• Tidak ada hasil yang ditemukan

Local Knowledge Agroforestry System for Mindi (Melia azedarach L. (Case Study in Selaawi Village, Talegong Subdistrict, Garut, West Java)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Local Knowledge Agroforestry System for Mindi (Melia azedarach L. (Case Study in Selaawi Village, Talegong Subdistrict, Garut, West Java)"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)

RIDAHATI RAMBEY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Agroforestri Mindi (Melia azedarach L.) (Studi Kasus di Desa Selaawi Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

azedarach L. (Case Study in Selaawi Village, Talegong Subdistrict, Garut, West Java). Under supervision of NURHENI WIJAYANTO and ISKANDAR Z. SIREGAR

Melia azedarach L. is one of the fast growing species which is potential to be developed in community forests. This species is found to occupy most agroforestry lands in Selaawi village (Garut, West Java). Research was conducted in three stand types, namely: (i) pine stand (as reference), (ii) old growth mindi stand, (iii) young growth mindi stand with objectives to: (1) determine site quality of mindi agroforestry, (2) explore the local knowledge on silvicultural techniques of mindi agroforestry, (3) fomulate the strategies for development of mindi agroforestry and determine the genetic and morphology diversity of mindi in Selaawi Vilaage. It was found that site quality in young growth mindi stand was better than that of pine stand and old growth mindi stand. There are several tree species dominating the sites, namely M. azedarach L. (43,37%), Paraserianthes falcataria (23,20%), Maesopsis eminii (15,35%), Manglieta glauca (9.83%), Eucalyptus spp (4,68%), Anthocephalus cadamba (1,62%) and other wood species (1,96%). Local knowledge of mindi agroforestry includes seed procurement, plant propagation, land preparation techniques etc which may be practiced also in other regions. Information obtained from this research could be used to formulate appropriate strategies for sustainable agroforestry management. Microsatelit marker were used to assess the genetic variation. The results showed that the genetic variation of mindi in Selaawi Village was high ranging from He 0,379-0,439.

(4)

azedarach L.) (Studi Kasus Di Desa Selaawi, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan NURHENI WIJAYANTO dan ISKANDAR Z. SIREGAR

Melia azedarach L. salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang cukup potensial dikembangkan di hutan rakyat. Mindi merupakan salah satu jenis pohon yang banyak dijumpai di Desa Selaawi (Garut, Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan pada tipe tegakan di Desa Selaawi yaitu tegakan pinus (reference), tegakan mindi tua (14 tahun), tegakan mindi muda (3 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengeksplorasi pengetahuan lokal agroforestri mindi di Desa Selaawi, Kabupaten Garut, (2) mengidentifikasi kualitas tempat tumbuh agroforestri mindi di Desa Selaawi, (3) merumuskan strategi pengembangan agroforestri mindi dan (4) mengetahui keragaman mindi berdasarkan marka genetik dan morfologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas tempat tumbuh mindi muda dari sisi sifat tanah lebih baik dibanding dua tegakan lainnya yaitu agroforestri mindi tua dan tegakan pinus (reference). Jenis pohon yang mendominasi di kebun petani yaitu mindi (M. azedarach L.) (43,37%), sengon (Paraserianthes falcataria) (23,20%), pohon afrika (Maesopsis eminii) (15,35%), manglid (Manglieta glauca) (9,83%), ekaliptus (Eucalyptus spp.), (4,68%), jabon (Anthocephalus cadamba) (1,62%) dan jenis pohon lain seperti mahoni (Swietenia mahagoni), tissuk (Hibiscus cannabinus), suren (Toona sureni), puspa (Schima wallichii), pala (Myristica fragrans) dan rasamala (Altingia excelsa) (1,96 %). Jenis tanaman bukan kayu yang dimiliki masyarakat yang berkontribusi terhadap pendapatan petani antara lain aren (Arenga pinnata), kapulaga (Amomum compactum,), kopi (CoffeaArabica) danteh (Camellia sinensis).

(5)
(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011-07-18 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(7)

azedarach L.) (Studi Kasus di Desa Selaawi Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Ridahati Rambey

NRP : E451090021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Silvikultur Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayangNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini berjudul “Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri Mindi (Studi Kasus di Desa Selaawi Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)”.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bpk Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Bpk Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For. Sc yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Kepada keluarga besar di Selaawi, pemerintah desa dan kecamatan, Pak Surahman dan seluruh masyarakat Desa Selaawi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta Ayahanda Amalan Rambey dan Ibunda Fatimah Siregar serta seluruh kakak (Nurliana Rambey, M. Amri Rambey, Amron Hasibuan) dan adik (Nurhasanah Rambey, Syarifuddin Rambey, Khoirul Al Amin Rambey) atas doa dan dukungannya. Kepada teman-teman SVK 09, IPH, 09, SVK 10, Ibu Yuli, Ibu Dida, Mbak Tutu, Mas Tedi, Mbk Wida, Pak Daud dan keluarga, Laswi, Azis, Dewi, Keluarga Reginers Sejati terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama menyelesaikan penelitian. Doa, dukungan serta bantuan Bpk, Ibu dan rekan-rekan semuanya sangat berarti bagi saya.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master di Institut Pertanian Bogor. Semoga tesis ini dapat menambah hasanah ilmu dalam bidang Agroforestri.

Bogor, Juli 2011

(9)

1983 dari Ayahanda Amalan Rambey dan Ibunda Fatimah Siregar. Penulis merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh SD sampai SMA di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kemudian Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana dari Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Pertanian di Universitas Sumatera Utara (USU). Pada Tahun 2006 hingga 2009 penulis bekerja di Environmental Services Program (ESP USAID), sebuah lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang Konservasi Daerah Aliran Sungai di Wilayah Sumatera Utara.

Tahun 2009 penulis melanjutkan studi ke Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Silvikultur Tropika, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana penulis menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Silvikultur (2010/2011), penulis juga aktif pada organisasi Forum Mahasiswa Pascasarjana (WACANA IPB) 2011/2012 dan Himpunanan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS IPB) 2011/2012, dan volunteer di lembaga LATIN Bogor sebagai pemandu pendidikan lingkungan hidup untuk pelajar.

(10)

DAFTAR ISI

Kerangka Pemikiran dan Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Agroforestri ... 5

Local Ecological Knowledge (LEK) ... 6

Deskripsi Tanaman Mindi (M. azedarach L.) ... 6

Silvikultur Mindi ... 8

Perbanyakan Tanaman ... 9

Pengelolaan Lahan ... 9

Metode Agroecological Knowledge Toolkit 5 (AKT 5) ... 12

Penanda genetik ... 13

Mikrosatelit ... 14

METODE PENELITIAN ... 16

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Analisis Tempat Tumbuh ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Tempat tumbuh ... 17

Analisis Vegetasi ... 18

Analisis Data ... 20

Eksplorasi Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri ... 20

Penggambaran Model Local Ecological Knowledge ... 21

(11)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 27

Pola Tanam Kayu Mindi... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Sub Penelitian I: Hubungan Faktor Tempat Tumbuh ... 31

Sub Penelitian II: Pengetahuan Lokal Silvikultur ... 34

Perbanyakan Tanaman... 34

Pengolahan Tanah ... 38

Penanaman dan Pergiiliran Tanaman ... 39

Pemeliharaan Tanaman ... 41

Pemanenan Kayu ... 43

Kelembagaan Desa ... 44

Sub Penelitian III: Strategi Pengembangan Agroforestri Mindi ... 45

Sub penelitian IV: Penanda Morfologi dan Genetik Mindi ... 50

Keragaman Morfologi ... 50

Keragaman Genetik ... 52

Keragaman di dalam Populasi ... 52

Keragaman Antar Populasi ... 52

Primer Mikrosatelit Mindi ... 55

Implikasi Keragaman Genetik Mindi ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran .. ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Parameter Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanah ... 18

2. Tahapan Analisis SWOT ... 22

3. Komposisi Bahan-bahan yang Digunakan Untuk PCR ... 24

4. Tahapan-tahapan Dalam Proses PCR-Mikrosatelit ... 24

5. Primer yang Digunakan Dalam Analisis Genetik PCR-Mikrosatelit ... 25

6. Kondisi Tempat Tumbuh dan Produktivitas Tegakan ... 31

7. Daftar Jenis Kayu Komersial di Desa Selaawi ... 44

8. Matrik SWOT Strategi Pengembangan Agroforestri Mindi di desa Selaawi ... 48

9. Penanda Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil Dengan Uji t Pada Alpha 5% ... ... 50

10. Nilai Parameter Keragaman Genetik Mindi di Desa selaawi ... 52

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 3

2. Cara Scoring DNA Mikrosatelit ... 26

3. Peta Desa Selaawi Kecamatan Talegong Propinsi Jawa Barat ... 27

4. Struktur Komposisi Tegakan Hutan di Selaawi ... 29

5. Distribusi Curah Hujan Bulanan dan Kelembaban ... 30

6. Proporsi Berbagai Jenis Pohon di Desa selaawi... 31

7. Biplot Kondisi Tempat Tumbuh dan Produktivitas Tegakan ... 33

8. LEK Perbanyakan Tanaman ... 35

9. LEK Pengolahan Tanah ... 39

10.LEK Penanaman dan Pergiliran Tanaman ... 40

11.LEK Pemeliharaan Tanaman ... 42

12.Dendogram Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil ... 51

13.PCA Keragaman Sifat Morfologi ... 51

14.Dendogram Mindi Berdasarkan Jarak Genetik ... 53

15.PCA Penggabungan Sifat Morfologi dan Sifat Genetik terpilih ... 54

16.Dendrogram Penggabungan Sifat Morfologi dan Sifat Genetik ... 55

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Informan Kunci ... 65

2. Daftar Jenis Tanaman di Desa Selaawi... 66

3. Sucsess Story dalam Perbanyakan Pohon Mindi ... 67

4. Data Curah Hujan, Kelembaban dan Suhu (2005-2009) ... 68

5. Hasil Skoring DNA pada Mindi ... 69

6. Gambar Pola Pita DNA ... 70

7. Data Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 72

8. Data Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil ... 73

9. Gambar Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil ... 75

10. Hasil Identifikasi Herbarium Mindi (LIPI BOGOR) ... 76

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agroforestri merupakan salah satu teknik pengelolaan lahan yang menggabungkan tanaman pertanian dan kehutanan pada hutan rakyat dan hutan negara. Agroforestri di Indonesia dapat dijumpai di berbagai daerah yang mempunyai ciri khas masing-masing. Komponen jenis kayu yang telah dikembangkan pada agroforestri di hutan rakyat antara lain mindi, sengon, pulai, gmelina, kayu afrika, kayu bawang dan jenis tanaman seperti kopi, kapulaga, dan jenis tanaman semusim lainnya.

Petani biasanya memiliki pengetahuan lokal masing-masing di daerahnya. Pengetahuan lokal mengenai agroforestri terbentuk secara turun temurun dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pengetahuan lokal yang dimiliki petani bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi oleh teknologi dan informasi eksternal antara lain penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari wilayah lain, dan berbagai informasi melalui media massa (Mulyoutami et al. 2004).

Desa Selaawi mempunyai pengetahuan lokal dalam teknik pengelolaan lahan agroforestri, teknik perbanyakan tanaman dan teknik penanganan benih dalam rangka memenuhi kebutuhan bibit sendiri. Mindi merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang menempati lahan agroforestri di Desa Selaawi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Agroforestri mindi di Selaawi merupakan pola pengelolaan lahan yang konservatif ditunjukkan oleh keanekaragaman jenis tumbuhan yang mengisi ekosistem hutan rakyat. Permintaan kayu mindi sebagai bahan baku industri semakin meningkat setiap saat. Tantangan bagi pelaku pasar kayu mindi yaitu ketersediaan kayu mindi secara kontiniyu. Desa Selaawi yang merupakan salah satu desa penghasil kayu mindi diharapkan dapat menyumbang kebutuhan pasar kayu mindi dengan tetap melestarikan sumberdaya lahan yang ada.

(16)

sistem pertanian lokal dapat memberikan ide yang potensial dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang ada secara lestari (Mulyoutami et al. 2004). Desa Selaawi memiliki sistem silvikultur agroforestri mindi yang mampu mendukung keberlanjutan ekologi dan ekonomi setempat.

Pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan sumberdaya alam yang masih mengikuti kaidah konservasi patut untuk didokumentasikan. Menurut Van Noordwijk (2003) agroforestri memiliki potensi bagi pengelolaan hutan yang lestari, misalnya dengan menerapkannya pada program-program hutan kemasyarakatan, perhutanan sosial, dan lain-lain. Petani merupakan pelaku utama dalam pengelolaan hutan yang mempunyai pengalaman langsung di lapangan. Praktek pengelolaan lahan dari waktu ke waktu juga dapat berubah seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan perubahan sosial budaya.

Sillitoe (2009), menjelaskan bahwa penelitian mengenai pengetahuan lokal saat ini sudah banyak dilakukan oleh peneliti dengan tujuan mengubah paradigma pembangunan yang selama ini dari atas ke bawah (top down) menjadi dari bawah ke atas (bottom up). Penggunaan Agroecological Knowledge Toolkit (AKT) Toolkit 5 untuk penelitian agroforestri telah banyak dilakukan di beberapa Negara seperti Nepal, Sri Lanka, Thailand, Tanzania, India, Kenya dan Indonesia. Contoh-contoh penelitian yang menggunakan Knowledge Based System (KBS) di Indonesia membahas mengenai sistem wanatani pekarangan; konservasi dan pengolahan tanah; dan sistem wanatani berbasis karet. Oleh karena itu upaya penggalian pengetahuan lokal, seperti sistem agroforestri di Desa Selaawi perlu dilakukan untuk menambah hasanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Kerangka Pemikiran dan Perumusan Masalah

(17)

pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui pola agroforestri. Pengetahuan lokal sistem agroforestri mindi di Desa Selaawi perlu didokumentasikan sebagai masukan dalam pengelolaan hutan.

Agroforestri mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap kondisi ekologi setempat. Kondisi tempat tumbuh akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Bagaimana kualitas tempat tumbuh mindi di Desa Selaawi perlu dikaji untuk melihat kesesuaian tempat tumbuh mindi tersebut. Teknik pengelolaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Selaawi yang berprinsip pada pengetahuan lokal patut mendapat apresiasi positif. Bagaimana peluang pengelolaan agroforestri mindi di masa yang akan datang perlu pengkajian yang mendalam. Selanjutnya kerangka pemikiran yang mendasari rencana penelitian disajikan pada Gambar 1. (suistainablity, productivity, adoptability)

(18)

Tujuan

1. Mengeksplorasi pengetahuan lokal teknik silvikultur agroforestri mindi di Desa Selaawi, Kabupaten Garut.

2. Mengidentifikasi kualitas tempat tumbuh agroforestri mindi di Desa Selaawi 3. Merumuskan strategi pengembangan agroforestri mindi

4. Mengetahui keragaman mindi berdasarkan marka genetik dan morfologi

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Agroforestri

Agroforestri adalah sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu (De Foresta et al. 2000).

Sebagai hutan buatan yang dikelola dengan cermat untuk juga memproduksi kayu seperti hutan alam, agroforestri merupakan tempat memetik hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan cara demikian agroforestri dapat menggantikan fungsi hutan alam. Dengan berkembangnya agroforestri peran hutan alam sebagai sumber bahan nabati semakin lama semakin menghilang. Apabila tuntutan yang lain terhadap hutan alam, yaitu sebagai cadangan lahan untuk perluasan pertanian, juga berkurang maka upaya perlindungan terhadap hutan alam bisa menjadi lebih efisien (De Foresta et al. 2000).

Pola agroforestri banyak ditemukan di Indonesia, dimana dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Kedua tipe ini berasal dari dua konsep yang berbeda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula.

a. Sistem agroforestri sederhana (pepohonan dan tanaman pangan)

Perpaduan tanaman pohon yang memiliki peran ekonomi penting (karet, jati) dan unsur tanaman semusim (misalnya padi, jagung, sayur-sayuran). Bentuk agroforestri yang sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpangsari di Pulau Jawa. Sistem ini dikembangkan dalam perhutanan sosial Perum Perhutani. b. Sistem agroforestri kompleks (hutan dan kebun)

(20)

Local Ecological Knowledge (LEK)

Menurut Sunaryo dan Joshi (2003) menyatakan bahwa pengetahuan lokal merupakan konsep yang merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang hidup di lingkungan wilayah yang spesifik biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun temurun. Ada kalanya suatu teknologi yang dikembangkan di tempat lain dapat diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian integral sistem bertani mereka. Karenanya teknologi external ini akan menjadi bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana layaknya teknologi yang mereka kembangkan sendiri. Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem lokal, tentang sumberdaya alam dan bagaimana mereka saling berinteraksi, akan tercermin baik di dalam teknik bertani mapun keterampilan mereka dalam mengelola sumberdaya alam. Pengetahuan indigeneus tidak hanya sebatas pada apa yang dicerminkan dalam metode dan teknik bertaninya saja, tetapi juga mencakup tentang pemahaman, persepsi dan suara hati atau perasaan (intuition) yang berkaitan dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan pergerakan bulan atau matahari, astrologi, kondisi geologis dan metereologis.

Ciri-ciri pengetahuan ekologi lokal (Sunaryo dan Joshi 2003), bersifat kualitatif, evolusioner, dapat dijelaskan dengan logika ekologis, bersifat interdisiplin dan holistik, Tingkat kecanggihannya beragam tergantung pengalaman, kemungkinan detail tapi masih ada celah dan kadang-kadang bertentangan, keteraturan prinsip dan konsep dasar lintas agroekosistem yang serupa dan komplemen terhadap pengetahuan ilmiah.

Deskripsi Tanaman Mindi (M. azedarach L.)

(21)

cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan suhu di bawah titik beku serta tahan terhadap kondisi dekat pantai, tetapi tumbuhan ini sensitif terhadap api (Departemen Kehutanan 2001). Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, pada ketinggian 0-1200 mdpl, dapat tumbuh pada suhu minimum -50C suhu maksimum 390 C dengan curah hujan rata-rata pertahun 600-2000 mm. Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Untuk Indonesia sudah banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya (Wardani 2001).

Pohon mindi dapat digunakan sebagai peneduh di kebun kopi, dan tanaman reboisasi di lahan kritis (Hendromono 2001). Pada umur l0 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Pohon mindi termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam dan berakar cabang banyak. Pohon mindi di kebun rakyat Cimahpar, Bogor umur 10 tahun mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 10 m dan diameter 38,20 cm. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8 - 20 m, diameter sampai 60 cm (Irwanto 2007).

(22)

Silvikultur Mindi

Sebagian besar benih yang digunakan petani dikumpulkan dari pohon-pohon di lahan petani. Kelebihan proses ini adalah benih segera tersedia, proses pengumpulan tidak mahal dan pohon-pohon tidak memerlukan pengelolaan khusus. Pengalaman menunjukkan bahwa 75 – 100 % pohon-pohon benih tersebut terdapat di lahan petani. Pada awal penanaman, benih dari sumber benih seperti ini seringkali dikumpulkan dari sedikit pohon (l s.d 5), asalnya tidak diketahui, dan keragaman genetiknya sempit. Selain itu, kriteria pemilihan benih yang utama adalah melimpahnya panen benih, dan bukan kualitas pohon seperti kelurusan, umur, kesehatan, kecepatan tumbuh, dsb. Benih pun sering dikumpulkan dari pohon terisolir yang merupakan hasil penyerbukan sendiri. Semua faktor tersebut menghasilkan benih yang mutu fisiologik dan genetiknya di bawah optimal (Roshetko et al. 2004).

Penanganan benih dimulai dari saat pengunduhan, mengeluarkan benih dari buah (ekstraksi), memilih dan memilah benih (seleksi dan sortasi), penyimpanan hingga perkecambahan (Bramasto 2008). Mungkin tidak seluruh kegiatan tersebut akan dilakukan oleh setiap petani, Lembaga Swadaya Masyarakat atau pihak lain yang terlibat dalam penanaman pohon, tetapi perlu diketahui bahwa seluruh kegiatan tersebut merupakan suatu rangkaian yang mempengaruhi keberhasilan penanaman pohon yang dilakukan (Mulawarman et al. 2002).

(23)

Perbanyakan Tanaman

Pengadaan bibit mindi biasanya secara generatif, yaitu menggunakan biji. Karena adanya dormansi di kulit embrio pada biji mindi maka perlu dilakukan pembuangan kulit dalam dari buah untuk mempercepat perkecambahan. Cara lain adalah dengan merendam biji pada suhu 800 selama 30 menit. Penaburan biji dilakukan di persemaian. Biji-biji ditutup tanah atau serasah tipis saja. Setelah kecambah mencapai tinggi 2-4 cm dapat dipindahkan ke kantong plastik yang berisi tanah. Bibit dipelihara di persemaian sampai tingginya mencapai 20-30 cm. Ukuran bibit siap tanam dicapai pada umur 4 bulan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan membuat stek batang, mengambil anakan yang muncul dari akar atau mencangkok tanaman (Hendromono 2001).

Pengelolaan Lahan

Menurut Hilmanto (2009) masyarakat dalam mengelola lahan akan melakukan kegiatan-kegiatan antara lain: pengolahan tanah, penanaman, pergiliran tanaman, pemupukan, pembuatan sistem drainase dan pengendalian hama dan penyakit.

a. Pengolahan tanah

Menurut Hilmanto (2009) pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal. Selain itu, untuk tanaman semusim yang baru ditanam sangat penting agar tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul, atau alat sederhana lainnya.

Pengolahan tanah bertujuan menekan pertumbuhan gulma seperti alang-alang, rumput, pencekik, hama, serta memperbaiki erosi tanah dan mengurangi keasaman tanah. Kegiatan pengolahan tanah termasuk pembongkaran tunggak dan akar-akar, membalik dan menghancurkan bongkahan tanah (Kosasih et al. 2006). b. Penanaman

(24)

penanaman sangat berperan pada keberhasilan tumbuhnya tanaman. Oleh karena itu rangkaian kegiatan penanaman harus diatur sedemikan rupa, sehingga pada saat perencanaan bibit telah siap tanam dan hujan sudah merata (Kosasih 2006).

Tanaman mindi termasuk jenis yang suka cahaya. Penanaman bibit tidak boleh terlalu dangkal dan terlalu dalam, tetapi sebatas leher akar. Bibit dibuka dari wadahnya, tidak boleh ada akar yang terlipat apabila ada akar yang terlalu panjang dapat dipotong sebagian. Penanaman mindi dapat dilakukan dengan tumpang sari dengan tanaman semusim. Tanaman mindi di Thailand ditumpangsarikan dengan ketela pohon, jagung, sorgum, kopi, jambu mete, pisang nanas dan lainnya (Hendromono 2001).

c. Pemeliharaan

Kegiatan dalam pemeliharaan tanaman pohon meliputi penyiangan, penyulaman, pemupukan, pemangkasan, penjarangan, pengendalian hama penyakit, gulma, dan perlindungan terhadap kebakaran (Sukandi et al. 2002). Penyiangan gulma dilakukan beberapa kali pada tahun pertama dan kedua. Penyiangan di sekeliling tanaman pokok dilakukan setelah gulma menutupi tanaman pokok. Untuk tujuan produksi kayu maka dan menghindarkan tanaman dari resiko kebakaran, perlu adanya pemangkasan cabang setelah tanaman mencapai tinggi 6 meter. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 3 tahun dengan meninggalkan batang 400 batang per hektar, kemudian pada umur 6 tahun penjarangan tanaman dilakukan lagi sampai jumlah pohon tiap hektar menjadi 200 batang (Hendromono 2001).

d. Pergiliran tanaman

Pergiliran tanaman, khususnya untuk penanaman tanaman pertanian semusim perlu dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Bila lahan terus menerus dikelola dengan teknik monokultur, maka tingkat kesuburan tanah akan menurun.

e. Pemupukan

(25)

Pemanfaatan limbah pertanian yang selama ini belum menjadi perhatian sebagai bahan dasar pupuk organik diharapkan dapat memperkecil ketergantungan terhadap pupuk anorganik. Di lain pihak pemanfaatan limbah pertanian dapat menciptakan efisiensi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas serta dapat menjaga kelestarian lingkungan. Limbah pertanian adalah bagian atau sisa produksi pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Limbah ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara yang diperlukan bagi perturnbuhan tanaman (Afrizon 2009).

f. Pembuatan sistem drainase

Kegiatan ini bertujuan untuk memperlancar pemasukan dan pengeluaran air, serta untuk menghindari penggenangan. Pembuatan sistem drainase dapat dilakukan dengan membuat gulud dan parit saluran air.

g. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara (teknik kultur dan non teknik kultur (manual, kimia dan biologi). Pengendalian secara kultur dapat dilakukan dengan cara:

l. Pemilihan jenis tanaman yang memiki kekerabatan yang berbeda atau pergiliran tanaman. Dengan mengkombinasikan berbagai tanaman yang berbeda kekerabatannya, diharapkan siklus hidup hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman dapat dihentikan.

2. Pengaturan jarak tanam

3. Pengendalian hama secara terpadu, yaitu dengan melakukan satu atau lebih cara pengendalian secara berurutan atau bersama yang bertujuan menghasilkan efek yang saling membantu secara berkesinambungan. 4. Pengendalian secara non teknik kultur adalah dengan pembuangan hama

secara manual atau dengan menggunakan pestisida yang ramah lingkungan.

(26)

Metode AKT 5

Menurut Dixon et al. (2001) Agroecological Knowledge Toolkit 5 (AKT 5) adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk meyimpan pengetahuan dasar (knowledge base) yang berguna bagi proses pengambilan keputusan dalam penelitian sistem agroforestri dan penyuluhan.

Masing-masing pengetahuan dasar dibuat dengan AKT yang mencakup informasi berikut ini:

- Pernyataan-pernyataan sederhana

- Sumberdaya terperinci untuk masing-masing pernyataan - Daftar proses formal, pernyataan mereka dan persamaannya

- Catatan dari sumberdaya individu, pernyataan individu dan pengetahuan dasar

- Perekaman setiap hirarki obyek yang dikembangkan

- Perekaman setiap topik dan hirarki topik yang dikembangkan

- Informasi penuh tentang struktur dan isi dari setiap diagram pengetahuan dasar.

Pengetahuan dasar diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di lapangan yang kemudian disusun menjadi pernyataan-pernyataan sederhana (unitary statement) tersebut disusun berdasarkan rumus (grammer) yang telah ditetapkan dalam program AKT 5. Unitary statement dan diagram itu dianalisis secara deskriptif untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

(27)

konsisten sesuai alur diagram tanamannya. Pengetahuan yang cepat berubah-berubah dari waktu ke waktu, maka knowledge di sistem base harus selalu diubah (perbarui), (2) format knowledge base terbatas. Knowledge pada system base berisi aturan-aturan (rules) yang ditulis dalam bentuk statemen grammer yang ada.

Penanda Genetik

Penanda genetik, biasa juga disebut dengan marker, marka atau markah merupakan ekspresi dari individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Penanda genetik yang baik memiliki sifat polimorfik, multiallel, kodominan, non-epistatik, netral dan tidak sensitif terhadap pengaruh lingkungan (de Vienne 2003 dalam Kholik 2008). Aplikasi penanda genetik sangat luas seperti pada bidang kedokteran, pertanian, ilmu pangan, lingkungan, antroporlogi, sejarah, hukum menggunakannya sebagai alat analisis atau alat pembuktian beberapa penanda genetik sangat dipercaya karena bersifat tidak mudah berubah karena pengaruh lingkungan.

Sifat tanaman dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fenotipe dan genotipe. Identifikasi tanaman berdasarkan sifat fenotipe yaitu dengan mengamati morfologi tanaman, bentuk batang, panjang daun. Namun cara ini memiliki kelemahan yaitu karena adanya pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sifat fenotipe dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan. Alternatif lainnya adalah penelusuran sifat tanaman dari segi genotipe tanaman adalah dengan analisis DNA (Siregar et al. 2008).

(28)

polimorfisme protein atau DNA telah mengkatalisasi penelitian diberbagai disiplin ilmu seperti phylogeni, taksonomi, ekologi, genetik dan pemuliaan hewan dan tumbuhan. Salah satu penanda genetik yang sedang berkembang adalah mikrosatelit (Weising et al. 2005).

Mikrosatelit

DNA mikrosatelit merupakan rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enam pasang basa yang berurutan. Mikrosatelit biasanya digunakan sebagai penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studi filogenetik, lokus pengendali sifat kuantitatif, dan forensik (Ottewel et al. 2005 dalam Yunanto 2010). DNA mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan sepasang primer mikrosatelit. Hasil PCR dideteksi dengan menggunakan teknik elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE) yang dilanjutkan dengan pewarnaan perak nitrat. Mikrosatelit juga dikenal sebagai Simple Sequence Repeat (SSR), terdiri dari dua pengulangan pernyataan, motif urutan DNA yang pendek, berukuran polimorpik pada suatu populasi (Weising et al. 2005).

Mikrosatelit mempunyai karakteristik sebagai berikut: tingkat polimorfisme yang tinggi, kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum Mendel. Bila satu primer spesifik sudah didesain, Lokus SSR dapat diamplifikasi dari sedikit sampel DNA dengan PCR (Ujino et al. 1998 dalam Zulfahmi 2006). Mikrosatelit telah diaplikasikan untuk: (1) identifikasi forensik, bertujuan untuk mengkaitkan sampel darah, sperma, jaringan rambut atau daging dari kasus kriminal, (2) diagnosis dan identifikasi penyakit, seperti deteksi kanker, (3) studi populasi genetika, untuk mengamati variasi dan membuat kesimpulan tentang struktur populasi, hanyutan genetik (genetic drift) dan genetic bottlenecks, dan (4) konservasi biologi untuk mengamati perubahan dalam populasi, pengaruh fragmentasi dan interaksi populasi yang berbeda serta untuk identifikasi populasi yang baru terbentuk.

(29)
(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lahan agroforestri yang terdapat di Desa Selaawi, secara administrasi berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive pada lahan agroforestri yang dikembangkan oleh petani. Penelitian ini dilakukan mulai Juni 2010 sampai dengan Mei 2011.

Metode Penelitian

Analisis Tempat Tumbuh

Pengambilan data dilakukan:

a. Penentuan petak penelitian, membuat plot lingkaran dengan luasan 0,01 ha pada petak tegakan mindi muda, mindi tua dan hutan pinus. Pengukuran tegakan dalam plot meliputi pengukuran diameter dan tinggi pohon secara keseluruhan.

b. Pengukuran tegakan dalam plot meliputi pengukuran diameter dan tinggi pohon secara keseluruhan.

c. Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring tanah atau bor tanah.

Alat dan Bahan

(31)

kertas label, kertas saring, saringan, peralatan tulis, dan peralatan analisis laboratorium.

Tempat Tumbuh

Untuk mendapatkan data mengenai sifat fisik, kimia tanah, diambil contoh tanah dari 3 tegakan yang berbeda. Pengambilan data sifat fisik dan kimia tanah maka diambil 3 ulangan dari setiap penutupan lahan pada kedalaman 0-20 cm. Cara pengambilan contoh tanah adalah sebagai berikut :

a. Contoh tanah utuh (undisturbed soil sample)

Pengambilan contoh tanah utuh untuk analisa sifat fisik tanah seperti berat isi (bulk density), porositas, permeabilitas. Pengambilan contoh tanah utuh hanya pada satu kedalaman yaitu 0-20 cm . Kegiatan pengambilan contoh tanah dimulai dengan membersihkan bagian tubuh tanah yang akan diambil dari penutupan serasah dan batu, kemudian diratakan. Ring sample diletakkan tegak lurus di atas permukaan tanah tersebut dan ditekan hanya tiga perempat bagian masuk ke dalam tanah. Selanjutnya, meletakkan ring sample kedua di atas ring pertama, kemudian ditekan kembali sampai ring pertama dan ring kedua masuk ke dalam tanah. Ring beserta di dalamnya digali dengan menggunakan sekop/cangkul. Kedua ring dipisahkan dengan, hati-hati kemudian kelebihan tanah yang ada pada bagian atas dan bawah ring diiris hingga rata. Ring ditutup dengan menggunakan kantong plastik (Purwowidodo 2004). Kemudian tanah dianalisa di laboratorium. b. Contoh tanah biasa (disturbed soil sample)

(32)

Sample tanah yang digunakan merupakan sample tanah utuh sebanyak 100 gram yang diambil pada kedalaman 0 - 20 cm. Sifat fisik tanah yang dianalisis antara lain tekstur, bulk density, porositas, kedalaman solum tanah, ketersediaan air dan permeabilitas.

2. Sifat kimia tanah

Analisis sampel tanah di laboratorium dilakukan untuk penetapan: N-total, dengan metode Kjeldahl; Nitrat, dengan metode titrasi; P tersedia, dengan metode Bray; K tertukar, ekstrak NH4OAc dan diukur dengan flamefotometer; C-organik,

dengan metode Walkley & Black; pH H2O, dengan pH stick; tekstur, dengan

metode analisis granuler cara pipet; berat volume, dengan metode ring sampler; porositas dengan perhitungan menurut rumus n:l- (BV/BJ); kemantapan agregat. (Purwowidodo 2004). Parameter sifat fisik dan sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter sifat fisik dan sifat kimia tanah

No Parameter yang diambil Metode analisis

1. Iklim (Suhu, Kelembaban, dan Curah hujan) Pengukuran lapang

(33)

sampling terhadap penutupan lahan. Pada penelitian ini petak contoh dibuat dengan metode petak lingkaran (Soerianegara & Indrawan 1998).

1. Kerapatan tegakan (Jumlah pohon per hektar)

Jumlah pohon per hektar adalah jumlah pohon per petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

N= n / Lp

Ket: N = jumlah pohon per hektar

n = jumlah pohon dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)

2. Luas bidang dasar (LBDS)

Luas bidang dasar seluruh tanaman diperoleh dari jumlah luas bidang dasar individu tanaman dalam petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

dan Bi= π / 4 (Di

2

/ 10000)

Ket : Di = diameter tanaman ke-I (cm)

B = luas bidang dasar seluruh tanaman (m2/ha) Bi = luas bidang dasar tanaman ke-I (cm2)

n = jumlah tanaman dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)

3. Volume tegakan

Volume tagakan diperoleh dari jumlah volume individu pohon dalam petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

Volume individu pohon dalam petak ukur di peroleh dengan persamaan penduga volume kayu bawang yang disusun oleh Sumadi et al. (2007):

Vi = 0,0000501Di2,13 Hi0,769

(34)

Hi = tinggi total pohon ke-i (m)

V = volume tagakan (m3/ha)

Vi = volume pohon ke-I hingga diameter ujung 10 cm dengan kulit (m3)

n = jumlah tanaman dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)

Analisis Data

Untuk menganalisis data kualitas tempat tumbuh pada berbagai tegakan digunakan program komputer dengan softwareMicrosoft Excel 2007, Minitab 15.

Eksplorasi Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri

(35)

Penggambaran Model Local Ecological Knowledge

Local Ecological Knoowledge (LEK) diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi lapangan tentang teknik pengelolaan lahan pada sistem agroforestri, komponen-komponen dalam teknik pengelolaan lahan pada sistem agroforestri, dan interaksi antar komponen dalam teknik pengelolaan lahan pada sistem agroforestri. Data yang didapatkan melalui hasil wawancara tersebut kemudian disusun menjadi pernyataan (statement) berdasarkan rumus (grammer) yang telah diterapkan pada program Agroecological Knowledge Toolkit 5 (AKT 5). Kemudian data-data tersebut diolah dengan menggunakan program aplikasi AKT 5 dan dianalisis secara deskriptif.

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifiksi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2006).

(36)

Tabel 2 Tahapan Analisis SWOT

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST

Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusaahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi ini di dasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti 2006).

Mikrosatelit

Analisis DNA pada M. azedarach L. dilakukan dengan menggunakan metode mikrosatelit. Secara umum metode mikrosatelit terdiri dari:

(37)

Ekstraksi DNA atau isolasi DNA merupakan metode pemisahan DNA dari bahan-bahan yang tidak diperlukan. Metode ekstraksi DNA yang digunakan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). Sebagian besar metode untuk ekstraksi DNA dari jaringan tanaman menggunakan larutan buffer CTAB sebagai pelisis dinding sel karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lain, yaitu mudah dilakukan, kemungkinan adanya enzim pendegradasi DNA lebih kecil dibandingkan metode lain (Rogers and Bendich 1994 dalam Aritonang et al. 2007), dan dapat diterapkan pada segala jenis jaringan tanaman seperti daun, benih, endosperm, dll.

b. Elektroforesis

Komponen bahan kimia terpenting yang digunakan dalam proses elektroforesis adalah gel yang sudah terbentuk sumur. Elektroforesis bertujuan untuk melihat migrasi DNA. Agar DNA dapat terlihat berpindah, maka DNA dicampur dengan Blue Juice. DNA sebanyak 3 mikro liter dicampur dengan 2 mikro liter Blue juice 10 X. Campuran tersebut dimasukkan kedalam lubang-lubang gel dalam bak elektroforesis yang mengandung larutan buffer dan dialiri dengan arus listrik. DNA akan bermigrasi dari arah negatif (katode) ke arah positif (anode) (Aritonang et al. 2007).

c. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap siklus terdiri dari tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi template ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit. 2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA

(38)

panjang primer, makin spesifik daerah yang diamplifikasi (Suryanto 2003). Primer ini berperan sebagai opposite strand ketika double helix DNA terpisah pada tahap denaturation dan penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.

3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 72°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit (Aritonang et al. 2007).

PCR-Mikrosatelit

Prinsip proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat. Reaksi PCR-Mikrosatelit dilakukan dengan menggunakan 15 µ l volume larutan yang terdiri dari H2O 2,5 µ l, primer

forward dan primer reserve masing-masing. Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (µ l)

Untuk tahapan-tahapan dalam proses PCR-Mikrosatelit secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR-Mikrosatelit

(39)

Adapun primer yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Primer yang digunakan dalam analisis genetik PCR-Microsatelit

Locus Repeat Ai_5 (CA)15 F: GAAAGGAGGGTTTTCAAATCA

R: TCGGCCGAACACAATTTTA

55 130–182

Ai_34 (GA)18 F: ATTTGTGTGTGCGTGCTAGG R: CGAGGAACTGAGACTCCTGAA

55 146–168

Ai_48 (CA)10 F: TCCCAGTTATTCAACGTAGGC R: TCTTAATCATGGATTGCTTCACA

55 105–125

(Boontong et al. 2008).

Akrilamid

Untuk menguji kualitas DNA hasil PCR mikrosatelit, dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel poliakrilamid hasil campuran dari larutan akrilamid, TEMED dan Ammonium Persulfat (APS). Campuran gel poliakrilamid dipanaskan, dan untuk selanjutnya gel diinjeksikan ke dalam cetakan berupa dua lembar kaca yang direkatkan dengan bahan perekat yang berisi sisir untuk membuat lubang elektroforesis. Buffer yang digunakan untuk elektroforesis adalah buffer TBE 1 x. Elektroforesis dilakukan denga menggunakan aliran listrik sebesar 120 W selama 1-3 jam. Untuk melihat hasil elektroforesis dilakukan pewarnaan menggunakan shaker selama 30 menit. Selanjutnya pita DNA hasil PCR mikrosatelit dilihat dan didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital (Yunanto 2010).

Analisis Hasil PCR

(40)

Gambar 2 Cara Scoring DNA-Mikrosatelit.

Parameter genetik yang diukur dalam penelitian ini adalah variasi genetik di dalam populasi dan antar populasi. Untuk keragaman genetik di dalam populasi parameter yang diukur adalah:

1. Persentase Lokus Polimorfik (PLP) 2. Jumlah alel yang diamati (na) 3. Jumlah alel efektif (ne) 4. Heterozigositas harapan (He)

(41)

KONDISI UMUM PENELITIAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tiga tegakan yang mewakili kondisi tegakan hutan di Desa Selaawi yaitu tegakan mindi muda (mindi umur 3 tahun), tegakan mindi tua (mindi umur 14 tahun), dan tegakan hutan pinus Perhutani (pinus umur 25 tahun). Ketiga plot ini berada di Desa Selaawi secara administratif berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Desa ini berada pada ketinggian 750 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Peta Desa Selaawi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Desa Selaawi Kecamatan Talegong Kabupaten Garut Popinsi Jawa Barat.

Desa Selaawi sebelah utara berbatasan dengan Desa Mekar Mulya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, sebelah barat berbatasan dengan Desa Mekar Mukti dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekar Wangi. Luas wilayah Desa Selaawi yaitu 5.778 ha, yang terdiri pemukiman, kebun campur, sawah dan hutan (75 ha). Bentang lahan berbukit-bukit menyebabkan daerah ini

(42)

rawan longsor. Di desa ini terdapat sebanyak 5 mata air yang menyediakan sumber air bersih bagi penduduk desa yang dilalui oleh Sungai Cikahuripan.

Tingkat pendidikan petani agroforestri mindi di Desa Selaawi didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) dengan umur rata-rata 35 sampai 60 tahun. Luas lahan petani mulai dari 0,5-4 ha. Jumlah penduduk sebanyak 1.247 KK yang secara keseluruhan beretnis Sunda. Pekerjaan sehari-hari penduduk adalah bertani kebun campuran dan sawah. Tanaman pohon andalan petani saat ini adalah mindi, kayu afrika, sengon, dan tissuk. Kayu afrika dan tissuk dapat tumbuh secara alami lalu kemudian dipelihara. Selain bertani, pekerjaan lain adalah membuat gula aren, membuat kolang-kaling dan berdagang. Kebun campuran menyediakan banyak manfaat ekonomi bagi masyarakat desa, selain manfaat kayu juga hasil hutan non kayu.

Pola Tanam Pohon Mindi

Penanaman pohon mindi di Desa Selaawi secara umum dikombinasikan dengan tanaman semusim. Desa Selaawi mempunyai pola tanam pohon mindi yang berbeda, antara lain:

1. Tegakan mindi muda

Agroforestri mindi dikombinasikan dengan kopi dan kapulaga. Mindi ditanam tahun 2007 dan sekarang berumur 3 tahun. Pada plot tegakan ini awalnya mindi ditanam dengan palawija (kunyit, jahe, terung dan cabe) dan kemudian pada tahun ketiga digantikan dengan tanaman kapulaga dan kopi. Pola tanam ini adalah pola tanam yang banyak dilakukan oleh petani agroforestri di Desa Selaawi. Pergantian tanaman bawah naungan sesuai dengan kondisi tajuk tanaman. Tanaman pertanian seperti palawija tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi kurang cahaya matahari. Kondisi lahan yang miring sehingga dibuat terasering. Jarak tanam mindi muda sebagian besar sudah mulai teratur yaitu dengan jarak 3 m x 3 m.

(43)

petani dikombinasikan dengan jenis tanaman kayu lainnya seperti tissuk dan afrika.

2. Tegakan mindi tua

Pola ini mengkombinasikan mindi dengan teh, dimana mindi berumur 14 tahun sedangkan teh berumur 8 tahun. Teh merupakan tanaman yang dapat tumbuh di bawah tegakan mindi. Rata-rata diameter adalah 38 cm dan tinggi 24 meter. Selain teh, mindi dikombinasikan dengan kayu afrika, alpukat dan sengon. Jarak tanam teh 100 cm x 70 cm dan jarak tanam mindi dengan pohon lainnya tidak teratur. Jarak tanam pohon rata-rata 5 m x 5 m. Tegakan mindi ini merupakan pohon induk yang digunakan oleh masyarakat Desa Selaawi untuk perbanyakan tanaman dengan luas lahan 1,2 ha dan terdapat sekitar 60 pohon induk.

3. Tegakan pinus

Tegakan pinus merupakan tanaman yang ditanam oleh Perhutani dengan luas 75 ha yang masuk dalam wilayah Desa Selaawi. Tegakan ini merupakan tegakan pinus murni, tidak ada jenis pohon lain. Namun di bawah tegakan terdapat beberapa jenis rumput-rumputan seperti babadotan dan lain-lain.

Keterangan 1: Sengon, 2: Mindi, 3: Cengkeh, 4: Ekaliptus, 5: Kopi, 6: Kapulaga, 7: Afrika, 8:Kihujan, 9: Teh, 10: Pisang, 11: Pinus, 12: Jarong, 13: Babadotan, 14: Sintrong

Gambar 4 Struktur komposisi tegakan hutan di Desa Selaawi (Skala 1: 1000) pola a: Tegakan pinus, b: Tegakan mindi tua, c. Tegakan mindi muda.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Selaawi mempunyai curah hujan yang tinggi yaitu 2.224 mm/tahun dan suhu rata-rata 19,90C serta kelembaban sebesar 83,8% . Distribusi rata-rata curah hujan bulanan dan kelembaban (2005-2009) secara ricnci dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Distribusi curah hujan ( ), kelembaban ( ), suhu bulanan ( ) tahun 2005-2009.

Jenis pohon yang mendominasi di kebun petani yaitu mindi (M. azedarach L.) (43,37%), sengon (Paraserianthes falcataria) (23,20%), pohon afrika (Maesopsis eminii) (15,35%), manglid (Manglieta glauca) (9,83%), ekaliptus (Eucalyptus spp.), (4,68%), jabon (Anthocephalus cadamba) (1,62%) dan jenis pohon lain seperti mahoni (Swietenia mahagoni), tissuk (Hibiscus cannabinus), suren (Toona sureni), puspa (Schima wallichii), pala (Myristica fragrans) dan rasamala (Altingia excelsa) (1,96 %). Jenis tanaman bukan kayu yang dimiliki masyarakat yang berkontribusi terhadap pendapatan petani antara lain aren (Arenga pinnata), kapulaga (Amomum compactum,), kopi (Coffea arabica), teh (Camellia sinensis). Jumlah jenis pohon (%) di Desa Selaawi secara rinci disajukan pada Gambar 6.

Tegakan mindi pada umumnya ditanam pada jarak 3 m x 3 m dan pohon lain ditanam di antara larikan pohon mindi tersebut. Sumber bibit biasanya didapatkan dengan cara dibeli atau barter dengan penjual bibit. Pembenihan

(45)

mindi sangat sulit dilakukan, hingga saat ini hanya beberapa orang saja yang dapat melakukannya.

Sub Penelitian I. Hubungan Faktor Tempat Tumbuh

Gambaran kondisi tempat tumbuh dan produktivitas tegakan secara lengkap disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kondisi tempat tumbuh dan produktivitas tegakan

Lokasi Tegakan Pinus

Kerapatan (pohon/ha) 110±88a 300±121a 1066±258b 0,001 LBDS (m2/ha) 9,47±8,60a 17,61±5,38a 13,05±1,04a 0,309 Volume (m3/ha) 122,54±97,67a 187,80±61,18a 82,49±10,68a 0,230 Indeks

keanekaragaman (H’)

0(R) 1,5(S) 1,78(S)

Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p<0,05). Kriteria penilaian sifat-sifat kimia dan fisika tanah: R= rendah, S= sedang, T=tinggi, M= masam, AL= agak lambat, SL= sangat lambat (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

0 10 20 30 40 50

(46)

Pertambahan umur tanaman menyebabkan produktivitas tegakan semakin meningkat. Volume pohon tertinggi berada pada plot tegakan mindi tua yaitu sebesar (187,8 m3/ha), tegakan pinus sebesar (122,54 m3/ha) dan mindi muda sebesar (82,49 m3/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari kapasitas tukar kation (KTK), KTK tertinggi adalah pada tegakan mindi muda yaitu sebesar (32,81 me/100 g), tegakan pinus (22,01 me/100 g), dan kemudian KTK terendah adalah pada hutan mindi tua sebesar (20,37 me/100 g). KTK pada mindi muda mempunyai nilai yang lebih besar dibanding dua tegakan lainnya hal ini karena pada tegakan mindi muda kegiatan pemupukan serta pengolahan tanah masih dilakukan secara intensif.

Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa KTK menunjukkan kemampuan menyerap dan mempertukarkan kation-kation dengan akar tanaman. KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa KTK merupakan banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 g). KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara yang lebih baik daripada KTK rendah. Hubungan faktor tempat tumbuh dapat dilihat pada Gambar 7.

Angka 1,2 dan 3 pada Gambar 6 merupakan plot tegakan pinus (reference), angka 4,5 dan 6 merupakan plot tegakan mindi tua, sedangkan 7,8 dan 9 merupakan tegakan mindi muda. Masing-masing tegakan mempunyai kelompok tersendiri, hal ini menandakan bahwa adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh antar tegakan.

(47)

Perbedaan umur, kerapatan dan faktor tempat tumbuh sangat mempengaruhi produktivitas tegakan mindi. Produktivitas tegakan mindi yang dilihat dari volume lebih banyak dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah. Berdasarkan Gambar di atas, bahwa sifat fisik yang berkorelasi positif antara lain adalah kandungan debu, permeabilitas tanah, pasir dan porositas tanah. Sifat kimia tanah yang berkorelasi positif dengan produktivitas antara lain: KTK, N, P, dan C. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa unsur C, N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat esensial bagi tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah maka tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal.

Gambar 7 Biplot kondisi tempat tumbuh tegakan mindi. 4

6

5

1 3

2 9

8

(48)

Sub Penelitian II. Pengetahuan Lokal Silvikultur

Nimmo (2007) menjelaskan bahwa pengakuan tentang pentingnya Local Ecologigal Knowledge (LEK) dalam pengembangan sejalan dengan pertumbuhan ketidakpastian sistem pertanian modern, bisa atau akan memberikan jalan keluar dari kemiskinan meluas dialami di beberapa negara. Penelitian mengenai pengetahuan lokal juga dilakukan oleh Sitompul (2011) pada agroforestri kemenyan Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya lokal masyarakat dalam budidaya kemenyan secara finansial layak diusahakan. Di samping itu, hutan kemenyan juga mempunyai fungsi ekologi bagi masyarakat sekitar.

Penelitian yang dilakukan Cao (1997) tentang manajemen silvikultur petani lokal di Sichuan dalam hal pemilihan jenis tanaman petani sangat hati-hati untuk menghindari kerugian. Pemilihan jenis tanaman untuk penghasil kayu lebih diutamakan daripada tanaman penghasil buah. Demikian halnya dengan Desa Selaawi pemilihan kayu mindi merupakan keputusan petani dalam mempertahankan pertanian mereka.

Desa Selaawi mempunyai pengetahuan lokal dalam mengelola agroforestri mindi.Kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola lahan saat ini terdiri dari: (a) perbanyakan tanaman, (b) pengolahan tanah dan sistem drainase, (c) penanaman dan pergiliran tanaman, (d) pemeliharaan tanaman (4) pengendalian hama dan penyakit dan (e) pemanenan kayu.

Perbanyakan Tanaman

a. Pengetahuan lokal perbanyakan tanaman

(49)

1. Pemilihan pohon induk

Pohon induk yang dipilih adalah pohon induk yang mempunyai ciri berbatang lurus, diameter 40 sampai dengan 60 cm. Tinggi pohon 17 sampai dengan 25 meter. Umur pohon mencapai 15 sampai 20 tahun. Tanaman sehat tidak terkena hama dan penyakit. Pohon induk yang ada di Desa Selaawi sekitar 150 pohon yang tersebar di kebun petani. Buah matang secara fisiologis pada akhir Agustus sampai September setiap tahunnya.

Gambar 8 LEK perbanyakan tanaman. 2. Pemanenan buah

(50)

Penelitian penentuan kriteria masak fisiologis buah mindi yang dilakukan oleh Suita dan Nurhasby (2008) menyatakan bahwa daya kecambah benih yang tinggi diperoleh dari buah yang berwarna hijau kekuningan (34,5%) dan kuning (35%). Biasanya pada masa berbuah, pohon mindi mulai menggugurkan daun sampai semua buah jatuh dari pohon. Pemanenan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon. Sebelum pohon induk dipanjat di sekitar bawah tegakan terlebih dahulu dibersihkan, hal ini bertujuan agar buah yang jatuh mudah untuk dikumpulkan. Satu pohon induk biasanya menghasilkan satu sampai dua karung buah. Biasanya satu orang pemanjat pohon induk hanya mampu menghasilkan 2 karung buah (karung beras ukuran 30 kg).

3. Ekstraksi buah

Cangkang mindi sangat keras sehingga dalam membelah biji biasanya menggunakan golok. Ada dua cara yang dilakukan dalam mengambil biji dari cangkang buah mindi, yang pertama adalah dengan memotong langsung secara melintang kemudian biji yang sudah terlihat lengket di cangkang dicabut dengan menggunakan pinset. Cara yang kedua adalah dengan proses ekstraksi terlebih dahulu. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan palu atau golok. Proses ekstraksi dilakukan dengan menghilangkan daging buah dengan cara diiris melintang. Setelah daging buah lepas, kemudian akan didapatkan cangkang mindi. Setelah itu dilakukan penjemuran rutin selama 3 hari. Setelah 3 hari cangkang mindi mulai retak, dari sela retakan tersebut dicongkel menggunakan bantuan golok dan pisau congkel. Teknik pemecahan dengan menggunakan golok ini harus berhati-hati disebabkan karena benih mindi sangat lembek dan mudah rusak.

(51)

Pemilihan benih berupa biji yang baik dilakukan dengan perendaman biji tersebut di dalam air. Biji yang berkualitas baik akan tenggelam dan berwarna hitam. Biji tersebut kemudian dikeringkan selama satu sampai tiga hari dan siap untuk disemaikan. Biji mindi yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya hanya bertahan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan biasanya benih mindi sudah tidak baik lagi. Semakin lama benih disimpan persen tumbuh di persemaian semakin menurun.

4. Perbanyakan tanaman generatif dan vegetatif

Sebelum tahun 2007 bibit mindi didapatkan dari cabutan alam yang tumbuh di bawah tegakan mindi tua. Teknik lain adalah dengan cara dibakar, teknik ini digunakan untuk memudahkan pemecahan kulit mindi sebelum disemaikan. Teknik dengan cara dibakar kurang efektif dan persen perkecambahannya sangat rendah.

Teknik persemaian mindi sebenarnya tidak begitu sulit, namun kesulitan terbesar dalam hal mengeluarkan biji dari cangkang. Hal ini yang menyebabkan tidak banyak petani yang mau melakukan persemaian mindi.

Persiapan bedeng dan media semai dapat dilakukan setelah benih terkumpul. Bedeng semai dibuat dengan ukuran 50 cm x 20 m. Media semai terdiri dari tanah yang dicampur dengan sekam padi dengan perbandingan 1:1. Sekam padi bertujuan untuk menggemburkan tanah, sehingga dalam pencabutan semai tidak mengalami kesulitan. Setelah itu, benih ditabur sampai merata lalu ditutup dengan campuran tanah dan sekam padi. Selanjutnya bedeng semai disemprot dengan menggunakan pestisida kimia untuk melindungi semai dari serangan hama. Terakhir bedeng semai ditutup dengan plastik sampai 10 hari. Biasanya proses penyapihan berlangsung selama 2,5 bulan (10 liter benih yang disemai). Buharman et al. 2002 menyatakan bahwa media semai untuk mindi menggunakan campuran tanah, pasir, kompos (7:2:1).

(52)

yang berbeda sepeti misalnya meranti memerlukan medium tumbuh berupa topsoil yang mengandung mikoriza.

Perbanyakan secara vegetatif juga dilakukan, namun persen tumbuhnya sangat rendah. Teknik yang dilakukan dalam melakukan perbanyakan vegetatif adalah dengan cara stek. Persen tumbuhnya sangat rendah hanya sekitar 25%. Bahan stek biasanya diambil dari bibit yang tingginya 30 cm. Pucuk yang distek langsung ditanam di polybag dan ditutup dengan atap daun. Pemeliharaan dilakukan hingga stek mindi mengeluarkan tunas sampai bibit hasil stek dapat ditanam di lapangan.

Pengolahan Tanah

(53)

Gambar 9 LEK pengolahan tanah.

Pembersihan lahan dilakukan pada saat musim kemarau, biasanya dilakukan pada bulan Juli. Rumput yang dipotong kemudian ditimbun di tanah dengan tujuan sebagai pupuk kompos. Pembakaran pada saat pembukaan lahan tidak dilakukan. Setelah pengolahan tanah dilakukan biasanya ditanami dengan tanaman semusim.

Penanaman dan Pergiliran Tanaman

Petani Selaawi dalam melakukan penanaman pada saat musim penghujan yaitu pada saat bulan Oktober setiap tahunnya. Penanaman mindi di Desa Selaawi dalam jumlah besar dilakukan mulai tahun 2007. Sejak 2007 hingga sekarang jumlah mindi yang telah tertanam sebanyak 65.000 bibit. Jumlah tersebut meperlihatkan bahwa ketertarikan masyarakat terhadap kayu mindi sangat tinggi. Sebelumnya, sengon menjadi kayu andalan petani. Namun karena banyaknya serangan hama dan penyakit pada sengon seperti kanker batang menyebabkan

Pengelolaan teras

Kesuburan lahan

Konservasi air

Konservasi nutrisi

Konservasi tanah

Pembersihan lahan

Pengolahan tanah

Porositas tanah

(54)

pemilihan jenis bergeser. Kayu afrika dan tissuk tumbuh secara alami di kebun petani, lalu kemudian dilakukan pemeliharaan hingga menghasilkan kayu yang dapat diproduksi. Pengetahuan lokal tentang penanaman dan pergiliran tanaman dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 LEK penanaman dan pergiliran tanaman.

Ada beberapa tahapan penanaman:

1. Mindi usia 1 sampai 3 tahun: di bawah tegakan ditanami dengan palawija. Hal ini disebabkan tanaman semusim masih mendapatkan sinar matahari penuh.

2. Mindi usia 3 tahun: di bawah tegakan ditanami dengan tanaman kopi dan kapolaga. Pada usia 3 tahun penutupan tajuk sudah mulai rapat. Oleh karena itu dibutuhkan kombinasi jenis tanaman tepat.

Jarak tanam umumnya 3 m x 3 m. Penanaman yang dilakukan cukup rapat hal ini bertujuan agar pohon tidak roboh oleh terpaan angin. Disamping itu hasil kayunya lurus dan tinggi bebas cabang. Tanaman tepi yang digunakan biasanya aren (Arenga pinnata) dan serai (Cymbopogen nardus). Penanaman serai dilakukan untuk mengusir hama dan penyakit serta berfungsi sebagai penguat tanah agar tidak terjadi erosi pada saat hujan turun. Menurut Balitbang Kehutanan

(55)

Jakarta (2001) mindi dapat ditanam dengan ukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 3 m, tetapi di Paraguay mindi ditanam dengan jarak 4 m x 4 m untuk produksi kayu. Pohon mindi di Thailand ditumpangsarikan dengan tanaman ketela pohon, jagung, shorgum, kopi, jambu mete, pisang, nenas dan lainnya.

Salah satu kelebihan mindi di lapangan, pohon mindi jarang diserang oleh hama karena daunnya yang berbau khas. Selain itu, mindi yang sudah ditebang biasanya akan tumbuh lagi terubusan. Adanya terubusan tersebut, menyebabkan penebangan kayu mindi dapat dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali.

Sumber bibit mindi biasanya didapatkan dengan cara membeli atau barter. Pembenihan mindi sangat sulit dilakukan, hanya beberapa orang saja yang dapat melakukan persemaian sendiri. Sebelum tahun 2007 sumber bahan tanaman diperoleh dari anakan alam yang berada di bawah pohon mindi tua dan teknik yang lain adalah pembenihan mindi dengan cara dibakar baru kemudian disemaikan. Pembenihan mindi dengan cara dibakar kurang efektif dan persen perkecambahan sangat rendah.

Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman terdiri dari: (1) pemupukan, (2) penyiraman, (3) pergiliran tanaman, (4) pengendalian hama dan penyakit. Local Ecological Knowledge disajikan pada Gambar 11.

a. Pemupukan

(56)

b. Penyiraman

Kegiatan penyiraman hanya dilakukan pada tanaman semusim sedangkan pada tanaman berkayu tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman tanaman semusim dilakukan pada sore hari pada saat musim kemarau.

Gambar 11 LEK pemeliharaan tanaman.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan pohon dari gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan setiap empat bulan sekali. Sisa hasil penyiangan kemudian ditimbun dalam tanah yang bertujuan agar sampah terdekomposisi di dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada musim kemarau.

d. Pemangkasan

Pemangkasan secara umum tidak dilakukan di Desa Selaawi karena biasanya tanaman mindi mempunyai sistem prunning sendiri. Biasanya cabang-cabang tua tanaman mindi akan jatuh sendiri sehingga tidak diperlukan pemangkasan. Pada pohon sengon, jika dilakukan pemangkasan justru akan mengakibatkan luka yang mudah terserang hama dan penyakit.

(57)

e. Pengendalian hama dan penyakit

Mindi merupakan jenis kayu yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit karena mempunyai bau yang khas sehingga tidak disukai oleh hama. Penelitian Chiffelle et al. (2009) menunjukkan bahwa mindi mempunyai zat polyphenol (diantaranya flavonoid, katekin dan kaempherols) yang dapat dijadikan bahan insektisida nabati. Pengujian dilakukan pada D. melanogaster, angka kematian mencapai 90% (125.000 mg kg-1) dengan daun muda dan 73,3% (10.700 mg kg-1) dengan buah hijau. Serangan hama pada tanaman semusim seperti jahe (jahe mengalami kebusukan disebabkan oleh ulat yang menyerang bagian umbi). Tingkat serangan biasanya sampai 30%. Hama yang terdapat pada tanaman berkayu yang paling banyak adalah menyerang tanaman sengon. Hama yang biasa menyerang pohon sengon adalah hama penggerek batang dan penyakit kanker batang yang disebabkan oleh jamur. Biasanya tanaman umur satu tahun sudah mulai diserang sehingga apabila penanganannya lambat akan berakibat pada kematian tanaman. Serangan hama pada tanaman semusim misalnya patek atau hama buah pada tanaman cabe. Hama menyerang buah cabe akan menimbulkan warna bintik hitam sehingga buah tidak dapat diproduksi lagi.

Pemanenan Kayu

(58)

Tabel 7 Daftar jenis tanaman komersial di Desa Selaawi

No Nama Lokal Nama Latin Family Harga (Rp)

1. Mindi M. azedarach L. Meliaceae 700.000/m3

2. Tissuk Hibiscus cannabinus Malvaceae 900.000/m3 3. Afrika Maesopsis eminii

Engl. empat kelompok tani ini tidak berjalan aktif. Nama kelompok tani tersebut adalah Giri Rawit, Haykal Mulya, Wargi Saluyu, Tani Makmur. Meskipun kelompok tani tidak berjalan aktif, namun hubungan antar petani ditandai dengan kegiatan diskusi sebagai media pertukaran informasi tetap berjalan. Kegiatan non formal diskusi warung dan mesjid menjadi media diskusi efektif dalam pengelolaan kebun mereka.

Menurut Yulianti (2011) keberadaan hutan rakyat pada suatu daerah dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah hutan rakyat tersebut sudah ada sejak dahulu karena kebutuhan masyarakat terhadap kayu dalam memenuhi kebutuhan hidup sendiri, sehingga mereka memanfaatkan sebagian lahannya untuk ditanami penghasil kayu. Kemungkinan ketiga karena masyarakat merasakan bahwa tanaman penghasil kayu dapat dijual karena mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga kayu terus meningkat dan pemasaran kayu yang mudah mendorong masyarakat untuk membangun hutan rakyat.

Gambar

Tabel 1 Parameter sifat fisik dan sifat kimia tanah
Gambar 3 Peta Desa Selaawi Kecamatan Talegong Kabupaten Garut Popinsi
Tabel 6 Kondisi tempat tumbuh dan produktivitas tegakan
Gambar 7 Biplot kondisi tempat tumbuh tegakan mindi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijadikan dasar penelitian adalah bagaimana jenis

Teripang pasir (Holothuria scabra) merupakan timun laut bermanfaat sebagai obat penurun kolesterol dengan kandungan senyawa asam lemak tidak jenuh yaitu eikosapentaenoat (EPA)

Penelitian sebelumnya juga menjelaskan tentang perlakuan terhadap permukaan anoda menggunakan metode perlakuan asam, panas, dan polianilin sebagai salah satu jenis

[r]

Asia Afrika No.114 Bandung, mengundang penyedia untuk mengikuti pelelangan umum dengan pasca kualifikasi melalui LPSE Kementerian Keuangan sebagai berikut :.

Nama Komputer Server/IP : isi dengan nama komputer atau IP komputer server, misalnya : bangtejos-pc atau 192.168.1.1 atau apabila komputer yang dipakai untuk

Skripsi ini menganalisis pandangan penulis Deborah Rodriguez terhadap Afghanistan dalam karyanya The Kabul Beauty School.. Buku ini merupakan sebuah memoar atau autobiografi

[r]