• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV

MI MATHLAUL ANWAR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Ai Herawati

NIM 1110018300014

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Ai Herawati (1110018300014). Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar”.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika dengan menggunakan pendekatan CTL. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar dengan materi FPB dan KPK. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Hasil Penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar matematika siswa pada materi FPB dan KPK.

(6)

ii

Ai Herawati (1110019300014). Thesis Department of Education Elementary School Teacher (Primary Education), Faculty Tarbiyah ang TeachingUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Chapter of Thesis “Improvement Studying Activity Mathematic of 4th Grade MI Mathlaul Anwar For Concept FPB and KPK By Contextual Teaching and Learning (CTL)”.

Contextual Teaching and Learning (CTL) is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subject with the context of their daily live, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. The purpose of this research is to improve studying activity mathematic by using Contextual Teaching and Learning (CTL). This research has realized at class 4 MI Mathlaul Anwar. The method of this research is classroom action research. And the result of this research showed that studying activity mathematic student has improved in concept FPB and KPK.

(7)

iii

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar”.

Banyak hambatan yang penulis alami dalam penyusunan skripsi ini, namun dengan keyakinan dan kesungguhan, akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini baik moral maupun material. Adapun ucapan terima kasih yang disampaikan penulis kepada,

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Dr. Fauzan, MA. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

3. Asep Ediana Latip, M. Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

4. Dr. Tita Khalis Maryati, M. Kom. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan penuh pengertian membantu, membimbing, dan memberikan pemahaman mengenai materi yang berhubungan dengan skripsi ini.

5. Abdul Ghofur, MA. selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan-arahan dari awal semester hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak membantu dan mengembangkan ilmu selama penulis mengikuti proses perkuliahan.

(8)

iv

8. Kepala Sekolah MI Mathlaul Anwar, guru matematika kelas IV, siswa-siswi kelas IV, dan seluruh staf yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini.

9. Orang tua saya tercinta, Ayahanda Anin dan Ibunda Iyumenah, adik-adikku A’an Ferawati Fazrin dan Firdha Anindya Rahma. Beserta keluarga besar H. Misan dan H. Sadih yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat kesayangan, Njee, Lina, Azizah, Ima, Fika, Roro, Tutu, Nufus, Vina, Nce, Erien, Fitri, Ihda serta kawan seperjuangan bimbingan Tuti dan Miar yang menjadi tempat berbagi ilmu kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Dan seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010.

Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga bantuan, bimbingan, semangat, doa, dan dukungan yang diberikan pada penulis dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan maupun dari segi isi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat pada penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, 4 Desember 2014

(9)

v

ABSTRAK………..…… i

ABSTRACK………..…… ii

KATA PENGANTAR………..… iii

DAFTAR ISI……….……. v

DAFTAR TABEL………..…. vii

DAFTAR GRAFIK……… viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian……….. 4

C. Pembatasan Fokus Penelitian……….… 5

D. Perumusan Masalah Penelitian……….. 5

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………...… 5

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN………. 6

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti……….... 6

1. Aktivitas Belajar Matematika……….. 6

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)……... 10

a. Definisi CTL……….... 10

b. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL…………... 11

c. Komponen Utama CTL……….... 12

d. Karakteristik CTL………...…. 13

e. Langkah-langkah Penerapan CTL……… 14

f. Hubungan Antara Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa dengan CTL………. 17

g. Operasi Hitung FPB dan KPK……….……..…… 18

B. Hasil Penelitian yang Relevan……….……. 21

(10)

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….……. 24

A. Tempat dan Waktu Penelitian………...…… 24

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian……… 24

C. Subjek Penelitian………...… 26

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian………...… 27

E. Tahapan Intervensi Tindakan……….……... 27

F. Hasil Inervensi Tindakan yang Diharapkan……….. 28

G. Data dan Sumber Data……….. 28

H. Instrumen Pengumpulan Data………..…….……… 28

I. Teknik Pengumpulan Data……….………... 29

J. Teknik Pmeriksaan Keterpercayaan……….………. 30

K. Analisis Data dan Interpretasi Data……….…….. 33

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan………. 34

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN……..… 36

A. Deskripsi Data………...… 36

B. Analisis Data………. 76

C. Pembahasan………...… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA………. 84

(11)

vii

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian 24

Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan 27

Tabel 3.3 Indikator Aktivitas Belajar Siswa 29

Tabel 4.1 Observasi Guru Untuk Setiap Pertemuan 51

Tabel 4.2 Rekapitulasi Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus I 52

Tabel 4.3 Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Siklus I 57

Tabel 4.4 Rekapitulasi Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus II 71

Tabel 4.5 Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Siklus II 75

Tabel 4.6 Perbandingan Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa 76

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Model PTK Kurt Lewin……….…. 26

Gambar 4.1 Suasana Diskusi Kelompok Dengan Keadaan Siswa Yang

Belum Tertib………... 39

Gambar 4.2 Contoh Jawaban Siswa Untuk Lembar Permasalahan 2….… 43

Gambar 4.3 Contoh Keberanian Siswa Untuk Maju Ke Depan Kelas…... 46

Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Faktor 49

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Faktor

Persekutuan Dua Bilangan……….……... 50

Gambar 4.6 Pemodelan/Pencontohan Siswa Menentukan Kelipatan

Suatu Bilangan di Depan Kelas……….…....… 61

Gambar 4.7 Perbandingan Jawaban Siswa dalam Mengerjakan Soal

Kontekstual yang Berhubungan Dengan KPK ……...….… 62

Gambar 4.8 Contoh Suasana Siswa Sudah Tertib Dalam Berdiskusi

Kelompok………..…..….. 65

Gambar 4.9 Perwakilan Siswa Membacakan Hasil Diskusi di Depan

Kelas………..… 67

Gambar 4.10 Grafik Persentase Aktivitas Siswa………78

(13)

ix

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I... 85

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II……….. 97

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I………...….. 113

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II………...……. 118

Lampiran 5 Lembar Pedoman Wawancara Guru (Pra Penelitian)….….. 124

Lampiran 6 Lembar Pedoman Wawancara Siswa (Pra Penelitian)…..… 125

Lampiran 7 Lembar Observasi Guru (Pra Penelitian)…….………. 126

Lampiran 8 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa (Pra Penelitian) 128

Lampiran 9 Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa…….……….. 130

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas……… 136

Lampiran 11 Nilai Tes Hasil Belajar Siswa Siklus I……….. 141

Lampiran 12 Hasil Observasi Guru dan Aktivitas Siswa Siklus I………. 143

Lampiran 13 Nilai Tes Hasil Belajar Siswa Siklus II……… 159

Lampiran 14 Hasil Observasi Guru dan Aktivitas Siswa Siklus II…...…. 161

Lampiran 15 Hasil Wawancara Guru (Pra Penelitian)………... 177

Lampiran 16 Hasil Wawancara Siswa (Pra Penelitian)…...……….. 179

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termasuk ke dalam

mata pelajaran inti dalam isi kurikulum pendidikan sekolah dasar. Karena

matematika di sekolah dasar merupakan basic atau dasar dari pengembangan isi

dari materi pelajaran matematika ditingkat selanjutnya. Oleh karena itu,

pembelajaran matematika di sekolah dasar harus benar-benar diperhatikan. Dari

mulai penggunaan metode, media, pengelolaan kelas, evaluasi, dan sebagainya

yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Dan sebagai

guru yang profesional, menjadi sebuah tanggung jawab bagi guru agar dapat

mengajarkan matematika itu sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya agar dapat

mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai

dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).

Dengan mengajukan masalah kontekstual tersebut, peserta didik secara bertahap

dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Selain itu,untuk meningkatkan

keefektifan pembelajaran, matematika di sekolah diharapkan menggunakan

teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media

lainnya.

(15)

dengan menerima langsung materi pelajaran tanpa harus menemukan atau mengkonstruksinya sendiri. Hal seperti itulah yang peneliti temukan pada MI Mathlaul Anwar khususnya pada siswa kelas IV yang menjadi subjek penelitian.

Masalah yang peneliti temukan dalam proses pembelajaran tersebut tidak terlepas kaitannya dengan guru, siswa, dan materi dari mata pelajaran matematika itu sendiri. Penggunaan metode pembelajaran yang konvensional oleh guru sehingga lebih banyak menjadikan siswa objek dalam pembelajaran, menyebabkan komunikasi satu arah yang terjadi. Siswa juga tidak dituntut untuk menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tetapi langsung menerima ilmu/pengetahuan yang sudah jadi dari gurunya. Hal itu menyebabkan siswa menjadi malas, kurang kreatif, dan kritis dalam menanggapi sesuatu. Selain itu, kurangnya penggunaan media pun menyebabkan siswa menjadi kurang antusias dan semangat dalam memulai pembelajaran.

Selanjutnya, karena siswa lebih sering dijadikan objek pembelajaran dan diberi pengetahuan yang langsung jadi dari gurunya, tanpa diberikan kesempatan untuk menemukan atau mengkonstruksi sendiri terlebih dahulu sehingga menyebabkan partisipasi siswa dalam pembelajaran pun menjadi sangat kurang. Karena partisipasi yang kurang tersebut, siswa lama-kelamaan menjadi bosan dan mulai tidak fokus di dalam pembelajaran. Ketika siswa sudah mulai tidak fokus bahkan sudah mulai tidak peduli di dalam proses pembelajaran, maka akan menyebabkan ketidaksukaan siswa terhadap mata pelajaran matematika dan menyebabkan asumsi-asumsi negatif siswa tentang pelajaran tersebut. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya mereka menganggap bahwa matematika itu pelajaran yang sulit dan rumit sebab di dalamnya terdapat banyak angka-angka dan rumus-rumus yang harus dihafal.

(16)

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.1 Dengan kompetensi tersebut, guru dituntut untuk dapat menguasai materi dan tepat dalam pemilihan metode pembelajaran dalam menyampaikannya. Sebab dengan begitu, materi yang disampaikan pun akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di harapkan.

Apabila dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak berpartisipasi

aktif, bahkan siswa yang menemukan dan mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya maka hasilnya pun akan lebih memuaskan. Sebab apa yang ditemukan sendiri oleh siswa akan lebih membekas di dalam benak dan ingatannya. Jadi, tanpa harus guru menuntut untuk menghapal, dengan sendirinya siswa akan hafal atau mengingat apa yang telah ia pelajari atau temukan dengan sendirinya.

