• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tamil Cultural Centre (Arsitektur Simbiosis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tamil Cultural Centre (Arsitektur Simbiosis)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

TAMIL CULTURAL CENTRE

ARSITEKTUR SIMBIOSIS

LAPORAN PERANCANGAN

TKA - 490 - STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2009/2010

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

ANDI FABRORI SIHOMBING

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010

(2)

(ARSITEKTUR SIMBIOSIS)

O

L

E

H

ANDI FABRORI SIHOMBING

05 0406 077

Medan, 27 Desember 2010

Disetujui oleh,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Morida Siagian, MURP

Hajar Suwantoro, ST, MT

(NIP: 196008021986012004)

(NIP: 197902032005011001)

(Ketua Departemen Arsitektur FT- USU)

Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho,MT

(3)

( SHP2A )

Nama

: Andi Fabrori Sihombing

NIM

: 050406077

Judul Proyek Akhir

: Tamil Cultural Centre

Tema Proyek Akhir

: Arsitektur Simbiosis

Rekapitulasi Nilai

:

Nilai akhir

A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :

No Status

Waktu

Pengumpulan

Laporan

Paraf

Pembimbing

I

Paraf

Pembimbing

II

Koordinator

TKA-490

1

LULUS

LANGSUNG

2

LULUS

MELENGKAPI

3

PERBAIKAN

TANPA SIDANG

4

PERBAIKAN

DENGAN

SIDANG

5

TIDAK LULUS

Medan, 27 Desember 2010

Ketua Departemen Arsitektur

Koordinator TGA - 490

IR. DWI LINDARTO H, MT

IR. DWI LINDARTO H, MT

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan seluruh proses Tugas Akhir ini dengan baik, sebagai salah satu syarat yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Proses panjang yang penuh dengan suka dan duka ini tidak bisa dilalui tanpa dukungan doa, semangat dan perhatian tiada henti dari kedua orang tua saya, dan adik saya Eva untuk setiap motivasi dan bimbingan yang sangat berguna bagi saya dalam menyelesaikan proyek Tugas Akhir ini.

Saya juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

• Ibu Ir. Morida Siagian, MURP. Sebagai Dosen Pembimbing I atas segala waktu dan bimbingannya yang sangat berarti dan selalu memberikan wawasan dan pandangan pada saya,

• Bapak Hajar Suwantoro, ST, MT. Sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang membuat saya selalu termotivasi untuk mengerjakan Tugas Akhir ini,

• Bapak Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT selaku Ketua Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

• Para Staf Tata Usaha yang turut serta membantu dan membimbing saya dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini,

• Kepada Agnes Marida, SE. Atas segala dukungan, bimbingan, cobaan, rintangan dan doa yang telah diberikan kepada saya. Juga buat waktu yang tak ternilai harganya sehingga saya dapat menyelesaikan proses pengerjaan Tugas Akhir ini. Ce solo u per me,

• Teman-teman studio Tugas Akhir seperjuangan. Buat Heri, Felix, Topik, Fasom, Ratih, Eva, dan teman-teman yang lain yang telah bersama-sama dengan saya mengikuti proses ini,

• Teman-teman dari klub SpUk3rZ. Jabat, Wong, Koko, Janner buat hari-hari yang menyenangkan bersama kalian, kekompakan dan canda tawa bersama membuat beban ini semakin ringan untuk dilanjutkan,

(5)

• Teman-teman ’04. Cavalero, Cavalera, Cobain dan Jack buat setiap kebersamaannya. Tidak lupa juga buat Archit Band : Dani ‘ocak’ Cradle dan Steve ‘opunk’ Vai, buat segala waktu yang telah dihabiskan bersama sehingga saya mendapatkan semangat dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, 27 Desember 2010

050406077

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang 1

I.1.1. Sejarah Kedatangan 1

I.1.2. Pelestarian Budaya 2

I.1.3. Kasus Proyek 4

I.2. Perumusan Masalah 4

I.3. Tujuan dan Manfaat 5

I.4. Metode Pendekatan 6

I.5. Lingkup dan Batasan Proyek 6

I.6. Kerangka Berpikir 8

I.7. Sistematika Penulisan Laporan 9

BAB II DESKRIPSI PROYEK

II.1. Deskripsi Umum Proyek 11

II.2. Terminologi Judul 11

II.3. Lokasi 18

II.4. Studi Banding Proyek Sejenis 21

II.4.1. Tjibaou Cultural Centre 21

II.4.2. Aliyev Cultural Centre 23

II.4.3. Congress & Cultural Centre 25

BAB III ELABORASI TEMA

III.1. Pengertian Tema 28

III.2. Interpretasi Tema 29

III.3. Kaitan Tema dengan Judul 32

(7)

BAB IV ANALISA PERANCANGAN

IV.1. Analisa Fungsional 35

IV.1.1. Pemakai Bangunan 35

IV.1.2. Aktifitas 35

IV.1.3. Besaran Ruang dalam Bangunan 36

IV.2. Analisa Lingkungan

IV.2.1. Tata Guna Lahan 41

IV.2.2. Generator Aktifitas 42

IV.2.3. Pola Arsitektur 43

IV.2.4. Sirkulasi dan Pencapaian 44

IV.3. Analisa Site

IV.3.1. Analisa Matahari 45

IV.3.2. Analisa Angin 45

IV.3.3. Analisa Vegetasi 46

IV.3.4. Analisa Kebisingan 46

IV.3.5. Analisa Aktifitas dan Pejalan Kaki 47

IV.3.6. Analisa Sirkulasi 47

IV.3.7. Analisa Keistimewaan Alami Tapak 48

IV.3.8. Analisa Utilitas 48

IV.3.9. Analisa View ke Site 49

IV.3.10. Analisa View dari Site 49

IV.3.11. Analisa Garis Langit 50

IV.4. Analisa Bangunan 53

IV.4.1. Kuil Sri Mariaman 53

IV.4.2. Graha Maria Annai Velangkani 55

IV.5. Analisa Ruang 57

BAB V KONSEP PERANCANGAN

V.1. Konsep Sirkulasi dan Pencapaian 58

V.2. Konsep Basement 59

V.3. Zoning 59

V.4. Konsep Massa 60

V.5. Konsep Ruang Luar dan Ruang Dalam 61

(8)

BAB VI HASIL PERANCANGAN ARSITEKTUR

VI.1. Site Plan 63

VI.2. Ground Plan 64

VI.3. Denah Level -1,50 65

VI.4. Denah Level +1,50 66

VI.5. Denah Level +3,00 dan Level -3,00 67

VI.6. Denah Level +6,00 dan Roof Top 68

VI.7. Denah Level +9,00 dan Basement 69

VI.8. Potongan 70

VI.9. Tampak 71

VI.10. Tampak 72

VI.11. Rencana Pondasi 73

VI.12. Rencana Pembalokan 74

VI.13. Rencana Pembalokan 75

VI.14. Rencana Pembalokan 76

VI.15. Rencana Pembalokan 77

VI.16. Rencana Elektrikal 78

VI.17. Rencana Plumbing 79

VI.18. Detail 80

VI.19. Foto Maket 81

(9)

DAFTAR TABEL

BAB I

Tabel 1-1.

Kerangka berpikir

8

BAB II

Tabel 2-1.

Kriteria Pemilihan Lokasi

18

Tabel 2-2.

Tabulasi Karakter Proyek Sejenis

27

BAB IV

Tabel 4-1.

Aktifitas

35

Tabel 4-2.

Besaran Ruang Rekreatif

36

Tabel 4-3.

Ruang Komunikatif, Edukatif, dan Komersil

37

Tabel 4-4.

Besaran Ruang Informatif

38

Tabel 4-5.

Besaran Ruang Penunjang

39

Tabel 4-6.

Kesimpulan Analisa

51

(10)

DAFTAR GAMBAR

BAB II

Gambar 2-1.

Tinjauan Makro Lokasi

19

Gambar 2-2.

Tinjauan Mikro Lokasi

20

Gambar 2-3.

Tinjauan Teknis Lokasi

20

Gambar 2-4a.

Tjibaou Cultural Centre

21

Gambar 2-4b.

Tjibaou Cultural Centre

22

Gambar 2-5a.

Aliyev Cultural Centre

23

Gambar 2-5b.

Aliyev Cultural Centre

24

Gambar 2-6a.

Congress&Cultural Centre

25

Gambar 2-6b.

Congress&Cultural Centre

26

BAB III

Gambar 3-1.

Konsep Perumahan Kaum Badui di Libya

34

BAB IV

Gambar 4-1.

Tata Guna Lahan

41

Gambar 4-2.

Generator Aktifitas

42

Gambar 4-3.

Pola Arsitektur

43

Gambar 4-4.

Sirkulasi dan Pencapaian

44

Gambar 4-5.

Analisa Matahari

45

Gambar 4-6.

Analisa Angin

45

Gambar 4-7.

Analisa Vegetasi

46

Gambar 4-8.

Analisa Kebisingan

46

Gambar 4-9.

Analisa Aktifitas dan Pejalan kaki

47

Gambar 4-10.

Analisa Sirkulasi

47

Gambar 4-11.

Analisa Keistimewaan Alami Tapak

48

Gambar 4-12.

Analisa Utilitas

48

Gambar 4-13.

Analisa View ke Site

49

Gambar 4-14.

Analisa View dari Site

49

(11)

Gambar 4-16.

Kuil Sri Mariaman

53

Gambar 4-17.

Kuil Sri Mariaman

54

Gambar 4-18.

Graha Maria Annai Velangkani

55

Gambar 4-19.

Graha Maria Annai Velangkani

56

BAB V

Gambar 5-1.

Konsep Pencapaian ke dan dari Site

58

Gambar 5-2.

Konsep Basement

59

Gambar 5-3.

Zoning

59

Gambar 5-4.

Konsep Bentukan Massa

60

Gambar 5-5.

Konsep Ruang Luar dan Ruang Dalam

61

Gambar 5-6.

Konsep Pencahayaan dan Unsur Air

62

BAB VI

Gambar 6-1.

Site Plan

63

Gambar 6-2.

Ground Plan

64

Gambar 6-3.

Denah Level -1,50

65

Gambar 6-4.

Denah Level +1,50

66

Gambar 6-5.

Denah Level -3,00 dan Level +3,00

67

Gambar 6-6.

Denah Level +6,00 dan Roof Top

68

Gambar 6-7.

Denah Level +9,00 dan Basement

69

Gambar 6-8.

Potongan

70

Gambar 6-9.

Tampak

71

Gambar 6-10.

Tampak

72

Gambar 6-11.

Rencana Pondasi

73

Gambar 6-12.

Rencana Pembalokan

74

Gambar 6-13.

Rencana Pembalokan

75

Gambar 6-14.

Rencana Pembalokan

76

Gambar 6-15.

Rencana Pembalokan

77

Gambar 6-16.

Rencana Elektrikal

78

Gambar 6-17.

Rencana Plumbing

79

Gambar 6-18.

Detail

80

Gambar 6-19.

Foto Maket Keseluruhan

81

(12)

Gambar 6-21.

Foto Maket (Depan)

82

(13)

BAB I

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

I.1.1. Sejarah Kedatangan

Meski tidak pasti, orang India di Sumatera Utara diperkirakan sudah bermukim sejak sebelum Masehi, yaitu membawa agama Hindu dan Buddha. Mereka selalu berkunjung pada masa arus angin dari India ke Barus pada tiap bulan November dan Desember. Lalu pada sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi, gelombang dari India Selatan membawa agama Buddha ke Sumatera dan memperkenalkan aksara Nagari yang menjadi cikal bakal penulisan aksara Melayu Kuno, Batak, dan lain-lain. Besar kemungkinan, masyarakat India Tamil telah ikut dalam mobilitas tersebut. Kedatangan masyarakat India Tamil ke Sumatera Utara baru dapat dibuktikan jejaknya secara pasti sejak zaman Hindia Belanda melalui usaha dagang VOC (Verenigde Oost Indische Companie) pada 20 Maret 1602 hingga 31 Desember 1799. Pada saat itulah mereka menginjakkan kaki di ''negeri seberang'' ini. Keahlian membuat jalan dan bekerja di perkebunan tembakau, menjadi alasan pemerintah penjajahan Belanda ketika itu mendatangkan orang-orang dari India. Kedatangan pertama ini lalu disusul oleh gelombang kedatangan kedua pada tahun 1830 sebagai pekerja di perkebunan Belanda di Sumatera Utara (waktu itu Sumatra Timur). Namun, di masa perjuangan kemerdekaan RI, orang-orang India Tamil turut berpartisipasi bahu membahu bersama kaum pribumi untuk merebut kebebasan. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, banyak orang Tamil yang ingin kembali ke India. Sekitar tahun 1948, pemerintah India mendatangkan dua kapal, yaitu kapal Sidambaran dan Chandra Bus untuk mengangkut kepulangan mereka. Namun, ternyata banyak di antaranya yang turun di Malaysia dan Singapura saat perjalanan pulang, karena tertarik dengan dua negara yang pernah menjadi bagian wilayah Indonesia di zaman Kerajaan Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada itu. Akhirnya banyak orang Tamil yang menetap dan bercocok tanam di sana hingga membuat komunitas sendiri sampai sekarang. Keturunan Tamil sampai sekarang ini masih tetap bertahan di Medan. Kulit hitam, hidung mancung dan kumis lebat menjadi ciri khas kebanyakan keturunan India Tamil di sana.

Sepenggal paragraf di atas adalah uraian singkat dari sejarah hingga keberadaan masyarakat India Tamil pada saat sekarang ini. Umumnya di Indonesia (nama Indonesia

sendiri berasal dari

(15)

dan bertempat tinggal, begitu pula di Medan, Sumatera Utara pada khususnya, telah menjadi bagian dari sejarah negara ini. Kedatangan mereka sejak penjajahan masa kolonial belanda telah melahirkan suatu multikulturalisme masyarakat Sumatera Utara, khususnya kota Medan. Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Medan mempunyai kekayaan etnis yang bila diangkat dapat menjadi kekayaan budaya masyarakat Medan. Adanya etnis melayu, batak, tionghoa, sampai pada etnis tamil membuat Medan sebagai kota dengan budaya yang majemuk. Tetapi dengan kemajemukannya tersebut, Medan dapat menjadi kota yang maju dan metropolitan jika dengan sinergis memeliharanya sebagai suatu kekayaan regionalisme yang mungkin tidak dimiliki oleh kota lain di Indonesia. Etnis terakhir yang disebut dapat menjadi suatu daya tarik bagi kota Medan.

I.1.2 Pelestarian Budaya

Seturut dengan kedatangan mereka di bumi pertiwi ini, maka mereka sebagai sebuah etnis sudah menjadi bagian dari tubuh tanah air tercinta yang memiliki ragam budaya. Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang signifikan dalam perkembangan kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu, terutama di sebagian masyarakat yang ada di Pulau Sumatera. Dengan perpindahan manusia yang massif tersebut terjadilah proses difusi kebudayaan, akulturasi dan assimilasi. Kisah-kisah kehadiran satu kaum di tengah-tengah kaum yang lain sebagai akibat dari gerak migrasi penduduk sudah lama menjadi perhatian dan bahan kajian kalangan ilmuwan sosial. Di Medan, mereka hidup dalam keseharian dan melebur dengan masyarakat setempat. Terdapat sebuah tempat dimana mereka beraktifitas, hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan kota Medan.

Kampung Keling, demikian orang Medan menyebutnya. Dinamakan Keling karena di daerah ini dikenal sebagai komunitas orang Tamil yang berkulit hitam. Di daerah ini pula sejarah ajaran Hindu berkembang dan diawali berdirinya Kuil Sri Mariamman. Bersebelahan dengan kuil, berdiri kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumut. Selain Kuil Mariamman yang berdiri sekitar tahun 1800, masih banyak tempat ibadah umat Hindu di Sumut. Adanya kampung ini menjadi bukti bahwa masyarakat etnis tamil telah lama ada dan bermukim disini seperti halnya dengan etnis lainnya. Istilah ‘kampung’ menandakan bahwa mereka (masyarakat Etnis Tamil) adalah bagian dari sipilisasi kota ini, dimana mereka hidup, tinggal, bekerja, sekolah, dll. Kampung ini menjadai suatu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.

(16)

tempat lain dan angka kematian yang meningkat. Migrasi ini terutama disebabkan oleh faktor ekonomi. Masyarakat etnis tamil kebanyakan berpenghasilan rendah, ini karena mata pencaharian mereka adalah berdagang, yang telah menjadi kebiasaan mereka. Berdagang adalah salah satu mata pencaharian yang diajarkan pendahulu mereka. Tak heran, hanya sedikit saja dari mereka yang bermata pencaharian lain. Ini yang menyebabkan mereka menjadi masyarakat ekonomi menengah kebawah. Tak jarang juga, mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Akibatnya, terjadilah migrasi ke daerah lain yang mungkin dapat merubah nasib dan peruntungan mereka, seiring berkembangnya kota Medan sebagai kota metropolitan.

Pun pada Kampung Keling pada khususnya, masyarakat etnis Tamil yang tinggal disini semakin berkurang jumlahnya. Hanya tinggal sebagian kecil yang masih tinggal dan berdomisili di daerah ini. Tidak seperti dulu, yang kebanyakan dari penghuni kampung ini adalah masyarakat etnis Tamil. Ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan kebudayaan etnis Tamil yang dapat dilihat jika melewati kampung ini. Kuil menjadi salah satu unsur visual eksistensi etnis Tamil yang sangat penting. Selain itu terdapat juga mesjid yang bercorak etnis Tamil, sekolah Khalsa yang merupakan sekolah etnis Tamil pertama di Medan yang juga merupakan sekolah pertama di kota Medan yang mengajarkan Bahasa Inggris dalam kurikulumnya. Ada juga tempat-tempat berjualan seperti toko makanan, toko olahraga yang bercorak Tamil. Ini menunjukkan bahwa di kampung ini pernah menjadi suatu tempat dimana masyarakat etnis Tamil tumbuh dan berkembang dan membentuk suatu daerah teritori mereka di tengah-tengah kehidupan kota Medan. Tetapi jika melihat kondisi pada masa sekarang, sangat ironis melihat fakta bahwa kampung ini pernah menjadi pertumbuhan etnis Tamil. Masyarakat tionghoa semakin mendominasi, pembangunan bangunan-bangunan komersil dan modern disekitar kampung Keling, pertumbuhan kota yang sangat cepat, seakan menghilangkan identitas mereka. Meskipun masih ada beberapa dari mereka yang tetap tinggal dan berdomisili disni, dan tak jarang juga masih berdagang di daerah ini.

(17)

ke-7 M hingga abad ke-14 memperlihatkan kesinambungan kehadiran peradaban India di Kepulauan Nusantara (lihat Y.Subbarayalu, 2002a). Untuk konteks Sumatera Utara misalnya, kehadiran orang-orang India sudah terekam dalam sebuah prasasti bertarikh 1010 Saka atau 1088 M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada 1873 di situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia. Segala bukti peninggalan dan warisan diatas seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan untuk memunculkan sebuah eksistensi yang kuat dan berdampak pada pengetahuan masyarakat akan budaya Tamil.

I.1.3 Kasus Proyek

Pusat Budaya tentang Tamil seharusnya diperlukan untuk tetap menjaga bukti peninggalan, warisan, nilai-nilai budaya, adat istiadat, filosofi tentang Tamil agar tetap lestari di kota Medan khususnya. Sehingga dari sini, eksistensi yang hendak ditimbulkan dapat tercapai. Dalam era demokratisasi dan globalisasi dewasa ini, pilihan-pilihan baru tentu terbuka bagi warga masyarakat Tamil di Sumatera Utara, apakah mereka akan mengikuti proses historis seperti yang terjadi di masa lalu, yaitu secara perlahan melebur ke dalam kebudayaan yang dominan di suatu negeri, atau kembali menumbuhkan kesadaran identitas mereka sebagai sebuah komunitas sendiri dengan corak kebudayaan yang khas seperti yang mereka wariskan dari leluhur mereka. Dengan penguatan paham multikulturalisme, dimana prinsip kesetaraan, penghargaan, pengakuan dan penghormatan atas hak-hak kultural semua kelompok etnik dan budaya yang berbeda harus diutamakan, maka pilihan untuk menguatkan kembali identitas ke-Tamilan- juga bukanlah sesuatu yang tabu. Dengan prinsip multikulturalisme, kita memandang keanekaragaman suku dan kebudayaan sungguh-sungguh sebagai sebuah mozaik indah yang membangun ke-Indonesia-an, dan di sanalah hakikat Bhinneka Tunggal Ika terwujud.

I.2. Perumusan Masalah

(18)

− Jenis-jenis kegiatan yang direncanakan, sesuai dengan fungsinya sebagai pusat budaya yang melingkupi TAMIL (Tour, Act, Museum, Identiy, and Landmark)

− Bagaimana konsep yang disajikan untuk mendukung adanya wisata, aktivitas, museum, identitas, dan penanda.

− Kajian akan ilmu arsitektur, hal ini perlu dilakukan dalam mengkaji kebutuhan-kebutuhan ruang, fasilitas apa saja yang dibutuhkan dan juga sebagai suatu simbol untuk membuat suatu ekspresi kebudayaan.

− Menciptakan bangunan yang konteks dan tanggap terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya.

Batasan-batasan dan lingkup kajian yang akan dibahas dalam kasus proyek ini adalah bagaimana mengembangkan berbagai konsep dalam merencanakan dan merancang sebuah Tamil Cultural Centre. Adapun lingkup pembahasan yang akan digunakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam perencanaan dan perancangan adalah:

− Masyarakat etnis Tamil dan perkembangannya.

− Penjabaran budaya dalam konteks kawasan kota Medan.

− Menelusuri proses kegiatan baik keseharian maupun acara khusus yang tak lepas dari kebudayaannya dan tata caranya.

− Menelusuri kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas utama dan pendukung yang diperlukan untuk membuat suatu identitas bagi tempat ini, baik bagi bangunan manusia dan lingkungannya.

I.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun maksud dan tujuan perencanaan dan perancangan pusat pembelajaran profesi dan lingkungan bagi anak ini adalah:

− Merencanakan dan merancang fasilitas yang dapat membuat Tamil Cultural Centre sebagai suatu tempat wisata, pusat aktivitas, pengenalan sejarah, pembangun identitas dan dapat dijadikan sebagai suatu landmark kota Medan.

− Memberikan fasilitas yang memadai dalam proses pembentukan Tamil Cultural Centre.

− Menggali potensi budaya etnis Tamil, mengenali, membangun, dan membentuk budaya etnis Tamil dalam segala proses aplikasinya.

(19)

− Menumbuhkan kembali dan meningkatkan peranan eksistensi masyarakat etnis Tamil sebagai suatu multikulturalisme bangsa.

− Merencanakan sebuah pusat kebudayaan yang terpadu dan terorganisasi untuk menghasilkan identitas suatu budaya yang akan berguna bagi generasi yang akan datang.

I.4. Metoda Pendekatan

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi dalam proses perencanaan dan perancangan Tamil Cultural Centre bagi pengunjung dan penggunanya dilakukan berbagai pendekatan desain yaitu:

− Mengadakan survei dalam memperoleh data-data dan gambaran akan bagaimana Tamil Cultural Centre tersebut diselenggarakan,

− Memperoleh data-data dari berbagai lembaga maupun badan-badan yang bergerak dalam bidang kebudayaan etnis Tamil.

− Mengadakan wawancara dengan berbagai kalangan yang memiliki kaitan dengan perencanaan dan perancangan proyek ini.

− Studi berbagai sumber pustaka yang berkaitan dengan standar-standar arsitektur bagi perencanaan sebuah pusat kebudayaan etnis Tamil ini dengan pendekatan tema arsitektur simbiosis.

I.5. Lingkup dan Batasan Proyek

Batasan-batasan dan lingkup kajian yang akan dibahas dalam kasus proyek ini adalah bagaimana mengembangkan berbagai konsep dalam merencanakan dan merancang Tamil Cultural Centre.

Lingkup pembahasan yang akan digunakan adalah:

− Menelusuri proses aplikasi kebudayaan dan tata caranya dengan hubungannya dengan manusia, lingkungan dan bangunan itu sendiri.

− Menelusuri kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas pendukung Tamil Cultural Centre.

− Bagaimana hubungan antara bentuk dan proses aplikasi kebudayaan dengan bentukan ruang dan massa rancangan nantinya.

− Menerapkan pendekatan tema Arsitektur Simbiosis ke dalam perancangan massa bangunan dan tapak.

(20)

− Hanya membahas tentang masalah-masalah yang dihadapi dalam merancang sebuah fasilitas Tamil Cultural Centre yang bersifat edukatif, rekreatif dan mendukung segala kegiatan kebudayaan bagi para pengunjung dan penggunanya nanti.

(21)

Perumusan Masalah

- Jenis-jenis kegiatan yang direncanakan, sesuai

dengan fungsinya sebagai pusat budaya yang melingkupi TAMIL (Tour, Act, Museum, Identiy, and Landmark)

- Bagaimana konsep yang disajikan untuk

mendukung adanya wisata, aktivitas, museum, identitas, dan penanda.

- Kajian akan ilmu arsitektur, hal ini perlu

dilakukan dalam mengkaji kebutuhan-kebutuhan ruang, fasilitas apa saja yang dibutuhkan dan juga sebagai suatu simbol untuk membuat suatu ekspresi kebudayaan.

- Menciptakan bangunan yang konteks dan

tanggap terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya.

Latar Belakang

- Kondisi rakyat etnis Tamil di Medan

- Jumlah rakyat etnis Tamil di Medan semakin berkurang

- Pentingnya pelestarian budaya Tamil untuk meningkatkan kekayaan

budaya dalam konteks regional kota Medan

- Perlunya wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan kebudayaan

Tamil dalam peranannya dalam multikulturalisme kota Medan

- Memberi tempat sebagai pusat kebudayaan dan kegiatan yang mengacu

pada budaya etnis Tamil di Sumatera Utara

Data Perencanaan:

− Data Tapak

− Studi Literatur

− Studi Banding

− Survei Lapangan

Umpan balik Judul Perancangan:

Tamil Cultural Centre Tema Perancangan: Arsitektur Simbiosis

Tujuan dan Manfaat

- Memberikan fasilitas yang memadai dalam proses pembentukan Tamil Cultural Centre.

- Menggali potensi budaya etnis Tamil, mengenali, membangun, dan membentuk budaya etnis Tamil dalam segala proses aplikasinya.

Desain perancanga

n

Konsep perancangan

Konsep ruang luar,

ruang dalam, massa,

tema, struktur dan Analisa Tapak (analisa fisik)

View, sirkulasi, orientasi, dll Analisa Fungsional (analisa non fisik)

Pengguna, alur kegiatan, dll Programming

Program Ruang dalam dan ruang luar

Hubungan antar Ruang

(22)

I.7. Sistematika Penulisan Laporan

Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, berisi kajian tentang latar belakang pembangunan Tamil Cultural Centre, yaitu kondisi eksistensi masyarakat etnis Tamil di Sumatera Utara secara umum dan di Medan secara khusus yang membutuhkan suatu wadah untuk mendapatkan informasi dan melaksanakan berbagai kegiatan termasuk pertunjukan kesenian Tamil dan pendidikan informal tentang Tamil dalam rangka memperkenalkan kebudayaan Tamil pada dunia luar, maksud dan tujuan merencanakan Tamil Cultural Centre adalah untuk menyediakan wadah sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pusat pendidikan informal dan pelatihan khusus kesenian Tamil di Sumatera Utara, masalah perancangan yang akan dihadapi antara lain bagaimana merancang suatu pusat kebudayaan khusus etnis Tamil yang berorientasi pada filosofi Tamil, pengaturan ruang dan massa yang efektif dan efisien serta menjawab kebutuhan mereka akan sebuah pusat kebudayaan yang fungsional tetapi tetap menarik, lingkup dan batasan akan dibatasi oleh penerapan Arsitektur Kontekstual, Perilaku dan Simbiosis dalam merencanakan sebuah Tamil Cultural Centre, dan metode pendekatan yang dilaksanakan dengan melakukan studi banding tentang fungsi sejenis Cultural Centre untuk mengetahui kegiatan apa saja yang terjadi didalamnya, dan mempelajari Arsitektur Simbiosis dalam penerapannya di bangunan.

(23)

Bab 3 Elaborasi Tema, menjelaskan tentang pengertian tema yang diambil, yakni Arsitektur Simbiosis, yaitu suatu pandangan yang lahir pada era Arsitektur Pos-Modern, yang menerapkan kebutuhan pengguna dan fungsi sebagai hal utama, tetapi tidak mengabaikan unsur budaya, tradisi local dan estetika dalam perancangan, keterkaitan tema Arsitektur Simbiosis dengan Cultural Centre berupa hubungan yang diakronik (menggabungkan kebudayaan dua tempat berbeda dalam rentang waktu yang sama) pada setiap pola pikir desain, tanggap terhadap keragaman budaya yang ada dan kritis terhadap arsitektur Modern yang menganut faham barat tetapi tidak kehilangan nilai-nilai filosofi ke-Tamil-annya. Tema Simbiosis juga diterapkan melalui efisiensi dan efektifitas ruang dan hubungan antara manusia dan lingkungan, arsitektur dan lingkungan, bentuk dan fungsi serta site dan kawasan. Penjelasan penerapan studi banding pada bangunan diperjelas dengan studi banding yang ada.

Bab 4 Analisa Perancangan, menjelaskan tentang analisa kondisi tapak dan lingkungan pada lokasi, berbatasan dengan Jalan Tumapel di sebelah Utara, Jalan Taruma di sebelah Barat, Jalan Airlangga di sebelah Selatan dan di sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Teuku Umar. Analisa fisik pada site dan lingkungan dilanjutkan dengan analisa pencapaian, kebisingan, sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki dan sebagainya. Analisa fungsional berupa menganalisa pengguna bangunan Tamil Cultural Centre dan kegiatan apa saja yang berlangsung didalamnya. Menentukan kebutuhan ruang dan program ruang Tamil Cultural Centre.

Bab 5 Konsep Perancangan, menjelaskan konsep penerapan hasil analisis yang saling berhubungan dari analisa fisik dan non fisik dari site dan lingkungan yang kemudian menghasilkan program ruang dan pola hubungan antar ruang. Selain itu studi terhadap proyek sejenis dan bangunan sekitar yang mempengaruhi juga dipertimbangkan dan dihubungkan dengan filosofi-filosofi budaya Tamil dalam kerangka kesatuan dan prinsip Arsitektur Simbiosis.

(24)

BAB II

(25)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

II.1. Deskripsi Umum Proyek

Adapun penjelasan deskripsi proyek secara umum adalah: 1. Judul Proyek : Tamil Cultural Centre

2. Tema Proyek : Arsitektur Simbiosis

3. Lokasi Proyek : Kampung Madras, Kecamatan Medan Baru Batas Site:

 Utara : Jl. Tumapel, sekolah dan permukiman

 Selatan : Jl. Airlangga, permukiman dan kantor

 Timur : Jl. Teuku Umar dan fasilitas komersil

 Barat : Jl. Taruma, sekolah dan kantor 4. Luas Site : ± 11.304 M2

5. Status Proyek : Fiktif

6. Pemilik Proyek : Swasta (Perhimpunan Tamil Tamran) 7. Pengelola : PHDI

II.2. Terminologi Judul

Tamil Cultural Centre disini adalah merupakan suatu rangkaian kata dari :

Tamil

Merupakan salah satu etnis di Indonesia yang berasal dari negara India bagian selatan yang terletak di kawasan Asia, yang memiliki eksistensi di Indonesia dan memiliki kekayaan budaya.

India dengan luas wilayah sekitar 3,29 juta kilometer persegi. Sebelah utara berbatasan dengan China, Nepal dan Bhutan. Bagian barat berbatasan dengan Pakistan dan Afganistan. Sebelah timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh. Sedangkan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Negara ini memiliki karakteristik dataran tinggi, seperti pegunungan Himalaya dan dataran tinggi Decan.

(26)

orang India sebagian besar adalah pecinta film, sehingga industri perfilman di negara ini maju pesat.

Negara India adalah negara yang terdiri dari negara bagian. Terdapat beberapa negara bagian, diantaranya adalah India Selatan. Setiap negara bagian mempunyai ibukota negara bagian dan terdapat satu suku yang cukup menonjol dan dapat dikatakan sebagai penguasa. Di India Utara contohnya dikuasai oleh suku Sindhi. Sedangkan di India Selatan yang lebih dikenal dengan wilayah Madras, dengan ibukota Tamilnadu, dikuasai oleh suku Tamil. Inilah yang akan menjadi pembahasan selanjutnya dari proyek ini. Tetapi bukan berarti di India Selatan ini hanya ada suku Tamil saja, terdapat juga suku-suku lain seperti suku Sindhi, suku Punjabi, dll. Tetapi yang lebih menonjol adalah suku Tamil itu sendiri. Begitu juga halnya di negara bagian lain di India. Setiap suku mempunyai perbedaan dalam filosofi budaya maupun adat istiadatnya. Masyarakat Tamil contohnya mempunyai kemampuan berdiplomasi yang lebih menonjol dari pada suku lain. Ini yang menyebabkan masyarakat Tamil cepat menyesuaikan diri. Sedangkan masyarakat Sindhi lebih dikenal dengan suku perang. Tetapi, meskipun demikian secara garis besar terdapat banyak kesamaan antara suku yang satu dengan suku yang lain. Itu hanyalah pluralisme yang menuntun pada suatu persatuan. Masyarakat suku Tamil sebagian besar memeluk agama Hindu. Kulit hitam, hidung mancung dan kumis lebat menjadi ciri fisik masyarakat Tamil.

Cultural

Yaitu kebudayaan, yang berasal dari bahasa sanskerta, yaitu : ’Buddayah’, yaitu bentuk jamak dari Budhi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Berikut ini adalah beberapa pengertian dari beberapa sumber :

1. Edward B. Taylor.

Segala sesuatu pada kebudayaan tidak dimiliki manusia sebagai manusia , tetapi harus diperoleh lewat kerja manusia. Manusia bisa menjadi manusia bila mendukuki posisinya, yaitu dengan cara pendidikan.

2. Freeman Budds.

(27)

Dari 2 pendapat di atas penulis menyimpulkan hal-hal berikut :

• Kebudayaan merupakan sesuatu yang melingkupi segala aspek kehidupan manusia

• Kebudayaan tidak dimiliki manusia sejak lahir

• Nilai norma dan kebudayaan menjadi nilai norma hidup

• Isi pendidikan ditentukan isi materi kebudayaan dan tujuan pendidikan

• Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan merupakan suatu integrasi lengkap

• Pengajaran merupakan suatu alat pendidikan dan pendidikan merupakan unsur kebudayaan

• Kebudayaan bersifat edukatif

3. Ki Hajar Dewantara.

Kebudayaan adalah buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan terhadap 2 pengaruh yang kuat, yaitu alam dan zaman yang merupakan kebutuhan hidup manusia untuk mengatasi tantangan hidup dan kehidupan guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang bersifat tertib dan damai. Beliau mengingatkan bahwa kebudayaan merupakan kemurahan Tuhan. Menurutnya hubungan Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah kkeduanya merupakan usaha kebudayaan semata-mata dimana

perguruan merupakan taman persemaian kebudayaan bagi suatu

bangsa

. Sedangkan

pendidikan

menurutnya

merupakan upaya untuk memajukan

perkembangan budi pekerti yang terintegrasi (batin, inteligensi dan tubuh) untuk

memajukan kesempurnaan hidup selaras alam dan masyarakat

. Selanjutnya

Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai pandangan beralas garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan kehidupannya yang mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja sama dengan bangsa lain untuk kemuliaan seluruh dunia.

Dari sini Ki Hajar Dewantara mewujudkan pendidikan formal dalam bentuk taman siswa dengan karakteristik :

• Asas Dasar : Panca Dharma (Kebangsaan, Kebudayaan, Kemanusiaan, Kodrat Alam dan Kemerdekaan)

• Bentuk : Asrama Padepokan (Pondok)

• Sifat : Kekeluargaan

• Isi Materi : Kebudayaan Nasional

(28)

4. Kamus Umum Bahasa Indonesia

Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi manusia) seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dsb. Dalam wujudnya sendiri, kebudayaan memiliki paling sedikit 3 wujud, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, dsb. Bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau difoto lokasinya ada dalam kepala atau di alam pikiran ( Cultural System ).

2. Apabila wujud kebudayaan ini dimaksudkan ke dalam tulisan maka akan menjadi karangan, buku-buku hasil karya, tersimpan pada arsip, file, dsb ( Social System ). 3. Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas kelakuan manusia dalam masyarakat.

Hal ini disebut dengan sistem sosial dengan sifatnya yang bisa konkrit, terjadi disekeliling kita tiap hari, dan bisa diobservasi ( Physical System ).

Adapaun yang termasuk unsur-unsur dari kebudayaan tersbut adalah: - Mata pencaharian.

Di masa lalu pekerjaan orang-orang Tamil banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan dengan tingkat pendidikan yang rendah di India. Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai kuli di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa. Di masa sekarang keturunan mereka banyak yang bekerja sebagai karyawan swasta, buruh, dan juga sebagai sopir. Kalau di masa kolonial sebagian dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, di masa kini keturunan mereka banyak yang sudah mengusahakan jasa transportasi angkutan barang dan juga menjadi pemborong pembangunan jalan. Keahlian mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang.

(29)

Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga Marimutu Sinivasan

- Organisasi Kemasyarakatan.

Sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil dalam satu kesatuan. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama, terutama di kalangan penganut Hindu, Buddha dan Katolik. Sementara mereka yang beragama Islam lebih cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka bermukim. Penganut Hindu terhimpun dalam wadah kuil yang di kota Medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Shri Mariamman Kuil. Shri Mariamman Kuil yang terletak di Kampung Madras dibangun pada tahun 1884, dan berfungsi sebagai “payung” bagi kuil-kuil lain yang terdapat di sejumlah tempat lain di kota Medan. Hampir di setiap pemukiman warga Tamil dibangun sebuah kuil, yang terbanyak menggunakan nama Shri Mariamman Kuil. Kuil Shri Mariamman juga menghimpun pepemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil.

Mereka yang beragama Buddha terhimpun dalam wadah vihara dan organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah; dan untuk kaum remaja ada organisasi bernama Muda-mudi Buddha Tamil.

Warga Tamil Katolik juga memiliki sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1912, yang sebagian besar anggotanya juga tergolong Tamil Adi-Dravida. Tengku Lukman Sinar (2001:76) menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada missionaris Katolik khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan.

Sementara itu, warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah lembaga sosial yang bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, untuk tempat membangun mesjid dan pekuburan bagi Tamil Muslim.

(30)

Indonesian Hindu Youth Organization, dan North Sumatera Welfare Association, dan lain-lain. Seorang tokoh Tamil yang kharismatis dan menggerakkan kemajuan bagi orang Tamil di kota Medan adalah D. Kumaraswamy. Pada masa sekarang ini hampir semua organisasi sosial tersebut tidak lagi aktif. Di masa sekarang kita bisa menemukan beberapa lembaga pendidikan yang dikelola oleh orang Tamil di Medan, antara lain adalah Perguruan Raksana, dan lembaga kursus bahasa Inggeris Harcourt International yang memiliki 5 cabang di kota Medan.

- Bahasa.

Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Tamil. Tamil dewasa ini melihat kenyataan bahwa semakin lama mereka kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda tidak bisa lagi berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu di lingkungan keluarga. Pendeta Gurusamy, pimpinan Shri Mariamman Kuil, menyebutkan bahwa pelaksanaan peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dapat dilakukan menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun Sanskerta. Sebuah upacara penyucian kuil (Kumbhabisegam) Shri Mariamman Kuil di Kampung Durian pada tanggal 13 Juli 2003 harus dipimpin oleh pendeta yang khusus diundang dari Malaysia.

- Pengetahuan.

Orientasi politik kaum Tamil di Medan di masa lampau adalah Golkar, namun di era reformasi dengan sistem multipartai sekarang ini mereka tidak lagi terpolarisasi ke suatu partai tertentu. Kaum muda Tamil banyak juga yang aktif di organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, sehingga mereka semakin dalam terabsorbsi dengan lingkungan pergaulan dan kebudayaan komunitas pribumi.

- Sistem Religi dan Upacara.

Warga Tamil menyembah dewa. Setiap orang mempunyai satu dewa yang disembah. Mereka berpendapat bahwa dewa dan kuil adalah suatu nilai kesucian. Terdapat beberapa hari besar masyarakat Tamil. Deepavali adalah tahun baru umat Hindu. Thaipusam adalah upacara kemenangan dewa Ganesha. Biasanya patung dewa dibawa dalam arak-arakan ke jalan menggunkan kereta kencana. Ada juga Pangguni Uttiram, dimana pelaksanaannya dilakukan di sungai.

(31)

- Sistem teknologi dan Peralatan.

Centre

Centre yaitu pusat. Berdasarkan pengertiannya, pusat berdasarkan kamus umum bahsa Indonesia yaitu:

- titik di tengah

- tempat yang terletak di tengah

- pokok/pangkal yang menjadi pumpunan

- sebuah lingkaran yang berjarak sama terhadap semua batasan yang dikelilingi lingkaran.

Tamil Cultural Centre

Tamil Cultural Centre merupakan wadah perkenalan (promosi) dan pelestarian kebudayaan etnis Tamil di Indonesia, khususnya di kota Medan, yang menampung serta mengakomodasi segala kegiatan dan pembelajaran budaya etnis Tamil serta mempunyai Sense of Place yang berkarakter Tamil yang secara garis besar adalah sebagai berikut : - Tempat untuk daerah wisata budaya bagi para pengunjung sebagai pengenalan

terhadap eksistensi budaya etnis Tamil di kota Medan.

- Tempat untuk kegiatan-kegiatan budaya etnis Tamil, seperti pertunjukan Hari Besar, kesenian, dan peribadatannya.

- Tempat untuk mempelajari unsur-unsur dari kebudayaan etnis Tamil

(32)

II.3. Lokasi Tamil Cultural Centre.

Kriteria Pemilihan lokasi.

Dalam memilih lokasi terdapat beberapa kriteria, mengingat fungsi bangunan yang dirancang merupakan bangunan yang bersifat publik dan berskala kota, berikut tabel pemilihan lokasi :

Tabel 2-1. Kriteria Pemilihan Lokasi

No Kriteria Pemilihan Lokasi Keterangan

1 Tinjauan terhadap arsitektur kota Lokasi yang dipilih berada dibagian pusat kota, dengan pertimbangan unsur sejarah kawasan , komersil dan berskala kota.

2 Pencapaian Lokasi harus dapat dicapai dari berbagai

arah dan dengan segala alternatif (kendaraan umum, pribadi, pejalan kaki) 3 Area pelayanan Lokasi memiliki area pelayanan ±1 km dari

berbagai fasilitas seperti bank, tempat ibadah, pasar, kantor, dll

(33)
[image:33.595.81.532.100.716.2]
(34)
[image:34.595.77.537.508.727.2]

Gambar 2-2. Tinjauan Mikro Lokasi

(35)

II.4. Studi Banding Proyek Sejenis.

II.4.1. Tjibaou Cultural Centre

(36)
(37)

II.4.2. Aliyev Cultural Centre

(38)
(39)

II.4.3. Congress & Cultural Centre

(40)

`

(41)
(42)

BAB III

(43)

BAB III

ELABORASI TEMA

III.1. Pengertian Tema

Kata Simbiosis (Symbiosis) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Hidup Bersama” (Living Together). Makna ini mengacu pada sebuah hubungan antara dua makhluk hidup atau lebih yang tidak hanya saling menguntungkan tapi memang sangat diperlukan bagi keduanya. Kisho Kurokawa yang dikenal sebagai Japanese Architect dan Urban Planner, berpendapat bahwa simbiosis adalah maksud dari semua kerja sama yang akhirnya terjadi dewasa ini (contoh kerjasama ekonomi antar Negara dan lain-lain). Arsitektur Simbiosis adalah bagian dari arsitektur Posmoderen.

Dalam bukunya “The Philosophy of Simbiosis”, Kurokawa mengulas teori ini dalam ranah Buddhism dan Biologi juga dalam karakteristik orang jepang yang berpresepsi bahwa teknologi adalah sebuah hybrid dari alam. Bukunya cenderung mengacu dalam dualism ini, disisi lain juga mengandung tema oriental. Kurokawa membuat terawangan yang maju dimulai dari sebuah era mesin menuju ke era kehidupan, yang hasil akhirnya adalah sebuah simbiosis antara alam dan manusia, atau “antara lingkungan dan arsitektur”.

Arsitektur dalam Teori Simbiosis menyatakan hubungan antara makhluk dengan lingkungan atau makhluk dengan teknologi. Maksudnya dalam arsitektur ada hubungan atau keterkaitan antara bangunan dengan manusia yang menempati bangunan tersebut. Dan bangunan dapat mempengaruhi lingkungan sekitar, begitupun sebaliknya. Selain itu teknologi dalam arsitektur juga berperan penting, misalnya dalam konstruksi bangunan, bahan-bahan material yang digunakan.

(44)

Contoh –contoh :

1. Melalui penghargaan pada tradisi. Contohnya metode arsitektur jepang yang disebut Sukiya, yaitu memberikan makna baru untuk bangunan tua dengan memberi material baru.

2. Menempatkan kehidupan kontemporer mereka sebagai sebuah konteks sejarah dan menyadangkannya sebuah makna baru.

3. Menempatkan kebudayaan bahkan hasil manipulasi hal-hal yang aneh dan lucu dalam symbol sejarah mereka sebagai sebuah bentuk ekspresi.

Simbiosis adalah istilah arsitek Kurokawa yang bermaksud bahwa bangunan tidak seharusnya dilihat sebatas struktur mekanik semata. Tetapi juga harus dapat bekerjasama sebagai bentuk kehidupan, dan memberi nafas secara menguntungkan. Prinsip ini telah diterima baik pada pertunjukkan projek besarnya National Art Centre di Tokyo (2005), area baru Zhegdong di China yang didesign untuk 150.000 orang dan rencana masternya untuk International Airport Astana, di Kazakhstan.

Di era globalisasi ini, pengaruh kebudayaan dari luar sangatlah besar dan sulit dibendung. Dan secara tidak langsung hal ini membuat krisis identitas pada budaya kita (khususnya dalam arsitektur).

III.2. Interpretasi Tema

Di era globalisasi ini, pengaruh kebudayaan dari luar sangat besar dan sulit dibendung. Dan secara tidak langsung hal ini membuat krisis identitas pada budaya kita ( khususnya arsitektur ). Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kondisi yang tentu saja berbeda dengan negara maju. Keunikan kondisi di Indonesia, antara lain, adalah arus urbanisasi yang amat deras sehingga menumbuhkan arsitektur kota yang khas. Oleh karena jumlah penduduk di kota yang terus betambah, maka kota bertumbuh cepat untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk tersebut. Akibatnya, dalam segi ekonomi, terjadi efisiensi. Banyaknya bangunan ruko dan gedung bertingkat serta permukiman kumuh sering terlihat. Bangunan tinggi yang hanya memikirkan bentuk dan “cepat laku”, menjamur dimana-mana. Desain kotak-kotak menjadi wajah kota. Inilah akibat dari arsitektur modern dengan prinsip “form follows function”-nya yang dijabarkan oleh Kisho Kurokawa sebagai era Mesin.

(45)

seperti apa yang membuat suatu negara bisa dikatakan maju. Jalan yang dimaksud bukan hanya mengadopsi arsitektur modern ala barat yang megah. Bukan juga menjiplak mentah-mentah bentuk bangunan bergaya barat. Bukan juga hanya memikirkan aspek ekonomi pembangunan. Arsitektur yang maju adalah arsitektur yang dapat mempertahankan kearifan lokal, budaya setempat, dan nilai-nilai lokal dimana arsitektur tersebut eksis ditengah-tengah masuknya arus modern. Karena Levi Strauss mengatakan bahwa setiap tempat memiliki arsitektur nya sendiri yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Karena untuk maju kita tidak menanggalkan jati diri, tetapi harus menunjukkan jati diri sebagai keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Arsitektur yang maju juga seharusnya tidak memandang pada satu aspek saja, seperti aspek ekonomi dalam dunia usaha. Dalam bukunya, Wastu Citra, 1988, Y.B.

Mangunwijaya di antaranya menulis:

arsitektur yang berasal dari kata architectoon /

ahli bangunan yang utama, lebih tepat disebut vasthu / wastu (norma, tolok ukur

dari hidup susila, pegangan normatif semesta, konkretisasi dari Yang Mutlak ),

lebih bersifat menyeluruh / komprehensif, meliputi tata bumi (dhara) , tata gedung

(harsya ), tata lalu lintas (yana) dan hal-hal mendetail seperti perabot rumah, dll.

Total-architecture tidak hanya mengutamakan aspek fisik saja, yang bersifat

rasional, teknis, berupa informasi tetapi mengutamakan pula hal-hal yang bersifat

transendens, transformasi, pengubahan radikal keadaan manusia. Oleh sebab itu

citra merupakan bagian yang sangat penting dalam berarsitektur. Citra menunjuk

pada sesuatu yang transendens, yang memberi makna. Arti, makna, kesejatian,

citra mencakup estetika, kenalaran ekologis, karena mendambakan sesuatu yang

laras, suatu kosmos yang teratur dan harmonis. Maka dari penjelasan tersebut

arsitektur selain mempertimbangkan aspek ekonomis, dan teknologi, juga harus

melihat pada aspek sosial, budaya, nilai-nilai filosofis lokal agar negara ini mampu

bersaing dalam era globalisasi yang sedang berlangsung saat ini.

(46)

Kisho, yaitu agama Budha. Di dalam agama Budha, tidak dikenal adanya dualisme, contohnya adalah baik dan buruk adalah suatu hal yang saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Kalau ingin menghilangkan sifat buruk, maka kita harus mempelajari sifat baik. Dengan cara lepas dari dualisme, maka kita akan mencapai pencerahan. Dalam menerapkan simbiosis kita harus lepas dari dualisme namun tetap berpijak pada keduanya, untuk lepas dari dualisme maka simbiosis harus mencapai pluralisme.

Sejauh mana unsur tradisional masih relevan dan sejauh mana unsur modern dapat digunakan seberapa jauh seseorang melihat identitas dari tradisional dan modern tersebut. Kisho Kurokawa sangat peduli terhadap budaya Jepang. Budaya tradisional Jepang berpendapat bahwa keindahan itu ditemukan didalam alam. Oleh karena itu Kisho mencoba memsimbiosiskan antara alam dan teknologi (kondisi masa kini). Unsur-unsur alam dalam arsitekturnya diciptakan melalui vista atau mungkin lebih tepat interpenetrasi antara ruang luar (alam) dan ruang dalam (bangunan).

Dalam hal ini pendekatan arsitektur Kisho adalah pendekatan modernis yang memandang alam secara abstraksi, karena itulah muncul bentuk-bentuk geometri.

Bentuk-bentuk geometri yang ada pada budaya tradisional muncul dari mitologi yang berakar dari kepercayaan mereka. Contohnya bentuk piramida di Mesir yang merupakan lambang (simbolisme) dari kosmologi masyarakat Mesir.

Makna dapat diwujudkan pada arsitektur simbiosis dengan abstraksi simbolisme. Simbolisme adalah makna konotasi dari suatu abstraksi, makna yang terkandung dari suatu hal (bentuk/fungsi). Romo Mangunwijaya mendefenisikan abstraksi simbolisme ini sebagai citra. “Citra sebetulnya menunjukkan pada suatu ‘gambaran’, suatu kesan penghayatan yang menangkap arti bagi seseorang”. Contohnya dalam bahaasa Jepang gunung itu disimbolkan dengan sebuah lambang. Sedangkan penulisan alfabet menggunakan perpaduan huruf ‘G’, ‘U” dan seterusnya yang menyusunnya menjadi kata-kata yang berarti ‘gunung’. Sama halnya di Cina, seorang jendral Cina yng bernama Huanianzi berkata “the heavens are round and the earth is square”. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan kota di Cina. Yang bentuknya persegi panjang dan bersusun.

(47)

perpaduan antara budaya kosmologi Jepang yang terlihat pada atap puri Jepang yang meruncing lalu dipadukan dengan kedinamisan masyarakat sekarang maka muncullah bentuk kerucut. Istilah abstraksi simbolisme lebih jauh dapat didefinisikan sebagai abstraksi bentuk yang bermakna.

Arsitektur simbiosis akan memberikan makna yang beragam. Penekanan pada unsur-unsur pluralisme dan keragaman kehidupan menciptakan arsitektur yang sifatnya dekonstruksi. Irama elemen-elemen arsitektur dikacaukan (noise). Noise diperkenalkan sebagai tambahan untuk memberikan makna yang beragam. Disinilah ’ruang antara’ (intermediate space) dalam simbiosis sangat berperan. Setiap elemen mempunyai identitasnya masing-masing tetapi ’exist’ secara berdampingan. Bentuk geometri yang berasal dari mitologi akan berdampingan dengan bentuk geometri yang dihasilkan oleh industi modern dan akan ditambahkan dengan noise untuk memberikan keragaman makna. Ruang antara dalam simbiosis akan memungkinkan penciptaan arsitektur yang baik sesuai dengan ’waktu kita’ dan ’tempat kita’ tanpa melupakan unsur-unsur tradisi. Dalam menggambarkan masyarakat yang sekarang, yaitu masyarakat teknologi informasi dan pluralisme, wujud fisik yang dihasilkan akan berbeda dengan wujud fisik untuk masyarakat di pedesaan.

Unsur-unsur yang diadopsi dari tradisional adalah ide, filosofi, gaya hidup, agama dan sensibilitas. Semua itu merupakan pemikiran dasar yang merupakan jiwa yang terdapat dalam karya-karya arsitektur tradisional. Filosofi dasar inilah yang menjadi dasar pencapaian bentuk geometri.

III.3. Kaitan Tema dengan Judul

(48)

tertentu. Karena posmodern menolak pembagian antara keduanya. Disisi lain, zona antara diantara keduanya memungkinkan kreativitas akan semakin menonjol. Maka keluaran desain dapat mengacu pada kebudayaan hibrid, yaitu kebudayaan yang menggabungkan antara arsitektur India sebagai ciri asal dengan arsitektur Nusantara sebagai ciri tempatan. Penggabungan ini disebut proses hibridisasi yang merupakan konsep utama dalam Arasitektur Simbiosis. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan tema untuk sebuah Pusat Kebudayaan dimana Pusat Kebudayaan tersebut ada.

III.4. Studi Banding Tema Sejenis

Perumahan Kaum Badui di Libya

Kaum Badui adalah suku yang menetap di Uni Emirat Arab. Negara dengan penduduk hanya 1,3 juta jiwa dan memiliki pendapatan perkapita terbesar di dunia. Suku badui adalah suku yang biasa berpindah tempat dan hidup dari berburu dan menggembala ternak. Mereka biasa membangun shelter dari batubara dari pasir yang dijemur matahari, tetapi mereka lebih sering berpindah-pindah. Orang Badui mendirikan tenda di samping rumah dan justru meletakkan hewan ternak dan pakannya di dalam rumah. Meskipun begitu situasi dalam tenda terasa nyaman. Meskipun suhu diluar naik dan turun drastis, hampir tidak ada variasi perubahan suhu udara tiga meter diatas permukaan tanah. Saat suhu udara naik 400C. Suhu didalam tenda tetap stabil 200C, demikian pula saat malam hari, suhu luar turun hingga 50C, suhu dalam tenda tetap pada 200C. Pada siang hari orang Badui duduk di bawah tenda, dengan udara dingin mengalir dari permukaan tanah, sedang pada malam hari mereka tidur diatas tanah beralaskan permadanai. Kehangatan yang naik dari permukaan tanah melindungi mereka dari dinginnya udara malam hari.

(49)

finishingnya. Hasilnya, menara setinggi 15 meter dengan bukaan pada bagian atasnya, ketika udara berhembus melintas, udara hangat di dalam rumah dihisap dan udara dingin didalam lantai ditarik naik untuk mendinginkan interior ruang.

Desain yang mengeksploitasi pola pergerakan udara alami padang pasir ini meniru kecerdikan suku Badui dalam menyikapi iklim gurun. Desain ini merupakan contoh simbiosis antara teknologi maju dan budaya gurun Arab, dan siombiosis antara 2 kebudayaan yang berbeda tempat. Simbiosis terjalin antara kemampuan ilmu dan teknologi untuk membuat pasir bata dengan kebijakan orang Badui menyikapi iklim gurun dan kemampuan dalam menyelesaikan desain dengan mempertimbangkan filosofi dan kebiaasaan suatu kebudayaan didalamnya.

(50)
(51)

BAB IV

ANALISA

IV.1. Analisa Fungsional

IV.1.1. Pemakai bangunan

Pemakai bangunan Tamil Cultural Centre ini adalah : 1. Masyarakat umum kota Medan, khususnya etnis Tamil 2. Wisatawan Domestik

3. Wisatawan Mancanegara 4. Pengelola

IV.1.2.Aktivitas

Tabel 4-1. Aktifitas

Kelompok kegiatan

Tempat Pengguna Aktifitas Kebutuhan ruang

Rekreatif Ruang Pertunjukan (ampitheatre) Pengunjung Penyaji Menonton, istirahat, latihan, merias, menyajikan acara, pakai-simpan alat, memantau pengunjung Lobby, ruang

pertunjukan dan film, toilet, backstage, r. Rias, r. ganti, toilet, gudang, panggung, r. kontrol, r.liputan TV dan adio.

Informatif Museum, perpustakaan dan galery Pengunjung Pengelola Mendapat informasi, melihat produk, negosiasi, istirahat, mendaftar, lihat katalog, cari buku, membaca, fotokopi, istirahat, menerima dan merawat produk, pameran koleksi, membersihkan, informasi, terima pendaftaran, menerima adm, merapikan

r. pengelola museum, r. servis, lobby,

museum, resepsionist, r. Duduk, gudang, toilet, ruang pameran, r. Penitipan, r. katalog, r. fotokopi, r.

(52)

buku. Komunikatif, Edukatif, dan Komersil Exibition Hall, Kursus bahasa dan seni, cafe dan resto Pengunjung Pengelola Penyelenggara Pengajar Siswa Seminar, pesta, perayaan hari besar, duduk, makan, istirahat, dokumentasi, presentasi. Mengajar, istirahat, mengurus adm, rapat, belajar, mengajar, mencari informasi, konsultasi. Jual-beli, jalan-jalan, transaksi, makan-minum, pesan makanan, memberikan informasi, menyajikan makanan, memasak, menerima pembayaran.

Hall, r. Dokumentasi, r. Kontrol.

r. kelas, r. Guru, r. Staff, r.adm, r. Rapat, r. Konsultasi, r. Alat, r.persiapan, r. Simpan hasil karya, workshop, r. pengerjaan, gudang, studio kerja, r.

Display, r. Makan, dapur, r. Pengelola, toilet.

Penunjang Servis, dan kantor Direksi Staff pengurus Pengelola Bekerja, menerima tamu, rapat, makan, istirahat, mengontrol setiap pekerjaan dan kegiatan.

r. pimpinan dan wakil, r. Karyawan, r. Arsip, lobby, reseptionist, r. Alat, gudang, toilet, r. Pertemuan, r. AHU, R. Panel, r. ME, R. Genset.

IV.1.3. Besaran Ruang dalam Bangunan

Rekreatif

Tabel 4-2. Besaran Ruang Rekreatif

Kelompok Kegiatan

Kebutuhan Ruang Kapasitas Standar Sumber Luas

Rekreatif

r-1 Hall 200 0,78 m2/org NAD 150 m2

r-2 Ampitheatre 500 0,8 m2/org NAD 400 m2 r-3 Stage

& Bioskop

75 1 m2/org + 5 m2 piano +

10 m2

backstage

NAD Asumsi

90 m2 400 m2

r-4 R.

persiapan

- 50% luas

panggung

(53)

r-5 R. ganti pria 10 1,6 m2/org NAD 16 m2

r-6 r. ganti

wanita

10 1,6 m2/org NAD 16 m2

r-7 Toilet pria 3 1,8 m2/org NAD 5,4 m2 r-8 Toilet

wanita

3 1,8 m2/org NAD 5,4 m2

r-9 Ruang pakaian pria

- - Asumsi 25 m2

r-10 Ruang pakaian wanita

- - Asumsi 25 m2

r-11 Toilet pengunjung pria

5 1,8 m2/org NAD 9 m2

r-12 Toilet pengunjung wanita

5 1,8 m2/org NAD 9 m2

r-13 Kantor 3 10 m2/org NAD 30 m2

r-14 Loket 2 5 m2/org NAD 10 m2

r-15 Ruang proyektor

3 12 m2/org NAD 36 m2

r-16 Ruang kontrol suara

2 12 m2/org NAD 24 m2

r-17 Ruang liputan TV&radio

5 10 m2/org NAD 50 m2

r-18 Gudang - 10%

auditorium dan bioskop

Asumsi 80 m2

Subtotal 1425,8 m2

Sirkulasi 40% 570,32 m2

Total 1996,12

m2

Komunikatif, Edukatif dan Komersil

Tabel 4-3. Besaran Ruang Komunikatif, Edukatif, dan Komersil

Kelompok Kegiatan

Kebutuhan Ruang Kapasitas Standar Sumber Luas

Komunikatif

r-19 Exibition Hall 200 1,6 m2/org NAD 320 m2

r-20 Pantry 200 0,5 m2/org NAD 100 m2

r-21 R.

dokumentasi

4 2 m2/org NAD 8 m2

r-22 R. tata suara&lampu

2 12 m2/org NAD 24 m2

r-23 R. liputan TV&radio

5 10 m2/org NAD 50 m2

Edukatif

r-24 R. kelas bahasa

40 = 5 unit

1,5 m2/org NAD 300 m2

r-25 R. info dan konsultasi

(54)

r-26 Ruang Kesenian

4 5,5 m2/org Asumsi 22 m2

r-27 R.

bahan&alat

4 5 m2/org Asumsi 20 m2

r-28 r. persiapan 20 14 m2/org Asumsi 70 m2 r-29 R. simpan

hasil karya

4 = 4 unit 5 m2/org Asumsi 80 m2

r-30 R.

pengerjaan

5 5 m2/org Asumsi 20 m2

r-31 Studio/ workshop

40 = 2 unit

120 m2/studio

Asumsi 240 m2

r-32 Gudang - 10% luas

studio

Asumsi 24 m2

r-33 Ruang guru 10 6,5 m2/org TSS 65 m2 r-34 Ruang rapat 15 1,6 m2/org NAD 24 m2

Komersil

r-35 Ruang display toko

50 20 m2/org Asumsi 1000 m2

r-36 Ruang pengelola

4 12 m2/org NAD 48 m2

r-37 Lobby 100 0,78 m2/org NAD 78 m2

r-38 Toilet pria 5 1,8 m2/org NAD 9 m2 r-39 Toilet wanita 5 1,8 m2/org NAD 9 m2 r-40 Ruang

makan

160 Untuk 4

orang/meja =

2,5mx2,3m

NAD 230 m2

r-41 Dapur 10 1,8 m2/org NAD 180 m2

r-42 Toilet pria 5 1,8 m2/org NAD 9 m2 r-43 Toilet wanita 5 1,8 m2/org NAD 9 m2

r-44 Foyer 100 0,5 m2/org NAD 50 m2

r-45 Gudang - - Asumsi 15 m2

Subtotal 3072 m2

Sirkulasi 40% 1228,8 m2

Total 4300,8 m2

Informatif

Tabel 4-4. Besaran Ruang Infomatif

Kelompok Kegiatan

Kebutuhan Ruang Kapasitas Standar Sumber Luas

Museum dan galeri

r-46 Ruang pengelola

4 12 m2/org NAD 48 m2

r-47 Ruang karyawan

10 7 m2/org NAD 70 m2

r-48 R. galeri - - Asumsi 400 m2

r-49 Resepsionis / loket

4 0,7 m2/org NAD 12 m2

r-50 Ruang duduk

20 0,8 m2/org NAD 16 m2

r-51 Ruang museum

- - Asumsi 1600 m2

r-52 Gudang - 10 % dari

galeri&museum

(55)

r-53 Lobby 50 0,78 m2/org NAD 40 m2

r-54 Toilet pria 5 1,8 m2/org NAD 9 m2

r-55 Toilet wanita

5 1,8 m2/org NAD 9 m2

Perpusta – kaan

r-56 Ruang penitipan

12 m2/org NAD 12 m2

r-57 Ruang karyawan

10 7 m2/org NAD 70 m2

r-58 Ruang katalog

5 1,5 m2/unit NAD 7,5 m2

r-59 Ruang fotokopi

2 4 m2/unit NAD 8 m2

r-60 R. audio-visual

10 2 m2/unit NAD 20 m2

r-61 Ruang buku 5000 buku 1rak = 100 buku, lebar = 125 cm

NAD 60 m2

r-62 Ruang baca 50 0,8 m2/org NAD 40 m2 r-63 Ruang arsip 4 unit 5 m2/unit Asumsi 20 m2

r-64 Ruang adm 5 4 m2/org Asumsi 20 m2

r-65 Gudang - 10% dari ruang

baca

Asumsi 4 m2

r-66 Lobby 50 0,78 m2/org NAD 40 m2

r-67 Toilet pria 5 1,8 m2/org NAD 9 m2

r-68 Toilet wanita

5 1,8 m2/org NAD 9 m2

Subtotal 2543,5 m2

Sirkulasi 40% 1017,4 m2

Total 3560,9 m2

Penunjang

Tabel 4-5. Besaran Ruang Penunjang

Kelompok Kegiatan

Kebutuhan Ruang Kapasitas Standar Sumber Luas

Pengelola

r-69 Ruang pimpinan

1 unit 40 m2/org NAD 40 m2

r-70 Ruang wakil 1 unit 30 m2/org NAD 30 m2 r-71 Ruang

sekretaris

1 unit 12 m2/org NAD 12 m2

r-72 Ruang staff 20 6,25 m2/org NAD 125 m2 r-73 Ruang rapat 20 1,6 m2/org NAD 3,2 m2 r-74 Resepsionis 4 0,7 m2/org NAD 2,8 m2

Servis

r-75 Gudang alat 4 0,7 m2/org Asumsi 2,8 m2 r-76 Ruang arsip 5 rak 2,5 m2/rak NAD 12,5 m2 r-77 Ruang

istirahat

20 1,6 m2/org NAD 32 m2

r-78 Toilet pria 3 1,8 m2/org NAD 5,4 m2 r-79 Toilet

wanita

3 1,8 m2/org NAD 5,4 m2

r-80 Ruang AHU 1 unit - Asumsi 60 m2

r-81 Ruang panel

(56)

r-82 Ruang ME 1 unit - Asumsi 15 m2 r-83 Ruang

genset

1 unit - Asumsi 50 m2

Subtotal 405,1 m2

Sirkulasi 40% 162,04

m2

Total 567,14

m2

Total Kebutuhan luas ruang dalam :

Rekreatif : 1.996,12 m2

Komunikatif, edukatif & komersil : 4.300,80 m2

Informatif : 3.560,90 m2

Pengelola & servis : 567,14 m2

(57)

IV.2. Analisa Lingkungan

IV.2.1. Tata Guna Lahan

(58)

IV.2.2. Generator Aktifitas

(59)

IV.2.3. Pola Arsitektur

(60)

IV.2.4. Sirkulasi & Pencapaian

(61)

IV.3. Analisa Site

IV.3.1. Analisa Matahari

Gambar 4-5. Analisa Matahari

IV.3.2. Analisa Angin

(62)

IV.3.3. Analisa Vegetasi

Gambar 4-7. Analisa Vegetasi

IV.3.4. Analisa Kebisingan

(63)

IV.3.5. Analisa Aktifitas dan Pejalan Kaki

Gambar 4-9. Analisa Aktifitas dan Pejalan Kaki

IV.3.6. Analisa Sirkulasi

(64)
[image:64.595.101.515.71.375.2]

IV.3.7. Analisa Keistimewaan Alami Tapak

Gambar 4-11. Analisa Keistimewaan Alami Tapak

IV.3.8. Analisa Utilitas

[image:64.595.94.518.434.744.2]
(65)
[image:65.595.77.551.107.355.2]

IV.3.9. Analisa View Ke Site

Gambar 4-13. Analisa View ke Site

IV.3.10.Analisa View Dari Site

[image:65.595.76.534.421.749.2]
(66)
[image:66.595.101.510.107.418.2]

IV.3.11.Analisa Garis Langit

(67)
[image:67.595.73.554.84.785.2]

Tabel 4-6. Kesimpulan Analisa

No Analisa Potensi Masalah Penyelesaian

1 Matahari Sisi pendek

menghadap barat-timur

Pencahayaan alami yang memadai

Radiasi tinggi (tidak ada buffer atau penyejuk)

Bangunan memanjang dari sisi barat-timur Membuat buffer dan shading

Menambahkan unsur penyejuk seperti air dan vegetasi 2. Angin Bagian terpanjang

dilewati aliran amgin

Bentuk bangunan yang terbuka untuk

memaksimalkan aliran angin

3 Vegetasi & Punutup site

Minimnya vegetasi membuat tidak sejuk dan kurangnya buffer Perkerasan yang ada meningkatkan suhu dan menurunkan daya resap air

Membuat kontur tanah Memaksimalkan vegetasi

Menambahkan unsur air sebagai penutup tapak

4 Kebisingan Sisi panjang site lebih tenang dari pada sisi pendek

Tidak ada buffer terhadap suara bising

Sisi panjang sebagai area entrance untuk mengurangi

kemacetan. Sisi panjang lebih diutamakan pada kegiatan pedestrian Membuat vegetasi dan perbedaan level untuk buffer

5 Sirkulasi Site dapat diakses dari segala arah. Terdapat jalan primer yng menghubungkan arus sirkulasi penting

Semua jalan 2 arah dan tidak cukup lebar Parkir yang tidak teratur

Membuat jalan menjadi 1 arah

Mengarahkan alur sirkulasi ke site Parkir dialokasikan ke basement

6 Aktivitas dan pejalan kaki Terdapat beberapa generator aktivitas yang menyebabakan adanya kegiatan pedestrian melalui site Adanya jalur penembusan dari salah satu generator aktivitas terbesar di kawasan

Tidak ada path pedestrian yang jelas

Membuat site sebagai lokasi pusat pedestrian yang dapat mengakses ke segala arah.

Membuat jalur penembusan

7 Keistimewaan alami tapak

(68)

sekitar

8 Utilitas Utilitas yang tidak

teratur

Mengatur utilitas (membuat jalur utilitas yang jelas)

9 View ke site Keempat sisi berbatasan dengan jalan

Semua sisi terbuka Membuat pandangan (view) penembusan melewati site 10 View dari site Keempat sisi

berbatasan dengan jalan dan node jalan

Banguna sekitar yang tinggi

menghalangi view

Membuat site lebih tinggi untuk

memaksimalkan view ke segala arah

11 Garis langit Belum adanya

pembentuk garis langit yang kontras (semua relatif sama)

(69)

IV.4. Analisa Bangunan

[image:69.595.83.532.127.715.2]

IV.4.1. Kuil Sri Mariaman

(70)
[image:70.595.82.531.61.721.2]
(71)
[image:71.595.68.545.80.721.2]

IV.4.2. Graha Maria Annai Velangkani

(72)
[image:72.595.76.536.66.724.2]
(73)
[image:73.595.87.522.113.743.2]

IV.5. Analisa Ruang

(74)

BAB V

(75)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

[image:75.595.89.522.174.745.2]

V.1. Konsep Pencapaian dan Sirkulasi

(76)

V.2. Konsep Basement

Gambar 5-2. Konsep Jalur Kendaraan ke dan dari Basement

[image:76.595.96.508.87.427.2]

V.3. Zoning

(77)
[image:77.595.87.525.108.736.2]

V.4. Konsep Massa

(78)
[image:78.595.94.518.108.746.2]

V.5. Konsep Ruang luar dan Ruang dalam

(79)

V.7. Konsep Pencahayaan dan Unsur Air

[image:79.595.73.540.109.727.2]

V.8.

(80)

BAB VI

(81)

BAB VI

HASIL PERANCANGAN ASITEKTUR

[image:81.595.84.523.127.747.2]

VI.1. Site Plan

(82)
[image:82.595.69.543.74.759.2]

VI.2. Ground Plan

(83)
[image:83.595.70.534.72.737.2]

VI.3. Denah Level -1,50

(84)<

Gambar

Gambar 2-1.  Tinjauan Makro Lokasi
Gambar 2-2. Tinjauan Mikro Lokasi
Gambar 4-12.  Analisa Utilitas
Gambar 4-13.  Analisa View ke Site
+7

Referensi

Dokumen terkait

c.bahwa berdasarkan Indikator Kinerja yang mendukung Tujuan dan Sasaran Perubahan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013-2018 dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a

Salah satu cara memanfaatkan energi surya adalah dengan mengubahnya menjadi energi listrik menggunakan modul fotovoltaik atau modul surya yang disebut pembangkit

- Tersusunnya laporan hasil kegiatan pelaksanaan pemeliharaan jalan dan jembatan provinsi - Terlaksananya

Memberikan pengesahan tentang kebijakan, strategi usaha, dan pedoman perencanaan perusahaan baik jangka pendek (program kerja tahunan), jangka menengah, maupun

The contributions of this study are threefold: (1) to develop a spatial-temporal classification framework to discriminate crops using a sequence of multitemporal TerraSAR-X images,

00 00 01 009 Penyediaan Jasa Perbaikan Peralatan Kerja Tersedianya jasa perbaikan peralatan kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 1 Tahun Terwujudnya perawatan peralatan kerja

Kapolda Banten (Kanan) menyerahkan cinderamata kepada Andi Gani Nena Wea Komisaris Utama PT PP (Persero) Tbk (Kiri) pada acara Buka Puasa Bersama di Polda Banten, Serang

Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh