• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Parmalim dengan Agama yang Diakui dan Dilayani oleh Negara ( Studi Pada Aliran Kepercayaan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan,Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir )"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Munir Mulkan. 2002. Agama dan Negara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Agus, Bastudin. 2003. Sosiologi Agama. Padang: Universitas Andalas.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hendropuspito. 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Hadikusuma, hilman.H. 1993. Antropologi Agama. Jakarta: Gunung Mulia.

Koentjaningrat. 1987. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Malau, Gens G. 1994. Dolok Pusuk Buhit. Jakarta. Balai Pustaka.

Moleong, Lexy,j. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhammad, dkk. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Sastra, Studia Kultura.

Nainggolan, Togar. Batak Toba Di Jakarta. Medan: Bina Media Perintis.

(2)

Pasaribu, Jhon B. 2002. Pengaruh Injil Dalam Adat Batak Pendekatan Praktisi. Jakarta: Papas Sinar Sihanti.

Ramadhan, Muhammad, 2009. Hubungan Sosial Tengkulak dan Petani (Studi Kasus

: Hubungan Patron Client Pada Masyarakat Petani Di Desa Kampung Mesjid,

Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu). Skripsi, TidakDiterbitkan.

Medan : Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Robertson, Ronald. 1988. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. Jakarta: CV Rajawali.

Scharf, Betty R. 2004. Sosiologi Agama. Terjemahan oleh Drs. Machnum Husein, A.Ag. 2004. Jakarta: Kencana.

Siahaan, Nalom.1982. Adat Dalihan Natolu: Prinsip dan Pelaksanaannya, Jakarta: Grafindo.

Sidjabat, W.B. 1982. Ahu Sisinganmangaraja. Jakarta: PT. Pustaka.

Situmorang, Sitor. 1993. Guru Somalaing dan Modigliani “ Utusan Raja Rom”, Jakarta: Grafindo Mukti.

Subagya, Rahmat. 1976. Kepercayaan Kebatinan- Kerohanian- Kejiwaan dan

(3)

……… 1981. Agama Agama Asli Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan dan Cipta Loka

Caraka.

Tambunan, E.H. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan

Kebudayaannya. Bandung: Tarsito

Turner, Bryan s. 1991. Agama dan Teori Sosial, Rangka Pikir Sosiologi Dalam

Membaca Eksistensi Tuhan Di Antara Gelagar Ideologi- Ideologi

Kontemporer. Terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir. 2006. Yogyakarta:

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penyusunan suatu laporan selalu melakukan metode penelitian, dimana metode merupakan suatu cara tahapan atau aturan yang digunakan sebagai suatu pedoman dalam menulis suatu karangan ataupun karya ilmiah lainnya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dibuat dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena atau kejadian tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk menggambarkan fakta mengenai “ Relasi Parmalim Dengan Agama Yang Diakui Dan Dilayani Oleh Negara”

3.2 Lokasi Penelitian

(5)

1. Desa Saornauli Hatoguan merupakan salah satu tempat cabang dari agama Parmalim.

2. Tersedianya akses bagi peneliti sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil data dan menyelesaikan karya ilmiah ini.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian dan unsur yang menjadi fokus penelitian ( Bungin,2007: 76). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah penganut kepercayaan Parmalim serta masyarakat disekitar Desa saornauli Hatoguan atau masyarakat sekitar Parmalim.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang menjadi sumber informasi dalam melakukan penelitian. Informan penelitian adalah subjek yang memahami infomasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,2007: 76). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:

1. Informan kunci

(6)

2. Informan Biasa

Adapun yang menjadi informan biasa adalah Umat Parmalim , Tokoh adat Batak Toba.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut:

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan oleh peneliti. Adapun cara untuk memperoleh data primer adalah:

1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.(Bungin, 2007: 108)

2. Observasi

(7)

berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam Bungin (2007: 115), observasi yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.

3.4.2. Teknik Pengumulan Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari kedua sumber atau pihak lain terkait dengan permasalahan penelitian, atau data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpul data, jurnal, dan mengambil bahan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Analisis data dilakukan setelah data selesai dikumpulkan dari lapangan dengan lengkap. Tahap ini adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap inilah data akan dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan oleh peneliti (Koentjaningrat, 1998: 328).

(8)

3.6 Jadwal kegiatan

Kegiatan

Bulan

Maret April Mei Juni Juli september oktober november januari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pra Obsevasi

ACC Judul

Penyusunan

Proposal

Seminar Proposal

Revisi Proposal

PenelitianLapangan

Penyusunan Skripsi

Bimbinganskripsi

Sidang Meja Hijau

(9)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Sebagai peneliti yang belum banyak mempunyai pengalaman penulis banyak menghadapi masalah dalam penelitian ini. Salah satunya adalah kurang menguasai tehnik dan metode penelitian dengan sempurna, hal ini menjadi sebuah keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data. Dalam pelaksanaan dengan informan kunci dan informan biasa, penulis merasa kesulitan mendapatkan informasi dari informan yang kurang mau jujur dan terbuka sehingga sebagian data yang sangat mendukung penyajian data sangat terbatas. Begitu juga dengan waktu pelaksaan wawancara dengan informan biasa. Mereka sangat tertutup dalam memberi informasi. Sehingga penelitian ini membutuhkan banyak waktu.Penulis juga mengalami kendala dalam sampai tujuan penelititian. Perjalanan sangat jauh ketempat penelitian. Yang sangat susah dilalui kendaraan.

(10)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4. 1. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1.1. Gambaran Umum Desa Saornauli Hatoguan

Desa Saornauli Hatoguan terletak di dalam wilayah Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Huta Ginjang, Kecamatan

Simanindo

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Hatoguan

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simbolon Purba

Luas wilayah Desa Saornauli Hatoguan adalah ± 15 ��2 dimana 95% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, dan 5% daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang diamanfaatkan untuk persawahan tadah hujan. Iklim Desa Saornauli Hatoguan kemarau dan musim hujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam dan lahan pertanian yang ada di Desa Saornauli Hatoguan, Kecamatan Palipi. Selain batas wilayah tersebut, desa Saornauli Hatoguan juga masih dibagi kedalam 3 wilayah/ dusun yaitu.

(11)

pemerintahan, namun secara kultur bisa dibedakan atas beberapa kampung yang dikenal dengan “HUTA” atau “LUMBAN” masing masing kampung ini memiliki nama sendiri yang menjadi identitas setiap warga yang bermukim didalamnya. Selama puluhan atau ratusan tahun kondisi ini masih tetap dipertahankan, kecuali persoalan keadministrasian karena belum dikenal penamaan jalan dan penomoran rumah warga. Kedepan diperlukan sebuah kajian khusus untuk formalisasi nama kampung yang barangkali harus disertai kajian akademis sehingga tidak merusak kultur masyarakat lokal.

Tabel 4. 1

Penamaan Kampung/ Huta di Desa Saornauli Hatoguan

(12)

o Dolok Martahan o Huta Gur-gur o Lbn. Nahor o Lbn. Nahor o Buntu Gambiri o Langge- Langge o Sitio- tio

o Upababi o Parbulanan o Lbn. Buntu o Parpitaran

3 DUSUN III o Sampetua

o Lbn. Sitohang o Banjar Nahor o Sasagian o Pariaraan o Simanampang o Lbn. Nahor o Peasarman o Inpres

Sumber; Pendataan KPMD/ Tim Perumus RPJM- Desa Tahun 2012

(13)

4.1.2. Pemerintahan

Wilayah Desa Saornaui Hatoguan dipimpin oleh serang kepala desa, yang merupakan penduduk asli desa. Kepala Desa saornauli adalah Bapak Hotman Sinaga. Pemilihan desa dilakukan setiap 6 tahun sekali, dengan jalan pemungutan suara semua warga. Adapun tugas kepala desa sebagai berikut

1. Sebagai pelaksana kebijakan pemerintah desa

2. Penerus suara warga ketingkat pemerintah yang lebih tinggi 3. Pengambilan keputusan atas kebijaksanaan di lingkungan desa 4. Sebagai perantara antara hokum dan adat

5. Sebagai pimpinan sekaligus pengayom desa

4.1.3. Demografi

(14)

Tabel 4. 2

Luas Wilayah, Luas Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Dusun Dusun Luas

Sumber : Pendataan Tim Perumus RPJM- Des/ KPMD

Tabel 4. 3

Komposisi Penduduk Desa Saounauli Hatoguan Berdasarkan Agama

No AGAMA JUMLAH/ JIWA PERSEN( % )

1 KATOLIK 862 57,62

2 KRISTEN 625 43,15

3 ISLAM 9 0,6

JUMLAH 1496 100

Sumber : Pendataan Tim Perumus RPJM- Des/ KPMD

(15)

jumlah penduduk yang ada di Desa Saornauli Hatoguan, diikuti dengan agama Kristen sebanyak 625 jiwa atau 43,15% dari jumlah penduduk desa. Dan penganut agama Islam berjumlah 9 jiwa atau setara dengan 0,6 % dari penduduk desa. Sedangkan penganut Agama Malim tidak ada tercantum dalam data kependudukan desa tersebut. Sementara menurut data yang diperoleh oleh peneliti, bahwa penganut Agama Malim berjumlah 21 jiwa yang terdiri dari 5 KK. Hal tersebut membuat peneliti ingin mengetahui lebih mendalam identitas umat Parmalim.