Salah satu strategi yang dapat mengatasi masalah tentang aktivitas belajar siswa adalah CTL. Karena menurut Wina Sanjaya dalam bukunya “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.2

Selain itu di dalam buku karangan Trianto, dikatakan bahwa pendekatan CTL pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tersebut lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan

1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, h. 5.

2

(17)

berbasis pada aktivitas siswa.3 Itulah yang menjadi pertimbangan mengapa peneliti mengambil solusi untuk menerapkan pendekatan CTL dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Sebab salah satu hakikat CTL yaitu siswa menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan dengan sendirinya.

Berdasarkan gambaran dari permasalahan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pembelajaran matematika perlu adanya sebuah inovasi dalam penggunaan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran tersebut khususnya pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar. Oleh sebab itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar”.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika yang selama ini masih cenderung berpusat pada guru.

2. Siswa lebih banyak dijadikan objek dalam pembelajaran.

3. Siswa langsung menerima materi tanpa proses menemukan langsung (inkuiri dan konstruktivisme dalam pendekatan CTL).

4. Kurang variatifnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru.

5. Guru kurang memanfaatkan penggunaan media dalam proses pembelajaran. 6. Siswa kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

3

(18)

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini lebih terarah dan diharapkan masalah yang dikaji lebih mendalam, perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada masalah peningkatan aktivitas belajar matematika dengan menggunakan pendekatan CTL.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan batasan masalah di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pendekatan CTL dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar?

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara garis besar tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk meningkatan aktivitas belajar matematika melalui penerapan pendekatan CTL pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar.

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi diri sendiri, yaitu sebagai acuan untuk menerapkan proses pembelajaran yang lebih tersusun dan terencana sehingga dapat menghasilkan proses pembelajaran yang lebih baik lagi.

b. Bagi kepala sekolah, sebagai tolak ukur dalam perkembangan proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh tenaga pengajar di sekolahnya. c. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

(19)

6 BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

Pada bab ini membahas tentang acuan teori area dan fokus yang diteliti, yaitu mengenai pengertian aktivitas belajar secara umum, matematika, dan beberapa penjelasan yang berkaitan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut selanjutnya akan ditulis sebagai CTL.

1. Aktivitas Belajar Matematika

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus selalu terkait. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, maka tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar.4 Aktivitas dalam proses pembelajaran tersebut yaitu dengan mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Aktivitas dalam belajar yang dimaksud adalah aktivitas belajar siswa setelah diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL.

Keaktivan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Mc Keachie mengemukakan 7 aspek terjadinya keaktivan siswa:

1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran. 2) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.

3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa.

4) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar.

4

(20)

5) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran. 6) Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik

berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.5

Berdasarkan pola aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka aktivitas dan partisipasi itu merupakan penekanan pembelajaran kompetensi, diamana proses yang dilakukan menekankan tercapainya suatu tujuan (indikator) yang dikehendaki. Siswa tidak hanya dibebankan mengetahui soal-soal teori-teori akan tetapi mampu menerapkan atau mempraktikannya secara berimbang.

Belajar aktif adalah suatu usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam pembelajaran aktif akan tercipta suatu pengalaman yang bermakna sehingga dapat membentuk “siswa sebagai manusia seutuhnya”.6

Paul B. Diedrich menyimpulkan kegiatan peserta didik yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut:

1) Visual activitiest, membaca, memperhatikan: gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.

2) Oral activities, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi, dan sebagainya.

3) Listening activities, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.

5

Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h. 77.

6

(21)

4) Writing activities, menulis: cerita, karangan, laporan, tes angket, menyalin, dan sebagainya.

5) Drawing activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola, dan sebagainya.

6) Motor activities, melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. 7) Mental activities, menganggap, mengingat, memecahkn masalah,

menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya. 8) Emotional activities, menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani,

tenang, gugup, dan sebagainya.7

Matematika berasal dari perkataan latin mathematica, yang berasal dari perkataam Yunani mathematike, yang berarti “relating to learning”. Yang berasala dari akar kata “mathema” yang berarti pengetahuan atau ilmu. Mathemaike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathein yang mengandung arti belajar.

Banyak pendapat yang muncul tentang pengertian matematika. Namun hal itu tidak dapat didefinisikan dengan cara tepat dan menyeluruh. Hal ini karena belum ada kesepakatan mengenai definisi matematika dari para ahli. Menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.8 Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.9

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cara berfikir dengan bahasa simbolis yang bernalar

7

Sardiman, Op.cit. h. 101.

8

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika (Bandung: UPI PRESS, 2006) h. 4.

9

(22)

deduktif dan induktif yang terdri dari pengetahuan tentang bilangan-bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Proses belajar matematika dapat berlangsung dengan efektif jika orang tua bersama dengan guru mengetahui tugas apa yang akan dilaksanakan mengenai proses belajar matematika. Sifat-sifat proses belajar matematika adalah:10

1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan.

2) Belajar berarti berbuat 3) Belajar berarti mengalami

4) Belajar matematika memerlukan motivasi

5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik 6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir 7) Belajar matematika melalui latihan

Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Matematika terdiri dari 4 wawasan yang luas ialah: aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Di mana dalam aritmetika mencakup antara lain teori bilangan dan statistika. Selain itu, matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya antara lain bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang studi lain; bahasa, dan agar dapat difahami orang dengan tepat kita harus menggunakan simbol dan istilah yang cermat yang disepakati secara bersama; ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.11

10

Erna suwangsih, ibid. h. 18-20.

