• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota Studi Kasus: Koridor Jalan Arif Rahman Hakim Jalan Aksara Pasar Sukaramai Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota Studi Kasus: Koridor Jalan Arif Rahman Hakim Jalan Aksara Pasar Sukaramai Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area Medan"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ii STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM

JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

T E S I S

Oleh

JONNI DANIEL PANDAPOTAN LUBIS

077020004/AR

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM

PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA

STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN

SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister

Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

Jonni Daniel Pandapotan Lubis

077020004/AR

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

PERNYATAAN

TESIS

KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA

STUDI KASUS : KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN

SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2010

(4)

Judul Tesis : KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

Nama Mahasiswa : Jonni Daniel Pandapotan Lubis Nomor Pokok : 077020004

Program Studi : Teknik Arsitektur

Menyetujui Komisi Pembimbing

A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M. Arch, PhD Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc Ketua Anggota

Ketua Program Studi,

(Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, PhD)

Dekan

(Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Pebruari 2010

PANITIA PENGUJI

Ketua : A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B.Arch, M.Arch, Phd Anggota : 1. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc

2. Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD 3. Ir. Morida Siagian, MURP

(6)

i Pedagang kaki lima merupakan kegiatan urban yang perkembangannya sangat fenomenal karena keberadaannya semakin mendominasi ruang kota. Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi oleh sangat banyak aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu masalah yang sangat kompleks. Tujuan dari Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota pada koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku pedagang kaki lima yang memanfaatkan ruang publik kota sebagai tempat berdagang dan untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima terhadap ruang publik yang ada.

Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan mengidentifikasi dan memahami kondisi perebutan ruang dalam penentuan lokasi pedagang kaki lima serta meneliti perilaku pedagang kaki lima melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden sebagai alat pengumpul data. Data-data ini dianalisa dengan perangkat lunak (soft ware) SPSS versi 12 (Statistic Product And Service Solutions) digunakan analisis crosstab dan chi-square.

Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan antara lain suku dan kekerabatan merupakan faktor bertambahnya jumlah pedagang kaki lima, pedagang kaki lima dibedakan atas pedagang bergerak dan pedagang menetap, jenis dagangan (buah-buahan, sayur-sayuran, hasil laut, daging/ayam dan bahan kebutuhan rumah tanggal lainnya), lokasi berdagang (di badan jalan, trotoar dan bahu jalan), alat bantu berdagang (meja, kereta dorong, lapak dan beca barang). Karena terbatasnya ruang menyebabkan tidak ada batas yang jelas antar satu pedagang dengan pedagang yang lain. Alasan pedagang kaki lima menggunakan ruang publik adalah karena pembeli yang banyak. Keberadaan pedagang kaki lima menyebabkan kemacetan, penyebab banjir dan menghilangkan keindahan wajah kota. Di sisi lain keberadaan pedagang kaki lima berdampak positif yaitu membuka lapangan pekerjaan dan masih perlu dipertahankan.

(7)

ABSTRACT

Street vendors is an urban activities with phenomenal development because of its presence increasingly dominates the city. Difficulties in handling vendors are affected by many aspects, which makes the arrangement itself becomes a very complex problem. The purpose of the Spatial Study of vendors Behavior in use of city public space in the corridor of Arif Rahman Hakim Street and Aksara Street script is to see how the behavior of vendors who use city public space as a trading place and to determine the impact caused by street vendors to public space.

Quantitative research conducted to identify and understand the conditions of struggle in determining the location of the vendor and the examine the behavior of vendors through direct field observations and interviews with the respondents using the questionnaire as a means of collecting data. These data were analyzed with the software SPSS version 12 (Statistic Product And Service Solutions) used crosstab analysis and chi-square.

From the results of research and data analysis it can be concluded that between other tribes and kinship is a factor increasing number of street hawkers, street vendors are distinguished for mobile merchants and settled traders, the type of merchandise (fruits, vegetables, seafood, meat / chicken and material needs of other households), the location of trade (on the road, sidewalk and curb), trading tools (table, stroller, shanties and beca barang) because the limited space caused no clear boundaries between a merchant with other merchants . Reasons vendors are using public space for a lot of buyers. The presence of street vendors cause congestion, flooding and eliminate the beauty of the city. On the other hand the presence of street vendors has a positive effect of making jobs field and still need to be maintained.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 2 pada Program Studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. dr. Chairudin P. Lubis, DTM & Sp. A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Ir. Dwira N. Aulia, MSc, PhD selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta Bapak dan Ibu dosen yang selama ini memberikan pengajaran dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

(9)

6. Komisi Pembanding dan Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa/i Strata 2 Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2007 yang memberikan motivasi dan kerjasama dalam penyelesaian tesis ini.

8. Teristimewa buat orang tua dan keluarga tercinta, istri dan anak atas dorongannya dalam penyelesaian pendidikan Strata 2 Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan kritik dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Jonni Daniel Pandapotan Lubis, ST. Tempat/tanggal lahir : Medan, 14 Oktober 1973

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Pagar Batu Balige Kab. Toba Samosir

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1979 – 1985 : SD Methodist-1 Hang Tuah Medan Tahun 1985 – 1988 : SMP Methodist-1 Hang Tuah Medan Tahun 1988 – 1991 : SMA Methodist-1 Hang Tuah Medan

Tahun 1991 – 1998 : Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan

Tahun 2007 – 2010 : Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Manajemen Pembangunan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Ruang (Space) ... 7

2.2 Ruang Publik (Public Space) ... 8

2.3 Ruang Publik Kota ... 10

2.4 Ruang Manfaat Jalan Sebagai Ruang Publik ... 13

2.5 Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pengguna Ruang Publik 16 2.6 Kajian Spasial ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2 Jenis Penelitian ... 29

3.3 Populasi Dan Sampel ... 29

3.4 Jenis Dan Sumber Data ... 31

3.5 Variabel Penelitian ... 32

3.6 Metode Pengukuran ... 32

3.7 Metode Analisa Dan Penafsiran Data ... 34

(13)

BAB IV KAWASAN PENELITIAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.2 Generator Aktifitas ... 37

4.3 Tempat Pedagang Kaki Lima Berdagang ... 38

4.4 Jenis Ruang Publik ... 48

4.5 Jenis Barang Dagangan ... 49

4.6 Alat Bantu Berdagang Pedagang Kaki Lima ... 50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1 Hasil ... 53

5.2 Pembahasan ... 68

5.3 Kondisi Pasca Penggusuran Pedagang Kaki Lima ... 93

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

6.1 Kesimpulan ... 98

6.2 Saran ... 100

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1

Lebar Trotoar Minimum ... Kondisi Kepadatan Ruang Publik ... Teori Pedagang Kaki Lima ... Teori Kajian Spasial ... Data Pedagang Kaki Lima Di Lokasi Penelitian ... Dimensi Jalan Lokasi Penelitian ... Data Pedagang Kaki Lima Di Lokasi Penelitian ... Crosstab Lokasi Berdagang dengan Suku/Kekerabatan ... Chisquare Lokasi Berdagang dengan Suku/Kekerabatan ... Crosstab Lokasi Berdagang dan Keberadaan PKL ... Chisquare Lokasi Berdagang dan Keberadaan PKL ... Crosstab Lokasi Berdagang dengan Alasan Berjualan Di Ruang Publik Kota ... Chisquare Lokasi Berdagang dengan Alasan Berjualan Di Ruang Publik Kota ... Crosstab Lokasi Berdagang dengan Jenis Dagangan ... Chisquare Lokasi Berdagang dengan Jenis Dagangan ... Crosstab Lokasi Berdagang dengan Jenis Alat Bantu Berdagang Chisquare Lokasi Berdagang dengan Alat Bantu Berdagang ...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Bagan Tahapan Penelitian ... Peta Kota Medan ... Peta Kecamatan Kota Medan ... Foto Udara Lokasi Penelitian ... Peta Lokasi Penelitian ... Generator Aktifitas ... Lokasi Penelitian Simpang Pasar Sukaramai ... Penampang Melintang Jalan ... Trotoar Sebagai Lokasi Berdagang ... Bahu Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ... Badan Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ... Pedagang Menutup Badan Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ... Pedagang Sayur-Mayur dan Buah-Buahan ... Pedagang dengan Menggunakan Gerobak Dorong ... Tenda Sebagai Tempat Berdagang ... Lapak Sebagai Tempat Berdagang ... Gerobak Sebagai Tempat Berdagang ... Becak Sebagai Tempat Berdagang ...

(16)

5.1

Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur ... Karakteristik Responden Menurut Suku ... Karakteristik Responden Menurut Lama Berdagang Di Lokasi ... Karakteristik Responden Menurut Keuntungan/Hari ... Alasan Responden Berjualan Di Ruang Publik ... Dampak Keberadaan Pedagang Kaki Lima ... Kemacetan Yang Disebabkan Pedagang Kaki Lima ... Karakteristik Responden Menurut Lokasi Berdagang ... Badan Jalan Sebagai Tempat Berdagang ... Trotoar/Bahu Jalan Sebagai Tempat Berdagang ... Penampang Melintang Jalan dan Penyebaran Pedagang Kaki Lima Peta Penyebaran Pedagang Kaki Lima ... Karakteristik Responden Menurut Alat Bantu Berdagang ... Alat Bantu Berdagang Responden (Meja dan Kereta Dorong) ... Jenis Dagangan Responden ... Karakteristik Responden Menurut Suku ... Dampak Keberadaan Pedagang Kaki Lima ... Alasan Responden Berjualan Di Ruang Publik ... Batas Ruang Publik dan Daerah Teritori PKL Tidak Jelas ... Penampang Melintang Jalan dan Penyebaran Pedagang Kaki Lima

(17)

5.21 5.22 5.23 5.24 5.25 5.26

Peta Penyebaran Pedagang Kaki Lima ... Jenis Dagangan Responden ... Karakteristik Responden Menurut Alat Bantu Berdagang ... Penggunaan Ruang Publik Yang Tak Terkendali ... Lokasi Penelitian Sebelum Ditertibkan ... Lokasi Penelitian Sesudah Ditertibkan ...

(18)

i Pedagang kaki lima merupakan kegiatan urban yang perkembangannya sangat fenomenal karena keberadaannya semakin mendominasi ruang kota. Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi oleh sangat banyak aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu masalah yang sangat kompleks. Tujuan dari Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota pada koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku pedagang kaki lima yang memanfaatkan ruang publik kota sebagai tempat berdagang dan untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima terhadap ruang publik yang ada.

Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan mengidentifikasi dan memahami kondisi perebutan ruang dalam penentuan lokasi pedagang kaki lima serta meneliti perilaku pedagang kaki lima melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden sebagai alat pengumpul data. Data-data ini dianalisa dengan perangkat lunak (soft ware) SPSS versi 12 (Statistic Product And Service Solutions) digunakan analisis crosstab dan chi-square.

Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan antara lain suku dan kekerabatan merupakan faktor bertambahnya jumlah pedagang kaki lima, pedagang kaki lima dibedakan atas pedagang bergerak dan pedagang menetap, jenis dagangan (buah-buahan, sayur-sayuran, hasil laut, daging/ayam dan bahan kebutuhan rumah tanggal lainnya), lokasi berdagang (di badan jalan, trotoar dan bahu jalan), alat bantu berdagang (meja, kereta dorong, lapak dan beca barang). Karena terbatasnya ruang menyebabkan tidak ada batas yang jelas antar satu pedagang dengan pedagang yang lain. Alasan pedagang kaki lima menggunakan ruang publik adalah karena pembeli yang banyak. Keberadaan pedagang kaki lima menyebabkan kemacetan, penyebab banjir dan menghilangkan keindahan wajah kota. Di sisi lain keberadaan pedagang kaki lima berdampak positif yaitu membuka lapangan pekerjaan dan masih perlu dipertahankan.

(19)

ABSTRACT

Street vendors is an urban activities with phenomenal development because of its presence increasingly dominates the city. Difficulties in handling vendors are affected by many aspects, which makes the arrangement itself becomes a very complex problem. The purpose of the Spatial Study of vendors Behavior in use of city public space in the corridor of Arif Rahman Hakim Street and Aksara Street script is to see how the behavior of vendors who use city public space as a trading place and to determine the impact caused by street vendors to public space.

Quantitative research conducted to identify and understand the conditions of struggle in determining the location of the vendor and the examine the behavior of vendors through direct field observations and interviews with the respondents using the questionnaire as a means of collecting data. These data were analyzed with the software SPSS version 12 (Statistic Product And Service Solutions) used crosstab analysis and chi-square.

From the results of research and data analysis it can be concluded that between other tribes and kinship is a factor increasing number of street hawkers, street vendors are distinguished for mobile merchants and settled traders, the type of merchandise (fruits, vegetables, seafood, meat / chicken and material needs of other households), the location of trade (on the road, sidewalk and curb), trading tools (table, stroller, shanties and beca barang) because the limited space caused no clear boundaries between a merchant with other merchants . Reasons vendors are using public space for a lot of buyers. The presence of street vendors cause congestion, flooding and eliminate the beauty of the city. On the other hand the presence of street vendors has a positive effect of making jobs field and still need to be maintained.

(20)

1 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Perencanaan dan perancangan kota harus dapat berbuat banyak bagi kepentingan masyarakat luas. Persoalan yang ada dalam perkembangan kehidupan kota harus menjadi sesuatu yang mendesak untuk ditemukan jalan keluarnya. Dewasa ini pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi. Sementara disisi lain, daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan kependudukan. Wacana urbanitas saat ini menjadi salah satu persoalan yang sangat penting baik dalam konteks Indonesia maupun global. Pada tingkatan dunia, dalam 25 tahun (1980-2004), jumlah penduduk urban dunia telah meningkat dua kali lipat dari sekitar 1,5 milyar menjadi lebih dari 3 milyar ,Santoso (2006).

(21)

Kegiatan ini dipahami sebagai kegiatan yang belum terwadahi, sehingga ruang publik menjadi salah satu tempat untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ruang publik telah menjadi suatu karakteristik yang identik dengan eksistensi pedagang kaki lima. Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi oleh sangat banyak aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu masalah yang sangat kompleks. Problematik dalam penataan fisik pedagang kaki lima adalah bahwa jumlah mereka sangat banyak dan memerlukan ruang yang cukup besar untuk kegiatannya. Ruang yang besar itu harus berada di ruang publik atau tempat keramaian karena tempat itulah yang mendatangkan keuntungan. Tetapi ruang publik juga digunakan oleh kelompok pengguna yang lain, yang juga memerlukan ruang untuk kegiatan mereka di ruang publik, sehingga munculah konflik antara kelompok pengguna ruang terbuka publik tersebut.

(22)

Permasalahan yang terkait dengan pedagang informal di perkotaan Indonesia adalah mereka berjualan di ruang publik seperti ruang manfaat jalan (trotoar jalan, bahu jalan, badan jalan dan median jalan), di taman-taman kota, di jembatan penyeberangan dan lain-lain. Sehingga menyebabkan ruang publik yang ada menjadi sesak dan sempit. Hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, berkurangnya daerah untuk pedestrian ataupun merusak keindahan kota.

Kota-kota utama di negara sedang berkembang seperti Indonesia memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi dan kontribusi terhadap tumbuhnya tenaga kerja informal (Riddel, 1997; Lyons and Snoxell, 200, dalam Sektor Informal yang Terorganisasi, Haryo Winarso dan Gede Budi). Menurut laporan yang disusun oleh World Bank pada tahun 1993, sektor formal terhitung kurang dari 32% dari populasi tenaga kerja, sementara 68% bekerja di sektor informal (Frank Weibe, 199 dalam Sektor Informal yang Terorganisasi, Haryo Winarso dan Gede Budi). Peran sektor informal di perkotaan sangat strategis sebagai katub pengaman pengangguran karena tidak dapat tertampung pada sektor formal.

Berdasarkan pemaparan di atas penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota dengan lokasi penelitian di simpang Jalan Arif Rahman Hakim-Jalan Aksara Pasar Sukaramai Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area.

(23)

pedagang kaki lima yang melakukan aktifitas seharian dengan komoditas utama kebutuhan bahan pokok sehari-hari. Kegiatan ini sudah berlangsung puluhan tahun dengan mengambil tempat di trotoar/bahu jalan dan bahkan sampai menggunakan badan jalan, sehingga selalu terjadi kemacetan lalu lintas. Pemerintah Kota Medan selalu menertibkan pedagang yang berada di badan jalan, tetapi kembali lagi apabila petugas penertiban tidak ada di tempat.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai upaya untuk menjadikan pedagang kaki lima sebagai salah satu motor penggerak dinamika perkembangan perekonomian suatu kota, maka diperlukan adanya lokasi (ruang) bagi Pedagang Kaki Lima untuk dapat beroperasi secara optimal dan efisien dan dapat melayani kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang sering terjadi adalah pedagang kaki lima dalam menempati ruang publik kota sebagai tempat berdagang akibat kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan mereka di perkotaan, sehingga mengganggu pengguna ruang tersebut.

1.3 Batasan Masalah

(24)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pedagang kaki lima memanfaatkan ruang publik yang menjadi jalur lalu lintas dan pejalan kaki sebagai tempat berdagang.

b. Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima terhadap ruang publik yang menjadi jalur lalu lintas dan pejalan kaki. 1.5 Manfaat Penelitian

(25)

1.6 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir pada penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 1.1 Bagan tahapan penelitian

Permasalahan

Perilaku Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota

- Ruang manfaat jalan

Data Skunder - Studi literature/buku

- Hasil penelitian sejenis

- Klipping koran

Pengumpulan Data

Data Primer

- Pengamatan terhadap perilaku Pedagang Kaki Lima

- Wawancara/quisioner terhadap Pedagang Kaki Lima

Analisis

Hasil

(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang (Space)

Ruang atau space dapat terdiri dari ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, bersifat 3 dimensi (UU 26 tahun 2007). Kota adalah satuan organik yang terus tumbuh melalui proses kompromi dari berbagai heterogenitas yang hidup di dalamnya, memiliki ciri dan karakteristik yang khas dimana setiap individu yang berbeda memiliki posisi yang sama penting dalam menentukan arah kebijakan bersama.

Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang menonjol, seperti kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang indah sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai pelingkup fisik dan lantai yang semestinya. Ruang demikian adalah oase di dalam kota. Ruang Kota (urban space), terbentuk oleh muka bangunan dengan lantai kota baik berupa jalan, plaza atau ruang terbuka lainnya.

(27)

hasil pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan menurut Plato (Budiyono, 2006),

ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana objek dan kejadian tertentu berada. Sedangkan kata terbuka sendiri berarti tidak mempunyai penutup, sehingga bisa terjadi intervensi sesuatu dari luar terhadapnya, seperti air hujan dan terik matahari. Dengan demikian ruang terbuka merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik.

2.2 Ruang Publik (Public Space)

Secara umum public space dapat didefinisikan dengan cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan sekumpulan orang-orang tak terbatas siapa saja, dan space atau ruang merupakan suatu bentukan tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya (Ching, 1992). Unsur-unsur tersebut berupa bidang-bidang linier yang saling bertemu yaitu, bidang-bidang dasar/alas, bidang-bidang vertikal dan bidang-bidang penutup (atap). Sedangkan public space yang terbentuk di luar ruangan yang dibatasi oleh unsur buatan disebut juga urban space.

Menurut bentuk dan aktifitas yang terjadi pada urban space, Lynch (1987) mengkategorikannya menjadi 2 (dua), yaitu lapangan (square) dan jalur/jalan (the street). Ruang kota, baik berupa lapangan maupun koridor/jaringan, merupakan

(28)

Dalam pengertian yang paling umum, ruang publik dapat berupa taman, tempat bermain, jalan, atau ruang terbuka. Ruang publik kemudian didefinisikan sebagai ruang atau lahan umum, dimana masyarakat dapat melakukan kegiatan publik fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu komunitas, baik melalui kegiatan sehari-hari atau kegiatan berkala. (Kusumawijaya, 2006).

Ruang publik kota sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya harus memberikan kebebasan bagi penggunanya. Sedang menurut Lynch dan Carr (1981), penggunaan ruang publik sebagai ruang bersama merupakan bagian integral dari tata tertib sosial, sehingga perlu adanya pengendalian terhadap kebebasan tersebut. Pengendalian dalam penggunaan ruang publik berkaitan dengan toleransi akan kepentingan orang lain yang juga menggunakan ruang publik tersebut.

Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis dan bermakna (Putnam, 1993) yang mempunyai arti:

1. Responsif dalam arti ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas.

2. Demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksesibilitas bagi berbagai kondisi fisik manusia.

(29)

Dengan karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat, tidak diragukan lagi arti pentingnya dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kapital sosial. Ruang-ruang publik tersebut yang selama ini menjadi tempat warga melakukan interaksi, baik sosial, politik maupun kebudayaan tanpa dipungut biaya. Tetapi kebanyakan ruang publik kota diduduki secara intens atau menetap dan selama tidak ada yang keberatan maka penguasaan itu akan semakin kuat. Seperti menduduki pedestrian sebagai tempat berdagang, sedangkan pedestrian adalah ruang publik untuk tempat pejalan kaki.

2.3 Ruang Publik Kota

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Jaringan jalan merupakan salah satu pembentuk struktur kota, menjadi aspek penting dalam pembangunan wilayah, ekonomi, sosial dan politik. Melalui fungsinya sebagai sarana transportasi, jaringan jalan memiliki keterkaitan yang erat dengan pola penggunaan lahan perkotaan.

(30)

jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang publik kota yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Tiap ruas jalan memiliki bagian-bagian jalan, dimana masing-masing memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian jalan terdiri dari:

a. Ruang publik kota adalah ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas (dengan atau tanpa jalur pemisah), bahu jalan dan jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak dibagian paling luar dari ruang publik kota yang digunakan untuk mengamankan bangunan jalan.

(31)

aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

(32)

2.4 Ruang Manfaat Jalan Sebagai Ruang Publik

Menurut Donald Elliott (1981), ruang publik terbagi dari tiga yaitu jalan, pedestrian/trotoar dan non trotoar (tanah kosong, taman baik dipelihara oleh perorangan maupun pemerintah). Dari ketiga bentuk tersebut jalan sebagai inti dari ruang publik dimana terjadi pergerakan manusia tempat bergantung kehidupan kota. Sedang menurut Depertemen Pekerjaan Umum pengertian jalur pejalan kaki adalah semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki termasuk trotoar dan bahu jalan yang sering dipakai pedagang sebagai tempat kegiatannya setiap hari.

Trotoar, yang dimaksud dengan trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada daerah milik jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Untuk pejalan kaki merasa nyaman, perencanaannya pun dibuat sedemikian yaitu:

a. Trotoar pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih dari 300 orang per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00) dan volume lalu lintas lebih dari 1.000 kendaraan per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00).

(33)

memenuhi ruang bebas trotoar juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas.

c. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Lebar minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1 sesuai dengan klasifikasi jalan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Tabel 2.1 lebar trotoar minimum.

Tabel 2.1 Lebar Trotoar Minimum

Klasifikasi Jalan Rencana

Standar

Sumber: Depertemen Pekerjaan Umum, 1995

(34)

Pejalan kaki sebagai istilah aktif, adalah orang yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat yang bersifat mekanis (kecuali kursi roda). Jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki, adalah tempat jalur khusus bagi para pejalan kaki. Pedestrian dapat berupa trotoar, alun-alun dan sebagainya. Baik Shirvani (1985) maupun Lynch (1987) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun street (jalan-koridor).

Tabel 2.2 Kondisi Kepadatan Ruang Publik Kondisi Jarak Antar

Orang (m)

Sirlukasi antar pejalan kaki mungkin terjadi tanpa saling mengganggu.

Ada

Halangan 1.0 – 1.2

0.9 – 1.2

0.7 - 0.9

Sirkulasi antar pejalan kaki yang sedang berdiri.

Nyaman buat berdiri tetapi berjalan diantara orang yang sedang berdiri akan menimbulkan sedikit gangguan.

Terdesak 0.6 0.3 – 0.7

Pejalan kaki yang sedang berdiri tidak saling bersentuhan tetapi berada dalam jarak yang kurang nyaman, sirkulasi sama sekali terhalang.

Padat 0.6 0.2 – 0.3

Kontak tubuh sulit dihindari, sirkulasi antar manusia tidak mungkin terjadi.

Berdesak-desakan 0 0.2

Orang yang berdiri penuh sesak, tidak mungkin terjadi gerakan atau sirkulasi apapun.

(35)

2.5 Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pengguna Ruang Publik

Perilaku pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah mempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota besar ini mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan.

2.5.1 Defenisi dan Klasifikasi Pedagang Kaki Lima

(36)

Sektor informal kini menjadi kebijakan eksplisit dalam pembangunan nasional, yang mana sektor informal diharapkan dapat berperan sebagai katup penyelamat dalam menghadapi masalah lapangan kerja bagi angkatan kerja yang tidak dapat terserap dalam sektor modern/formal. Salah satu wujud dari sektor informal adalah kegiatan pedagang kaki lima, kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan oleh kegiatan formal yang mana kegiatan mereka sering menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya. Keberadaan pedagang kaki lima di tempat–tempat (badan jalan, jalur pejalan kaki) yang berpotensi untuk mendapatkan pembeli, tetapi menimbulkan anggapan bahwa kegiatan mereka tidak tertampung atau mereka tidak mempunyai lokasi berjualan resmi (pasar).

Menurut Wirosandjojo (1985) dalam Harris Koentjoro (1994), sektor informal merupakan bagian dari kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan), yang memiliki ciri-ciri antara lain:

a. Pola kegiatannya tidak teratur, baik waktu, permodalan maupun penerimaan.

b. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omsetnya kecil dan diusahakan berdasar hitungan harian.

c. Umumnya tidak memiliki tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya.

(37)

e. Umumnya dilakukan oleh dan melayani masyarakat yang berpenghasilan rendah.

f. Tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan dan ketrampilan kerja.

g. Umumnya tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari kerabat keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.

h. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan dan perkreditan formal. 2.5.2 Permasalahan Pedagang Kaki Lima

Pembahasan sektor informal khususnya pedagang kaki lima menunjukkan bahwa di satu sisi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang cukup besar kepada pemerintah, namun dalam waktu yang bersamaan keberadaan mereka juga dianggap menimbulkan permasalahan bagi pemerintah maupun masyarakat lainnya.

Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat dua permasalahan pokok yang ditimbulkan oleh keberadaan pedagang informal. Pertama, adalah permasalahan yang dihadapi oleh pedagang kaki lima itu sendiri yaitu:

a. Kecilnya modal usaha yang dimiliki; b. Rendahnya latar belakang pendidikan; c. Rendahnya keterampilan yang dimiliki;

(38)

a. Menyebabkan kesemrawutan kota; b. Mengurangi keindahan kota; c. Menyebabkan kekumuhan kota;

d. Menimbulkan kerawanan sosial, kenyamanan lalu lintas dan mengganggu aktivitas ekonomi pedagang lain yang memiliki tempat resmi.

Permasalahan tersebut timbul dikarenakan pedagang kaki lima di Kota Medan umumnya menggunakan fasilitas umum antara lain trotoar, di atas parit pada ruas-ruas jalan utama, di depan pertokoan pada pusat kawasan perdagangan, dan di lingkungan pasar-pasar tradisional. Pedagang kaki lima ini melakukan kegiatan usahanya dengan menggunakan gerobak, lapak, dan bangunan semi permanen. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun hasilnya belum memuaskan, bahkan ada kecenderungan penyebaran semakin meluas dan jumlahnya semakin bertambah. Meningkatnya jumlah pedagang kaki lima ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung antara lain terbatasnya lapangan kerja baru, krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada pemutusan hubungan kerja, urbanisasi semakin meningkat, keterbatasan kemampuan untuk memiliki tempat usaha yang tetap, penegakan hukum yang masih lemah serta belum dilaksanakannya operasi penertiban secara kontiniu dan konsisten.

2.5.3 Perilaku Pedagang Kaki Lima

(39)

aktifitas pedestrian. Pedagang kaki lima di pedestrian hampir dijumpai pada semua fungsi kawasan, baik dengan fungsi utama perkantoran, pendidikan, kesehatan, perumahan maupun perdagangan. Secara umum, faktor utama pemicu hadirnya pedagang kaki lima adalah pejalan kaki. Jika kemudian pada kawasan perdagangan muncul banyak pedagang kaki lima, karena di kawasan tersebut lebih banyak pejalan kakinya.

Berdasarkan Absori et.al. dalam Kusumawijaya, (2006) pedagang kaki lima memiliki dimensi kegiatan yang sangat kompleks, baik terkait dengan aspek ekonomi, teknis, sosial, lingkungan maupun ketertiban umum. Beberapa aspek tersebut antara lain:

a. Pedagang kaki lima sering menggunakan public space (tempat umum) secara permanen seperti trotoar, jalur lambat, badan jalan, bahu jalan, lapangan dan sebagainya.

b. Pedagang kaki lima seringkali mengganggu kelancaran lalu lintas.

c. Lahan yang dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima sering bertolak belakang dengan aturan peruntukan lahan perkotaan.

d. Limbah pedagang kaki lima sering mengganggu lingkungan dan kebersihan kota.

e. Keberadaan pedagang kaki lima sering mengganggu ketertiban umum, terutama pemakai jalan dan pemakai bangunan formal di sekitar pedagang kaki lima.

(40)

Teori-teori pedagang kaki lima yang berkaitan dengan tesis Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota sesuai dengan tinjauan pustaka yang dipaparkan di atas didapat temuan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Teori Pedagang Kaki Lima

No Pedagang kaki lima Wiro sanjoyo

(1985)

Absori et al (2006) 1 Pola kegiatan tidak teratur dalam

menggunakan ruang publik √ √

2 Modal usaha/omset kecil √

3 Tempat usaha tidak menetap dan tanpa

batas menggunakan ruang publik √ √

4 Melayani masyarakat berpenghasilan

rendah √

5 Tidak membutuhkan keahlian khusus √ 6 Mengganggu ketertiban & kelancaran lalu

lintas √ √

7 Tidak ada legalitas √ √

Pedagang kaki lima ini menyimpan persoalan yang tidak sederhana, apalagi pedagang kaki mengambil ruang publik, yang seharusnya bisa dipakai semua warga publik. Pemakaian ruang publik untuk kepentingan ekonomi rupanya merupakan pemaknaan ekonomis atas ruang publik. Yang menjadi soal apabila pemaknaan itu sekaligus menjadi pemilikan. Bahwa ruang publik menjadi milik dari pedagang kaki lima yang sudah bertahun-tahun memakainya.

(41)

Pedagang kaki lima selalu menjadi perdebatan antara pro dan konta karena keberadaannya yang selalu menempati ruang terbuka publik kota (jalan, trotoar, bahu jalan, taman dll) terutama yang memiliki aksesibilitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan terjadinya perebutan ruang antara pedagang kaki lima dan pengguna ruang lainnya.

2.6 Kajian Spasial

Lynch (1987), menyatakan dalam teorinya mengenai spatial rights, yaitu suatu pemahaman mengenai kebebasan sekaligus pengendalian dalam penggunaan ruang publik, terdiri dari beberapa aspek-aspek yaitu:

1. The right of presence, adalah hak untuk berada di ruang publik manapun,

dengan atau tanpa tujuan apapun, dengan kesadaran bahwa kita tidak bisa dilarang siapapun untuk berada di ruang publik tersebut. Aspek ini tidak terlepas dari aksesibilitas ruang publik, sebab hadirnya seseorang di ruang publik karena ruang tersebut dapat diakses secara leluasa, seperti adanya toko-toko dan pedagang kaki lima, menggambarkan jenis kelompok manusia hadir di tempat tersebut.