4.1.4. Sekilas Tentang Kepercayaan Agama Malim

Pada sub bab ini akan menguraikan tentang sejarah kelahiran agama Malim. Agama Malim bukanlah agama pendatang atau agama universal, melainkan agama lokal yang lahir di Tanah Batak.

Sebelum lahirnya Agama Malim masyarakat Batak telah mempercayai adanya Yang Maha Kuasa yaitu Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa). Kepercayaan yang demikian diperkirakan telah lama berlangsung yakni dari kerajaan Siraja Batak. Tetapi, meskipun kepercayaan ini telah lama tumbuh dalam masyarakat Batak namun kepercayaan ini belumlah dikatakan sebagai sebuah agama seperti Malim saat ini.

(16)

dikuasai oleh konsep supernatural. Kehidupan keagamaan seperti itu terus hidup selama kurun waktu yang sangat lama hingga pada suatu masa kepercayaan itu tumbuh menjadi agama pada masa Raja Nasiak Bagi.

Peganisme orang Batak adalah suatu campuran dari kepercayaan keagamaan kepada Debata pemuja yang bersifat animisme terhadap ruh sudah meninggal dunia dan dinamisme (Gultom, 2010: 76). Ketiga unsur kegamaan ini tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya dalam setiap acara adat istiadat. Di satu sisi pemujaan terhadap Debata diakui sangat menonjol tetapi di sisi lain unsur pemujaan terhadap ruh-ruh yang sudah meninggal seperti ruh nenek moyang serta pemujaan terhadap benda benda yang dianggap memiliki kekuatan juaga menjadi bagian yang menyatu atau bercampur-campur dalam bentuk penerapan keagamaannya sehingga batas ketiga unsur ini tidak tampak dengan jelas. Dalam kepercaan peganisme orang Batak Debata Mulajadi Nabolon merupakan Tuhan Yang Maha Esa. Dia adalah Maha Pencipta dan Maha Kuasa yang tidak berawal dan tidak berakhir. Dia tidak kawin dan tidak beranak. Dia mampu menjadikan sesuatu dengan hanya berucap kata-kata. Dengan sifatnya yang demikian Dia disebut Ompu Raja

Mula-mula dan Ompu Raja Mulajadi.

Menurut Gultom (2010: 77) “Debata Mulajadi Nabolon” (Tuhan Yang Maha

Esa) secara fungsional juga mempunyai nama sebutan yang lain. Sebutan Tuhan yang

(17)

yang berkuasa di Banua Toru (underworld) termasuk lautan dan cahaya bukan hanya disebut Mulajadi Nabolon tetapi juga Tuhan Pane Nabolon. Kendati demikian dalam konsep kesatuan totalitas dari semua kosmos itu Debata Mulajadi Nabolon dipastikan sebagai Tuhan yang menguasai seluruhnya. Disamping kepercayaan kepada debata Mulajadi Nabolon ada juga yang bernama Debata Natolu yang dipercayai sebagai pembantu Debata. Tiga debata yang dimaksud adalah, Bataraguru, soripada, dan

Mangala Bulan. Ketiga nama ini tampaknya diambil dari trimurti Hindu yang

bertugas sebagai pembantu Debata. Dalam kepercayaan Batak, ketiga nama tersebut digabung menjadi Debata Natolu (Debata Yang Tiga) walaupun kedudukan mereka tidak jelas terperinci akan tetapi sering dipanggil pada acara (tonggo-tonggo) doa-doa.

Dengan melihat kepercayaan kepada Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang

Maha Esa) telah ada pada masyarakat batak, tetapi mereka belum menyebut itu

sebegai sebuah agama. Dengan melihat hal yang demikian, kepercayaan tersebut diresmikan sebagai sebuah agama yang disebut dengan Ugamo Malim.

(18)

4.1.5. Sekilas Tentang Suku dan Adat Batak

Orang Batak salah satu suku di Indonesia, yang tinggal di Propinsi Sumatera Utara. Orang Batak tinggal di dataran tinngi Bukit Barisan sekitar Danau Toba. Orang Batak adalah kelompok etnis keempat terbesar Indonesia sesudah Jawa, Sunda dan Bali (Nainggolan 2012: 45-46).

Pada awalnya tanah kawasan Batak mencakup keseluruhan daerah yang dinamakan dengan Tapanuli, yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah ditambah dengan Simalungun, Dairi dan Karo. Akan tetapi belakangan ini muncul suatu kesan bahwa yang disebut dengan Tanah Batak hanyalah daerah Batak Toba ataupun Tapanuli Utara, sedangkan yang lain seolah olah tidak termasuk ada daerah kawasan Batak. Pada jaman Sisingamangaraja, kawasan daerah Batak Toba terdiri atas empat daerah yaitu Samosir, Toba Holbung, Humbang, dan Silindung (Situmorang 1993 : 38). Selama penjajahan belanda sebagian tanah Batak masuk dalam administrasi keresidenan Tapanuli yang ibukotanya Sibolga, dan kawasan Batak lainnya masuk kawasan masuk keresidenan Sumatera Timur yang ibukotanya Medan.

(19)

daerah Asahan. Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli Tengah (Tambunan, 1982: 11).

Tentang asal usul Batak hingga kini belum dapat dipastikan oleh para sejarawan dan para antropologi. Banyak sudah penulis yang mengemukakan pendapatnya tentang hal ini, namun semuanya berbeda beda. Timbulnya perbedaan ini mungkin karena belum ada peninggalan sejarah yang dapat dijadiakan sebagai bukti untuk memastikan dari mana asal usul suku Batak. Disamping itu, ada juga sebagian orang Batak yang berpegang pada mitologi yang menceritan tentang asal usul Batak. Kajian tersebut adalah kajian menurut sejarah dan antropologi serta tinjauan dari segi mitologi (Malau, 1994: 17).

Menurut kajian sejarah dan antropologi suku Batak adalah salah satu suku bangsa yang termasuk dalam rumpun Melayu atau Indonesia tua dan mungkin juga termasuk yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia umumnya. Ada juga sebagian orang berpendapat bahwa orang Batak sudah berada disana sejak 800 sampai 1000 tahun yang lalu. Mereka mendapatkan angka itu dari peringkat urutan marga- marga Batak yang ada. Namun pemerhati lainnya menduga orang Batak sudah ada lebih dari 1500- 2000 tahun yang lalu (Malau, 1994: 17).

(20)

yang lebih muda atau anak- anak. Mitos itu dikemas dalam sebuah turi- turian (cerita dongeng) menurut tema demi tema. Tetapi cerita dongeng tersebut belakangan mempunyai banyak versi dalam setiap menceritakannya sehingga kadang terjadi perbedaan kandungan cerita meskipun masih dalam pola yang sama, apalagi cerita tersebut tidak pernah didokumentasikan. Barulah pada tahun 1981 seorang bangsa Belanda yang benama Van Der Tuuk mencoba menggali dam mengumpulkan semua cerita dongeng yang berisi mitos itu dalam bentuk yang sempurna

Menurut mitologi Batak bahwa asal- usul Batak bahkan awal kejadian awal manusia pertama di dunia ini berasal dari tanah Batak, tepatnya di Pusuk Buhit, sebuah gunung dikawasan Samosir, dipinggiran Danau Toba. Tersebut dalam mitos itu bahwa manusia yang pertama adalah Si Raja Ihat Manisia dan Si Boru Ihat Manisia. Sepasang putra putri hasil perkawianan dari Raja Odap-odap dan Siboru Deakparujar.

(21)

Menurut kepercayaan agama Malim, ketika Si Raja Ihat Manisia dan Si Boru Ihat Manisia sudah menginjak dewasa, merekapun kawin atas persetuajuan Tuhan Yang Maha Esa (Debata Mulajadi Nabolon). Lahirnya Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia, mulai dari sinilah sudah lahir dan adanya manusia dimuka bumi ini. Dari perkawinan tersebut Lahirlah tiga orang anak laki- laki dan 2 orang perempuan, akan tetapi mereka hanya menyebut anak laki- laki karena semenjak dahulu sistem patrilineal itu telah ada. Adapun anak dari Raja Ihat Manisia Dan Si Boru Ihat Manisia adalah Raja Patundal Nibegu, Raja Miok- miok, dan Aji Lapas- lapas. Kemudian Raja Miok- miok mempunyai satu orang anak yaitu Eang Banua, sedangkan saudaranya yang lain tidak jelas diketahui mempunyai anak atau tidak karena telah pergi berburu dan tidak pernak kembali.

Selanjutnya, Eang Banua mempunyai tiga putra yaitu Raja Aceh, Raja jau,dan Raja Bonang- bonang. Raja Aceh menurut mitos merupakan nenek moyang semua suku Aceh (Gultom 2010: 38). Raja Bonang- bonang memiliki satu Orang putra yaitu Guru Tantan Debata. Guru Tantan Debata digelar sebagai Ompu Raja Ijolma mempunyai putra tunggal yaitu Siraja Batak dan dari anaknya inilah membuahkan dua orang putra yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.

(22)

marga yang sekarang ini sudah puluhan marga. Khusus pada Sisingamangaraja

berasal dari keturunan Raja Isumbaon generasi kedelapan dari Siraja Batak ( Gultom, 2010: 38).

