v
FACEBOOK AS AN STUDENTS COMMUNICATION MEDIA OF SOCIAL AN POLITICAL FACULTY IN INDONESIAN COMPUTER UNIVERSITY
By:
Sihol Maruli Tua NIM. 41804080
This script under the guidance of, Rismawaty, S.Sos., M.Si
This study aimed to identify the effectiveness of interpersonal communication through the medium of facebook to students satisfaction of social science faculty of communication and political sciences UNIKOM Bandung. So to answer the above problem the researchers analyzed the level of transparency (openness), empathy (empathy), attitude of support (supportiveness), a positive attitude (positiveness), equality (equality), product quality and facebook, facebook service quality, and ease of use facebook.
This study uses a quantitative approach. The method used was survey research using descriptive analysis techniques. Sampling unit is an active student of communication science courses totaling 89 people UNIKOM. Data were collected through questionnaires, and literature. Data analysis techniques used to examine the relationship between the variables used kendall correlation coefficients.
The results show that openness (openness) interpersonal communication through the media to gratify interaction facebook student, has a very low level of correlation. Empathy attitude (empathy), interpersonal communication to the satisfaction of students considered very low level of correlation. Supportive attitudes (supportiveness) interpersonal communication satisfaction student interaction, has a very low level of correlation. Positive attitude (positiveness) to the satisfaction of interpersonal communication interaction students, have very low levels of correlation. Equality (equality) of interpersonal communication on student satisfaction, has a very low level of correlation. Student interpersonal communication effectiveness on the quality of products on facebook, have a very low level of correlation. Student interpersonal communication effectiveness of the quality of service facebook has a very low level of correlation. Effectiveness of interpersonal communication to facilitate students to use facebook, have a very low level of correlation.
Conclusion The study shows that the effectiveness of interpersonal communication on student interaction satisfaction of Communication Sciences Faculty of Social and Political Sciences University Computer Indonesia of Bandung as a whole is considered very low.
iv
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL MELALUI MEDIA FACEBOOK TERHADAP KEPUASAN INTERAKSI MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
Oleh: Sihol Maruli Tua
NIM. 41804080
Skripsi ini di bawah bimbingan, Rismawaty, S.Sos., M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan mahasiswa ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik UNIKOM Bandung. Sehingga untuk menjawab masalah diatas peneliti menganalisa tingkat keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), kesetaraan (equality), kualitas produk facebook, kualitas pelayanan facebook, dan kemudahan menggunakan facebook.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Unit sampling adalah mahasiswa aktif program studi ilmu komunikasi UNIKOM yang berjumlah 89 orang. Data dikumpulkan melalui penyebaran angket, dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dilakukan dengan korelasi Kendall.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan (openness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa, memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Sikap Empati (empathy) komunikasi interpersonal terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa dinilai sangat rendah. Sikap mendukung (supportiveness) komunikasi interpersonal terhadap kepuasan interaksi mahasiswa, memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Sikap positif (positiveness) komunikasi interpersonal terhadap kepuasan interaksi mahasiswa, memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Kesetaraan (equality) komunikasi interpersonal terhadap kepuasan mahasiswa, memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Efektifitas komunikasi interpersonal mahasiswa terhadap kualitas produk facebook, memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Efektifitas komunikasi interpersonal mahasiswa terhadap kualitas pelayanan facebook memiliki tingkat korelasi sangat rendah. Efektifitas komunikasi interpersonal mahasiswa terhadap kemudahan menggunakan facebook, memiliki tingkat korelasi sangat rendah.
Kesimpulan penelitian memperlihatkan bahwa Efektifitas komunikasi interpersonal terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung secara keseluruhan dinilai sangat rendah.
208
(Diisi oleh peneliti)
ANGKET PENELITIAN
Petunjuk cara pengisian angket :
Nomor angket tidak perlu diisi.
Berilah tanda silang (X) pada huruf yang menunjukkan jawaban yang paling
benar menurut anda.
Tidak dibenarkan memilih jawaban lebih dari satu.
Berikan jawaban secara spontan, jujur, dan tidak ada yang terlewat.
A. DATA RESPONDEN
1. Jenis Kelamin:
A. Laki-laki
B. Wanita
2. Usia:
A. <19 Tahun
B. 19 -20 Tahun
C. 21 -22 Tahun
D. 23-24 Tahun
3. Angkatan:
A. <2003
B. 2003-2004
C. 2005-2006
D. 2007-2008
E. 2009
4. Berapa lama telah memiliki account Facebook? A. <1 Tahun
B. 1 Tahun
C. 2 Tahun
D. 3 Tahun
E. >3 Tahun
B. DATA PENELITIAN
1. INDIKATOR I: KETERBUKAAN (OPENNESS)
5. Apakah anda setuju mengenai perlunya keterbukaan dalam berinteraksi
melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
6. Apakah anda setuju mengenai perlunya kejujuran dalam berinteraksi melalui
media facebook ?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
2. INDIKATOR II: EMPATI (EMPATHY)
7. Apakah anda setuju mengenai perlunya kepedulian dalam berinteraksi melalui media facebook?
A. Sangat peduli
B. Peduli
C. Ragu-ragu
D. Cukup peduli
E. Sangat tidak peduli
8. Apakah anda setuju mengenai perlunya memahami perasaan lawan bicara
dalam berinteraksi melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
3. INDIKATOR III: SIKAP MENDUKUNG (SUPORTIVENESS)
9. Apakah anda setuju untuk bersikap spontan dalam menyampaikan pesan saat
berinteraksi melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
10.Apakah anda setuju untuk dapat memberikan pendapat dalam berinteraksi
melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
4. INDIKATOR IV: SIKAP POSITIF (POSITIVENESS)
11.Apakah anda setuju untuk menunjukan ketertarikan dalam berinteraksi
melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
12.Apakah anda setuju untuk selalu mengupayakan interaksi dengan lawan
bicara melalui media facebook?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
5. INDIKATOR V: KESETARAAN (EQUALITY)
13.Apakah anda setuju bahwa posisi anda dengan lawan bicara anda dalam
media facebook memiliki kedudukan yang sama derajatnya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
14.Apakah anda setuju untuk dapat memberikan sumbangsih positif bagi lawan
bicara pada saat interaksi melalui media facebook berlangsung?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
6. INDIKATOR I: KUALITAS PRODUK
15.Apakah anda setuju bahwa berbagai fitur yang ada dalam facebook dapat
mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
16.Apakah anda setuju bahwa berbagai aplikasi yang ada dalam facebook dapat
mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
7. INDIKATOR II: KUALITAS PELAYANAN
17.Apakah anda setuju dengan sistem pengaduan yang diterapkan facebook saat
ini dapat mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
18.Apakah anda setuju dengan sistem pengaturan privacy yang diterapkan facebook saat ini dapat mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
8. INDIKATOR III: KEMUDAHAN PRODUK
19.Apakah anda setuju bahwa facebook dapat diakses dengan mudah untuk dapat
mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
E. Sangat tidak setuju
20.Apakah anda setuju bahwa aplikasi dan fitur facebook dapat dipergunakan
dengan mudah untuk mendukung komunikasi interpersonal penggunanya?
