• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polypropylene Substitution by Chitosan on Polypropylene-Empty Fruit Bunch Fiber of Oil Palm Microfibril Termoplastic Composites

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Polypropylene Substitution by Chitosan on Polypropylene-Empty Fruit Bunch Fiber of Oil Palm Microfibril Termoplastic Composites"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

SUBSTITUSI POLIPROPILENA DENGAN KHITOSAN PADA KOMPOSIT TERMOPLASTIK POLIPROPILENA-MIKROFIBRIL

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

KURNIA WIJI PRASETIYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SUBSTITUSI POLIPROPILENA DENGAN KHITOSAN PADA KOMPOSIT TERMOPLASTIK POLIPROPILENA-MIKROFIBRIL

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(3)

Polypropylene-Empty Fruit Bunch Fiber of Oil Palm Microfibril Termoplastic

Composites. Under the direction of DEDE HERMAWAN, MUH. YUSRAM

MASSIJAYA dan SUBYAKTO.

The physical, mechanical properties and morphology of chitosan substitued polypropylene (PP) on polypropylene-empty fruit bunch fiber of oil

palm microfibril termoplastic composites have been studied. The effects of size

and percentation of chitosan were investigated. Results showed that the density of the composites increased with increasing chitosan content. At the optimum chitosan percentage of 10% with the smaller size of chitosan 20 mesh to 40 mesh could produced composites with density, thickness swelling and water absorption lower than control and other compositions also modulus of rupture, modulus of elasticity, tensile strength and elongation were higher than control and other

compositions. The tensile strength and elongation decreased but the modulus or

rupture from composites increased with increasing chitosan content. In all size variations and concentrations of chitosan was resulted thermoplastic composites with elongation properties above the standard minimum elongation from composites polypropylene (PP)-fiber glass (FG) applied to the components of HONDA motorcycle type LR22E PP-FG 10% Honda Engineering Standard

(HES) C 227 for 2%.

(4)

Komposit Termoplastik Polipropilena-Mikrofibril Tandan Kosong Kelapa Sawit.

Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN, MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan

SUBYAKTO.

Dominasi polipropilena (PP) sebagai matriks dalam komposit termoplastik menjadi salah satu kekurangan dari produk komposit termoplastik dikaitkan dengan isu lingkungan hidup dan berkurangnya cadangan minyak bumi sebagai bahan utama pembuatan polimer sintetis PP yang tidak terbarukan. Hal ini memberikan dorongan untuk mencari bahan alternatif polimer lain dari sumber daya alam terbarukan untuk substitusi PP.

Khitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh melalui deasetilasi

khitin yang umumnya banyak ditemukan pada kulit hewan dari marga Crustacea

seperti kepiting, rajungan dan udang. Khitosan memiliki bentuk yang spesifik, mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya. Sifat-sifat khitosan antara lain: dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai khitosan. Penggabungan khitosan dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai. Penggabungan tersebut menghasilkan suatu molekul resisten yang tahan terhadap

stres mekanik dan kemampuan mengembangnya bertambah (Suptijah et al.,

1992).

Penggunaan khitosan sebagai pengisi dalam komposit dengan matriks PP yang diberi perlakuan kimia 3-Aminopropyltriethoxysilane (3-APE) untuk meningkatkan kompatibilitas ternyata mampu memperbaiki kuat tarik dan

Young’s modulus komposit PP-khitosan namun mengurangi elongasinya. Dari analisis FTIR dan SEM terlihat bahwa adanya 3-APE mampu meningkatkan

ikatan antara khitosan dengan PP (Husseinsyah et al., 2010). Melihat beberapa

kelebihan dari polimer khitosan di atas maka polimer khitosan bisa sebagai alternatif substitusi polimer PP serta menjadi polimer alam alternatif selain PLA dan PGA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari substitusi PP sebagai matriks komposit menggunakan khitosan serta memperoleh komposisi terbaik dalam persentase dan ukuran dari polimer khitosan untuk substitusi polimer PP pada produk komposit termoplastik. Mengetahui apakah terbentuk ikatan kimia pada komposit setelah proses pencampuran semua bahan penyusun komposit.

Pembuatan komposit diawali dengan pembuatan pulp dari serat TKKS

menggunakan proses pulping soda dingin yang mengacu pada penelitian Gopar et

al. (2010) dimana serat (fiber bundle) TKKS dipotong-potong sekitar 2 - 3 cm

menggunakan mesin ring flaker. Serat direndam dalam larutan NaOH 4% pada

ratio (1 : 5) selama 24 jam. Dilanjutkan dengan pembuatan mikrofibril dari pulp

TKKS menggunakan mesin disc refiner. Proses pembuatan komposit termoplastik

dengan matriks PP dilakukan dengan “metode kering” yang mengacu dari hasil

penelitian Subyakto et al. (2010). Mikrofibril TKKS dibuat menjadi lembaran

(5)

Substitusi PP dengan khitosan divariasikan pada komposisi khitosan : PP (%) = 0 : 100, 10 : 90, 20 : 80, 30 : 70 dan 40 : 60 dari jumlah 45% keseluruhan PP dalam

komposit termoplastik kemudian diproses dengan alat kneader/mixer

(laboplastomill) pada suhu 180o C, 60 rpm selama 20 menit. Contoh uji komposit dibuat lembaran ukuran panjang x lebar x tebal = 11 x 11 x 0,2 cm menggunakan

mesin kempa panas (hot press) pada suhu 180ºC, tekanan 1 MPa selama 30 detik

dilanjutkan kempa dingin 10 menit (cold press) yang merujuk dari penelitian

Subyakto et al. (2010) dengan target kerapatan 1 g/cm3

Hasil penelitian menunjukkan ternyata substitusi matriks PP dengan khitosan tidak dapat menggantikan fungsi PP sebagai matriks dalam komposit yang akan memperkuat komposit karena semakin tinggi kadar khitosan menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan komposit. Komposisi terbaik dari substitusi PP dengan khitosan yaitu pada kadar khitosan 10% dengan ukuran khitosan 20 mesh sampai 40 mesh. Substitusi PP dengan khitosan tidak menghasilkan ikatan kimia baru yang bisa dilihat dari citra FTIR terkait dengan adanya perbedaan titik lelehnya dimana PP memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan khitosan.

. Sebagai pembanding maka dibuat komposit tanpa memakai polimer khitosan (PP : MAPP : Mikrofibril TKKS (g) = 90 : 10 : 100). Data yang terkumpul untuk setiap parameter dirata-ratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu dilakukan juga analisis statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap percobaan faktorial.

(6)

Polypropylene-Empty Fruit Bunch Fiber of Oil Palm Microfibril Termoplastic

Composites. Under the direction of DEDE HERMAWAN, MUH. YUSRAM

MASSIJAYA and SUBYAKTO

The dominance of polypropylene (PP) as the matrix in thermoplastic composites to be one of the shortcomings of the thermoplastic composite products associated with the environment and depleting reserves of crude oil as the main ingredient manufacture PP synthetic polymers that are not renewable. This gives impetus to find alternative other polymers from renewable natural resources for the substitution of PP.

Chitosan is a polysaccharide obtained by deacetylation chitin commonly found in the skin of the genus crustacean animals such as crab and shrimp. Chitosan has a specific form, containing amine group in the positively charged carbon chain as opposed to other polysaccharides. The properties of chitosan are: in the liquid state was sensitived to high ionic strength, the repulsive energy between amine function decreased with chitosan chain flexibility. The incorporation of chitosan in space was stabilized by hydrogen bonds within and outside of the chain. The merger was resulted in a molecule that is resistant to

mechanical stress and increased deployment capability (Suptijah et al., 1992).

The use of chitosan as a filler in PP matrix composites with chemically treated 3-aminopropyltriethoxysilane (3-APE) was able to increase compatibility fix tensile strength and Young's modulus of composite PP-chitosan but reduce the elongation. FTIR and SEM analysis showed that the 3-APE improved the bond

between chitosan with PP (Husseinsyah et al., 2010). Looking at some of the

advantages from chitosan makes chitosan polymer able to substitute PP polymers as well as an alternative natural polymer likes PLA and PGA.

This study aimed to determine the effect of substitution of PP matrix composites using chitosan as well as the best gain in percentage composition and size of the polymer chitosan for PP substitution at thermoplastic composites products. In addition to investigate the presence of chemical bond formed on the composites after mixing all the ingredients making up the composites.