Adat Batak Toba telah ada sejak kelahiran Siraja Batak. Siraja Batak mempunyai dua orang anak yaitu Raja Tateabulan dan Raja Isumbaon. Keturunan dari kedua raja tersebutlah lahir marga-marga yang ada pada orang batak. Salah satu adat yang telah dibuat oleh nenek moyang adalah Dalihan Natolu (DNT) dan Suhi Ampang Naopat (SUNONO). DNT dan SUNANO Merupakan hasil ciptaan nenek moyang orang Batak yang sampai saat ini dipercayai dan dilaksanakan oleh orang Batak. Banyak bentuk adat yang ada pada masyarakat Batak, tetapi secara keseluruhan harus berlandaskan pada Dalihan Natolu dan Suhi Ampang Naopat. Berikut merupakan jenis-jenis adat Batak ciptaan nenek moyang yang dilandasi dengan Dalihan Natolu dan SUNANO.

• Perkawinan

• Kematian

• Warisan

• Penyelesaian perselisihan

• Kelahiran

(23)

yang semarga dalam adat batak itu tidak boleh dikawinkan. Hal tersebut tidak diperbolehkan karena menurut prinsip adat Batak mereka masih sedarah atau dikatakan (Marito). Dalam adat perkawinan Batak Toba pihak laki- laki lebih diharuskan untuk meminang anak perempuan dari saudara laki- laki atau abang dari ibunya.

(24)

4.2. PROFIL INFORMAN

Profil informan disini data diri dari para informan yang telah diteliti dan diperoleh segala informasi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Kemudian dari hasil penelitian ditentukan sebanyak 10 informan. Yang terdiri dari ulupunguan sebagai informan kunci, orang tua dan tokoh adat setempat. Adapun profil informan sebagai berikut :

4.2.1. INFORMAN KUNCI (ULU PUNGUAN PARMALIM)

Nama : Bpk. Sinaga

Usia : 60 Tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Bertani

(25)

Sejak lahir Bapak Sinaga telah menjadi agama Malim dan orang tuanyapun beragama Malim. Orang tuanya telah mengajarkan agama Malim sejak masih dia kecil. Sejak itu juga bapak Sinaga menekuni ajaran agama Malim ,sejak ia lahir agama Malim telah menjadi penopang kehidupannya. Agama Malim sudah melekat dihati dan dijiwanya (dipardaginghon), jadi dia sangat mematuhi dan melaksanakan aturan yang ada pada ajaran agama Malim.

Bapak Sinaga mempunyai tujuh orang anak, empat anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Sejak anaknya lahir bapak Sinaga telah mengajarkan ajaran agama Malim. Hal tersebut beliau lakukan supaya anaknya kelak mencintai dan tidak melupakan agama Malim. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuannya telah menikah, akan tetapi 3 anak diantaranya meninggalkan agama Malim. Lima orang anaknya telah selesai menjalani jenjang SMA, sedangkan dua orang lagi masih menduduki bangku SMA, anaknya yang sedang menjalani sekolah saat ini, sekolah di salah satu SMA Negeri di Samosir.

Setiap hari sabtu bapak Sinaga memimpin ibadah Malim di tempat ibadah yang mereka buat atau disebut dengan Joro Parpunguan, ibadah diadakan pukul 12.00 siang. Kebaktian berlangsung selama 2,5 jam, baju yang dikenakan bapak Sinaga sama dengan umat Parmalim lainnya. Pada saat pelaksanaan kebaktian bapak Sinaga merupakan imam bagi umat Parmalim.

(26)

Upacara besar dari agama Malim, bapak Sinaga mengajak umat Parmalim untuk menghadiri upacara tersebut yang diadakan di pusat Parmalim. Tugas tersebut sudah merupakan tanggung jawab dari bapak Sinaga. Walaupun melakukan tugas sebagai pimpinan cabang atau Ulupunguuan, bapak Sinaga tidak mendapatkan upah dan tidak bisa menerima upah, mereka bekerja atas panggilan dari Debata Mulajadi Nabolon dan rela membantu umat Parmalim.

Bapak Sinaga pernah bercita-cita ingin menjadi pimpinan daerah, akan tetapi karena keberadaan agama Malim di Negara tidak diakui dan sulitnya masyarakat menerima agama Malim, menyulitkan cita-cita tersebut untuk terwujud. Beliapun menyatakan bahwa cita-citanya sangat sulit untuk diwujudkan untuk mengabdi pada Negara ini. Tetapi bapak Sinaga berpikir bahwa tidak ada manusia yang mempunyai kekuasaan atas manusia, karena kekuasaan hanya ada pada Yang Maha Kuasa yaitu Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa). Sebab itulah yang membuat bapak Sinaga tidak terlalu menginginkan untuk menjadi calon pimpinan daerah. Bapak Sinaga sebagai pimpinan Parmalim merupakan panggilan dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa), oleh sebab itu dia harus melayani bukan menguasai.

(27)

makna penelitian tersebut terhadap agama Malim. Oleh karena itu bapak Sinaga menginginkan penelitian kali ini berguna buat mereka.

Sebelum wawancara berlangsung bapak sinaga telah menceritakan asal usul dari agama Malim dan kehidupan yang ditopang oleh ajaran agama Malim. Ajaran tersebutlah yang membuat mereka tidak bisa meninggalkan ajaran agama Malim. Ketika ajaran agama Malim dilaksanakan, maka mereka kelak akan ditampilkan disorga, karena hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kehidupan selama-lamanya itu ada disurga ketika Manusia pergi dari Bumi ini.

4.2.2. INFORMAN BIASA

1. Nama : Bapak Situmorang Usia : 52 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Bertani

(28)

Bapak Situmorang mempunyai 6 (enam) orang anak, 4 (empat) laki-laki dan 2 (dua) perempuan, 2 (dua) anak perempuannya telah menikah, 1 (satu) anak perempuannya telah menikah dan meninggalkan agama Malim dan 1 (satu) lagi anak perempuannya telah menikah dan tetap berada dalam agama Malim dan keempat anaknya yang belum menikah masih beragama Malim. 2 (dua) anaknya masih duduk dibangku sekolah dan 2 (dua) anak lagi telah tamat dan bekerja. Anaknya memiliki agama lain yang tertera pada kolom KTPnya.

Bapak Situmorang memiliki seorang Istri Br. Sinurat, dan sebelum menikah istrinya Beragama Kristen, akan tetapi karena rayuan dari bapak Situmorang ibu Br. Sinurat akhirnya mengikut pada bapak Situmorang. Pada awalnya istri bapak Situmorang sangat sulit menerima ajaran agama Malim, istrinya berpikir aneh terhadap agama Malim. Lama kelamaan istri bapak Situmorang bisa menerima ajaran agama Malim.

(29)

Bapak Situmorang memerintahkan kepada semua anak laki-lakinya supaya kelak anak laki-lakinya meminang wanita yang mau ikut terhadap ajaran agama Malim. Bapak Situmorang memerintahkan kepada anaknya bahwa ajaran agama Malim itu Suci dan sederhana.

Bapak Situmorang bekerja sebagai petani disamping itu juga, bapak Situmorang bekerja sebagai pemerintah desa, dia juga merupakan salah satu tokoh adat setempat. Ketika dia ada pesta ditempat mereka, Bapak Situmorang siring dipanggil sebagai “Parsinabul”(orang yang merangkai acara pesta). Ajaran agama Malim dan sistem adat Toba masih melekat di hati Bapak Situmorang.

2. Nama : Br Pandiangan

Usia : 58 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Bertani

(30)

hidupnya suaminya ini telah membuat jalan agar bisa dilalui kendaraan, dan membuat sumur (mual) sebagai sumber air untuk masyarakat. Sebelum menikah ibu tersebut beragama Kristen, akan tetapi karena mengikut suaminya, ibu tersebut meninggalkan agama Kristen dan memasuki agama Parmalim.

Pada awalnya ibu pandiangan sulit menerima agama Malim. Dia berpikir bahwa agama Malim merupakan aliran sesat, yang menyembah berhala. Setelah lama kemudian suaminya selalu mengajarkan ajaran agama Malim kepada ibu tersebut, lalu kemudian ibu tersebut dapat memahami dan menerima agama Malim. Mereka pun direstui berdasarkan ajaran agama Malim.

Agama Malim bagi ibu tersebut sudah menjadi penopang perjalanan hidup mereka. “Kalau saja agama ini tidak ada, mungkin kami tidak bisa menerima pahitnya keadaan saat ini”, ucap ibu tersebut. Ibu tersebut juga berkata “ kekayaan harta bukanlah keinginan agama Malim, akan tetapi kekayaan hatilah yang paling mulia yang diajarkan di agama Malim”.

Pada saat wawancara berlangsung dengan ibu br Pandiangan tersebut, Dia sedang berada di ladang, dia sangat senang menyambut kedatangan saya. Ibu tersebut pun berkata “ setinggi apapun sekolahmu, janganlah kamu lebih mementingkan harta, tetapi carilah ilmu setinggi- tingginya untuk bisa membantu sesama, karena harta bukanlah segalanya.

(31)

kemajuan saat ini. Kemajuan tidak boleh mengatur hidup manusia, dengan mengikuti perkembangan jaman ini akan hancur, sahut ibu tersebut.

