KONSEP DIRI ANAK USIA REMAJA YANG MENGALAMI
FRAKTUR DI RINDU B3 ORTHOPEDI
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Mimi Asmita Hidayatun 081121060
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Konsep Diri Anak Usia Remaja yang Mengalami Fraktur di Rindu B3 Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan
Nama : Mimi Asmita Hidayatun Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2010
Tanggal Lulus : 02 Juli 2010
Pembimbing Penguji I
Farida Linda Sari Siregar, M.Kep Reni Asmara A. S.Kp, MARS NIP. 19780320 2005 01 2003 NIP. 19750220 2001 12 2001
Penguji II
Nur Asnah Sitohang S.Kep,Ns. M.Kep NIP. 1974050 2002 12 2001
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Medan, 02 Juli 2010 Pembantu Dekan I
Erniyati, S.Kp, MNS
Judul : Konsep Diri Anak Usia Remaja Yang Mengalami Fraktur Di Rindu B3 Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Mimi Asmita Hidayatun
NIM : 081121060
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2010
ABSTRAK
Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan menghasilkan daya untuk menekan. Pada remaja yang mengalami fraktur dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan perubahan konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan gangguan peran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur yang dilakukan pada tanggal 21 April sampai 21 Mei 2010 di Rindu B3 Orthopedi RSUP.H.Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan membagikan kuesioner data demografi dan pernyataan tentang konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur. Teknik pengambilan sampel adalah seluruh populasi dengan Jumlah sampel sebanyak 32 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur termasuk dalam kategori konsep diri negatif sebanyak 17 orang (53,1%)dan konsep diri yang positif 15 orang (46,9 %), tetapi salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri yang realistik sebanyak 19 orang (59,4%), artinya bahwa fraktur tidak memepengaruhi persepsi remaja yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan hidup, dan nilai-nilai sesuai dengan harapan hidupnya tidak mengalami gangguan. Diharapkan bagi praktek keperawatan agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi remaja yang mengalami fraktur agar mempunyai konsep diri yang positif dengan melakukan pengobatan yang intensif dan dapat memberikan penanganan dari segi kuratif dengan baik sehingga remaja dapat segera kembali ke lingkungannya dan menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang konsep diri remaja yang mengalami fraktur.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik, dengan
judul : “Konsep Diri Anak Usia Remaja yang Mengalami Fraktur di Rindu B3
Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat persyaratan
menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan. Selama proses pembuatan skripsi ini,
saya banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Farida Lindasari
Siregar, S.Kp, Ns, M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
menyediakan waktu, masukan, dan saran yang berharga bagi saya. Terima kasih
kepada Ibu Jenni M. Purba, S.Kp, MNS selaku Dosen Penguji Validitas Instrumen
Penelitian, Ibu Reni Asmara A., S.Kp, MARS dan Ibu Nurasnah Sitohang, S.Kep,
Ns.M.Kep selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi
saya. Terimakasih kepada Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Keperawatan, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku PD I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,
MNS selaku PD II dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku PD III
serta seluruh dosen, staf pengajar, staf administrasi di Fakultas Keperawatan USU
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan keperawatan.
Terimakasih kepada orangtua dan saudara-saudari saya yang telah
mendoakan dan memberikan dorongan kepada saya. Terima kasih juga kepada
teman dekat dan teman-teman Fakultas Keperawatan Angkatan 2008 atas
dorongan semangat kepada saya, serta kepada semua pihak yang telah membantu
saya baik secara moril dan materil, saya ucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis berharap Mudah-mudahan skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi di dunia
kesehatan terutama keperawatan.
Medan, Juni 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 5
1.4.2 Bagi Praktek Keperawatan ... 5
1.4.3 Bagi Peneliti Keperawatan ... 5
BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.1.5 Gejala Klinis dan Diagnosa Fraktur ... 9
2.1.6 Komplikasi ... 10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ... 11
2.1.8 Penatalaksanaan ... 11
2.2Perkembangan Konsep Diri pada UsiaRemaja ... 12
2.3Konsep Diri ... 13
2.3.1 Definisi ... 13
2.3.2 Komponen Konsep Diri ... 13
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 17
2.3.4 Rentang Respon Konsep Diri ... 19
2.3.5 Perkembangan Konsep Diri pada Remaja... 20
BAB 3. Kerangkan Penelitian 3.1Kerangka Konseptual ... 22
BAB 4. Metodologi Penelitian
4.4Perkembangan Etika Penelitian ... 26
4.5Instrumen Penelitian ... 27
4.5.1 Kuesioner Penelitian ... 27
4.5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 28
4.6Pengumpulan Data ... 29
5.1.6 Deskripsi Identitas Diri Diri ... 39
5.2Pembahasan ... 40
5.2.1 Gambaran Diri Remaja yang Mengalami Fraktur Di Ruang B3 Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 40
5.2.2 Ideal Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 42
5.2.3 Harga Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 43
5.2.4 Peran Diri Remaja yang Mengalami Fraktur Di Ruang B3 Ortopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 44
5.2.5 Identitas Remaja yang Mengalami Fraktur Di Ruang B3 Ortopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 46
BAB 6. Kesimpulan dan Saran
6.1Kesimpulan ... 50 6.2Saran ... 50
Daftar Pustaka
Lampiran
1. Inform Consent
2. Jadwal Tentatif Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Surat Izin Penelitian
5. Instrumen Penelitian
6. Tabel Hasil Penelitian
Daftar Skema
1. Rentang Respon Konsep Diri
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Distribusi Data Penderita di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 31
Tabel 5.2 Distribusi Jawaban Remaja yang Mengalami Fraktur Tentang Gambaran Diri di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 34
Tabel 5.3 Distribusi Gambaran Diri Remaja Fraktur di Rindu B3
Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 34
Tabel 5.4 Distribusi Jawaban Remaja yang Mengalami Fraktur Tentang Ideal Diri di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 34
Tabel 5.5 Distribusi Ideal Diri Remaja Fraktur di Rindu B3
Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 35
Tabel 5.6 Distribusi Jawaban Remaja yang Mengalami Fraktur Tentang Harga Diri di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 36
Tabel 5.7 Distribusi arga Diri Remaja Fraktur di Rindu B3
Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 37
Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Remaja yang Mengalami Fraktur Tentang Peran Diri di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 37
Tabel 5.9 Distribusi Peran Diri Remaja Fraktur di Rindu B3
Orthopedi RSUP H.Adam Malik Medan ... 38
Tabel 5.10 Distribusi Jawaban Remaja yang Mengalami Fraktur Tentang Identitas Diri di Rindu B3 Orthopedi RSUP
H.Adam Malik Medan ... 39
Tabel 5.11 Distribusi Identitas Diri Remaja Fraktur di Rindu B3
Judul : Konsep Diri Anak Usia Remaja Yang Mengalami Fraktur Di Rindu B3 Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Mimi Asmita Hidayatun
NIM : 081121060
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2010
ABSTRAK
Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan menghasilkan daya untuk menekan. Pada remaja yang mengalami fraktur dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan perubahan konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan gangguan peran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur yang dilakukan pada tanggal 21 April sampai 21 Mei 2010 di Rindu B3 Orthopedi RSUP.H.Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan membagikan kuesioner data demografi dan pernyataan tentang konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur. Teknik pengambilan sampel adalah seluruh populasi dengan Jumlah sampel sebanyak 32 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur termasuk dalam kategori konsep diri negatif sebanyak 17 orang (53,1%)dan konsep diri yang positif 15 orang (46,9 %), tetapi salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri yang realistik sebanyak 19 orang (59,4%), artinya bahwa fraktur tidak memepengaruhi persepsi remaja yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan hidup, dan nilai-nilai sesuai dengan harapan hidupnya tidak mengalami gangguan. Diharapkan bagi praktek keperawatan agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi remaja yang mengalami fraktur agar mempunyai konsep diri yang positif dengan melakukan pengobatan yang intensif dan dapat memberikan penanganan dari segi kuratif dengan baik sehingga remaja dapat segera kembali ke lingkungannya dan menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang konsep diri remaja yang mengalami fraktur.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Fraktur terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang
diberikan kepadanya (Wong, 2003). Fraktur sering terjadi karena kondisi tulang
yang masih rawan untuk tumbuh dan berkembang. Fraktur yang sering terjadi
adalah fraktur epifisis atas dan suprakondilar, humerus, leher radikal, fraktur
lengan atas, femur, dan tibia bagian ekstremitas bawah (Hidayat, 2006).
Fraktur pada anak usia sekolah sering kali disebabkan oleh cedera
bersepeda-mobil/skateboard. Anak remaja rentan terhadap trauma mustipel dan
parah karena remaja mengendarai sepeda dan sepeda motor dan terlibat atkif
dalam olah raga (Wong, 2008).
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan selama periode Januari 2008 sampai
dengan Maret 2009 terjadi kasus patah tulang (fraktur) sejumlah 864 kasus,
dimana 463 kasus (53,6 %) merupakan kasus baru (yang datang belum lewat satu
minggu setelah kecelakaan), sedangkan pasien yang datang lewat dari satu
minggu 401 kasus (46,4 %) sehingga tulang yang patah mengalami penyembuhan
yang abnormal yaitu berupa malunion (nonunion)/delayed union akibat infeksi.
Penderita lebih banyak adalah kaum pria 616 kasus (71,2%) dan kaum wanita 248
kasus (28,8%). Pada remaja usia 12-20 tahun 376 kasus (62,3%), bagian tubuh
yang terbanyak mengalami fraktur adalah anggota gerak bawah dari sendi panggul
sampai ke jari tangan diikuti daerah tulang panggul dan tulang belakang.
Pengobatan yang dilakukan belum mencapai keberhasilan maksimal, sekitar 184
kasus (87,2%) sembuh normal, sekitar 23 kasus (10,9%) sembuh dengan
gangguan fungsi (cacat fungsi), dan 4 kasus terpaksa dilakukan amputasi. Namun
kasus yang terlantar dari 401 kasus sembuh normal 279 kasus (69,5%), 117 kasus
(29,1%) sembuh dengan cacat fungsi dan 5 kasus terpaksa dilakukan amputasi
(Surbakti, 2008).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Rindu B3 Orthopedi Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mulai bulan Januari sampai dengan
bulan Maret 2009 dengan jumlah 48 orang anak yang mengalami fraktur pada usia
remaja (11-20 tahun). Pada remaja yang mengalami fraktur dapat terjadi
perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Perubahan fisik yang dialami
yaitu penurunan kemampuan dalam pergerakan, dalam Setiap perubahan dalam
kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Perubahan
fisik dalam tubuh menyababkan perubahan citra tubuh, identitas, ideal diri, dan
harga diri juga dapat dipengaruhi (Potter, 2005).
Soetjiningsih (2004) menambahkan bahwa perubahaan-perubahan usia
remaja menempatkan remaja pada suatu keadaan yang disebut sebagai krisis
identitas (Erikson, 2008). Apabila remaja memperoleh peran dalam masyarakat,
maka remaja akan menemukan identitasnya. Sebaliknya remaja yang tidak dapat
menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, remaja mengalami
ketidakmampuan memperoleh peran dan menemukan diri. Hal ini mengakibatkan
mereka cenderung memainkan peran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ideal dan
tatanan kehidupan dalam masyarakat (negative identity formation).
Selanjutnya Potter (2005) menyatakan bahwa orang yang memiliki konsep
diri positif berarti memiliki penerimaan diri dan harga diri yang positif. Mereka
menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana
adanya. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri negatif, menunjukkan
penerimaan diri yang negatif pula. Mereka memiliki perasaan kurang berharga
yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri sendiri.
Berdasarkan perubahan-perubahan fisik dan psikologis tersebut, maka
sangatlah penting bagi remaja untuk mengetahui konsep diri yang mengalami
fraktur agar remaja dapat bersikap tenang, tidak cemas, minder (harga diri
rendah), dan tidak stres atau memiliki konsep diri positif dalam proses pengobatan
dan pergaulan dengan teman sebaya/kelompok maupun dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya akibat lamanya proses penyembuhan fraktur, membuat
remaja tidak dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangannya, karena pada
masa remaja ikatan emosional dengan lingkungan keluarga menjadi berkurang
dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua, misalnya
dalam hal memilih teman, ataupun melakukan aktivitas. Besarnya peran
sebaya/kelompok dapat membahayakan pembentukan identitas, karena remaja
akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok dari pada
nilai-nilai yang dibawanya dari keluarga, maka hal tersebut dapat menyulitkan dan
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul:
Konsep Diri Anak Usia Remaja Yang Mengalami Fraktur di Rindu B3 Orthopedi
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur
tulang yang sedang menjalani pengobatan di Rindu B3 Orthopedi Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran diri remaja yang mengalami fraktur.
2. Mengidentifikasi ideal diri remaja yang mengalami fraktur.
2. Mengidentifikasi harga diri remaja yang mengalami fraktur.
4. Mengidentifikasi peran diri remaja yang mengalami fraktur.
5. Mengidentifikasi identitas diri remaja yang mengalami fraktur.
1.3Pertanyaan Penelitian
Bagaimana konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur di Ruang
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kepada mahasiswa mengenai konsep diri anak usia remaja yang
mengalami fraktur.
1.4.2Bagi Praktek Keperawatan
Sebagai informasi yang penting dan tambahan pengetahuan bagi perawat
dalam memahami konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur dapat
memberikan motivasi kepada anak usia remaja yang mengalami fraktur untuk
dapat meningkatkan konsep diri yang positif.
1.4.3Bagi Peneliti Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
informasi atau sumber data bagi peneliti yang lain yang ingin melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
oleh dorongan langsung pada tulang, kondisi patologik, kontraksi otot yang sangat
kuat dan secara tiba-tiba atau dorongan yang tidak langsung yang terjadi ketika
tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Wong,
2003). Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan
menghasilkan daya untuk menekan. Fraktur merupakan cedera yang umum terjadi
pada semua usia tetapi cenderung terjadi pada anak-anak dan orang tua. Karena
karakteristik rangka anak, pola fraktur, masalah diagnosis, dan metode
penatalaksanaan berbeda pada anak dan oran dewasa (Wong, 2008).
2.1.2 Etiologi
Cedera fraktur pada anak dapat disebabkan oleh kejadian traumatik di
rumah, sekolah, pada kendaraan bermotor, atau ketika berekreasi. Aktivitas
sehari-hari anak meliputi bermain aktif yang memungkinkan anak mengalami
cedera yaitu memanjat, terjatuh, berlari menuju benda yang tidak bergerak, dan
2.1.3 Patofisiologi
Fraktur tulang paling sering disebabkan oleh truma, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Apabila tulang melemah, patah dapat terjadi hanya akibat
trauma minimal atau tekanan ringan. Sewaktu tulang patah, maka sel-sel tulang
akan mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat
timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktivitas osteoblas segera terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami klasifikasi. Fraktur pada anak
sembuh lebih cepat daripada orang dewasa. Penyembuhan dapat terganggu atau
terlambat apabila hematom fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati
terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses klasifikasi dan
pengerasan (Corwin, 2000).
2.1.4 Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi menjadi:
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
(open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan di kulit (price, 1995). Fraktur terbuka terbagi atas
tiga derajat (menurut R. Gustilo), yaitu: (1). Derajat I: Luka kurang <1 cm,
kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana,
transversal, oblik, atau kominutif ringan, kontaminasi minimal. (2). Derajat II:
Laserasi >1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap/avulsi, fraktur kominutif
sedang, kontaminasi sedang. (3). Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak
yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: jaringan lunak yang menutupi
fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur
segmental/sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya luka.
Dari jenisnya fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplet yaitu bila
fragmen tulangnya benar terpisah sedangkan fraktur incomplet terjadi bila
fragmen tulangnya tetap berlekatan, fraktur complicated di mana fragmen
tulangnya yang patah menyebabkan kerusakan pada organ atau jaringan seperti
pada bagian paru atau kandung kemih. Fraktur lain seperti fraktur comminuted di
mana fragmennya kecil dan tulangnya terpecah dari batang tulang yang fraktur
dan berada di sekitar jaringan, dan yang sering terjadi pada anak adalah bends di
mana tulang anak yang fleksibel dapat dibengkokkan sekitar 45 derajat sebelum
menjadi patah. Fraktur buckle akibat kompresi tulang yang keropos sehingga
terangulasi melebihi batas pembengkokannya di mana sisi yang terkompresi
melengkung dan sisi yang menegang mengalami kerusakan (Hidayat, 2006).
2.1.5 Gejala Klinis Fraktur
Gejala Klinis fraktur yaitu terjadi pembengkakan yang umum terjadi di
sekitar area fraktur, nyeri atau nyeri tekan, serta penurunan fungsi bagian yang
terkena, memar, rigiditas muskular berat, krepitus (gemerutuk pada tempat
fraktur). Menurut Mansjoer, dkk (2000) untuk mengetahui gejala yang spesifik
dari fraktur terlebih dahulu harus dilakukan Diagnosis fraktur yaitu dengan
melakukan:
1. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma,
dan posisi pasien atau eksteremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistemik dari
kepala, muka, leher, dada dan perut.
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,
fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang :
a. Look, cari apakah terdapat: (1) Deformitas, terdiri dari penonjolan
rotasi dan pemendekan. (2) Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada
fraktur kruris tidak dapat berjalan. (3) Lihat juga ukuran panjang tulang,
bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent
length (jarak antara umbilikal dengan maleolus medialis) dan true length (jarak
antara SIAS dengan maleolus medialis).
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
c. Move, untuk mencari: (1) Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan.
Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. (2)
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif. (3) Seberapa jauh
gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan,
range of motion (derajat ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.
2.1.6 Komplikasi
a. Infeksi
b. Kompartement sindrom
c. Kerusakan kulit; abrasi, laserasi, penetrasi, nekrosis
d. Gangren
e. Emboli paru
f. Trombosis vena
g. Syok; hemoragik, neurogenik
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah
disertai fraktur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan; SGOT, LDH, kreatinin dan
alkaline phosphatase untuk menentukan meluasnya kerusakan pada otot (Suriadi,
2006).
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur menurut Corwin (2000) adalah sebagai berikut:
a. Fraktur harus segera diimmobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentukdan
untuk memperkecil kerusakan
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan
rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa
intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk
fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau skrup untuk
mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk
mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
c. Perlu dilakukan imobilisasi jangka-panjang setelah reduksi agar kalus dan
tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan
2.2 Perkembangan Konsep Diri Pada Usia Remaja
2.2.1 Defenisi
Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain (Stuart & Sudden, 1998).
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikologis dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut: masa remaja
awal (umur 11-13 tahun), pertengahan (14-16 tahun) dan lanjut (17-20 tahun)
Setiap tahap perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang
dibutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja
dihadapkan kepada mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua
dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi
(Soetjiningsih, 2004).
Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial. Sepanjang
maturasi seksual, perasaan, peran dan nilai baru, harus diintegrasikan ke dalam
diri, pertumbuhan yang cepat, yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain,
adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh. Perkembangan
konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan dengan pembentukan identitas
(Erikson, 1963).
Anak remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka,
perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam
persepsi diri dan penggunaan tubuh. Distres yang besar dirasakan tentang
ketidaksempurnaan tubuh yang dicerap. Pengamanan dini mempunyai efek
juga mulai mengumpulkan berbagai peran prilaku sejalan dengan mereka
menetapkan rasa identitas, termasuk siapa mereka, apa makna kehidupan bagi
mereka dan kemana mereka pergi. Anak remaja mungkin terlalu menekankan
penampilan, jika anak remaja tidak merasa menerima diri mereka atau tubuh
mereka, mereka akan mencoba untuk berkompetensi melalui olah raga,
keberhasilan dari hobi atau akademik, komitmen keagamaan, penggunaan obat
atau alkohol atau kelompok teman untuk prestise. Kompensasi mungkin berakibat
cukup negatif atau positif, bergantung pada penerimaan masyarakat dari aktivitas
tertentu tersebut (Potter, 2005).
2.2.2 Komponen Konsep Diri
Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh
(body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role),
dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004).
a. Gambaran diri/citra tubuh (body image)
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya,
baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan,
dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah
kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan
terhadap dirinya (Sunaryo, 2004).
Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri adalah sebagai berikut:
Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, TB
dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mamae, menstruasi,
memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, Gambaran yang
realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman
dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, individu yang stabil,
realistik, dan konsisiten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses
dalam hidupnya.
b. Ideal diri (self ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia
berprilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.
Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak. Saat ideal diri seseorang
mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut cenderung tidak ingin
berubah dalam kondisi saat ini. Sebalikya jika ideal diri tersebut tidak sesuai
dengan persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk
memperbaiki dirinya, Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi justru dapat
menyebabkan harga diri rendah (Stuart & Sudden, 1998).
Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain: pembentukan
ideal diri pertama kali pada masa anak-anak, masa remaja terbentuk melalui
proses identifikasi terhadap orang tua, guru dan teman, ideal diri dipengaruhi oleh
orang-orang yang dianggap penting dalam memberikan tuntutan dan harapan,
ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga
dan sosial.
Faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu; kecendrungan individu untuk
menetapkan ideal diri pada batas kemampuan, faktor budaya yang mempengaruhi
akan dibandingkan dengan standar kelompok teman, ambisi dan keinginan untuk
sukses dan melampaui orang lain, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk
menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
c. Harga diri (self esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya
(Stuart & Sudden, 1998). Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan
kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang
penting dan berharga. Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang
kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan
dari orang lain, atau saat ia menjalani hubungan interpersonal yang buruk.
Beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang antara lain dengan
memberikan kesempatan untuk berhasil, memberinya gagasan, mendorongnya
untuk beraspirasi serta membantunya membentuk koping.
d. Peran diri (self role)
Peran diri adalah serangkaian harapan tentang bagaimana seseorang
bersikap/ berprilaku sesuai dengan posisinya. Sedangkan penampilan peran
adalah serangkaian pola prilaku yang diharapka oleh lingkungan sosial, yang
terkait dengan fungsi individu di kelompok sosial.dalam hal ini, peran yang
ditetapkan adalah peran yang dijalani individu ketika ia tidak mempunyai pilihan.
Sedangkan peran yang diterima adalah peran yang dipilih sendiri oleh individu.
dengan harapan. Sedangkan ketegangan peran muncul saat seseorang merasa,
atau dibuat merasa, tidak adekuat atau tidak sesuai untuk menjalani suatu peran.
Ini biasanya terkait dengan stereotipe peran berdasarkan jenis kelamin. Selain itu
individu juga dapat mengalami ketidakjelasan peran, yakni ketika ia mendapat
peran yang kaburdan tidak sesuai perilaku yang diharapkan. Ketidaksesuaian
peran dapat terjadi ketika individu berada dalam peralihan, dan mengubah nilai
serta sikapnya. Peran berlebih terjadi ketika individu mengalami banyak peran
dalam kehidupannya (Mubarak, 2007).
e. Identitas diri (self identity)
Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari
pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek konsep diri sebagai suatu
kesatuan yang utuh (Stuart & Sudeen, 1998). Identitas mencakup konsisitensi
seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan
perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas
sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang
dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat, 2006).
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Tingkat perkembangan dan kematangan
Dukungan mental, pertumbuhan, dan perlakuan terhadap anak akan
mempengaruhi konsep diri mereka. Seiring perkembangannya, faktor-faktor yang
bayi membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih sayang,
sedangkan anak membutuhkan kebebasan untuk belajar dan menggali hal-hal
baru.
b. Keluarga dan budaya
Individu cenderung mengadopsi berbagai nilai yang terkait dengan konsep
diri dari orang-orang terdekat dengan dirinya. Dalm konteks ini, anak-anak
banyak mendapat pengaruh nilai dari budaya dan keluarga tempat ia tinggal.
Selanjutnya perasaan akan diri (sense of life) mereka akan banyak dipengaruhi
oleh teman sebayanya. Sense of self ini akan terganggu saat anak harus
membedakan harapan orang tua, budaya, dan harapan teman sebaya.
c. Faktor eksternal dan intenal
Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap konsep
diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki dua sumber kekuatan, yakni
sumber ekternal meliputi dukungan masyarakat yang ditunjang dengan kekuatan
ekonomi yang memadai. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri
dan nilai-nilai yang dimiliki.
d. Pengalaman
Ada kecendrungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman
masa lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu
akan membuat konsep diri rendah. Sebagai contoh, individu yang mengalamai
kegagalan cenderung memandang diri mereka sebagai orang yang gagal.
Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan mengalami konsep
e. Penyakit
Kondisi sakit juga dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Seorang
remaja yang mengalami fraktur mungkin akan menganggap dirinya kurang
menarik, dan akan mempengaruhi caranya dalam bertindak dan menilai diri
sendiri.
f. Stresor
Stresor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu
mangatasinya dengan sukses. Di sisi lain, stresor juga dapat menyebabkan respons
maladaptif, seperti menarik diri, ansietas, bahkan penyalahgunaan zat. Mekanisme
koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri,
depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, dan marah, dan hal ini akan
mempengaruhi konsep diri mereka Mubarak (2007).
2.3.4 Rentang Respon Konsep Diri
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar antara status
aktualisasi diri yang paling adaptif dan status keracunan identitas yang lebih
maladaptif serta depersonalisasi. Keracunan identitas merupakan suatu bentuk
kegagalan individudalam mengintegrasikan berbagai proses identifikasi pada
masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
Depersonalisasi adalah suatu bentuk perasaan tidak realistis dan keterasingan dari
diri sendiri (Mubarak, 2007).
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif (respon maladaptif)
berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan
kehilangan daya tarik terhadap hidup, sehingga mereka akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya, serta mudah
menyerah, konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang
maladaptif (Calhoun & Acocella 1990).
Sebaliknya, seseorang yang konsep diri positif (respon adaptif) akan
terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap
segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya, mampu menghargai
dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan
di masa yang akan datang. Individu denga konsep diri yang positif dapat berfungsi
lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual
dan penguasaan lingkungan (Calhoun & Acocella, 1990).
RENTANG RESPON KONSEP DIRI
Respon adaptif Respon maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri rendah Keracunan Depersonalisasi
identitas
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka konsep dan defenisi
operasional yang digunakan dalam penelitian. Area penelitian ini adalah konsep
diri anak usia remaja yang terdiri dari gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran
dan identitas diri sebagai variable bebas. Secara skematis kerangka konsep
penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
.
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Konsep Diri Anak Usia Remaja yang Mengalami Fraktur di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.
Anak usia Remaja yang mengalami
fraktur:
Konsep diri : - Gambaran diri - Ideal diri - Harga diri - Peran - Identitas
- Konsep diri positif
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Hasil Skala Skala
Ukur Konsep diri Semua pikiran,
keyakinan, dan
2. Ideal diri Persepsi remaja tentang bagaimana seharusnya remaja berprilaku sesuai dengan Standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
3. Harga diri Penilaian remaja yang mengalami fraktur terhadap perilaku dirinya yaitu apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri dan orang lain.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi konsep
diri anak usia remaja yang mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H.
Adam Malik Medan
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang mengalami
fraktur yang sedang menjalani pengobatan pada saat penelitian di Rindu B3
Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam malik Medan pada bulan April
-Mei 2010 sebanyak 32 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik tertentu
untuk dapat mewakili populasi. Menurut Arikunto (2006) apabila jumlah populasi
kurang dari 100 maka besar sampel dapat diambil seluruhnya (total sampling)
yaitu 32 orang. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
- Bisa berbahasa Indonesia, menulis dan membaca.
- Semua jenis fraktur yang dialami remaja.
4.3 Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik
Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah karena jumlah remaja yang
mengalami fraktur di Rumah Sakit tersebut diperkirakan jumlah populasi yang
menjalani perawatan cukup banyak sehingga memungkinkan peneliti
mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan pada bulan
April sampai dengan Mei 2010.
4.4 Perkembangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan rekomendasi dari direktur Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. .
Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan prosedur
penelitian Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan
menandatangani informed consent dan memberikan imformed consent untuk diisi.
Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan
memberikan penjelasan. Setelah seluruh kuesioner dijawab responden, kemudian
dikembalikan kepada peneliti.
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh
peneliti. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan subjek
dijamin oleh peneliti. Semua informasi yang diberikan responden dijamin
4.5 Instrumen Penelitian
4.5.1 Kuesioner Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang
disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan
pustaka. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan data
konsep diri.
Kuesioner tentang data demografi meliputi: usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, dan tipe fraktur yang dialami penderita.
Kuesioner konsep diri terdiri dari 25 pertanyaan, yaitu 5 pertanyaan
gambaran diri (nomor 1-5, dengan nomor 1,2,3,4 pernyataan negatif dan
pernyataan nomor 5 positif ), 5 pernyataan ideal diri (nomor 6-10 dengan nomor
6,7 pernyataan negatif dan nomor 8,9,10 pernyataan positif), 5 pernyataan harga
diri (nomor 11-15 dengan nomor 11,13,14 pernyataan negatif dan nomor 12,15
pernyataan positif), 5 pernyataan peran (nomor 16-20 dengan nomor 16,17,18,19
pernyataan negatif dan nomor 20 pernyataan positif), 5 pernyataan identitas diri
(nomor 21-25 dengan nomor 21,22,23,24 pernyataan negatif dan nomor 5
pernyataan positif).
Bagian kedua ini bentuk pertanyaan menggunakan skala likert dengan
pernyataan positif, pilihan jawaban tidak diberi skore 0, dan pernyataan ya diberi
skore 1, dan untuk pernyataan negatif, pilihan jawaban tidak diberi skore 1 dan
pernyataan ya diberi skor 0 dengan total skore 25-100.
4.5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk
mengukur apa yang harus diukur, mendapatkan data ysng releven dengan apa
yang diukur (Demsey & Dempsey, 2002). Uji validitas dilakukan oleh dosen
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara Departemen Keperawatan Jiwa
yaitu Ibu Jenni M. Purba S.Kp, MNS, sehingga dapat diketahui instrumen
penelitian ini valid atau tidak.
Setelah dilakukan uji validitas, kemudian peneliti melakukan uji
reliabilitas yaitu apakah ada kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh
orang yang berbeda ataupun waktu dan tempat yang berbeda (Nursalam, 2003)..
Uji reliabilitas ini dilakukan kepada 10 orang responden dengan kriteria yang
sama dengan sampel di Klinik Assyifa ’Aur-Rahman dengan menggunakan
analisis Cronbach Alpha dengan hasil uji realibilitas 0,907. Hal ini dapat diterima
sesuai dengan Polit dan Hungler (1995) bahwa suatu instrumen akan reliabel jika
memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,70.
4.6 Pengumpulan Data
Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal
peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) kemudian permohonan izin yang telah
diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (RSUP Haji Adam Malik Medan).
Kemudian peneliti menentukan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah
Setelah mendapatkan responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada
responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan proses pengambilan data.
Kemudian bagi calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani
surat perjanjian dan mengisi lembar kuisioner. Setelah selesai pengisian, peneliti
mengambil kuisioner yang telah diisi responden, kemudian memeriksa
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi,
selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.
Selama proses pengisian kuesioner dibutuhkan waktu lebih kurang 10
menit untuk setiap responden dan masalah yang timbul adalah pada saat pengisian
kuesioner banyak responden yang mengalami immobilitas jadi peneliti membantu
responden untuk mengisi kuesioner dengan membacakan kuesioner kepada
responden yang kesulitan untuk mengisi kuesioner.
4.7 Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan
melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan
data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti
dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan (entry) data
ke komputer dan dilakukan pengolahn data dengan menggunakan program
komputerisasi. Untuk mengidentifikasi konsep diri remaja yang mengalami
fraktur dianalisa dengan menggunakan metode statistik univariat dan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan tentang Konsep Diri Anak Usia Remaja yang
Mengalami Fraktur di Ruang Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik
Medan Tahun 2010 yang dilakukan pada tanggal 12 April sampai dengan 12 Mei
2010. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan data
demografi dan konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur di Ruang
Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010 yang terdiri dari
gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. Dalam penelitian ini
jumlah responden yang diharapkan adalah 48 orang tetapi pada saat penelitian
jumlah responden yang didapatkan hanya 32 orang hal ini disebabkan karena
pengobatan bagi remaja yang mengalami fraktur memiliki tenggang waktu yang
berbeda-beda (1-4 minngu).
5.1.1 Karakteristik Demografi
Karakteristik responden bervariasi yaitu usia, jenis kelamin, agama,
Tabel 5.1 Distribusi Data Penderita di Rindu B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 (n = 32)
No. Data Responden Frekuensi Persentase
Umur
Pada tabel di atas diketahui bahwa umur remaja yang mengalami fraktur
paling banyak adalah kategori remaja lanjut (17-20 tahun) sebanyak 14 orang
(43,8%), dan paling sedikit adalah kategori usia remaja awal (11-13 tahun)
sebanyak 7 orang (21,9%). Remaja fraktur paling banyak beragama Islam
sebanyak 16 orang (50%) dan paling sedikit beragama Budha sebanyak 1 orang
(3,1%). Remaja fraktur paling banyak sedang menjalani pendidikan SMA
sebanyak 20 orang (62,5%) dan paling sedikit Perguruan tinggi sebanyak 4 orang
(12,5%). Jenis fraktur yang dialami remaja paling banyak jenis fraktur terbuka 18
orang (56,2%) dan paling sedikit 14 orang (43,8%) fraktur tertutup. Lama waktu
yang telah dijalani remaja fraktur paling banyak 1 bulan sebanyak 19 orang
(59,4%) dan paling sedikit selama 3 bulan 2 orang (6,2%).
5.1.2 Konsep Diri Anak Usia Remaja yang Mengalami Fraktur di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan
Konsep diri anak usia remaja yang mengalami Mengalami Fraktur di
Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan.
5.2 Distribusi Konsep Diri Remaja Fraktur di Ruang B3Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010
No. Konsep Diri Frekuensi Persentase
1. Negatif 17 53,1
2. Positif 15 46,9
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan table di atas diketahui bahwa konsep diri anak usia remaja
yang mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP.H. Adam Malik Medan
yang paling banyak bersikap negatif sebanyak 17 orang (53,1%) dan yang
bersikap positif ada sebanyak 15 orang (46,9%). Hal tersebut terlihat dari
komponen konsep diri yaitu gambaran diri, harga diri, peran diri, identitas diri dan
Tetapi secara keseluruhan penelitian konsep diri anak usia remaja yang
mengalami fraktur adalah negatif. Komponen konsep diri tersebut dinyatakan
sebagai berikut:
5.1.3 Gambaran Diri
Deskripsi responden berdasarkan jawaban tentang gambaran diri remaja
yang mengalami fraktur dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.3 Distribusi Gambaran Diri Remaja Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010
No. Gambaran Diri Frekuensi Persentase
1. Negatif 20 62,5
2. Positif 12 37,5
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa persepsi remaja yang
mengalami fraktur tentang keadaan fisiknya baik bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan
penampilannya di Ruang B3 Orthopedia RSUP H. Adam Malik paling banyak
adalah gambaran diri negatif sebanyak 20 orang (62,5%) dan 12 orang (37,5%)
gambaran diri positif.
5.1.3. Ideal Diri
Ideal diri anak usia remaja yang mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi
Tabel 5.5 Distribusi Ideal Diri Remaja Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010
No. Ideal Diri Frekuensi Persentase
1. Tidak realistis 13 40,6
2. Realistis 19 59,4
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa remaja yang penilaian remaja
mengalami fraktur berhubungan dengan cita-cita, tujuan hidup dan nilai-nilai
sesuai harapan hidupnya di Ruang B3 Orthopedia RSUP H. Adam Malik paling
banyak realistis sebanyak 19 orang (59,4%) dan 13 orang (40,6%) penilaiannya
tidak realistis
.
5.1.4. Harga Diri
Deskripsi kategori harga diri remaja yang mengalami fraktur di Ruang B3
Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7 Distribusi Harga Diri Remaja Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
No. Harga Diri Frekuensi Persentase
1. Rendah 17 46,9
2. Tinggi 15 53,1
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa penilaian remaja yang
mengalami fraktur terhadap prilaku dirinya dalam pergaulan dengan teman dan
lingkungan di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik paling banyak
memiliki harga diri rendah sebanyak 17 orang (53,1%) dan 15 orang (46,9%)
5.2.2 Deskripsi Peran Diri
Deskripsi kategori peran diri remaja yang mengalami fraktur di Ruang B3
Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.9 Distribusi Peran Diri Remaja Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
No. Peran Diri Frekuensi Persentase
1. Tidak berperan 22 68,8
2. Berperan 10 31,2
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa penilaian remaja yang
mengalami fraktur terhadap peran di dalam keluarga dan masyarakat di Ruang B3
Orthopedia RSUP H. Adam Malik paling banyak tidak berperan sebanyak 22
orang (68,8%) dan 10 orang (31,2%) tidak berperan.
5.2.3 Identitas Diri
Deskripsi kategori identitas diri remaja yang mengalami fraktur di Ruang
B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.11 Distribusi Identitas Diri Remaja Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
No. Identitas Diri Frekuensi Persentase
1. Tidak jelas 23 71,9
2. Jelas 9 28,1
Jumlah 32 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa remaja yang mengalami fraktur
dengan sifat dan keunikan dirinya sendiri di Ruang
B
3Orthopedi
RSUP H.5.2. Pembahasan
5.2.1. Konsep Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian tentang konsep diri remaja yang mengalami fraktur pada
usia 10-20 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan termasuk dalam kategori
konsep diri yang negatif sebanyak 17 orang (53,1%), hal ini terlihat dari
komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran diri
tetapi ideal diri responden pada penelitian ini termasuk ideal diri yang realistis.
dan yang mempunyai konsep`diri yang positif sebanyak 15 orang (46,9%).
Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor pengalaman individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sudden, 1998) .
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif (respon maladaptif)
jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan
kehilangan daya tarik terhadap hidup, sehingga mereka akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya, serta mudah
menyerah, konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang
maladaptif (Calhoun & Acocella 1990). Perkembangan konsep diri dan citra tubuh
sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Potter, 2005)
Terjadinya perubahan psikologis pada remaja disebabkan oleh fraktur
menjadikan remaja memiliki sikap rendah diri. Pengalaman yang dimiliki
pengalaman istimewa dengan orang-orang tertentu, kadangkala pengalaman
khusus dengan suatu tempat atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi konsep diri
seseorang. Konsep diri dalam penerapan sehari-hari dapat terlihat melalui proses
terbentuknya kepercayaan diri. Seseorang remaja yang memiliki konsep diri
positif, tentunya akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif
inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas
diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa
pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi
dirinya secara. positif. Sebaliknya, konsep diri yang rendah pada seorang anak
akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya
percaya diri (Puspasari, 2007).
Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Potter dan Perry (2005)
yang menyatakan bahwa adanya perubahan fisik yang terjadi dapat menyebabkan
perubahan gambaran diri dan peran pada remaja yang mengalami suatu penyakit
yaitu fraktur karena kemampuan untuk beraktifitas yang merupakan bagian
penting dalam konsep diri tidak dapat berjalan dengan baik (gangguan konsep
diri).
5.2.2. Gambaran Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian gambaran diri remaja yang mengalami fraktur di Ruang
B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan paling banyak negatif sebanyak 20
orang 62,5%) dan 10 orang (31,2%) gambaran diri negatif. Remaja beranggapan
maupun psikisnya baik bentuk tubuh, fungsi tubuh dan penampilannya yang
merupakan cerminan cerminan dari kondisi fisiknya. Menurut Wong, (2003),
perubahan dalam kesehatan seseorang dapat menjadi stressor yang mempengaruhi
konsep diri manusia.
Gambaran diri atau citra tubuh adalah bagaimana cara individu
mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi
ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan
kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun
tidak, yang ditujukan terhadap dirinya (Sunaryo, 2004).
Perubahan fisik yang terjadi akibat fraktur, dimana terjadi kerusakan
kontinuitas tulang, tulang rawan epifisisi atau tulang rawan sendi yang biasanya
melibatkan kerusakan vaskular dan jaringan sekitarnya yang ditandai dengan
nyeri, pembengkakan dan tenderness (Suriadi, 2006).
Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan
peran pada remaja yang mengalami fraktur. Perubahan psikologis pada remaja
diantaranya merasa minder dan rendah diri karena merasa tidak dapat bergerak
dan hidup dengan bebas dan wajar, akibat dari larangan dan kekhawatiran
orangtua sehingga remaja merasa tidak dapat melakukan aktifitas, dan merasa
malu karena memakai tongkat atau alat bantu dan takut ditertawakan oleh
teman-temannya (Graha, 2008)
Hal ini sesuai dengan pendapat Potter dan Perry (2005) bahwa remaja
menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan, dan
perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam
konsep dirinya. Remaja yang terlalu menekankan penampilan, jika terjadi suatu
pada dirinya yang menyebabkan kehilangan fungsi tubuhnya mengakibatkan
remaja menilai buruk dirinya.
5.2.2. Ideal Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian ideal diri remaja yang mengalami fraktur di Ruang B3
Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan paling banyak bersifat realistis sebanyak
19 orang (59,4%) dan 13 orang (40,6%) bersifat tidak realistis. Remaja yang
mengalami fraktur cenderung memiliki persepsi realistis, dimana remaja yang
mengalami perubahan fisik merasa mampu untuk mclakukan hal-hal yang
dianggap bisa dilakukan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap
kesembuhan penyakitnya. Anak usia remaja yang mengalami fraktur tidak merasa
cemas dengan kondisi dirinya memiliki ideal diri yang realistis.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia
berprilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.
Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak (Stuart & Sudden, 1998).
Sesuai dengan pendapat Potter (2005) menyatakan bahwa remaja yang
memiliki konsep diri positif berarti memiliki penerimaan diri yang positif. Remaja
menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana
adanya. Remaja yang mengalami fraktur tidak memililki rasa cemas dengan
kondisi dirinya, karena mereka memiliki semangat untuk meraih apa yang
komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang
tinggi menunjukkan sikap diri remaja tersebut menerima keadaan dirinya dan
mengevaluasi dirinya secara positif.
5.2.3. Harga Diri Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian tentang harga diri remaja yang mengalami fraktur di
Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan paling banyak termasuk
kategori harga diri yang rendah yaitu sebanyak 17 orang (54,1%) dan 15 orang
(45,9%) tinggi. Anak usia remaja yang mengalami fraktur yang memiliki harga
diri rendah karena mereka merasa mereka mengalami kekurangan dalam
penampilan dan merasa tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari seorang diri sehingga mereka merasa rendah diri, dan bersikap
pesimistik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (2004) bahwa individu akan
merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain
atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya. Hal
ini juga ditegaskan oleh pendapat Keliat (1992) bahwa frekwensi pencapaian
tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. jika
individu selalu sukses, maka cenderung memiliki harga diri yang tinggi, tetapi
sebaliknya jika individu sering gagal maka cenderung memiliki harga diri yang
Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan
ideal dirinya. Remaja yang pernah melakukan kesalahan, kekalahan, dan
kegagalan, tetapi tetap merasa sebagai seseorang yang berharga merupakan
prilaku yang positif. Namun jika harga diri remaja menjadi rendah biasanya
disebabkan karena kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain,
kehilangan kepercayaan dari orang lain (Stuart & Sudden, 1998).
.
5.2.4. Peran Remaja yang Mengalami Fraktur di Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian tentang peran diri remaja yang mengalami fraktur di
Ruang B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan paling banyak tidak perperan
sebanyak 17 orang (54,1%) dan 15 orang (45,9%) berperan. Peran diri remaja
yang mengalami fraktur terganggu karena masa penyembuhan dari fraktur yang
terlalu lama sehingga menyebabkan remaja tidak dapat menjalankan perannya
dengan baik.
Menurut pendapat Mubarak (2007) bahwa peran diri merupakan
serangkaian harapan tentang bagaimana seseorang bersikap/berprilaku sesuai
dengan posisinya. Sedangkan penampilan peran adalah serangkaian pola prilaku
yang diharapkan oleh lingkungan sosial, yang terkait dengan fungsi individu di
kelompok sosial.
Pendapat Stuart dan Sudden (1998) yang mcngemukakan bahwa peran
yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran
remaja fraktur terhadap sebaya/kelompok dapat membahayakan pembentukan
identitas, karena remaja akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota
kelompok dari pada nilai-nilai yang dibawanya dari keluarga, maka hal tersebut
dapat menyulitkan dan menghambat perkembangan kepribadian remaja
5.2.5. Identitas Remaja yang Mengalami Fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian tentang identitas remaja yang mengalami fraktur di Ruang
B3 Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan paling banyak identitas tidak jelas
sebanyak 18 orang (56,2%) dan 14 orang (43,8%) penilaian atas identitas diri
yang jelas. Hal ini terjadi Identitas diri merupakan kesadaran akan diri pribadi
yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek
konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sudeen, 1998). Pendapat
Soetjiningsih (2004) menjelaskan bahwa perubahaan-perubahan usia remaja
menempatkan remaja pada suatu keadaan menurut Erikson disebut sebagai krisis
identitas. Apabila remaja memperoleh peran dalam masyarakat, maka remaja akan
mencapai sense of identity, yaitu menemukan identitasnya. Sebaliknya remaja
yang tidak dapat menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, remaja menjadi
sense of role confusion or identity diffusion, yaitu ketidakmampuan memperoleh
peran dan menemukan diriHal ini sesuai dengan pendapat Hidayat (2006) bahwa
identitas yang mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam
berbagai keadaan serta menyaratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan
dengan orang lain, dan
seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri kurang kuat akan memandang
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 32 orang anak usia remaja yang
mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan
menunjukkan bahwa konsep diri anak yang mengalami fraktur termasuk kategori
konsep diri yang negative sebanyak 17 orang (53,1%), walaupun ada salah satu
dari komponen konsep diri yaitu ideal diri termasuk ke dalam ideal diri yang
realistis, tetapi empat komponen diri yang lainnya yaitu gambaran diri, peran diri
harga diri, dan identitas diri termasuk dalam kategori negatif
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran diri anak usia remaja
yang mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan
paling banyak adalah gambaran diri yang negatif ada sebanyak 20 orang (62,5%).
Hal ini disebabkan, karena adanya Remaja beranggapan bahwa bahwa fraktur
yang dialaminya menimbulkan perubahan keadaan fisik baik bentuk tubuh, fungsi
tubuh dan penampilannya yang merupakan cerminan cerminan dari kondisi
fisiknya sehingga dapat mengganggu konsep dirinya.
Pada komponen harga diri anak usia remaja yang mengalami fraktur di
Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan memiliki harga diri yang
rendah sebanyak sebanyak 17 orang (46,9%). Remaja menganggap harga dirinya
rendah karena mereka merasa mereka mengalami kekurangan dalam penampilan
dan merasa tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
Dari hasil penelitian menunjukkan anak usia remaja yang mengalami
fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan memiliki peran diri
yang kurang sebanyak 22 orang (68,8%). Hal ini terjadi karena, remaja
menganggap bahwa peran dirinya kurang diperhitungkan keberadaanya. masa
penyembuhan dari fraktur yang terlalu lama sehingga menyebabkan remaja tidak
dapat menjalankan perannya dengan baik.
Dari hasill penelitian anak usia remaja yang mengalami fraktur di Rindu
B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan memiliki identitas diri negatif
sebanyak 23 orang (71,9%), karena pada masa remaja merupakan masa dalam
penentuan identitas diri, namun karena fraktur yang dialami oleh remaja dapat
menyebabkan gangguan dalam pembentukan identitas diri yang jelas.
Salah satu komponen konsep diri yaitu ideal diri usia remaja yang
mengalami fraktur di Rindu B3 Orthopedi RSUP. H. Adam Malik Medan
termasuk dalam kategori positif sebanyak 19 orang (59,4%). Hal ini dikarenakan
anak usia remaja yang mengalami fraktur meskipun dirinya mempunyai penyakit
tetapi mereka meyakini bahwa penyakitnya dapat sembuh, mereka bersemangat
untuk sembuh dari penyakitnya tersebut dengan menjalani pengobatan dengan
6.2. Saran
Saran-saran yang dapat penulis sampaikan padapenelitian ini adalah
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Agar dapat menambah infomiasi clan pengetahuan perawat mengenai
konsep diri anak yang mengalami fraktur sehingga dapat memberikan
penanganan dari segi kuratif, juga interaksi anak usia remaja yang
mengalami fraktur dengan lingkungan sosialnya di masyarakat.
2. Bagi praktek keperawatan
Agar dapat memberikan motivasi dan semangat bagi anak yang
mengalami fraktur agar mempunyai konsep diri yang positif, juga menjaga
kondisi kesehatannya dengan melakukan pengobatan yang intensif.
3. Bagi penelitian keperawatan.
Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
menambahjumlah responden yang lebih besar serta memandingkan
hubungan konsep diri dengan derajat atau jenis fraktur yang banyak
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta : Asdi Mahasatya
Broncopp, Dorothy (1999) Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Jakarta : EGC
Calhoun, J.F. & Acocella, J.R (1990) Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang
Corwin, J. Elizabeth (2003) Buku Patofisiologi Saku. Jakarta : EGC
Dempsey & Dempsey (2002) Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000) Kapita Selekta Kedokteran Jakarta : Aesculapius
Hidayat A. Aziz Alimul (2006) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul (2001) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
Kartono, Kartini (1986) Psikologi Anak. Bandung : Alumni
Keliat, B.A (1992). Gangguan Konsep Diri. Jakarta : EGC
Mubarak, dkk (2007). Buku Ajar Kebutuhan Manusia : Teori dan Aplikasi
Praktik. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika
Potter, Patricia A (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Missouri: EGC
Price & Wilson (2005). Patofisiologi : Konsep Kilnis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC