• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7 – 15 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7 – 15 Tahun"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN SOSIAL, GAYA PENGASUHAN, DAN DAMPAK

NEGATIF PERCERAIAN PADA ANAK USIA 7 – 15 TAHUN

LELA NESVI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7-15 Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Lela Nesvi

(4)

ABSTRAK

LELA NESVI. Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7-15 Tahun. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan ALFIASARI.

Perceraian beresiko terhadap terganggunya perkembangan anak sehingga dukungan sosial dan gaya pengasuhan berperan penting memfasilitasi anak untuk sukses beradaptasi menghadapi dampak negatif dari perceraian. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan dukungan sosial, gaya pengasuhan, dan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun dari keluarga bercerai di Kabupaten Cianjur. Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia 7-15 tahun dengan orang tua tunggal yang bercerai minimal satu tahun dan tidak menikah lagi, yang diambil dengan nonprobability sampling menggunakan teknik convenience

sebanyak 60 orang dilokasi penelitian. Hasil uji beda menunjukkan bahwa secara signifikan anak mempersepsikan pengasuhan penolakan yang lebih tinggi setelah perceraian serta merasakan penurunan dampak negatif perceraian pada dimensi psikologis dan ekonomi seiring dengan semakin lamanya jarak perceraian dengan kondisi saat ini. Uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, dukungan yang dirasakan anak dari orang tua, dan pengasuhan penerimaan dari ibu setelah perceraian berhubungan dengan menurunnya dampak negatif perceraian pada dimensi ekonomi, fisik, dan sosial anak.

Kata kunci: Anak usia 7-15 tahun, dampak perceraian, dukungan sosial, dan gaya pengasuhan

ABSTRACT

LELA NESVI. Social Support, Parenting Styles, And the Negative Impact of Divorce on 7-15 Years Old Child. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI and ALFIASARI.

Divorce is one of child development risk factor that means positive parenting style are important roles to support child to addapt with the changes that were happened between before and after divorce. The aim of this research of was to analyze correlations of social support, parenting style, and the negative effects of divorce on 7-15 years old child of divorced families in Cianjur. The sample of this study were 7-15 years old child who had single parent and has been divorced at least one year and has not married again taken with nonprobability sampling techniques convenience as much as 60 people based at the research. The difference results show that is a significant higher of rejection parenting child after a divorce and feel a reduction in the negative impact of divorce on psychological and economy stats along with the distance to the present. The result of correlation test showed that there is a higher education of the mother, higher social support from parents, and higher of affective parenting were correlated with lower negative impact of divorce on economical, physical, and social stats of child. Keyword: Children aged 7-15 years, divorce effects, parenting style, and social

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DUKUNGAN SOSIAL, GAYA PENGASUHAN, DAN DAMPAK

NEGATIF PERCERAIAN PADA ANAK USIA 7 – 15 TAHUN

LELA NESVI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7 – 15 Tahun

Nama : Lela Nesvi NIM : I24090020

Disetujui oleh

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Pembimbing I

Diketahui oleh

Alfiasari, S. P., M.Si Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Bapa yang Maha Mulia untuk segala kasih karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Dukungan Sosial, Gaya Pengasuhan, dan Dampak Negatif Perceraian pada Anak Usia 7 – 15 Tahun” telah terselesaikan dengan baik. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc dan Alfiasari, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu dan ilmu-ilmunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. MD. Djamaluddin, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik dan penguji yang telah membimbing dan memberikan banyak saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku penguji yang telah memberikan banyak saran demi perbaikan skripsi dan Agus Surachman, S.Si selaku pemandu seminar serta seluruh dosen pengajar dan staf IKK FEMA atas kebersamaan dan ilmu yang telah diberikan.

4. Bapak Eliakim, Mamak Tiurlan, dan adik-adik tersayang Tommy, Fitri, Reta atas segala jerih payah, doa, kesabaran, dan kasih sayang tak terbalas yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis.

5. PEKKA Kabupaten Cianjur dan seluruh responden yang telah berpartisipasi membantu dalam kelancaran penelitian ini.

6. Teman dan sahabat terbaik Grace dan Vina yang selalu memberikan semangat dan doa, serta keluarga Komkes 46 PMK IPB atas dukungan dan keceriaannya selama ini.

7. Teman seperjuangan penelitian Merisa, Rena, Aida, dan Salsabila atas waktu, kebersamaan, motivasinya, dan dukungannya. Rekan-rekan IKK 46 untuk kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan S1 di Departemen IKK, IPB.

8. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

Keluarga dan Perceraian 4

Pandangan Teori Struktural Fungsional 5

Dukungan Sosial pada Keluarga Bercerai 6

Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan 6

Dampak Perceraian 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

METODE 10

Desain Tempat dan Waktu Penelitian 10

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 10

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 11

Pengolahan dan Analisis Data 11

Definisi Operasional 12

HASIL 13

Karakteristik Anak dan Ibu Keluarga Orangtua Tunggal 13

Dukungan Sosial Ibu 14

Gaya Pengasuhan 15

Dampak Negatif Perceraian kepada Anak 16

Hubungan antara Karakteristik Ibu, Karakteristik Anak, Dukungan Sosial Ibu

dengan Gaya Pengasuhan Sesudah Perceraian 17

(11)

PEMBAHASAN 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai minimal, maksimal, rata-rata, dan SD karakteristik anak dan ibu

keluarga orang tua tunggal 14

2 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan dukungan

sosial ibu 14

3 Nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien perbedaan dukungan

sosial anak 15

4 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan gaya pengasuhan anak usia SD dan SMP serta kondisi sebelum dan

sesudah perceraian 16

5 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan dampak perceraian anak usia SD dan SMP serta dampak negatif di enam

bulan pertama perceraian dan saat ini 17

6 Koefisien korelasi karakteristik ibu, karakteristik anak, dukungan sosial ibu dengan skor gaya pengasuhan sesudah perceraian 18 7 Koefisien korelasi karakteristik anak, dukungan sosial anak, gaya

pengasuhan dengan skor dampak negatif perceraian pada anak di

enam bulan pertama dan saat ini 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran dukungan sosial, gaya pengasuhan, dan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun 9

2 Skema cara pengambilan contoh 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis data, variabel, alat dan cara pengukuran, skala data dan uji

reliabilitas 25

2 Data dan cara pengolahannya 26

3 Sebaran dukungan sosial ibu 27

4 Sebaran dukungan sosial anak 27

5 Sebaran responden berdasarkan kategori gaya pengasuhan 27 6 Persentase item nilai gaya pengasuhan sebelum dan sesudah

perceraian 28

7 Sebaran responden berdasarkan kategori dampak perceraian 30 8 Persentase item dampak di enam bulan pertama perceraian dan

kondisi saat ini 30

9 Uji korelasi karakteristik ibu dan anak, dukungan sosial ibu dengan

gaya pengasuhan setelah perceraian 32

10 Uji korelasi karakteristik ibu dengan dampak negatif perceraian di enam bln pertama perceraian dan kondisi saat ini 33 11 Hubungan Karakteristik Anak, Gaya Pengasuhan, Dukungan Sosial

(13)

12 Hubungan Karakteristik Anak, Gaya Pengasuhan, Dukungan Sosial

dengan Dampak saat ini 35

13 Hasil penelitian terdahulu 36

14 Hasil indepth interview 37

15 Kronologi instrumen dan pengukuran 38

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perceraian adalah berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan atas keputusan pengadilan. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku (UU No 1 tahun 1974). Menurut Bell (1979), perceraian merupakan putusnya ikatan legal yang menyatukan sepasang suami istri dalam satu rumah tangga dan secara sosial membangun kesadaran pada masing-masing individu bahwa perkawinan mereka telah berakhir. Perceraian merupakan refleksi dari kegagalan suatu pernikahan (Simamora 2005). Seringkali ketidakmampuan suami dan istri dalam memanajemen konflik rumah tangga akan melahirkan keputusan cerai yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan bahkan dapat dihindari.

Data dari Kementerian Agama RI di tahun 2009 tercatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia. Angka ini setara dengan 10 persen dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2.5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 25% dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Bolang 2012). Provinsi Jawa Barat memiliki angka perceraian yang cukup tinggi, salah satunya Kabupaten Cianjur dengan jumlah perceraian hidup mencapai 52 502 jiwa (4,98% dari total pernikahan di tahun 2010) dan jumlah penduduk yang berstatus cerai mati mencapai 92 096 jiwa (8,74% dari total pernikahan di tahun 2010) (Susenas 2010 , Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2010).

Perceraian memberikan dampak yang kurang baik bagi semua anggota keluarga yang terlibat terutama anak meskipun dalam beberapa kasus memberikan manfaat bagi sebagian orang. Perceraian juga menyebabkan penurunan pada kualitas kehidupan individu atau keluarga yang mengalaminya serta memberikan pengaruh pada keadaan psikososial anak. Hal ini disebabkan oleh hilangnya salah satu orang tua yang selama ini berperan dalam kehidupan anak sehingga anak tidak memiliki model untuk penyesuaian diri dalam berperilaku. Menurut Stahl (2004), perceraian berdampak pada kegagalan akademis, ketidakteraturan waktu makan dan tidur, depresi, bunuh diri, kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dewasa sebelum waktunya, kekhawatiran hilangnya keluarga, cenderung tidak bertanggung jawab, merasa bersalah, dan pemarah.

Menurut Witherington (1952), usia 9-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun dengan ciri perkembangan sosial yang pesat. Pada tahapan ini anak berupaya ingin mengenal siapa dirinya dengan membandingkan dirinya dengan teman sebayanya dan jika proses tersebut tanpa bimbingan orang tua maka anak cenderung sulit beradaptasi dengan lingkungannya. Remaja yang orang tuanya mengalami perceraian akan sulit menyesuaikan diri dalam berperilaku, kesulitan belajar, dan akan menarik diri dari lingkungan sosial (Cole 2004).

(15)

2

dengan situasi dan perasaan yang baru. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perceraian memberikan resiko besar pada psikologis, kesehatan, dan akademis anak (Rice dan Dolgin 2008). Amato (2000) menemukan bahwa perceraian sangat berhubungan dengan peristiwa stres yang mungkin berbahaya bagi anak yang akan berpengaruh pada keadaan psikososial anak dan remaja. Anak dari keluarga bercerai memiliki kesulitan yang lebih awal pada dimensi psikososial dibanding anak dari keluarga utuh (Amato dan Keith 1991). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat ketidakpekaan yang ditunjukan remaja dari keluarga bercerai. Ketidakpekaan remaja akan mencegah mereka untuk dapat memahami lingkungan mereka. Dalam hal ini, orang tua berperan penting dalam memfasilitasi anak sukses dalam beradaptasi dan mengembangkan keterampilan dan sumber daya untuk tercapainya tugas perkembangan sebagai alat untuk mengelola tantangan masa depan. Hal ini dapat tercermin melalui pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua pada anak dengan pemberian kehangatan dan kasih sayang sehingga dapat menghindarkan anak dari perilaku bermusuhan, agresif, dan perilaku negatif lainnya (Rohner 1975). Pengasuhan kehangatan dan kasih sayang orang tua diperlukan oleh keluarga pascaperceraian.

Gaya pengasuhan adalah pola perilaku atau tindakan orang tua yang paling menonjol atau dominan dalam merawat dan menjaga anak-anak sehari-hari. Pengasuhan yang tepat sangat berperan penting dalam memfasilitasi anak untuk dapat sukses beradaptasi dengan kondisi perceraian sehingga anak dapat mengelola tantangan atau kondisi yang kurang mendukung dimasa depan. Perceraian menyebabkan anak hidup dengan orang tua tunggal sehingga orang tua tunggal harus menjalankan peran ganda dalam keluarga. Hal ini menyebabkan kurangnya kontrol perilaku anak sehingga membuka lebih banyak kesempatan untuk berperilaku negatif dan bereksperimen dengan tindakan beresiko.

Selain gaya pengasuhan, dukungan sosial yang diterima oleh keluarga turut berpengaruh terhadap proses penyesuaian individu pascaperceraian. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga merupakan faktor protektif untuk menggurangi penggunaan alkohol pada remaja sebagai efek dari perceraian kedua orang tuanya (Chen dan George 2005). Hal tersebut bahwa dukungan sosial berfungsi sebagai penyangga terhadap dampak perceraian orang tua dengan kata lain remaja mungkin akan kurang menunjukkan perilaku beresiko jika ia mendapat dukungan positif dari lingkungannya.

(16)

3

Perumusan Masalah

Angka perceraian keluarga di Indonesia terus meningkat secara drastis dari tahun ke tahun. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen dan di tahun 2010 terjadi 285184 perceraian di seluruh Indonesia.

Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 350148 km² dan jumlah penduduk di Tahun 2011 sebanyak 2 210 267 jiwa (BPS 2011). Mata pencaharian masyarakat Cianjur adalah sektor pertanian (52%) yang juga merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yakni sekitar 42,8 persen. Kabupaten Cianjur juga memiliki angka perceraian yang cukup tinggi dan setiap tahunnya mengalami peningkatan dalam perkara cerai. Data Pengadilan Agama Cianjur dari Tahun 2011-2012 menunjukan peningkatan dalam laporan perkara cerai thalak dan cerai gugat. Tahun 2011 terdapat 194 perkara cerai thalak dan 975 perkara cerai gugat dan di Tahun 2012 meningkat menjadi 199 perkara cerai thalak dan 1135 perkara cerai gugat. Semakin besarnya angka perceraian dapat menyebabkan semakin besarnya jumlah anak yang menjadi korban yang tinggal dan diasuh oleh orang tua tunggal.

Amato (2000) menyebutkan bahwa perceraian mengarah pada gangguan hubungan orang tua anak, perselisihan dengan mantan pasangan, hilangnya dukungan emosional, kesulitan ekonomi, dan peningkatan jumlah peristiwa kehidupan negatif lainnya. Perceraian memberikan dampak pada melemahnya hubungan ibu dan anak dimana ibu kurang memberikan perhatian dan kasih sayang sehingga anak kurang memperoleh dukungan secara emosional. Pengasuhan yang beresiko juga menjadi salah satu permasalahan yang harus dihadapi dalam interasi ibu dan anak pada keluarga bercerai.

Perceraian memberikan dampak pada perubahan sikap dan perilaku anak yang disebabkan oleh perubahan kehidupan kepada kondisi yang menyebabkan stress. Berbagai dampak yang timbul akibat perceraian yang berpengaruh pada kehidupan keluarga yang mengalaminya. Hal ini dapat berkurang dengan adanya dukungan sosial yang diterima oleh keluarga yang mengalami perceraian. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan utama penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik ibu dan anak, dukungan sosial anak, dan gaya pengasuhan dengan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun dari keluarga bercerai.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

(17)

4

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga bercerai di lokasi penelitian.

2. Menganalisis gaya pengasuhan pada keluarga bercerai dan dukungan sosial yang diperoleh ibu dan anak pascaperceraian.

3. Menganalisis dampak negatif perceraian terhadap anak.

4. Menganalisis perbedaan gaya pengasuhan sebelum dan sesudah perceraian pada anak usia 7-11 tahun (SD) dan 12-15 tahun (SMP).

5. Menganalisis perbedaan dampak negatif perceraian pada anak dalam enam bulan pertama perceraian dan kondisi saat ini pada anak usia 7-11 tahun (SD) dan 12-15 tahun (SMP).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan kegunaan, antara lain :

1. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai dampak perceraian terhadap anak dan pentingnya peran orang tua dalam pengasuhan anak terhadap kondisi psikososial anak usia 7-15 tahun

2. Bagi kajian dibidang ilmu keluarga, hasil penelitian ini dapat dijadikan studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya serta memberikan sumbangan bagi perkembangan teori-teori ilmu keluarga terutama yang berkaitan dengan masalah dan dampak dari perceraian terhadap anak.

3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat mengasah kemampuan berfikir logis dan sistematik serta bermanfaat bagi pengembangan keilmuan sesuai bidang peneliti.

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga dan Perceraian

Konflik dan tekanan merupakan hal yang umum terjadi dalam sebuah keluarga. Ketidakmampuan dan kegagalan keluarga dalam penyesuaian diri dengan konflik keluarga akan menghasilkan keputusan cerai yang tidak harus terjadi. Para peneliti menggambarkan beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan dalam perkawinan seperti karakteristik demografi keluarga, karakteristik psikologis, dan beberapa variabel interpersonal dalam keluarga (Wolcott dan Hughes 1999). Persoalan yang terjadi dalam keluarga memberikan tekanan pada setiap anggota keluarga yang akan memunculkan suatu ketidakstabilan yang berujung pada perceraian.

(18)

5 keputusan sendiri, menemukan waktu yang cukup untuk anak dan kehidupan pribadi mereka, kebutuhan fasilitas perawatan anak yang cukup dan isolasi sosial.

Kesulitan keuangan umum terjadi pada keluarga orang tua tunggal khususnya ibu dimana ibu memiliki peran ganda sebagai pencari nafkah dan mengasuh anak. Oleh karenanya, kesulitan lain yang dihadapi orang tua tunggal adalah penyesuaian diri yang menyebabkan timbulnya masalah dalam perawatan anak-anak mereka (Wong et al 2009). Hasil penelitian para psikolog menemukan bahwa anak-anak dari keluarga yang tidak utuh memperoleh nilai psikologis yang rendah terutama dalam hal fleksibilitas, penyesuaian diri, pengertian kepada orang lain dan situasi di luarnya serta pengendalian diri. Ketidakhadiran ayah dalam struktur keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian remaja di dalam keluarga dengan orang tua tunggal.

Perceraian membuat anak kehilangan hak untuk mendapatkan pengasuhan dari kedua orang tua mereka. Hak asuh anak umumnya diberikan kepada ibu dan ini secara langsung membuat berkurangnya interaksi antara ayah dan anak (Retnowati 2007). Status individu setelah bercerai (janda dan duda) membuat individu tidak lagi memiliki keterikatan secara emosional, hukum dan ekonomi sehingga umumnya mereka akan mengalami kesulitan penyesuaian diri dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Penyesuaian dalam kehidupan pribadi berkaitan dengan perubahan peran baru yang lebih kompleks yakni berperan secara ganda. Sementara dalam kehidupan sosial individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian hubungannya dengan pandangan masyarakat tentang perceraiannya sehingga menyulitkan hubungan sosial dengan lingkungan keluarganya yang lama, lingkungan kerjanya dan terutama lingkungan masyarakat sekitarnya. Tidak sedikit kondisi psikologisnya mempengaruhi kehidupan sehingga karena perceraian mereka mengalami kesepian, stres, hidup tidak tenteram, tidak bahagia, terisolasi dari lingkungan social dan pada akhirnya terjadi krisis kepribadian dalam hidupnya (Machasin 2006).

Ibu orang tua tunggal (single mother) yang memilih untuk bekerja lebih besar dibandingkan yang memilih tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (Simamora 2005). Umumnya ibu orang tua tunggal yang tidak bekerja akan memperoleh nafkah dari mantan suami, pendapatan anak-anaknya dan atau dari bantuan orang tuanya. Keberhasilan individu dalam penyesuaian diri akan membuat mereka hidup dan bekerja dengan penuh semangat kebahagiaan serta dapat terhindar dari kecemasan, kegelisahan, dan kesedihan yang tidak perlu ada. Keluarga dengan ibu sebagai orang tua tunggal harus mampu menjalankan tuntutan dalam bekerja serta mampu menghadapi segala permasalahan dalam memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya.

Kerangka Teori Struktural Fungsional dalam Analisis Kasus Perceraian

Teori struktural fungsional memandang bahwa peran gender berkontribusi dalam keberfungsian suatu keluarga dimana perempuan memiliki peran utama

(19)

6

dan pembuat keputusan utama di dalam keluarga. Perceraian menyebabkan keluarga tidak berperan sebagaimana mestinya yang mengakibatkan timbulnya berbagai pernasalahan dalam kehidupan keluarga. Berdasarkan pandangan tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa keluarga dapat mengalami gangguan sehingga terjadi perubahan peran gender dalam keluarga. Perubahan yang umumnya ditemukan dalam institusi keluarga yang mengakibatkan munculnya permasalahan sosial yakni penambahan fungsi perempuan yang utamanya

expressive ditambah dengan instrumental.

Dukungan Sosial pada Keluarga Bercerai

Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di sekitarnya dengan membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai sehingga dukungan sosial secara teoritis dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress (Sarafino 1994, Lieberman 1992, dan Maslihah 2011). Konsep operasional dari dukungan sosial adalah perceived support (dukungan yang dirasakan) yang memiliki dua elemen dasar diantaranya adalah persepsi bahwa ada sejumlah orang lain dimana seseorang dapat mengandalkannya saat dibutuhkan dan derajat kepuasan terhadap dukungan yang ada (Dimatteo 2004). Dukungan sosial dari keluarga memiliki peranan yang cukup penting bagi individu dalam mengatur proses pembelajarnya. Selain dukungan sosial dari keluarga, dukungan yang diperoleh dari teman sebaya juga dapat mempengaruhi anak dan remaja untuk memiliki kesempatan dalam melakukan berbagai hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya serta belajar mengambil peran yang baru dalam kehidupannya (Tarakanita 2001).

Barnes (1999) menyatakan bahwa dukungan sosial yang diperoleh dari luar keluarga inti seperti: tetangga, keluarga besar, dan teman bermain juga memberikan pengaruh pada penyesuaian anak terhadap perceraian sehingga memampukan anak untuk mengatasi ketakutan dan perasaan negatif lainnya yang muncul akibat perceraian orang tua mereka. Perhatian dan kehangatan yang ditunjukkan oleh guru di sekolah menjadi faktor penting yang dapat menghasilkan pengalaman sekolah yang positif dan dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap stres anak pascaperceraian yang dapat meningkatkan kemampuan adaptasi anak (Barnes 1999). Orang tua tunggal yang didukung oleh lingkungan mereka biasanya secara mental dan fisik akan merasa lebih baik. Dukungan sosial yang paling potensial utamanya bersumber dari keluarga. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa semakin baik dukungan sosial yang diterima ibu maka akan semakin baik pula pengasuhan pada anak (Tati 2004). Dukungan sosial positif yang diterima oleh ibu memberikan perasaan nyaman untuk ibu dapat mengelola rumah tangga dan melaksanakan pengasuhan (Purnomosari 2004 dalam Tati 2004).

Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

(20)

7 Gottman dan DeClaire 1999). Orang tua berperan penting dalam memfasilitasi anak sukses dalam beradaptasi dan mengembangkan keterampilan dan sumber daya untuk tercapainya tugas perkembangan sebagai alat untuk mengelola tantangan masa depan. Rohner (1975), pengasuhan kehangatan yang diterapkan orang tua yang tercermin dari pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada anak dapat menghindarkan anak dari perilaku bermusuhan, agresi, dan perilaku negatif lainnya. Rohner (1986) menyatakan bahwa gaya pengasuhan dimensi kehangatan terbagi menjadi dua kategori yakni gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Pengasuhan penerimaan dicirikan dengan adanya curahan kasih sayang dari orang tua kepada anak mereka baik itu secara fisik maupun secara verbal. Orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya dalam bentuk pujian, penghargaan, dan dukungan kepada kemajuan anak.

Gaya pengasuhan penolakan merupakan orang tua yang tidak suka, tidak setuju atau bahkan membenci anak-anak mereka. Pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) Gaya pengasuhan pengabaian yang dicirikan dari ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. Orang tua secara fisik berada didekat anak namun tidak secara psikologis sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua; (2) Gaya pengasuhan penolakan, dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) Gaya pengasuhan permusuhan yang dicirikan dengan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Salah satu penelitian menemukan bahwa anak yang mendapatkan penolakan dari orang tua secara signifikan menunjukkan sikap yang lebih bermusuhan dan agresif dibandingkan dengan anak yang diterima oleh orang tuanya (Rohner 1975). Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang ditolak cenderung untuk menilai diri secara lebih negatif dan bergantung pada apa yang diterimanya. Anak yang mendapatkan penolakan cenderung menjadi kesal dan marah pada kedua orang tua mereka serta lebih menarik diri karena takut akan penolakan.

Dampak Perceraian

Rice dan Dolgin (2008) menyebutkan bahwa anak yang berasal dari keluarga bercerai umumnya akan memiliki resiko yang besar terhadap psikologis, kesehatan, maupun akademis. Dampak psikologis dapat dirinci menjadi dampak kognisi, emosi, dan tindakan atau psikomotor. Dampak kognisi berupa tanggapan buruk mengenai perceraian, merasa terlantar dan tidak diperhatikan, menganggap perceraian adalah kesalahan orang tua, lebih dewasa, serta kondisi spiritual menurun. Dampak emosi dapat berupa kekecewaan, mudah marah atau sensitive, malu, dan terganggu dengan hal-hal yang berbau konflik. Dampak psikomotor seperti semangat menurun, melamun, berkhayal, dan terlibat dalam perkelahian. Perceraian juga memberikan pengaruh terhadap sosial anak dimana anak menjadi pribadi yang tidak peduli dan cuek, tidak mau bersosialisasi dengan teman, menyalahkan kedua orang tua, susah bergaul, agresif, dan tidak percaya diri.

(21)

8

kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dewasa sebelum waktunya, kekhawatiran hilangnya keluarga, cenderung tidak bertanggung jawab, merasa bersalah, dan pemarah. Anak dari keluarga bercerai umumnya merasakan dampak psikologis, ekonomis dan koparental yang kurang menguntungkan dari orangtuanya (Machasin 2006). Anak terkadang tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang tua mereka telah bercerai sehingga sering kali perilakunya tidak menunjukkan rasa tanggung jawab dan cenderung menyalahkan orang lain termasuk orangtuanya sendiri. Hubungan sosial anak juga terganggu karena rasa harga diri yang cenderung rendah diri dan bergantung pada orang lain. Makna dan nilai hidupnya cenderung terbawa oleh situasi, perasaan dan suasana hati yang bersifat sesaat. Dampak perceraian tersebut pada umumnya dirasa lebih berat bagi anak usia remaja karena rasa malu, benci, marah, sedih, takut dan sayang terhadap orangtuanya bercampur menjadi satu sehingga sering diekspresikan dalam perilaku yang berlebihan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Teori struktural fungsional memandang bahwa peran gender berkontribusi dalam keberfungsian suatu keluarga dimana perempuan memiliki peran utama

expressive yakni memanajemen tugas, menyediakan perawatan fisik dan mental serta pemelihara seluruh anggota keluarga, sedangkan laki-laki memiliki peran utama instrumental yang maksudnya adalah menjadi pencari nafkah utama dan pembuat keputusan utama di dalam keluarga. Berdasarkan pandangan tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa keluarga bercerai beresiko untuk mengalami gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam keluarga, baik dalam proses pengasuhan yang dilakukan keluarga maupun dampaknya terhadap anak.

Seperti yang tergambar pada Gambar 1, penelitian ini membangun hipotesis bahwa karakteristik ibu (usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak, lama perceraian, jumlah perceraian, pendapatan) dan karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan urutan lahir) berhubungan dengan gaya pengasuhan yang diterapkan oleh ibu pada keluarga bercerai. Dukungan sosial yang diterima ibu dari orang spesial, keluarga, teman, dan mantan suami juga dapat berhubungan dengan gaya pengasuhan ibu pascaperceraian.

Penelitian ini juga ingin melihat hubungan antara karakteristik ibu dan anak dan gaya pengasuhan orang tua dengan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun dari keluarga bercerai. Ali (2011) menyatakan bahwa gaya pengasuhan penerimaan orang tua penerimaan guru di sekolah secara signifikan memberikan sumbangan terhadap penyesuaian psikologis anak. Hipotesis lainnya ingin melihat bahwa dukungan sosial yang diterima anak dari orang tua, teman sekelas, guru, dan sahabat juga berhubungan dengan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun dari keluarga bercerai.

(22)

9

Gaya pengasuhan 1. Acceptance

2. Hostility

3. Neglected

4. Rejection

Dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun Karakteristik Anak

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Uritan lahir

Karakteristik Ibu 1. Usia

2. Pendidikan

3. Jumlah tanggungan keluarga 4. Jumlah anak

5. Lama perceraian 6. Jumlah perceraian 7. Pendapatan

Dukungan sosial yang di terima ibu − Orang spesial

− Keluarga − Teman

− Mantan Suami

Dukungan sosial yang di terima Anak − Orang tua

− Teman sekelas − Guru

− Sahabat

(23)

10

METODE

Desain Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang menganalisis beragam variabel pada keluarga bercerai yang menggunakan desain cross sectional study dan dilakukan di dua lokasi yakni Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet dan Desa Sindanglaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Penetapan lokasi tersebut dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan kekhasan lokasi sebagai wilayah pertanian dan perdesaan yang masih dominan dan juga rekomendasi dari Pengadilan Agama Cianjur. Pengambilan data dimulai dari juni sampai juli 2013.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 60 keluarga yakni anak dengan orang tua tunggal yang telah bercerai minimal satu tahun, tidak menikah lagi (remarried) dan berusia 7-15 tahun. Teknik pengambilan contoh menggunakan

nonprobability sampling dengan cara convinience yakni pengambilan contoh berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan mendapatkannya. Data contoh diperoleh dari tujuh belas Rukun tetangga (RT) di Desa Sindanglaya dan Sukanagalih dengan pertimbangan kedua desa tersebut merupakan desa dengan anggota PEKKA terbanyak. Setelah data diperoleh dari setiap RT, kemudian contoh dipilih sesuai dengan kriteria dan melakukan wawancara. Selain itu, peneliti melakukan indepth-interview kepada responden yang memiliki waktu dan bersedia untuk menceritakan kehidupan keluarganya sebelum dan sesudah perceraian baik mengenai pengasuhan ibu, dukungan yang diterima, keadaan psikolososial, ekonomi dan fisik anak pascaperceraian. Berikut ini disajikan pada Gambar 2 teknik pengambilan contoh yang digunakan.

Gambar 2 Skema cara pengambilan contoh n = 60

Desa Sukanagalih Desa Sindang laya Purposive

Kabupaten Cianjur

Kecamatan Pacet Kecamatan Purposive

Purposive

SD = 18 SMP = 12 SD = 14

SMP = 16

Nonprobability

(24)

11

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil meliputi karakteristik ibu (usia, pendidikan terakhir, jumlah anak, jumlah tanggungan keluarga, lama perceraian, jumlah perceraian, pendapatan), karakreristik anak (usia, jenis kelamin, dan urutan lahir), gaya pengasuhan, dukungan sosial yang dirasakan ibu dan anak, dan dampak negatif perceraian. Data primer diambil dengan metode wawancara dan indepth interviews. Sedangkan data sekunder meliputi data besarnya angka perceraian Kabupaten Cianjur (dijelaskan pada Lampiran 1).

Instrumen gaya pengasuhan diadaptasi dari Rohner (1986) dan dimodifikasi peneliti yang berjumlah 60 pernyataan yang diberikan kepada anak dan terbagi menjadi Acceptance (20 pernyataan), hostility (15 pernyataan), neglected (15 pernyataan), dan Rejection (10 pernyataan). Instrumen gaya pengasuhan memiliki nilai Cronbach’s alpha 0.77. Dukungan sosial yang dirasakan ibu diukur dengan menggunakan instrument Multidimensional Scale of Perceived Social Support

(MSPSS) (Zimet, Dahlem, Zimet & Farley 1988). Instrumen ini terdiri dari 12 pernyataan yang terdiri dari masing-masing 4 pernyataan orang spesial, keluarga dan teman. Instrumen yang digunakan memiliki nilai Cronbach’s alpha 0.77. Sementara itu, dukungan sosial yang dirasakan anak diukur dengan menggunakan instrument Social Support scale for Children: Manual and Questionnaires dari Harter (1985) yang terdiri dari 23 pernyataan yang terdiri dari masing-masing 6 pernyataan orang tua, teman sekelas, dan sahabat, dan 5 pernyataan guru dengan nilai Cronbach’s alpha 0.63.

Dampak negatif perceraian terhadap anak menggunakan instrumen Puspitawati (2012) yang terdiri dari 29 pernyataan (15 pernyataan psikologis dan 12 pernyataan sosial) dengan penambahan 9 pernyataan ekonomi dan 7 pernyataan fisik. Instrumen yang digunakan memiliki nilai Cronbach’s alpha

0.59.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entrying, cleaning, recoding serta analyzing menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Data pengasuhan dinilai sebelum dan sesudah perceraian dengan skala 1=jarang, 2=kadang-kadang, dan 3=sering yang kemudian dikelompokkan kedalam tiga kategori; rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase suatu dimensi gaya pengasuhan kategori tertentu, maka semakin menerapkan pengasuhan pada kategori tersebut.

(25)

12

Data dampak negatif perceraian terhadap anak diolah seperti halnya dukungan sosial. Skor yang diperoleh kemudian diketegorikan menjadi tiga kategori dengan rumus interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase suatu dimensi dalam kategori tertentu, maka semakin banyak anak yang merasakan dampak pada kategori tersebut (dijelaskan pada Lampiran 2). Penentuan persentase pada tiap dimensi variabel diukur menggunakan rumus skor indeks.

Keterangan:

Skor Aktual = Skor yang diperoleh dalam hasil penelitian Min = Minimum

Maks = Maksimum

Penentuan kategori diukur dengan menggunakan rumus interval kelas.

Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut: 1. Rendah(Kurang) : NR sampai (NR+A)

2. Sedang (Cukup) : ((NR+A)+0.01) sampai ((NR+A)+A+0.01) 3. Tinggi(Baik) : ((NR+A)+A+0.02) sampai NT

Analisis data

Analisis deskriptif yang digunakan antara lain: nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi sedangkan analisis inferensia yang digunakan, yaitu uji BedaPaired Samples Test dan korelasi Rank Spearman.

Pengolahan dan analisis tersebut berdasarkan tujuan penelitian, seperti: 1. Uji Beda independent sample t-test. Digunakan untuk melihat perbedaan

antara dukungan sosial ibu dan anak, gaya pengasuhan, dan dampak negatif perceraian pada anak usia SD dan SMP.

2. Uji Beda Paired Samples Test. Digunakan untuk melihat perbedaan antara gaya pengasuhan sebelum dan sesudah perceraian serta melihat perbedaan dampak negatif perceraian pada anak di enam bulan pertama perceraian dengan kondisi saat ini.

3. Uji Korelasi Rank Spearman. Digunakan untuk melihat hubungan antar dua variabel, seperti karakteristik ibu, dukungan sosial ibu dengan gaya pengasuhan sesudah perceraian serta karakteristik ibu dan anak, dukungan sosial anak, dan gaya pengasuhan dengan dampak negatif perceraian pada anak di enam bulan pertama perceraian dan kondisi saat ini.

Definisi Operasional

Keluarga bercerai adalah keluarga yang mengalami perceraian hidup minimal

(26)

13

Lama perceraian adalah lamanya waktu perpisahan ayah dan ibu terhitung dari

keputusan perceraian hingga penelitian dilakukan

Jumlah perceraian adalah banyaknya perceraian yang dialami oleh ibu hingga

penelitian dilakukan

Dukungan sosial yang diterima ibu adalah dukungan yang dirasakan ibu yang

berasal dari orang spesial, keluarga besar, dan teman.

Dukungan sosial yang diterima anak adalah dukungan yang dirasakan anak

yang berasal dari orang tua, teman sekelas, guru, dan sahabat

Gaya pengasuhan adalah perilaku ibu baik fisik maupun verbal yang

mencerminkan sikap penerimaan dan penolakan ibu pada anak

Pengasuhan affection adalah orang tua memberikan kasih sayang baik secara

fisik maupun verbal

Pengasuhan hostility adalah orang tua yang selalu kasar dan agresif baik secara

fisik maupun verbal

Pengasuhan neglected adalah orang tua tidak perhatian terhadap kebutuhan

psikologis anak

Pengasuhan rejection adalah perbuatan dan perkataan orang tua yang membuat

anak merasa tidak dicintai dan dihargai

Dampak negatif perceraian adalah kondisi psikologi, sosial, ekonomi, dan fisik

yang buruk sebagai akibat dari perceraian.

Psikologis adalah kondisi psikologis atau perasaan anak yang buruk akibat

perceraian

Sosial adalah ketidakmampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain atau

masyarakat akibat perceraian

Ekonomi adalah tidak terpenuhinya kebutuhan anak sehari-hari akibat perceraian

Fisik adalah kondisi badan anak yang memburuk akibat perceraian

HASIL

Karakteristik Anak dan Ibu Keluarga Orangtua Tunggal

Sebaran usia anak pada keluarga responden menunjukkan lebih dari setengah (53.3%) anak berusia SD dan usia SMP sebesar 46.7 persen dengan rata-rata usia 11.27 tahun. Sebesar 55 persen anak responden adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Dua dari lima (46.3%) contoh merupakan anak bungsu dan besar uang saku perharinya kecil dari Rp 6 000 dengan rata-rata Rp 3 519.04 perhari.

Karakteristik ibu menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu (58.3%) berada pada usia dewasa awal dengan rata-rata 38.72 tahun. Tiga dari lima (60%) ibu orang tua tunggal menempuh pendidikan hingga tahapan Sekolah Dasar (SD) dengan rata-rata lama pendidikan 7 tahun dan hanya sebesar 3.3 persen ibu dengan pendidikan perguruan tinggi. Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan, satu dari tiga (33.3%) ibu bekerja sebagai buruh dan sekitar satu dari lima (21.7 %) adalah pedagang. Rata-rata pendapatan ibu sebesar Rp 762 236.12 per bulan dan rata-rata uang yang diterima dari mantan suami sebesar Rp 128 605.55 per bulan.

(27)

14

ibu yang telah bercerai sebanyak 3 kali. Rata-rata jumlah tanggungan ibu yang menjadi orangtua tunggal saat ini 4 orang, sedangkan jumlah anak dari keluarga orang tua tunggal rata-rata sebanyak 3 orang. Kehadiran nenek, kakak ipar atau keluarga lain di luar keluarga inti yang hidup bersama dalam satu rumah membuat jumlah tanggungan ibu lebih besar dari jumlah anak.

Tabel 1 Nilai minimal, maksimal, rata-rata, dan SD karakteristik anak dan ibu keluarga orang tua tunggal

Variabel Keluarga orang tua tunggal

Min Max Rata-rata±SD

Karakteristik anak

Usia (thn) 7 15 11.270±2.335

Urutan lahir 1 7 2.550±1.578

Besar uang saku (Rp/hari) 1 000 15 000 3 519.040±2.327

Karakteristik ibu

Usia (thn) 24 54 38.720±7.726

Lama pendidikan (thn) 0 16 6.420±3.876

Pendapatan ibu (Rp/bln) 0 6 000 000 762 236.120±975 264.559

Uang dari mantan suami (Rp/bln) 0 2 250 000 128 605.550±400 309.629

Lama perceraian (thn) 1 14 5.670±3.952

Jumlah Perceraian (kali) 1 4 1.530±0.833

Jumlah Tanggungan Keluarga (org) 0 8 3.380±1.896

Jumlah Anak (org) 1 7 3.030±1.507

Dukungan Sosial Ibu

Dukungan sosial yang diterima ibu berasal dari orang spesial, keluarga, dan sahabat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56.30 persen ibu dengan anak usia SD memperoleh dukungan yang tinggi dari keluarga dengan nilai rata-rata sebesar 80.21, sedangkan 81.30 persen ibu merasakan dukungan yang rendah dari orang spesial dan 59.4 persennya merasakan hal yang sama dari sahabat. Sementara untuk ibu dengan anak usia SMP lebih dari setengah (78.60%) merasakan dukungan yang tinggi dari sahabat, 42.90 persen ibu merasakan dukungan yang sedang dari keluarga dan 75.50 persennya merasakan dukungan yang rendah dari orang spesial. Hasil lain menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dukungan sosial yang diterima ibu dengan anak usia SD dan SMP pada keluarga bercerai (dijelaskan pada Lampiran 3 ).

Tabel 2 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan dukungan sosial ibu

Dukungan SD (n=32) SMP (n=28) Sig. 2-tailed

Rata-rata±SD Rata-rata±SD

Orang spesial 41.670±16.800 44.940±17.170 .460

Keluarga 80.210±17.680 70.240±21.690 .058

Sahabat 52.600±15.030 49.700±15.130 .460

Total 58.159±10.652 54.960±8.430 .200

Ket : SD : Usia 7-11 tahun, SMP: Usia 12-15 tahun

Dukungan Sosial Anak

(28)

15 persen anak usia SD merasakan dukungan yang tinggi dari orangtua dan 68.8 persennya merasakan dukungan yang tinggi dari guru. Setengah (50%) anak merasakan dukungan yang sedang dari teman sekelas dan 59.40 persennya merasakan hal yang sama dari sahabat mereka. Sementara untuk anak usia SMP, tujuh dari sepuluhnya merasakan dukungan yang tinggi dari orangtua (78.60%) dan guru. Setengah (50.00%) anak merasakan dukungan yang sedang dari teman sekelas dan 42.90 persennya merasakan hal yang sama dari sahabat. Hasil ini menunjukkan bahwa orang tua dan guru lebih mengerti dan memahami kondisi anak pascaperceraian sehingga mereka cenderung memberikan dukungan yang lebih besar kepada anak dibandingkan teman atau sahabat. Namun dalam hal ini tidak ditemukan adanya perbedaan yang singnifikan antara dukungan sosial yang diterima anak usia SD dan SMP (dijelaskan pada Lampiran 4).

Tabel 3 Nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien perbedaan dukungan sosial anak

Dukungan SD (n=32) SMP (n=28) Sig. 2-tailed

Rata-rata±SD Rata-rata±SD

Orangtua 85.160±16.630 82.440±16.250 .526

Teman 61.980±23.750 70.530±19.170 .128

Guru 75.940±21.830 75.710±20.800 .968

Sahabat 64.320±23.780 66.960±27.820 .696

Total 71.848±10.487 73.913±11.231 .467

Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhan dimensi kehangatan terbagi menjadi dua kategori yakni gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection) (Rohner 1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima dari sepuluh (50.00%) anak usia SD mempersepsikan gaya pengasuhan affection pada kategori sedang sebelum perceraian dan 59.40 persennya mempersepsikan pengasuhan affection kategori tinggi setelah perceraian. Sementara untuk anak usia SMP, lebih dari setengahnya mempersepsikan gaya pengasuhan affection kategori tinggi baik sebelum (57.10%) maupun sesudah bercerai (64.30%). Lebih dari setengah anak usia SD mempersepsikan pengasuhan penolakan dimensi hostility pada kategori rendah sebelum (84.40%) dan sesudah perceraian (53.10%), sama halnya dengan anak usia SMP yang lebih dari separuhnya mempersepsikan pengasuhan penolakan dimensi hostility sebelum (71.40%) dan sesudah perceraian (67.90%).

Lebih dari separuh (71.90%) anak usia SD mempersepsikan gaya pengasuhan penolakan dimensi neglected dalam kategori rendah sebelum perceraian, namun separuh anak (50%) mempersepsikan pengasuhan yang sama pada proporsi rendah dan sedang. Sementara untuk anak SMP, lebih dari setengahnya (53.60%) mempersepsikan pengasuhan neglected pada kategori rendah sebelum perceraian dan dengan proporsi yang sama mempersepsikan pengasuhan neglected dalam kategori sedang setelah perceraian. Lebh dari setengah anak usia SD maupun SMP mempersepsikan pengasuhan rejection

dalam kategori rendah baik sebelum maupun sesudah bercerai meskipun dengan proporsi yang berbeda (dijelaskan pada Lampiran 5).

(29)

16

perceraian. Perbedaan yang signifikan ditemukan pada persepsi pengasuhan penolakan di ketiga dimensi sebelum dan sesudah perceraian. Artinya anak merasakan bahwa penolakan orang tua lebih besar setelah terjadinya perceraian meskipun dalam hal ini orang tua cenderung masih menerapkan pengasuhan affection dalam kategori tinggi (dijelaskan pada Lampiran 6). Kehidupan keluarga yang penuh tekanan dan permasalahan setelah terjadinya perceraian dapat meningkatkan stress pada ibu yang menyebabkan penerapan pengasuhan yang kurang baik setelah perceraian. Bigner (1988) menyatakan bahwa ibu tunggal lebih cenderung menjadi tidak aman secara ekonomi sebagai akibat dari kapasitas penghasilan yang rendah, kurang mendukung anak, dan memiliki gaya pengasuhan yang lebih menghukum dan otoriter.

Tabel 4 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan gaya pengasuhan anak usia SD dan SMP serta kondisi sebelum dan sesudah perceraian Pengasuhan

Rata-rata skor sebelum Sig.

2-tailed

Rata-rata skor sesudah Sig.

2-tailed

Rata-rata skor

pengasuhan Sig. 2-tailed

Ket : **) uji beda paired test signifikan pada p<0.01

Dampak Negatif Perceraian terhadap Anak

(30)

17 rendah, baik di enam bulan pertama perceraian maupun kondisi saat ini meskipun dalam proporsi yang berbeda (dijelaskan pada Lampiran 7).

Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi psikososial anak usia SD dan SMP. Perbedaan yang signifikan terdapat pada dampak perceraian dimensi psikologis dan ekonomi di enam bulan pertama perceraian dan kondisi saat ini (Sig 2-tailed <0.05) dimana dampak negatif perceraian dimensi psikologis dan ekonomi yang dirasakan anak menurun dari enam bulan pertama perceraian hingga saat ini (dijelaskan pada Lampiran 8). Dukungan yang dirasakan anak membuatnya merasa dicintai, dihargai, dan diterima oleh orang lain sehingga memampukan anak untuk dapat beradaptasi dengan kondisi kehidupan pascaperceraian. Murberg dan Bru (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial yang tinggi dari keluarga mampu menjadi penyangga penting terhadap peristiwa kehidupan yang penuh stress.

Tabel 5 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien perbedaan dampak perceraian anak usia SD dan SMP serta dampak negatif di enam bulan pertama perceraian dan saat ini

Dampak

Rata-rata skor enam bulan bercerai Sig.

2-tailed

Rata-rata skor

saat ini Sig. 2-tailed

Rata-rata skor

dampak Sig.

2-Ket : **) uji beda paired test signifikan pada p<0.01

Hubungan antara Karakteristik Ibu, Karakteristik Anak, Dukungan Sosial Ibu dengan Gaya Pengasuhan Sesudah Perceraian

(31)

18

Tabel 6 Koefisien korelasi karakteristik ibu, karakteristik anak, dukungan sosial ibu dengan skor gaya pengasuhan sesudah perceraian

Variabel Gaya pengasuhan sesudah perceraian

Penerimaan Penolakan

Karakteristik ibu

Usia (thn) .286* -.150

Lama pendidikan (thn) -.026 .011

Jmlh tanggungan keluarga (org) -.102 -.096

Jumlah anak (org) .210 -.247

Lama perceraian (thn) .250 -.118

Jumlah perceraian (kali) .048 .099

Pendapatan ibu (rp/bln) -.169 .154

Karakteristik anak

Usia (thn) -.080 -.081

Urutan lahir .313* -.293*

Dukungan sosial ibu

Orang spesial .094 .145

Keluarga .163 -.064

Teman -.225 .306*

Mantan suami (rp/bln) -.054 -.004

Ket : Penolakan :hostility, neglected, dan rejection

**) uji korelasi pearson signifikan pada p<0.01 *) uji korelasi pearson signifikan pada p<0.05

Hubungan antara Sebaran Koefisien Korelasi Karakteristik Anak, Dukungan Sosial Anak, Gaya Pengasuhan dengan Dampak Negatif Perceraian pada Anak di Enam Bulan Pertama Perceraian dan Saat Ini

Hasil uji hubungan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu berhubungan negatif signifikan dengan dampak perceraian dimensi ekonomi saat ini (p<0.05). Artinya tingginya pendidikan ibu akan mampu menurunkan dampak dimensi ekonomi yang dirasakan anak saat ini. Sementara itu, jumlah perceraian berhubungan positif signifikan dengan dampak perceraian dimensi ekonomi dan fisik di enam bulan pertama dan dampak dimensi fisik saat ini yang artinya semakin sering ibu mengalami perceraian maka semakin anak merasakan dampak perceraian dimensi ekonomi dan fisik yang tinggi setelah perceraian. Hasil lain menemukan bahwa pendapatan berhubungan negatif signifikan dengan dampak perceraian dimensi psikologis di enam bulan pertama (p<0.05). Artinya bahwa semakin tinggi pendapatan ibu maka akan menurunkan dampak perceraian dimensi psikologis yang dirasakan anak.

(32)

19 Pengasuhan dimensi hostility berhubungan positif signifikan dengan dampak perceraian dimensi sosial saat ini (p<0.05). Artinya semakin anak mempresepsikan pengasuhan hostility maka semakin anak tinggi dampak perceraian dimensi sosial yang dirasakan anak. Hasil lain menunjukkan bahwa pengasuhan neglected berhubungan positif signifikan dengan dampak perceraian dimensi sosial dan fisik saat ini. Artinya semakin neglected pengasuhan orang tua maka semakin tinggi dampak perceraian yang dirasakan anak pada dimensi sosial dan fisiknya.

Dukungan sosial yang diterima anak dari orang tua berhubungan negatif signifikan terhadap dampak perceraian dimensi fisik saat ini, dimana semakin tinggi dukungan dari orang tua maka akan semakin anak merasakan dampak perceraian yang tinggi pada dimensi fisiknya. Sementara itu, dukungan dari teman sekelas juga berpengaruh negatif signifikan dengan dampak perceraian dimensi ekonomi enam bulan pertama. Artinya semakin anak di dukung oleh teman sekelas maka semakin berkurang dampak perceraian dimensi ekonomi yang dirasakan anak (dijelaskan pada Lampiran 10, 11, dan 12)

Tabel 7 Koefisien korelasi karakteristik anak, dukungan sosial anak, gaya pengasuhan dengan skor dampak negatif perceraian pada anak di enam bulan pertama dan saat ini

Variabel Dampak 6 bulan Dampak saat ini

Psiko Sos Eko Fisik Psiko Sos Eko Fisik Karakteristik Ibu

Lama Pendidikan (thn) 0.021 0.023 -0.237 -0.100 0.078 0.185 -.325* -.055

Jumlah Perceraian (kali) 0.075 0.147 0.332** 0.325* 0.122 -0.030 .130 .385**

Pendapatan (rp/bln) -0.268* 0.032 -0.147 -0.160 -0.076 -0.018 -.140 -.030

Karakteristik anak

Jenis kelamin anak -0.016 0.318* 0.098 -0.051 0.024 0.037 .000 0.040

Usia (thn) -0.039 0.128 -0.028 -0.035 -0.090 -0.122 .070 -0.080

Urutan lahir 0.127 -0.164 0.040 0.101 -0.016 -0.197 .171 0.080

Dukungan sosial

Orang tua -0.063 -0.211 -0.092 -0.067 -0.201 -0.103 -.039 -0.310*

Teman sekelas -0.187 -0.007 -0.276* -0.190 -0.234 -0.250 -.100 -0.064

Guru 0.081 -0.035 -0.140 -0.007 0.196 -0.093 -.179 0.070

Sahabat 0.102 0.046 -0.006 -0.141 0.049 -0.036 .095 0.011

Gaya pengasuhan

Affection 0.157 -0.205 -0.288* -0.196 -0.071 -0.372** -.201 -0.028

Hostility -0.067 0.092 0.132 0.059 0.118 0.323* -.026 0.218

Neglected -0.182 0.128 0.163 0.245 0.056 0.285* .173 0.274*

Rejection -0.056 0.108 -0.005 0.163 0.034 0.209 -0.093 0.231

Ket : **) uji korelasi pearson signifikan pada p<0.01 *) uji korelasi pearson signifikan pada p<0.05

PEMBAHASAN

(33)

20

perceraian maka semakin anak merasakan dampak perceraian pada dimensi ekonomi dan fisiknya. Perceraian yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan kondisi ekonomi keluarga menjadi tidak stabil yang dikarenakan bergantinya kepala keluarga atau pencari nafkah utama setiap terjadinya perceraian. Sementara itu, seringnya terjadi perceraian juga dapat membuat kondisi fisik memburuk yang dikarenakan keluarga merasakan stress yang terjadi secara berulang kali.

Hasil penelitian juga menemukan hubungan antara usia ibu dengan persepsi gaya pengasuhan yang diterapkan ibu pada keluarga bercerai, dimana semakin tua usia ibu maka semakin anak mempersepsikan pengasuhan penerimaan setelah perceraian. Usia yang matang menjadikan ibu lebih memiliki kemampuan penyesuaian yang lebih baik sehingga memampukannya untuk tetap melakukan pengasuhan yang baik. Hasil lain menemukan bahwa pendapatan ibu yang tinggi dapat menurunkan dampak perceraian pada dimensi psikologis anak, dimana dengan pendapatan yang tinggi akan membuat keluarga tidak memiliki masalah atau kesulitan dalam ekonomi sehingga dapat menghindarkan keluarga dari kondisi stress atau kecemasan dalam kehidupan pascaperceraian. Hughes R (2005) menyatakan bahwa keterbatasan sumber daya ekonomi dalam keluarga orang tua tunggal membuat anak memiliki lebih banyak kesulitan. Sementara itu, tingginya jenjang pendidikan ibu juga dapat mengurangi dampak perceraian dimensi ekonomi pada kondisi saat ini. Tingginya pendidikan ibu maka akan memampukannya untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang baik sehingga dapat menurunkan kecemasan pada kondisi ekonomi keluarga pascaperceraian.

Gaya pengasuhan berperan penting memfasilitasi anak sukses beradaptasi menghadapi kondisi psikososial pascaperceraian. McIntosh J et al (2009) menyatakan bahwa pengasuhan setelah perceraian telah terbukti efektif dalam mengobati dan mencegah berbagai kesulitan dalam penyesuaian diri anak. Hasil penelitian menemukan bahwa semakin anak mempresepsikan pengasuhan yang

affection maka semakin menurunkan dampak ekonomi dan sosial pascaperceraian. Hal ini sejalan dengan pendapat Velez. et al (2011) menyebutkan anak yang memiliki hubungan positif dengan ibu cenderung untuk menggunakan

coping aktif dan memiliki tingkat keberhasilan bertahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak. Hasil lain menunjukkan bahwa semakin anak mempersepsikan pengasuhan penolakan dimensi negleted maka semakin tinggi dampak sosial dan fisik yang dirasakan anak pascaperceraian. Selain itu, anak yang mempersepsikan pengasuhan penolakan dimensi hostility juga akan merasakan dampak sosial yang tinggi pascaperceraian. Hal ini sejalan dengan Johnson dan Pandina (1991) yang menemukan bahwa orang tua positif hostility

memprediksi penggunaan obat-obatan dan alkohol pada anak untuk mengatasi ledakan emosional di tiga tahun mendatang.

(34)

21 keluarga turut berpengaruh terhadap proses penyesuaian individu pascaperceraian. Penelitian menemukan bahwa semakin tinggi dukungan dari orang tua maka akan semakin anak merasakan kondisi fisik yang baik setelah perceraian. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga merupakan faktor protektif untuk menggurangi penggunaan alkohol pada remaja sebagai efek dari perceraian kedua orang tuanya (Chen dan George 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin anak di dukung oleh teman sekelas maka semakin baik kondisi ekonomi yang dirasakan anak pascaperceraian., ini sejalan dengan penelitian Barnes (1999) yang menyebutkan bahwa dukungan sosial dari tetangga, keluarga besar, dan teman bermain juga memberikan pengaruh pada penyesuaian anak terhadap perceraian sehingga memampukan anak untuk mengatasi ketakutan dan perasaan negatif lainnya yang muncul akibat perceraian orang tua mereka.

Hasil penelitian juga menemukan bahwa anak mempersepsikan pengasuhan penolakan yang lebih tinggi setelah terjadinya perceraian orang tua dibandingkan sebelum perceraian dan merasakan dampak psikologis yang lebih rendah pada kondisi saat ini dibandingkan kondisi di enam bulan pertama perceraian. Hal ini dapat disebabkan oleh proses adaptasi yang dilakukan oleh keluarga pascaperceraian. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan dukungan sosial ibu dan anak, gaya pengasuhan, dan kondisi psikososial antara anak dengan usia SD dan SMP.

Keterbatasan penelitian adalah pengasuhan yang dilihat hanya dari sudut pandang anak terhadap ibu saja sedangkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan tidak dilihat. Dalam hal ini, keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada keluarga bercerai juga penting untuk membantu perkembangan dan adaptasi anak. Selain itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan non probability

sampling dengan convenience dimana data diambil berdasarkan kemudahan peneliti sehingga terkadang dapat menyebabkan bias dan populasi tidak dapat tergambarkan dengan tepat. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat mencoba dengan menggunakan metode probability sampling.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lebih dari setengah ibu bercerai pada usia muda dan telah bercerai sebanyak dua kali dengan lama perceraian selama enam tahun. Pengasuhan yang diterapkan ibu baik sebelum maupun sesudah perceraian dominan pengasuhan penerimaan, namun setelah bercerai terjadi peningkatan pada persepsi pengasuhan penolakan di ketiga dimensi pengasuhan. Ibu merasakan dukungan yang besar dari sahabat dan keluarga dan anak merasakan dukungan yang sama dari orang tua dan guru disekolah.

(35)

22

Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan persepsi gaya pengasuhan dan dampak negatif perceraian berdasarkan usia anak. Hubungan yang signifikan ditemukan pada semakin matangnya usia ibu dan semakin tinggi urutan lahir anak maka semakin anak mempersepsikan pengasuhan penerimaan, namun semakin ibu merasakan dukungan dari teman maka semakin anak mempersepsikan pengasuhan penolakan setelah perceraian.

Hubungan yang signifikan juga terdapat pada tingginya pendidikan ibu, dukungan sosial yang dirasakan anak dari orang tua dan pengasuhan penerimaan dari ibu setelah perceraian dengan semakin menurunnya dampak perceraian pada dimensi ekonomi, fisik dan sosial. Namun pengasuhan penolakan berhubungan dengan semakin meningkatnya dampak perceraian pada dimensi sosial dan fisik anak pascaperceraian.

Saran

Pengasuhan penolakan mengalami peningkatan setelah terjadinya perceraian. Dalam hal ini, pengasuhan penolakan dapat semakin meningkatkan dampak negatif perceraian pada dimensi sosial dan fisik anak pascaperceraian. Oleh karena itu orang tua sebaiknya lebih memperhatikan gaya pengasuhan yang telah diterapkan dan dampaknya pada perkembangan dan adaptasi anak pasca perceraian. Hasil penelitian juga menemukan bahwa seringnya perceraian terjadi dapat meningkatkan dampak negatif perceraian pada dimensi ekonomi dan fisik, oleh karenanya orang tua harus lebih mempertimbangan kondisi anak sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.

Hasil penelitian menemukan bahwa anak merasakan penurunan pada dampak negatif perceraian di kondisi saat ini dibandingkan dengan kondisi enam bulan pertama perceraian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai strategi coping yang dilakukan anak untuk menurunkan dampak perceraian serta keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada keluarga bercerai. Dalam penelitian ini hanya melibatkan ibu dan anak sebagai informan, untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan ayah sebagai informan penelitian. Serta perlu dilakukan pengujian ulang pada instrumen dampak negatif perceraian untuk meningkatkan nilai reliabilitas dan validitas.

DAFTAR PUSTAKA

Amato P. R. 2000.The consequences of divorce for adults and children. Journal Marriage Fam, 62(1269–1287).

Amato P. R & Keith B. 1991. Parental divorce and the well-being of children: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 110 (26-46).

(36)

23 Bigner JJ. 1998. Parent-child relations: An introduction to parenting. New York:

MacMillan.

Bolang A. D. 2012. Perbedaan psychological well-being orang tua tunggal laki-laki dan orang tua tunggal perempuan yang bercerai [Skripsi], Jakarta: Universitas Esa Unggul.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Penduduk dan tenaga kerja. Jawa Barat: Badan Pusat Statistika.

Chen J. D & George R. A. 2005.Cultivating resilience in children from divorce families.The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families, Vol. 20 (10): 1-4.

Cole K. 2004. Mendampingi anak menghadapi perceraian orang tua. Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya.

Dimmateo M. R. 1991. The psychology of health, illness and medical care: an individual perspective. California : Pasific Grove.

Frost A & Pakiz. B. (1990). The effects of marital disruption on adolescents: Time as a dynamic. American Journal of Orthopsychiatry, Vol. 60 (544-553). Gottman J & DeClaire J. 1998. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki

Kecerdasan Emosional (T. Hermaya penerjemah). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hurlock E. B. 2001. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Harter Susan. 2012. Social support scale for children: manual and questionnaires. Arts, humanities, and social scienaces. Department of psychology. University of Denver.

Hughes R. 2005. The Effects of Divorce on Children. Department of Human and Community Development, University of Illinois at Urbana-Champaign.

Johnson V & Pandina R. J. (1991). Effects of the family environment on adolescent substance use, delinquency, and coping styles. American Journal of Drug and Alcohol Abuse, Vol.17 (71–88).

Lieberman M. A. 1992. The Effect of Social Support on Respond on Stress.

Dalam Bretnitz & Golberger (Eds). Handbook of Stress: Theoritical & Clinical Aspects. London: Collier MacMillan Publisher.

Machasin. 2006. Dampak perceraian orang tua terhadap kematangan emosi anak usia remaja [Tesis]. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

McIntosh J et al. 2009. Parenting after separation : A position statement prepared for the Australian psychological society. The Australian psychological society,

Vol . 11 ( 257).

Musrayani Usman. 2008. Kehidupan orang tua tunggal ( Studi kasus ibu sebagai kepala keluarga di Kelurahan Parangloe). Jurnal Unhas.

Murberg TA & Bru E. 2004. Social support, negative life event, and emotional problems among Norwegian adolescents. Sch Psychol , 25: 387–403.

Purnomosari D. 2004.Peran wanita karier dalam keluarga, Psikologi keluarga, percikan iman. Jakarta: Percikan Press.

Puspitawati Herien. 2013. Ekologi Keluarga (Konsep dan Lingkungan Keluarga). Bogor: IPB Press.

(37)

24

Rice P. F & Dolgin K. G. 2008. The Adolescent: Development, Relationships, and Culture (12th ed.). Boston, MA: Allyn & Bacon.

Rohner R P. 1975. They Love Me, They Love Me Not: a world wide study of the effects of parental acceptance and rejection. In Ronald P. Rohner (Ed) The Warmth Dimension, Foundation of Parental Acceptance-Rejection Theory. Storrs, CT: Rohner Research Publications, p.104.

_________. 1986. The Warmth Dimension: Foundations Of Parental Acceptance-Rejection Theory.Pub. National Council on family relations.

Sarafino E. P. 1994. Health Psychology: Biopsychological Interaction. Kanada: John Wiley & Sons, Inc.

Simamora Christian MS. 2005. Hubungan Ketegangan Suami Isteri dengan Konflik pada Keluarga Bercerai [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sri Maslihah. 2011. Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial

di lingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT ASSYFA

BOARDDING SCHOOL Subang Jawa Barat. Jurnal psikologi Undip. Vol 10 (2).

Stahl & Philip M. 2004. Parenting After Divorce. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Susenas.2010. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Perkawinan di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat.

Tarakanita I. 2001. Hubungan status identitas etnik dengan konsep diri mahasiswa. Jurnal Psikologi, Vol. 7 (1); 1-14.

Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, dan kualitas perkawinan terhadap pengasuhan anak [Tesis], Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Thomas H. Holmes and Richard H. Rahe. 1967. The social readjustment rating scale. Journal of psychosomatic research, Vol. 11 (2);213-218.

Velez Clorinda E. et al. 2011. Protecting Children From the Consequences of Divorce: A Longitudinal Study of the Effects of Parenting on Children’s Coping Processes. Child development, Vol. 82 (244-257).

Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G. & Farley, G.K. (1988). The Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Journal of Personality Assessment, 52, 30-41.

(38)

25

Lampiran

Lampiran 1 Jenis data, variabel, alat dan cara pengukuran, skala data dan uji reliabilitas

Jenis Data Variabel Alat & Cara Pengukuran

Skala Data

(jumlah item) Responden

Cronbach

α

Primer

Karakteristik keluarga:

1. Usia orang tua

2. Pendidikan

3. Pekerjaan

4. Pendapatan

5. Jumlah anak

6. Jumlah tanggungan

7. Lama perceraian

8. Jumlah perceraian

9. Uang yang diterima

dari mantan suami

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth Interview

Interval

Karakteristik anak

1. Usia anak

2. Jenis kelamin

3. Urutan lahir

4. Besar uang saku

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth

Gaya pengasuhan

1. Acceptance 2. Hostility 3. Neglected

4. Rejection

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth Interview

Ordinal (20) Ordinal (15) Ordinal (15) Ordinal (10)

Anak 0.775

Primer

Dukungan sosial untuk ibu

1. Keluarga Besar

2. Tetangga

3. Teman

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth

Dukungan sosial untuk anak

1. Keluarga

2. Teman sekelas

3. Guru

4. Sahabat

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth

Kondisi anak

1. Psikologis

2. Sosial

3. Ekonomi

4. Fisik

Kuisoner dengan wawancara tertulis dan

Indepth Interview

Ordinal (15) Ordinal (12) Ordinal (9) Ordinal (7)

Anak 0.629

Sekunder Data jumlah perceraian

di Kabupaten Cianjur

Pengadilan Agama Cianjur dan BPS

(39)

26

Lampiran 2 Data dan cara pengolahannya

Variabel Kategori

− Karakteristik keluarga

1. Usia

2. Pendidikan

Dikelompokkan berdasarkan Hurlock (1980) yang mengelompokkan usia menjadi : 1. Dewasa awal (18-40 tahun), 2. Dewasa madya (40-60), 3. Dewasa lanjut (> 60 tahun) Diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal terakhir yang dikategorikan menjadi : 1. Tidak sekolah, 2. SD, 3. SMP, 4. SMA, 5. Perguruan Tinggi

3. Pekerjaan

4. Jumlah tanggungan keluarga

5. Lama perceraian

− Karakteristik ekonomi

1. Pendapatan ibu

2. Uang dari mantan suami

− Karakteristik anak

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Urutan lahir

4. Besar uang saku

− Gaya pengasuhan

− Dukungan sosial yang diterima ibu

− Dukungan sosial yang diterima anak

− Kondisi psikososial

1. Tidak bekerja, 2. Buruh cuci/tani/serabutan, 3. berdagang/jasa, 4. Wiraswasta, 5. PNS, 6. Guru, 7. TKW, 8. lainnya

1. Satu, 2. Dua, 3. Tiga, 4. Dan seterusnya 1. ≤ 1 tahun, 2. 2-3 tahun, 3. 4-5 tahun, 4. > 5 tahun

- -

1. Usia SD (7-12 tahun)

2. Usia SMP (13-15 tahun)

1. laki-laki, 2. perempuan

1. pertama, 2. Kedua, 3. Ketiga, 4. Tunggal 1. ≤ Rp. 5.000

2. Rp. 5.001 - ≤ Rp. 10.000

3. Rp. 10.001 - ≤ Rp. 15.000

4. Rp. 15.001 - ≤ Rp. 20.000

5. > Rp. 20.000

Pertanyaan berjumlah 60 pertanyaan dengan penilaian 1=jarang, 2=kadang-kadang, dan 3=selalu. Total skor dikategorikan menjadi 4 yaitu: 1. Acceptance, 2. Hostility, 3. Neglected, 4. Rejection.

Pernyataan berjumlah 12 pernyataan dengan pilihan jawaban: 1. Tidak setuju, 2. Biasa saja, 3. Setuju

Pernyataan berjumlah 23 pernyataan dengan pilihan jawaban: 1. Tidak setuju, 2. Biasa saja, 3. Setuju

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran dukungan sosial, gaya pengasuhan, dan dampak negatif perceraian pada anak usia 7-15 tahun
Gambar 2 teknik pengambilan contoh yang digunakan.
Tabel 1 Nilai minimal, maksimal, rata-rata, dan SD karakteristik anak dan ibu  keluarga orang tua tunggal
Tabel 3 Nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien perbedaan dukungan sosial anak
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perbandingan menurut faktor strategis yang dilakukan, maka ada beberapa startegi yang akan membantu My Cooking Partner untuk memasuki pasar

Dalam rangka penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 308 tahun 2005,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Berdasarkan data (Tabel 10), penyimpanan semen cair pada pengamatan jam ke 32 menggunakan pengencer MIII menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa menggunakan teknik

Penelitian lain yang dilakukan oleh Fauzi Miftakh, dan Yogi Setia pada tahun 2015, yang berjudul “Penggunaan Media Audio Visual Dalam Meningkatkan Kemampuan

Dua bentuk perkembangan keilmuan yang terjadi di dunia Islam, khususnya pada awal perkembangan, mengisyaratkan adanya sebuah tradisi yang hidup dan bersumber

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan bersih yang diperoleh usaha pembuatan keripik keladi Di Desa Makuang, Kecamatan Messawa, Kabupaten Mamasa dalam melakukan usahanya sebesar Rp

Dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara persepsi siswa dengan media Maps Halang Rintang terhadap motivasi belajar siswa kelas I SD Negeri 01 Grobogan dan pengaruhnya