• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN TINGKAT

KEMISKINAN PETANI KOPI ARABIKA DI DESA

TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH

ABDUL HALIM LUBIS

070304017

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN TINGKAT

KEMISKINAN PETANI KOPI ARABIKA DI DESA

TANJUNG BERINGIN KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH

ABDUL HALIM LUBIS

070304017

AGRIBISNIS

Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana pertanian

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

( Dr. Ir. Salmiah, M.S ) ( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec NIP. 195702171986032001 NIP. 195803251985021002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

RINGKASAN

ABDUL HALIM LUBIS : Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, MS. dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.

Produksi kopi Arabika Sumatera Utara banyak digemari oleh pasar ekspor dunia dan hanya 2% saja yang dikonsumsi didalam negeri, setidaknya ekspor kopi Arabika Sumatera Utara menopang 15% kinerja ekspor kopi Arabika nasional. Jika dilihat dari sudut harga jual, nilai kopi Arabika jauh lebih tinggi daripada kopi Robusta sehingga kopi Arabika memiliki potensi yang cukup signifikan dalam peningkatan pendapatan petani kopi. Tingginya harga jual kopi Arabika akan mempengaruhi tingkat ketimpangan pendapatan serta tingkat kemiskinan petani kopi Arabika disuatu daerah penghasil kopi Arabika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani kopi arabika, tingkat pendapatan dari usahatani kopi Arabika serta kontribusinya terhadap total pendapatan, tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi Arabika, dan tingkat kemiskinan petani kopi Arabika didaerah penelitian. Desa Tanjung Beringin terpilih sebagai daerah penelitian yang ditentukan dengan metode Two Stage Cluster Sampling. Sedangkan untuk penarikan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan, indikator tingkat ketimpangan berdasarkan nilai Gini Ratio (dilengkapi dengan Kurva Lorenz) dan kriteria World Bank serta indikator tingkat kemiskinan menurut Sajogyo (1988) dan BPS (2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pendapatan petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabika cukup beragam dimana pendapatan dari usahatani kopi Arabika memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan petani kopi Arabika, yakni, sebesar 65,68%. Tingkat ketimpangan petani kopi Arabika berdasarkan nilai Gini Ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah, sedangkan berdasarkan kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, proporsi petani kopi Arabika miskin menurut Sajogyo (1988) sebanyak 21,43%, sedangkan menurut BPS (2010) sebanyak 16,67%.

(4)

RIWAYAT HIDUP

ABDUL HALIM LUBIS lahir di Medan pada tanggal 15 Mei 1989. Anak kelima dari lima bersaudara dari Bapak Drs.H.Amril Muin Lubis dan Ibu Hj.Adlina Hrp.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah pada tahun 1994–1995 TKA Hikmatul Fadhillah Medan, tahun 1995–2001 SD Taman Harapan 1 Medan, tahun 2001–2004 SMP Harapan 2 Medan, tahun 2004–2007 SMAN 1 Plus Matauli Pandan, dan pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa di program studi Agribisnis, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Pada masa pendidikan penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan pernah menjabat sebagai ketua umum IMASEP periode 2010–2012. Tahun 2011, penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara mulai 27 Juni hingga 27 Juli 2011.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lengkap. Skripsi berjudul “Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi” ini dibimbing oleh Ibu Dr.Ir.Salmiah, MS dan Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing, Ibu Dr.Ir.Salmiah,MS dan Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec, yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, yakni, Ayahanda Drs.H.Amril Muin Lubis dan Ibunda Hj.Adlina Harahap, serta kepada saudara kandung penulis, Hj.Loly Siti Khadijah Lubis, ST, MT, M. Yusuf Lubis, SE, MM, Lily Ramadhani Lubis, SH, dan M. Saidi Syafii Lubis, SH yang telah memberikan dukungan, semangat, materi, dan doa kepada penulis.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi.

Medan, Agustus 2012

(6)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ...

i

RIWAYAT HIDUP ...

ii

KATA PENGANTAR ...………...

iii

DAFTAR ISI ...………...

iv

DAFTAR GAMBAR ...

vi

DAFTAR TABEL ...

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...

ix

BAB I

PENDAHULUAN ………...

1

Latar Belakang …………... 1

Identifikasi Masalah ... 10

Tujuan Penelitian ………... 10

Kegunaan Penelitian ………... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...

11

Tinjauan Pustaka ... 11

Landasan Teori ... 18

Kerangka Pemikiran ... 26

Hipotesis Penelitian ………... 29

BAB III METODE PENELITIAN ………...

30

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 30

Metode Penentuan Sampel ………... 32

Metode Pengumpulan Data ... 33

Metode Analisis Data ………... 33

Definisi dan Batasan Opersional ………... 37

Definisi ... 37

(7)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL ...

39

Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 39

Geografi dan Topografi ... 39

Demografi ... 39

Sarana dan Prasarana ... 41

Karakteristik Sampel ... 42

Umur Petani Sampel ... 42

Pendidikan Petani Sampel ... 43

Luas Lahan Kopi Arabika Petani Sampel ... 44

Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Sampel ... 45

Umur Tanaman Kopi Arabika Petani Sampel ... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN …………...

48

Sumber Pendapatan Petani Kopi Arabika Diluar Usahatani Kopi Arabika ... 48

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika & Kontribusinya Terhadap Total Pendapatan Keluarga Petani Kopi ... 52

Penerimaan Usahatani Kopi Arabika ... 52

Total Biaya Produksi Usahatani Kopi Arabika ... 54

Pendapatan Usahatani Kopi Arabika ... 56

Kontribusi Pendapatan Usahatani Kopi Arabika Terhadap Total Pendapatan Keluarga Petani Kopi ... 58

Tingkat Ketimpangan Pendapatan Petani Kopi ... 60

Berdasarkan nilai Gini Ratio dan Kurva Lorenz ... 60

Berdasarkan Kriteria World Bank ... 63

Tingkat Kemiskinan dan Proporsi Petani Kopi Miskin ... 65

Berdasarkan Garis Kemiskinan Sajogyo (1988) ... 65

Berdasarkan Kriteria BPS (2010) ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN …………...

69

Kesimpulan ... 69

Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ………...

72

(8)

DAFTAR GAMBAR

No.

Keterangan

Hlm.

1. Bentuk Arsiran Kurva Lorenz ... 13

2. Bentuk Kurva Lorenz ... 21

3. Perkiraan Bentuk Kurva Lorenz ... 22

4. Skema Kerangka Pemikiran ... 28

(9)

DAFTAR TABEL

No.

Keterangan

Hlm.

1. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten Tahun 2006–2009 ... 3 2. Indikator Ketimpangan Gini Ratio ... 20 3. Indikator Ketimpangan Menurut World Bank ... 24 4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah (Maret 2009–Maret 2010) ... 25 5. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di

Kabupaten Dairi Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 31 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tanjung

Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 39 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 40 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung

Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 41 9. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan

Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 42 10. Keadaan Umur Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 43 11. Keadaan Umur Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 44 12. Luas Lahan Kopi Arabika Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 45 13. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 46 14. Umur Kopi Arabika Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 47 15. Distribusi Sumber Pendapatan Petani Sampel di Desa Tanjung

Beringin Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 49 16. Distribusi Sumber Pendapatan Tambahan Petani Sampel Diluar

Usahatani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan

(10)

17. Rata-Rata Penerimaan dan Produksi Kopi Arabika Petani Sampel Per-Petani dan Per-Rante Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung

Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi ... 53 18. Rata-Rata Total Biaya Produksi Kopi Arabika Petani Sampel

Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul

Kabupaten Dairi ... 55 19. Rata-Rata Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Kopi Arabika

Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul

Kabupaten Dairi ... 57 20. Rata-Rata Keseluruhan Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani

Kopi Arabika Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin,

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi ... 57 21. Kontribusi Masing-Masing Sumber Pendapatan Petani Sampel

Terhadap Total Pendapatan Petani Sampel Selama Tahun 2011 di

Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi ... 59 22. Nilai Koefisien Gini (Gini Ratio) Petani Sampel di Desa Tanjung

Beringin Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 60 23. Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan Petani Sampel

Menurut Kriteria Bank Dunia (World Bank) Selama Tahun 2011 di

Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi ... 63 24. Penggolongan Pendapatan Petani Sampel dalam Ekuivalensi

Konsumsi Beras Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin

Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi ... 65 25. Penggolongan Tingkat Kemiskinan Keluarga Petani Sampel

Menurut Kriteria Kemiskinan Sajogyo (1988) di Desa Tanjung

Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011 ... 66 26. Penggolongan Tingkat Kemiskinan Keluarga Petani Sampel

Menurut Kriteria Garis Kemiskinan BPS (2010) di Desa Tanjung

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Keterangan

Hlm.

1. Karakteristik Petani Sampel ... 74 2. Penerimaan Petani Sampel dari Usahatani Kopi Arabika

Selama Tahun 2011 ... 75 3. Penerimaan Petani Sampel Berdasarkan Bentuk Produksi Biji

Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 76 4. Biaya Pembelian Pupuk Untuk Proses Produksi Usahatani

Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 77 5. Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan Petani Sampel Untuk

Proses Produksi Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun 2011

a. Jenis Peralatan : Cangkul, Parang, Beko, Ember, Garuk ... 79 b. Jenis Peralatan : Goni, Mesin Penggiling, Sprayer ... 81 6. Biaya Sarana Produksi (Saprodi) Terhadap Usahatani Kopi Arabika

Selama Tahun 2011 ... 83 7. Biaya Tenaga Kerja yang Dikeluarkan Untuk Proses Produksi

Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 84 8. Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Kopi Arabika

Selama Tahun 2011 ... 86 9. Pendapatan Petani Sampel Berdasarkan Bentuk Produksi Biji

Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 88 10. Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Non-Kopi Arabika

Selama Tahun 2011 ... 89 11. Pendapatan Petani Sampel dari Kegiatan Produktif Lain Diluar

Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 91 12. Total Pendapatan Petani Sampel Selama Tahun 2011 Serta

Kontribusi Pendapatan dari Usahatani Kopi Arabika Terhadap

Total Pendapatan Petani Sampel ... 93 13. Distribusi Jumlah Usaha Tambahan yang Ditekuni Petani Sampel

Diluar Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun 2011 ... 95 14. Analisis Tingkat Ketimpangan Pendapatan Petani Sampel di Desa

Tanjung Beringin Berdasarkan Nilai Koefisien Gini (Gini Ratio)

Selama Tahun 2011 ... 96 15. Gambar Kurva Lorenz yang Menunjukkan Tingkat Ketimpangan

Distribusi Pendapatan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin

(12)

16. Analisis Tingkat Ketimpangan Pendapatan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin Berdasarkan Indikator Bank Dunia (World Bank)

Selama Tahun 2011 ... 99 17. Analisis Tingkat Kemiskinan Petani Sampel di Desa Tanjung

(13)

RINGKASAN

ABDUL HALIM LUBIS : Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, MS. dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.

Produksi kopi Arabika Sumatera Utara banyak digemari oleh pasar ekspor dunia dan hanya 2% saja yang dikonsumsi didalam negeri, setidaknya ekspor kopi Arabika Sumatera Utara menopang 15% kinerja ekspor kopi Arabika nasional. Jika dilihat dari sudut harga jual, nilai kopi Arabika jauh lebih tinggi daripada kopi Robusta sehingga kopi Arabika memiliki potensi yang cukup signifikan dalam peningkatan pendapatan petani kopi. Tingginya harga jual kopi Arabika akan mempengaruhi tingkat ketimpangan pendapatan serta tingkat kemiskinan petani kopi Arabika disuatu daerah penghasil kopi Arabika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani kopi arabika, tingkat pendapatan dari usahatani kopi Arabika serta kontribusinya terhadap total pendapatan, tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi Arabika, dan tingkat kemiskinan petani kopi Arabika didaerah penelitian. Desa Tanjung Beringin terpilih sebagai daerah penelitian yang ditentukan dengan metode Two Stage Cluster Sampling. Sedangkan untuk penarikan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan, indikator tingkat ketimpangan berdasarkan nilai Gini Ratio (dilengkapi dengan Kurva Lorenz) dan kriteria World Bank serta indikator tingkat kemiskinan menurut Sajogyo (1988) dan BPS (2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pendapatan petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabika cukup beragam dimana pendapatan dari usahatani kopi Arabika memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan petani kopi Arabika, yakni, sebesar 65,68%. Tingkat ketimpangan petani kopi Arabika berdasarkan nilai Gini Ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah, sedangkan berdasarkan kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, proporsi petani kopi Arabika miskin menurut Sajogyo (1988) sebanyak 21,43%, sedangkan menurut BPS (2010) sebanyak 16,67%.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang

Tanaman kopi diduga berasal dari benua Afrika, tepatnya Negara Ethiopia. Awalnya tanaman kopi tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi. Penyebaran awal kopi ke berbagai wilayah cukup lambat. Hal ini disebabkan tanaman kopi hanya berkhasiat sebagai penghangat badan. Saat negara-negara Islam berjaya pada abad ke-15, penelitian tentang kopi terus dilakukan. Berdasarkan peneilitian tersebut, kopi ternyata berpotensi sebagai obat-obatan dan sebagai penahan rasa ngantuk. Sejak adanya perkembangan pengolahan kopi, tanaman ini menjadi terkenal hingga tersebar ke berbagai wilayah di Eropa, Asia, dan Amerika (Suwarto dan Octavianty, 2010).

Banyaknya khasiat yang didapat dari kopi menyebabkan penyebarannya cukup pesat terutama di Benua Eropa. Pada tahun 1637, kedai kopi pertama kali di Benua Eropa berada di Inggris. Mereka menyebutnya sebagai Penny Universities, tempat berkumpulnya para pengusaha, karyawan bank, dan pekerja lainnya. Di Italia kedai kopi pertama dibangun di kota Salerno pada tahun 1645 yang diberi nama Botega Delcafe, tempat ini kemudian menjadi pusat pertemuan para cendikiawan di negara pizza tersebut. Setelah mengalami stagnasi di Inggris, kedai kopi merambah ke negara-negara Eropa lainnya, seperti, Perancis dan Jerman. Salah satu kesukaan orang-orang di Paris, Perancis, adalah mengunjungi

(15)

Penyebaran tanaman kopi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa terjadi pada tahun 1700-an. Awalnya seorang berkebangsaan Belanda membawa tanaman kopi jenis Arabika ke Botanic Garden di Amsterdam, Belanda. Saat zaman penjajahan Belanda di Indonesia, berbagai percobaan penanaman kopi jenis Arabika dilakukan di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Percobaan pertama dilakukan di daerah Pondok Kopi, Jakarta. Setelah tumbuh dengan baik disana, tanaman kopi diaplikasikan di Jawa Barat dengan sistem tanam paksa. Setelah menyebar ke Pulau Jawa, tanaman kopi disebar ke beberapa provinsi di Pulau Sumatera dan Sulawesi (Panggabean, 2011).

Prospek pengembangan kopi memiliki potensi yang cukup besar bagi peningkatan sumber devisa negara serta peningkatan pendapatan petani yang pada akhirnya berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Namun usaha tersebut mengalami beberapa kendala, baik dari sisi produksi kopi maupun harga jual kopi. Kopi sangat berarti bagi perekonomian petani sehingga tidak mudah untuk mengendalikan peningkatan produksi. Dengan demikian, pemerintah daerah sebagai regulator harus memberikan perhatian khusus dalam menerapkan kebijakan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat. Beberapa permasalahan yang dihadapi petani kopi, seperti, kurangnya pangsa pasar ekspor bagi perkebunan kopi rakyat serta harga jual kopi yang belum memihak bagi para petani kopi, perlu dibantu oleh pemerintah daerah setempat (Spillane, 1990).

(16)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Kabupaten penghasil kopi Arabika terbesar di Sumut ialah Dairi, yakni, sebesar 10.031,20 ton selama tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini,

Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten, Tahun 2006 – 2009.

Kabupaten Luas Tanaman (Ha) Produksi

(Ton)

TBM TM TTM Jumlah

1. Nias – – – – –

2. Mandailing Natal 1.172,24 495,68 27,07 1.694,99 349,99 3. Tapanuli Selatan – – – – – 4. Tapanuli Tengah – – – – – 5. Tapanuli Utara 4.604,50 8.661,50 303,55 13.569,55 9.130,34 6. Toba Samosir 291,92 1.840,61 223,65 2.356,55 3.383,15 7. Labuhan Batu – – – – –

8. Asahan – – – – –

9. Simalungun 1.846,81 4.830,46 – 6.677,27 7.245,39

10. Dairi 2.236,00 7.902,00 201,00 10.339,00 10.031,20

11. Karo 249,00 4.381,00 605,00 5.136,00 6.447,50 12. Deli Serdang 182,00 668,70 16,00 866,70 678,24

13. Langkat – – – – –

14. Nias Selatan – – – – – 15. Humbang Hasundutan 3.205,00 6.971,50 1.060,50 11.237,30 5.496,20 16. Pakpak Bharat 158,00 1.164,00 49,00 1.371,00 1.151,40 17. Samosir 978,60 2.506,10 409,20 3.893,00 2.573,40 18. Serdang bedagai – – – – –

19. Batu Bara – – – – –

20. Padang Lawas Utara – – – – – 21. Padang Lawas – – – – – 22. Labuhan Batu Selatan – – – – – 23. Labuhan Batu Utara – – – – –

24. Nias Utara – – – – –

25. Nias Barat – – – – –

J u m l a h

2009 39.421,55 39.421,55 2.795,97 57.141,89 45.482,81 2008 38.549,36 38.549,36 2.528,12 56.390,81 45.351,99 2007 35.017,57 35.017,57 5.856,87 53.869,36 42.222,57 2006 34.554,37 34.554,37 527,93 50.310,24 38.524,28

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2010.

(17)

menurun. Hal yang sama juga dialami para penggemar kopi Arabika Sumut yang harus rela menerima pasokan yang menyusut. Selama ini, peminum kopi asal Amerika Serikat dan Eropa sudah mengenal kopi dari Sumut dengan nama kopi Sidikalang dan Mandailing. Kopi jenis arabika Sumut itu menjadi kopi mahal yang disediakan kafe-kafe kopi di Amerika Serikat (Tragistina dan Amri, 2010).

Kabupaten Dairi merupakan sentra penghasil kopi Arabika terbesar di Sumatera Utara dengan Kecamatan Sumbul sebagai daerah yang memproduksi kopi Arabika terbanyak di Dairi. Sekitar 95% penduduk di Kecamatan Sumbul berprofesi sebagai petani kopi dan buruh tani serta menjadikan usahatani kopi sebagai usahatani primadona didaerah tersebut. Walaupun mayoritas petani di Kecamatan Sumbul sudah mengusahakan usahatani kopi sebagai usahatani utama, namun ternyata banyak diantara mereka yang masih mengusahakan kegiatan lain sebagai mata pencaharian tambahan, seperti usahatani Kol, usahatani Cabai, usahatani Ubi Jalar, usahatani Ubi Kayu, dan kegiatan produktif lain diluar usahatani, seperti, beternak, bertukang, dan berdagang(Simanjuntak, 2005).

(18)

dan lain-lain. Dengan semakin banyaknya kegiatan produktif yang dapat dilakukan petani dan keluarganya diharapkan akan meningkatkan total pendapatan keluarga (Simanjuntak, 2005).

Akhir-akhir ini di beberapa daerah penghasil kopi, cukup banyak petani kopi yang mengganti tanamannya dari kopi menjadi tanaman jagung ataupun tanaman perkebunan lainnya. Pasalnya, biaya peremajaan tanaman kopi cukup besar, padahal umur perkebunan kopi mereka sudah lama. Selain itu, penggunaan klon kopi yang turun-temurun tanpa adanya pemuliaan bibit kopi dapat menurunkan kuantitas dan kualitas biji kopi. Sarana dan prasarana transportasi di beberapa daerah penghasil kopi turut menjadi faktor menurunnya mutu biji kopi. Tanpa adanya pengawasan dari pemerintah daerah setempat, perkebunan kopi beresiko ditinggalkan oleh para petaninya yang berdampak pada timbulnya ketimpangan pendapatan para petani kopi didaerah tersebut. Hal tersebut sebaiknya segera diatasi oleh pemerintah daerah setempat sehingga dapat meningkatkan kontuinitas produksi, memperbaiki mutu kopi, menstabilkan harga jual kopi, serta mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi (Panggabean, 2011).

(19)

Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni, Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini (Sulastri, 2011).

Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per-faktor produksi (functional or factor share distribution of income) berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukanlah merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini (Tridamayanti, 2011).

(20)

distribusi pendapatan merupakan inti dari permasalahan pembangunan. Di negara yang tingkat GNP dan pendapatan perkapitanya rendah, semakin timpang distribusi pendapatan maka permintaan agregat akan semakin dipengaruhi oleh perilaku konsumsi orang-orang kaya. Perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah, atau dengan kata lain, banyak penduduk yang hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau di bawah garis kemiskinan internasional (Hamonangan, 2011).

Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan (inequality). Perbedaan ini sangat ditekankan. Kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolute dari bagian masyarakat tertentu, sedangkan ketimpanan mengacu pada standar hidup relative dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang maksimum, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan sangat tinggi (Setiadi dan Kolip, 2011).

(21)

memang berhubungan dengan masalah kemiskinan. Karena salah satu faktor penyebab kemiskinan di dalam suatu negara adalah adanya ketidakmeretaan distribusi pendapatan rakyatnya (Yusro, 2011).

Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada dibawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti, pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur. Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok dapat dipengaruhi oleh tiga hal, yakni, persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, posisi manusia didalam lingkungan sekitar, dan kebutuhan objektif manusia untuk hidup secara manusiawi (Adiputra, 2011).

(22)

yang dialaminya. Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa yang tertuang dalam nilai uang sebagai patokan pendapatan minimal yang diperlukan sehingga dapat disimpulkan bahwa garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri (Setiadi dan Kolip, 2011).

(23)

I.2.

Identifikasi Masalah

a. Bagaimana keragaman sumber pendapatan petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabika didaerah penelitian?

b. Bagaimana tingkat pendapatan petani kopi Arabika dari usahatani kopi Arabika dan kontribusinya terhadap total pendapatan keluarga petani kopi Arabika didaerah penelitian?

c. Bagaimana tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani kopi Arabika didaerah penelitian?

d. Bagaimana tingkat kemiskinan dan proporsi petani kopi Arabika miskin didaerah penelitian?

I.3.

Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabika didaerah penelitian.

b. Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani kopi Arabika dari usahatani kopi Arabika dan kontribusinya terhadap total pendapatan keluarga petani kopi Arabika didaerah penelitian?

c. Untuk menganalisis tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani kopi Arabika didaerah penelitian.

d. Untuk menganalisis tingkat kemiskinan dan proporsi petani kopi Arabika miskin didaerah penelitian.

I.4.

Kegunaan Penelitian

a. Sebagai bahan informasi dan studi bagi petani kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin dalam pengembangan perkebunan kopi rakyat.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Dairi dalam mengambil kebijakan khususnya bidang yang berkaitan dengan tanaman kopi, usahatani kopi, dan petani kopi.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Tinjauan Pustaka

Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di dunia, khususnya untuk jenis kopi Arabika. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat berupa pembukaan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan petani kopi, terutama petani kopi Arabika (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

(25)

Pada umumya masyarakat desa yang mayoritasnya berprofesi sebagai petani memiliki keragaman mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Walaupun suatu keluarga telah memiliki usahatani utama, namun tetap berupaya untuk mengusahakan berbagai jenis cabang usahatani lainnya maupun kegiatan produktif diluar usahatani, seperti, kerajinan, memburuh ke usahatani milik petani lain, bertukang, berdagang, dan sebagainya (Perbatakusuma, 2011).

Dari hasil penelitian Simanjuntak (2005) di Desa Tanjung Beringin, diketahui bahwa ada sekitar 83% petani kopi yang memiliki pekerjaan sampingan diluar usahatani kopi dan kegiatan produktif lain diluar kegiatan usahatani. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, luas lahan yang dimiliki, harga jual kopi yang fluktuatif, kurangnya modal, penguasaan terhadap bidang pekerjaan lain, hama penyakit yang sedang menjangkit, kesempatan yang ada, semakin besarnya kebutuhan rumah tangga, dan sebagainya. Pekerjaan sampingan ini memberikan pendapatan tambahan yang signifikan terhadap pendapatan keluarga petani, namun pendapatan dari usahatani kopi tetap menjadi sumber pendapatan utama keluarga petani kopi. Usahatani kopi memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan keluarga petani, yakni, sebesar 77,28%. Sedangkan usahatani diluar usahatani kopi dan kegiatan produktif lain diluar kegiatan usahatani masing-masing memberikan kontribusi sebesar 6,08% dan 16,64% terhadap pendapatan total keluarga petani.

(26)

jika sekelompok masyarakat proporsinya sebesar 40% dari total penduduk maka seharusnya mereka juga menguasai pendapatan sebesar 40% dari total pendapatan. Ada sejumlah alat atau media untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Alat atau media yang lazim digunakan adalah Koefisien Gini (Gini Ratio) dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia (Hasrimi, 2010).

Todaro (1989) menyatakan bahwa Gini Ratio akan dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva Lorenz. Dengan menggunakan kurva Lorenz maka tingkat pemerataan akan dapat diketahui dengan jalan membandingkan bidang yang terletak antara garis diagonal dengan kurva Lorenz (bidang yang diarsir) dengan bidang setengah bujur sangkar sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 1. Bentuk Arsiran Kurva Lorenz

Sumber : http://statistikaterapan.files.wordpress.com

(27)

dengan prosentase penerimaan pendapatan. Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz

dari garis diagonal maka semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya. Sebaliknya, semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir (Budi, 2011).

Collier dalam Hayami (1985) mengemukakan bahwa pendapatan dari kegiatan di luar pertanian sangat penting sebagai tambahan pendapatan yang bersumber dari kegiatan pertanian. Selanjutnya, ia mengemukakan, pendapatan dari kegiatan non pertanian dalam perekonomian agraris secara teoritis dapat berpengaruh positif terhadap pemerataan pendapatan jika pola penguasaan lahan pertanian relatif tidak merata. Berpengaruh negatif jika pola penguasaan lahan relatif merata dan sumbangan penghasilan kegiatan luar pertanian relatif kecil.

(28)

konkrit hasil studi tersebut menunjukkan bahwa besarnya koefisien Gini untuk daerah hampir miskin sebesar 0,270, daerah miskin sebesar 0,234, daerah sedikit lebih miskin 0,213, dan daerah sangat miskin 0,161.

Berbicara masalah pedesaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan dilihat dari rendahnya tingkat pendapatan, kurangnya konsumsi kalori yang diperlukan oleh tubuh manusia dan melebarnya kesenjangan antara masyarakat yang kaya dengan masyarakat yang miskin. Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi, yaitu, faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada dirinya seperti tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut menentukan aksesibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait-mengait antara suatu faktor dengan faktor yang lainnya. Oleh karena itu untuk mengkaji kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor-faktor yang berada di balik kemiskinan tersebut (Hasrimi, 2010).

(29)

Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya investasi perkapita. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi perkapita.

Secara lebih khusus studi Hayami (1985) di Indonesia, Malaysia, dan Thailand menemukan bahwa kemiskinan dan ketidakmerataan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi, penyediaan tanah dan modal jika dibanding tenaga kerja, tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah. Untuk kasus Indonesia Kartasasmita (1996), mengemukakan empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut, yaitu, rendahnya taraf pendidikan, rendahnya taraf kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan kondisi keterisolasian.

(30)

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia. Propinsi tersebut, antara lain, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia. Faktor tersebut, antara lain, rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya sumber daya fisik, rendahnya penerapan teknologi, rendahnya potensi wilayah yang ditunjukkan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur, kurang tepatnya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan, dan kurang berperannya kelembagaan yang ada.

(31)

II.2.

Landasan Teori

Untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usaha tani dapat dingunakan tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present value approach). Namun pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan nilai sekarang (present value approach), yaitu, pendekatan yang memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi pada saat dimulainya proses produksi (Suratiyah, 2009).

Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Barangkali ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil adalah penghasilan usahatani. Angka ini diperoleh dari pendapatan usahatani dengan menggurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman (Soekartawi, 1995).

Selanjutnya Soekartawi (1995) dalam bukunya menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dilukiskan sebagai berikut,

TR = Y . Py

dimana,

TR = Total penerimaan yang diterima petani kopi Arabika (Rp.) Y = Produksi kopi Arabika (kg)

(32)

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan petani dari usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus,

π = TR – TC

dengan,

π = Pendapatan petani (Rp.) TR = Total penerimaan petani (Rp.) TC = Total biaya produksi (Rp.)

Cara perhitungan distribusi pendapatan suatu daerah akan menentukan bagaimana pendapatan suatu daerah mampu menciptakan perubahan dan perbaikan dalam kehidupan masyarakatnya, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan suatu daerah yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakatnya secara umum. Sistem distribusi yang tidak merata hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja. Begitu pula sebaliknya, distribusi pendapatan suatu daerah yang merata akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakatnya karena sistem ini mampu menciptakan kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakatnya. Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak juga.

(33)

menghitung besarnya nilai koefisien Gini (Gini Ratio) dapat digunakan rumus berikut,

��= � – � ���

�=�

(��−�+�)

dengan,

GR = Angka koefisien Gini (Gini Ratio) fx = Proporsi jumlah RT

Yi = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif i = Index yang menunjukkan nomor sampel

Untuk negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, indikator nilai koefisien Gini (Gini Ratio) yang menentukan tingkat ketimpangannya dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 2. Indikator Ketimpangan Gini Ratio. Nilai Gini Ratio Tingkat Ketimpangan

< 0,35 Rendah 0,35 – 0,5 Sedang > 0,5 Tinggi

Sumber :http://statistikaterapan.files.wordpress.com

Koefisien Gini (Gini Ratio) biasanya diperlihatkan oleh kurva yang dinamakan kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif antara prosentase penerimaan pendapatan penduduk dengan prosentase pendapatan yang benar-benar diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun. Kurva Lorenz

(34)
[image:34.595.149.478.87.373.2]

Gambar 2. Bentuk Kurva Lorenz

Sumber :http://www.dadang-solihin.blogspot.com

Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan prosentase jumlah penerimanya (prosentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk. Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk. Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.

(35)

dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi setiap delapan kelompok lainnya. Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50% penduduk hanya menerima 19,8% dari total pendapatan. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan maka kurva

Lorenz akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah.

[image:35.595.157.469.457.740.2]

Koefisien Gini (Gini Ratio) pertama kali dirumuskan oleh seorang ahli statistik Italia pada tahun 1912, yaitu, Corrado Gini. Gini Ratio merupakan ukuran statistik yang terkait dengan jumlah kumulatif dari total penduduk yang menerima pendapatan terhadap prosentase dari total pendapatan yang ada dalam suatu daerah yang diurutkan meningkat sesuai ukurannya. Nilai maksimum dan minimum dari Gini Ratio masing-masing adalah satu dan nol, berturut-turut mewakili ketimpangan sempurna dan pemerataan sempurna. Perkiraan mengenai bentuk kurva Lorenz dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 3. Perkiraan Bentuk Kurva Lorenz

(36)

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa jika nilai Gini Ratio sebesar 0 (pemerataan sempurna) maka kurva Lorenz akan terletak sepanjang garis BD. Jika nilai Gini Ratio terletak antara 0 dan 1 (0 < GR < 1) maka kurva Lorenz akan berbentuk seperti gambar kurva Lorenz diatas, dimana “lengkungan” dari kurva

Lorenz tergantung dari besar kecilnya nilai Gini Ratio. Semakin besar nilai Gini Ratio maka bentuk lengkungan kurva Lorenz akan semakin mendekati garis BCD, begitu juga sebaliknya jika nilai Gini Ratio semakin kecil maka bentuk lengkungan kurva Lorenz akan semakin mendekati garis BD. Kemudian, jika nilai

Gini Ratio sebesar 1 (ketimpangan sempurna) maka kurva Lorenz akan terletak sepanjang garis BCD.

(37)

Selain penggunaan koefisien Gini (Gini Ratio) yang dilengkapi dengan kurva

[image:37.595.127.499.281.392.2]

Lorenz, distribusi pendapatan juga dapat dilihat dengan menggunakan kriteria yang ditentukan Bank Dunia (World Bank). Ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan kriteria Bank Dunia ini diperoleh dengan menghitung prosentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan rendah (40% terendah) dibandingkan dengan total pendapatan seluruh penduduk. Bank dunia mengklasifikasikan tingkat ketimpangan berdasarkan tiga kategori.

Tabel 3. Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank). Klasifikasi Distribusi Pendapatan

Ketimpangan Tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah menerima < 12% dari total pendapatan

Ketimpangan Sedang 4 % penduduk berpendapatan rendah menerima 12% – 17% dari total pendapatan

Ketimpangan Rendah 40% penduduk berpendapatan rendah menerima > 17% dari total pendapatan

Sumber : http://statistikaterapan.files.wordpress.com

Untuk mengetahui taraf hidup petani digunakan klasifikasi kemiskinan didaerah pedesaan dengan cara menghitung pendapatan rumah tangga petani dan pendapatan per-kapita yang disetarakan dengan kg beras. Menurut Sayogyo (1988), kemiskinan untuk daerah pedesaan berdasarkan ekiuvalen konsumsi beras per-kapita per-tahun dapat dibagi kedalam lima kategori, yakni,

a. Paling miskin, bila konsumsi beras sebanyak < 180 kg/kapita/tahun b. Miskin sekali, bila konsumsi beras sebanyak 180 – 240 kg/kapita/tahun c. Miskin, bila konsumsi beras sebanyak 241 – 320 kg/kapita/tahun d. Nyaris miskin, bila konsumsi beras sebanyak 321 – 480 kg/kapita/tahun e. Diatas garis kemiskinan (tidak miskin), bila konsumsi beras sebanyak > 480

(38)

Sedangkan Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per-kapita dalam sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dengan acuan yang digunakan ialah 2.100 kalori per-hari. Adapun pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Selama periode 1976 sampai sekarang, telah terjadi peningkatan batas garis kemiskinan oleh BPS, yang disesuaikan dengan kenaikan harga barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Batas garis kemiskinan ini dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Berikut ini akan digambarkan melalui tabel mengenai indikator garis kemiskinan, jumlah penduduk serta prosentase penduduk miskin di Indonesia dalam kurun waktu Maret 2009 s/d Maret 2010 yang disusun oleh Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2011.

Tabel 4. Garis Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Daerah (Kurun Waktu : Maret 2009 – Maret 2010).

Daerah / Tahun

Garis Kemiskinan

(Rp. / Kapita / Bulan) Jumlah Penduduk

Miskin (Juta)

Prosentase Penduduk

Miskin (%) Makan Bukan

Makanan Total Perkotaan

Maret 2009 155.909 66.214 222.123 11,91 10,72 Maret 2010 163.077 69.912 232.989 11,10 09,87

Maret 2009 Pedesaan

139.331 40.503 179.835 20,62 17,35 Maret 2010 148.939 43.415 192.354 19,93 16,56

Maret 2009 Kota + Desa

147.339 52.923 200.262 32,53 14,15 Maret 2010 155.615 56.111 211.726 31,02 13,33

[image:38.595.114.516.448.710.2]
(39)

II.3.

Kerangka Pemikiran

Perkebunan kopi Arabika rakyat semakin berkembang dewasa ini. Akan tetapi, perluasan perkebunan kopi Arabika rakyat ini tidak diikuti dengan perkembangan pengolahan kopi Arabika. Perkebunan kopi Arabika rakyat masih menggunakan cara tradisional (hanya mengandalkan tenaga manusia) sehingga kualitas kopi Arabika yang dihasilkan pun pada umumnya lebih rendah daripada kualitas perkebunan kopi besar (swasta maupun pemerintah). Hal ini turut mempengaruhi harga kopi Arabika rakyat dimana harga jual kopi Arabika mereka lebih rendah.

Akibat harga jual kopi Arabika rakyat yang cenderung fluktuatif serta ketebatasan luas lahan yang diusahakan petani kopi Arabika akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani kopi Arabika, sementara kebutuhan keluarga dengan jumlah tanggungan yang cukup besar akan mendorong petani kopi Arabika untuk mencari kegiatan lain diluar usahatani kopi Arabika, baik usahatani non-kopi Arabika maupun kegiatan produktif diluar usahatani, sebagai sumber mata pencaharian tambahan. Dengan semakin banyaknya kegiatan diluar usahatani kopi Arabika yang ditekuni diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani kopi.

(40)

Untuk memperoleh suatu pendapatan dari usahatani kopi Arabika, terlebih dahulu petani kopi Arabika harus menghitung berbagai jenis biaya pengeluaran dari proses prapanen hingga pascapanen dari usahatani kopi Arabika mereka. Biaya pengeluaran ini disebut juga dengan biaya produksi, yang terdiri dari, penyusutan peralatan pertanian, upah tenaga kerja, penggunaan sarana produksi (pupuk dan herbisida), dan biaya PBB. Setelah menghitung jumlah biaya produksinya, barulah petani kopi Arabika dapat menghitung pendapatannya dengan mengurangi penerimaan petani kopi Arabika terhadap jumlah biaya produksinya.

(41)
[image:41.595.95.532.114.562.2]

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran

Total Biaya Produksi

Harga Jual Kopi Arabika

Petani Kopi Arabika

Usahatani Kopi Arabika

Kriteria Kemiskinan Sajogyo (1988)

Kriteria Kemiskinan BPS (2010)

Gini Ratio

dan Kurva Lorenz

Bank Dunia (World Bank) Proporsi

Penduduk Miskin

Tingkat Ketimpangan Pendapatan Penerimaan

Pendapatan

Total Pendapatan Produksi Kopi Arabika

Usahatani Non-Kopi Arabika

&

Kegiatan Produktif Lain Diluar Usahatani

(42)

II.4.

Hipotesis Penelitian

a. Sumber-sumber pendapatan petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabika didaerah penelitian cukup beragam.

b. Pendapatan dari usahatani kopi Arabika mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap total pendapatan keluarga petani kopi Arabika didaerah penelitian.

c. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani kopi Arabika didaerah penelitian berada dalam ketegori menengah, baik menurut indikator ketimpangan Gini Ratio, maupun indikator ketimpangan Bank Dunia.

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1.

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menentukan daerah penelitian adalah metode Two Stage Cluster Sampling, dengan tahapan sebagai berikut, a. Mengumpulkan semua data mengenai produksi kopi Arabika diseluruh

kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi sumatera Utara tahun 2010, ada sepuluh kabupaten yang merupakan daerah penghasil kopi Arabika, yakni, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Samosir. Dari kesepuluh kabupaten tersebut, daerah penghasil kopi Arabika terbesar ialah Kabupaten Dairi, yakni, sebesar 10.031,20 Ton selama tahun 2009. Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk memilih Kabupaten Dairi. Untuk lebih jelas lagi mengenai data kecamatan penghasil kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.

(44)
[image:44.595.153.471.337.584.2]

Sumbul, Kecamatan Silahisabungan, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, dan Kecamatan Pegagan Hilir. Dari kesebelas kecamatan diatas, daerah penghasil kopi Arabika terbesar ialah Kecamatan Sumbul, yakni, sebesar 6.810 Ton selama tahun 2009. Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk memilih Kecamatan Sumbul sebagai daerah penelitian. Untuk lebih jelas lagi mengenai data kecamatan penghasil kopi Arabika di Kabupaten Dairi dapat dilihat pada tabel dibawah ini,

Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Kabupaten Dairi Menurut Kecamatan, Tahun 2009.

Kecamatan Luas Tanaman (Ha) Produksi (Ton) 26. Sidikalang 312 333,7 27. Sitinjo 369 380,0 28. Berampu 232 226,7 29. Parbuluan 2.464 2.442,0

30. Sumbul 6.405 6.810,0

31. Silahisabungan 10 6,8 32. Silima Pungga-pungga 25 21,0 33. Lae Parira 99 92,0 34. Siempat Nempu 66 62,0 35. Siempat Nempu Hulu 201 176,0 36. Siempat Nempu Hilir – –

37. Tigalingga – –

38. Gunung Sitember – – 39. Pegagan Hilir 156 183,0

40. Tanah Pinem – –

J u m l a h 10.339 10.733,2

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Dairi 2010.

(45)

III.2.

Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani kopi Arabika. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode Simple Random Sampling dimana semua unsur dari populasi petani kopi Arabika mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Proses pemilihan sampel (n) dari populasi (N) dilakukan secara random (acak). Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, jumlah petani kopi di Desa Tanjung Beringin ialah sebanyak 568 kepala keluarga. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, yakni,

�= �

�.��+�

dimana,

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

d = Presisi yang ditetapkan (15%)

Melalui rumus Slovin diatas maka jumlah sampel (n) yang diambil berdasarkan jumlah populasi petani kopi (N) di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul yang berjumlah kurang lebih 568 petani kopi Arabika ditentukan sebagai berikut,

�= ���

���. (�,��)�+�=��������

(46)

III.3.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden didaerah penelitian melalui daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian.

III.4.

Metode Analisis Data

Data primer yang telah diperoleh terlebih dahulu ditabulasi kemudian dianalisis dengan uji statistik yang sesuai dengan keperluan pengolahan data.

Untuk menguji hipotesis a digunakan analisis deskriptif, yakni, dengan cara menjelaskan fakta yang didapat di lapangan berdasarkan survei yang dilakukan.

Untuk menguji hipotesis b, pertama digunakan analisis penerimaan petani sesuai dengan rumus yang ditetapkan Soekartawi (1995) sebagai berikut,

TR = Y . Py

dimana,

TR = Total penerimaan yang diterima petani kopi Arabika (Rp.) Y = Produksi kopi Arabika (kg)

Py = Harga jual kopi Arabika per-kg (Rp.)

Selanjutnya menurut Soekartawi (1995) kembali, untuk menghitung pendapatan petani dapat digunakan rumus sebagai berikut,

π = TR – TC

dengan,

(47)

Sedangkan untuk menghitung kontribusi pendapatan petani kopi Arabika dari usahatani kopi Arabika terhadap total pendapatan keluarga petani kopi Arabika dapat digunakan rumus sebagai berikut,

�� = �

����

× ���%

dengan,

KP = Kontribusi Pendapatan Dari Usahatani Kopi Arabika π = Pendapatan Dari Usahatani Kopi Arabika

πtot = Total Pendapatan Keluarga Petani Kopi Arabika

Untuk menguji hipotesis c digunakan dua media perhitungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, yakni, indikator ketimpangan koefisien Gini (Gini Ratio) dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia (World Bank). Untuk menghitung besarnya nilai koefisien Gini (Gini Ratio) digunakan rumus berikut,

��= � – � ���

�=�

(��−�+�)

dengan,

GR = Angka Gini Ratio

fx = Proporsi jumlah RT

Yi = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif i = Index yang menunjukkan no. sampel

Kategori tingkat ketimpangan berdasarkan besarnya nilai dari koefisien Gini (Gini Ratio) diklasifikasikan kedalam tiga kriteria, yaitu,

Nilai Gini Ratio Tingkat Ketimpangan < 0,35 Rendah

(48)

Dalam menggunakan rumus koefisien Gini (Gini Ratio), variabel-variabel eksogen (Xi dan Yi) yang terdapat pada rumus tersebut diperoleh dengan mengurutkan semua pendapatan sampel (petani kopi Arabika) dari yang paling kecil hingga yang paling kedalam bentuk tabel seperti berikut,

No. Sampel Pendapatan

(Rp. 000) % Yi

Kum.* % Yi

Kum. % (Yi+Yi-1)

% Xi

Kum.* % Xi

%Xi ×

Kum. % (Yi + Yi-1)

X Y

1 ... ... ... ... 2,381 ... ...

2 ... ... ... ... 2,381 ... ...

3 ... ... ... ... 2,381 ... ...

4 ... ... ... ... 2,381 ... ...

5 ... ... ... ... 2,381 ... ...

... ... ... ... ... 2,381 ... ...

... ... ... ... ... 2,381 ... ...

... ... ... ... ... 2,381 ... ...

42 ... ... 100 ... 2,381 100 ...

Jumlah (Ʃ) ... 100 ... ... 100 ... ...

*) = Kumulatif

Ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan kriteria Bank Dunia (World Bank) diperoleh dengan menghitung prosentase (%) jumlah pendapatan penduduk dari 40% kelompok yang berpendapatan terendah dibandingkan dengan total pendapatan (ƩY) seluruh penduduk. Kriteria menurut Bank Dunia (World Bank) mengklasifikasikan tingkat ketimpangan kedalam tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Klasifikasi Distribusi Pendapatan

Ketimpangan Tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah menerima < 12% dari total pendapatan

Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menerima 12% – 17% dari total pendapatan

(49)

Untuk menguji hipotesis d digunakan dua kriteria garis kemiskinan, yakni, kriteria garis kemsikinan menurut Sajogyo (1988) dan BPS (2010). Adapun kriteria mengenai kedua indikator diatas dapat dilihat pada penjelasan berikut ini,

 Indikator garis kemiskinan menurut Sajogyo (1988)

a. Paling miskin, bila konsumsi beras sebanyak < 180 kg/kapita/tahun b. Miskin sekali, bila konsumsi beras sebanyak 180–240 kg/kapita/tahun c. Miskin, bila konsumsi beras sebanyak 241–320 kg/kapita/tahun d. Nyaris miskin, bila konsumsi beras sebanyak 321–480 kg/kapita/tahun e. Diatas garis kemiskinan (tidak miskin), bila konsumsi beras sebanyak

> 480 kg/kapita/tahun.

 Indikator garis kemiskinan menurut BPS (2010)

Daerah / Tahun

Garis Kemiskinan (Rp. / Kapita / Bulan)

Makan Makanan Bukan Total

Perkotaan

Maret 2009 155.909 66.214 222.123 Maret 2010 163.077 69.912 232.989

Maret 2009 Perdesaan

(50)

III.5.

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menjelaskan dan menghindarkan kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut,

A. Definisi

1. Petani kopi Arabika adalah orang yang melakukan usahatani kopi Arabika sebagai mata pencaharian utamanya.

2. Usahatani kopi Arabika adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi, yakni, modal, alam, tenaga kerja, dan keahlian petani pengelola yang ditujukan untuk proses produksi tanaman kopi Arabika sehingga dapat menghasilkan output berupa biji kopi Arabika dimana keberhasilan proses produksi tergantung kepada kemampuan petani pengelolanya.

3. Produksi kopi Arabika adalah semua hasil panen tanaman kopi Arabika yang dibudidayakan petani kopi Arabika dalam bentuk biji merah dan biji putih (dalam satuan kg).

4. Penerimaan dari usahatani kopi Arabika adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil produksi tanaman kopi Arabika (kg) dengan harga jual produksi kopi Arabika (per-kg) yang dinyatakan dalam rupiah. 5. Biaya produksi dari usahatani kopi Arabika adalah biaya yang dikeluarkan

selama proses produksi tanaman kopi Arabika berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel seperti biaya pembelian sarana produksi (pupuk dan herbisida) dan biaya tenaga kerja.

(51)

7. Pendapatan tambahan adalah pendapatan yang diperoleh petani kopi Arabika diluar usahatani kopi Arabikanya.

8. Pendapatan total merupakan hasil penjumlahan pendapatan dari usahatani kopi Arabika dan pendapatan tambahan.

9. Distribusi pendapatan yang diukur pada penelitian ini ialah distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income), yaitu, ukuran yang secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya.

10. Ketimpangan pendapatan diukur dengan dua media pengukuran, yaitu, Gini Ratio dan Bank Dunia.

11. Koefisien Gini (Gini Ratio) merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan atau kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).

12. Kurva Lorenz merupakan kurva yang menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara prosentase (%) penerima pendapatan dengan prosentase (%) total pendapatan yang benar-benar diterima selama satu tahun.

B. Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

(52)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

IV.1.

Gambaran Umum Daerah Penelitian

IV.1.1. Geografi dan Topografi

Desa Tanjung Beringin terletak di Kecamatan Sumbul, merupakan salah satu dari 15 kecamatan yang terletak di Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin berada pada ketinggian 1.400 M diatas permukaan laut dengan luas wilayah 414 Ha serta menumpuh jarak 6 Km dari ibukota Kecamatan Sumbul dan 18 Km dari ibukota Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin memiliki batas wilayah sebagai berikut, Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Dolok Tolong

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu IV Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu II Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin I

IV.1.2. Demografi

A. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Keadaan penduduk di Desa Tanjung Beringin menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

(Jiwa) (%)

1. Laki-laki 1094 48,73 2. Perempuan 1151 51,27

Jumlah 2245 100,00

(53)

Dari tabel 6 diatas dapat dijelaskan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki yakni, perempuan sebanyak 1151 jiwa dengan prosentase 51,27%, sedangkan laki-laki sebanyak 1094 jiwa dengan prosentase 48,73%. Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Tanjung Beringin tahun 2011 ialah 2245 jiwa.

B. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

[image:53.595.151.451.344.454.2]

Jumlah penduduk di Desa Tanjung Beringin menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Kelompok Umur Jumlah Prosentase

(Tahun) (Jiwa) (%)

1. 0 – 12 300 13,36 2. 13 – 16 350 15,59 3. 17 – 58 1195 53,23 4. > 58 400 17,82

Jumlah 2245 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2011.

Dari tabel 7 dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur, paling banyak terdapat pada kelompok umur 17–58 tahun, yakni, sebanyak 1195 jiwa (53,23%), dan jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada kelompok umur 0–12 tahun, yakni, sebanyak 300 jiwa (13,36%). Hal ini menunjukkan bahwa dominan penduduk di Desa Tanjung Beringin berada pada usia produktif sehingga masih besar kemungkinan bagi penduduk untuk meningkatkan hasil usahataninya.

C. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

(54)
[image:54.595.171.466.109.218.2]

Tabel 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Pekerjaan Jumlah Prosentase

(KK) (%)

1. Petani 568 87,25 2. Pegawai 20 3,07 3. Wiraswasta 36 5,53 4. Buruh 27 4,15

Jumlah 651 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2011.

Dari tabel 8 dapat dijelaskan bahwa penduduk Desa Tanjung Beringin yang berjumlah 2245 jiwa terbagi atas 651 kepala keluarga (KK). Sebagian besar penduduk Desa Tanjung Beringin bekerja sebagai petani, yakni, sebanyak 568 KK atau sekitar 87,25% dari seluruh jumlah KK yang ada. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pegawai, wiraswasta, dan buruh berjumlah relarif kecil, yakni, sebanyak 20 KK, 36 KK, dan 27 KK dengan prosentase ketiganya masing-masing sebesar 3,07%, 5,53%, dan 4,15%.

IV.1.3. Sarana dan Prasarana

(55)
[image:55.595.219.406.114.250.2]

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Pekerjaan Jumlah

(Unit)

1. Gereja 13 2. Mesjid 1 3. Puskesmas 1

4. SMA 1

5. SMP 2

6. SD 2

7. TK 2

Jumlah 22

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Beringin 2011.

IV.2.

Karakteristik Sampel

Petani sampel yang dimaksud disini adalah seluruh petani kopi Arabika yang memiliki usahatani kopi Arabika dan menjualnya dalam bentuk biji putih ataupun biji merah yang berada di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur petani, pendidikan petani, luas lahan kopi Arabika, jumlah tanggungan keluarga, dan umur tanaman kopi Arabika.

IV.2.1. Umur Petani Sampel

(56)

Tabel 10. Keadaan Umur Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Kelompok Umur Jumlah Prosentase

(Tahun) (Jiwa) (%)

1. 20 – 30 8 19,05 2. 31 – 40 13 30,95 3. 41 – 50 12 28,57 4. ≥ 51 9 21,43

Jumlah 42 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1.

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang terbesar berada pada kelompok umur 31–40 tahun dengan jumlah petani sebanyak 13 orang atau sekitar 30,95% dari jumlah petani sampel. Artinya petani sampel didaerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya. Sedangkan jumlah terkecil berada pada kelompok 20–30 tahun dengan jumlah petani 8 orang atau sekitar 19,05% dari jumlah petani sampel.

IV.2.2. Pendidikan Petani Sampel

[image:56.595.179.443.113.219.2]
(57)

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase

(Jiwa) (%)

1. SD 4 9,52

2. SMP 10 23,81 3. SMA / STM 22 52,38

4. D-3 4 9,52

5. S-1 2 4,77

Jumlah 42 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1.

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani sampel memiliki tingkat pendidikan SMA, yakni, sebanyak 22 petani atau sekitar 52,38% dari seluruh jumlah petani sampel. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di Desa Tanjung Beringin memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi untuk mengadopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan produksi usahatani mereka. Sedangkan untuk tingkat pendidikan tertinggi, yakni, S-1 hanya dimiliki oleh 2 petani atau sekitar 4,77% dari jumlah petani sampel.

IV.2.3. Luas Lahan Kopi Arabika Petani Sampel

[image:57.595.181.446.116.233.2]
(58)

adalah 18,07 rante atau sekitar 0,72 ha dengan interval luas lahan penanaman antara 2,0–75,0 rante. Untuk lebih jelas lagi mengenai luas lahan penanaman kopi Arabika di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini,

Tabel 12. Luas Lahan Penanaman Kopi Arabika Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No.

Kelompok

Luas Lahan Jumlah Prosentase

(Rante) (Jiwa) (%)

1. 2 – 10 15 35,71 2. 11 – 20 15 35,71 3. 21 – 30 6 14,29 4. ≥ 31 6 14,29

Jumlah 42 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1.

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani sampel di Desa Tanjung Beringin memiliki luas lahan penanaman kopi Arabika yang tidak terlalu luas dan bahkan dibawah 1 ha. Ukuran 1 ha di Desa Tanjung Beringin sama dengan 25 rante, sedangkan ukuran 1 rante sama dengan 400m2 (20m×20m). Luas lahan petani sampel terbanyak terdapat pada kelompok luas lahan 2–10 rante dan 11–20 rante dengan jumlah masing-masing sebanyak 15 petani atau sekitar 35,71% dari seluruh petani sampel. Sedangkan untuk kelompok luas lahan 21–30 rante dan ≥31 rante hanya dimiliki oleh 12 petani.

IV.2.4. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Sampel

[image:58.595.206.419.202.318.2]
(59)

jumlah tanggungan terkadang mengakibatkan semakin besar biaya pengeluaran yang ditanggung, apalagi jika tanggungan keluarga tidak dalam usia yang produktif, dalam arti masih dibiayai oleh kepala keluarga. Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga petani sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 13. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Kelompok Jumlah Tanggungan

Jumlah Prosentase

(Jiwa) (%)

1. 0 – 2 2 4,76 2. 3 – 5 32 76,19 3. ≥ 6 8 19,05

Jumlah 42 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1.

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga petani sampel terbesar di Desa Tanjung Beringin berada pada kelompok tanggungan 3–5 orang, yakni, sebanyak 32 petani atau sekitar 76,19% dari jumlah tanggungan petani sampel di Desa Tanjung Beringin. Sedangkan jumlah tanggungan petani sampel pada kelompok 0–2 orang dan ≥ 6 orang berjumlah 10 petani dengan jumlah prosentase sekitar 23,81%.

IV.2.5. Umur Tanaman Kopi Arabika Petani sampel

[image:59.595.116.502.201.314.2]
(60)

tanaman kopi Arabika ialah 12–14 tahun. Di Desa Tanjung Beringin umur produktif tanaman kopi Arabika berada dalam interval umur 6–9 tahun. Untuk interval umur 3–5 tahun, tanaman kopi Arabika termasuk kedalam kategori belum produktif. Sedangkan untuk tanaman kopi Arabika yang berumur lebih dari 10 tahun termasuk kedalam kategori tidak produktif. Rata-rata umur tanaman kopi Arabika petani sampel adalah 7,71 tahun dengan interval umur antara 3–11 tahun. Untuk lebih jelas lagi mengenai keadaan umur tanaman kopi arabika di Desa Tanjung Beringin dapat dilihat pada table dibawah ini,

Tabel 14. Umur Tanaman Kopi Arabika Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Tahun 2011.

No. Kelompok Umur Jumlah Prosentase Kategori Umur Tanaman

(Tahun) (Jiwa) (%)

1. 3 – 5 5 11,90 Belum Produktif 2. 6 – 9 26 61,90 Produktif 3. ≥ 10 11 26,20 Tidak Produktif

Jumlah 42 100,00

Sumber : Analisis Dat

Gambar

Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten, Tahun 2006 – 2009
Gambar 1. Bentuk Arsiran Kurva Lorenz
Gambar 2. Bentuk Kurva Lorenz
Gambar 3. Perkiraan Bentuk Kurva Lorenz
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 30 Rehabilitasi Sarana Irigasi DI Slegrengan Ds Pasung Kec Wedi.

Hal ini menunjukkan persepsi tahap kesediaan para pensyarah daripada sudut pengetahuan, amalan dan kemahiran berada pada tahap yang tinggi terhadap pelaksanaan

model Problem Based Learning berbantuan media gambar. c) Melakukan konsultasi kepada guru kelas mengenai rencana pelaksanaan. pembelajaran yang telah dirancang dengan

Urban dread is one particularly acute form of a greater social and psychological mal- aise that one does not have to live in a big city to experience and is typical of a culture

bersifat struktural dan memiliki kekuasaan untuk mengubah UUD, maka antara DPR dengan MPR harus melakukan kerjasama yang simultan dalam melakukan pengawasan terhadap

Halaman Input admin digunakan ini untuk memasukkan data untuk mendaftar sebagai Admin, dalam hal ini sesorang admin bisa menambah admin baru yang bisa

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas tempat tinggal penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa adalah faktor- faktor yang