Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
ANALISIS RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA
DI SUMATERA UTARA
OLEH
NAMA : AYU PRIRADESI
NIM : 050503227 DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di
Sumatera Utara” adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum
pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks
penulisan skripsi level Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang
diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan
oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 21 Juli 2009
Yang membuat pernyataan,
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan,
kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten
dan Kota di Sumatera Utara”.
Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
penulis khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selama
penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan,
bantuan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan hati yang tulus penulis
mengucapkan terma kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan,
terutama :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak. sebagai Ketua Departemen
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak. sebagai Sekretaris
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Syamsul Bahri Trb, MM, Ak selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
4. Ibu Erlina,SE, Ak, Msi, PhD selaku dosen pembanding/penguji I yang telah
banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak selaku dosen pembanding/penguji II yang
telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
5. Secara khusus saya persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat saya
sayangi, Ayahanda Rasdianto dan Ibunda Aisyah. Terimakasih buat semua
kasih sayang, do’a, pengorbanan dan semangat yang telah diberikan. Semoga,
Ayu bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta, dan
juga untuk abang Yudha Pratama dan adik Reyhan Aristo, yang selalu
memberikan do’a, perhatian dan dukungannya.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 21 Juli 2009 Penulis,
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana tingkat kemandirian keuangan daerah pada pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara dan apakah ada perbedaan tingkat kemandirian antara pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara . Tingkat kemandirian keuangan daerah dihitung dengan membandingkan antara pendapatan asli daerah dengan total pendapatan daerahnya. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari objek penelitian. Sampel yang digunakan berjumlah 24 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kemandirian keuangan pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara adalah rendah sekali dan secara umum mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada umumnya, tidak terdapat perbedaan tingkat kemandirian keuangan antara pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze how the region financial independence ratio in regency and city at North Sumatera Province and is there the different of the region financial independence ratio between the regency and the city at North Sumatera Province. The region financial independence ratio is to be considered by dividing the local own revenue and the total of region revenue. This research use descriptive research method, which describe the characters and the real condition from the researh’s object. The samples of the research are 24 regency and city from 29 regency and city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Badan Pusat Statistik (BPS) of North Sumatera Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense.
The result of this research show that the region financial independence ratio in regency and city at North Sumatera Province are very low and become lower each year. Generally, there is no different about the region financial independence ratio between regency and city at North Sumatera Province.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 7
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 7
2. Keuangan Daerah 9
3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 10
4. Pendapatan Asli Daerah 12
5. Pendapatan Daerah 16
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
C. Kerangka Konseptual 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 22
B. Populasi dan Sampel 22
C. Jenis dan Sumber Data 23
D. Teknik Pengumpulan Data 23
E. Metode Analisis Data 23
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian 24
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Data Penelitian 25
1. Gambaran Umum Wilayah Sumatera Utara 25
2. Perkembangan PAD 29
3. Perkembangan Total Pendapatan Daerah 33
B. Analisis Hasil Penelitian 38
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 38
2. Perbedaan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Pemerintahan kabupaten/kota 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 54
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan
Kemampuan Keuangan Daerah 12
Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu 18
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 24
Tabel 4.1 Daftar Kota/Kabupaten Sampel 27
Tabel 4.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah pada Pemkab/
Pemko di Sumatera Utara 29
Tabel 4.3 Realisasi Total Pendapatan Daerah pada Pemkab/
Pemko di Sumatera Utara 34
Tabel 4.4 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 39
Tabel 4.5 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan
Kota di Sumatera Utara 51
Tabel 4.6 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 1998 Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang pada akhirnya mendorong keinginan kuat dari pemerintah pusat
untuk melepaskan sebagian wewenang pengelolaan keuangan kepada daerah. Dan
diharapkan daerah dapat membiayai kegiatan pembangunan dan pelayanan
masyarakat atas dasar kemampuan keuangan sendiri, atau disebut dengan
desentralisasi.
Untuk merealisasikan keinginan desentralisasi tersebut, pemerintah
menerapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (saat ini telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah. Maka,
pemerintahan daerah tingkat kota dan kabupaten diberi kewenangan dalam
menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahannya, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, hingga evaluasi. Sebagai konsekuensi
dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah memiliki kewajiban
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis,
adil, merata dan berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila
pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan potensi sumber daya keuangannya secara
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus
dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan dituangkan dalam APBD yang langsung maupun tidak langsung
mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan
tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.
Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut, pemerintah daerah sebagai
pihak yang diberikan tugas melaksanakan roda pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan
tugasnya dengan baik atau tidak. Di antara laporan pertanggungjawaban keuangan
yang harus disampaikan oleh pemerintah daerah adalah LRA (Laporan Realisasi
Anggaran). Menurut Bastian (2006:387), “Laporan realisasi anggaran adalah
laporan yang menggambarkan selisih antara jumlah yang dianggarkan dalam
APBD di awal periode dengan jumlah yang telah direalisasi dalam APBD di akhir
periode”. Dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, menyatakan bahwa “Laporan realisasi anggaran
menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/deficit dan
pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Laporan realisasi anggaran sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai
berikut ini.
1. Pendapatan
2. Belanja
3. Transfer
4. Surplus atau defisit
5. Penerimaan pembiayaan
6. Pembiayaan neto
7. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA)
Kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai desentralisasi atau otonomi daerah
ini merupakan kebijakan yang demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi
pemerintahan yang sesungguhnya. Dengan bergulirnya otonomi daerah,
diharapkan pemerintah daerah akan semakin mandiri di dalam pelaksanaan
pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing, sebab daerah
diberikan kebebasan untuk mengelola wilayahnya sendiri. Menurut Mardiasmo
(2002:59)
Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public services) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (public) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
sarana dan prasarana publik. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilakukan
secara mandiri oleh daerah. Pembangunan yang dilaksanakan akan banyak
memberikan manfaat bagi daerah diantaranya : meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan masyarakat, mendorong perkembangan perekonomian daerah,
mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mendorong kegiatan
investasi.
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ini merupakan
salah satu tujuan dari otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan
daerah dapat memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing secara mandiri. Dan
dengan otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mencapai suatu
kemandirian keuangan daerah.
Pemerintahan Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki
potensi PAD yang cukup besar, sehingga diharapkan seluruh kota dan kabupaten
di Sumatera Utara telah mandiri dalam membiayai kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan kabupaten dan
kota di Sumatera memiliki potensi PAD yang berbeda. Secara umum,
pemerintahan kota memiliki jumlah PAD yang lebih besar daripada pemerintahan
kabupaten, sehingga dalam pengukuran rasio kemandirian keuangan daerah setiap
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
dianalisis kemandirian keuangan daerah untuk mengukur tingkat kemandirian
pada pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
rasio kemandirian keuangan daerah pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera
Utara pada era otonomi daerah, yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang
berjudul : “Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan penlitian ini adalah :
1. Bagaimana tingkat kemandirian keuangan daerah pada pemerintahan
kabupaten dan kota di Sumatera Utara ?
2. Apakah ada perbedaan tingkat kemandirian antara pemerintahan kabupaten
dan kota di Sumatera Utara?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kemandirian keuangan daerah pada
pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kemandirian antara
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
dan pengetahuan peneliti mengenai kemandirian keuangan daerah.
2. Bagi pemerintah daerah, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah.
3. Bagi pihak lain atau pembaca, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan dan referensi dalam melakukan penelitian pada
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu instrumen
kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Tugas utama dari anggaran adalah
mengendalikan aktivitas fiskal pemerintah, mengkaji tindakan sebelumnya dan
mengetahui program pemerintah di masa yang akan datang. Anggaran Daerah
menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas
pemerintah daerah.
Menurut Halim (2004 : 15) :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu Anggaran Daerah, yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.
Menurut Saragih (2003 : 127) :
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Menurut Bastian (2006 : 189) APBD merupakan “pengejawantahan rencana
kerja Pemerintah daerah dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu
tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik”. Sedangkan berdasar
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, ” Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah suatu rencana keuangan tahuna Daerah yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD”. Dapat disimpulkan bahwa APBD
merupakan rencana kerja pemerintah daerah untuk satu periode tertentu, biasanya
satu tahun, yang disusun berdasarkan peraturan tentang APBD.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun berdasarkan pendekatan
kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah daerah bersama-sama DPRD menyusun
Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD harus memuat
sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang
diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan,
serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja
modal/investasi.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 terdapat pada pasal 22, yaitu :
pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah.
2. Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan
bahwa “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut”.
Menurut Munir, dkk (2004:96) “Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan,
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
dan Belanja Daerah”. Kebijakan keuangan daerah diarahkan pada tercapainya
sasaran pembangunan, terwujudnya perekonomian daerah yang mandiri sebagai
usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan
kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah dapat diartikan
sebagai ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan
daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih
tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang
berlaku”.
Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
”keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dimana yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah
APBD dan barang-barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang
dipisahkan meliput i BUMD”. Pemerintah daerah selaku pengelola dana publik
harus menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan,
tepat waktu dan dapat dipercaya.
3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian
keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan
pemerintah pusat ataupun pinjaman. Tujuan pengukuran kemandirian keuangan
daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapa
menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Menurut Widodo dalam Halim (2004:232), rasio kemandirian keuangan
daerah adalah sebagai berikut :
Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian =
Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman
Rasio kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, atau daerah tersebut semakin
mandiri, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah.
Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.
Pola Hubungan Pusat-Daerah menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan
undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, yaitu dijelaskan berikut ini.
1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial).
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat
semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.
Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat kemandirian dan
kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks seperti tampak pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.1
Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubunggan Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif
Rendah > 25 – 50 Konsultatif Sedang > 50 – 75 Partisipatif Tinggi > 75 – 100 Delegatif
Sumber : Halim 2001
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Menurut Bastian dan Soepriyanto (2002:49), defenisi pendapatan adalah
peningkatan aktiva atau penurunan hutang/ kewajiban yang berasal dari berbagai
kegiatan di dalam periode akuntansi atau periode anggaran tertentu. Tidak
termasuk peningkatan aktiva dari pembelian harta, hibah, dan pinjaman.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Menurut Halim (2004:98), “Pendapatan Asli Daerah
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah”. Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan
untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan
usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang sah”.
b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
PAD dapat dikelompokkan menjadi di bawah ini.
1. Pajak Daerah
Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.
18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak
daerah adalah :
Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Jenis pajak daerah adalah di bawah ini.
a. Pajak Propinsi
Jenis-jenis pajak Propinsi antara lain di bawah ini.
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air.
3. Pajak Bahan Bahkar Kendaraan Bermotor.
4. Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
b. Pajak Kabupaten / Kota
Jenis-jenis pajak Kabupaten/Kota antara lain di bawah ini.
1. Pajak Hotel.
2. Pajak Restoran.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
4. Pajak Reklame.
5. Pajak Penerangan Jalan.
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
7. Pajak Parkir.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi,
yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atau pemakaian karena memperoleh
jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain retribusi daerah adalah
pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan secara langsung dan nyata. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34
tahun 2004 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan: a. Retribusi
Jasa Umum; b. Retribusi Jasa Usaha; c.Retribusi Perizinan Tertentu.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan diantaranya adalah bagian laba atas penyertaan
modal pada BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang Sah
Pendapatan lain-lain yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemerintah daerah. Yang termasuk pendapatan lain-lain antara lain
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
pajak dan retribusi, pendapatan dari angsuran penjualan, penerimaan atas tuntutan
ganti kerugian daerah, dan penerimaan jasa giro.
Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri 13/2006 adalah sebagai berikut:
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan kerugian daerah,penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapaan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas social dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa
sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak
dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang sah.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan
untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan
terdiri namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan
kontribusi anggaran, sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan.
Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh
beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi, kemampuan dan
kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi
masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro.
Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah
propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan
dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang
didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 pasal 157 menyebutkan bahwa ”sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.
Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.”
Bantuan pemerintah pusat atau propinsi dan pinjaman merupakan pendapatan
daerah yang berasal dari sumber lain. Sumber-sumber pendapatan daerah yang
bukan PAD antara lain dijelaskan berikut ini.
1. Dana Perimbangan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Semua pendapatan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Kelompok dana perimbangan ini adalah: Bagi hasil pajak, Bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana perimbangan dari propinsi.
2. Lain-lain pendapatan yang sah yaitu pendapatan yang bukan berasal dari
PAD maupun dana perimbangan.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan
Tahun
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Marnanda B. Sinaga (2007) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan
Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (Studi Kasus pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang) Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, Kemandirian Pembiayaan, dan Rasio Efisiensi Dengan Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, dan Kemandirian Pembiayaan mengalami penurunan kinerja keuangan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Sedangkan dengan rasio efisiensi mengalami peningkatan setelah otonomi daerah. Rifana Ayu (2007) Analisis Pengaruh DAU tehadap Kemandirian Keuangan Daerah dalam Era Otonomi Daerah Sudi Kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota
Sumatera Utara
1. Variabel dependen : Kemandirian
Keuangan Daerah 2. Variabel independen :
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
1. Sinaga (2007)
Judul penelitiannya adalah “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan
Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (Studi Kasus pada
Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang)” untuk menganalisis kinerja
keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada
pemerintah kabupaten Deli Serdang dari tahun anggaran 1997/1998
sampai dengan tahun anggaran 2004, di mana tahun anggaran 2001
merupakan tahun dimulainya otonomi daerah pada pemerintah Kabupaten
Deli Serdang. Untuk menganalisis kinerja keuangan daerah tersebut,
peneliti menggunakan rasio-rasio diantaranya desentralisasi fiskal, upaya
fiskal, kemandirian pembiayaan, dan rasio efisiensi. Hasil perhitungan
dengan rasio desentralisasi fiskal, upaya fiskal dan kemandirian
pembiayaan mengalami penurunan kinerja keuangan pemerintah daerah
setelah diberlakukannya otonomi daerah. Sedangkan perhitungan dengan
rasio efisiensi penggunaan anggaran kinerja keuangan pemerintah daerah
mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan berlakunya
otonomi daerah ternyata tidak memperbaiki rata-rata kinerja keuangan
pemerintah daerah.
2. Ayu (2007)
Judul penelitiannya adalah “Analisis Pengaruh DAU Terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus
Pemerintahan Kabupaten/Kota Sumatera Utara”. Penelitian ini dilakukan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Sumatera Utara
tahun 2003-2005. Hasil pengujian menunjukkan bahwa DAU memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah
Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
C. Kerangka Konseptual
Penelitian ini merupakan suatu kajian dari berbagai konsep teori dan kajian
penelitian terdahulu. Dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi atau
otonomi daerah diharapkan daerah dapat membiayai kegiatan pembangunan dan
pelayanan masyarakat atas dasar kemampuan keuangan sendiri.
Pemerintahan Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki
potensi PAD yang cukup besar, sehingga diharapkan seluruh kota dan kabupaten
di Sumatera Utara telah mandiri dalam membiayai kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, pemerintah daerah
wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang dituangkan dalam
Laporan Realisasi Anggaran.
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian
keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan
[image:32.595.134.495.239.590.2]berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota di
Sumatera Utara
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintahan Kota
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan Kabupaten
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintahan Kabupaten
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan Kota
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya
dari objek penelitian.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004:73). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kabupaten/Kota yang ada di propinsi
Sumatera Utara. ” Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono,2004:73). Metode pengambilan sampel
dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Beberapa kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan
sampel adalah berikut ini.
1. Kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
Realisasi Anggarannya selama periode 2005-2007.
2. Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara yang
tersedia pada Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan kedua kriteria, didapatkan hanya sebanyak 24 sampel yang
memenuhi kriteria tersebut yang terdiri dari 17 Kabupaten dan 7 Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
bersumber dari dokumen Laporan Realisasi Anggaran yang diperoleh dari situs
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan di dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan
untuk penulisan adalah berikut ini.
1. Teknik Dokumentasi, yaitu dengan melalui pencatatan ataupun fotokopi atas
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
2. Teknik Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan
dari buku, perpustakaan, artikel, dan sumber-sumber lain yang dapat
mendukung keakuratan data.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah berikut ini.
1. Metode deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan, mengolah, dan
menginterpretasikan data yang diperoleh yang didasarkan pada penggambaran
yang mendukung analisa tersebut, analisis ini menekankan pada pemahaman
mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi
realitas yang kompleks dan rinci yang sifatnya menjelaskan secara uraian atau
dalam bentuk kalimat.
2. Metode komparatif, yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari
objek penelitian kemudian saling dibandingkan satu sama lain sehingga dapat
dianalisis perbedaannya.
G. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan di Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, yang
berlokasi di Jalan Asrama No. 179 Medan, 20123, telp:8452343.
Jadwal penelitian pada tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Data Penelitian
1. Gambaran Umum Wilayah Sumatera Utara
Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar
ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Letak propinsi ini sangat strategis
karena berada pada jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan negara
Malaysia da Singapura. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut:
a. sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
b. sebelah selata berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.
c. sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
d. sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka.
Tahapan Penelitian Tahun 2009
Apr Mei Juni Juli Agt Pengajuan Proposal
Pencarian Data Awal
Penyusunan dan penyelesaian proposal
Bimbingan dan Perbaikan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 6
kelompok wilayah yaitu sebagai berikut.
a. Pesisir Timur
b. Pegunungan Bukit Barisan
c. Pesisir Barat
d. Kepulauan Nias
e. Kepulauan Batu
f. Pulau Samosir di Danau Toba
Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya,
Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka
pada tahun 1945. Pada tahun 1950 Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi
sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari
Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680
km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota, 325 kecamatan, dan 5.456
kelurahan/desa.
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di
Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak,
Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Islam,
Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil
pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk Propinsi Sumatera
Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa penduduk
Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % per tahun sejak tahun 1990. Jumlah
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Hasil Sementara Pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Penduduk. Selanjutnya dari
hasil estimasi jumlah penduduk pada Juni 2005 diperkirakan sebesar 12,3 juta
jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² da
tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km².
Wilayah Propinsi Sumatera Utara memiliki potensi lahan yang cukup luas dan
subur utuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan
industri. Laut, danau, dan sungai merupakan potensi perikanan dan perhubungan.
Keindahan alam juga merupakan potensi energik untuk pengembangan industri
perdagangan dan industri wisata.
Dalam wilaah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang seperti
kapur, belerang, pasir, kuarsa, kaolin, emas, batubara, minyak, dan gas bumi.
Kegiatan perekonomian yang terpenting di Sumatera Utara adalah pada sektor
pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budi daya ekspor dari
perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Industri
yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang menunjang
sektor pertanian, industri yang memproduksi barang-barang kebutuhan dalam
negeri dan ekspor, meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia dasar,
industri kecil dan kerajinan.
Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdagangan
internasional, ditunjang oleh adanya pelabuhan udara dan laut yaitu pelabuhan
udara Polonia, Pinangsori, Binaka, Aek Godang, dan pelabuhan laut Belawan,
Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Bali, Teluk Nibuna, Kuala Tanjung, dan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Sebelum melakukan analisis terhadap data harus terlebih dahulu
memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel.
Adapun kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan
pertimbangan yang ditentukan oleh penulis adalah sebanyak 24 sampel untuk
[image:39.595.115.512.281.724.2]setiap tahunnya. Kota/Kabupaten yang dimaksud adalah berikut ini.
Tabel 4.1
Daftar Kota/Kabupaten Sampel
NO. NAMA KABUPATEN/ KOTA KRITERIA SAMPEL
1 2
1. Kota Medan √ √ Sampel 1
2. Kota Binjai √ √ Sampel 2
3. Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 3
4. Kota Sibolga √ √ Sampel 4
5. Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 5
6. Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 6
7. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 7
8. Kabupaten Batu Bara X X -
9. Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 8
10. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 9
11. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 10
12. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 11
13. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 12
14. Kabupaten Pakphak Barat √ √ Sampel 13
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
16. Kabupaten Nias Selatan √ √ Sampel 15
17. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 16
18. Kabupaten Karo √ √ Sampel 17
19. Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 18
20. Kabupaten Samosir √ √ Sampel 19
21. Kabupaten Nias X √ -
22. Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 20
23. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 21
24. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 22
25. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 23
26. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 24
27. Kabupaten Angkola Sipirok X X -
28. Kabupaten Padang Lawas X X -
29. Kabupaten Padang Lawas Utara X X -
Sumber :
Badan Pusat Satatistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2008
2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Data realisasi pendapatan asli daerah seluruh pemerintahan kabupaten dan
kota di Sumatera Utara dari tahun 2005 sampai 2007 yang diperoleh penulis dapat
[image:40.595.113.512.112.474.2]dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Realisasi Pendapatan Asli Daerah pada Pemkab / Pemko di Sumatera Utara (dalam ribuan rupiah)
No. NAMA KABUPATEN/KOTA PAD
2005 2006 2007
1. KOTA MEDAN 282228792 312862351 312467370
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
3. KOTA PEMATANG SIANTAR 14923315 16207940 18789656
4. KOTA SIBOLGA 6057446 7831431 8521967
5. KOTA PADANG SIDEMPUAN 4682000 7262135 9039773 6. KOTA TANJUNG BALAI 9574573 10319734 11698025 7. KOTA TEBING TINGGI 6851238 13385946 15255982
8. KAB. HUMBANG
HASUNDUTAN 3087312 6332872 7576209
9. KAB. ASAHAN 23100001 29143500 31030123
10. KAB. DAIRI 5243095 8047422 8788285
11. KAB. TAPANULI TENGAH 5697235 8598345 10544157 12. KAB. TOBA SAMOSIR 8617024 13588094 7268449 13. KAB. PAKPHAK BARAT 1373000 2988976 3970484 14. KAB. TAPANULI UTARA 6954793 9665704 9718210 15. KAB. NIAS SELATAN 1796000 4150392 5937817 16. KAB. DELI SERDANG 59145801 62301849 76696878
17. KAB. KARO 12750000 17007157 18814872
18. KAB. SERDANG BEDAGAI 12896921 13073219 10275010 19. KAB. SAMOSIR 5210897 10302191 13366295 20. KAB. LABUHAN BATU 25454818 38976417 36771409 21. KAB. MANDAILING NATAL 5801500 9295720 11311080 22. KAB. LANGKAT 16834743 18640503 32122090 23. KAB. TAPANULI SELATAN 7547546 18389383 21752835 24. KAB. SIMALUNGUN 18822379 26803259 31560621
Total 557653215 676307392 723589920
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara, 2008
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jumlah PAD yang diperoleh daerah pemerintahan
kabupaten dan kota di Sumatera Utara cenderung mengalami perubahan setiap
tahunnya. Hal ini dapat terlihat dari nilai PAD pada seluruh kabupaten dan kota di
Sumatera Utara pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp 557.653.215.000, yang
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
sehingga menjadi Rp 676.307.392.000, dan pada tahun 2007 mengalami
peningkatan sebesar Rp 47.282.528.000 sehingga menjadi Rp 723.589.920.000.
Perkembangan PAD seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Utara diuraikan
sebagai berikut : untuk PAD Kota Medan pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 30.633.559.000, dan pada tahun 2007 berkurang sebesar
Rp 394.981.000. Untuk Kota Binjai pada tahun 2006 mengalami penurunan
sebesar Rp 1.869.934.000, dan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar Rp
820.529.000. Untuk Kota Pematang Siantar pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 1.284.625.000, dan tahun 2007 juga meningkat sebesar
Rp 2.581.716.000. Untuk Kota Sibolga PAD pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 1.773.985.000, dan pada tahun 2007 juga meningkat
sebesar Rp 690.536.000. Untuk Kota Padang Sidempuan pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp 2.580.135.000, dan pada tahun 2007
bertambah sebesar Rp 1.777.638.000. Untuk Kota Tanjung Balai pada tahun 2006
meningkat sebesar Rp 745.161.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
1.378.291.000. Untuk Kota Tebing Tinggi mengalami peningkatan pada tahun
2006 sebesar Rp 6.534.708.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebanyak Rp
1.870.036.000.
Untuk Kabupaten Humbang Hasunduntan, mengalami peningkatan pada tahun
2006 sebesar Rp 3.245.560.000, lalu pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
1.243.337.000. Untuk Kabupaten Asahan, mengalami peningkatan pada tahun
2006 sebesar Rp 6.043.499.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
sebesar Rp 2.804.327.000, kemudian pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
740.863. Untuk Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2006 meningkat sebesar
Rp 2.901.110.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 1.945.812.000.
Untuk Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2006 mengalami peningkatan yang
cukup besar yaitu Rp 4.971.070.000, sedangkan pada tahun 2007 mengalami
penurunan sebesar Rp 6.319.645.000. Untuk Kabupaten Pakphak Barat pada
tahun 2006 meningkat sebesar Rp 1.615.976.000, dan tahun 2007 mengalami
peningkatan sebesar Rp 981.508.000. Untuk Kabupaten Tapanuli Utara pada
tahun 2006 mengalami peningkatan yaitu Rp 2.710.911.000, dan pada tahun 2007
hanya meningkat sebesar Rp 52.506.000. Untuk Kabupaten Nias Selatan pada
tahun 2006 meningkat sebesar Rp 2.354.392.000, dan untuk tahun 2007
meningkat sebesar Rp 1.787.425.000. Untuk Kabupaten Deli Serdang pada tahun
2006 mengalami peningkatan sebesar Rp 3.156.048.000, dan pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 14.395.029.000. Untuk Kabupaten Karo pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp4.257.157.000, dan pada tahun 2007 juga
mengalami peningkatan sebesar Rp 1.807.715.000. Untuk Kabupaten Serdang
Bedagai jumlah pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp 176.298.000, sedangkan
pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar Rp 2.798.209.000. Untuk
Kabupaten Samosir pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp 5.091.294.000, dan
pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 3.064.104.000. Untuk Kabupaten Labuhan
Batu pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp 13.521.599.000, sedangkan pada
tahun 2007 mengalami penurunan sebesar Rp 2.205.008.000. Untuk Kabupaten
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
3.494.220.000, dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp
2.015.360.000. Untuk Kabupaten Langkat pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp
1.805.760.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 13.481.587.000.
Untuk Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2006 sebesar Rp 10.841.837.000,
dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 3.363.452.000. Untuk Kabupaten
Simalungun pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp 7.980.880.000, dan pada
tahun 2007 meningkat sebesar Rp 4.757.362.000.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kabupaten dan kota di Sumatera Utara
memiliki potensi PAD yang cukup baik, namun terdapat ketidakstabilan jumlah
PAD setiap tahunnya pada masing-masing kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
Pada umumnya, jumlah PAD tiap kabupaten dan kota mengalami kenaikan setiap
tahunnya, walaupun ada beberapa kabupaten maupun kota yang mengalami
penurunan jumlah PAD pada tahun 2006, seperti pada Kota Binjai, dan pada
tahun 2007, seperti pada Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Toba Samosir,
Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kabupaten Labuhan Batu. Pada umumnya
kenaikan jumlah PAD terjadi pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007
cenderung mengalami penurunan dalam kenaikan jumlah PAD jika dibandingkan
dari tahun 2006. Pada tahun 2006, kabupaten ataupun kota yang mengalami
kenaikan jumlah PAD terbesar adalah Kota Medan, sedangkan pada tahun 2007,
kabupaten ataupun kota yang mengalami kenaikan jumlah PAD terbesar adalah
Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten ataupun kota yang memiliki jumlah PAD
terbesar adalah Kota Medan untuk tahun 2005, 2006 ataupun 2007.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Data realisasi pendapatan daerah pemerintahan kabupaten dan kota di
Sumatera Utara dari tahun 2005 sampai 207 yang telah diperoleh penulis dapat
[image:45.595.114.525.321.736.2]dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3
Realisasi Total Pendapatan Daerah pada Pemkab / Pemko di Sumatera Utara
(dalam ribuan rupiah) No. NAMA KABUPATEN
KOTA
TOTAL PENDAPATAN DAERAH
2005 2006 2007
1. KOTA MEDAN 1156210071 1398910993 1643205293 2. KOTA BINJAI 192895661 308361348 346023983
3. KOTA PEMATANG
SIANTAR 226960698 318426731 379287655
4. KOTA SIBOLGA 141203270 208106105 247186480
5. KOTA PADANG
SIDEMPUAN 165054422 257272898 333277674
6. KOTA TANJUNG BALAI 146019493 233812138 262423283 7. KOTA TEBING TINGGI 142278558 236430320 274317596
8. KAB. HUMBANG
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara, 2008
Total Pendapatan Daerah (TPD) merupakan total pendapatan yang diterima
daerah yang berasal dari daerahnya sendiri ataupun dari luar seperti bantuan
pemerintahan pusat atau propinsi. TPD pemerintahan kabupaten dan kota di
Sumatera Utara cenderung mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal ini dapat
terlihat pada nilai TPD seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Utara pada tahun
2005 yaitu Rp 6.574.293.490.000, yang kemudian pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 3.860.126.787.000 sehingga menjadi Rp
10.434.420.277.000, dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp
2.069.026.763.000 sehingga menjadi Rp 12.503.447.040.000.
Perkembangan TPD pada pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara
dari tahun 2005 sampai 2007 adalah sebagai berikut : untuk Kota Medan
mengalami kenaikan sebesar Rp 242.700.922.000 pada tahun 2006, dan pada
tahun 2007 meningkat sebesar Rp 244.294.300.000. Untuk Kota Binjai pada tahun
2006 meningkat sebesar Rp 115.465.687.000, dan pada tahun 2007 meningkat
sebesar Rp 37.662.635.000. Untuk Kota Pematang Siantar pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp 91.466.033.000, kemudian pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 60.860.924.000. Untuk Kota Sibolga pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp 66.902.835.000, dan pada tahun 2007 NATAL
22. KAB. LANGKAT 423973558 663903528 818789132
23. KAB. TAPANULI
SELATAN 364472131 581097585 706430371
24. KAB. SIMALUNGUN 407912278 680657524 801073382
Total
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
meningkat sebesar Rp 39.080.375.000. Untuk Kota Padang Sidempuan pada
tahun 2006 meningkat sebesar Rp 92.218.476.000, dan tahun 2007 meningkat
sebesar Rp 76.004.776.000. Untuk Kota Tanjung Balai pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp 87.792.645.000, lalu pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 28.611.145.000. Untuk Kota Tebing Tinggi TPD tahun
2006 sebesar Rp 94.151.762.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
37.887.276.000.
TPD untuk Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 140.783.211.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar
Rp 65.592.082.000. Untuk Kabupaten Asahan pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar Rp 237.204.068.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar
Rp 98.964.904.000. TPD untuk Kabupaten Dairi mengalami peningkatan sebesar
Rp 158.287.992.000 pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
55.501.631.000. Untuk Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2006 meningkat
sebesar Rp 99.667.949.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp
67.600.943.000. TPD untuk Kabupaten Toba Samosir mengalami peningkatan
pada tahun 2006 sebesar Rp 127.021.629.000, dan pada tahun 2007 meningkat
sebesar Rp 74.579.814.000. Untuk TPD Kabupaten Pakphak Barat pada tahun
2006 mengalami peningkatan sebesar Rp 107.562.973.000, dan pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 35.188.020.000. TPD untuk Kabupaten Tapanuli Utara
pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp 148.087.291.000, kemudian
pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 90.263.629.000. Untuk Kabupaten Nias
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 44.821.271.000. TPD untuk
Kabupaten Deli Serdang mengalami peningkatan sebesar Rp 325.776.211.000
pada tahun 2006, dan meningkat sebesar Rp 185.388.042.000 pada tahun 2007.
Untuk Kabupaten Karo mengalami peningkatan sebesar Rp 166.199.859.000 pada
tahun 2006, lalu pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 97.489.843.000. TPD
untuk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2006 mengalami peningkatan
sebesar Rp 143.767.485.000, lalu pada tahun 2007 mengalami peningkatan
sebesar Rp 74.035.878.000. Untuk Kabupaten Samosir pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar Rp 131.357.466.000, dan pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 60.991.698.000. Untuk Kabupaten Labuhan Batu pada
tahun 2006 meningkat sebesar Rp 257.833.153.000, dan pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp 105.648.301.000. TPD untuk Kabupaten Mandailing Natal
mengalami kenaikan sebesar Rp 154.237.145.000 pada tahun 2006, dan pada
tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp 87.925.028.000. Untuk Kabupaten
Langkat mengalami peningkatan sebesar Rp 239.929.970.000 pada tahun 2006,
dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp 154.885.604.000. Untuk
Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp
216.625.454.000, dan pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp 125.332.786.000.
TPD untuk Kabupaten Simalungun pada tahun 2006 mengalami peningkatan
sebesar Rp 272.745.246.000, dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan
sebesar Rp 120.415.858.000.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa TPD terbesar adalah pada Kota Medan
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
daerah pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera Utara pada umumnya
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2006, jumlah TPD pemerintahan
kabupaten dan kota di Sumatera Utara mengalami kenaikan yang cukup
signifikan, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan dalam kenaikan
jumlah TPD. Pada tahun 2006, kabupaten ataupun kota di Sumatera Utara yang
mengalami kenaikan jumlah TPD terbesar adalah Kabupaten Simalungun,
sedangkan pada tahun 2007 adalah Kota Medan.
B. Analisis Hasil Penelitian
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah digunakan untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian
keuangan daerah dimaksudkan untuk melihat ketergantungan daerah terhadap
dana eksternal, yang ditunjukkan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan
total pendapatan daerah. Secara umum, semakin tinggi rasio kemandirian
keuangan daerah berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap dana
eksternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, atau daerah
tersebut semakin mandiri, an demikian pula sebaliknya.
Data rasio kemandirian keuangan daerah pemerintahan Kabupaten dan Kota di
Sumatera Utara dari tahun 2005 sampai 2007 yang telah diolah oleh penulis dapat
terlihat pada tabel berikut ini.
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (dalam persentase)
No. Kabupaten dan Kota Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
2005 2006 2007
1 Kota Medan 24,40 22,36 19,01
2 Kota Binjai 6,74 3,61 2,98
3 Kota Pematang Siantar 6,57 5,09 4,95
4 Kota Sibolga 4,28 3,76 3,44
5 Kota Padang Sidempuan 2,83 2,82 2,71
6 Kota Tanjung Balai 6,55 4,41 4,45
7 Kota Tebing Tinggi 4,81 5,66 5,56
8 Kabupaten Humbang
Hasundutan 2,50 2,39 2,29
9 Kabupaten Asahan 5,85 4,61 4,24
10 Kabupaten Dairi 2,82 2,34 2,20
11 Kabupaten Tapanuli
Tengah 2,85 2,87 2,87
12 Kabupaten Toba Samosir 5,59 4,83 2,04
13 Kabupaten Pakphak
Barat 1,84 1,64 1,82
14 Kabupaten Tapanuli
Utara 3,30 2,69 2,16
15 Kabupaten Nias Selatan 1,57 1,61 1,96
16 Kabupaten Deli Serdang 11,53 7,43 7,49
17 Kabupaten Karo 5,24 4,15 3,71
18 Kabupaten Serdang
Bedagai 4,98 3,24 2,15
19 Kabupaten Samosir 4,84 4,31 4,45
20 Kabupaten Labuhan Batu 6,36 5,92 4,81
21 Kabupaten Mandailing
Natal 2,53 2,42 2,39
22 Kabupaten Langkat 3,97 2,80 3,92
23 Kabupaten Tapanuli
Selatan 2,07 3,16 3,07
24 Kabupaten Simalungun 4,61 3,93 3,93
Sumber data : Data yang diolah peneliti, 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat rasio kemandiran keuangan daerah pada
Ayu Priradesi : Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara, 2009.
2007. Secara umum, rasio kemandirian keuangan daerah pemerintahan kabupaten
dan kota di Sumatera Utara mengalami perubahan setiap tahunnya.
Berikut ini adalah perkembangan kemandirian keuangan daerah yang dilihat
dari rasio kemandirian keuangan daerah pada seluruh pemerintahan kabupaten dan
kota di Sumatera Utara.
Untuk Kota Medan pada tahun 2005 adalah 24,4%, kemudian pada tahun
2006 mengalami penurunan sebesar 2,04% sehingga menjadi 22,36%, dan pada
tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 3,35% sehingga menjadi 19,01%. Rasio
kemandirian keuangan daerah kota Medan mengalami penurunan dari tahun 2005
sampai 2007. Berdasarkan tabel 2.1, kemampuan keuangan Kota Medan adalah
rendah sekali, dan pola hubungan pemerintahan pusat/propinsi dengan kota
Medan adalah instruktif yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian pemerintah daerah. Dapat dikatakan bahwa Kota Medan tidak
mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial atau belum mandiri.
Untuk Kota Binjai pada tahun 2005 adalah 6,74%, lalu pada tahun 2006
mengal