11

(23)

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pada bagian ini secara keseluruhan menjelaskan tentang hakekat pendekatan CTL, latar belakang filosofis dan psikologis CTL, komponen-komponen utama pada CTL, karakteristik CTL, langkah-langkah penerapan CTL, dan hubungan aktivitas belajar siswa dengan CTL dan pembelajaran matematika.

a. Definisi CTL

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja.12

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara

penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.13

Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.14

12

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2007), h. 101.

13

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke-5, h. 255.

14

(24)

b. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL

Filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivistik, yaitu belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Menurut pandangan konstruktivistik, perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan yang tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang.15

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran diantaranya model pembelajaran kontekstual.16

Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.17

Dari sudut pandang psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Srimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar mengakibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada

15

Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta: Referensi, 2012), h. 76.

16

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-5, h. 111.

17

(25)

dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang.18

c. Komponen Utama CTL

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu sebagai berikut:

1) Konstruktivisme. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstruktivisme “strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.19

2) Menemukan (Inquiry). Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

3) Bertanya (Questioning). Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

4) Masyarakat belajar (learning community). Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.

5) Pemodelan (modelling), adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. 6) Refleksi (reflection), adalah proses pengendapan pengalaman yang telah

dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap akhir proses

18

Wina Sanjaya, ibid, h. 113-114.

19

(26)

pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7) Penilaian nyata (authentic assessment), adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian. Jadi siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara, tidak melulu dari hasil ulangan tulis.20

Sedangkan pada buku Strategi Pembelajaran karangan Dra. Masitoh, M. Pd. dan Laksmi Dewi, M. Pd. Komponen CTL meliputi:

making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thingking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.21

Menurut Elaine B. Johnson, sistem CTL mencakup delapan komponen: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik.22

d. Karakteristik CTL

Terdapat lima karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam poses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, yaitu:

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

20

Wina Sanjaya, Op.cit, h. 264-269.

21

Masithoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009), h. 281.

22

(27)

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara deduktif, yaitu mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.23

e. Langkah-langkah Penerapan CTL

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat disain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:24

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus akan dimilikinya.

23

Wina Sanjaya, Op.cit, h. 256.

24

(28)

2. Melakukan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan

pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

Selain langkah-langkah penerapan CTL, ada pula tujuh strategi yang harus digunakan secara proposional dan rasional dalam pendekatan CTL, yaitu:

1. Pengajaran berbasis problem atau masalah, dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkannya, problem seperti ini membawa makna personal dan sosial bagi siswa.

2. Menggunakan konteks yang beragam, guru membermaknakan

pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi semakin berkualitas.

3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa, guru mengayomi individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogyanya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan interpersonal.

(29)

mandiri di kemudian hari. Untuk itu siswa mesti dilatih berfikir kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit bantuan atau malah secara mandiri.

5. Belajar melalui kolaborasi, siswa dibiasakan belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.

6. Menggunakan penilaian autentik, pembelajaran dengan CTL

penilaiannya adalah penilaian individual, yakni mengakui kekhasan sekaligus keluasan dalam pembelajaran, materi ajar, dan prestasi yang dicapai siswa.

7. Mengejar standar tinggi, standar unggul sering dipersepsi sebagai jaminan untuk mendapatkan pekerjaan, atau minimal membuat siswa merasa pede untuk menentukan pilihan masa depan. Agar menjadi manusia yang kompetitif, maka dari itu menentukan kompetensi lulusan dari tahun ke tahun terus ditingkatkan.25

Sebenarnya, secara umum tidak ada perbedaan mendasar antara format program pembelajaran konvensional seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru selama ini. Adapun yang membedakannya terletak pada penekanannya, di mana pada model konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sementara

program pembelajaran CTL lebih menekankan pada skenario

pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya tujuan pembelajaran yang diharapkan.26

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakekat pembelajaran kontekstual (1) pembelajaran didasarkan pada masalah; (2) pembelajaran terjadi dalam konteks yang beragam, seperti rumah, sekolah, masyarakat, dan tempat kerja; (3) membantu perkembangan pembelajaran mandiri; (4)

25

Gelar Dwi Rahayu dan Munasprianto Ramli, Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, (Jakarta: Project Implementation Committee (PIC) UIN Jakarta, 2007), h. 90.

26

(30)

menggambarkan keanekaragaman peserta didik; (5) menggunakan kelompok-kelompok belajar yang saling ketergantungan; (6) menggunakan penilaian yang sesungguhnya; (7) memerlukan pemikiran yang lebih tinggi (kritis dan kreatif).27

f. Hubungan Antara Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa dengan CTL

Pelajaran matematika merupakan ilmu terstruktur, jadi penyampaian materi matematika harus berdasarkan pada usia pendidikannya. Pembelajaran matematika di sekolah dasar yang sudah diperkenalkan konsep dasar matematika pada kelas 4. Usia siswa sekolah dasar kelas 4 sekitar 10-12 tahun. Pada usia ini menurut Piaget masih pada tahap operasi kongkrit. Artinya bahwa pembelajaran matematika harus disampaikan siswa dengan menggunakan konteks yang sesuai dengan keadaan lingkungan siswa sendiri.28

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya para siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks kehidupannya maka akan semakin banyak makna yang mereka dapatkan dari pelajaran tersebut.