2. The right of use and action adalah hak menggunakan ruang publik secara

(42)

3. Appropriation, berkaitan dengan hak untuk membuat batas di ruang publik

dan kemudian menguasai tempat tersebut. Jika dikaitkan dengan pedagang kaki lima di ruang publik, maka batas yang dibuat merupakan kebutuhan tempat untuk kegiatan berdagang yang berhubungan langsung dengan pembelinya, walaupun bisa mengancam bagi yang lain.

4. The right of modification, dimana seorang pengguna berhak melakukan

perubahan terhadap ruang publik sesuai dengan keputusannya, tetapi dengan pertimbangan bahwa itu dapat menimbulkan kerusakan terhadap ruang tersebut dan bahwa orang lain pun mempunyai hak terhadap ruang itu. Perubahan ruang publik dari pengguna sebelumnya akan diterima pengguna yang akan datang, masalah yang muncul kemudian adalah perubahan itu tidak selalu dapat diterima oleh publik dan sangat berkaitan dengan pengguna masa depan.

5. The right of disposition, yaitu kepemilikan oleh sekelompok orang

terhadap suatu ruang publik secara pengakuan dan bukan berdasarkan aspek legalitas. Aspek ini berkaitan dengan hak untuk mengurangi akses publik ke ruang tersebut untuk alasan keamanan, kebersihan dan lain-lain. Ini merupakan salah satu bentuk kontrol terhadap pengguna ruang publik.

(43)

Pasar sebagai salah satu ruang kegiatan ekonomi merupakan tempat berkumpulnya untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap induvidu dalam masyarakat, pemenuhan kebutuhan tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan hidup juga untuk memperbaiki kondisi manusianya, menurut (Buie, S, 1996). Pasar lalu berkembang menjadi pusat kegiatan sosial. Hal ini yang menyebabkan pasar sebuah pusat dan menyebar dari pusat tersebut.

Hak-hak alami seseorang atas ruang harus dapat dikendalikan supaya tidak mengalami pertentangan dengan orang lain yang mempunyai hak terhadap ruang publik tersebut. Konflik yang paling sering terjadi di ruang publik di kota-kota di Indonesia adalah ditimbulkan oleh pemenuhan hak pedagang kaki lima di ruang publik, untuk itu diperlukan perubahan pandangan pada masyarakat dan pemerintah kota, bahwa pedagang kaki lima dapat menjadi daya tarik bagi ruang publik, terutama di pusat-pusat kegiatan kota karena mereka dapat menarik pembeli, apabila lokasi pedagang kaki lima ini diatur untuk menghindari konflik. Padahal dalam jangka panjang keberadaan public space sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi perkotaan. Makin luas urban open space di kota, makin banyak orang yang berkumpul pada simpul/node tersebut dan makin tinggi gedung-gedung di sekelilingnya (nilai ekonomi lahan makin tinggi sehingga intensitas penggunaan lahan makin tinggi pula).

(44)

ruang terbuka publik yang baik, seseorang harus mengerti bagaimana perkembangan tatanan sosial di tempat tersebut. Kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan struktur sosial pada masalah penempatan pedagang kaki lima di ruang publik. Struktur ini sudah ada sejak lama dan sudah harus menjadi bagian integral dari masyarakat kota.

Perancangan dan perencanaan ruang terbuka publik yang baik adalah kemampuan untuk mencapai dan memelihara keseimbangan antara hak dan kebutuhan yang berpotensi dalam menimbulkan konflik. Keseimbangan ini perlu dicapai agar hak seseorang atau sekelompok orang dalam mempertahankan posisinya di ruang publik tidak mengganggu orang lain yang juga membutuhkan ruang publik untuk tujuan yang berbeda. Hak-hak alami seseorang atas ruang publik harus dapat dikendalikan supaya tidak mengalami pertentangan dengan orang lain yang juga mempunyai hak terhadap ruang publik tersebut.

(45)

pengendalian yang tetap menghargai kebebasan publik dalam menggunakan ruang publik kota.

Beberapa aspek penting dalam penataan ruang publik untuk dapat mengakomodasi kebutuhan pedagang kaki lima di ruang publik kota, yang dapat diambil dari kajian teori di atas, adalah:

a. Aspek kebebasan dalam menggunakan ruang publik. Ruang publik harus dapat digunakan secara leluasa dan aman oleh pemakainya, dengan demikian harus mempunyai aksesibilitas yang baik bagi setiap kelompok masyarakat kota.

b. Aspek kontrol dalam penggunaan ruang publik. Ruang publik merupakan bagian integral kehidupan kota dan menjadi milik publik, sehingga menggunakan ruang harus ada aturan-aturan sosialnya. Walaupun setiap orang berhak menggunakan ruang publik, tetap harus ada pengendaliannya dan harus memperhatikan untuk siapa atau untuk apa ruang publik tersebut sehingga dapat ditentukan siapa yang harus mendapat prioritas yang lebih besar dalam penataan.

(46)

d. Aspek pedagang kaki lima sebagai pendukung kegiatan di ruang publik. Keberadaannya harus dapat ditampung di ruang publik dan bukan diasingkan atau disingkirkan dari kegiatan publik. Pembahasan dalam studi literature menunjukkan bahwa pedagang kaki lima juga merupakan pengguna ruang publik. Sehingga dalam penataan pedagang kaki lima di ruang publik keberadaannya dapat diberi fungsi atau arti yang lebih, misalnya sebagai salah satu perabot urban atau perabot ruang publik. Pedagang kaki lima merupakan salah satu unsur ruang publik yang mempunyai kebutuhan untuk kegiatannya dan harus dapat berintegrasi dengan unsur lainnya.

Ruang trotoar dan badan jalan yang dipakai oleh pedagang kaki lima untuk berdagang yang mempunyai fungsi dan kegiatan yang berlangsung di dalamnya dapat menciptakan ambiguitas atau multi identitas, Soja (2000). Dengan demikian trotoar dan badan jalan yang dipergunakan pedagang untuk kegiatan sehari-hari dapat dinyatakan sebagai ruang paradoks atau ruang hybrid, Bhabha (1994). Oleh karena itu trotoar dan badan jalan sudah seharusnya dianggap sebagai sebuah hasil ruang yang beragam dengan tingkat keterbukaan yang tinggi, (Jhonston, 2000).

(47)

Teori-teori kajian spasial yang berkaitan dengan tesis Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang publik kota sesuai dengan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas didapat temuan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Teori Kajian Spasial

No Kajian Spasial Kevin Lynch

(1987)

Alexander (1975)

Putnam (1993)

1 Aksesibilitas ruang publik √ √

2 Ruang publik digunakan sebagai

ruang sosial masyarakat √ √

3 Fleksibilitas peristiwa dan

penggunaan ruang publik √ √ √

Dari hasil paparan teori-teori menunjukan bahwa pertentangan atau munculnya faktor tarik menarik yang wujudnya perebutan ruang sebagai faktor mediasi, menjadi komoditas karena memiliki nilai guna dan tukar yang tinggi. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia yang dapat menimbulkan konflik ruang sesama pedagang, karena tidak ada lagi keselarasan antara ruang yang tercipta dengan peristiwa yang berlangsung.

(48)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota pada kawasan koridor jalan Arif rahman Hakim dan Jalan Aksara Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area Kota Medan. Di kawasan tersebut terdapat Pasar tradisional yang bernama Pasar Sukaramai. Pasar ini selalu ramai dikunjungi oleh pembeli, pedagang kaki lima, pedagang asongan maupun kenderaan yang berlalu lintas di jalan tersebut. Jalan yang menjadi lokasi penelitian ini adalah jalan lingkar dalam (Inner Ring Road) Kota Medan, sehingga jalan ini sangat padat dan sering menimbulkan kemacetan akibat kegiatan yang ada di dalamnya.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan mengidentifikasi dan memahami kondisi perebutan ruang dalam penentuan lokasi pedagang kaki lima serta meneliti perilaku pedagang kaki lima melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden sebagai alat pengumpul data.