A. Sangat setuju
B. Setuju
C. Ragu-ragu
D. Tidak setuju
1
1.1Latar Belakang
Wacana Facebook sekarang telah menjadi suatu bahasan yang sangat
hangat untuk terus diangkat dalam komunikasi publik yang memang berkaitan
langsung dengan kehidupan modernisasi teknologi dalam era yang seakan
meminimalisisr jarak dan waktu. Ungkapan semakin tinggi pohon tumbuh
maka semakin tinggi pula angin yang akan menerjangnya, sepertinya cocok
untuk di istilahkan pada fenomena facebook sekarang ini. Bagaimana tidak,
kontroversial pemakaian facebook sangat kentara dengan nilai-nilai budaya
sosial dan bahkan agama juga turut menunjukan posisinya sebagai pengontrol
bidang sosial di dalamnya. Fatwa haram pemakaian facebook pun sempat
terjadi dan tidak sedikit yang mempertanyakan bahkan menolaknya.
Fatwa haram atas situs jejaring sosial Facebook bermula dari Forum
Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur di Pondok
Pesantren Putri Hidayatul Mubtadien, Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota
Kediri, Jawa Timur, yang mengharamkan komunikasi dua orang berlainan
jenis yang bukan muhrim. Fatwa ini kemudian memunculkan banyak kecaman
dan kritik dari para pengguna Facebook di Indonesia. Apalagi Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pusat tidak secara terang-terangan menerima atau menolak
fatwa haram tersebut terutama hubungannya dengan Facebook (juga internet)
yang keberadaannya semakin tidak terbendung di tengah-tengah kita.
Pertama, tentang munculnya fatwa haram itu sangat dimungkinkan dilatarbelakangi oleh sikap kehati-hatian mereka dalam melihat situs jejaring
sosial Facebook ini yang barangkali dianggap justru lebih banyak
mendatangkan mudarat daripada maslahatnya dan dikhawatirkan dapat
meningkatkan tindakan kemaksiatan, kejahatan, dan kezaliman. Tetapi kalau
ternyata banyak nilai positifnya, maka fatwa tersebut harus direvisi kembali.
Dalam kaidah fikih, status hukumnya dianggap mubah (boleh), karena termasuk dalam persoalan non-ibadah.
Kedua, tentang Facebook yang semakin diminati oleh para penggunanya itu merupakan salah satu realitas teknologi yang tak terbantahkan adanya di
dunia maya (internet) dan akan terus berkembang sebagai salah satu hasil
kreatif yang mengagumkan yang diciptakan oleh seorang anak muda jebolan
Universitas Harvard, Cambridge , Mark Elliot Zuckerberg (25 tahun).
Sedangkan bagi mereka yang tetap alergi terhadap Facebook dan
bersiteguh pada fatwa haramnya, sebenarnya mereka mengidap “kemalangan
teknologi” atau yang disebut Paul Saffo sebagai rabun dekat teknologi
(technomyopia). Seperti yang dikutip oleh Robby H. Abror dalam blognya
menyatakan, bahwa “Technomyopia adalah semacam penyakit buruk sangka
yang terlalu tinggi atas dampak-dampak negatif dari sebuah teknologi baru.”
Skeptisitas yang cukup untuk tidak menyentuh internet bagi sebagai
orang pada dasarnya merupakan pikiran yang terlalu sempit dengan melihat
buruknya dampak tanpa melihat nilai positif yang juga ditimbulkan. Cukup
sulit mengakuinya, tetapi apa daya sikap meremehkan atas implikasi-implikasi
penting positifnya sudah telanjur diimani demi sebuah fatwa. Pendek kata,
budaya miopik tidak baik untuk “kesehatan” iman dan bersifat reduksionistik.
Sebaliknya, Zuckerberg telah melakukan “ijtihad teknologi” untuk
sampai pada tingkat kematangan kreativitasnya di usia belia setelah melewati
beberapa percobaan penting. Sebagai catatan, bahwa meskipun ia kuliah di
jurusan Psikologi, tetapi minatnya tetap terkonsentrasi di bidang komputer.
Awalnya ia membuat program Synapse (program pemutar musik dan sekaligus untuk melacak selera musik para pemutarnya), kemudian membuat
program Coursematch (para mahasiswa dapat menuliskan mata kuliah mereka dan melihat siapa saja teman-temannya yang mengambil mata kuliah itu), lalu
menciptakan Facemash (ia bisa mengambil foto-foto teman-temannya yang terdaftar di Universitasnya). Ia pernah dihukum gara-gara menciptakan
program Facemashnya itu, tetapi ia tidak putus asa dan terus
mengembangkannya menjadi Facebook. Kini anak itu telah menjadi triliuner termuda dengan kekayaan mencapai 14 triliun rupiah.
Agar memperoleh gambaran objektif tentang Facebook sebagai bagian
dari situs jejaring sosial di dunia maya, penting kiranya memahami filosofi
para pakar teknologi informatika (TI) dan komunikasi yang meyakini bahwa
komunikasi adalah fakta bahwa teknologi dan industri itu terus berubah.
Keduanya adalah realitas teknologi sekaligus realitas sosial yang senantiasa
bertransformasi dan berada dalam sebuah process of becoming yang berlangsung terus-menerus.
Setelah Radio amatir gelombang pendek (1920-an), Radio
antarpenduduk/ Citizen Band (1970-an), Radio AM/FM, TV kabel dan digital,
Video Game: Nintendo dari Jepang dan Game Online, telepon kabel, telepon seluler dan SMS-nya, komputer dan segala program terbarunya, saat ini
internet merupakan teknologi mutakhir yang berhasil menyedot hasrat
manusia dari berbagai latar belakang sosial untuk ikut berpartisipasi di
dalamnya. Internet adalah bukti kemajuan teknologi komunikasi yang
menyediakan layanan terbuka dalam hal pengiriman, penyimpanan dan
pemrosesan teks, suara, gambar dan data lain, yang telah mengubah apa yang
sebelumnya pernah dianggap tidak mungkin dalam dunia manajemen
informasi. Saat ini dunia telah benar-benar berada dalam penguasaan ujung
jari para penggunanya.
Di ruang cyber, Facebook adalah salah satu situs jejaring sosialnya yang saat ini paling diminati banyak penggunanya. Setiap detik perubahan terjadi
demikian cepat. Setiap pengguna dapat berbagi tentang apa saja yang sedang
dilakukannya pada saat terkini atau kapanpun dan tersebar secara otomatis
kepada teman-temannya yang telah terkait. Dalam waktu singkat mereka dapat
ragam bahasa gaul atau ilmiah serta tidak tergantung pada usia, budaya,
ataupun negara.
Komunikasi model ini termasuk bentuk komunikasi individual berupa
pertukaran informasi dua-arah yang dikategorisasikan oleh Roger Fidler
(2003) ke dalam domain interpersonal yang bersifat spontan dan interaktif.
Interaksi ini bisa dilakukan dengan menggunakan fasilitas chatting online,
private message, atau pun melalui wall dengan kelanjutan comment statusnya melalui Facebook.
Dalam interaksi dalam dunia cyber sudah barangtentu biasa terjadi berbagai masalah, seperti yang sering dialami penggunanya, di antaranya
kecanduan online yang mengakibatkan mata lelah dan berujung pada apa yang disebut Assafa Endeshaw (2007) dengan technostress. Selain itu, juga terjadi terorisme-cyber yang dilakukan para hacker untuk melakukan „smurf attack’
atau pembajakan sebuah jaringan komputer dan merusak sistem infrastruktur
interkoneksi antarkomputer.
Tetapi terlepas dari persoalan tersebut, teknologi ini adalah jaringan
jalan raya informasi dan komunikasi yang bebas hambatan yang memberikan
kemudahan bagi penggunanya untuk berselancar di ombak pengetahuan
informasi yang sangat luas. Realitas teknologi adalah juga realitas sosial yang
majemuk dan kompleks. Terlalu sempit melihat realitas tersebut dalam model
oposisi biner: halal-haram, hitam-putih, suka-tidak suka. Realitas ini
dihadirkan dengan sentuhan estetis dan kreatif, bukan untuk malaikat yang
realitas itu. Tetapi jamak diketahui, bahwa sebuah fatwa diproduksi hukum
yang rigid dan seringkali acuh terhadap dialog yang lebih terbuka. Sikap kehati-hatian memang diperlukan, dengan membuat semacam cyberlaw atau hukum internet.
Jaringan sosial di dunia nyata adalah berhubungan dengan orang lain
atau kolega, dan menggunakan mereka untuk bertemu orang baru. Di dunia
maya prinsipnya sama saja, namun kekuatan teknologi memberikan
keuntungan lain. Yakni, kita tidak terhalang lagi oleh tempat dan ruang. Kita
bisa melihat profil orang dan mengirim e-mail kapan saja dan dari komputer
mana saja.
Bahkan , kadang, berkomunikasi lewat dunia maya ini terasa lebih
nyaman dan lengkap dibandingkan berkomunikasi secara langsung dengan
bertatap muka. Di “Facebook” misalnya, selain menyajikan tampilan profile
(dan tentu saja dengan adanya foto) dari orang-orang yang sudah berada di
jaringan perkawanan penggunanya, juga disediakan fasilitasuntuk mencari
teman-teman baru atau lama melalui persamaan yang dimiliki. Selain itu ,
disediakan fasilitas untuk saling berkirim pesan antar anggota.
“Facebook” memiliki sejumlah fitur antar sesama pengguna yang di
antaranya adalah fitur „Wall/Dinding‟, ruang tempat sesama pengguna
mengirimkan pesan-pesan terbuka, „Poke/Colek‟, sarana untuk saling
mencolek secara virtual, „Photos/Foto‟ ruang untuk memasang foto, dan
„Status‟ yang menampilkan kondisi/ide terkini pengguna. Mulai Juli 2007,
aplikasi, dsb) langsung ke Wall/Dinding, di mana sebelumnya yang diizinkan
hanya teks saja.
Dengan adanya fasilitas yang disediakan oleh “Facebook” tersebut akan
mempermudah komunikasi interpersonal antara pengguna “Facebook” satu
sama lain, dimana “Komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara kelompok kecil
orang-orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika.” (Effendy,
2003:60).
Jadi dapat dikatakan bahwa “Facebook” merupakan tahap awal dari
komunikasi yang terjadi, dimana tidak sedikit para pengguna “Facebook”
yang berkenalan lewat “Facebook” kemudian lebih saling mengenal secara
pribadi tidak hanya lewat dunia maya tetapi juga pada kehidupan nyata.
Suatu komunikasi dapat dikatakan efektif apabila individu berhasil
menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Oleh karena itu peneliti hendak
meneliti efektifitas komunikasi interpersonal terhadap kepuasaan mahasiswa
ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan politik Unversitas Komputer
Indonesia melalui media “Facebook”, karena “Facebook” mempunyai tujuan
ingin membuat anggotanya tetap berhubungan dengan teman-temannya yang
salah satu merupakan bentuk komunikasi interpersonal.
Dipilihnya “Facebook” sebagai objek penelitian dikarenakan
kepopuleran “Facebook” yang telah meluas hingga ke Indonesia dimana
rata-rata pengguna “Facebook” adalah mereka yang berusia 18-25 tahun, karena
digolongkan pada remaja lanjut. Seseorang pada remaja lanjut sedang berada
pada proses melepaskan diri dari ketergantungan secara emosional dari orang
dekat dalam hidupnya. Fungsi-fungsi psikis lebih stabil dan terkendali. Pada
tahap ini, remaja lanjut telah mampu mengungkapkan pendapat dan
perasaannya dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan dan kebebasan
emosional.
Remaja lanjut telah memilki pengetahuan yang baik dalam menerima
informasi dan memiliki sifat ingin tahu yang cenderung berlebihan tanpa
proses seleksi yang rasional, sehingga keinginan untuk merealisasikan pesan
yang ditangkap dalam tindakan nyata begitu besar. Hal tersebut menimbulkan
perilaku konsumtif pada remaja dan gejala awal munculnya gaya hidup remaja
yang serba instan dengn dukungan teknologi dengan aksesibilitas yang cepat
dan mengeliminir ruang gerak dan waktu yang mengikat. Mahasiswa sebagai
salah satu bagian pemakai facebook yang di dominasi oleh orang-orang yang
memiliki akses dengan bidang teknologi seperti halnya mahasiswa,
merupakan primer user dari sekian banyak pengguna facebook.
Dengan melihat banyaknya aktifitas yang berjalan antara mahasiswa dan
media layanan yaitu jejaring sosial Facebook ini, maka timbulah keinginan
penulis untuk mengukur sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal
dalam mendapatkan kepuasaan bagi mahasiswa Universitas Komputer
Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi.Universitas Komputer Indonesia memiliki
Dari berbagai penjelasan diatas maka penulis dapat rumusan masalah
dari penelitian ini, yakni “Sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung?”
1.2 Identifikasi Masalah
Seperti yang telah diketahui diatas bahwa perumusan masalah penulis
masih suatu pertanyaan yang sangat luas, maka untuk memberi arah pada
penulisan ini, penulis menyusun identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana keterbukaan (openness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia Bandung?
2. Sejauhmana empati (empathy) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Bandung?
3. Sejauhmana mendukung (supportiveness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan interaksi mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
4. Sejauhmana positif (positiveness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Bandung?
5. Sejauhmana kesetaraan (equality) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Bandung?
6. Sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal melalui media facebook
terhadap kualitas produk facebook sebagai media mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia Bandung?
7. Sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal melalui media facebook
terhadap kualitas pelayanan facebook sebagai media mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia Bandung?
8. Sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal melalui media facebook
terhadap kemudahan menggunakan facebook sebagai media mahasiswa
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung?
9. Sejauhmana efektifitas komunikasi interpersonal melalui media facebook
terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Adapun maksud yang ingin dicapai penulis dalam penulisan skripsi
ini, yakni ingin mengetahui adannya korelasional antara efektifitas
komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan
interaksi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keterbukaan (openness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung?
2. Untuk mengetahui empati (empathy) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung?
3. Untuk mengetahui mendukung (supportiveness) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan interaksi
mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia Bandung?
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung?
5. Untuk mengetahui kesetaraan (equality) komunikasi interpersonal melalui media facebook terhadap kepuasan interaksimahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung?
6. Untuk mengetahui efektifitas komunikasi interpersonal melalui
media facebook terhadap kualitas produk facebook mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung.
7. Untuk mengetahui efektifitas komunikasi interpersonal melalui
media facebook terhadap kualitas pelayanan facebook mahasiswa
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia Bandung.
8. Untuk mengetahui efektifitas komunikasi interpersonal melalui
media facebook terhadap kemudahan menggunakan facebook
mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia Bandung.
9. Untuk mengetahui efektifitas komunikasi interpersonal melalui
media facebook terhadap kepuasaan interaksi mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
pengembangan ilmu dan rujukan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya sehingga dapat menunjang perkembangan dalam bidang
Ilmu Komunikasi.
b. Sebagai pengetahuan dan dapat dijadikan bahan literatur bagi
mahasiswa program ilmu komunikasi
c. Dapat memberikan gambaran secara garis besar mengenai Facebook
sebagai media online khususnya dimasa yang akan datang.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
tentang media “Facebook” dan cara mengatasi keefektifitasannya.
b. Menambah wawasan peneliti mengenai keefektifitasan “Facebook”
sebagai media komunikasi.
c. Memberi masukan bagi “Facebook” dan para penggunanya akan
keefektifitasannya.
d. Berguna sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan mengadakan
1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kerangka Teoritis
Efektif memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan
kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah Efektifitas. Menurut
Onong Uchjana Effendy mendefinisikan Efektifitas sebagai berikut:
“Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai
dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah
personil yang ditentukan.” (Effendy, 1989: 14).
Devito menjelaskan mengenai efektivitas komunikasi interpersonal
dalam lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu “Keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).” (Devito, 1997: 259). 1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini
tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan
semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi
biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan
datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada
umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita
ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan.
Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih
menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran.
Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung
jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata
ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)
Empati sebagai kemampuan seseorang untuk „mengetahui‟ apa
yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut
pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati,
di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut
bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti
orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan
merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka
untuk masa mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal
maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat
mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan
aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang
sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh
yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau
belaian yang sepantasnya.
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang
perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi
yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana
yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung
dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi
interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap
positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman
kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek
terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada
umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada
yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang
yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara
menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah
seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik,
atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang
yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari
ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa
masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan.
Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh
kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai
upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai
kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak
mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua
menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan
meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat”
kepada orang lain.
Menurut Richard Oliver yang dikutip oleh irawan menerangkan,
bahwa “Kepuasan adalah respon dari konsumen. Kepuasan adalah hasil
penilaian dari konsumen bahwa produk atau pelayanan telah
memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa
lebih atau kurang.” (Irawan, 2002: 3)
Faktor-faktor yang dapat mendorong terciptanya kepuasan
pelanggan menurut Handy Irawan yaitu “kualitas produk, harga, kualitas
pelayanan, citra produk, dan kemudahan memperoleh produk.” (Irawan,
2002: 38).
Harga dalam penelitian ini tidak digunakan sebagai identifikasi
masalah penelitian, karena akses menggunakan facebook dilakukan
secara cuma-Cuma bagi siapa saja yang memiliki email pribadi dan
digunakan sebagai alat mengakses facebook. Begitu juga dengan Citra
produk yang tidak digunakan oleh peneliti, karena posisi facebook
sebagai media jejaring sosial no.1 di dunia untuk saat ini telah
menunjukan citra positif facebook sebagai media jejaring sosial.
Untuk itu, peneliti menggunakan tiga buah unit teori kepuasan
yang digunakan sebagai alat identifikasi masalah kepuasan dalam
1. Kualitas Produk
Pelanggan merasa puas kalau setelah membeli dan
menggunakan produk tersebut dan ternyata memiliki kualitas produk
yang baik. Kualitas produk itu sendiri memiliki 6 elemen,
diantaranya performance (fungsi utama dari sebuah produk), durability (keawetan suatu produk baik secara teknis maupun waktu), feature (fitur sebagai aspek pelengkap), reliability
(probabilitas produk gagal menjalankan fungsinya), conformance
(seberapa jauh suatu produk dapat menyamai standar atau spesifikasi
tertentu), dan desain.
2. Kualitas Pelayanan
Menurut Irawan yang menerangkan bahwa “Kualitas pelayanan
sangat bergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi, dan manusia.
Faktor manusia memegang kontribusi sekitar 70% dalam membangun
kualitas pelayanan.” (Irawan, 2002: 38).
Sama seperti kualitas produk, maka kualitas pelayanan juga
memiliki banyak dimensi, diantaranya reliability (kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan), responsiveness (kecepatan pelayanan), assurance (kemampuan perusahaan dan perilaku fron-line staff dalam menanamkan rasa
(meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi).
3. Kemudahan
Pelanggan akan semakin puas apabila dalam memperoleh
produk atau pelayanannya relatif mudah (tidak menyulitkan
pelanggan), nyaman (tidak ada gangguan), dan efisien (tidak
memakan waktu banyak).
Untuk dapat memberikan pengarahan dan mengakomodir
kepentingan penelitian, maka peneliti menggunakan suatu model
komunikasi yang dapat menunjang kepentingan tersebut. Dalam
penelitian ini yang patut digarisbawahi adalah adanya interaksi yang
dibangun melalui komunikasi interpersonal mahasiswa Universitas
Komputer Indonesia dalam media jejaring sosial facebook.
Interaksi yang dibangun tersebut memberikan indikasi adanya
komunikasi dua arah yang terbangun dalam komunikasi interpersonal
dengan memperlihatkan adanya nilai kepuasan yang terbangun di
dalamnya. Dengan adanya interaksi dalam penelitian ini, peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa model komunikasi yang digunakan haruslah
yang memiliki kapasitas untuk dapat memfasilitasi komunikasi dua arah
facebooker.
Sejumlah teori tentang tingkah laku kelompok kecil (interpersonal
termasuk di dalamnya) telah dikembangkan, dan banyak diantaranya
teori tersebut adalah Teori A – B – X Newcomb. Model komunikasi ini
banyak dikaitkan dengan kebutuhan komunikasi kelompok kecil yang
salah satunya juga memfasilitasi kepentingan komunikasi interpersonal.
Sistem A – B – X dari Newcomb memperluas teori hubungan
antarpribadi dari Heider. Model dari Newcomb melibatkan unsur yaitu:
A dan B, yang mewakili orang yang ber, dan X sebagai objek
pembicaraan komunikasi. Menurut Newcomb, tingkah laku komunikasi
terbuka antara A dan B dapat diterangkan melalui kebutuhan mereka
untuk mencapai keseimbangan atau keadaan simetris antara satu sama
lain dan juga terhadap X. Komunikasi terjadi karena A harus berorientasi
pada B dan pada X, serta B terhadap X. Untuk mencari keadaan simetris
A melakukan upaya :
1. Melengkapi dirinya dengan informasi tentang orientasi B terhadap X
dan hal ini dilakukan melalui.
2. A terdorong untuk mempengaruhi atau merubah orientasi B terhadap
X, jika A menemukan keadaan yang tidak seimbang diantara mereka.
3. B dengan sendirinya juga akan mempunyai dorongan yang sama
terhadap orientasi X.
Besarnya pengaruh yang akan ditanamkan oleh A dan B satu sama
lain, serta kemungkinan usaha masing-masing dalam meningkatkan
keadaan simetris melalui tindakan komunikasi akan meningkat pada saat
Gambar 1.1
Model A – B – X Newcomb
X
A B
(Sumber: Effendy, 2003: 261)
Menurut Newcomb, tingkah laku komunikasi terbuka antara A dan
B dapat diterangkan melalui kebutuhan mereka untuk mencapai
keseimbangan atau keadaan simetris antara satu sama lain dan juga
terhadap X.
Komunikasi terjadi karena A harus berorientasi pada B, pada X
dan B pada X. Untuk mencari suatu keadaan yang simetris, A berusaha
untuk melengkapi dirinya dengan informasi tentang orientasi B terhadap
X dan ini dapat dilakukan melalui karena keseimbangan atau keadaan
simetris perlu dicari, A mungkin terdorong untuk mempengaruhi atau
merubah orientasi B terhadap X, jika A menemukan keadaan yang tidak
seimbang diantara mereka. B dengan sendirinya juga akan mempunyai
dorongan yang sama terhadap orientasi A. Berdasarkan pengaruh yang
akan ditanamkan oleh A dan B satu sama lain, serta kemungkinan usaha
masing-masing dalam meningkatkan keadaan simetris melalui tindakan
Teori dari Newcomb dapat membantu kelompok kecil yang
didalamnya juga termasuk komunikasi interpersonal dalam menjelaskan
dan memperkirakan tingkah laku kelompok-kelompok yang
beranggotakan 2 orang pada tingkatan antar pribadi, teori menjelaskan
beberapa motivasi dan tekanan yang akan menimbulkan beberapa
tindakan komunikasi. Teori A – B – X juga menguraikan dan
menjelaskan kegiatan itu sendiri.
Dari pernyataan diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa model
dari Newcomb memusatkan perhatiannya pada pola hubungan yang ada
antara individu dalam ber dan pada objek yang mempengaruhi antara
mereka. Hal tersebut terjadi pada komunikasi interpersonal melalui
media facebook terhadap kepuasan mahasiswa ilmu komunikasi
UNIKOM.
1.5.2 Kerangka Konseptual
Dengan di dapatkannya sebuah model komunikasi yang peneliti
anggap tepat untuk memfasilitasi penelitian ini, maka selanjutnya
peneliti menerapkan model komunikasi tersebut ke dalam model
konseptual yang mengaplikasikan kepentingan penelitian dalam model
komunikasi Model A – B – X Newcomb untuk mengetahui efektifitas
komunikasi interpersonal terhadap kepuasan mahasiswa ilmu
komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltitik Universitas Komputer
Gambar 1.2
Aplikasi Model A – B – X Newcomb
Kepuasan
Mahasiswa A Mahasiswa B
Sumber: Aplikasi peneliti, 2010
Dengan aplikasi konseptual model A – B – X Newcomb dalam
penelitian ini, terlihat bahwa adanya suatu interaksi yang terbangun
dalam media facebook yang digunakan oleh mahasiswa UNIKOM. Hal
ini terlihat dengan adanya pertukaran peran antara komunikator dan
komunikan yang dapat berubah peran. Komunikasi bersifat sirkuler yang
ditunjukan dalam model ini, tentunya memperlihatkan adanya interaksi
yang terbina.
Komunikasi interpersonal yang terjalin dalam media facebook
dapat dilihat dari adanya alur dua arah pada komunikasi antar
mahasiswa. Kesempatan ini ditunjang dengan beragam aplikasi dan fitur
dalam facebook untuk mendukung terjalinnya komunikasi yang efektif.
Pemahaman satu sama lain dalam komunikasi interpersonal ini
menunjukan adanya satu tujuan pemahaman yang sama dan saling
orientasi yang sama mengenai kepuasannya dalam beraktifitas dalam
media komunikasi yang sama, yakni Facebook.
Mahasiswa A dalam gambar diartikan melakukan stimulant yang
disimbolkan dalam tanda panah ke mahasiswa B, dan begitu pun
sebaliknya. Proses ini bersifat simultan dengan melihat kepentingannya
yang di orientasikan dalam kepentingan yang sama. Kedibilitas
komunikator satu sama lain saat berperan posisi menunjukan
kemampuan mahasiswa untuk salaing mempengaruhi satu sama lain
dengan melihat kemampuannya dalam menyamakan persepsi pesan yang
disampaikan melalui komunikasi interpersonalnya dalam facebook.
Semua aktifitas komunikasi interpersonal yang dilakukan tersebut
merujuk pada kesempatan mahasiswa yang sama dalam media facebook.
Tentunya penggunaan fasilitas ini karena adanya pelayanan, produk, dan
aksesibilitas yang menguntungkan dari facebook, yang oleh karena itu
dipergunakan sebagai media alternatif komunikasi keduanya. Hasil
akhirnya adalah bahwa komunikiasi yang terjalin menunjukan kepuasan
yang akan ditimbulkan dari penggunaan fasilitas facebook tersebut
sebagai media yang efektif digunakan dalam komunikasi interpersonal
1.6 Operasional Variabel
Efektivitas disini merupakan suatu bentuk perilaku yang merupakan
hubungan yang optimal antara motivasi, keinginan, dan kepuasan. Efektifitas
dan kepuasan tersebut merupakan variabel penelitian yang kemudian di
jabarkan dalam bentuk alat ukur sebagai hasil lanjutan dari upaya untuk dapat
melihat korelasi antara keduanya. Dari pengetian diatas dapat ditarik variabel
seperti pada tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1
Operasionalisasi Variabel
No Variabel Indikator Alat Ukur
2 Variabel Y
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe Kuantitatif Deskriptif.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah “Metode Survey”,
dengan “teknik analisis korelasional”. Metode kuantitatif deskriptif ini
berusaha untuk dapat menjelaskan penelitian yang ada kedalam bentuk
pemaparan, untuk dapat lebih memahami penelitian dalam bentuk penyajian
hasil penelitian yang terstruktur dengan menunjukan sistematika pengulasan
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono mengenai penelitian
kualitatif yang menjelaskan, bahwa:
“...digunakan dalam meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi,
suatu sistem pemikiran atau kelas peristiwa pada waktu tertentu. Sehingga melalui metode ini akan diperoleh data dan informasi tentang gambaran suatu fenomena, fakta, sifat, serta hubungan fenomena tertentu secara komprehensif dan integral. Dengan demikian pengulangan dalam penelitian kuantitatif dilakukan dalam rangka mendapatkan konsistensi atau reabilitas data penelitian dan membuktikan penelitian yang telah
ada...” (Sugiyono, 2007: 19)
Metode Survey adalah merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk
memperoleh data-data dari fenomena yang berlangsung dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi, sosial, ekonomi,
atau politik dari suatu kelompok atau daerah (Natzir, 1988: 63).
Singarimbun dan Effendy mengartikan: “Survey sebagai penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok”. (Singarimbun dan Effendi, 1989: 3)
Sedangkan menurut Husein Umar yang menerangkan mengenai teknik
korelasional, bahwa “Teknik analisis yang dirancang untuk menentukan
tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi,
perbedaan utama dengan metode lain adalah adanya usaha untuk menaksir
1.8 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan
teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Angket (questioner)
Kuesioner atau angket adalah “suatu masalah yang umumnya banyak
menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan
mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir, yang
diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan
jawaban atau tanggapan (respon) tertulis seperlunya”. (Kartono, 1996:200)
Angket yang dipergunakan peneliti disusun dengan mempergunakan
sekala likert berdasarkan susunan rangking dengan penilaian setiap
jawaban yang dinilai berdasarkan lima kriteria.
2. Wawancara
Wawancara menjadi salah satu bagian dalam teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Riduwan yang
menjelaskan mengenai pengertian wawancara, bahwa “Wawancara adalah
suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh
informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin
mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah
responden sedikit.” (Riduwan, 2005: 29).
Wawancara dalam penelitian ini lebih menunjukan adanya data
pendukung dari angket yang disebarkan. Wawancara dilakukan untuk
yang dirasakan oleh narasumber di lapangan. Wawancara dilakukan
terhadap satu orang narasumber, yang dipilih peneliti untuk dapat
digunakan sebagai narasumber yang berperan dalam memberikan berbagai
informasi tambahan mengenai penelitian. Informan dalam penelitian ini,
yakni Reza Pratama yang merupakan mahasiswa UNIKOM jurusan Ilmu
Komunikasi angkatan tahun 2005.
3. Studi Pustaka
Selain teknik pengumpulan data yang telah disebutkan di atas,
peneliti melakukan studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data
dengan menggunakan buku atau referensi sebagai penunjang penelitian,
dan dengan melengkapi atau mencari data-data yang dibutuhkan dari
literatur, referensi, majalah, makalah, internet, dan yang lainnya. Sehingga
peneliti memperoleh data-data yang tertulis melalui telaah bacaan yang
ada kaitannya dengan masalah penelitian.
4. Internet Searching
Penggunaan internet sebagai salah satu sumber dalam teknik
pengumpulan data dikarenakan dalam internet terdapat banyak informasi
yang berkaitan dengan penelitian. Beragam informasi ini tentunya sangat
berguna bagi penelitian, serta dilengkapi sengan beragam literatur yang
berasal dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dari berbagai
belahan dunia. Aksesibilitas yang fleksibel dan aplikasi yang mudah juga
1.9 Teknik Analisa Data
Setelah memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
selanjutnya akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyeleksian data, pemeriksaan kelengkapan dan kesempurnaan data serta
kejelasan data.
2. Klasifikasi data, yaitu mengelompokan data dan dipilah-pilah sesuai
dengan jenisnya.
3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas pada angket yang telah disebar
sebelumnya, valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas menunjukan
pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran.
4. Data dimasukkan ke dalam coding book (buku koding) dan coding sheet
(lembar koding).
5. Mentabulasikan data yaitu menyajikan data dalam sebuah tabel (tabel
induk kemudian ke dalam tabel tunggal) sesuai tujuan analisis data.
6. Data yang ditabulasi dianalisis dengan koefisien korelasi Kendall. Analisis
data kuantitatif dilakukan dengan cara memindahkan data kualitatif ke
dalam data kuantitatif, dengan cara pemberian skor atas pilihan yang
diberikan oleh setiap responden. Pemberian skor dimaksudkan untuk
memindahkan data kualitatif yang berupa jawaban responden atas
1.10 Populasi dan Sampel 1.10.1 Populasi
Sifat-sifat kumpulan objek penelitian dapat ditemukan dengan
mempelajari dan mengamati sebagian dari kumpulan objek
penelitian yang dapat berupa orang, kelompok, dan organisasi.Dalam
penelitian, objek penelitian merupakan satuan unsur-unsur populasi.
Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul
“Metode Penelitian Komunikasi, mengatakan bahwa “Bagian yang
diamati itu disebut sampel, sedangkan kumpulan objek penelitian
disebut populasi.” (Rakhmat, 2000: 78). Sehingga jelas bahwa
populasi merupakan kumpulan objek yang lengkap dan jelas yang
ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
program studi ilmu komunikasi, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik
UNIKOM yang masih aktif secara akademik untuk tahun ajaran
2010 semester ganjil. Keseluruhan populasi yang di dapatkan
berjumlah 779 orang mahasiswa. Sehingga populasi dalam penelitian
1.10.2 Sampel
Sampel adalah bagian yang akan dipelajari dan diamati untuk
diteliti. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan
peneliti adalah “Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana
(Simple Random Sampling), yaitu suatu metode pemilihan sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel.” (Umar, 2002: 129).
Besarnya jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus
Yamane yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, yaitu sebagai berikut:
Ket:
n = Ukuran atau besarnya sampel
N = Ukuran atau besarnya populasi
d = Presisi atau tingkat kesalahan yang ditetapkan yaitu sebesar 10%
(Rakhmat, 2000: 82)
Aplikasi dari rumus diatas adalah:
1.11 Hipotesis
Hipotesis secara umum merupakan suatu jawaban sementara terhadap
masalah yang sedang di teliti. Menurut Prof. Dr. S. Nasution definisi
hipotesis adalah “Pernyataan tentatif yang merupakan dugaan mengenai apa
saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.” (Nasution,
2006: 89)
H1 Ada hubungan antara efektifitas komunikasi interpersonal terhadap kepuasan mahasiswa ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Poltitik Universitas Komputer Indonesia melalui media “Facebook”
Ho Tidak ada hubungan antara efektifitas komunikasi interpersonal terhadap kepuasan mahasiswa ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Poltitik Universitas Komputer Indonesia melalui media
“Facebook”.
1.12 Lokasi Dan Waktu Penelitian 1.12.1 Lokasi Penelitain
Penelilian ini dilakukan di Program Studi Ilmu Komunikasi,
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang beralamat di Jalan
Dipatiukur No. 114-116, Bandung 40132.
Telp : (022) 2533676, 2504119
Fax : (022) 2533754
1.12.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga
bulan Juli 2010, Tahapan penelitian kemudian diuraikan ke dalam
bentuk tabel di bawah ini:
1.13 Sitematika Penelitian
BAB I: PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah,
maksud dan tujuan, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,
hipotesis, operasionalisasi variabel, metode penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, populasi
dan sampel, lokasi, waktu penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tinjauan tentang ilmu komunikasi, tinjauan
tentang efektivitas dan kepuasan, tinjauan tentang internet dan
website, tinjauan tentang komunikasi virtual dan Facebook.
BAB III: OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan secara singkat mengenai gambaran umum
mengenai objek penelitian, yakni Universitas Komputer Indonesia
(UNIKOM).
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti menguji nilai validitas dan reliabilitas
angket, analisis deskriptif identitas responden dan analisis
deskriptif hasil penelitian, serta pembahasan mengenai hasil uji
korelasional.
BAB V: PENUTUPAN
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan terhadap hasil
37
2.1Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi
Banyak definisi dan pengertian mengenai komunikasi yang ingin
disampaikan oleh para ahli komunikasi untuk dapat menjelaskan makna
utama dari komunikasi. Wiryanto dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Komunikasi” menjelaskan bahwa, “Komunikasi mengandung makna
bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau
bersama-sama.” (Wiryanto, 2004: 5).
Pernyataan diatas sejalan dengan pernyataan Onong Uchjana Effendy,
“Istilah komuniksi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.” (Effendy, 2003: 9).
Komunikasi merupakan alat utama yang digunakan dalam rangka
melakukan interaksi yang berkesinambungan untuk berbagai tujuan
menurut kepentingannya. Komunikasi bersifat fundamental karena
pengungkapan atas dasar-dasar tujuan tersebut, maka dalam hal ini
komunikasi menjadi alat utama yang digunakan untuk menyampaikan
tujuan-tujuan tersebut. Komunikasi sangat mendasari berbagai pemaknaan
yang akan dibuat dan yang akan terbuat setelahnya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Fisher (1986: 17) yang dikutip oleh
Wiryanto bahwa, “Ilmu komunikasi mencakup semua dan bersifat
eklektif.” (Wiryanto, 2004: 3). Sifat eklektif ini sejalan dengan pendapat yang digambarkan oleh Wilbur Schramm (1963: 2) yang dikutip oleh
Wiryanto bahwa, “Komunikasi sebagai jalan simpang yang ramai, semua
disiplin ilmu melintasinya.” (Wiryanto, 2004: 3).
Berbagai pendapat untuk menjelaskan komunikasi juga diungkapkan
oleh Charles R. Berger dan Steven H. Chaffe dalam buku “Handbook
Communication Science” (1983: 17) yang dikutip oleh Wiryanto,
menerangkan bahwa:
“Communication science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production, processing and effect (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosesan dan efek dari simbol serta sistem sinyal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelasken fenomena yang
berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya).” (Wiryanto,
2004: 3).
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (1964: 527) dalam buku
dikutip oleh Wiryanto mengatakan bahwa, “Communication: the
transmission of information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of
symbol… (Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi,
keterampilan dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, dan
sebagainya).” (Wiryanto, 2004: 7).
Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949) dalam buku “The
Mathematical Theory of Communication” sebagaimana yang dikutip oleh
Wiryanto mengatakan bahwa, “Komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak
disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga
dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.” (Wiryanto, 2004: 7).
2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, maka digunakan
model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik
nyatanmaupun abstrak, dengan menonjolkan unsure-unsur terpenting dari
fenomena tersebut.
ditampilkan oleh Philip Kotler, berdasarkan kepada paradigm Lasswel, dan
dikutip Onong Uchjana Effendy, sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Proses Komunikasi
(Sumber: Effendy 2003:18)
Dari model proses komunikasi di atas dapat di identifikasi
unsure-unsur dari komunikasi sebagai berikut :
- Sender : komunikator menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
- Encoding : penyandian yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
- Message : pesan, merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
- Media : saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator ke komunikan.
- Decoding : proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambing yang disampaikan.
sender encoding
media
decoding receiver
Feed back response
message
- Receiver : komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
- Response : tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikasn setelah diterpa pesan.
- Feed back : umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.
- Noise : gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterima nya pesan lain oleh komunikan yang berbeda pesan yang diberikan oleh komunikator. (Effendy, 2003:18)
2.1.3 Proses Komunikasi
A. Proses Komunikasi Primer
Dalam melakukan komunikasi, perlu adanya suatu proses yang
memungkinkannya untuk melakukan komunikasi secara efektif. Proses
komunikasi inilah yang membuat komunikasi berjalan dengan baik
dengan berbagai tujuan. Dengan adanya proses komunikasi, berarti ada
suatu alat yang digunakan dalam prakteknya sebagai cara dalam
pengungkapan komunikasi tersebut. Menurut Onong Uchjana Effendy
dalam buku “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek”, Proses komunikasi
terbagi menjadi dua tahap yakni proses komunikasi secara primer dan
secara sekunder, yakni:
“Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung
mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator
Onong Uchjana Effendy mengatakan bahwa, “Bahasa
digambarkan paling banyak dipergunakan dalam proses komunikasi
karena dengan jelas bahwa bahasa mampu menerjemahkan pikiran
seseorang untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain secara
terbuka.” (Effendy, 2003: 11). Apakah penyampaian bahasa tersebut
dalam bentuk ide, informasi atau opini mengenai hal yang jelas
(kongkret) maupun untuk hal yang masih samar (abstrak), bukan hanya
mengenai peristiwa atau berbagai hal yang sedang terjadi melainkan
pada waktu dulu dan masa yang akan datang.
Kial (gesture) merupakan terjemahan dari pikiran seseorang sehingga dapat terekspresikan secara nyata dalam bentuk fisik, tetapi
kial ini hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu secara terbatas.
Isyarat juga merupakan cara pengkomunikasian yang
menggunakan alat “kedua” selain bahasa yang biasa digunakan seperti
misalnya kentongan, semaphore (bahasa isyarat menggunakan bendera), sirine, dan lain-lain. Pengkomunikasian ini juga sangat terbatas dalam
menyampaikan pikiran seseorang.
Warna sama seperi halnya isyarat yang dapat mengkomunikasikan
dalam bentuk warna-warna tertentu sebagai pengganti bahasa dengan
kemampuannya sendiri. dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran
pikiran seseorang karena kemampuannya yang sangat terbatas dalam
mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang lebih banyak porsinya digunakan
dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal
kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, tetapi tetap tidak dapat
melebihi kemampuan bahasa dalam pengkomunikasian yang terbuka
dan transparan. Penggunaan bahasa sebagai “penerjemah” pikiran dapat
didukung dengan menggunakan gambar sebagai alat bantu pemahaman,
tetapi posisinya hanya sebagai pelengkap bahasa untuk lebih
mempertegas maksud dan tujuannya.
Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam
komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengutarakan
pikiran dan perasaan yang sesungguhnya melalui kata-kata yang tepat
dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan adanya makna ganda yang
terdapat dalam kata-kata yang digunakan, dan memungkinkan kesalahan
makna yang diterima. Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol,
B. Proses Komunikasi Sekunder
Setelah proses komunikasi primer, maka proses komunikasi kedua
adalah proses komunikasi sekunder. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Onong Uchjana Effendy bahwa, “Proses komunikasi secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama.” (Effendy, 2003: 16).
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya
berada ditempat yang relatif jauh atau dengan jumlah yang banyak.
Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, internet,
dan lain-lain adalah media kedua yang sering digunakan dalam
komunikasi. Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang
disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia
mengenai jarak, ruang, dan waktu.
Menurut Onong Uchjana Effendy, “Pentingnya peran media, yakni
media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensi
dalam mencapai komunikan.” (Effendy, 2003: 17). Surat kabar, radio,
atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai
Keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam
menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Menurut para ahli
komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan persuasif adalah
komunikasi tatap muka karena kerangkan acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses
komunikasinya umpan balik berlangsung seketika, dalam artian
komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu.
Ini berlainan dengan komunikasi bermedia, apalagi menggunakan
media massa yang tidak memungkinkan komunikator mengetahui
kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya dan
dalam proses komunikasinya, umpan balik tidak berlangsung saat itu
tetapi memerlukan waktu untuk menanggapinya.
Komunikasi sekunder ini merupakan sambungan dari komuniksi
primer untuk menembus ruang dan waktu. Dalam menata
lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator
harus mempertimbangkan sifat media yang akan digunakan. Penentuan
media yang akan dipergunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak
alternatif perlu didasari atas pertimbangan mengenai siapa komunikan
yang akan dituju.
Komunikan media surat, poster atau papan pengumuman akan