Menurut Elain B. Johnson bahwa pembelajaran dengan

menggunakan pendekan CTL dianggap suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran matematika, artinya bagian-bagian dalam pembelajaran matematika jika digabungkan akan menghasilkan pemahaman matematika yang lebih optimal.29

27

Martinis Yamin, op. cit., h. 88.

28

Gelar Dwi Rahayu dan Munasprianto Ramli, op. cit., h. 88.

29

(31)

Pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.30

Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang banyak diterapkan di sekolah sekarang ini, CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.31

g. Operasi Hitung FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil)

Jika bilangan bulat positif r merupakan faktor bilangan bulat positif p dan q, maka r disebut faktor persekutuan p dan q. selanjutnya diantara faktor persekutuan dua bilangan tersebut terdapat bilangan yang terbesar, disebut faktor persekutuan terbesar (FPB).

Contoh:

Tentukan FPB dari 14, 28, dan 42! Jawaban:

Faktor dari 14 adalah 1, 2, 7, 14 Faktor dari 28 adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28 Faktor dari 42 adalah 1, 2, 3, 6, 7, 14, 21, 42 Jadi, FPB dari 14, 28, dan 42 adalah 14.

30

Trianto, opcit, h. 105.

31

(32)

Bilangan 14 adalah bilangan terbesar yang habis membagi 14, 28, dan 42. Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: “FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih adalah bilangan terbesar yang merupakan faktor persekutuan bilangan-bilangan tersebut”.

Teknik lain untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih adalah dengan faktorisasi prima. Fakrotisasi prima yang dimaksud di sini adalah perkalian antar bilangan prima. Petunjuk untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut:

1) Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari FPB-nya dalam faktor prima.

2) Pilih faktor yang sama.

3) Jika faktor yang sama mempunyai pangkat berbeda-beda, pilih faktor dengan pangkat terkecil.

Contoh:

Tentukan FPB dari 36 dan 81! Jawaban:

36 = 22 × 32 81 = 34

Faktor yang sama 3, dengan pangkat terkecil 2. Jadi, FPB dari 36 dan 81 adalah 32 = 9.

Contoh:

Tentukan FPB dari 45, 75, dan 120!

Jawaban: 45 = 32 × 5 81 = 3 × 52 120 = 23 × 3 × 5

(33)

Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan:

“FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih diperoleh dari hasil kali faktor-faktor prima yang sama dengan pangkat terendah”.

KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan-bilangan tersebut.

Contoh:

Tentukan KPK dari 6 dan 8 Jawaban:

Kelipatan 6 adalah 6, 12, 18, 24, … Kelipatan 8 adalah 8, 16, 24, …

Jadi KPK dari 6 dan 8 adalah 24. Bilangan 24 adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan 6 dan 8.

Berdasarkan contoh di atas kita dapat mencari KPK dari dua bilangan atau lebih dengan cara sebagai berikut:

1) Tentukan kelipatan dari masing-masing bilangan yang akan kita cari KPK-nya.

2) Tentukan kelipatan persekutuan dari bilangan-bilangan itu.

3) Tentukan bilangan terkecil dari kelipatan persekutuan tadi. Bilangan ini merupakan KPK dari bilangan-bilangan tersebut.

Teknik lain untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih adalah dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud di sini adalah perkalian antar bilangan prima. Untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut:

1) Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari KPK-nya dalam faktor prima.

(34)

3) Jika ada faktor yang sama dan faktor tersebut mempunyai pangkat yang berbeda-beda ambil faktor yang mempunyai pangkat terbesar.

Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Contoh:

Tentukan KPK dari 42 dan 18! Jawaban:

42 = 2 × 3 × 7 18 = 2 × 32

KPK dari 42 dan 18 adalah 2 × 32 × 7 = 126

Berdasarkan contoh tersebut, dapat disimpulkan:

“KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih adalah hasil kali semua faktor-faktor prima pada kedua bilangan, jika ada faktor yang sama pilih faktor dengan pangkat tertinggi”.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rizal Rahman mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di dalam skripsinya pada tahun 2013 dengan judul Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika di MI Al-Bahr memiliki hasil bahwa CTL terbukti dapat meningkatkan hasil belajar matematika di MI Al-Bahr. Sebab dalam penelitian tersebut siswa dibiasakan untuk memahami materi dari masalah kontekstual dan siswa menemukan pemahamannya sendiri melalui sebuah kegiatan yang diberikan. Sehingga kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.

(35)

aktivitas belajar matematika siswa. Peningkatan aktivitas belajar siswa meningkat secara bertahap.

Dari beberapa penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa penelitian yang dilakukan oleh Rizal Rahman adalah pendekatan CTL yang dipakai untuk meningkatkan hasil belajar matematika, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah pendekatan CTL untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviandi Hamid, penelitian yang ia lakukan yaitu mengenai aktivitas belajar siswa melalui pendekatan konstruktivisme, pendekatan yang dapat dikatakan ada kaitannya dalam komponen utama CTL. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Matematika di sekolah pada umumnya memiliki masalah diantaranya, dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode konvensional yang lebih banyak berpusat pada guru. Sehingga pada proses pembelajaran siswa lebih banyak diam dan dituntut untuk menghapal materi yang telah disampaikan oleh guru. Padahal, jika merujuk kepada proses pembelajaran yang sesungguhnya, guru bukan menjadi sumber satu-satunya belajar, tetapi lebih dominan sebagai fasilitator. Hal tersebut dikarenakan jika siswa yang lebih banyak berperan dalam proses pembelajaran, maka materi pembelajaran pun akan lebih berkesan dan akan selalu dihapal oleh siswa sebab ia menemukan materi dengan sendirinya tanpa harus selalu menunggu penjelasan dari guru.

(36)

proses

pembelajaran matematika kurang mengaktifkan siswa

penerapan pendekatan CTL

aktivitas belajar matematika meningkat

yang sulit dan penuh dengan hapalan rumus-rumus dapat berubah menjadi persepsi yang positif.

D. Hipotesis Tindakan

(37)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MI Mathlaul Anwar yang berlokasi di Jl. H. Rean Benda Baru-Pamulang, Tangerang Selatan. Adapun penelitian ini dilakukan selama Bulan Maret-September 2014.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian No. Kegiatan

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas dan secara bersama. Metode penelitian kelas ini dilakukan pada

pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan CTL untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Secara etimologi, ada istilah yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas (PTK)32, yakni :

1. Penelitian, menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data

32

(38)

atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan, menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

3. Kelas, dalam hal ini tidak terkait pada pengertian ruang kelas, tetapi dalm pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dari guru yang sama pula.

Adapun rancangan siklus dalam penelitian tindakan kelas adalah:33

1. Perencanaan, perencanaan dalam setiap siklus disusun perencanaan pembelajaran untuk perbaikan pembelajaran. Dalam pembelajaran bukan hanya berisi tentang tujuan atau kompetensi yang harus dicapai akan tetapi juga harus lebih ditonjolkan oleh guru dalam proses pembelajaran, ini berarti perencanaan yang disusun harus dijadikan pedoman seutuhnya dalam proses pembelajaran.

2. Tindakan, pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun.

3. Observasi (pengamatan), observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah disusun. Melalui pengumpulan informasi, observer dapat mencatat berbagai kelemahan dan kelebihan guru dalam melaksanakan tindakan, sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan ketika guru melakukan refleksi untuk penyusunan rencana ulang memasuki siklus berikutnya.

4. Refleksi, refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yang dilaksanakan guru selama tindakan. Dari hasil refleksi, guru dapat mencatat berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana ulang.

33

(39)

tahap 1 • perencanaan

tahap 2 • tindakan

tahap 3 • pengamatan tahap 4

• refleksi

Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut:34

Gambar 3.1 Model PTK Kurt Lewin

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model penelitian tindakan (action research), terutama penelitian tindakan kelas (classroom action research). Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.

Setelah melakukan analisis dan refleksi pada siklus I, penelitian akan dilanjutkan dengan siklus II. Apabila dengan hasil dari siklus II sudah menunjukkan bahwa indikator keberhasilan telah tercapai, maka penelitian dihentikan. Tetapi apabila indikator keberhasilan belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan ke siklus III dengan hasil refleksi pada siklus II sebagai acuan.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar. Guru mata pelajaran matematika terlibat dalam penelitian ini sebagai pengamat (observer) jalannya penelitian. Selain itu, observer juga mengamati, menilai, dan memberi arahan kepada peneliti dalam menyampaikan materi kepada siswa.

34

(40)

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaksana penelitian. Peneliti bekerja sama dengan guru matematika untuk kelas IV dan berperan sebagai observer yang menyaksikan segala aktivitas yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan Kegiatan

Pendahuluan Melakukan observasi lapangan untuk memperoleh gambaran kondisi sekolah dan mengetahui berbagai permasalahan yang ada dan akan diteliti oleh peneliti. Observasi ini dilakukan yaitu dengan mengamati proses belajar mengajar di kelas, wawancara dengan guru yang mengajar Matematika di kelas IV, dan meminta pendapat siswa tentang proses pembelajaran Matematika yang disampaikan oleh guru.

Siklus I

Perencanaan -Menyiapkan RPP yang menggunakan pendekatan CTL

dan bahan ajar - Menyiapkan LKS

- Menyiapkan instrumen (tes akhir siklus I, lembar observasi aktivitas belajar siswa)

Tindakan -Melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun

-Mencatat hal-hal penting yang terjadi di kelas -Melakukan tes akhir siklus I

Pengamatan -Melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa berdasarkan lembar observasi

-Mengumpulkan data hasil observasi

(41)

pembelajaran yang berlangsung dan mempertimbangkan langkah selanjutnya

Siklus II dan selanjutnya Penyusunan laporan penelitian

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Dari tahapan intervensi tindakan yang dilakukan dalam 2 siklus tersebut di atas, maka diharapkan aktivitas belajar matematika siswa menjadi meningkat yang ditandai dengan pencapaian penilaian rata-rata persentase observasi guru dan siswa mencapai kategori baik, dan dari jumlah siswa kelas IV sebanyak 35 siswa mencapai rata-rata kelas dengan nilai rata-rata 70.

G. Data dan Sumber Data

Adapun data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil wawancara, lembar observasi guru dan siswa, dan dokumentasi untuk melengkapi kejadian-kejadian penting di kelas. Sedangkan data kuantitatif berupa hasil tes siswa. Sumber data pada penelitian kelas ini adalah siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar.

H. Instrumen Pengumpulan Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Instrumen non-tes. Instrumen non-tes yang digunakan diantaranya:

a. Lembar observasi guru dan siswa. Lembar ini digunakan untuk mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai kegiatan guru dan siswa pada setiap tatap muka di kelas dengan menggunakan pendekatan CTL.

(42)

2. Instrumen tes berupa soal-soal yang diberikan pada tiap akhir pertemuan dan tes akhir siklus yang bertujuan untuk mengukur ketercapaian indikator pembelajaran melalui hasil belajar siswa.

Adapun indikator aktivitas siswa yang akan digunakan pada lembar observasi sebagai berikut ini merupakan hasil kombinasi pilihan peneliti dengan berpedoman pada jenis-jenis aktivitas Paul B. Diedrich yang telah dijelaskan sebelumnya pada kajian teoritik.

Tabel 3.2 Indikator Aktivitas Belajar Siswa No. Aktivitas Belajar Indikator Aktivitas Belajar Siswa

1. Visual activities 1) Memperhatikan gambar maupun demonstrasi yang ditampilkan pada saat pembelajaran

2. Oral activities 2) Bertanya, menyanggah, maupun memberi pendapat pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung

3) Berani menjelaskan jawaban atau mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas

3. Listening activities 4) Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru

4. Writing activities 5) Mencatat hal-hal penting atau menyalin materi yang disampaikan 6) Mengerjakan tugas atau latihan yang

diberikan oleh guru

5. Drawing activities 7) Membuat garis bilangan dalam menentukan kelipatan suatu bilangan 8) Membuat tabel petak perkalian dalam

I. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti mengambil dua jenis data, yaitu data kuantitatif (tes) dan data kualitatif (lembar observasi).

(43)

keberhasilan atau ketuntasan belajar siswa sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.

2. Data kualitatif. Data kualitatif ini diambil dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi aktivitas guru yang digunakan adalah lembar observasi bentuk checklist. Sedangkan untuk lembar observasi aktivitas siswa yaitu dengan mengamati jumlah siswa yang berpartisipasi pada aspek aktivitas tersebut. Data hasil observasi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana aktivitas guru dan siswa yang berlangsung selama proses pembelajaran.

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan

Teknik pemeriksaan keterpercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode triangulasi. Triangulasi adalah membandingkan persepsi sumber data/informan yang satu dengan informan yang lain di dalam atau mengenai situasi yang sama.35 Triangulasi merupakan suatu proses memastikan sesuatu dari berbagai sudut pandang. Triangulasi berfungsi untuk meningkatkan ketajaman hasil pengamatan melalui berbagai cara dalam pengumpulan data. Dalam hal ini, teknik triangulasi dilakukan dengan cara mengobservasi guru dan aktivitas belajar siswa, mewawancarai guru dan siswa, serta memberikan tes kepada siswa.

Agar diperoleh data yang valid sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukarannya.

1. Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan pada instrumen tes akhir siklus adalah dengan menggunakan validitas butir soal. Analisis kuantitatif atau sering pula disebut validitas empiris (empirical validity) adalah penelaahan butir soal berdasarkan pada karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara

35

(44)

empiris. Karakteristik internal dimaksud meliputi parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas.36

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf keterpercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha. Adapun rumus Alpha adalah sebagai berikut:37

Keterangan:

= koefisien reliabilitas soal

n = banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes ∑ = jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item = varian total

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Alpha, didapatkan reliabilitas soal adalah 0,83404571. Selanjutnya dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes ) pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut, apabila ≥ 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (=reliable), sedangkan apabila ≤ 0,70 berarti bahwa tes hasil belajar tersebut dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (=un-reliable).38

3. Taraf Kesukaran

Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir

36

Endang Kurniawan dan Endah Mutaqimah, Penilaian KKG, (Jakarta: Depdiknas, 2009), h. 30.

37

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), cet. Ke-13, h.208.

38

(45)

item tersebut. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaiknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P, singkatan dari kata ”proporsi”. Adapun persamaan atau rumus yang digunakan untuk mencari P adalah:39

Keterangan :

= proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran = banyaknya peserta didik tes yang menjawab benar = skor maksimum

= jumlah siswa 4. Daya Pembeda

Daya pembeda digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu soal dalam membedakan antara siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (−), tetapi pada daya pembeda ada tanda negatif.40

Untuk mengetahui daya pembeda instrumen dalam penelitian ini, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : J = jumlah peserta

= banyaknya peserta kelompok atas = banyaknya peserta kelompok bawah

= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

39

Endang Kurniawan dan Endah Mutaqimah, ibid, h. 31.

40

(46)

= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

K. Analisis Data dan Interpretasi Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tes

Kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan presentase siswa yang tuntas belajar yaitu presentase siswa yang tuntas pada siklus I lebih dari presentase siswa yang tuntas pada data awal dan presentasi siswa yang tuntas pada siklus II lebih dari presentase siswa yang tuntas pada siklus I. Siswa dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan rata-rata kelas sebesar 70. Perhitungan presentase siswa yang tuntas belajar sebagai berikut:

Keterangan:

P = presentase siswa yang tuntas belajar n = banyak siswa yang tuntas belajar N = banyak siswa keseluruhan 2. Lembar observasi

Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing indikator dijumlahkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-rata dengan cara membagi jumlah skor dengan skor maksimal yang dikalikan 100% yaitu:

Persentase nilai rata-rata (NR) =

(47)

Pada pembelajaran ini terdapat 4 kriteria aktivitas guru mata pelajaran, yaitu: sangat baik, baik, cukup, dan kurang.

Persentase intervalnya =

Sehingga kriteria aktivitas guru dan siswa ditentukan sebagai berikut:41

90% − 100% = sangat baik

80% − 89% = baik

65% − 79% = cukup

55% − 64% = kurang

Guru dinyatakan melaksanakan pembelajaran dengan baik jika berdasarkan lembar observasi, guru mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria baik sedangkan subjek penelitian berdasarkan observasi siswa, mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria baik.

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan

Setelah perencanaan pendekatan dilakukan, maka untuk

mengembangkan tindakan selanjutnya dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi secara keseluruhan setelah pelaksanaan semua siklus dilakukan, apakah tujuan yang diharapkan dari penelitian ini sudah tercapai atau belum. Kemudian jika hasilnya belum memuaskan ataupun belum tercapai, maka evaluasi ini digunakan untuk melakukan refleksi kembali. Refleksi yang dilakukan peneliti yaitu evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan.

Hasil observasi dalam monitoring dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil observasi yang berupa proses dan hasil tindakan. Hasil observasi juga digunakan untuk evaluasi terhadap prosedur, apakah penelitian

41

(48)
(49)

36 BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Deskripsi data ini berisi tentang penjelasan kegiatan pelaksanaan penelitian yang dilakukan sebanyak 2 siklus. Adapun kegiatan pada penelitian tindakan kelas ini berawal dari kegiatan penelitian pendahuluan, perencanaan, pelaksanaan penelitian, tahap observasi atau pengamatan, dan refleksi. Berikut penjelasan secara rincinya mengenai tahap-tahap pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di MI Mathlaul Anwar Benda Baru-Pamulang. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan kegiatan pra penelitian dengan melakukan observasi langsung ke sekolah tempat meneliti. Kegiatan ini merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas. Dalam kegiatan pra penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan guru matematika kelas IV, melakukan pengamatan aktivitas belajar mengajar di kelas, dan mendiskusikan pendekatan CTL yang akan digunakan dalam penelitian dengan guru, serta melakukan persiapan-persiapan yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

(50)

Kurangnya penggunaan media pembelajaran dan alat peraga pun membuat pembelajaran di kelas menjadi membosankan. Implikasinya adalah siswa menjadi kurang berpatisipasi aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, kebanyakan dari siswa tersebut acuh bahkan sulit diatur dan tidak mau mendengarkan penjelasan yang sedang disampaikan oleh guru.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika, ditentukan kelas IV sebagai kelas yang cocok untuk dilakukan penelitian tindakan kelas, terkait dengan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang dianggap masih rendah. Selain itu, pada penelitian pendahuluan ini peneliti melakukan tes uji validitas pada siswa yang sebelumnya sudah pernah mempelajari materi FPB dan KPK yaitu siswa kelas 5 di sekolah tersebut. Tujuannya adalah agar soal-soal yang nanti akan diujikan pada tes siklus dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dianalisis soal-soal mana saja yang sesuai atau valid dengan tingkat kemampuan siswa.

2. Penelitian Siklus I

Tindakan pembelajaran siklus I merupakan tindakan awal yang sangat penting, hal ini dikarenakan analisis dari hasil tindakan pembelajaran ini akan dijadikan sebagai refleksi bagi peneliti pada tindakan pembelajaran selanjutnya. Kegiatan penelitian pada siklus I dilaksanakan empat kali pertemuan, setiap pertemuannya 2x35 menit (2 jam pembelajaran). Adapun tahap pada siklus I adalah sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan, peneliti mempersiapkan segala hal yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, diantaranya membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi FPB dan KPK, mempersiapkan LKS sebagai alat evaluasi, media atau alat peraga yang akan

digunakan sebagai pembantu dalam menyampaikan materi, dan

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar 3.1 Model PTK Kurt Lewin
Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan Berikat adalah suatu banguan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan

DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jln Kolonel Wahid Udin Lingkungan II Kelurahan Serasan Jaya Sekayu

SIKLON RURALED LAMPU PJU LED SINGLE CHIP AC/DC buah..

Mulai dari masa kerajaan Hindu dan Budha, kemudian masa kerajaan-kerajaan Islam, masa kolonial Belanda, Inggris, dan Jepang yang sekaligus merupakan masa perjuangan bangsa

Benda yang massanya menyebar jauh dari porosnya akan berputar lebih lambat dari pada. benda yang massanya menyebar

Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan  sesuai dengan peraturan

Arahan dalam mengumpulkan data perlu ditambah kalimat “ untuk membantu dalam perancangan prosedur percobaan dan pemilihan alat dan bahan” agar siswa lebih memahami

Namun pada perkembangannya saat ini, tidak hanya berkomunikasi dengan sebuah program yang telah dirancang dapat memberikan hiburan pada seseorang. Akan tetapi dapat digunakan