3.3 Populasi dan Sampel

(49)

kaki lima yang berjualan di sekitar lokasi penelitian. Pedagang kaki lima yang akan diteliti diambil dari berbagai klassifikasi, disebabkan banyaknya pedagang kaki lima yang memakai kawasan koridor sepanjang jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area Kota Medan, maka yang diambil sebagai sampel hanya beberapa klasifikasi saja Misalnya pedagang yang menggunakan lapak, menggunakan meja dagangan, menggunakan gerobak dorong, menggunakan becak barang, pedagang asongan yang menempati ruang-ruang publik. Ruang publik berupa trotoar, badan jalan, bahu jalan dan median jalan. Sedang untuk menentukan jumlah sampel wawancara menggunakan rumus:

n = N / (Nd2 + 1)

Dimana: N = Jumlah populasi d = Derajat kecermatan n = Jumlah sampel

Untuk penelitian ini nilai derajat kecermatan diambil 5 % yang berarti bahwa derajat kecermatan yang diinginkan menunjukkan tingkat ketepatan dalam mencapai 95 % jaminan ketepatan. Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sample yang diteliti adalah:

Tabel 3.1 Data Pedagang Kaki Lima di lokasi Penelitian

No Pedagang Kaki Lima Jumlah kk

1 Menggunakan lapak 115

2 Menggunakan meja dagangan 57

3 Menggunakan gerobak dorong 24

4 Menggunakan becak barang 31

5 Asongan 27

Total 254

(50)

Dengan menggunakan rumus diatas dapat dihitung jumlah sampel yang akan diteliti yaitu

n = 254 / ((254 x 0,052 )+ 1) = 247 sampel.

Jumlah sampel dari lokasi penelitian yaitu jumlah pedagang kaki lima sebanyak 247 pedagang. Sampel ini terlalu besar untuk diambil sebagai responden. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian maka jumlah sampel dikurangi sehingga diambil angka dengan jumlah sampel sebanyak 100 sampel yang paling minim, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Walpole (1993). Sedangkan untuk dapat menentukan simpangan baku (standard deviation) sampel dari populasi maka dapat dilakukan dengan menganalisis minimal 30 sampel.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer, dimana data ini dikumpul/diperoleh langsung dari responden dan pihak-pihak yang berkompoten terhadap permasalahan yang ada melalui kuisioner dan wawancara. Wawancara menggunakan teknik terstruktur yang artinya peneliti telah melengkapi dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan pokok dan dapat dikembangkan pada saat wawancara secara mendalam.

(51)

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah simbol/lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Variabel berdasarkan perannya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

a. Variabel bebas/independent, yaitu variabel yang dinyatakan sebagai faktor penyebab terjadinya perubahan atau penyebab terjadinya variabel independent.

b. Variabel terikat/dependent, yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independent.

Variabel yang diamati:

Variabel Independent Variabel Dependent

Penyebab Akibat

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Independent

a. Karakteristik pedagang kaki lima

Untuk mengetahui karakteristik dari responden, dengan cara melakukan wawancara melalui alat kuisioner, dengan alat ukur yang dikelompokkan dalam kategori: Jenis kelamin, 1) Pria; dan 2) Wanita; kelompok umur, 1) kurang dari 30

Pedagang Kaki Lima (PKL) - Karakteristik

- Jenis barang dagangan - Alat Bantu berdagang - Alasan memilih lokasi

berjualan

Ruang Publik Kota

- Badan Jalan (lalu lintas kenderaan)

(52)

tahun; 2) diantara 30 s/d 40 tahun; 3) diantara 40 s/d 50 tahun; dan 4) diatas 50 tahun; suku, 1) Batak Toba; 2) Batak Karo; 3) Mandailing; 4) Padang/Minang; 5) Jawa; dan 6) Lain-lain.

b. Lama berdagang di lokasi

Untuk mengetahui telah berapa lama responden melakukan aktivitas berdagang di ruang publik kota, dengan cara melakukan wawancara melalui alat kuisioner, dengan alat ukur yang dikelompokkan dalam kategori: 1) kurang dari 1 tahun; 2) diantara 1 s/d 5 tahun; 3) diantara 5 s/d 10 tahun dan 4) lebih dari 10 tahun.

c. Alat Bantu berdagang

Untuk mengetahui alat bantu yang digunakan oleh pedagang kaki lima dalam menjajakan barang dagangannya di ruang publik kota, dengan cara melakukan wawancara melalui alat kuisioner, dengan alat ukur yang dikelompokkan dalam kategori: 1) Lapak; 2) Kereta dorong; 3) Beca barang; dan 4) Lain-lain.

d. Mengapa berjualan di ruang publik kota

(53)

3.6.2 Variabel Dependent

Untuk mengetahui lokasi berjualan dari responden dengan cara wawancara melalui alat kuisioner dan pengamatan langsung, dengan alat ukur yang dikelompokkan dalam kategori: 1) Badan jalan; 2) Bahu jalan; 3) Trotoar; dan Lain-lain. Sehingga dapat diperoleh kajian spasial pedagang kaki lima dalam pemanfaatan ruang publik kota.

3.7 Metode Analisa dan Penafsiran Data

Pendekatan analisis ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan statistik Penelitian kuantitatif berhubungan dengan angka dan frekuensi kejadian yang dapat dimanipulasikan secara matematis (dijumlah, dikurangi, dibagi maupun dikali).

Untuk menganalisis permasalahan menggunakan analisis silang (crosstab). Dalam analisis silang, variabel-variabel dipaparkan dalam satu tabel dan berguna untuk:

a. Menganalisis hubungan-hubungan antara variabel yang terjadi. b. Melihat bagaimana kedua atau beberapa variabel berhubungan. c. Mengatur data untuk keperluan analisis statistik.

d. Untuk mengadakan kontrol terhadap variabel tertentu sehingga dapat dianalisis tentang ada tidaknya hubungan.

(54)

dengan kondisi spasial di lokasi penelitian dengan item X1 sampai X5. chi-square adalah salah satu analisis statistik yang digunakan untuk menguji suatu hipotesa. Chi-square terutama digunakan untuk uji homogenitas, uji independensi dan uji

keselarasan (goodness of fit).

Adapun rumus chi-square adalah

(

)

bk

ebk = nilai harapan (expected value) pada baris b kolom k

Selain rumus tersebut diatas perlu juga diketahui derajat kebebasan chi-square derajat kebebasan chi-square = df = α

( )( )

k−1 b−1

k = jumlah kolom observasi b = jumlah baris observasi

Dari hasil uji tersebut dapat diambil hipotesanya sebagai berikut

H0 : tidak ada hubungan antara baris dan kolom atau tidak ada hubungan antara variabel independent (pedagang kaki lima) dengan variabel dependent (lokasi berdagang pedagang kaki lima).

Hi : ada hubungan antara baris dan kolom atau ada hubungan variabel independent dengan variabel dependen.

Proses analisis crosstab tersebut menghasilkan perhitungan chi-square test. Dalam menguji hipotesa tersebut apakah H0 diterima atau ditolak yaitu

(55)

a. Berdasarkan perbandingan chi-square hitung dengan chi-square kuisioner Jika chi-square hitung < chi-square tabel maka H0 diterima

Jika chi-square hitung > chi-square tabel maka H0 ditolak b. Berdasarkan probabilitas

Jika nilai probabilitas hitung > 0,05 (probabilitas tabel) maka H0 diterima Jika nilai probabilitas hitung < 0,05 (probabilitas tabel) maka H0 ditolak.

3.8 Jadwal Penelitian

(56)

37 BAB IV

KAWASAN PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa lokasi penelitian berada di lintas jalan lingkar dalam (inner ring road). Pada persimpangan Jalan Arif Rahman Hakim/Jalan Aksara dan Jalan Panglima Denai/Sutrisno terdapat pasar tradisional yang disebut Pasar Sukaramai. Pasar ini sangat ramai dikunjungi oleh pembeli dan pedagang kaki lima yang ramai di sepanjang kawasan. Secara rinci lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3. berikut.

4.2 Generator Aktifitas

(57)

warga sekitar ataupun warga lain yang memanfaatkan Pasar Sukaramai, baik sebagai pembeli maupun sebagai pedagang.

Melihat banyaknya pembeli yang datang ke Pasar Sukaramai membuat bertambah banyak pedagang yang membuka usaha di sana. Walaupun lahan yang disediakan terbatas (tetap), tetapi para pedagang tetap menganggap Pasar Sukaramai adalah pasar yang menjanjikan sebagai tempat berusaha. Oleh karena itu para pedagang memanfaatkan trotoar dan badan jalan sebagai tempat usahanya.

4.3 Tempat Pedagang Kaki Lima Berdagang

Pedagang kaki lima mempunyai sifat alamiah dalam memilih tempat berjualan. Sesuai dengan posisinya sebagai bagian dari sektor informal maka lokasi berjualan mereka pun merupakan lokasi yang informal yaitu lokasi yang tidak direncanakan sebagai tempat untuk kegiatan berjualan. Untuk mendapatkan tempat yang cocok sebagai tempat berdagang pedagang kaki lima, harus mempunyai naluri yang tajam terhadap tempat yang akan berhasil memberikan keuntungan bagi pedagang.

(58)

Sumber: Bappeda Kota Medan, 2008 Gambar 4.1 Peta Kota Medan

(59)
(60)

Sumber : Google Earth, 2010

Gambar 4.3 Foto Udara Lokasi Penelitian

Pasar Sukaramai

Jl. Sutrisno

Jl. Denai

Jl. Arif Rahman hakim

Jl. Aksara

(61)

Kantor Polisi

Sumber: Data Penelitian, 2008 Sumber: Data Penelitian, 2008 Gambar 4.4 Peta Lokasi Penelitian Gambar 4.5 Generator Aktifitas

Lokasi Penelitian

egenda

(62)

Jl. AR. Hakim Jl. Aksara

Jl. P. Denai Jl. Sutrisno

Gambar 4.6 Lokasi penelitian simpang Pasar Sukaramai

Legenda :

- Pasar Sukaramai - Kantor Polisi - Super Market - Ruko

(63)

Badan

jalan

Badan

jalan

Median

jalan

Trotoar

Trotoar

Bahu jalan

Bahu jalan

Ruko

Ruko

2 m

1,2 m

7 m 7 m

1,5 m 1,2 m

2 m

(64)

45 Lokasi yang dipilih oleh pedagang kaki lima tidak hanya berkaitan dengan bentuk atau karakteristik ruang publik tetapi juga dipengaruhi oleh aksesibilitas kawasan. Kondisi ini terlihat jelas pada keberadaan pedagang kaki lima di Pasar Sukaramai, dimana pasar ini merupakan generator aktifitas di lokasi tersebut. Saat ini banyak terdapat tenda, lapak dan gerobak pedagang kaki lima dan pedagang asongan mendominasi kawasan dan menyebabkan hilangnya sebagian ruas jalan umum, Jalan Aksara dan Jalan Arif Rahman Hakim. Kawasan penelitian ini berubah menjadi pusat pedagang kaki lima dan terus dibanjiri para pelaku sektor informal tersebut. Mereka pada umumnya menduduki trotoar, bahu jalan dan badan jalan yang digunakan sebagai arena/lokasi berdagang. Aksesibilitas yang tinggi dengan dukungan keterpaduan antar moda transportasi seperti adanya terminal transit bayangan, adanya angkutan kota, apalagi jalan tersebut merupakan jalan lingkar dalam kota, membuat kawasan itu mudah dicapai dengan sendirinya menjadi daya tarik bagi pedagang kaki lima. Selain itu kawasan tersebut merupakan daerah pemukiman yang sangat padat.

(65)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

Gambar 4.9 Bahu jalan sebagai lokasi berdagang Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

Gambar 4.10 Badan jalan sebagai lokasi berdagang

Cara pedagang kaki lima menempati ruang publik pada umumnya menimbulkan gangguan bagi pengguna ruang publik, baik pejalan kaki maupun pengendara. Ruang publik berupa taman, jalan, trotoar dipergunakan secara maksimal untuk dapat menjajakan barang dagangannya. Keberadaannya yang semula menjadi pendukung kegiatan ruang publik telah berbalik menjadi gangguan baik bagi pejalan kaki maupun pengguna jalan.

(66)

pengendara kenderaaan bermotor menginginkan keleluasaan bergerak, sementara pedagang kaki lima membutuhkan ruang gerak tersebut untuk menjajakan dagangannya. Kehadiran pedagang kaki lima yang menempatkan diri dalam fungsi-fungsi kota ternyata terasa mengganggu bagi masyarakat pengguna ruang publik. Ketika jumlahnya semakin besar akibat yang ditimbulkan bahkan sampai merubah fungsi ruang tersebut seperti yang terjadi pada taman, trotoar, badan jalan dan median jalan seperti yang terjadi pada dua ruas jalan di koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara. Banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang menduduki jalan dan lahan parkir membuat ruas jalan tersebut hilang dan lahan parkir berkurang.

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

Gambar 4.11 Pedagang menutup badan jalan sebagai lokasi berdagang

(67)

4.4 Jenis Ruang Publik

Ruang publik di kawasan penelitian terdiri dari jalur-jalur sirkulasi (trotoar/pedestrian, bahu jalan, badan jalan, median jalan dan lahan parkir). Jalan-jalan yang ada merupakan Jalan-jalan umum yang dilalui berbagai jenis kenderaan bermotor (mobil pribadi, sepeda motor, angkutan umum, sepeda, beca, dan lain-lain). Ruas jalan yang ada sebenarnya cukup lebar (2 lajur kenderaan) untuk dilalui kenderaan, tetapi kondisi yang ada saat ini hanya 1 lajur yang dapat digunakan untuk sirkulasi kenderaan. Dimensi jalan lokasi penelitian sebagai berikut.

Tabel 4.1 Dimensi jalan lokasi penelitian

(68)

4.5 Jenis Barang Dagangan

Jenis barang dagangan yang dijual pedagang kaki lima di kawasan penelitian hampir seragam pada waktu tertentu. Jenis barang dagangan di tempat ini merupakan barang kebutuhan pokok sehari-hari seperti sayur mayur, buah-buahan, daging, ikan, sembilan bahan pokok dan lain sebagainya. Waktu berdagang pedagang kaki lima berlangsung dari dini hari sampai malam hari. Kegiatan ini berlangsung lebih kurang dari pukul 05.00 dini hari sampai sekitar pukul 19.00 malam hari. Pada Jalan Aksara kegiatan lebih bersifat temporer dimana malam hari setelah kegiatan selesai ruang tersebut dikosongkan kembali sehingga keadaan sangat lengang. Sedangkan malam hari pada Jalan Aksara hanya di lewati oleh sedikit pedagang makanan yang menggunakan gerobak sorong (seperti bakso, sate, martabak dan lain-lain). Di persimpangan Jalan Arif Rahman Hakim pada sore hari lebih cenderung pedagang buah. Pada malam hari di Jalan Arif Rahman Hakim ditempati oleh pedagang makanan dengan membuka tenda-tenda sebagai tempat duduk pembeli.

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

(69)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

Gambar 4.13 Pedagang dengan menggunakan gerobak dorong

4.6 Alat Bantu Berdagang Pedagang Kaki Lima

(70)

Alat bantu berdagang pedagang kaki lima di lokasi penelitian terdiri dari: 1. Lapak yaitu dagangan hanya digelar di atas tikar/alas plastik sebagai

tempat dagangannya. Umumnya ini digunakan pedagang buah-buahan dan sayur-sayuran.

2. Meja rangka kayu yaitu dagangan ditaruh di atas meja kayu. Ukuran meja disesuaikan dengan kebutuhan dan ruang yang tersedia. Umumnya digunakan oleh pedagang kelapa, buah-buahan, ikan dan daging.

3. Baskom atau wadah dimana barang dagangan ditaruh di dalam wadah atau baskom. Umumnya digunakan untuk menjual ikan dan udang.

4. Gerobak sorong merupakan salah satu jenis alat bantu pedagang kaki lima yang digunakan sebagai tempat berjualan makanan dan minuman siap saji. Ini biasanya digunakan oleh pedagang tidak menetap.

5. Beca barang adalah pedagang yang tidak menetap. Dagangannya pun dapat bervariasi setiap harinya.

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009 Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

(71)

Sumber : Data penelitian lapangan, 2009 Sumber : Data penelitian lapangan, 2009

Gambar 4.16 Gerobak sebagai tempat

berdagang Gambar 4.17 Becak

(72)

53 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

Penelitian ini dilakukan di Pasar Sukaramai, yang terletak di persimpangan Jalan Arif Rahman Hakim-Jalan Aksara dan Jalan Panglima Denai-Jalan Sutrisno. Keberadaan pasar ini menimbulkan berbagai macam permasalahan terutama yang disebabkan oleh pedagang kaki lima. Untuk itu diadakan penelitian dan penyebaran quisioner untuk mendapatkan hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Penyebaran quisioner yang dilakukan untuk mendapatkan karakteristik umum dari responden serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Quisioner yang disebar sebanyak 100 eksemplar. Sebagai responden adalah pedagang kaki lima yang menempati ruang-ruang publik di sepanjang koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara

5.1.1 Informasi Responden

(73)

33% Tabel 5.1 Data Pedagang Kaki Lima di lokasi Penelitian

No Pedagang Kaki Lima Jumlah kk

1 Menggunakan lapak 115

2 Menggunakan meja dagangan 57

3 Menggunakan gerobak dorong 24

4 Menggunakan becak barang 31

5 Asongan 27

T o t a l 254

Sumber: Data penelitian lapangan, 2009

Informasi responden yang dikaji pada penelitian ini meliputi : jenis kelamin, kelompok umur, suku, hasil/keuntungan serta lamanya berdagang pada lokasi tersebut. Untuk memudahkan analisa maka hasil quisioner dianalisa terhadap masing-masing karakteristik.

5.1.1.1 Non Fisik

a. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Karakteristik pedagang kaki lima di Pasar Sukaramai didominasi oleh wanita sebanyak 67% sedangkan pria sebanyak 33 % (Gambar 5.1). Dengan kelompok umur yang bervariasi dan pada umumnya diantara 40–50 tahun (Gambar 5.1). Karakteristik responden menurut kelompok umur didapat bahwa kelompok umur 40–50 tahun merupakan kelompok umur yang mendominasi pada Pasar Sukaramai. Dilanjutkan dengan kelompok umur 30–40 tahun sebanyak 35%, diikuti oleh kelompok umur < 30 tahun sebanyak 19% serta > 50 tahun sebanyak 5%. Hal ini menunjukkan bahwa responden sangat variatif sehingga diharapkan hasilnya lebih akurat.

(74)

39%

27% 15%

11% 5%

3%

Batak Toba Batak Karo Mandailing

Padang/Minang Jawa Dan lain-lain

Gambar 5.1 Karakteristik responden menurut jenis kelamin dan kelompok umur

(75)

3%

29%

14% 54%

< 1 tahun 1 - 5 tahun

5 - 10 tahun > 10 tahun

Sumber: Hasil analisa penelitian, 2009

Gambar 5.2 Karakteristik responden menurut suku

b. Lama berdagang

(76)

48%

31%

14% 7%

< Rp. 50.000,- Rp. 50.000 - Rp.

100.000,-Rp. 100.000 - 100.000,-Rp. 200.000,- > Rp.

200.000,-Sumber: Hasil analisa penelitian, 2009

Gambar 5.3 Karakteristik responden menurut lama berdagang di lokasi

c. Penghasilan

(77)

89 91 95

Sewa murah T empat

mudah

Sumber : Hasil analisa penelitian, 2009

Gambar 5.4 Karakteristik responden menurut keuntungan/hari

d. Alasan memilih lokasi berjualan di ruang publik kota

(78)

Sumber : Hasil analisa penelitian, 2009

Gambar 5.5 Alasan responden berjualan di ruang publik

e. Dampak keberadaan Pedagang kaki lima

Tempat berjualan yang tepat berupa lokasi yang ramai dilewati orang merupakan kebutuhan yang sangat essensial bagi pedagang kaki lima. Kebutuhan akan ruang tersebut akan menyebabkan konfik dengan pengguna ruang publik lainnya, seperti pejalan kaki dan pengendara. Keberadaan pedagang kaki lima disatu sisi adalah untuk mengurangi pengangguran sebagai lapangan kerja baru, tetapi disisi lain adalah sebagai pengganggu aktivitas pengguna ruang publik. Hasil survey dan penyebaran quisioner mengenai keberadaan pedagang kaki lima yang dilakukan terhadap pedagang kaki lima didapat hasilnya seperti dalam Gambar 5.6. Umumnya berdagang adalah salah satu pekerjaan yang mudah (tidak membutuhkan keahlian khusus) serta dapat membantu perekonomian keluarga. Sesuai dengan teori Wirosandjojo (1985) dalam Harris Koentjoro (1994), pedagang kaki lima yang merupakan sektor informal dari kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan), tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan khusus.

(79)

95

mengakui keberadaan mereka tidaklah sepenuhnya mendapat tanggapan. Pejalan kaki dan pengendara kenderaan membutuhkan keleluasaan bergerak, sementara pedagang kaki lima membutuhkan ruang gerak tersebut untuk menjajakan dagangannya. Kehadiran pedagang kaki lima yang menempatkan diri dalam fungsi-fungsi kota ternyata terasa mengganggu bagi masyarakat sebagai pengguna ruang publik. Hal ini sesuai dengan hasil sebaran quisioner bahwa pedagang kaki lima mengakui bahwa keberadaan mereka sangat mengganggu terutama sebagai penyebab kemacetan (82 responden), penyebab banjir (90 responden) serta penyebab hilangnya keindahan kota (93 responden). Tetapi keberadaan pedagang kaki lima juga berdampak positif terhadap beberapa hal seperti membuka lapangan pekerjaan (95 responden) serta perlu dipertahankan keberadaan- nya (57 responden).

(80)

Gambar 5.6 Dampak keberadaan pedagang kaki lima

Sumber: Hasil analisa penelitian, 2009

Gambar 5.7 Kemacetan yang disebabkan pedagang kaki lima

5.1.1.2 Fisik

a. Perilaku Penyebaran Pedagang Kaki Lima

Gambar

Tabel 2.2   Kondisi Kepadatan Ruang Publik
Tabel 3.1 Data Pedagang Kaki Lima di lokasi Penelitian
Gambar 4.1 Peta Kota Medan
Gambar 4.2 : Peta Kecamatan Kota  Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Jalan Kokrosono dan Jalan Kartini Timur merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil. Kehadiran Pedagang Kaki Lima menimbulkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan kredit yang diambil oleh pedagang kaki lima di Jalan Jawa Jember yang mereka ambil dari pelepas uang dan untuk

PENGARUH KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI (Studi Kasus : Jalan Iskandar Muda Medan, Kecamatan Medan

dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Identifikasi Persoalan Ekonomi Kota Studi Kasus Sektor Informal PKL (Pedagang Kaki Lima) di Koridor Jalan Arif Rahman Hakim ”

- Penyalah gunaan jalur pejalan kaki oleh pedagang formal dan informal pada koridor jalan - Perubahan fungsi dari ruang publik terjadi pada. koridor brigjend

Judul Skripsi : PERSEPSI PEDAGANG TERHADAP TERITORI DALAM PENGGUNAAN RUANG PUBLIK (Studi Kasus : Koridor Jalan Iskandar Muda, Medan) Nama Mahasiswa : Tomy.. Nomor Pokok

Penulis menyusun skripsi dengan judul “Analisis Kegiatan Usaha Pedagang Kaki Lima Dengan Metode Swot (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Jalan Kapten Muslim Kota Medan)”..

Pedagang Kaki Lima Terhadap Kenyamanan Jalur Pejalan kaki ( Studi Kasus: Jalan Iskandar Muda Medan, Kecamatan Medan Baru )“ yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan