PENGARUH
PENAMBAHAN
CAHAYA
KONTINU
TERHADAP
PRODUKTIVITAS
TANAMAN
KARET
RAKYAT
(
Hevea
Brasiliensis
Muell
Arg.)
DI
TANJUNG
JABUNG
BARAT,
PROVINSI
JAMBI
ENDANG
RUSPARYATI
DEPARTEMEN
AGRONOMI
DAN
HORTIKULTURA
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
ABSTRACT
This research is to know the relations of continous light to rubber plants’
productivity, located in West Tanjung Jabung, Jambi. This is an uncontrolled
research with research spots taken at 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m,
525 m, 600 m, 700 m, and 800 m distances from flare. There are four rubber
plants taken on each spots and flare is the light source researched. The variables
observed on this research are rubbers production, light (illuminations, irradiations,
UV, and quantum) splitted to day observation to the sunlight and night
observation to the flare light. Other observation done on this research are weeds’
vegetation analysis, soil and air temperature observation, and soil analysis.
Results on this research is the increase of contionus flare has no impact to the
rubber plants productivity, because the observe value on the night observations
show that illumination value is about 0,001-0,004 watt/m2, but the value of UV,
irradiations and quantum shows zero point. Productivity of rubber plant is affected
by the age of the plant and klon used as a seed, no treatment, no weeds’ control,
and soil structure.The most influential factors in the production rubber clones GT
and AVROS is the nutrient content of the soil, soil texture, soil pH, the amount of
weeds, and the growth of rubber trees. In clone LCB factors affecting production
are soil nutrient content, soil texture, soil pH, the amount of weeds, and the
growth of rubber trees.
RINGKASAN
ENDANG RUSPARYATI. Pengaruh Penambahan Cahaya Kontinu
Terhadap Produktivitas Tanaman Karet Rakyat (Hevea Brasiliensis Muell
Arg.) Di Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. (Dibimbing oleh
HERDATA AGUSTA)
Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara
penambahan cahaya kontinu dan produktivitas tanaman karet. Cahaya kontinu
berasal dari flare. Flare perupakan cerobong panjang yang dialiri gas dan dibakar
diatasnya. Penelitian dilaksanakan di Tanjung Jabung Barat, Jambi. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2011.
Percobaan yang dilakukan di lapang bukan merupakan percobaan yang
terkontrol, tetapi merupakan bentuk percobaan observasional. Contoh tanaman
yang diamati diambil sesuai dengan jarak tanaman dengan flare. Percobaan
dilakukan pada jarak 225m, 275m, 325m, 375m, 425m, 475m, 525m, 600m,
700m, dan 800m dari flare. Setiap titik diambil empat tanaman, sehingga terdapat
40 tanaman contoh. Selain mengambil contoh tanaman, juga dilakukan
pengamatan nilai cahaya matahari dan cahaya api biru dari flare. Pengamatan
cahaya flare dilakukan pada titik 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, dan 150
m dari flare.
Rata-rata nilai iluminasi pada bulan Februari sebesar 21 166 lux, pada
bulan Maret sebesar 16 568 lux, dan untuk bulan Juni sebesar 18 684 lux, nilai
iluminasi yang paling besar pada bulan Februari. Rata-rata nilai UV pada bulan
Februari sebesar 1 mw/cm2, pada bulan Maret sebesar 1.38 mw/cm2, dan untuk
bulan Juni sebesar 1.5 mw/cm2, nilai UV yang paling besar adalah pada bulan
Juni. Nilai ilumnasi berbeda dengan nilai UV. Rata-rata nilai iradiasi pada bulan
Februari sebesar 34 watt/m2/menit, pada bulan Maret sebesar 28.67
watt/m2/menit, dan untuk bulan Juni sebesar 32.72 watt/m2/menit, nilai iradiasi
yang paling besar adalah pada bulan Juni. Rata-rata nilai kuantum pada bulan
Februari sebesar 563 µEinstein s-1m-2, pada bulan Maret sebesar 572.6 µEinstein
karena tidak tersedianya peralatan alat. Nilai iradiasi cahaya flare pada malam hari
pada jarak 10 – 150 m dari cerobong flare sebesar 0.001 watt/m2, sedangkan pada
jarak 225 m nilai irradiasi sebesar 0 watt/m2. Hal ini menunjukan bahwa iradiasi
cahaya tidak berpengaruh terhadap tanaman karet.
Lahan yang digunakan dalam penelitian merupakan kebun karet rakyat yang
berada di Betara Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Tinggi permukaan tanah
adalah 17 meter diatas permukaan laut, sehingga tanah banyak mengandung pasir.
Jenis tanah berkolerasi positif terhadap permeabilitas air, sehingga penguapan air
lebih cepat dan pada musim kemarau mengalami kekeringan.
Terdapat 3 varietas yang ditanam di perkebunan karet rakyat ini, yaitu GT
(Gondang Tapen), Avros (Algemene Vereniging Rubber Planters Oostkust Sumatra),
dan LCB. Pada klon GT produksi tanaman karet termasuk rendah, hanya berkisar
antara 3.12 – 17.80 kg / ha / hari. jika dibandingkan dengan produktivitas klon GT
sebesar 20 kg/ha/hari. Produksi pada klon AVROS juga terbilang rendah dengan
produksi anara 4.08 – 6.94 kg/ha/hari dibandingkan dengan produktivitas klon
AVROS yang dapat mencapai 15 kg/ha/hari. Pada klon LCB dikatakan rendah
dengan produksi sebesar 0.58 dan 1.54 kg/ha/hari jika dibandingkan dengan
produktivitas klon LCB sebesar 15 kg/ha/hari. Produksi yang rendah pada klon
LCB karena karet belum matang sadap, sehingga lateks yang dihasilkan belum
maksimal. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi lateks tiga klon tersebut
adalah kandungan hara tanah, tekstur tanah , pH tanah, jumlah gulma, dan
PENGARUH
PENAMBAHAN
CAHAYA
KONTINU
TERHADAP
PRODUKTIVITAS
TANAMAN
KARET
RAKYAT
(
Hevea
Brasiliensis
Muell
Arg.)
DI
TANJUNG
JABUNG
BARAT,
PROVINSI
JAMBI
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut pertanian Bogor
ENDANG
RUSPARYATI
A24070061
DEPARTEMEN
AGRONOMI
DAN
HORTIKULTURA
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP
PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea
Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT,
PROVINSI JAMBI
Nama : Endang Rusparyati
NIM : A24070061
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Herdhata Agusta
NIP. 19590813 198303 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 1961110 198703 1 003
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Pamekasan pada tanggal 24 Januari 1989
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Hafid dan ibu Hairiyah.
Tingkat pendidikan dasar ditempuh oleh penulis selama 6 tahun dan selesai pada
tahun 2001 di Sekolah Dasar Tobungan II, Galis, Pamekasan. Selain Sekolah
dasar, penulis juga bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Nasyatus Sibyan yang
ditempuh selama 7 tahun dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat
pertama diselesaikan di SLTP 5 Pamekasan pada tahun 2004. Pendidikan tingkat
menengah diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 2 Pamekasan. Penulis
menjadi pengurus OSIS SMA tahun 2006 sebagai ketua divisi Demokrasi, HAM,
Pendidikan Politik, Lingkungan Hidup, Kepekaan dan Toleransi.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan Agronomi dan
Hortikultura. Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh
departemen Agronomi dan Hortikultura seperti TEGAR II sebagai seksi LKTI.
Saat ini penulis menjadi salah satu staf pengajar di bimbingan belajar Mitra
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT. atas rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Cahaya Kontinu Terhadap Produktivitas Tanaman Karet Rakyat
(Hevea Brasiliensis Muell Arg.) Di Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi”. Pada
kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Herdhata Agusta sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan, saran, dan dana selama Penulis melakukan penelan.
2. Bapak Tarmidzi, Amroni, Mbak Devi serta seluruh staf Betara Gas Plant,
Jambi yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian.
3. Bapak, Ibu, Adik dan saudara-saudara penulis yang telah meberikan doa
dan kasih sayang selama penulis menyelesaikan studi.
4. Teman-teman AGH 44 dan semua yang telah membantu penelitian ini yang
berupa bantuan tenaga dan dukungan dan pikiran selama percobaan
berlangsung.
5. Warga Whardhatul Jannah dan para anggota GASISMA yang telah
memberikan dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberi manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan bagi pembacanya.
Bogor, Juli 2012
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Karakteristik Karet ... 3
Lateks ... 3
Cahaya Kontinu ... 5
Analisis Komponen Utama ... 6
BAHAN DAN METODE ... 8
Tempat dan Waktu Percobaan... 8
Bahan dan Alat ... 8
Metode Pelaksanaan ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
Kondisi Umum ... 24
Parameter Cahaya Pada Siang Hari... 27
Pengamatan Bulan Februari... 27
Pengamatan Bulan Maret... 29
Pengamatan Bulan Juni... 32
Pengamatan Pada Malam Hari ... 35
Pengukuran Suhu Tanah dan Udara Pada Siang Hari... 36
Pengukuran Suhu Tanah Pada Malam Hari ... 37
Kecepatan Angin ... 38
Jumlah gas yang dibakar ... 39
Pengamatan Gulma... 40
Pengamatan Tanah ... 43
Produktifitas Tanaman Karet... 46
Analisis Komponen Utama ... 50
KESIMPULAN DAN SARAN... 57
Kesimpulan... 57
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR
TABEL
Nomor Halaman
1. Deret Standar Campuran Kepekatan K, Na, Ca, dan Mg... 11
2. Populasi Tanaman Setiap Titik Sampel ... 26
3. Kondisi Gulma pada Klon GT ... 41
4. Kondisi Gulma pada Klon Avros... 42
5. Kondisi Gulma pada Klon LCB... 43
6. Hasil Analisis Hara Mikro Tanah ... 44
7. Hasil Analisis Fisika Tanah (Titik 225) ... 46
8. Hasil Produksi Tanaman Karet ... 48
9. Nilai Ciri 5 Komponen Utama dari 26 Karakter pada Klon GT ... 50
10. Nilai Ciri 5 Komponen Utama dari 26 Karakter pada Klon AVROS... 53
DAFTAR
GAMBAR
Nomor Halaman
1. Flare Api Biru ... 24
2. Penampakan Batang Karet ... 25
3. Nilai Iluminasi Bulan Februari 2011 ... 28
4. Nilai Sinar UV Bulan Februari 2011 ... 28
5. Iradiasi Cahaya Bulan Februari 2011... 29
6. Kuantum Cahaya Bulan Februari 2011... 29
7. Nilai Iluminasi Bulan Maret 2011 ... 30
8. Nilai Cahaya UV Bulan Maret 2011 ... 30
9. Nilai Iradiasi Cahaya Bulan Maret 2011... 31
10. Nilai Kuantum Cahaya Bulan Maret 2011... 32
11. Nilai Iluminasi Cahaya 14 Juni 2011 ... 33
12. Nilai UV Pada Tanggal 14 Juni 2011 ... 33
13. Nilai Iradiasi Pada Tanggal 14 Juni 2011 ... 34
14. Iradiasi Cahaya Api Flare Pada Malam Hari ... 35
15. Suhu Tanah Siang Hari Pada Jarak 225 m Dari Flare api biru ... 36
16. Pengamatan Suhu Tanah Pada Malam Hari... 37
17. Suhu Api Flare ... 38
18. Kecepatan Angin ... 39
19. Jumlah Gas Yang Dibakar pada Bulan Februari sampai Mei 2011... ...40
20. Penyadapan Sistem 1/2 S dan Penyadapan Sistem V ... 47
21. Konsumsi Kulit Karet (a), Pemulihan Kulit Karet(b) ... 47
22. Produksi Lateks Tanaman Karet ... 49
23. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (kesuburan tanah x produksi) ... 51
24. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (produksi x jumlah gulma) .. 52
25. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (kesuburan tanah x produksi) ... 53
26. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (Pertumbuhan tanaman x gulma) ... 54
DAFTAR
LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Denah Penelitian ... 62
2. Gambar Alat Untuk Pengukuran di Lapang... 63
3. Hasil Analisis Tanah ... 64
4. Komposisi Tanah ... 66
5. Data Curah Hujan Jambi ... 67
6. Keragaman Gulma ... 68
7. Pengukuran Cahaya Matahari ... 69
8. Pengukuran Iradiasi Cahaya Api Flare ... 71
9. Pengukuran Suhu Tanah, Udara dan Kecepatan Angin ... 72
10. Pengukuran Suhu Tanah Malam Hari ... 73
11. Gambar Cerobong dengan FLIR pada Malam Hari ... 74
12. Gambar FLIR pada Siang Hari di Beberapa Jarak dari Flare ... 75
13. Suhu Tanah dengan FLIR di Area Flare pada Siang Hari ... 77
14. Suhu Tanah dan Tanaman dengan FLIR di Area Flare pada Malam Hari... 80
15. Suhu Batang Karet dan Kanopi dengan Menggunakan FLIR... 82
16. Hasil Analisis Komponen Utama Klon GT ... 83
17. Hasil Analisis Komponen Utama Klon AVROS ... 84
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet alam merupakan komoditi pertanian yang penting untuk lingkup
nasional maupun internasional. Indonesia merupakan produsen karet terbesar
kedua setelah Thailand. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian
yang menunjang perekonomian Negara. Tidak sedikit masyarakat yang
menggantungkan penghasilannya dari hasil produksi karet.
Perkebunan karet lebih banyak ditemukan di pulau Sumatera dan
Kalimantan. Direktorat Jendral Perkebunan (2011) mencatat luas lahan karet di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya (Lampiran 1). Peningkatan
yang signifikan lebih didominasi oleh perkembangan kebun karet rakyat. Pada
tahun 2011 diperkirakan luas lahan perkebunan karet mencapai 3.5 juta hektar.
Produksi karet juga mengalami peningkatan hingga 2.6 juta ton. Tercatat luas
lahan perkebunan karet rakyat diperkirakan mencapai 2.9 juta ha dan
menghasilkan produksi karet sebesar 2.1 juta ton. Hasil produksi karet pada tahun
1998 dengan luas lahan 3.6 juta ha menghasilkan karet sebanyak 1.6 juta ton.
Perkebunan karet rakyat pada tahun tersebut seluas 3.1 juta ha dan sisanya
merupakan perkebunan karet swasta dan perkebunan karet pemerintah, sedangkan
hasil produksi perkebunan rakyat mencapai 1.2 juta ton. Telihat penurunan lahan
karet rakyat, akan tetapi hasil karet meningkat.
Semakin lama produksi karet dari perkebunan rakyat semakin menurun.
Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
perawatan yang kurang intensif dan bibit yang digunakan bukan merupakan bibit
yang berkualitas. Perawatan yang dilakukan pada perkebunan rakyat hanya
dengan mengurangi jumlah vegetasi disekitar tanaman. Sebagian besar
masyarakat tidak melakukan pemupukan atau perawatan lainnya. Bibit yang
digunakan merupakan bibit yang tumbuh dari biji tanaman sebelumnya.
Penyadapan juga dilakukan setiap hari pada saat matahari telah terik. Hal ini
mengakibatkan tekanan turgor tanaman berkurang sehingga karet yang dihasilkan
Perkebunan karet rakyat yang terletak di Betara, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Provinsi Jambi terletak di sekitar area produksi gas. Di area ini
terdapat cerobong gas yang dibakar. Pembakaran gas menghasilkan cahaya biru
yang menyala sepanjang hari. Cerobong gas ini lebih dikenal dengan sebutan
flare. Flare hanya dimatikan pada saat shut down pada bulan Mei.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh anggapan penduduk setempat yang
menyatakan bahwa adanya cahaya dari flare mengakibatkan penurunan produksi
karet. Hal ini cukup menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian ini.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya tentang pengaruh pemberian
cahaya kontinu terhadap kedelai di Tuban pada tahun 2000. Api pada lahan yang
akan diteliti sudah di modifikasi dari api merah - kuning menjadi api biru.
Modifikasi cahaya ini bertujuan agar nilai iradiasi dan iluminasi cahaya yang
dihasilkan menjadi lebih kecil, sehingga dapat meminimalkan efek negatif yang
ditimbulkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara iradiasi cahaya flare
dengan produktivitas kebun karet rakyat dan vegetasi disekitarnya di instalasi
industri minyak dan gas Tanjung Jabung, Provinsi Jambi.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah radiasi flare api biru
memberikan pengaruh terhadap produktifitas tanaman karet dan vegetasi
TINJAUAN
PUSTAKA
Karakteristik Karet
Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan.
karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai
40 m dan 35 cm (Anwar, 2010). batang tanaman ini mengandung getah yang
disebut dengan lateks dan merupakan sumber karet alam dunia. Karet memiliki
struktur daun majemuk yang terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak
daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3–20 cm dan panjang anak daun sekitar
3-10 cm dengan jumlah anak daun biasanya 3 anak daun. Anak daun berbentuk
oval, memanjang, dan daunnya meruncing. Karet mempunyai biji yang terdapat
dalam setiap buah. Jumlah biji sekitar 3–6 sesuai dengan jumlah ruang buah.
Warna biji coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Karet
memiliki akar tunggang dengan banyak akar-akar lateral.
Anwar (2010) menyatakan bahwa karet tumbuh baik pada daerah dengan
ketinggian kurang dari 1200 m dpl dengan kemiringan lahan 0–70 m. Kondisi
tanah yang optimum adalah tanah-tanah dengan kedalaman mencapai 1 m,
mempunyai drainase yang baik dan dengan kisaran pH 4.0–8.0, tetapi tumbuh
lebih baik pada kondisi tanah masam. Omokhafe dan Emoedo (2010) juga
menyatakan iklim yang sesuai untuk karet adalah yang memiliki suhu udara
sekitar 22–30OC, kelembaban relatif tidak melampaui 70–80 %, curah hujan
setiap tahunnya antara 1500–3000 mm dengan panjang bulan kering maksimum
3-4 bulan. Pada musim kering, karet akan menggugurkan daun setiap tahunnya.
Pertumbuhan karet yang optimum dicapai dengan populasi 400–500 tanaman
setiap hektar.
Lateks
Lateks merupakan hasil dari penyadapan karet. Penyadapan karet
merupakan sistim pengambilan lateks dengan mengikuti aturan-aturan tertentu
berkesinambungan dengan memperhatikan kesehatan tanaman (Setyamidjaja,
1993). Setelah penyadapan, maka hasil karet akan dikumpulkan untuk dijual.
Hasil lateks tidak selalu tetap setiap harinya, banyak hal yang
mempengaruhi volume lateks yang didapatkan. Lateks yang dihasilkan
dipengaruhi oleh klon karet, umur karet (Khasanah et al, 2007), lilit batang karet,
intensitas pengambilan dan cara penyadapan (Joshi et al, 2002), keadaan tanah,
dan waktu penyadapan (Omokhafe dan Emoedo, 2010).
Klon‐klon lama yang telah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR
261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM
109, PB 260, RRIC 100. Tahun 2006 telah diliris klon-klon karet baru yaitu: IRR
5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118 (Anwar, 2010).
Klon‐klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada
berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder
lainnya. Oleh karena itu, pengguna harus memilih dengan cermat klon‐klon yang
sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis‐jenis produk karet yang akan
dihasilkan. Karet yang siap sadap juga bergantung pada umur tanaman.
Pertambahan umur sebanding dengan pertambahan lilit batang karet. Lilit batang
karet betambah 0 – 2 cm setiap bulannya (Chandrasekhar et al, 2005).
Omokhafe dan Emoedo (2010) menyatakan produksi lateks dari tanaman
karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon
unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga
kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 ‐ 6
tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain
apabila keliling lilit batang pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah telah
mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi
kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.
Omokhafe (2004) menyatakan Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem
sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke
atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan
(Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena
disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba. Secara umum,
permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan sebesar 40o
dari garis horizontal (Cornish, 2001). Pada sistem sadapan bawah, besar sudut
irisan akan semakin mengecil hingga 30o bila mendekati "kaki gajah" (pertautan
bekas okulasi).
Sistem sadapan ke atas sudut irisan akan semakin membesar. Secara
teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik,
tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5-6 tahun.
Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman
karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM. Nafri
(2008) menambahkan bahwa tebalnya irisan sadap ± 1.5-2 mm, penyadapan
dilakukan 2 hari sekali (pemakaian kulit hanya 2.5 cm / bulan), biasanya
pembuluh lateks terletak pada ketebalan 7 mm, penyadapan jangan sampai
terkena lapisan kambium (±1-1.5 mm dari lapisan kambium), dan waktu
penyadapan yang terbaik antara pukul 05.00-07.00 pagi.
Setelah dilakukan penyadapan tanaman karet maka kulit yang telah
dipotong akan melakukan regenerasi (Kongsawadworakul et al., 2009).
Regenerasi akan berlangsung sejak kulit mulai disadap dan akan kembali normal
pada tahun kedua setelah penyadapan.
Gulma juga merupakan komponen yang dapat mepengaruhi produksi
lateks. Keberadaan gulma yang tumbuh pada area kebun dapat menjadi saingan
tanaman karet dalam menyerap unsur hara. Pengendalian gulma sangat penting,
karena pengurangan unsur hara yang diserap tanaman akan berpengaruh terhadap
produksi tanaman (Priyadarshan et al., 2005). Gulma yang menjadi pesaing karet
adalah alang-alang, Mikania cordorata, Axonopus sp, puspalum konjugatum,
Imperata cylindrical, Melastoma malabathricum, Borreria alata (Yeoh and Taib,
1979 dan Anwar 2010). Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual
ataupun kimia.
Cahaya Kontinu
Karet menyukai intensitas cahaya matahari yang rendah (Chandrasekhar et
matahari menurun maka daun tanaman karet melebar dan membantu peningkatan
proses fotosintesis. Intensitas matahari yang terlalu besar dapat mengakibatkan
pengguguran daun. Musim kering (panas) berturut-turut selama dua bulan akan
menyebabkan stress pada tanaman karena penguapan yang besar dan pasokan air
yang sedikit. Sehingga proses fotosintesis terganggu. Jumlah panjang hari sangat
mempengaruhi produktifitas karet. Jumlah panjang hari yang dibutuhkan oleh
tanaman karet adalah 12 jam setiap hari (Yeang, 2007).
Radiasi cahaya matahari dapat mempengaruhi fotosintesis karet. Cahaya
yang efisien digunakan oleh tanaman karet adalah 0.17 – 0.31 g MJ-1 (Khasanah
et al, 2007). Agusta dan Santosa (2005) menyatakan bahwa penambahan cahaya
yang terus menerus (fotoperiodisitas 24 jam setiap hari) dengan nilai iradiasi
sebesar 0.61 cal/cm2/menit dengan nilai iluminasi sebesar 59 lux mampu
melakukan penekanan proses pembungaan dan pembentukan polong, pengisian
biji, serta produksi kacang hijau kultivar Betet. Hal ini dapat menyatakan bahwa
penambahan cahaya dapat memberikan efek negatif terhadap tanaman.
Penambahan cahaya kontinu pada tingkat 0.01 cal/cm2/menit dengan nilai
iluminasi sebesar 2 lux tidak mempengaruhi produksi kacang hijau (Agusta,
2008). Tanaman karet tidak terlalu terpengaruh terhadap suhu dingin pada malam
hari. Blohm and Gehrels (2007) menyatakan bahwa tanaman karet dipengaruhi
suhu dingin yang berkisar 10oC pada malam hari.
Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama merupakan bagian dari analisis multivariat yang
melibatkan lebih dari dua variabel. Pola hubungannya dapat bersifat dependen
maupun independen. Jika pola hubungan dependen maka dalam analisisnya
diperlukan variabel bebas dan variabel tergantung.
Salah satu tantangan dalam analisis data peubah ganda adalah mereduksi
dimensi dari segugus peubah data yang besar. Hal ini sering kali dilakukan
dengan cara mereduksi gugus peubah tersebut menjadi gugus peubah yang lebih
kecil atau gugus peubah yang baru yang banyaknya lebih sedikit. Peubah-peubah
memiliki proporsi informasi yang signifikan mengenai gugus data tersebut.
Pereduksian dimensi ini sangat diperlukan saat melakukan eksplorasi data
menggunakan plot-plot untuk memberikan informasi secara visual. Penggunaan
komponen utama merupakan fungsi linier tertentu dari peubah asal. Sering
disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyak peubah.
Analisi komponen utama adalah prosedur statistik untuk mendapatkan
komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang
terkandung pada data asal (Sartono, et all. 2003). Komponen utama mampu
mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman
total hanya menggunakan sedikit komponen utama saja. Analisis komponen
utama juga dapat dipandang sebagai sebuah kasus proyeksi data dari dimensi
besar ke dimensi yang lebih rendah. Analisis komponen utama adalah salah satu
teknik ekplorasi data yang digunakan sangat luas ketika menghadapi data peubah
ganda.
Metode yang digunakan untuk menentukan banyaknya komponen utama
yaitu bedasarkan pada kumulatif proporsi keragaman total yang mampu
dijelaskan. Minimum persentasi di entukan terlebih dulu, dan selanjutnya
banyaknya komponen yang paling kecil sehingga batas itu terpenuhi dijadikan
sebagai banyaknya komponen utama. Tidak ada patokan yang baku berapa batas
BAHAN
DAN
METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian akan dilaksanakan di kebun karet rakyat di daerah Betara
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Waktu pelaksanaan penelitian
dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan Juli 2011.
Bahan dan Alat
Penelitian ini akan menggunakan sampel dari perkebunan karet rakyat
yang terdapat disekitar salah satu perusahaan minyak dan gas yang tedapat di
daerh Betara, Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Bahan yang dihugunakan dibagi menjadi dua, yaitu bahan untuk
pembekuan karet dan bahan yang digunakan untuk analisis tanah secara kimia.
Bahan yang digunakan untuk pembekuan karet adalah cuka karet yang biasa
digunakan oleh petani karet setempat. Jumlah cuka karet yang digunakan
tergantung pada berat lateks yang sudah di dapatkan. Perbandingan antara cuka
karet dan lateks yaitu 1 : 10. Bahan yang digunakan untuk analisis tanah dibagi
berdasarkan parameter tanah yang dianalisis.
pH tanah. Bahan untuk analisis tanah yaitu Air bebas ion, Larutan buffer
pH 7,0 dan pH 4.0, KCl 1 M, Larutkan 74,5 g KCl p.a. dengan air bebas ion
hingga 1 liter. Peralatan yang digunakan Neraca analitik, Botol kocok 100 ml,
Dispenser 50 ml gelas ukur-1, Mesin pengocok, Labu semprot 500 ml, pH meter.
C-Organik. Bahan yang digunakan adalah Asam sulfat pekat, Kalium
dikromat 1 N (Larutkan 98,1 g kalium dikromat dengan 600 ml air bebas ion
dalam piala gelas, tambahkan 100 ml asam sulfat pekat, panaskan hingga larut
sempurna, setelah dingin diencerkan dalam labu ukur 1 l dengan air bebas ion
sampai tanda garis), Larutan standar 5.000 ppm C (Larutkan 12,510 g glukosa p.a.
adalah Neraca analitik, Spektrofotometer, Labu ukur 100 ml, Dispenser 10 ml,
Pipet volume 5 ml.
N-Total. Bahan yang digunakan untuk analisis tanah untuk destruksi
contoh adalah Asam sulfat pekat (95-97 %), Campuran selen p.a. (tersedia di
pasaran) atau buat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4
anhidrat dan 1,55 g selen kemudian dihaluskan. Bahan untuk pengukuran secara
destilasi yaitu, Asam borat 1% (Larutkan 10 g H3BO3 dengan 1 l air bebas ion),
Natrium Hidroksida 40 % (Larutkan 400 g NaOH dalam piala gelas dengan air
bebas ion 600 ml, setelah dingin diencerkan menjadi 1 l), Batu didih (Buat dari
batu apung yang dihaluskan), Penunjuk Conway (Larutkan 0,100 g merah metil
(metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green) dengan 200 ml etanol
96 %), Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol) 32, H2SO4 4 N(Masukan 111 ml
H2SO4 p.a. pekat (95-97 %) sedikit demi sedikit melalui dinding labu labu ukur
1000 ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi
dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1000 ml, kocok), Larutan baku asam
sulfat 0,050 N (Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N Titrisol ke dalam labu ukur 1
liter. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 l. Atau: Pipet 12,5 ml asam sulfat 4
N ke dalam labu ukur 1 l. Diencerkan sampai 1 l dengan air bebas ion, kocok.
Kenormalannya ditetapkan dengan bahan baku boraks).
Alat yang digunakan untuk penetapan N-Total adalah neraca analitik,
tabung digestion & blok digestion, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml bertera,
buret 10 ml, pengaduk magnetic, dispenser, tabung reaksi, pengocok tabung, dan
alat destilasi.
P-Bray 1. Peralatan yang digunakan adalah Neraca analitik, Dispenser 25
ml, Dispenser 10 ml, Tabung reaksi, Pipet 2 ml, Kertas saring, Botol kocok 50 ml,
Mesin pengocok, Spektrofotometer.
Pereaksi yang digunakan adalah HCl 5 N (Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat
(37 %) dimasukkan dalam labu ukur 1.000 ml yang telah berisi sekitar 400 ml air
bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion
N) (Timbang 1,11 g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air
bebas ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N, kemudian diencerkan sampai 1 l). Pereaksi
P pekat (Larutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam
labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara
perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 l dengan air bebas ion). Pereaksi
pewarna P (Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat,
kemudian dijadikan 1 liter dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus selalu dibuat
baru). Standar induk 1.000 ppm PO4 (Titrisol) (Pindahkan secara kuantitatif
larutan standar induk PO4 Titrisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l.
Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok). Standar induk
100 ppm PO4 (Pipet 10 ml larutan standar induk 1.000 ppm PO4 ke dalam labu
100 ml. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok).
Deret standar PO4 (0-20 ppm) (Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml
larutan standar 100 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan
pengekstrak Olsen hingga 100 ml).
K, Na, Ca, dan Mg. Peralatan yang digunakan adalah Neraca analitik 3
desimal, Tabung digestion & blok digestion, Pengocok tabung, Dispenser, Tabung
reaksi, Spektrophotometer UV-VIS, AAS, Flamephotometer, Spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah HNO3 pekat (65 %) p.a., HClO4 pekat (60
%) p.a. Standar 0 (larutan HClO4 0,6 %) (Dipipet 1 ml HClO4 pekat (60 %) ke
dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi air bebas ion kira-kira setengahnya,
goyangkan dan tambahkan lagi air bebas ion hingga tepat 100 ml (pengenceran
100 x). Larutan BaCl2-Tween Ditimbang 3 g serbuk BaCl2 p.a. ke dalam botol
kocok 250 ml, tambahkan 4 ml Tween 80 dan botol digoyangkan agar campuran
merata. Campuran dibiarkan semalam, selanjutnya ditambah 100 ml air bebas ion
dan dikocok selama 2 jam hingga serbuk BaCl2 terlarut sempurna. Biarkan
semalam sebelum digunakan). Larutan asam campur (Ke dalam labu ukur 1 l yang
berisi air bebas ion kira-kira setengahnya, tambahkan secara perlahan berturut-
turut 50 ml CH3COOH glasial (100 %) p.a., 20 ml HCl pekat (37 %) p.a. dan 20
ml H3PO4 pekat (70 %) p.a., kemudian diimpitkan dengan air bebas ion menjadi 1
masing-masing: 25,0 ml standar pokok 1.000 ppm K, 10,0 ml standar pokok 1.000
ppm Na, 25,0 ml standar pokok 1.000 ppm Ca, 5,0 ml standar pokok 1.000 ppm
Mg kemudian Campurkan dalam labu ukur 100 ml, tambahkan perlahan 1 ml
HClO4 pekat, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion hingga tepat 100 ml.
Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg
(0-50 ppm). Pipet standar campur sebanyak 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml, masing-
masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan
HClO4 0,6 % (Tabel 1).
Tabel 1. Deret Standar Campuran Kepekatan K, Na, Ca, dan Mg S0 S1 S2 S3 S4 S5 S6
0 25 50 100 150 200 250 ppm K 0 10 20 40 60 80 100 ppm Na 0 25 50 100 150 200 250 ppm Ca 0 5 10 20 30 40 50 ppm Mg
Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa. Peralatan yang digunakan
adalah Neraca analitik, Tabung perkolasi, Labu ukur 50 ml, Labu ukur 100 ml,
Labu semprot, Spektrofotometer, Flamefotometer, Atomic absorption
spectrophotometer (AAS).
Untuk perkolasi, bahan yang digunakan adalah Amonium asetat 1 M, pH
7,0 (Timbang 77,08 g serbuk NH4-Asetat p.a. ke dalam labu ukur 1 l. Tambahkan
air bebas ion hingga serbuk melarut dan tepatkan 1 l. Atau dapat pula dibuat
dengan cara berikut: Campurkan 60 ml asam asetat glasial dengan 75 ml ammonia
pekat (25%) dan diencerkan dengan air bebas ion hingga sekitar 900 ml. pH
campuran diatur menjadi 7,00 dengan penambahan amonia atau asam asetat,
kemudian diimpitkan tepat 1 l). Etanol 96 %, HCl 4 N (Sebanyak 33,3 ml HCl p.a.
37 % dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sekitar 50 ml air
bebas ion, kocok dan biarkan dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga tepat
100 ml). NaCl 10% (Timbang 100 g NaCl, kemudian dilarutkan dengan air bebas
ion. Tambahkan 4 ml HCl 4 N dan diimpitkan tepat 1l). Pasir kuarsa bersih, Filter
pulp (Kation-kation dapat ditukar). Amonium asetat 4 M, pH 7,0 Buat dengan
cara yang sama seperti amonium asetat 1 M, namun menggunakan 4 x 77,08 g
Standar pokok 1.000 ppm Ca, Standar pokok 1.000 ppm Mg, Standar campur 200
ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca (Pipet masing-masing : 25,0 ml
standar pokok 1.000 ppm K, 10,0 ml standar pokok 1.000 ppm Na, 5,0 ml standar
pokok 1.000 ppm Mg, 25,0 ml standar pokok 1.000 ppm Ca Campurkan dalam
labu ukur 100 ml, ditambah 25 ml NH4-asetat 4 N, pH 7,0, kemudian diimpitkan).
Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg
(0-50 ppm), (Pipet standar campuran sebanyak 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml, masing-
masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan
NH4-Ac 1 M, pH 7). Larutan La 2,5 % (Timbang 66,8376 gram LaCl3.7H2O,
dilarutkan dengan air bebas ion ditambahkan 10 ml HCl 25% kemudian
diimpitkan tepat 1 l). Larutan La 0,125 % (Larutan La 2,5 % diencerkan 20 x
dengan air bebas ion).
Bahan KTK cara destilasi yaitu Asam borat 1% (Larutkan 10 g H3BO3
dengan 1 l air bebas ion). Natrium Hidroksida 40 % (Larutkan 400 g NaOH dalam
piala gelas dengan air bebas ion 600 ml, setelah dingin diencerkan menjadi 1 l).
Batu didih (Buat dari batu apung yang dihaluskan). Penunjuk Conway (Larutkan
0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green)
dengan 200 ml etanol 96 %). Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol). H2SO4 4 N
(Masukkan 111 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97 %) sedikit demi sedikit melalui
dinding labu labu ukur 1.000 ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas ion,
kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1.000 ml,
kocok). Larutan baku asam sulfat 0,050 N (Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N
Titrisol ke dalam labu ukur 1 l. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 l. Atau:
Pipet 12,5 ml asam sulfat 4 N ke dalam labu ukur 1 l. Encerkan sampai 1 l dengan
air bebas ion, kocok. Kenormalannya ditetapkan dengan bahan baku boraks).
Peralatan yang digunakan untuk mengukur cahaya adalah : Li-cor LI-250
Light Meter, sensor Pyranometer LI-200, sensor Photometer LI-210, sensor
Kuantum LI-190, UV Light Meter (YK-35UV), Light Meter (LX-1128SD),
Anemometer untuk mengukur kecepatan angin dan suhu udara, Infra Red Thermal
Imager (FLIR I3) untuk mengetahui suhu api, tanaman dan perbedaan suhu
disekitarnya, Ring Tanah untuk analisis fisika tanah, GPS (76 CSX) untuk
(ketelitian 0.01g untuk karet), Timbangan (ketelitian 0.1g untuk gulma), Oven
mengeringkan gulma dan karet, , Kamera, Infra red Thermometer Gun (Raytex,
Minitep) untuk mengukur suhu tanah. Gambar peralatan dapat dilihat pada
lampiran 2.
Metode Pelaksanaan
Percobaan ini bukan merupakan percobaan yang terkontrol, akan tetapi
merupakan bentuk percobaan observasional. Contoh tanaman yang diamati
diambil sesuai dengan radius yang telah ditentukan dengan menggunakan GPS
dan keberadaan tanaman karet itu sendiri. Pengambilan contoh karet hanya pada
arah utara saja, karena pada sekeliling flare hanya pada arah utara yang terdapat
hutan karet rakyat (lampiran 1). Pada arah barat, timur, dan selatan ditumbuhi
tanaman bukan karet. Radius yang di ambil adalah jarak tanaman karet dari flare
yaitu:
225 m (03o 24.057’ S, 98o 76.909’ E),
275 m (03o 24.048’ S, 98o 76.979’ E),
325 m (03o 24,021’ S, 98o 77,011’ E) ,
375 m (03o 23,994’ S, 98o 77,043’ E),
425 m (03o 23,999’ S, 98o 77,104’ E),
475 m (03o 24.158’ S, 98o 77.185’ E),
525 m (03o 24.257’ S, 98o 77.219’ E),
600 m (03o 24.392’ S, 98o 77.292’ E),
700 m (03o 24,489’ S, 98o 77,418’ E), dan
800 m (03o 24,579’ S, 98o 77,406’ E).
Setiap titik akan diambil empat tanaman contoh yang di anggap dapat mewakili
tanaman karet lain disekitarnya. Denah percobaan dapat dilihat pada lampiran 1.
Pengamatan cahaya matahari meliputi UV, Iradiasi, Iluminasi, dan
Kuantum. Selain itu, dilakukan pengamatan suhu tanah dan suhu udara pada siang
dan malam hari. Pengamatan pada cahaya flare dilakukan pada radius 0 m, 10 m,
25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, dan 150 m. Pengamatan cahaya ini dilakukan
lingkungan meliputi kondisi gulma (jumlah gulma, bobot basah gulma, bobot
kering gulma, dan kadar air Gulma) dan kondisi fisika dan kimia tanah (Kadar air
tanah, pasir, debu, Liat, pH tanah, C organik tanah, N total tanah, Ca tanah, Mg
tanah, K Tanah, Na Tanah, KTK Tanah, dan P tanah). Pengamatan produksi
meliputi lilit batang, tinggi batang, tinggi bidang sadap, panjang daun, lebar daun,
Berat Basah karet, Berat Kering karet, dan kadar karet kering. Data akan diolah
menggunakan analisis komponen utama dengan menggunakan SAS 17.
Pelaksanaan Penelitian
Lahan yang digunakan merupakan perkebunan rakyat yang sudah dalam
fase matang sadap. Tanaman contoh yang diambil merupakan tanaman yang
dianggap dapat mewakili keseluruhan penampakan tanaman karet yang berada
dilapangan. Pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari mulai pukul 06.00
WIB – 18.00 WIB dan 19.00 WIB – 03.00 WIB dini hari. Pengamatan yang
dilakukan antara lain:
Analisis tanah. Sampel tanah diambil pada jarak 225 m, 275 m, 325 m,
375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700 m, dan 800 m dari flare dengan empat
kedalaman 0 - 10 cm, 10 - 20 cm, 20 - 30 cm, 30 - 40 cm dari permukaan tanah.
Pengambilan sampel tanah pada setiap titik dilakukan di tengah-tengah titik
tersebut. Tanah dilapangan kemudian ditimbang 50 gram untuk menentukan kadar
air, dan 250 gram untuk menentukan sifat fisik tanah. Pengukuran kadar air tanah
dilakukan dengan cara mengoven tanah di Laboratorium Pasca Panen IPB. tanah
kering udara dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Keringkan
dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Angkat pinggan dengan penjepit dan
masukkan ke dalam eksikator. Setelah contoh dingin kemudian timbang. Bobot
yang hilang adalah bobot air dengan perhitungan:
Kadar Air (%) = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 100
Faktor koreksi kadar air (fk) = 100 / (100 – kadar air)
Pengambilan sempel untuk sifat fisika tanah diambil pada jarak 225 m dari
Cr yang berwarna jingga menjadi Cr3+yang berwarna hijau dalam suasana asam.
permukaan tanah. Cara pengambilan sampel tanah untuk uji sifat fisika tanah
berbeda dengan pengambilan sampel tanah untuk uji kimia tanah. Pengambilan
sampel tanah untuk uji fisika tanah dilakukan dengan menggunakan ring khusus
tanah. Pengambilan sampel tanah hanya dilakukan satu kali pada tanggal 12
Februari 2011. Tanah kemudian di uji di Laboratorium Tanah untuk mengetahui
sifat kimia dan fisika tanah
Penentuan pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan
tanah, yang dinyatakan sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan
potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode
gelas merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk
hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial
yang timbul diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau
AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri atas elektrode
pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi).
Konsentrasi H+ yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif
(aktual) sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan
(potensial). Langkah kerjanya yaitu Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua
kali, masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas
ion ke botol yang satu (pH H2O) dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH
KCl). Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur
dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan
pH 4,0. Laporkan nilai pH dalam 1 desimal.
Penentuan C-Organik. Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi
6+
Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Langkah kerja
untuk menentukan C-Organik tanah yaitu Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran
<0,5 mm, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N,
lalu dikocok. Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30
harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan
memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan
perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh. Catatan: Bila pembacaan contoh
melebihi standar tertinggi, ulangi penetapan dengan menimbang contoh lebih
sedikit. Ubah faktor dalam perhitungan sesuai berat contoh yang ditimbang. Cara
penghitungan penetapa C-organik (%) adalah:
C-Organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fk
= ppm kurva x 100 1.000-1 x 100 500-1 x fk
= ppm kurva x 10 500-1 x fk
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
Penentuan N-Total. Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam
lingkungan asam sulfat pekat dengan katalis campuran selen membentuk
(NH4)2SO4. Kadar amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi
atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan
larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan
dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan penunjuk Conway. Cara
spektrofotometri menggunakan metode pembangkit warna indofenol biru.
Langkah kerja yang dilakukan untuk menentukan kandungan N-Total dalam tanah
yaitu Destruksi contoh Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, masukan
ke dalam tabung digest. Tambahkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat
pekat, didestruksi hingga suhu 350 oC (3-4 jam).
Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4
jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air
bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar
partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi
kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih (gunakan air bebas ion dan
labu semprot). Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah
volume labu. Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer
yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes indikator Conway
(berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur,
tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh
dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume penampung mencapai 50–75
ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah
muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb). Cara menghitung kadar N-
Total adalah:
Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100 500-1 x fk
= (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk
Keterangan :
Vc, Vb = ml titar contoh dan blanko
N = normalitas larutan baku H2SO4
14 = bobot setara nitrogen
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
Penentuan P-Bray 1. Dasar penetapan P-Bray 1 adalah Fosfat dalam
suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F
yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai
dengan Fe & Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini biasanya digunakan
pada tanah dengan pH <5,5. Cara kerja Penentuan P-Bray 1 yaitu Timbang 2,500
g contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak sebanyak 25 ml, kemudian dikocok
selama 5 menit. Saring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan
semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke
dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi
pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Kadar P2O5 tersedia (ppm)
= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000g/g contoh x fp x 142/190 x fk
= ppm kurva x 25/1.000 x 1.000/2,5 x fp x 142/190 x fk
= ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fp = faktor pengenceran (bila ada)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
Penentuan K, Na, Ca, dan Mg. Dasar penetapannya adalah Unsur makro
dan mikro total dalam tanah dapat diekstrak dengan cara pengabuan basah
menggunakan campuran asam pekat HNO3 dan HClO4. Kadar makro dan mikro
dalam ekstrak diukur menggunakan AAS, flamefotometer dan spektrofotometer.
Timbang 0,500 g contoh tanah <0,5 mm ke dalam tabung digestion. Tambahkan 5
ml HNO3 p.a. dan 0,5 ml HClO4 p.a. dan biarkan satu malam. Besoknya
dipanaskan dalam digestion blok dengan suhu 100 oC selama satu jam , kemudian
suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap kuning habis suhu digestion blok
ditingkatkan menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa
ekstrak kurang lebih 0,5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak
diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan
pengocok tabung hingga homogen. Pipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-
masing ke dalam tabung kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok
dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur
dengan AAS sedangkan K dan Na diukur dengan alat flamephotometer dengan
deret standar sebagai pembanding.
Penghitungan Kadar K, Ca, Mg, dan Na (%)
= ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= ppm kurva x 50/1.000 x 100/500 x 10 x fk
= ppm kurva x 0,1 x fk
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
100 = konversi ke % (pada satuan %)
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
fp = faktor pengenceran
Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa. Dasar penetapannya
adalah koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat
menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+ dan
Na+) dalam kompleks jerapan tanah ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak
dan dapat diukur. Untuk penetapan KTK tanah, kelebihan kation penukar dicuci
dengan etanol 96%. NH4+ yang terjerap diganti dengan kation Na+ dari larutan
NaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK. Kation-kation dapat ditukar (Ca2+,
Mg2+, K+ dan Na+) ditetapkan dengan Flamefotometer dan AAS. NH4+ (KTK)
ditetapkan secara kolorimetri dengan metode Biru Indofenol.
Cara menentukan KTK tanah adalah Timbang 2,500 g contoh tanah
ukuran >2 mm, lalu dicampur dengan lebih kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan
ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan
pasir terlebih dahulu (filter pulp digunakan seperlunya untuk menutup lubang
pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g) dan lapisan atas ditutup
dengan penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung
diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan pengerjaan seperti contoh
tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan amonium acetat pH 7,0
sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu
ukur 50 ml, diimpitkan dengan amonium acetat pH 7,0 untuk pengukuran
kationdd: Ca, Mg, K dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi contoh
diperkolasi dengan 100 ml etanol 96 % untuk menghilangkan kelebihan amonium
dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan
pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung
perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10 % sebanyak 50 ml, filtrat
ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10 %.
kolorimetri. Pengukuran KTK Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara
destilasi langsung, destilasi perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl. Pada
cara destilasi langsung dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah, isi tabung
perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol) dipindahkan secara
kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung
perkolasi. Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah
volume labu. Siapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer
yang berisi 10 ml asam borat 1 % yang ditambah 3 tetes indicator Conway
(berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur,
tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh
dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai 50– 75 ml
(berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah
muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb). Cara Pengukuran kationdd
(Ca, Mg, K, Na) yaitu Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg
masing-masing dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml
larutan La 0,25 %. Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer
(untuk pemeriksaan K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding.
Cara pengukuran Kationdd (cmol (+) kg-1) (S)
= (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1.000 ml-1 x1.000 g g contoh-1 x0,1x fp x fk
= (ppm kurva/bst kation) x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1 x fp x fk
= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk
Cara Perhitungan destilasi langsung:
KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5 g x fk
= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk
Cara Perhitungan kejenuhan basa:
Kejenuhan basa = jumlah kation dd (S)/KTK (T) x 100 %
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol
bst kation = bobot setara: Ca : 20, Mg: 12,15, K: 39, Na: 23
fp2 = faktor pengenceran (20)
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+) kg-1)
T = kapasitas tukar kation (cmol(+) kg-1)
Jumlah latek. Latek diambil dari tanaman karet yang telah ditentukan
yaitu pada radius 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700
m, 800 m dari flare. Penyadapan dilakukan pada pukul 7.00 WIB sesuai dengan
kegiatan penyadapan petani. Pada setiap titik terdapat empat tanaman karet yang
akan disadap, sehingga terdapat 40 sampel lateks setiap hari pengambilan. Tipe
penyadapan disesuaikan dengan tipe sadap petani. Tipe sadap yang dilakukan
adalah ½ S, yaitu setengah keliling batang karet dengan arah kiri atas kekanan
bawah. Latek yang telah terkumpul kemudian ditimbang dan dicampur dengan
cuka karet untuk mengumpalkan lateks sehingga lateks dan air yang terkandung
dalam lateks. Lateks kemudian di bawa ke Laboratirium Pasca Panen IPB untuk
dikeringkan dengan menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 80 oC sampai
benar-benar kering. Pengambilan getah karet disesuaikan dengan kegiatan para
penyadap karet. Penyadapan dilakukan pada tanggal 11 Februari 2011, 20 – 21
Maret 2011, dan pada tanggal 13 -14 Juni 2011. Setiap hari dilakukan penyadapan
karet
Analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan mengambil vegetasi
disekitar tanaman karet pada radius 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m,
525 m, 600 m, 700 m, 800 m dari flare dengan menggunakan kuadran ukuran 1 m
x 1 m. Pada setiap titik terdapat empat pengulangan pengambilan vegetasi
sehingga terdapat 40 sampel gulma. Kuadran dilempar disekiar tanaman contoh,
sehingga mendapatkan vegetasi yang mewakili sekitar tanaman contoh. Analisis
vegetasi dilakukan satu kali pada tanggal 11 Februari 2011. Gulma kemudian di