dan penuh dengan makna. Asmito (dalam Edi Kurniadi, 1996:3) berpendapat “Bahwa batik merupakan satu unsur kebudayaan Indonesia asli. Batik di Indonesia dikagumi oleh bangsa lain bukan hanya karena prosesnya yang rumit yang membutuhkan ketekunan dan waktu yang lama, tetapi corak atau motifnya sangat halus”.

a. Pengertian Batik

Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia.

(33)

commit to user

menggunakan canthing dan malam (lilin batik) untuk dijadikan pakaian keluarga raja-raja di Indonesia zaman dahulu.

Istilah batik berasal dari „amba‟(jawa), yang artinya menulis dan „nitik‟. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak -menggunakan canthing atau cap- dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak bernama „malam‟ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan masuknya bahan pewarna. (Aep S Hamidi (2010: 7).

Santosa Doellah (2002:10) berpendapat bahwa “Batik adalah sehelai wastra -yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional- beragam hias pola batik tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam „lilin batik‟ sebagai bahan perintang warna”. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak tertentu yang dibuat dengan canting dan atau cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.

b. Sejarah Batik Surakarta

Kerajaan Mataram pada abad 16 menjadi awal berkembangnya batik di tanah Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta. Nicolas Van Gna (dalam Edi Kurniadi, 1996:3) mengatakan bahwa ”Batik pada jaman Mataram bertambah halus kualitasnya setelah adanya pengiriman mori dari Belanda”. Wilayah Kerajaan Mataram kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Pecahnya kerajaan Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta menjadikan adanya pembagian benda-benda peninggalan kerajaan Mataram. Seperti gamelan, keris, tombak, dan benda-benda peninggalan lainnya. Namun untuk peninggalan berupa tatanan busana, berdasarkan perintah dari Pakubuwono II kepada Pakubuwono III, maka seluruh busana yang dimiliki

Keraton Surakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I raja dari Keraton Yogyakarta.

(34)

Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana itu sebelumnya telah diwasiatkan oleh Pakoe Boewono II kepada Pakoe Boewono III, sebelum diangkat menjadi raja “Mbesok menawa pamanmu Mangkubumi hangersakake ageman, paringna”. Artinya „apabila kelak pamanmu Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja‟. (Kalinggo, 2002:8)

Sejak saat itu, seluruh peninggalan kerajaan Mataram yang berupa busana dibawa ke Yogyakarta seperti yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena seluruh

busana diberikan pada Hamengkubuwono I, maka terjadilah kekosongan tatanan busana khususnya motif batik di keraton Surakarta. Oleh karena itu, mulai

pemerintahan Pakubuwono III di keraton Surakarta akhirnya dibuatlah tatanan busana gaya Surakarta berikut pola-pola batiknya. Seperti yang diungkapkan Kalinggo (2002:9) “Selanjutnya Sampeyan Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono III membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta (gaya Surakarta). Termasuk dalam kain bathik untuk nyampingan coraknya mengalami perubahan-perubahan menyesuaikan dengan busana baru”. Kemudian Kalinggo juga menyatakan, “Sejak disesuaikan dengan model busana yang baru itu, bathik Surakarta mulai berkembang corak-corak atau motifnya. Aneka ragam corak baru bathik di Surakarta itu yang kemudian disebut sebagai bathik gagrak Surakarta”. Di sinilah kemudian batik berkembang di Surakarta.

Pada awalnya, pembuatan batik keraton dikerjakan di dalam keraton dan dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola dan pembatikannya dikerjakan oleh para putri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi dalem. Menurut Santosa Doellah (2002: 54) mengatakan bahwa “Pada zaman

dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridha Tuhan Yang Maha Esa”. Karena itulah, motif atau ragam hias batik senantiasa terkesan memiliki keindahan

(35)

commit to user

Peningkatan kebutuhan batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton membuat batik tak dapat lagi hanya dikerjakan oleh para putri istana dan abdi dalemnya. Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar tembok istana. Batik kemudian tidak hanya dikerjakan di dalam tembok keraton, akan tetapi juga dikerjakan para abdi dalem di rumah mereka sendiri untuk memenuhi pesanan dari keraton.

Batik telah ada sejak lama di Indonesia dan setelah pertengahan abad ke-17 (setelah masa Kartasura), maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh para bangsawan saja, kemudian fungsinya telah meluas dan keluar pagar keraton. Sejak itulah batik dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun masih terbatas pada jenis motif-motif tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. (Edi Kurniadi, 1996:5).

Semakin lama rakyat menjadi tertarik dengan batik karena proses pembuatannya yang menarik, di samping itu corak dan motif yang digambar pada kain dengan lilin menjadi daya tarik tersendiri. Batik pun berkembang dari yang hanya digunakan oleh keluarga keraton, menjadi pakaian yang disenangi rakyat biasa di luar keluarga keraton.

Awalnya batik dikerjakan terbatas dalam keraton saja. Hasilnya pun hanya untuk dipakai raja, keluarga, dan para abdi dalemnya. Karena banyak pengikut raja yang tinggal di luar keraton, proses mengerjakan kerajinan ini dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama-kelamaan, masyarakat di luar keraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Dan selanjutnya, meluas menjadi pekerjaan rumahan kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang. Terjadilah perubahan. Batik yang awalnya hanya dijadikan pakaian keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik perempuan maupun pria. (Aep S Hamidi, 2010:9).

(36)

commit to user

di Surakarta agar penggunaannya lebih teratur serta penghayatan terhadap makna yang dikandung setiap motifnya tidak pudar.

Menurut Santosa Doellah (2002: 55) “Perluasan pemakaian batik menyebabkan pihak keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya mengatur sejumlah pola yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga istana ini disebut sebagai “pola larangan”.

Pakubuwono III mengatakan “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu laranganingsun, bathik sawat lan bathik parang, bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kanng sun wenangake anganggoa pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun padha wedia.” Yang artinya, “Ada beberapa jenis kain bathik yang menjadi larangan saya yaitu bathik lar, bathik parang, bathik cemukiran yang berujung seperti paruh podang, bangun tulak lenga teleng serta berwujud tumpal dan juga bathik cemukiran yang berbentuk ujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di tanah), yang saya ijinkan memakai adalah patih dan para kerabat saya. Sedangkan para kawula tidak diperkenankan”. (Kalinggo Honggopuro, 2002:9).

Pola larangan tersebut di antaranya: pola parang, terutama parang rusak barong, pola cemukiran, udan liris, semen, dan beberapa pola lainnya. Pola

larangan ini berlaku di kalangan keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Santosa Doellah (2002:55) mengatakan “Seiring dengan perubahan zaman, pihak keraton pun memperlonggar kebijakan mengenai pola larangan. Peraturan pola larangan hanya berlaku di dalam keraton, terutama bila ada upacara-upacara”.

Pola ini pada akhirnya tidak hanya dipakai oleh raja dan keluarganya saja, akan tetapi juga dapat dipakai oleh masyarakat umum. Namun penggunaan pola larangan ini masih berlaku pada di lingkungan keraton baik Surakarta maupun Yogyakarta terutama pada saat upacara-upacara adat Jawa tertentu.

c. Makna Pola Batik Surakarta dan Penggunaanya

Pola-pola batik Surakarta yang sering dikenal di antaranya truntum, sidoluhur, sidomukti, dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pola

(37)

commit to user

pada acara-acara tertentu terutama pada upacara-upacara adat Jawa. Pola-pola Batik Surakarta tersebut antara lain:

1. Pola Parang

Kata parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau pinggiran sebuah tebing yang berbentuk “lereng”. Pola parang termasuk salah satu pola larangan, yaitu pola batik yang tidak boleh dikenakan oleh rakyat jelata. Pola parang hanya boleh dikenakan raja dan keturunannya, serta para pejabat keraton dan bangsawan. Pola parang

tidak diperbolehkan bagi rakyat biasa karena yang membuat pola ini adalah Panembahan Senopati, yaitu pendiri kerajaan Mataram yang nantinya memiliki keturunan Raja-raja Mataram.

Asti Suryo Astuti mengatakan, “Awal mula terciptanya motif parang adalah pada waktu itu Panembahan Senopati melakukan meditasi dan berjalan dari pantai Kusumo menuju desa Dlepih. Ditengah-tengah perjalanan itu atau pada saat meditasi itu menghadap ke laut, beliau melihat tebing atau pereng-pereng yang terkena air dan hempasan ombak sehingga perengnya rusak. Maka ada pola parang rusak. Sehingga pada saat beliau pulang lalu minta dibuatkan pola parang rusak. Oleh karena itu pola parang rusak dan turunannya (yaitu parang barong, parang kusumo, parang klithik, dan beberapa jenis parang lainnya) tidak boleh dipakai jika bukan keturunan dari Panembahan Senopati”.

Pola parang yang diciptakan oleh Panembahan Senopati tersebut diilhami oleh tebing atau pereng yang rusak karena hempasan ombak.

Maka pola yang diciptakan Panembahan Senopati tersebut dinamakan Parang Rusak. Pola parang rusak melambangkan kekuatan, kekuasaan,

(38)
[image:38.595.132.507.102.702.2]

Gambar 3. Batik Parang Rusak (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

2. Pola Lereng - Udan Riris

Pencipta pola udan Riris adalah Pakubuwono III. Latar belakang lahirnya pola ini adalah dari keprihatinan Pakubuwono III karena Perjanjian Giyanti yang membagi dua Kerajaan Mataram, yaitu Suarakarta dan Yogyakarta. Ketika itu Pakubuwono melakukan

(39)
[image:39.595.130.512.110.503.2]

commit to user

Gambar 4. Batik Udan Riris (Dokumentasi: Heriyanto, 2008) 3. Truntum

Dalam bahasa jawa, truntum berarti menuntun. Pola truntum ini awal mulanya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk yaitu salah satu permaisuri Pakubuwono ke IV yang bersedih hatinya karena merasa diabaikan oleh raja karena belum juga dikaruniai keturunan. Kanjeng Ratu Beruk dikembalikan ke keputren, yaitu tempat putri atau selir-selir raja

tinggal. Karena bersedih, Ratu Beruk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berpuasa beberapa hari. Konon, beliau tiba-tiba mendapatkan

(40)
[image:40.595.148.500.209.500.2]

Truntum juga berarti menuntun. Truntum memberikan gambaran kehidupan manusia tidak akan lepas dari ”pepeteng” atau kegelapan (selalu memiliki masalah). Visualisasi truntum seperti bentuk bintang yang bersinar. Walaupun hanya sinar bintang semoga mendapatkan penerangan (dalam artiannya keluar dari masalah). Kain ini dipakai oleh orang tua pengantin dalam upacara pernikahan. Diharapkan si pemakai / orang tua mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra putrinya untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh lika-liku.

Gambar 5. Batik Truntum (Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

4. Pola-pola Ceplok a. Pola Sidamulyo

Makna dari pola Sidomulyo adalah harapan akan kehidupan kelak dapat tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kamulyan atau kebahagiaan batin yang tenang dan tenteram dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya Sidamulyo memiliki bentuk yang sama dengan Sidamukti dan Sidaluhur, akan tetapi Sidamulyo memiliki latar atau

(41)
[image:41.595.148.505.110.691.2]

commit to user

Gambar 6. Batik Sidomulyo (Dokumentasi: Heriyanto, 2008)

b. Pola Sidamukti

Mukti artinya mulyo dan luhur, batik ini merupakan harapan

agar dapat tercapai kedudukan yang lebih tinggi (luhur) dan diberi rejeki yang lebih (mulyo). Batik ini banyak dipakai untuk segala upacara tradisi. Di antara pada upacara-upacara pernikahan, tujuh bulanan ibu hamil, khitanan, dan lain-lain. Batik ini merupakan perkembangan dari Sidamulya, oleh Pakubuwono IV digantikan isen-isen dengan ukel.

(42)

commit to user c. Pola Sidaluhur

[image:42.595.158.488.226.478.2]

Pemakaian batik Sidaluhur melambangkan suatu pengharapan dalam hidupnya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi panutan bagi masyarakat. Pola batik ini juga biasa digunakan pada upacara-upacara adat jawa, seperti misalnya pernikahan adat Jawa.

Gambar 8. Batik Sidoluhur

(Dokumentasi: Kalinggo Honggopuro, 2002)

“Sebenarnya bathik Sidamukti, Sidaluhur, dan Sidamulya mempunyai motif yang sama. yang mebedakan adalah warna dasar dari bathik itu. Sidamulya mempunyai dasar pelataran putih, Sidaluhur mempunyai dasar pelataran hitam, dan Sidamukti dasar pelataran ukel”. (Kalinggo Honggopuro, 2002: 147).

4. Media

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. (Azhar Arsyad, 2005:3). Gerlach dan Ely mengemukakan bahwa “Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. (dalam Azhar Arsyad).

(43)

commit to user

terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat”. (Sri Anitah, 2008:1). Lebih lanjut Sri Anitah juga mengatakan bahwa media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi.

Dengan demkian dapat dikatakan bahwa media merupakan segala bentuk hal yang berperan sebagai perantara atau pengantar pesan/ informasi. Misalnya guru, buku teks, gambar, dan lain-lain.

Association for Educational Communication and Technologi /AECT (dalam Sri Anitah , 2008: 1) mendefinisikan “Media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”. Sementara dalam ruang lingkup pendidikan, media menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, Rahardjo, Anung Haryono, & Rahardjito, 1986: 6), “Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa.

Briggs (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 6) juga mengemukakan bahwa “Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya”. Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional /National Education Association memiliki pengertian sendiri tentang media. NEA mengatakan bahwa “Media adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya”. (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 7).

Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah alat perantara berbentuk apa saja yang dapat didengar, dilihat, dan diraba yang berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian seseorang.

b. Media Pembelajaran

(44)

suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian”.

Selanjutnya Sri Anitah juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Sementara Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan bahwa “Istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima”. (dalam Azhar Arsyad, 2005:4).

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan media pembelajaran adalah segala macam benda, alat, bahkan manusia yang mengantarkan pesan antara pemberi pesan kepada penerima pesan atau informasi untuk suatu tujuan pembelajaran. Sri Anitah, (2008:2) berpendapat “Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran”.

Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta kreativitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa. Kemudian siswa mulai bergerak dengan cara memahami apa yang disampaikan guru, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2005:24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

(45)

commit to user

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa fungsi media dalam proses belajar mengajar sangat penting dan beragam. Media berfungsi sebagai penyalur pesan, meningkatkan hasil belajar, menambah efektivitas komunikasi, dan interaksi dalam proses belajar mengajar. Fungsi lain dari pemanfaatan media pembelajaran adalah menumbuhkan minat dan motivasi belajar serta memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.

Ardiani Mustikasari (dalam http://edu-articles.com), mengklasifikasikan media menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.

1) Media Visual

a) Media yang tidak diproyeksikan

(1) Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.

(2) Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan.

(3) Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah:

(a) Gambar / foto: paling umum digunakan

(b) Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.

(c) Diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme.

(46)

(e) Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

b) Media proyeksi

(1) Transparansi OHP (Overhead projector) merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:

(a) Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu (b) Membuat sendiri secara manual

(2) Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2 x 2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

2) Media Audio a) Radio

Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya.

b) Kaset audio

Yang dibahas di sini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

3) Media Audio Visual a) Media video

Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk Video Compact Disc (VCD).

b) Media komputer.

(47)

commit to user

memecahkan masalah yang dihadapi di kelas X-10 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

c. Media Audio Visual

Media pembelajaran audio visual adalah bahan ajar berupa gabungan dari indra penglihatan dan pendengaran. Media audio visual dapat diputar melalui komputer dan menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar, suara, maupun film. “Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).

Penyebutan audio visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, slide suara adalah contoh media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi.

(48)

commit to user

… Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media Audio Visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar kompetensi Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung guru. … . Penggunaan Media Audio Visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. (Ahmad Maksum, 2008). //karya-ilmiah.um.ac.id/

Ada banyak macam media audio visual, diantaranya televisi, video, film, slide suara, dan lain-lain. Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan dari media audio visual slide suara dan film. Hal ini didukung dengan teori yang menyatakan bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. (Freezone, dalam http://artzone-freezone.blogspot.com).

Slide suara dan film merupakan media audio visual yang mudah dikuasai

(49)

commit to user

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan dua macam audio visual, yaitu slide suara dan film.

1) Slide Suara

[image:49.595.144.513.189.486.2]

Menurut Sri Anitah, (2008: 49) “Slide suara merupakan jenis media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. Jadi slide suara adalah slide gambar-gambar yang diiringi suara sebagai narasi. Slide yang akan digunakan di sini adalah slide

gambar hasil pemotretan dengan kamera biasa.

Sri Anitah juga mengemukakan terbentuknya program slide suara yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antar unsur-unsur yang ada di dalamnya, antara lain:

a) Graphic Artist (ahli seni grafis), yang akan membuat sekaligus menyelesaikan bidang karya grafis dalam bentuk tulisan, gambar, caption, judul, dan lain-lain.

b) Photografer, yang akan membantu memindahkan cerita dan ide penulis ke dalam karya potretnya.

c) Narator (pembaca narasi/ kata-kata yang menyertai gambar), yang akan mendramatisasi pesan naskah dengan ilustrasi musik, efek suara, dan lain-lain.

Sri Anitah berpendapat menurut sasarannya, jenis-jenis slide suara dapat digolongkan menjadi:

a) Program slide untuk promosi, slide ini biasanya digunakan untuk memperomosikan sesuatu, misalnya slide pariwisata pulau Bali, candi Borobudur, danau Toba, dan lain-lain.

b) Program slide berupa anjuran, slide yang biasa digunakan untuk memberi petunjuk atau ajakan/ penyuluhan kepada masyarakat. Misalnya slide program KB (Keluarga Berencana), program transmigrasi, dan lain-lain.

c) Program slide untuk penerangan, pesan yang dibawakan oleh slide penerangan ini dikaitkan dengan bahaya yang timbul akibat orang-orang yang melanggarnya. Misalnya: bahaya narkoba, akibat tidak mentaati aturan lalu lintas, akibat penebangan hutan, dan lain-lain. d) Program slide ilmu pengetahuan khusus, biasanya digunakan dalam

pembelajaran di sekolah-sekolah atau tingkat perguruan tinggi. Misalnya: slide suara tentang seni rupa untuk SMA kelas X.

(50)

commit to user

yang popular. Misalnya: pendaratan manusia ke bulan, listrik tenaga surya, dan lain-lain.

f) Program slide yang bersifat dokumenter, yaitu slide yang menampilkan gambar-gambar berupa dokumenter peristiwa-peristiwa maupun gejala alam yang terjadi. Misalnya documenter tentang candi Prambanan, masa kerajaan Majapahit, penelitian ruangan di Piramida Mesir.

Jenis slide suara yang sesuai dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah slide suara pengetahuan khusus, yang nantinya akan menampilkan slide suara pengetahuan khusus mengenai batik. Slide suara dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan film untuk menjelaskan mengenai sejarah batik Surakarta, jenis-jenis batik tradisional dilihat dari proses pebuatannya, proses pembuatan batik tradisional, dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari. Media slide suara ini nantinya akan ditayangkan di kelas, diselingi dengan penjelasan sesekali dari guru. 2) Film

Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com) mengemukakan bahwa “Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang

tertangkap lensa”. Perkembangan teknologi media ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menjadi istilah yang

mengacu pada bentuk karya seni audio visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu cabang seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya.

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata

Gambar

Gambar 3. Batik Parang Rusak
Gambar 4. Batik Udan Riris
Gambar 5. Batik Truntum
Gambar 6. Batik Sidomulyo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga jenis pelapis kedap air yang digunakan pada bangunan ini, pelapis kedap air jenis bubuk yang digunakan pada dinding basement membutuhkan biaya sebesar Rp

Konversi Selulosa Dari Biomassa Batang Pisang Menjadi Asam Levulinat Melalui Reaksi Katalik Dengan Katalis Kromium.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

The Impacts of His Inharmonious Relationship with His Mother on Grayer’s Attitudes as Portrayed in Kraus &amp; McLaughlin’s The Nanny Diaries. Yogyakarta: Program Studi

rgguna Anggaran Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten Rokan Hulu mat : Komplek Perkantoran Pemda Rokan Hulu. ngumumkan

Analisis data kualitatif (Bogdan &amp; Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

I Gusti Lanang Bagus Wirajaya (1608611031) Putri Puspadiningrum

Hal ini sesuai dengan Wirakartakusumah (1992) yang menyatakan bahwa pencampuran bertujuan untuk mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan kedalam bahan

[r]