The composites production process begin with the manufacture of pulp fibers empty fruit bunch of oil palm using soda pulping process that draws on

research Gopar et al. (2010) where the fiber bundle of empty fruit bunch of oil

palm was cutted about 2 to 3 cm using ring flaker machines. Fibers was immersed in a solution of 4% NaOH ratio (1 : 5) for 24 hours. Proceed with the manufacture of pulp microfibrils empty fruit bunch of oil palm was used disc refiner machine. The process of making thermoplastic composites with PP matrix was carried out

with dry method which refers to the results of research Subyakto et al. (2010).

Microfibrils from empty fruit bunch of oil palm made into a fairly thin sheet of paper with a filter size of 40 mesh gauze and dried, then shredded into small size. Empty fruit bunch of oil palm microfibrils then blended with PP in comparison 50

: 45 (%) then added with 5% MAPP (referring to research Gopar et al., 2010) of

(7)

0.2 cm. This samples made using hot press machine at a temperature of 180º C, a pressure of 1 MPa for 30 seconds followed felt cool 10 minutes by cold press

machine were referred from research Subyakto et al. (2010) with a target density

of 1 g/cm3

Results showed that substitution PP matrix with chitosan could not replaced the function of PP as the matrix in the composites that will strengthen the composites because the higher levels of chitosan led to a decline in strength of the composites. Best composition of substitution PP with chitosan that is at a level of 10% chitosan with chitosan size 20 mesh to 40 mesh. PP substitution with chitosan does not produced a new chemical bonds that can be seen from the FTIR image associated with the difference in melting point where the PP has a lower melting point than chitosan.

. For comparison, it is made composites without use chitosan polymer (PP : MAPP : empty fruit bunch of oil palm microfibrils (g) = 90 : 10 : 100). The data was collected for each parameter are averaged and compared to each other. Other than that statistical analysis was also carried out using a completely randomized design factorial experiments.

(8)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Substitusi Polipropilena dengan Khitosan pada Komposit Termoplastik Polipropilena-Mikrofibril Tandan Kosong Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2012

Kurnia Wiji Prasetiyo

(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2012 ini adalah komposit termoplastik, dengan judul Substitusi Polipropilena dengan Khitosan pada Komposit Termoplastik Polipropilena-Mikrofibril Tandan Kosong Kelapa Sawit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof.

Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS serta Prof. (R). Dr. Ir. Subyakto, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan dan saran yang terkait dengan penelitian ini.

2. Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr sebagai penguji dari luar komisi pada

ujian tesis atas masukan dan pencerahan demi kesempurnaan tesis ini.

3. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang

memberikan Beasiswa Karyasiswa RISTEK untuk membiayai kuliah saya.

4. Bapak Prof. (R). Sulaeman Yusuf, M.Agr selaku Kepala UPT Balai Litbang

Biomaterial-LIPI atas ijin dan dukungan dalam penggunaan fasilitas kantor selama penelitian.

5. Ayahanda Mulyono dan Ibunda Siti Maryam, serta ananda Rachmat Adi

Prasetyo terima kasih setulus hati penulis ucapkan atas doa yang tiada putus.

6. Istriku tercinta Risdian Kusuma Julia, S.Hut dan anakku tersayang

Muhammad Azzam Al Fatih dan An Nida Nur Aliya, terima kasih atas doa, kasih saying, pengorbanan dan dukungannya selama menjalani studi ini.

7. Bapak Sudirman selaku staf Laboratorium Uji Polimer Puslit Fisika LIPI

yang telah membantu dalam penelitian ini.

8. Rekan-rekan kerja di Laboratorium Biokomposit dan Workshop UPT Balai

Litbang Biomaterial LIPI yang telah banyak membantu selama penelitian ini. Tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2012

(11)
(12)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Substitusi Polipropilena dengan Khitosan pada

Komposit Termoplastik Polipropilena-Mikrofibril Tandan Kosong Kelapa Sawit

Nama : Kurnia Wiji Prasetiyo

NIM : E251100031

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 13 November 2012 Tanggal Lulus: Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS

Anggota

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Ketua

(13)

DAFTAR ISI

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian .. ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Mikrofibril dari serat alam ……… 5

Komposit termoplastik dengan mikrofibril serat alam ... 6

Khitosan sebagai polimer alam ... 8

METODOLOGI PENELITIAN ... 12

Waktu Dan Tempat Penelitian... 12

Bahan dan Alat ... 12

Persiapan Bahan, Pembuatan dan Pengujian Komposit Termoplastik ... 14

Tahap 1. Pembuatan polimer khitosan ... 14

Tahap 2.Pembuatan mikrofibril tandan kosong kelapa sawit 15 Pembuatan pulp dari serat tandan kosong kelapa sawit... 15

Pembuatan mikrofibril dari pulp serat tandan kosong kelapa sawit ... 15

Tahap 3. Pembuatan komposit ... 16

(14)

Pengujian produk komposit termoplastik ... 19

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Karakteristik Fisis ... 22

Karakteristik Morfologi ... 30

Karakteristik Mekanis ... 36

Keteguhan Patah (MOR) ... 36

Modulus Elastisitas (MOE) ... 39

Kuat Tarik (Tensile Strength) ... 41

Elongasi (Elongation) ... 43

SIMPULAN DAN SARAN ... 46

Simpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 52

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik PP Homopolimer Tipe HI10HO ………... 13

2. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan

potongan film khitosan ukuran sekitar 6-8 mesh

yang diproses di UPT Balitbang Biomaterial-LIPI ... 17

3. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan

serbuk khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh yang

diproses di UPT Balitbang Biomaterial-LIPI ... 18

4. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan

khitosan bentuk serpihan ukuran 10 mesh produksi PT. Biotech

Surindo Cirebon ... 18

5. Standar minimum komposit (PP-FG) LR22E PP-FG HES C 225 36

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur polipropilena (kiri) dan struktur selulosa, khitin serta

khitosan (kanan) ………... 8

2. Reaksi-reaksi modifikasi kimia dari khitosan menghasilkan turunan khitosan ... 10

3. Tandan kosong kelapa sawit (A) dan serat TKKS (B)………. 13

4. Alat laboplastomill (A) dan kempa panas (B) ……….. 14

5. Sumber bahan baku khitosan ……… 15

6. Material untuk pembuatan komposit termoplastik ……….. 16

7. Diagram alir penelitian ……… 17

8. Material hasil proses pencampuran dengan memakai alat laboplastomill ……….. 19

9. Proses pengujian sampel komposit ………. 20

10. Perbandingan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B) dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C)……… 22

11. Citra SEM serat pulp TKKS (A dan B) dan mikrofibril TKKS dalam bentuk lembarak kertas kecil (C dan D) ……… 23

12. Hasil uji TGA untuk serbuk khitosan 20-40 mesh (atas), serpihan khitosan 10 mesh (tengah) dan film khitosan 6-8 mesh (bawah) … 24 13. Histogram kerapatan komposit termoplastik ……… 25

14. Histogram pengembangan tebal komposit termoplastik ………….. 27

15. Histogram daya serap air komposit termoplastik ………. 29

(17)

17. Spektra FTIR dari komposit kontrol (11 VII 12) dan komposit

dengan penambahan polimer khitosan pada variasi ukuran

khitosan 20-40 mesh (13 VII 12), 10 mesh (14 VII 12)

serta 6-8 mesh (12 VII 12) ... 33

18. Hasil uji TGA untuk komposit termoplastik dengan matriks PP mikrofibril TKKS dan khitosan ... 35

19. Histogram keteguhan patah dari komposit termoplastik ... 37

20. Hasil pemotretan memakai mikroskop cahaya (pembesaran 50x) permukaan patahan contoh uji komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B) dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C)... 38

21. Histogram modulus elastisitas dari komposit termoplastik ... 40

22. Histogram kuat tarik komposit termoplastik ... 41

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis ragam kerapatan komposit ... 52

2. Uji lanjut pengaruh konsentrasi terhadap kerapatan komposit ... 52

3. Analisis ragam pengembangan tebal komposit ... 52

4. Uji lanjut pengaruh konsentrasi khitosan terhadap pengembangan

tebal komposit ... 53

5. Analisis ragam daya serap air dari komposit ... 53

6. Uji lanjut pengaruh konsentrasi khitosan terhadap daya serap air

dari komposit ... 53

7. Analisis ragam keteguhan patah (MOR) komposit ... 54

8. Uji lanjut pengaruh ukuran khitosan terhadap keteguhan

patah komposit ... 54

9. Analisis ragam modulus elastisitas komposit ... 54

10. Uji lanjut pengaruh konsentrasi khitosan terhadap modulus

elastisitas komposit ... 55

11. Analisis ragam kuat tarik komposit ... 55

12. Uji lanjut pengaruh konsentrasi khitosan terhadap kuat

tarik komposit ... 55

13. Analisis ragam elongasi komposit ... 56

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komposit termoplastik merupakan kombinasi antara mikrofibril selulosa

atau bahan lignoselulosa dari serat alam sebagai penguat maupun pengisi dengan

polimer sintetis sebagai matriks, yang menggabungkan keunggulan dari bahan

lignoselulosa dan polimer sintetis. Keuntungan dari penggunaan serat alam untuk

produk komposit berbasis polimer sintetis dibandingkan serat sintetis maupun

plastik antara lain bersifat renewable, biodegradable, bisa didaur ulang (recyclable), tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, memiliki sifat mekanis lebih baik, tidak menyebabkan abrasi pada alat, dan harganya lebih

murah serta kerapatan yang lebih rendah (Zimmermann et al. 2004, Oksman et al. 2003, Wambua et al. 2003, Mohanty et al. 2002, Leao et al. 1998).

Polimer sintetis termoplastik yang banyak dipakai dalam produk komposit

termoplastik dengan penguat atau pengisi mikrofibril serat alam adalah

polipropilena (PP). Polimer PP merupakan polimer hidrokarbon yang dapat diolah

pada suhu tinggi dan jenis plastik komersial yang banyak dipakai sebagai polimer

matriks dalam komposit karena relatif memiliki sifat yang lebih baik seperti tinggi

titik lelehnya, sifat mekanis dan termal yang bagus serta kerapatan rendah

dibandingkan polimer termoplastik lainnya (Husseinsyah et al., 2011).

Dominasi PP dalam komposit termoplastik menjadi salah satu kekurangan

dari produk komposit termoplastik dikaitkan dengan isu lingkungan hidup dan

berkurangnya cadangan minyak bumi sebagai bahan utama pembuatan polimer

sintetis PP yang tidak terbarukan. Adapun produksi PP tahun 2005-2008 stagnan

di 605.000 ton/tahun sedangkan kebutuhan nasional sekitar 800.000 ton/tahun.

Sehingga kekurangannya harus impor dan itu merupakan pengurangan devisa

negara. Hal ini memberikan dorongan untuk mencari bahan alternatif polimer lain

dari sumber daya alam terbarukan untuk substitusi PP.

Beberapa penelitian mencoba memperbaiki kekurangan dari polimer sintetis

PP yang tidak terbarukan dan sukar didaur ulang secara alami antara lain

(20)

acid (PLA) (Subyakto et al., 2010) atau polyglicolida (PGA) yang mampu menghasilkan komposit yang biodegradable (disebut juga “Green composites” atau “Enviromentally-friendly plastics”) yang memiliki kekuatan dan stabilitas

termal yang moderat serta bisa didaur ulang. Pemakaian polimer alam murni juga

memiliki beberapa kelemahan seperti kekuatan dan service temperature yang rendah misalnya nilai suhu glass transition sekitar 40-60o

Melihat beberapa kelemahan dari polimer alam berbasis tanaman seperti

PLA dan PGA serta isu lingkungan hidup maka penelitian ini memakai alternatif

polimer alam polisakarida berbasis non tanaman yaitu khitosan untuk substitusi

PP dalam komposit termoplastik.

C yang masih di bawah

polimer sintetis (Cheung et al., 2009).

Khitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh melalui deasetilasi khitin

yang umumnya banyak ditemukan pada kulit hewan dari marga Crustacea seperti kepiting, rajungan dan udang.

Menurut Suptijah et al. (1992) khitosan memiliki bentuk yang spesifik, mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif yang

berlawanan dengan polisakarida lainnya. Sifat-sifat khitosan antara lain: dalam

keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi

amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai khitosan. Penggabungan khitosan

dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai.

Penggabungan tersebut menghasilkan suatu molekul resisten yang tahan terhadap

stres mekanik dan kemampuan mengembangnya bertambah.

Khitosan memiliki sifat yang unik sebagai polisakarida yaitu tidak hanya

memiliki gugus polar yaitu gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik seperti

umumnya polisakarida lainnya seperti pati dan selulosa. Namun khitosan juga

memiliki gugus non polar yaitu gugus amina yang bersifat hidrofobik. Dengan

adanya dua gugus ini maka dimungkinkan gugus polar dari polimer khitosan

mudah berikatan dengan gugus polar dari mikrofibril TKKS dan gugus non

polarnya juga mudah berikatan dengan gugus non polar dari PP.

Melihat beberapa kelebihan dari polimer khitosan di atas maka polimer

khitosan bisa sebagai substitusi polimer PP dalam komposit serta menjadi polimer

(21)

Perumusan Masalah

Permasalahan pertama yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah

bagaimana memperoleh komposit termoplastik dengan karakteristik fisis-mekanis

yang lebih tinggi setelah adanya substitusi PP dengan khitosan yang ramah

lingkungan, terbarukan dan memiliki karakteristik unik sebagai polimer. Dalam

menjawab hal tersebut dilakukan variasi persentase khitosan sebagai bahan

substitusi PP sehingga dihasilkan komposit termoplastik dengan karakteristik

yang terbaik.

Permasalahan kedua adalah salah satu faktor yang bisa mempengaruhi

homogenitas campuran bahan komposit adalah ukuran polimer khitosan. Untuk

mengetahui tingkat homogenitas yang baik maka divariasikan bentuk fisik dan

ukuran dari polimer khitosan yaitu dalam bentuk serbuk, serpihan dan film

khitosan yang kemudian akan diuji sampel kompositnya dengan SEM dan FTIR.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh dari substitusi PP sebagai matriks komposit

menggunakan khitosan.

2. Memperoleh komposisi terbaik dalam persentase dan ukuran dari polimer

khitosan untuk substitusi polimer PP pada produk komposit termoplastik.

3. Mengetahui apakah terbentuk ikatan kimia pada komposit setelah proses

pencampuran semua bahan penyusun komposit.

Hipotesis

Polimer khitosan mampu mensubstitusi PP dalam komposit termoplastik

dimana semakin besar persentase dan semakin kecil ukuran khitosan akan mampu

meningkatkan karakteristik fisis, mekanis dan morfologi dari produk komposit

termoplastik.

Manfaat Penelitian

1. Menyediakan informasi mengenai karakteristik produk komposit

termoplastik polimer polipropilena-mikrofibril tandan kosong kelapa sawit

(22)

substitusi polimer sintetis PP sehingga bisa digunakan dalam bidang-bidang

tertentu seperti untuk kemasan (packaging), komponen otomotif dan produk rumah tangga.

2. Meningkatkan nilai tambah dari tandan kosong kelapa sawit dan cangkang

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikrofibril dari serat alam

Struktur tumbuhan atau kayu terdiri dari polimer karbohidrat dan tersusun

dari serat selulosa. Serat selulosa ini tersusun dari mikrofibril dalam ukuran mikro

yang memiliki kekuatan struktur yang sangat tinggi. Mikrofibril terdiri atas bagian

amorf dan bagian yang kristal dinamakan mikrowhisker. Selulosa adalah polimer polisakarida yang menjadi rangka struktur pada tumbuhan yang ketersediaannya

di alam sangat melimpah.

Salah satu sumber utama selulosa adalah dari serat tanaman yang sebagian

tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Semakin kecil ukuran komponen

selulosa, semakin tinggi kekuatannya. Selulosa dengan morfologi yang baru mulai

dikembangkan oleh Turbak et al. (1983) yang sekarang dikenal lebih lanjut sebagai microfibril celullose (MFC).

Mikrofibril selulosa berbentuk struktur kristal dalam rantai molekul yang

tersusun rapi memiliki modulus elastisitas sekitar 138 - 250 GPa dan keteguhan

tarik lebih dari 0,8 - 10 GPa (Zimmermann et al. 2004). Sifat mekanik ini menyamai serat aramid yang dikenal sebagai serat sintetis yang sangat kuat.

Serat pulp kayu mempunyai modulus elastisitas (modulus of elasticity) 10 GPa dan keteguhan tarik (tensile strength) 0,1 GPa (Zimmermann et al. 2004). Pembuatan MFC dari pulp melalui proses mekanik yaitu proses refining sehingga dihasilkan selulosa yang memiliki luas permukaan yang besar (Nakagaito dan

Yano, 2004). Pemanfaatannya selama ini digunakan untuk bahan aditif dalam

makanan, cat, kosmetik, dan produk medis. MFC tersebut dapat digunakan juga

untuk memperkuat polimer thermosetting dan polimer thermoplastic.

Salah satu sumber mikrofibril serat alam yang potensial adalah serat tandan

kosong kelapa sawit (TKKS). Penelitian pembuatan serat ukuran mikro

(mikrofibril) dari serat tandan kosong kelapa sawit sudah dilakukan pada berbagai

komposisi Mikrofibril TKKS sampai didapatkan kombinasi terbaik untuk

PP-Mikrofibril TKKS yang dilihat dari hasil pengujian sifat fisik-mekanik prototipe

(24)

Untuk penelitian MFC TKKS ukuran dibawah mikro telah dilakukan oleh

Astari et al. (2011) dimana dengan 30 kali proses sirkulasi dalam disc refiner

dilanjutkan 60 menit dalam mesin ultrasonik dan ultraturrax ternyata belum

mampu memfibrilasi MFC TKKS menjadi ukuran nano baik pada pulp yang

sudah diputihkan maupun belum.

Komposit termoplastik dengan mikrofibril serat alam

Komposit termoplastik dapat diartikan sebagai komposit yang terbuat dari

kombinasi polimer termoplastik dengan beberapa bahan hayati yang bisa

berfungsi sebagai penguat maupun pengisi; salah satu komponennya bisa dalam

ukuran mikro misalnya bahan lignoselulosa dalam bentuk pulp (diameter sekitar

0,1-10 mikron) untuk menghasilkan kinerja yang sinergi dari komposit tersebut.

Penggunaan mikrofibril serat alam baik kayu maupun non kayu untuk

komposit termoplastik sudah banyak dilakukan. Komposit polimer termoplastik

dengan serat ukuran mikro (mikrofibril) maupun MFC dari serat tanaman non

kayu merupakan bidang yang masih cukup baru di Indonesia sehingga masih

sangat berpotensi untuk terus dilakukan penelitian. Salah satu sumber mikrofibril

serat alam non kayu yang potensial adalah mikrofibril serat tandan kosong kelapa

sawit.

Untuk jenis polimer termoplastik yang banyak dipakai dalam produk

komposit dengan penguat atau pengisi mikrofibril serat alam antara lain

polipropilena (PP), polietilena (PE), polivinil chlorida (PVC) dan polistirene (PS).

Produk komposit dengan polimer PP, PE dan PVC biasanya sangat umum dipakai

dalam bidang konstruksi, bangunan, furnitur dan produk otomotif (Panthapulakkal

et al., 2006).

Polimer sintetis seperti PE umumnya dalam bentuk high density polyethylene (HDPE) untuk aplikasi biomedik karena bila low density polyethylene (LDPE) tidak mampu menahan suhu sterilisasi. Sedangkan PP merupakan polimer kristalin isotaktik dengan kekuatan yang tinggi, ketahanan

kimia yang baik, kekuatan moderat dan keteguhan patah yang lebih tinggi dari

(25)

Menurut Sain et al., (2005) beberapa faktor seperti ukuran serat, komposisi kimia, kerapatan, ketebalan, jumlah dan tipe bonding agent akan mempengaruhi kekuatan komposit termoplastiknya. Peningkatan ratio panjang terhadap lebar

memiliki efek yang menguntungkan terhadap semua sifat mekanis yang diukur

namun berefek negatif terhadap sifat daya serap airnya (Migneault et al., 2009). Beberapa penelitian produk komposit khusus berbasis serat dari tanaman

kelapa sawit juga telah banyak dilakukan, diantaranya komposit plastik dari

campuran polipropilena (PP) dan serbuk batang sawit (Zaini et al., 1996). Hasilnya menunjukkan bahwa dengan bertambahnya serbuk sawit (50% wt/wt)

dalam komposit plastik akan meningkatkan kekuatan tarik, regangan dan kekuatan

pukulnya.

Begitupun kekuatan komposit plastik yang berasal dari selulosa serat tandan

kosong dan PP lebih baik dibanding komposit plastik terbuat dari PP dan serbuk

tandan kosong (Khalid et al., 2008). Namun, penelitian tersebut masih menggunakan serbuk dan selulosa yang kekuatannya lebih rendah daripada serat

ukuran mikro dan MFC. Pengenduran tegangan dari komposit hibrid kombinasi

serat TKKS-serat sisal-karet alam semakin berkurang dengan semakin

bertambahnya kandungan serat TKKS (Jacob et al., 2006).

Kuat tarik dari komposit serat TKKS-karet alam mencapai maksimum pada

serat dengan panjang 6 mm dan semakin berkurang seiring bertambah panjang

serat TKSS (Joseph et al., 2006). Menurut Shinoj et al. (2011) serat TKKS juga cukup bagus karakteristik mekanik pada produk kompositnya ketika digunakan

sebagai penguat dalam matriks polimer poliuretane (PU), poliester, termoplastik

PP dan PVC, polimer aromatis polistirene maupun polimer termoset seperti PF

dan epoksi. Komposit PP-serat TKKS memiliki kuat tarik yang bagus (36 MPa)

dan impact strength (38 J/m) pada MAPP 2% (Khalid et al., 2008).

Pemakaian serat ukuran mikro dari tandan kosong kelapa sawit sebagai

penguat dalam komposit dengan polimer polipropilena (PP) juga sudah dilakukan

oleh Gopar et al. (2010), PP-MFC sisal dan bambu oleh Subyakto et al., (2010). Karakteristik mekanis (flexural strength, flexural modulus, dan flexural strain)

dari biokomposit PP-MFC TKKS yang sudah didaur ulang semakin berkurang

(26)

Hasil penelitian Kusumaningrum et al. (2011) menunjukkan bahwa komposit polimer PVA yang diperkuat dengan MFC tandan kosong kelapa sawit

(TKKS) yang sudah diputihkan melalui perlakuan ultrasonik selama 60 menit

karakteristik terbaik dibandingkan komposit dengan perlakuan lain diantaranya

kuat tarik dan elongasi meningkat sebesar 73,18% dan 335,78% serta MOE

sebesar 38,27 N/mm2

Khitosan sebagai polimer alam

.

Khitosan adalah polimer alam dengan rantai panjang glukosamin yang

dihasilkan dari deasetilisasi khitin dan merupakan salah satu sumber biopolimer

yang ada di alam dengan jumlah terbesar kedua setelah selulosa.

Gambar 1. Struktur polipropilena (kiri) dan struktur selulosa, khitin serta khitosan (kanan) (Mia, 2007)

Khitosan merupakan produk hasil perikanan yang bisa diperoleh dari

(27)

molekulnya tertentu, dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, dan

daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai fleksibilitas rantai khitosan.

Penggabungannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di

luar rantai, menghasilkan suatu molekul resisten yang tahan terhadap stres

mekanik dan kemampuan mengembangnya bertambah (Suptijah et al., 1992). Menurut Windsor dan Barlow (1981) khitosan mampu mengikat air dan

minyak karena mempunyai gugus polar dan non polar. Sifat fleksibel dari

khitosan menjadikannya mampu membentuk konfirmasi yang kompak dan

memanjang seperti umumnya jenis polisakarida lainnya yang berbentuk

memanjang sehingga membantu daya gunanya dalam berbagai produk (Angka et al., 2000).

Menurut Kaban (2009) khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam

air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3PO4, dan tidak

larut dalam H2SO4

Mohanty et al. (2000) mengatakan bahwa khitosan potensial sebagai pengisi atau penguat dalam komposit polimer seperti beberapa jenis serat alam seperti

hemp, sisal dan pisang.

. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan

bersifat polielektrolitik. Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi

dengan zat-zat organik lainnya seperti protein dan lemak. Oleh karena itu,

khitosan banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan serta industri

farmasi, kesehatan dan sebagainya seperti terlihat dalam Gambar 2.

Hasil penelitian Husseinsyah et al. (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase pengisi (filler) khitosan dengan modifikasi kimia memakai asam acrilic dalam matriks polimer PP ternyata mengurangi kuat tarik dan elongasi

kompositnya namun meningkatkan nilai Young’s modulus serta memperbaiki adhesi dan interaksi interfacial antara khitosan dengan matriks PP.

Untuk ekstrasi khitin dari limbah cangkang udang rendemennya sebesar 20

persen, sedangkan rendemen khitosan dari khitin yang diperoleh adalah sekitar 80

persen. Maka dari itu, dengan mengekstrak limbah cangkang udang dengan

mengacu pada kapasitas produksi terpasang udang nasional sekitar 500.000 ton

per tahun dari seluruh unit pengolahan udang yang tersebar di Indonesia yang

(28)

akan diperoleh khitin sekitar 65.000 ton per tahun yang apabila diproses lagi akan

diperoleh khitosan sekitar 52.000 ton per tahun (Prasetiyo et al., 2005).

Gambar 2. Reaksi-reaksi modifikasi kimia dari khitosan menghasilkan turunan khitosan (Kaban, 2009)

Cukup banyak penelitian yang dilakukan untuk memanfaatkan khitosan baik

di Indonesia maupun di negara lain. Di Indonesia pernah dilakukan penelitian

untuk pemanfaatan khitosan sebagai anti rayap dan jamur. Penelitian lain adalah

pemanfaatan khitosan sebagai biopolimer untuk uji anti rayap (Tarmadi et al., 2006), khitosan-platisizer sebagai penguat edible film (Prasetiyo et al., 2009).

Di negara lain penelitian pemanfaatan khitosan antara lain untuk

meningkatkan decay resistance dari wood polymer composite dengan modifikasi

chitosan copper complex (CCC) (Duan et al., 2003), khitosan yang dimodifikasi dengan logam menjadi chitosan metal complex (CMC) yang memiliki kemampuan sebagai katalis untuk sintesis organik, obat-obatan, serat antimikroba

dan hidrometalurgi (Hu et al., 2000; Jiang, 2001).

Khitosan juga dimodifikasi untuk bahan pengawet yang ramah lingkungan

(29)

efektif melindungi kayu dari serangan jamur perusak dan rayap (Kobayashi et al. 1995a, 1995b; Sun 2000; Furukawa et al. 2002).

Menurut Shelma et al (2008) bahwa kuat tarik dari film khitosan untuk penutup luka meningkat secara signifikan seiring semakin banyaknya serat khitin

yang berukuran nano namun tidak terlalu berpengaruh terhadap permeabilitas

nanokompositnya. Penambahan chitosan copper complex (CCC) pada WPC tidak berpengaruh signifikan terhadap kerapatan WPC bahkan kuat tarik menurun

seiring meningkatkanya konsentrasi CCC dalam WPC (Duan et al., 2003).

Menurut Kampeerapappun et al. (2006) kuat tarik dari film komposit dapat diperbaiki dengan menambahkan khitosan dan monmorillonit (MMT). Film dari

PP yang diradiasi dengan corona discharge kemudian dicelupkan dalam larutan 1% khitosan sampai beberapa lapisan mampu berfungsi sebagai antimikroba yang

baik sehingga potensial untuk bahan pengemas (Elsabee et al., 2007).

Khitosan merupakan biopolimer yang biodegradabel di lingkungan alam.

Hal tersebut menjadikan khitosan potensial sebagai bio-filler dalam komposit untuk menggantikan beberapa material konstruksi, furnitur dan beberapa produk

plastik untuk aplikasi industri masa depan (Espert et al., 2003).

Dari hasil penelusuran literatur pendukung, belum ditemukan pemanfaatan

polimer polisakarida khitosan untuk substitusi polimer PP dalam komposit

termoplastik yang umumnya masih dominan memakai polimer termoplastik

sintetis berbasis minyak bumi seperti PP yang tidak terbarukan.

Melihat kemampuan dan karakteristik dari polimer khitosan yang selama ini

umum dipakai dalam bentuk film komposit atau campuran untuk aplikasi farmasi,

obat-obatan, kosmetik, pengawet, emulsifier dan sebagainya akan sangat memungkinkan untuk melakukan penelitian penggunaan bahan berbasis polimer

polisakarida hewani yaitu khitosan.

Khitosan dari cangkang udang ditujukan untuk substitusi polimer sintetis PP

berbasis minyak bumi yang tidak terbarukan maupun sebagai alternatif polimer

alam atau bahan pengisi yang umumnya berbasis serat tanaman dalam produk

(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2012. Penelitian dilakukan

dalam tiga tahap yaitu: Tahap 1. Pembuatan polimer khitosan dilakukan di UPT

Balai Litbang Biomaterial LIPI Cibinong-Bogor; Tahap 2. Pembuatan mikrofibril

tandan kosong kelapa sawit juga dilakukan di UPT Balai Litbang Biomaterial

LIPI Cibinong-Bogor; dan Tahap 3. Pembuatan komposit termoplastik di

Laboratorium Uji Polimer Puslit FISIKA LIPI Bandung.

Karakterisasi morfologi mikrofibril tandan kosong kelapa sawit dan khitosan

dengan SEM dilakukan di Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu

Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Uji FTIR

dilakukan di Laboratorium Biofarmaka IPB Bogor. Pembuatan komposit

termoplastik polipropilena-mikrofibril tandan kosong kelapa sawit dengan

polimer khitosan dilakukan di Laboratorium Uji Polimer Puslit Fisika-LIPI

Bandung. Pengujian fisis dan mekanis dilakukan di UPT Balai Litbang

Biomaterial LIPI Cibinong, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat (fiber bundle) TKKS dari pabrik pengolahan serat TKKS di Cibadak Sukabumi, khitosan

industrial grade dalam tiga variasi bentuk dan ukuran: (a) potongan film khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh (b) serbuk khitosan ukuran 20 mesh sampai 40

mesh yang diproses di UPT Balai Litbang Biomaterial-LIPI dan (c) bentuk

serpihan ukuran 10 mesh produksi PT. Biotech Surindo Cirebon; polipropilena

(PP) homopolimer tipe HI10HO dari PT. Tri Polyta Indonesia Cilegon, Banten,

maleic anhydride polypropylene (MAPP) UMEX 1001 LotNo. GI8070244 dari SANYO Chemical Industries Kyoto Japan, natrium hidroksida (NaOH), asam

(31)

A B

Gambar 3. Tandan kosong kelapa sawit (A) dan serat TKKS (B)

Tabel 1. Karakteristik PP Homopolimer Tipe HI10HO

Karakteristik Fisis ASTM Test

HI10HO

Metric Units

Melt Flow Rate (MFR) (230°C/2.16 kg) D1238 10 g/10 min

Density D792 0.903 g/cm³

Tensile yield strength at 50 mm/min D638 346 kg/cm²

Tensile yield elongation D638 13%

Flexural modulus (1% secant) at 1.3

mm/min D790A 13050 kg/cm²

Notched Izod impact strength at 23°C D256 3.6 kg-cm/cm

Hardness, Rockwell D785 R100

Deflection temperature at 0.455 MPa (4.64

kg/cm²) D648 104°C

Vicat softening temperature D1525B 152°C

Melting temperature DSC, 10 C/min, 2nd

heat D3418 163°C

Sumber: PT. Tri Polyta Indonesia (2011)

(32)

panas, cetakan komposit, FTIR, Scanning Electron Microscope (SEM) JSM 6360 LA – 20 kV dan Universal Testing Machine (UTM).

A B

Gambar 4. Alat laboplastomill (A) dan kempa panas (B)

Persiapan Bahan, Pembuatan dan Pengujian Komposit Termoplastik

Tahap 1. Pembuatan polimer khitosan

Proses pembuatan polimer khitosan mengacu pada metode yang

dikembangkan oleh Suptijah et al. (1992) yang mengatakan bahwa pada cangkang udang mengandung zat khitin sekitar 99,1 persen. Jika diproses lebih lanjut

dengan melalui beberapa tahap, akan dihasilkan khitosan, yaitu:

Cangkang udang dicuci dengan air mengalir, dikeringkan di bawah sinar

matahari sampai kering, lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh.

Kemudian dicampur asam klorida 1,25 N dengan perbandingan 10 : 1 untuk

pelarut dibanding cangkang udang, lalu dipanaskan pada suhu 90°C selama satu

jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan selanjutnya

dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 24 jam. a. Proses demineralisasi

Cangkang udang yang telah dimineralisasi kemudian dicampur dengan larutan

NaOH 3,5% dengan perbandingan antara pelarut dan residu hasil dimineralisasi 6

: 1. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Larutan lalu disaring

dan didinginkan sehingga diperoleh residu padatan yang kemudian dicuci dengan

(33)

Khitosan dibuat dengan menambahkan sodium NaOH 50% dengan

perbandingan 20 : 1 (pelarut dibanding khitin), lalu dipanaskan selama 90 menit

dengan suhu 140°C. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa

padatan, lalu dilakukan pencucian dengan air sampai pH netral, kemudian

dikeringkan dengan oven suhu 70°C selama 24 jam. c. Proses deasetilisasi khitin menjadi khitosan

Gambar 5. Sumber bahan baku untuk khitosan

Tahap 2. Pembuatan mikrofibril tandan kosong kelapa sawit

Pembuatan pulp dari serat tandan kosong kelapa sawit

Pembuatan pulp dari serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS)

menggunakan proses pulping soda dingin yang mengacu pada penelitian Gopar et al. (2010) dimana serat (fiber bundle) TKKS dipotong-potong sepanjang sekitar 2 - 3 cm menggunakan mesin ring flaker. Serat direndam dalam larutan NaOH 4% pada ratio (1 : 5) selama 24 jam. Setelah itu, serat TKKS dipisahkan dari cairan

perendamnya, dan serat dicuci sampai bersih atau sampai pH netral. Selanjutnya

serat digiling pada mesin beater hollander selama 1,5 jam sehingga menjadi pulp.

Pembuatan mikrofibril dari pulp serat tandan kosong kelapa sawit

Pembuatan mikrofibril dari pulp TKKS dilakukan dengan menggunakan

mesin disc refiner. Proses merujuk dari hasil penelitian Gopar et al. (2010) dimana pulp TKKS diencerkan dengan air pada perbandingan 1 : 60 kemudian

(34)

apakah serat sudah berukuran mikro (diameter diatas 100 nm atau 0,1 mikron

sampai 20 mikron).

Tahap 3. Pembuatan komposit

Pembuatan komposit termoplastik polipropilena-mikrofibril tandan kosong

kelapa sawit dengan polimer khitosan untuk substitusi PP

Proses pembuatan komposit termoplastik dengan matriks PP dilakukan

dengan “metode kering” yang mengacu dari hasil penelitian Subyakto et al.

(2010). Pulp dari mikrofibril TKKS dibuat menjadi lembaran kertas cukup tipis

dengan tebal 0,20-0,30 mm memakai alat penyaring kain kasa ukuran 40 mesh

dan dikeringkan, yang kemudian disobek menjadi ukuran kecil. Mikrofibril TKKS

kemudian dicampur dengan PP pada perbandingan 50 : 45 (%) yang ditambahkan

MAPP 5% sebagai coupling agent yang merujuk pada hasil penelitian Gopar et al., (2010) dari total berat komposit untuk diproses dalam mesin kneader/mixer (laboplastomill).

Substitusi PP dengan khitosan divariasikan pada komposisi khitosan : PP

(%) = 0 : 100, 10 : 90, 20 : 80, 30 : 70 dan 40 : 60 dari jumlah 45% keseluruhan

PP dalam komposit termoplastik.

(35)

Cangkang Udang

Demineralisasi :

- cangkang udang 40 - 60 mesh - cangkang udang : HCl 1,25 N = 10:1

- 90oC, 1 jam

- cuci sampai pH netral - oven 80oC, 24 jam - bilas sampai pH netral -beater hollander1,5 jam

Deproteinasi :

- hasil demineralisasi : NaOH 3,5% = 1 : 6

- 90oC, 1 jam

- cuci sampai pH netral - oven 80oC, 24 jam

- dihasilkan khitin

Deasetilisasi :

- khitin : NaOH 50% = 1 : 20 - 140oC, 90 menit

- cuci sampai pH netral - oven 70oC, 24 jam -kneader laboplastomill(180oC,

60 rpm, 20 menit)

Tahap 1. Pembuatan khitosan Tahap 2. Pembuatan mikrofibril TKKS

Tahap 3. Pembuatan komposit

Gambar 7. Diagram alir penelitian

Untuk variasi komposisi bahan komposit termoplastik secara keseluruhan

ditampilkan dalam Tabel 2,3 dan 4. dibawah ini.

Tabel 2. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan potongan film khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh yang diproses di UPT Balai Litbang

(36)

Tabel 3. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan serbuk khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh yang diproses di UPT Balai Litbang

Biomaterial-LIPI.

Tabel 4. Variasi komposisi bahan komposit termoplastik menggunakan khitosan bentuk serpihan ukuran 10 mesh produksi PT. Biotech Surindo Cirebon:

Kode

Variasi komposisi bahan komposit termoplastik dalam tabel diatas

merupakan hasil pengembangan dari penelitian sebelumnya. Setiap komposisi

diproses dengan alat kneader/mixer (laboplastomill) pada suhu 180o C, 60 rpm selama 20 menit. Setelah itu dibuat lembaran contoh uji komposit ukuran panjang

x lebar x tebal = 11 x 11 x 0,2 cm menggunakan mesin kempa panas (hot press) pada suhu 180ºC, tekanan 1 MPa selama 30 detik dilanjutkan kempa dingin 10

(37)

target kerapatan 1 g/cm3. Sebagai pembanding maka dibuat komposit tanpa

memakai polimer khitosan (PP : MAPP : Mikrofibril TKKS (g) = 90 : 10 : 100).

Gambar 8. Material hasil proses pencampuran dengan memakai alat

laboplastomill

Pengujian produk komposit termoplastik

Setelah melewati masa pengkondisian untuk pengujian selama 7 hari,

selanjutnya produk komposit yang telah dibuat siap untuk diuji. Contoh uji dibuat

dengan merujuk pada standar ASTM D 638 untuk uji kekuatan tarik (tensile strength) dan ASTM D 790 untuk uji flexural strength dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Pengujian terhadap morfologi komposit dilakukan dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui ikatan yang terbentuk antar gugus

kimia dari bahan dalam komposit dan SEM untuk mengetahui secara fisik apakah

khitosan tercampur dengan baik serta mengetahui tingkat homogenitas campuran.

Untuk sifat fisis komposit diukur besaran kerapatan, pengembangan tebal dan

(38)

Gambar 9. Proses pengujian sampel komposit termoplastik

Analisis Data

Analisis dilakukan terhadap data yang diperoleh dari hasil pengujian

sampel. Hal lain yang yang dianalisis yaitu pengaruh dari variasi komposisi

polimer khitosan terhadap nilai fisis dan mekanis komposit seperti tensile dan

flexural strength. Pengaruh bentuk dan ukuran polimer khitosan terhadap karakteristik mekanik dan morfologi komposit berkaitan dengan homogenitas dari

bahan komposit.

Dari hasil analisis terhadap data yang dihasilkan tersebut, akan didapatkan

informasi tentang berapa persentase terbaik dari polimer khitosan sebagai

substitusi polimer PP dalam komposit termoplastik PP-mikrofibril TKKS serta

pengaruh perbedaan ukuran fisik dari polimer khitosan terhadap homogenitas

komposit berkaitan dengan sifat fisis-mekanis dan morfologi komposit

termoplastik.

Sesuai dengan hipotesis yang dikembangkan maka model analisisnya

menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan model sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ε

Keterangan:

ijk

Yijk

µ : nilai rata-rata umum

(39)

Ai

B

: pengaruh dari taraf ke-i faktor ukuran polimer khitosan

j

(AB)

: pengaruh dari taraf ke-j faktor konsentrasi polimer khitosan

ij

ε

: pengaruh dari interaksi antara taraf ke-i faktor ukuran polimer khitosan, taraf ke-j faktor konsentrasi polimer khitosan terhadap sifat fisis-mekanis dan morfologi komposit termoplastik

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisis

Tampilan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS dengan khitosan

untuk substitusi PP disajikan dalam Gambar 10. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya (light microscope) pembesaran 50 kali.

Kontrol A

B C

Gambar 10. Perbandingan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B), dan

khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C).

Secara fisik semua material penyusun komposit termoplastik sudah

tercampur pada saat proses mixing dalam laboplastomill. Namun hasil dari pencitraan dengan mikroskop cahaya pada komposit kontrol dan komposit dengan

khitosan masih terlihat mikrofibril TKKS (ditunjukkan oleh tanda →) yang belum

tercampur sempurna. Hasil pencitraan pada komposit A masih memperlihatkan

titik putih serbuk khitosan (ditunjukkan oleh tanda ↓) yang belum terdekomposisi

(41)

terdegradasi selama proses pencampuran dalam laboplastomill (ditunjukkan oleh tanda ↑). Adapun pada permukaan komposit B juga masih terlihat serpihan

khitosan (ditunjukkan oleh tanda ←) yang belum terdekomposisi sempurna.

Masih terlihatnya mikrofibril TKKS pada permukaan komposit seperti

pada Gambar 10 merupakan hal yang memungkinkan mengingat serat TKKS yang digunakan adalah serat TKKS berukuran mikro dengan diameter berkisar 10

mikrometer sampai 20 mikrometer seperti tampak pada Gambar 11.

A B

C D

Gambar 11. Citra SEM serat pulp TKKS (A dan B) dan mikrofibril TKSS dalam bentuk lembaran kertas kecil (C dan D)

Fenomena masih adanya serbuk, serpih dan film khitosan pada komposit

terkait dengan suhu dekomposisi hasil uji thermogravimetric analysis (TGA) pada khitosan bentuk serbuk dan serpih yang ternyata lebih tinggi sekitar 270o C - 320o

C (ditunjukkan oleh Gambar 12) serta film khitosan sekitar 200o C - 320o C daripada suhu kempa panas yang dipakai yaitu 180o C. Maka dengan suhu kempa

(42)

khitosan sehingga akan mengurangi tingkat homogenitas campuran dalam

komposit.

Gambar 12. Hasil uji TGA untuk serbuk khitosan 20-40 mesh (atas), serpihan khitosan 10 mesh (tengah) dan film khitosan 6-8 mesh (bawah).

270o C

200o C

320o C 320o C 270o C

(43)

Pengaruh suhu kempa panas yang rendah yaitu 180o C ternyata belum

mampu membuat khitosan terdekomposisi secara sempurna. Khitosan baru mulai

terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi yaitu 270o C dan sempurna pada suhu

berkisar 320o

Kemudahan antar bahan penyusun komposit dengan matriks polimer untuk

bercampur akan mempengaruhi tingkat homogenitas campuran. Homogenitas

campuran akan berpengaruh terhadap tingkat kerapatan komposit. Komposit

PP-mikrofibril TKKS dengan khitosan sebagai substitusi PP memiliki rata-rata

kerapatan diatas kerapatan target 1 g/cm

C (ditunjukkan oleh tanda ↑) sesuai hasil uji TGA dalam Gambar 12. Menurut Kaban (2009), bahwa pada saat pemanasan, khitosan cenderung untuk mengalami dekomposisi daripada meleleh. Belum terjadinya dekomposisi

dari khitosan akibat rendahnya suhu kempa panas yang dipakai membuat masih

relatif utuh bentuk dari khitosan yang bisa dilihat dari kompositnya melalui

mikroskop. Bentuk khitosan serbuk, serpih dan film masih terlihat jelas di dalam

maupun permukaan komposit termoplastik.

3

dan kerapatan komposit kontrol sebesar

1,06 g/cm3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram kerapatan komposit termoplastik

Pada semua komposit dengan variasi ukuran khitosan yang digunakan

(44)

meningkatnya persentase khitosan terhadap PP dari 10% sampai 40% (Gambar 13).

Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, ternyata hanya

perlakuan variasi konsentrasi yang menpengaruhi kerapatan komposit sedangkan

perlakuan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran

1). Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa

pada konsentrasi khitosan 30% dan 40% memberikan pengaruh yang sama

terhadap kerapatan komposit namun berbeda dengan konsentrasi 0%, 10% dan

20%. Konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10% dan 20% juga memberikan pengaruh

yang sama pada kerapatan komposit.

Dalam pembuatan komposit, berat total bahan yaitu mikrofibril TKKS,

khitosan, PP dan MAPP yang dipakai adalah sama untuk setiap papan. Adanya

kenaikan kerapatan komposit disebabkan perbedaan nilai kadar air diantara bahan

penyusun komposit. Perbedaan kadar air masing-masing bahan tersebut

berpengaruh terhadap jumlah bahan yang akan dicampurkan. Hal tersebut

menjadikan khususnya pada berat khitosan akan menjadi lebih banyak dengan

semakin besarnya persentase. Ini membuat keseluruhan bahan menjadi lebih berat

padahal volume keseluruhan bahan tetap sehingga mengakibatkan semakin

tingginya kerapatan komposit seiring naiknya persentase khitosan.

Meskipun kerapatan komposit yang dihasilkan pada penelitian ini melebihi

target, tetapi dalam analisis lebih lanjut, pengaruh kerapatan komposit dikoreksi

dengan menggunakan data kerapatan masing-masing komposit sesuai sifat yang

diuji. Dengan demikian nilai sifat fisis dan mekanis komposit dianalisis pada

kerapatan yang sama yaitu 1,0 g/cm3

Hasil pengujian pengembangan tebal setelah direndam dalam air selama

24 jam disajikan dalam Gambar 14. Komposit dengan khitosan 10 mesh memiliki nilai pengembangan tebal (PT) berkisar 0,44% sampai 1,40%. Komposit

dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh nilai PT rata-rata 0,44% sampai 2,23%.

Adapun pada komposit dengan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh sekitar 0,29%

sampai 2,20%. Rata-rata nilai PT dari komposit pada semua variasi ukuran dan

(45)

kecuali pada konsentrasi khitosan 10% dengan ukuran khitosan 3 mm sampai 4

mm.

Pengembangan tebal komposit yang masih di atas kontrol tersebut

menunjukkan bahwa khitosan yang ditambahkan untuk substitusi PP belum

mampu dalam menahan laju penyerapan air. Menurut Suptijah et al. (1992) bahwa penggabungan khitosan dengan bahan lain akan meningkatkan kemampuan

mengembangnya. Sifat khitosan yang mudah mengembang akan membuatnya

relatif cepat menyerap air. Sehingga dengan semakin tinggi konsentrasi khitosan

pada komposit mengakibatkan daya serap air relatif semakin tinggi.

Gambar 14. Histogram pengembangan tebal komposit termoplastik

Menurut Sekino et al. (1999), alasan dari ketidakstabilan dimensi suatu komposit adalah adanya perubahan bentuk partikel karena penekanan, yang terjadi

secara temporer selama pengempaan dan akan kembali ke bentuk awal ketika

partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme pengembangan tebal

komposit lebih kompleks, karena dalam komposit, sebetulnya partikel diharapkan

berikatan dengan matriks, yang dapat mencegah terjadinya pengembangan tebal.

(46)

thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan ikatan matriksnya.

Berdasarkan analisis ragam, yang mempengaruhi besaran pengembangan

tebal hanya perbedaan konsentrasi khitosan sedangkan ukuran khitosan maupun

interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 3).

Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 4) menunjukkan

bahwa konsentrasi khitosan 40% bisa memberikan pengaruh yang berbeda nyata

terhadap kerapatan komposit dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30%. Untuk

konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10%, 20% dan 30% juga memberikan pengaruh

yang sama pada kerapatan komposit.

Daya serap air dari komposit yang cukup tinggi tersebut terkait dengan

material penyusun komposit yang didominasi oleh material yang mengandung

gugus hidroksil. Material penyusun seperti mikrofibril TKKS dan khitosan

memiliki sisi hidrofilik dengan adanya gugus hidroksil yang mudah menyerap air

sehingga mempengaruhi pengembangan tebal komposit.

Menurut Islam et al. (2010), penggunaan serat alam dan bahan pengisi dalam komposit sangat mempengaruhi daya serap dan pengembangan tebal

komposit terkait dengan adanya void pada serat alam. Hal ini menunjukkan bahwa

penyerapan air berlangsung terutama pada bagian mikrovoid/celah antara matriks

dengan serat alam.

Hasil pengukuran daya serap air (water absorption) disajikan dalam

Gambar 15. Daya serap air dari komposit perlu dilihat karena bahan penyusun komposit sebagian besar masih mengandung bahan yang bersifat hidrofilik

sehingga mudah menyerap air meskipun diikat dengan matriks polimer PP.

Komposit dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh memiliki daya serap

air berkisar 1,03% sampai 2,95% relatif lebih rendah dibanding yang 10 mesh

sekitar 1,45% sampai 3,36% dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh sebesar 1,67%

sampai 2,98%.

Permasalahan yang berpengaruh terhadap pengembangan tebal dan daya

serap air dari serat tanaman yang dipakai sebagai bahan komposit termoplastik

adalah karakter polar yang tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya

(47)

yang mudah mengembang juga mengakibatkan meningkatnya daya serap air

komposit.

Gambar 15. Histogram daya serap air komposit termoplastik

Secara statistik berdasarkan analisis ragam ternyata yang berpengaruh

terhadap daya serap air dari komposit hanya faktor konsentrasi khitosan atas PP

sedangkan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran

5).

Semakin besar konsentrasi khitosan yang ditambahkan akan memperbesar

daya serap air komposit pada semua variasi ukuran khitosan seperti terlihat dalam

Gambar 15. Pada konsentrasi khitosan 10% dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh dan 10 mesh memiliki nilai daya serap air lebih rendah dibanding

daya serap air komposit kontrol 0% sebesar 1,59%.

Hasil uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 6)

memperlihatkan fenomena yang sama antara daya serap air dengan kerapatan

komposit dimana pada konsentrasi khitosan 30% dan 40% memberikan pengaruh

(48)

0%, 10% dan 20%. Untuk konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10% dan 20% juga

memberikan pengaruh yang sama pada daya serap air komposit.

Menurut Yang et. al (2006), peningkatan beban serat/jumlah serat dibandingkan matriks polimer sintetis dalam komposit akan meningkatkan jumlah

gugus hidroksil yang pada gilirannya akan meningkatkan penyerapan air dari

komposit. Pengurangan jumlah polimer sintetis dalam komposit berpenguat serat

alam dengan pengisi bahan organik lain bisa meningkatkan daya serap komposit

(Ashori et al., 2009).

Namun dalam penelitian Spagnol et al. (2012) untuk komposit dari nanofibril selulosa dengan khitosan yang dicangkok dengan poli asam akrilat

mampu memperbaiki kapasitas penyerapan air dan waktu menuju kadar

kesetimbangan. Sehingga dalam penambahan bahan ke dalam komposit untuk

substitusi polimer sintetis PP perlu dicari persentase optimum yang relatif mampu

mengurangi daya serap terhadap air/kelembaban. Dalam penelitian ini ternyata

pada konsentrasi khitosan 10% atas PP relatif mampu mengurangi daya serap

komposit terhadap air dibanding kontrol.

Karakteristik Morfologi

Hasil analisa foto Scanning Electron Microscope (SEM) pada sisi permukaan bekas patahan uji flexural strength digunakan untuk mengetahui lebih dalam tentang homogenitas campuran dari komposit seperti yang tertera dalam

Gambar 16. Citra SEM sudah memperlihatkan adanya penutupan/isolasi mikrofibril TKKS oleh matriks polimer PP yang relatif merata. Terkait dengan

tingginya suhu dekomposisi khitosan yaitu diatas 200o C dan 270o C - 320o C

mengakibatkan masih utuh bentuk khitosan sehingga tidak tercampur dengan

(49)

Kontrol A

B C

Gambar 16. Perbandingan citra SEM permukaan patahan sampel uji flexural strength/bagian dalam antara komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B), dan khitosan 6

mesh sampai 8 mesh (C).

Pada citra SEM dalam gambar A menunjukkan adanya penutupan

mikrofibril TKKS oleh matriks PP. Citra retak pada permukaan SEM A, B dan C

memperlihatkan bahwa khitosan masih terpisah atau bercampur sempurna dengan

matriks PP yang meunjukkan lemahnya adanya ikatan permukaan (interfacial bonding) antara khitosan dan matriks PP. Hal tersebut berhubungan dengan adanya perbedaan suhu dekomposisi antara khitosan dengan PP. Suhu

dekomposisi PP homopolimer lebih rendah yaitu 170o C dibandingkan khitosan

sekitar 270o C. Adapun suhu kempa panas dalam proses pencampuran bahan dan

pembuatan komposit adalah 180o C sehingga PP akan meleleh/terdekomposisi

terlebih dahulu bercampur dengan mikrofibril TKKS sedangkan khitosan belum

terdekomposisi sehingga tidak tercampur sempurna. Matriks PP

Matriks PP

Mikrofibril TKKS

Matriks PP Mikrofibril

TKKS

(50)

Dalam citra SEM juga terlihat ada celah antara matriks PP dengan

mikrofibril TKKS maupun khitosan yang menandakan interfacial bonding yang belum kuat antar material penyusun komposit.

Dalam pengamatan citra SEM juga dijumpai adanya sedikit aglomerasi

(penggumpalan) di beberapa titik atau bidang dari komposit. Aglomerasi

mengakibatkan bentuk khitosan masih utuh di bidang tertentu dan terpisah dengan

matriks PP. Terjadinya aglomerasi tersebut akibat perbedaan suhu dekomposisi

antara bahan penyusun khususnya khitosan yang lebih tinggi dibandingkan

matriks PP, mikrofibril TKKS dan suhu kempa panas yang dipakai. Perbedaan

suhu dekomposisi menyebabkan proses pencampuran antar bahan tidak sempurna

sehingga masih ada material yang menggumpal di beberapa bidang.

Hasil spektra FTIR dari komposit termoplastik dapat digunakan untuk

identifikasi struktur senyawa dan ikatan interfase antara gugus-gugus fungsi

material penyusun komposit berdasarkan kombinasi pita serapan (energi fibrasi)

seperti dalam Gambar 17. Material penyusun komposit sebagian besar didominasi oleh mikrofibril TKKS yang banyak memiliki struktur selulosa dan

matriks polimer PP yang disubstitusi dengan polimer khitosan.

Menurut Bangyekan et al. (2006) secara struktural, khitosan mirip dengan selulosa tetapi berisi gugus NH2

Hasil uji FTIR dari komposit termoplastik dengan matriks PP dan

mikrofibril selulosa dengan penambahan polimer khitosan memunculkan beberapa

ikatan interfase pada gugus fungsi melalui pita serapan di bilangan gelombang

2130 cm

pada posisi gugus hidroksil C-2. Sehingga

memungkinkan bila ditemukan pita serapan gelombang pada spektra FTIR yang

mirip antara komposit kontrol dengan komposit yang diberi tambahan polimer

khitosan.

-1

(C=C), regangan gugus amin (N-H) pada gelombang 1638 cm-1 yang

menunjukkan kehadiran khitosan dan gugus aromatik (C-H) pada gelombang

2922 cm-1

Dalam spektra FTIR juga ditemukan regangan C-N pada gelombang 1460

cm

.

-1

dan regangan gugus hidroksil (OH-) pada gelombang 3425 cm-1 yang

(51)

gugus polar dari polimer PP. Untuk gugus aril (C-C) ditemukan pada gelombang

1510 cm-1 dan vibrasi cincin lignin guaiasil (C-O) pada gelombang 1114 cm-1.

Gambar 17. Spektra FTIR dari komposit kontrol (11 VII 12) dan komposit dengan penambahan polimer khitosan pada variasi ukuran khitosan 20-40 mesh

(13 VII 12), 10 mesh (14 VII 12) serta 6-8 mesh (12 VII

12)

Munculnya pita serapan dalam besaran gelombang yang tersebut diatas

merupakan hal yang cukup banyak ditemukan pada komposit yang menggunakan

bahan selulosa serat alam, matriks PP dan khitosan. Beberapa penelitian tersebut

antara lain yang dilakukan oleh Almeida et al. (2010) yang menunjukkan bahwa komposit film khitosan dengan selulosa sisal memiliki pita serapan gelombang

dari gugus amino di area 3400-3500 cm-1 yang ditutupi juga oleh pita serapan

gugus –OH, regangan gugus C-H pada gelombang 2929 cm-1 dan 2888-2860 cm-1

serta pita gelombang 1660 cm-1 (C=O) untuk amida I dan 1631 cm-1 (N-H) untuk

amida II sebagai indikasi hadirnya polimer khitosan.

Gambar

Gambar 3. Tandan kosong kelapa sawit (A) dan serat TKKS (B)
Gambar 7. Diagram alir penelitian
Gambar 8. Material hasil proses pencampuran dengan memakai alat
Gambar 10. Perbandingan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol,
+7

Referensi

Dokumen terkait

to the reference signals, the CC-VSI operates as a shunt active power filter (APF) and automatically provides the harmonic, reactive, negative- and zero- sequence currents for

alumina dengan ukuran butir besar agar tidak terjadi pertumbuhan butir yang tidak.. terkendali yang dapat menurunkan kekuatan

terhadap personal involvement inventory adalah 0,43. Nilai positif menunjukkan bahwa semakin besar motif menonton iklan maka penonton akan semakin merasa terlibat di dalam

Pengujian kekerasan ( Hardness ) untuk pengaruh penambahan glass bead (5 dan 10) %wt pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering dilakukan dengan

2011 Analisa Sifat Fisik, Sifat Mekanik, Struktur produk Proses indirect Pressureless Sintering Berbahan Serbuk Ni dan Sifat Termal Berbahan Serbuk Cu Dengan

Hasil lain yang didapatkan, algoritma ini, seperti pada algoritma Sutherland Hodgeman, hanya dapat bekerja pada klip poligon yang berupa rectangle window dan tidak dapat

Dari aspek historis perkenalan mereka terhadap situs jejaring sosial dan pemanfaatan si- tus jejaring sosial tersebut dikaitkan dengan pengembangan konsep dan identitas diri,

contoh, citra warna dapat dibagi atau dikelompokkan sesuai dengan nilai intensitas dari... Namun, segmentasi ini terkadang dapat mengarah kepada