3. Nama : Tulang Lubis

Usia : 28 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Bertani

Tulang lubis adalah seorang umat Parmalim di Punguan Lobutua. Sejak lahir Tulang Lubis telah menjalankan ajaran agama Malim. Dia adalah keturunan Ulupunguan, akan tetapi orang tuanya telah meninggal dunia. Tulang lubis telah memiliki istri dan mempunyai 3 orang anak. Ketika saya ingin mewawancarai Tulang Lubis dia sedang berada dirumah. Dia menyambut kedatangan saya dan memberikan saya segelas kopi. Tulang lubis sangat antusias dengan kedatangan saya dan membantu saya dalam mencari data- data yang saya inginkan.

(32)

Tulang lubispun berkata, “ kepercayaan itu kitalah yang tahu dengan Tuhan kita sendiri”. Tulang Lubis juga pernah digoda untuk masuk pada agama lain, tetapi itu mustahil terjadi karena agama Malim telah melekat dihati Tulang Lubis. Sampai kapanpun Tulang Lubis akan menjalankan ajaran agama Malim.

Tulang lubis telah mengajarkan ajaran agama Malim terhadap anak-anaknya yang masih kecil-kecil, mulai berdoa dan berprilaku seperti ajaran agama Malim. Dia juga berharap agar Negara memberikan pengakuan terhadap agama Malim dan merekapun ikut menikmati kemerdekaan Negara Indonesia tersebut. Karena baginya kemerdekaan belum ia nikmati.

4. Nama : Bapak Lasro

Usia : 57 tahun Pendidkan : SMP

Pekerjaan : Kepala Stasi Gereja Katolik dan Bertani

Bapak Lasro merupakan seorang tokoh adat Batak Toba yang berada di Desa Saornauli Hatoguan. Bapak Lasro bertempat tinggal di Dusun II Desa Saornauli Hatoguan.Bapak Lasro merupakan seorang agama Katolik. Beliau juga merupakan pimpinan Stasi gereja Katolik ditempat tersebut. Bapak Lasro dikenal sebagai orang tua yang bekerja keras untuk membiayai sekolah anak anaknya. Dan terbukti 8 anak Bapak Lasro telah sekolah sampai perguruan tinggi. Bapak Lasro dikenal juga dengan kebaikan dan pergaulan pada setiap orang.

(33)

meninggalkan agama Malim. Dulunya seorang Pastor datang ketempat bapak Lasro dengan keinginan membangun gereja di desa tersebut. Disamping itu pastor juga menceritan bahwa kedatangannya membawa kebaikan dan pembangunan untuk tempat tersebut. Sebelumnya pada jaman orang tua bapak Lasro belum ada gereja atau rumah ibadah lainnya. Pada saat itu gereja masih jauh dan penganut agama Malim masih mayoritas ditempat tersebut. Orang tua bapak Lasro pada awalnya di minta Pastor supaya ikut dalam pembangunan gereja di tempat mereka. Melihat partisipasi dari orang tua Bapak lasro, pastor meminta agar bapak Lasro yang saat itu masih remaja ikut dalam pelatihan ke Siantar. Setelah dua tahun menjalani pelatihan di siantar bapak Lasro mendapatkan beberapa pengetahuan dan wawasan. Semenjak dari situ mereka masuk pada agama Katolik.

(34)

5. Nama : Bapak Berlina Usia : 48 tahun

Pendidikan : SMP Pekerjaan : Bertani

Bapak Berlina merupakan adik dari Ulupunguan Parmalim di Desa Saornauli Hatoguan. Beliau menjalankan ajaran agama Malim dengan baik, misalnya dari segi bicara, berperilaku dan cara berpakaian. Ketiga hal tersebut menjadi pembeda bagi beliau dengan masyarakat lainnya. Bapak Berlina memiliki 6 (enam) orang anak, dan 2 diantaranya telah menikah. Anak yang pertama yaitu perempuan telah menikah dan meninggalakan agama Malim, anak yang kedua yaitu laki-laki telah menikah dengan seorang perempuan yang sebelumnya beragama Islam, dan anak- anaknya yang lain masih menduduki sekolah formal. Mereka sekeluarga masih tinggal dikampung dan tetap menjalankan ajaran agama Malim.

Bapak Berlina merupakan seorang pendiam, karena baginya berbicara harus Malim (jujur dan suci). Sehingga beliau lumayan ditakuti didaerah tersebut. Anak anaknya sangat dididik dengan disiplin. Istri dari bapak Berlina telah meninggal sekitar dua tahun yang lalu. Semasa hidupnya istrinya juga dikenal dengan orang yang baik.

(35)

6. Nama : Bapak Jhon Usia : 62 tahun

Pendidikan : SD Pekerjaan : Bertani

Bapak Jhon meerupakan salah satu penganut agama Malim. Beliau bertempat tinggal di Dusun III Desa Saornauli Hatoguan. Jarak rumah bapak Jhon ke rumah ibadah mereka sangat jauh atau sekitar 5 km dan sangat sulit dilalui kendaraan. Tetapi keluarganya masih sering melakukan kebaktian setiap hari sabtu. Bapak Jhon sudah jarang pergi mengikuti kebaktian kerena sudah tua dan lemahnya kesehatan saat ini. Akan tetapi beliau sangat mengerti dengan ajara agama Malim.

Bapak Jhon merupakan seorang pintar (Datu), beliau sangat sering tempat bertanya orang orang dan pintar membuat obat bagi orang yang sedang sakit. Dan orang orang sangat sering datang kerumahnya meminta obat. Beliau sangat percaya dengan hal yang berada diluar kemampuan manusia. Bapak Jhon juga dipercaya sebagai orang yang bisa menghambat hujan jika ada pesta.

(36)

7. Nama : Mardihot Sinaga Usia : 28 tahun

Pendidkan : SMP Pekerjaan : Bertani

Mardihot Sinaga adalah salah satu penganut agama Malim yang masih aktif sampai saat ini. Mardihot adalah anak pertama dari bapak Berlina. Mardihot telah menikah dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Sampai saat ini mardihot masih menjalankan agama malim dengan baik. Mardihot mempunyai istri Br tumanggor yang sebelumnya beragama Islam. Dalam KTP istrinya masih tertulis agama Islam sebagai agamanya. Akan tetapi istrinya mengikut pada suaminya menjalankan ajaran agama Malim dan meninggalkan kebiasaannya menjalankan ibadah Islam. Sebelumnya istrinya sangat sulit meninggalkan kebiasaannya untuk solat, tetapi lama kelamaan istrinya juga terima menjalankan ajaran agama malim.

(37)

8. Nama : Hotman Sinaga Usia : 42 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Kepala Desa

Hotman sinaga merupakan Kepala Desa di Desa Saornauli Hatoguan. Dia telah menjabat selama 8 tahun sebagai kepala desa. Bapak Hotman Sinaga adalah seorang yang beragama Kristen. Bapak Hotman mengetahui keberadaan agama Malim yang ada di desanya tersebut. Akan tetapi tidak mengetahui berapa banyak penduduk agama Malim karena tidak tercatat dalam catatan desa.

Bapak Hotman juga menjadikan salah satu dari umat Parmalim sebagai salah satu pemerintah desa. Ketika ada upacara yang ada pada umat Parmalim, bapak Hotman juga sering diundang. Sistem adat dan kekeluargaan adalah sistem kepemimpinan yang digunakan oleh bapak Hotman. Dia menilai bahwa semua warga yang ada di desa ini merupakan keluarganya.

9. Nama : Br. Simbolon

Usia : 58 tahun Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Bertani

(38)

juga mengakui bahwa ompungnya dulu yang berada di desa tersebut masih beragama Malim.

Pada saat wawancara ibu tersebut menceritakan bagaimana kehidupan agama Malim saat ini disekitarnya. Dan ibu tersebut juga meminta agar umat dari agama Malim memilih pindah agama dengan agama yang diakui oleh Negara. Hal tersebut dia katakana karena sulitnya warga Parmalim mendapatkan pengakuan dari Negara dan sulitnya dalam pengurusan administrasi kependudukan. Ibu tersebut juga menyampaikan pendapatnya tentang nilai- nilai positif dan nilai- nilai negatif yang ada pada agama Malim.

10. Nama : Br. Siregar

Usia : 45 tahun Pendidikan : D 3

Pekerjaan : Pemerintah Desa

Ibu Siregar merupakan Sekretaris Desa di Saornauli Hatoguan. Sehari- hari ibu Siregar bekerja di kantor kepala desa. Ibu ini juga selalu memantau situasi perkembangan desa. Dikantor kepala desa ibu tersebut selalu melayani masyarakat yang mengurus kepentingan administrasi.

(39)

Ibu ini sudah bekerja selama 7 (tujuh) tahun sebagai Sekdes. Banyak sudah pengalaman ibu ini dalam melayani masyarakat. misalnya, dalam melayani administrasi. Tetapi hal yang paling unik menurut ibu ini ketika ada bantuan untuk masyarakat. menurut pemaparan ibu ini, jika ada bantuan masyarakat banyak yang menyalahkan pemerintah desa. Dan seringkali masyarakat marah- marah terhadap pemerintah desa. Pemerintah desa selalu dipojokkan msyarakat.

4.3. RELASI PARMALIM DENGAN AGAMA YANG DIAKUI DAN DILAYANI OLEH NEGARA

Agama Malim merupakan agama suku Indonesia yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Sampai saat ini penganut agama Malim tersebar di 34 cabang di seluruh Indonesia. Anggota Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi Laguboti Balige, Toba Samosir didaftar sebagai terpusat ditiap-tiap cabangnya, seperti pencatatan kelahiran, perkawinan, kematian, dan anggota- anggota yang keluar dari kepercayaan Parmalim. Agama Parmalim telah terdaftar sebagai aliran kepercayaan di Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan nomor Invebatarisasi : I. 136/F.3/N.1. 1/1980. Dimana penduduk agama Malim tersebar di 34 cabang diseluruh Indonesia.

(40)

tidak diakui oleh Negara membuat Parmalim mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam berkembang. Namun bagi mereka agama Malim tetaplah sebuah agama.

Berdasarkan keputusan pemerintah yang tidak meloloskan agama Malim menjadi sebuah agama, membuat Parmalim mengalami kesulitan dalam memperoleh identitas sebagai Warga Negara Indonesia.Agama merupakan salah satu syarat dalam memperoleh identitas menjadi faktor utama yang membuat Parmalim mengalami kesulitan dalam memperoleh identitas. Bagi Parmalim agama sangat berperan penting bagi keberlangsungan hidup seseorang di Indonesia.

Untuk menghadapi permasalahan identitas dan masalah kehidupan yang dialaminya dimasyarakat, membuat umat Parmalim mengambil sikap dengan membangun suatu relasi dengan salah satu agama yang diakui oleh Negara. Relasi Parmalim dengan agama yang diakui dan dilayani oleh Negara dilandasi dengan dua bentuk yaitu kepentingan atas dasar identitas sebagai warga Negara dan kehidupan dalam pelaksanaan adat Batak Toba. Adanya relasi dengan agama yang diakui dan dilayani oleh Negara tersebut membuat mereka mampu mengghadapi persosalan-persoalan yang mereka jalani.

4.3.1. RELASI PARMALIM DENGAN NEGARA

(41)

Kebudayaan. Dalam undang-undang Parmalim dilindungi dan dilayani tidak sebagai sebuah agama tetapi mereka dilindungi sebagai sebuah aliran kepercayaan.

Jika dilihat dari konteks politik, saat ini agama sudah merupakan bagian penting dalam pemerintahan. Di Indonesia sendiri agama sudah bagian dari kelengkapan identitas dan administrasi kependudukan. Agama juga sering dikait- kaitkan dengan isu politik. Agama sering juga digunanakan dalam memeperoleh kepentingan. Peran agama sangat penting bagi keberlangsungan hidup seseorang di Indonesia.

Sebenarnya tidak ada Undang-Undang mengatakan bahwa seluruh masyarakat diharuskan memiliki agama, dan tidak ada Undang-Undang yang secara khusus membahas tentangsatu atau lebih agama yang diakui di Indonesia. Tetapi dalam Undang- undang nomor 23 Tahun 2006 pasal 64 ayat (1) dan pasal 64 ayat (2) menjadiakan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghuchu merupakan agama resmi oleh Negara dan diperbolehkan dibuat dalam kolom KTP dan catatan sipil lainnya.

(42)

nusantara yang diakui oleh Republik Indonesia yang berhak dicantumkan di KTP, akta kelahiran, pencatatan perkawinan dan catatan sipil lainnya.

Hal yang dialami agama-agama nusantara khususnya agama Malim tersebut mereka yakini terjadi semenjak kedatangan para penjajah yang tidak membiarkan aliran kepercayaan Indonesia berkembang. Dan mungkin kebijakan itulah yang lanjutkan pemerintah Indonesia sampai saat ini. Sehingga agama asli Indonesia tidak juga mendapatkan pengakuan dari Negara. Mereka yang tetap berada dalam agama asli Indonesia harus menghadapi tantangan dan krisis keberadaan. Begitu jugadengan yang dialami oleh umat Parmalim.

Membahas tentang keberadaan agama Malim sebagai salah satu agama nusantara menjadi pertanyaan akan identitas nasionalnya sebagai Warga Negara Indonesia. Banyak pihak ingin mengetahui bagaimana identitas mereka sebagai warga Negara, sementara agama yang mereka anut belum mendapat pengakuan dari Negara.

(43)

permohonan mereka tetap tidak dapat diwujudkan pemerintah. Dan agama Parmalim tetap dilarang dibuat dalam identitas kenegaraannya.

Selanjutnya, Parmalim juga atusias terhadap Negara. Disamping mereka menghadapi permasalahan krisis keberadaan tetapi tidak membuat mereka benci terhadap Negara. Parmalim tetap melaksanakan kepentingan dan kebutuhan Negara. Mereka juga mendukung Undang-Undang Negara. Hal tersebut disampaikan oleh Ulupunguan Malim cabang Lobutua, Bpk. Sinaga :

“…Parmalim tidak benci terhadap Negara… Parmalim tetap menjalankan kepentingan Negara. Parmalim juga menghormati peraturan Negara. Kalau tanggal 17 agustus Parmalim merayakan HUT RI dengan melakukan upacara penaikan bendera di pusat Parmalim di Laguboti, Tobasa…”

Agama Malim dalam pengakuannya tidak membenci Negara walaupun Parmalim tidak mendapatkan perhatian dan pelayanan dari Negara. Mereka beranggapan bahwa agama bukanlah untuk membenci melainkan untuk memberikan hidup manusia yang lebih damai. Hal ini disampaikan oleh Bpk. Jhon :

“…Bagi agama Malim,,, walaupun memang kami mengalami banyak

permasalahan dan krisis keberadaan tidak membuat kami benci pada siapapun, apalagi sama Negara. Itulah ajaran kami…agama Malim mengajarkan agar kehidupan manusia lebih baik dan percaya kepada Tuhan. Walaupun tidak diakui oleh Negara dan harus menjalani identitas yang sebenarnya sulit kami terima, tapi kami bisa kuat menjalani kehidupan ini...”

(44)

Parmalim juga ikut berjuang menentang keberadaan penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Raja Sisingamangaraja XII dikenal sebagai pahlawan dari Tanah Batak yang merupakan tokoh Parmalim yang berjuang menentang kedatangan para penjajah dan menjujung tinggi kemerdekaan Republik Indonesia. Dan sampai saat ini Raja Sisingamangaraja XII tetaplah dikenang sebagai pahlawan yang memperjuangkan tanah Batak dan tanah air Indonesia.

Melihat perjuangan Parmalim yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, menjadikan umat Parmalim berharap besar terhadap pemerintah agar memperhatikan kondisi keberadaan Parmalim. Mereka berharap agar pemerintah memberikan ijin kepada Parmalim untuk disahkan sebagai salah satu agama resmi oleh Negara. Sampai saat ini Parmalim tetap melakukan pengajuan terhadap pemerintah dan berharap pemerintah memberikan ijin kepada Parmalim menjadi salah satu agama resmi Negara. Seperti yang disampaikan oleh Bpk. Sinaga:

“..Data Parmalim selalu diajukan setiap tahunnya, terkhusus kepada tingkat daerah. Tetapi permintaan Parmalim selalu ditolak oleh pemerintah, tapi kami masih berharap Perhatian pemerintah terhadap agama Parmalim…”

Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Tumorang :

“...Kami berharap pemerintah memperbolehkan agama Malim

sebagai agama resmi. Karena dengan keberadaan saat ini..sangat susah bagi Parmalim untuk berkembang,,,diakunya agama Malim sebagai salah satu agama resmi ,sangat membantu untuk kelangsunagan hidup umat agama Malim yang lebih baik lagi…”

(45)

resmi oleh Negara. Paling tidak Agama Malim bisa dicantumkan di KTP, KK, dan catatan sipil lainnya. Mereka juga berkeinginan agar keberdaan Parmalim lebih diperhatikan oleh pemerintah.Pengajuan tersebut mereka lakukan karena Parmalim harus dihadapkan dengan krisis keberadaan. Parmalim juga beranggapan bahwa mereka sama seperti agama yang diakui oleh Negara.

Beberapa kali mengajukan permohonan kepada pemerintah tetapi tidak pernah dapat terwujud. Menurut Parmalim, pemerintah memberikan beberapa alasan tidak meloloskan agama Malim. Tetapi alasan tersebut kurang dapat diterima Parmalim. Mereka beranggapan bahwa pemerintah tidak menjalankan tugasnya dengan Baik. Hal tersebut disampaikan oleh Bpk. Sinaga :

“…Kami berpandangan bahwa alasan pemerintah tidak meloloskan agama Malim sebagai agama resmi kurang bisa kami terima...kami perpendapat bahwa pemerintahan ini tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Jika memang agama Malim tidak bisa diterima sebagai agama resmi dan harus dikatakan sebagai aliran kepercayaan, trus dimana perhatian pemerintah yang memberikan pelayanan terhadap aliran kepercayaan itu…kami berprinsip bahwa pemerintah itu kurang bagus, mereka juga tidak bijak menjalankan undang-undang yang ada…”

Hal tersebut juga disampaikan oleh Bpk. Situmorang :

“…Kami tidak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Malahan kami mendapatkan krisis keberadaan dari Negara. Kami merasa bahwa kami belumlah mendapatkan kemerdekaan. Parmalim belumlah merdeka,jika kami tidak menggunakan agama lain sebagai simbol identitas kami maka kami tidak bisa dikatakan sebagai warga Negara Indonesia…”

Hal tersebut diperjelas oleh Bpk. Sinaga :

(46)

kepercayaan tetapi kami belum mendapatkan perhatian sebagai aliran kepercayaan Indonesia, diakui sebagai aliran kepercayaan tidak bermanfaat bagi hidupnya…”

Menurut Parmalim mereka belum pernah merasakan perhatian dari pemerintah. Walaupun mereka terdaftar sebagai aliran kepercayaan tetapi mereka belum mendapatkan perhatian dari Negara sebagai aliran kepercayaan. Mereka mengatakan bahwa diakuinya sebagai aliran kepercayaan tidak bermanfaat bagi kehidupannya.

A. Alasan Pemerintah Menolak Agama Malim Sebagai Salah Satu Agama Resmi Negara.

Untuk menelusuri lebih jauh, mengapa masyarakat Indonesia pada umumnya (seperti dimanipestasikan dalam hasil keputusan MPR) tidak meloloskan agama Malim menjadi sebuah agama. Adapun alasan pemerintah yang diterima Parmalim yaitu :

1. Agama Malim adalah agama suku, setiap agama suku tidak bisa diangkat sebagai agama resmi. Hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan konflik diantara suku-suku di Indonesia lebih-lebih lagi masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk.

2. Agama Malim adalah agama Suku, Parmalim diakui sebagai aliran kepercayaan. Mereka tetap dilayani oleh pemerintah sebagai aliran kepercayaan.

(47)

mistik-mistik-mistik budaya, perdukunan, pertabian/pengobatan tradisional secara kebatinan, peramal paranormal metafisika (d)kelenteng. Pemerintah jelas memasukkan agama Malim pada kategori aliran kepercayaan bukan sebagai agama.

Inilah alasan dari pemerintah menolak agama Malim sebagai salah satu agama resmi. Alasan tersebut sebenarnya masuk akal dan bisa diterima oleh umat Parmalim, tetapi dalam alasan tersebut menunjukkan bahwa Parmalim diakui dan dilayani sebagai aliran kepercayaan tetapi tidak pernah diindahkan oleh pemerintah. Merek atetap mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan peraturan perundang undangan yang dibuat oleh pemerintah terkhusus tentang sistem perundang undangan agama.

Jika ditinjau dari undang- undang yang ada, sebenarnya tidak ada undang- undang yang secara khusus membahas tentang satu atau lebih agama yang diakui di Indonesia. Salah satunya Undang- undang yang menyebut keberadaan agama adalah UU No. 1/PNS/ 1965 Tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, dan Penodaan Agama. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya Pasal 64 ayat (1) juga tidak melarang agama- agama lain selain yang secara faktual dan sosiologis dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Namun, dalam ketentuan Pasal 64 ayat (2) UU Administrasi Kependudukan dinyatakan bahwa :

“Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi

(48)

ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan

tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”.

Berdasarkan isi Undang- undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (2) menjadikan agama lain tidak diperbolehkan dibuat di kolom KTP, tetapi tetap dilayani pemerintah.

B. Hubungan Parmalim Dengan Agama Yang Diakui Dan Dilayani Oleh

Negara Sebagai Identitas Kenegaraan

Memilik identitas yang lengkap dan diakui merupakan keinginan dan kewajiban bagi setiap Warga Negara Indonesia. Dikatakan sebagai Warga Negara Indonesia jika memenuhi persyaratan identitas nasional sebagai Warga Negara Indonesia. Identitas sangat penting bagi seseorang untuk mepermudah dan memfasilitasi berbagai kepentingan kehidupan sebagai warga Negara. Hal inilah yang menjadi keinginan sekaligus permasalahan yang dihadapi Umat Parmalim. Mereka berkeinginan mempunyai identitas yang diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

(49)

Penduduk). Dalam memperoleh KTP (Kartu Tanda Penduduk) setiap masyarakat diharuskan mengisi formulir pembuatan KTP. Salah satu syarat pembuatan KTP yaitu mencantumkan agama yang dianut. Dan agama yang dapat dicantumkan dalam KTP telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Khonghuchu.

Berbicara tentang identitas Parmalim sering kali menjadi pembahasan dimasyarakat. Dalam memperoleh KTP (Kartu Tanda Penduduk) Parmalim tidak diperbolehkan untuk mencantumkan agama Malim sebagai agamanya. Hal inilah yang paling utama menjadi persoalan yang dihadapi Parmalim. Sebenarnya Undan-Undang tidak memaksa seseorang itu untuk mempunyai satu agama, tetapi kenyataannya bahwa agama sudah merupakan kewajiban bagi setiap masyarakat Indonesia. Kepemilikan agama sangat membantu setiap masyarakat dalam mencapai suatu kenginan. Hal ini disampaikan oleh Bapak Sinaga:

“…Dalam memperoleh KTP, agama tidak diharuskan dibuat dalam KTP, tetapi kenyataannya agama sangat berperan penting bagi masyarakat dalam memperoleh sesuatu. Misalnya ketika Parmalim memilih untuk mengosongkan agamanya, Parmalim akan dipandang dengan negatif. Parmalim pasti dianggap sebagai penyembah berhala. Tidak hanya itu ketika Parmalim tidak memiliki agama sangat berpengaruh juga dalam melamar pekerjaan. Parmalim akan sangat sulit diterima kerja. Salah satu contoh ketika mencalonkan diri sebagai wakil rakyat misalnya dengan tidak punya agama, pasti tidak akan dipilih masyarakat...”

(50)

kepercayaan lainnya yang tumbuh ditengah-tengah suku bangsa Indonesia yang sejak dahulu terus mengalami pemasalahan identitas dan krisis keberadaan. Dan permasalahan tersebut mereka yakini berada pada sistem pemerintahan Negara.

Dalam menghadapi pemasalahan tersebut Parmalim mempunyai suatu sikap dengan mencantumkan atau menggunakan salah satu agama resmi Negara sebagai simbol identitasnya.Parmalim yang memilih atau mencantumkan agama yang diakui dan dilayani oleh Negara sebagai identitas biasanya mereka yang mempunyai hubungan dengan sistem pemerintahan Negara. Hal ini disampaikan oleh Bpk. Situmorang :

“…Parmalim bekerja di instansi pemerintahan harus memiliki identitas yang sedikit menyimpang, agama yang kami buat di KTP itu tidak sesuai dengan agama yang kami anut. Kami agama Malim tapi karena peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan Parmalim dalam KTP jadi kami dengan terpaksa buat agama lain pada KTP kami…”

Mempunyai sikap dengan menggunakan dan mencantumkan agama yang diakui dan dilayani oleh Negara telah digunakan Parmalim dengan begitu lama. Dengan sikap seperti ini Parmalim bisa terlepas dari permasalahan yang dihadapinya, khususnya yang berkaitan dengan Negara.

(51)

Desa Saornauli Hatoguan. Mereka memilih agama yang mayoritas ditempat tersebut sebagai simbol identitasnya. Seperti penuturan oleh bapak Situmorang:

“…Parmalim disini memilih agama yang lebih mayoritas di desa ini. Berhubung di desa ini yang mayoritas beragama Kristen dan Katolik, jadi kebanyakan kami menggunakan kedua agama ini sebagai pilihan kami, tidak hanya didesa ini seperti itu, di Barus misalnya umat Parmalim yang ada disana mayoritas memilih agama Islam sebagai pilihannya ...”

Hal senada juga disampaikan oleh Tulang Lubis:

“…Didesa ini kami lebih memilih agama Kristen dan katolik sebagai agama kami dalam kolom KTP, hal itu kami lakukan dengan alasan, pada saat pengurusan sesuatu nanti di catatan sipil atau di Pemerintahan Desa akan lebih mudah, karena mereka juga beragama Kristen dan katolik. Pokoknya sangat berpengaruhlah dalam pengurusan identitas…”

Memilih agama yang lebih mayoritas merupakan langkah yang dilakukan oleh umat Parmalim. Desa Saornauli Hatoguan yang mayoritas menganut agama Kristen dan Katolik merupakan agama yang dipilih Parmalim sebagai agama dalam identitasnya. Banyak di antara umat Parmalim yang menggunakan kedua agama tersebut ada pada kolom KTPnya. Memilih agama yang lebih mayoritas akan mempermudah mereka dalam pengurusan administrasi dalam pemerintah desa maupun dalam catatan sipil.

(52)

Dibangku sekolah SD, SMP, dan SMA Parmalim sudah diharuskan untuk menggunakan atau memilih salah satu agama yang diakui dan dilayani oleh Negara. Hal tersebut disebabkanadanya mata pelajaran agama yang harus diikuti disekolah.Pemerintah tidak memperbolehkan pelajaran agama Malim dibuat disekolah. Oleh sebab itu Parmalim diharuskan mengikuti pelajaran agama yang diakui oleh Negara. Misalnya dalam proses belajar sampai kebaktian yang dilakukan. Hal tersebut disampaikan oleh Mardihot :

“…Disekolah umat Parmalim itu harus belajar agama lain, kami juga sering menjalankan kebaktiaannya. Ketika sekolah kami lebih sering menjalankan kebaktian agama lain dibandingkan agama Malim.Disekolah juga kami mengikuti agama yang lebih mayoritas. Teman teman kami sangat senang mengajak kami kebaktian bersamanya, mereka senang ketika kami belajar agamanya. Dulu nilai agama kami yang umat Parmalim sangat bagus…”

Hal ini juga diperjelas oleh Bpk. Sinaga :

“…Parmalim yang berhubungan dengan pemerintahan dan Negara sudah diharuskan memilih atau mencantumkan salah satu agama yang diakui oleh Negara sebagai identitasnya. Tidak hanya di pemerintahan, dilembaga pendidikan juga demikian , misalnya anak sekolah kita juga seperti itu. Ketika anak kita sekolahpun mereka sudah diharuskan belajar agama lain. jadi kami Parmalim harus mematuhi peraturan Negara tapi dengan cara yang demikian…”

(53)

cara demikian juga membuat mereka dapat berkembang tanpa ada hambatan masalah identitas.

Jika ditijau dari faktor penyebab mereka mencantumkan salah satu agama yang diakui dan dilayani oleh Negara sebagai identitas berawal dari waktu pengurusan KTP. Pada saat pengurusan KTP mereka tidak diperkenankan mengisi Parmalim pada kolom agama yang ada pada KTP tersebut, Parmalim meminta agar Parmalim dapat dicantumkan dalam KTP mereka, tetapi mereka disuruh untuk memilih salah satu agama yang diakui oleh Negara. Jika umat Parmalim tidak memenuhi syarat tersebut maka kolom agama mereka akan dikosongkan. Seperti penuturan oleh Bapak Situmorang :

“…Pertama kami mencantumkan agama yang diakui dan dilayani oleh Negara ini berawal dari waktu kami mengurus KTP di catatan sipil..pada saat itu kami meminta agar Parmalim dicantumkan pada kolom agamanya, akan tetapi petugasnya tidak memperbolehkan kami mencantumkan agama Parmalim dalam kolom agama Tersebut. Kami malah disuruh untuk memilih salah satu dari keenam agama yang diakui oleh Negara tersebut. Memilih untuk mengosongkan agama menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Dan kalau agama kita kosong masa depan kita juga akan mengalami kesulitan kedepannya. Itulah alasan kami menggunakan agama lain pada kolom KTP kami. Tetapi kami yang tinggal dikampung ini memilih untuk mengosongkan atau memilih tidak punya KTP.

(54)

dipentingkan. Mereka tidak lagi peduli akan identitas nasional mereka sebagai warga Negara. seperti penuturan Bapak Sinaga :

“…Memang banyak diantara umat Parmalim yang mencantumkan agama lain pada kolom KTPnya tetapi ada juga Parmalim yang tidak bisa menerima agama lain ada pada kolom KTPnya. Mereka memilih mengsongkan agamanya atau tidak memperoleh KTP. Apalagi jika tidakada kepentingannya lagi pada Negara,,,”

Jika dilihat dari pernyataan mereka, banyak diantara mereka yang memilih untuk mencantumkan agama lain pada kolom identitasnya. Tetapi banyak juga diantara mereka yang memilih mengosongkan agamanya atau tidak memiliki identitas sama sekali.

Berdasarkan pernyataan tersebut mereka yang tidak mempunyai identitas nasional sebagai warga Negara tidak bisa dikatakan sebagai Warga Negara Indonesia. Sistem kewarganegaraan mereka bisa dikatakan sebagai status kenegaraan yang apatrid dimana seseorang tidak mempunyai satu Negara manapun.

4.3.2 RELASI PARMALIM DENGAN ADAT BATAK TOBA

(55)

dahulu walaupun tidak dikumpulkan secara tertulis. Hukum itu kemudian disebut sebagai hukum adat. Hukum adat dipahami sebagai hukum bangsa yang berlaku yang mengatur pertalian-pertalian hukum dibidang kenegaraan dan kemasyarakatan yang mempunyai akibat-akibat hukum tetapi tidak dimuat dalam Undang-Undang.

Pemahaman penganut agama Malim yang meyakini bahwa adat itu bukanlah sekedar hasil budaya orang Batak terdahulu yang diturunalihkan secara turun temurun kepada generasi sekarang, akan tetapi lebih dari itu keberadaan adat itu berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) melalui seseorang yang dipilihnya. Orang yang terpilih menerima konsep dasar adat dari Debata, lalu konsep dasar itu dikemas menjadi butiran-butiran adat dan patik yang kemudian dinamakan menjadi hukum.

Menurut pandangan agama Malim bukanlah hasil budaya masyarakat, tetapi percikan roh Debata Mulajadi Nabolon kepada hambanya bangsa Batak. Itulah sebabnya dinamakan juga “ghost sanctioned custom” artinya, kebiasaan yang disahkan oleh ruh (Gultom, 2010: 71). Dengan demikian adat merupakan sarat dengan nilai nilai bermakna keagamaan. Oleh karena itu adat bermakna keagamaan, maka wajib diamalkan.

(56)

kitab Parmalim (Pustaha Tumbaga Holing) dan (Pustaha Habonoron). Pustaha Tumbaga Holing yang berisi kerajaan, hukum, peradialan, persawahan, perniagaan dan kesenian. Pustaha Tumbaga Holing diberiakan ditulis oleh Siraja Batak dalam sebuah kulit kayu (Buku Laklak). Pustaha Tumbaga Holing telah ada sebelum agama Malim lahir namun Pustaha Tumbaga Holing tetap menjadi sebuah kitab bagi Parmalim. Pustaha Habonaron merupakan Pustaha yang berisikan Tona, Patik, Poda, dan Uhum. Pustaha ini merupakan kitab suci yang sering dipakai oleh Parmalim atau disebut sebagai Pustaha Naimbaru. Pustaha Habonoron merupakan pemberian Raja Sisingamangaraja XII. Dengan demikian agama Malim merupakan agama suku bangsa Batak yang menjalankan adat istiadat orang Batak mulai awal dan akhir, kehidupan dan kematian. Hal tersebut terucap dari pengakuan Bapak sinaga

“…Pustaha Habonoron dan Pustaha Tumbaga Holing merupakan Kitab Suci dari agama Malim. Disana kita dapatkan beberapa ajaran agama Malim yang harus dilaksanakan oleh umat agama Malim. Sebenarnya tidak hanya untuk agama Malim semata, tetapi untuk seluruh orang Batak dimanapun berada. Adat batak yang secara tertulis ada dalam Surat Pustaha Habonoron dan Tumbaga Holing…”

(57)

agama Malim masih mempertahankan dan melestarikan agama Malim dan adat Batak terdahulu.

Hubungan antara adat-istiadat dan sistem kepercayaan agama Malim sangatlah erat. Parmalim dalam melaksanakan ajarannya dan dalam kehidupan sehari-harinya selalu berlandaskan kepada perintah (Patik) dan aturan-aturan agama Malim. Satu identitas khusus seluruh orang Batak Toba adalah pembagian masyarakat atas tiga golongan yang dikenal sebagai (Dalihan Natolu). Dari ketiga golongan inilah masyarakat Batak Toba beranjak untuk menjalankan adat-istiadat tersebut.

Empat keterikatan yang berlaku dalam adat-istiadat mereka refleksikan kedalam perintah, nasehat, amanat, dan hukum (Patik, poda, tona, dan uhum). Inilah yang menjadi dasar adat yang ada dalam dalam masyarakat Batak. Dan inilah yang menjadi dasar agama malim dalam melaksanakan kepercayaan Malim. Mereka meyakini bahwa keempat hal tersebut berasal dari ajaran Debata Mulajadi Nabolon.

Jika dilihat dari segi mitologinya, adat Batak merupakan yang pertama ada dibandingkan agama Malim di masyarakat Batak. Sebelum ada agama Malim adat Batak itu sudah dahulu ada dalam kehidupan orang Batak. Adat merupakan nilai dan norma bagi kehidupan orang Batak. Adat sangat berperan dalam mengatur kehidupan manusia dalam berperilaku.

(58)

selalu dilestarikan dan dialaksanakan oleh masyarakat Batak. Terbukti sampai saat ini agama Malim masih mempertahankan kebiasaan adat Batak dan tanpa ada merubahnya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan oleh Bapak Situmorang :

“…Apa yang ada dalam ajaran agama Malim merupakan hukum dan aturan kehidupan oleh orang Batak. Ajaran agama Malim itu dibuat Raja Nasiakbagidan, Raja Uti, dan Raja Sisingamangaraja yang bertujuan agar generasi orang Batak selalu mengingat dan melaksanakan adat dan nilai-nilai luhur yang telah diturunkan oleh nenek Moyang kita. Kita tidak boleh lupa dengan apa yang diciptakan oleh para nenek moyang kita, apalagi sampai melupakannya. Karena dengan mengingat mereka dan melaksanakan (Poda) perintahnya kita akan selalu diberkati oleh para leluhur kita…”

Agama Malim didirikan oleh Raja Nasiakbagi, Raja Utidan Raja Sisingamangaraja karena titah dari Debata Mulajadi Nabolon. Dalam ajaran agama Malim disampaikan bahwa Tanah Batak adalah Tanah Malim (suci) dan tanah adat yang harus dijaga. Tetapi pada saat itu mereka mengalami rintangan dalam membawakan ajaran agama Malim. Sebelumnya kepercayaan masyarakat batak dikenal sebagai Parbaringin dan Parhudamdam. Kedua agama ini disebut sebagai aliran kepercayaan yang percaya kepada benda-benda besar dan aneh. Dan pada saat itu ilmu kedukunan (hadatuon) lebih dipercayai dan dikembangkan.

(59)

Raja-Raja ini juga berkeinginan supaya kelak keturunan Siraja Batak selalu mengerti bagaimana sejarah kehidupan dan sejarah adat yang diciptakan oleh orang Batak terdahulu.

Setelah Raja-raja tersebut meninggal dunia agama Malim mulai luntur dan tidak banyak lagi pengikutnya. Pada saat itu kepercayaan Malim merupakan satu satunya kepercayaan yang percaya kepada Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang

Maha Esa). Melihat keadaan tersebut Raja Mulia Naipospos yang sekaligus murid

dari Raja Sisingamangaraja meresmikan agama Malim ditanah Batak. Dan mewartakan ajaran agama Malim keberbagai daerah. Dan terbukti pada zamannya agama Malim didukung penuh oleh masyarakat Batak.

A. Hubungan Parmalim dengan Adat Batak pascaBerkembangnya Agama

Yang Diakui dan Dilayani Oleh Negara

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa agama Malim sangat erat hubungannya dengan adat Batak. Agama Malim dan adat Batak diibaratkan seperti dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Agama Malim adalah agama yang didirikan di bangsa Batak yang bertujuan untuk melestarikan dan mempertahankan adat Batak. Tetapi saat ini pernyataan tersebut tidak lagi indah seperti pada zaman sebelumnya, keberadaan agama Malim telah mulai dilupakan oleh masyarakat Batak.

(60)

mempertahankan Agama bangsa Batak tersebut. Mereka malah sering mendapat pengaruh-pengaruh dari masyarakat Batak itu sendiri supaya meninggalkan agama Malim. Karena agama tersebut tidak mengalami perubahan dan dianggap sebagai aliran kepercayaan yang menyembah berhala. Seperti penuturan oleh Bapak Sinaga:

“,,,Masyarakat Batak saat ini telah banyak yang tidak kenal lagi sama agama Parmalim, agama Parmalim ini malah dianggap agama penyembah berhala (sipele begu). Banyak masyarakat Batak saat ini sangat berpandangan negatif terhadap agama Parmalim,padahal agama Malim tetaplah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sama seperti kepercayaan lainnya.Agama Malim sama seperti agama yang diakui oleh Negara,Andaikan Negara memberikan ijin pada Parmalim,, mungkin kami tidak mengalami masalah ini ”

Parmalim meyakini bahwa krisisnya keberadaan yang dialami mereka terjadi semenjak kehadiran agama yang diakui oleh Negara dan tidak disahkannya agama Malim sebagai salah satu agama resmi oleh Negara. Hal inilah yang disebut sebagai awal penyebab masyarakat Batak mulai meninggalkan agama Malim. Mereka beranggapan bahwa apabila Negara memberikan ijin kepada Parmalim maka mereka kemungkinan tidak akan mendapatkan krisis keberadaan. Keberadaan agama Malim di tanah Batak ditutupi dengan berkembangnya agama yang diakui oleh Negara ditanah Batak.

(61)

“…Kalau kita lihat sekarang ini adat batak yang dilakukan tidak bisa kita katakan adat batak walaupun orang Batak yang melakukan adat Batak. Tetapi tidak bisa dikatan tidak adat Batak, karena orang Batak yang melakukannya. Saat ini adat Batak sudah seperti adat Barat…”

Melihat situasi adat Batak saat ini menjadi permasalahan tersendiri yang dihadapi Parmalim, Ajaran agama Malim yang sebenarnya menjaga dan mempertahankan adat Batak tidak lagi seindah sebelumnya di masyarakat Batak. Adat Batak yang sekarang mereka sebut sudah seperti adat Barat. Mereka melihat adat Batak sekarang telah mengikuti adat Barat misalnya, dalam melaksanakan adat pernikahan, dan penerapan Dalihan Natolu. Adat yang saat ini ada di masyarakat Batak menjadi permasalahan bagi Parmalim. Adat yang mereka pertahankan berbeda dengan adat yang ada dimasyarakat. Menurut Parmalim adat yang berlangsung dimasyarakat saat ini tidak lagi sesuai dengan upacara adat yang dibuat nenek moyang orang Batak terdahulu. Adat Batak saat ini telah berubah dan telah banyak menghilangkan kebudayaan dan adat yang asli. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Sinaga :

(62)

melaksanakan adat Batak telah menjadi bulian, malah dianggap sebagai orang kampungan…”

Hal tersebut juga disampaikan oleh Bpk. Berlina :

“…Orang Batak sudah banyak yang melupakan agama Malim. Dan sebagian orang Batak tidak lagi mengenal agama Malim. Tidak hanya agama malim saja, jika kita lihat saat ini, tidak lagi adat dihidup manusia sekarang.Padahal, dahulu Parmalim sangat didukung oleh masyarakat Batak. Misalnya, Ketika mau melakukan pesta, Parmalim sangat dihargai dan sering dijadikan sebagai perangkai acara. Tetapi sekarang Parmalim tidak lagi menjadi penting dalam pesta Batak, padahal nenek moyang kita dulu semua beragama Malim,…”

Perbedaan Adat Batak Menurut Agama Malim dan Adat Batak Yang Dijalankan Sekarang Menurut Parmalim

Adat Batak Versi Malim Adat Batak Sekarang

• Penerapan Dalihan Natolu masih kuat

• Musik dalam pelaksanaan adat Batak yaitu Gondang Bolon

dan Gondang Hasapi

• Penerapan Dalihan Natolu sudah mulai melemah

• Musik dalam Pelaksanaan adat Batak telah memakai musik

modern

(63)

menyebabkan hilang dan memudarnya nilai-nilai adat Batak.Merekapun disertai rasa bingung dalam mengikuti adat Batak saat ini dimasyarakat. Banyak di antara mereka tidak bisa mernerima perubahan adat yang terjadi dimasyarakat. Tetapi hasilnya mereka yang tetap bertahan dalam ajaran agama Malim akan mengalami keterasingan dari masyarakat lainnya. Mengikuti perubahan adat yang terjadi dimasyarakat saat ini bagi Parmalim sudah melanggar adat yang ada dalam ajaran agama Malim.

B. Proses Negosiasi Adat Perkawinan Parmalim dengan Agama Yang Diakui dan Dilayani Oleh Negara.

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa adat Batak yang ada di msyarakat Batak sekarang telah berbeda dengan adat Batak menurut ajaran agama Malim, adat Batak yang berlangsung dimasyarakat telah menghilangkan dan melanggar beberapa adat Batak menurut agama Malim, hal tersebut menjadikan sistem adat Batak sekarang sulit diterima Parmalim. Misalnya dalam sistem adat perkawianan, pelaksanaan adat perkawinan saat ini tidak sesuai lagi dengan sistem adat perkawinan dalam ajaran agama Malim. Telah banyak ditemukan masyarakat Batak melakukan pernikahan dengan marga yang sebenarnya dilarang dalam adat Batak. Salah satu contoh perkawinan yang terjadi saat ini dimasyarakat yang tidak sesuai dengan adat Batak dalam ajaran agama Malim adalah pernikahan antara Marga “Sirait dan

Sitorus”. Adat Batak dalam ajaran agama Malim melarang penikahan yang demikian,

mereka masih dianggap satu darah. Seperti penuturan Bpk. Situmorang :

(64)

adat perkawinan. Kalau sekarang kita lihat yang satu margapun sudah banyak yang bisa melakukan menikah. Padahal sebenarnya sangat dilarang dalam adat Batak. Itu sebenarnya sangat menyimpang dari adat Batak yang asli, misalnya Marga sirait sama sitorus itu sebenarnya tidak boleh dilakukan, kerena mereka masih satu marga. Dan masih banyak pernikahan satu marga yang sebenarnya dilarang dalam adat Batak…”

Pernikahan satu marga dalam masyarakat Batak saat ini sudah mulai banyak terjadi. Contoh lain yaitu “Marga Manurung dengan Sirait, Situmorang dengan Sinaga, Tamba Dengan Saragi” dan masih banyak lagi marga-marga yang melakukan pernikahan semarga. Pernikahan disini terlihat tidak melakukan pernikahan semarga misalnya seperti “Situmorang dengan Situmorang”, namun bagi Parmalim bahwa pernikahan semarga tidak harus sama seperti yang dinyatakan sebelumnya. Namun pernikahan semarga juga bisa beda nama tetapi mereka yakini tetap satu marga dan tidak diperbolehan untuk menikah.

Walaupun masyarakat Batak saat ini telah banyak melanggar pernikahan satu marga, tetapi masih banyak juga masyarakat Batak tetap mematuhi peraturan sistem adat pernikahan masyarakat Batak. Dalam ajaran agama Malim, melakukan pernikahan dengan satu marga sangat melanggar norma dan nilai adat perkawinan yang diwariskan oleh para leluhurnya.

Gambar

Tabel 4. 1
Tabel 4. 3

Referensi

Dokumen terkait

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang telah memberikan banyak nikmat yang tidak terhingga. Atas izin Tuhan penulis dapat menyelesaikan

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang telah memberikan banyak nikmat yang tidak terhingga. Atas izin Tuhan penulis dapat menyelesaikan

Selain itu juga mengacu pada definisi dari Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi (2013), komunitas adat adalah kesatuan sosial yang

Pembinaan budaya spiritual berpusat pada usaha menghidupkan fungsi budi dan hati nurani. Oleh karena itu pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa