• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir Di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir Di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

1

TESIS

Oleh

NUSWATUL KHAIRA 087035009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH

TANGGA DALAM MENGHADAPI BANJIR DI DESA PELITA SAGOUP JAYA KECAMATAN INDRA MAKMU

KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NUSWATUL KHAIRA 087035009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH

TANGGA DALAM MENGHADAPI BANJIR DI DESA PELITA SAGOUP JAYA KECAMATAN INDRA MAKMU KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa : Nuswatul Khaira

Nomor Induk Mahasiswa : 087035009

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S) Ketua

(Abdul Muthalib, S.H, M.A.P) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Oktober 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lufti, Drs, M.BA, I.D.S Anggota : 1. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P

2. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, S.E, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH

TANGGA DALAM MENGHADAPI BANJIR DI DESA PELITA SAGOUP JAYA KECAMATAN INDRA MAKMU

KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2010

(6)

ABSTRAK

Bencana banjir tahun 2009 di Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur menyebabkan sebanyak 49.401 penduduk harus mengungsi. Salah satu desa yang terparah mangalami banjir yaitu Desa Pelita Sagoup Jaya dengan 410 KK yang terdiri dari 3 dusun. Banjir mengakibatkan kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu sebanyak 410 KK. Sampel penelitian sebanyak 80 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir. Variabel sikap merupakan aspek paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga.

Disarankan kepada Pemerintah Desa Pelita Sagoup jaya untuk : 1) memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir berupa pelatihan dan simulasi penanganan bencana banjir, 2) meningkatkan pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga mengingat Desa Pelita Sagoup Jaya daerah rawan banjir agar dapat berperan aktif klalam simulasi bencana.

(7)

ABSTRACT

The flood which occurred in 2009 in Indra Makmu Sub-district, Aceh Timur District caused 49.401 people left their villages for safety places. One of the worst village caused by the flood was Pelita Sagoup Jaya village consisting of 3 (three) hamlets with the total number of 410 households. The flood has inflicted material loss and casualty to the village and changed the local community’s way of life.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of the factors of knowledge, attitude and education of the heads of the household on their preparedness to face flood disaster in Pelita Sagoup Jaya village. The populations of this study were all of the 410 households who live in Pelita Sagoup Jaya village, Indra Makmu Sub-district, and 80 households were selected to be the samples for this study through the proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the respondents’ dwellings and questionnaire-based interview. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at the level of confidence of 95%.

The result of this study showed that statistically the variables of knowledge, attitude and education of the heads of the households had an influence on the preparedness of their households to face flood disaster. Attitude was the dominant aspect that influenced the preparedness of the households.

The government of Pelita Sagoup Jaya village is suggested to: 1) facilitate the community members in increasing the preparedness of households to face the flood disaster by means of training and simulation how to handle a flood disaster, 2) to improve the knowledge, attitude and education of the heads of households in order to be able to play their active role in the simulation considering Pelita Sagoup Jaya is flood sensitive.

Key words: Knowledge, Attitude, Education, Preparedness

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Alhamdulillahi rabbil’alamin, atas segala Rahmat, Karunia dan Ridhanya, sehingga tesis yang berjudul: “Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga

dalam Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Aceh Timur Tahun 2010”.

Dalam menyusun tesis ini, peneliti mendapatkan berbagai masukan, saran, pendapat, kritik, bantuan, dorongan, bimbingan, dari berbagai pihak dan keluarga.

Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Muslich Lufti, Drs.M.B.A, I.DS, selaku Ketua Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan.

5. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P, selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan.

(9)

7. Suherman, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembanding.

8. Ibunda dan ayahanda tercinta, kakak, abang dan adik tersayang yang sangat besar peranannya dalam suka dan duka, yang selalu memberikan dukungan dorongan moril dan do’a.

9. Suami tercinta T.Iskandar Faisal, S.Kp, M.Kes dan anak-anakku tersayang yang penuh kesabaran memberikan motivasi serta do’anya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

10. Kepala Desa dan Warga Pelita Sagoup Jaya yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

11. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 IKM Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, yang selalu tukar pikiran dalam memberikan masukan demi penyempurnaan naskah tesis ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, kelemahan, keterbatasan dalam penelitian dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu mohon saran masukan demi perbaikan tesis ini.

Medan, September 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nuswatul Khaira, lahir tanggal 14 September 1970 di Banda Aceh, beragama Islam, bertempat tinggal di Kota Langsa Nanggroe Aceh Darussalam, anak kedua dari tujuh bersaudara dari Ibunda Aisyah dan Ayahanda Adjalil Hasyim. Menikah dengan T. Iskandar Faisal. S.KP., M.Kes. dikarunia dua putri dan dua putra; Cut Nisrina Meutia, T. Islammul Izulhaq, Cut Nurhaliza Meutia dan T. Taufiqul Hakim.

Riwayat pendidikan, Sekolah Dasar (1983) MIN 1 Banda Aceh, Sekolah Menengah Pertama MTSN 1 Banda Aceh (1986), Sekolah Menengah Atas SMA 3 Banda Aceh (1989), Akademi Keperawatan Depkes RI Banda Aceh (1993), Sarjana Keperawatan Universitas Syiah Kuala NAD (2002), pada tahun 2008-2010 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana di Universitas Sumatera Utara.

Riwayat pekerjaan, Guru SPK Depkes RI Banda Aceh 1993 - 1995, Dosen Akper Depkes 2001 - 2002, Dosen Politeknik Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam Prodi Keperawatan Langsa 2002 - sekarang.

(11)

DAFTAR ISI

2.1. Pengertian Kesiapsiagaan ... 10

2.1.1. Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir ... 11

2.1.2. Persiapan Menghadapi Banjir ... 13

2.1.3. Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir... 18

2.2. Bencana Banjir ... 22

2.2.1. Pengertian Banjir ... 22

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 24

2.2.3. Dampak Bencana Banjir ... 26

(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.7. Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Karakteristik Responden ... 51

4.3. Hasil Analisa Univariat ... 53

4.4. Hasil Analisa Bivariat ... 60

4.5. Hasil Analisa Multivariat ... 62

BAB 5 PEMBAHASAN ... 67

5.1. Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir ... 67

5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir ... 68

5.3. Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir ... 71

5.4. Pengaruh Pendidikan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir ... 74

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Jumlah Kepala Keluarga (KK) Sebagai Sampel Penelitian di

Setiap Dusun Desa Pelita Sagoup Jaya ... 44 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 48 3.3 Aspek Pengukuran Pengetahuan, sikap dan Pendidikan KK ... 48 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur, Pekerjaan Dan

Pendidikan di Desa Pelita Sagoup ... 52 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Pelita

Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2010 ... 55 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan kepala keluarga di Desa Pelita

Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2010 ... 56 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap kepala keluarga di Desa Pelita Sagoup

Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur Tahun

2010... 59 4.5 Distribusi Frekuensi katagori Sikap kepala keluarga di Desa Pelita

Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2010 ... 60 4.6 Distribusi Responden Menurut kesiapsiagaan rumah tangga

menghadapi banjir... 60 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Chi Square Pengaruh Faktor Predisposisi

(Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan) Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup

(14)

4.8 Hasil Analisis Uji Bivariat Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan kepala keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya

Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur ... 64 4.9 Hasil Analisis Uji multivariat Regresi Logistik Pengaruh Faktor

Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan kepala keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir di Desa Pelita

Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur ... 65 4.10 Hasil Analisis Uji multivariat Regresi Logistik Pengaruh Faktor

Pengetahuan dan sikap kepala keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 84

2. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 91

3. Hasil Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian... 97

4. Uji Univariat ... 102

5. Uji Bivariat ... 104

6. Multivariat ... 108

7. Master Data Penelitian ... 115

8. Peta Lokasi Penelitian ... 117

9. Surat Keterangan Mohon Izin Penelitian ... 118

10. Surat Keterangan Kesediaan Menjadi Tempat Penelitian... 119

(17)

ABSTRAK

Bencana banjir tahun 2009 di Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur menyebabkan sebanyak 49.401 penduduk harus mengungsi. Salah satu desa yang terparah mangalami banjir yaitu Desa Pelita Sagoup Jaya dengan 410 KK yang terdiri dari 3 dusun. Banjir mengakibatkan kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu sebanyak 410 KK. Sampel penelitian sebanyak 80 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir. Variabel sikap merupakan aspek paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga.

Disarankan kepada Pemerintah Desa Pelita Sagoup jaya untuk : 1) memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir berupa pelatihan dan simulasi penanganan bencana banjir, 2) meningkatkan pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga mengingat Desa Pelita Sagoup Jaya daerah rawan banjir agar dapat berperan aktif klalam simulasi bencana.

(18)

ABSTRACT

The flood which occurred in 2009 in Indra Makmu Sub-district, Aceh Timur District caused 49.401 people left their villages for safety places. One of the worst village caused by the flood was Pelita Sagoup Jaya village consisting of 3 (three) hamlets with the total number of 410 households. The flood has inflicted material loss and casualty to the village and changed the local community’s way of life.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of the factors of knowledge, attitude and education of the heads of the household on their preparedness to face flood disaster in Pelita Sagoup Jaya village. The populations of this study were all of the 410 households who live in Pelita Sagoup Jaya village, Indra Makmu Sub-district, and 80 households were selected to be the samples for this study through the proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the respondents’ dwellings and questionnaire-based interview. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at the level of confidence of 95%.

The result of this study showed that statistically the variables of knowledge, attitude and education of the heads of the households had an influence on the preparedness of their households to face flood disaster. Attitude was the dominant aspect that influenced the preparedness of the households.

The government of Pelita Sagoup Jaya village is suggested to: 1) facilitate the community members in increasing the preparedness of households to face the flood disaster by means of training and simulation how to handle a flood disaster, 2) to improve the knowledge, attitude and education of the heads of households in order to be able to play their active role in the simulation considering Pelita Sagoup Jaya is flood sensitive.

Key words: Knowledge, Attitude, Education, Preparedness

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api, tsunami dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya.

Menurut UU RI No.24 Tahun 2007 Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

(20)

dan informasi dari kepala desa bahwa banyak keluarga yang tidak siap menghadapi bencana banjir, kondisi rumah tangga di atas mencerminkan kemampuan yang rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi bencana (tidak memiliki kesiapsiagaan bencana).

Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Bakornas PB, 2007).

Aceh sebagai salah satu provinsi yang rawan banjir, pada bulan Januari 2007 banjir melanda Kabupaten/Kota: Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Pidie, Aceh Besar, Bireun, Aceh Selatan, Simeulu, Singkil, Aceh Tenggara, dengan korban yang meninggal dunia mencapai 81 jiwa dan korban yang mengungsi mencapai 208.475 jiwa (Satkorlak PB Provinsi Aceh, 2007).

(21)

sebanyak 49.401 penduduk terpaksa mengungsi, banjir juga melanda kecamatan Indra Makmu dan 19 (sembilan belas) kecamatan lainnya, dengan jumlah pengungsi mencapai 17.216 jiwa”.

Menurut Bakornas PB (2008), paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Kecamatan Indra Makmu merupakan daerah yang rawan banjir. Salah satu desa yang setiap tahun ditimpa banjir besar adalah Desa Pelita Sagoup Jaya. Berbagai aspek yang menyebabkan Desa Pelita Sagoup Jaya menjadi daerah rawan bencana banjir, yaitu: 1) Curah hujan yang lebat (mencapai 175 mm/hari), 2) Morfologi daerah lokasi banjir yang merupakan daerah rawan banjir dan terletak di bawah perbukitan denudasional merupakan daerah rawan tanah longsor, 3) Kondisi penutupan lahan pada daerah DAS bagian hulu yang mengindikasikan banyak dijumpai lahan-lahan terbuka, 4) Parit/saluran yang tersumbat sampah sudah sekian lama tidak dibersihkan.

(22)

dan selain itu pencemaran lingkungan rumah yang dapat menyebabkan penyakit menular pada keluarga.

Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah mengatur penyelenggaraan penanggulangan bencana yang meliputi: pra-bencana, tanggap darurat (saat terjadi bencana); dan pasca bencana (pasal 33). Untuk situasi di suatu daerah di mana terdapat potensi terjadinya bencana (tingkat kerentanan bencana tinggi) maka pada tahap pra bencana, penyelenggaraaan penanggulangan bencana yang perlu dilakukan meliputi : kesiap-siagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana (pasal 44).

Menurut Qanun Pemerintah Kabupaten Aceh Timur Nomor 13 Tahun pasal 10 disebutkan setiap orang berkewajiban: 1) menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; 2) melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan 3) memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

(23)

profesi dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut, tiga stakeholders, yaitu: rumah tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, disepakati sebagai stakeholders utama, dan empat stakeholders lainnya sebagai stakeholders pendukung dalam kesiapsiagaan bencana (LIPI, 2006).

Menurut wawancara dengan salah satu warga jangankan banjir setiap tahun, hujan lebat saja air sudah melimpah ke kawasan desa, pada tahun lalu akibat melimpah air sungai itu rumah saya digenangi air hingga 30 cm, Iyar Sartiman (39) warga Desa Pelita Sagoup Jaya, untuk mengatasi agar air sungai tidak lagi melimpah kepemikuman penduduk, sangat perlu dilakukan pengerukan dan pembuatan tanggul sepanjang sungai itu.

Banjir yang terjadi disebabkan pedangkalan aliran sungai tersebut ke kebun PTPN Julok, air yang mengalir ke sungai itu tembus ke kebun PTPN Julok. Air yang mengalir berasal dari kebun PTPN Julok dan dari Alur Sagoup, kata Sartiman, yang rumahnya hanya berjarak lebih kurang 20 Meter dari pinggir sungai itu.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Pelita Sagoup Jaya, Legianto (31) melaporkan ± 4 kilo meter aliran sungai itu kondisinya tersumbat tumbuhan yang tumbuh sepanjang sungai, dia juga menyatakan bahwa desanya setiap tahun sudah menjadi desa langganan banjir, akibat air bah yang melimpah ke pemungkiman warga desa. Desa kami sudah menjadi desa langganan banjir, setiap tahun warga siap-siap digenangi air saat tengah malam sebut Legianto.

(24)

itu, peraturan dan perundangan tidak akan mampu segera bertindak cepat. Terlebih-lebih, petugas pemerintah juga sedang tidak berada di tempat kejadian barangkali sampai keesokan harinya masih belum juga datang. Siapa melakukan apa tidak jelas. Suara dan instruksi siapa yang harus didengar, tidak jelas. Kemana keluarga hendak memohon bantuan cepat, tidak jelas. Kemana arah berlari dan tujuan evakuasi, tidak jelas. Jelas, yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Penting untuk diingat, saat-saat awal kepanikan dalam suatu kejadian bencana adalah saat-saat-saat-saat yang sangat menentukan tinggi rendahnya tingkat resiko yang terjadi. Menurut sejumlah catatan, banyak angka kematian dalam kejadian bencana justru terjadi pada saat-saat kepanikan membubung tinggi dan tak terkendalikan yang seringkali terjadi justru “kekalapan”.

Penulis berharap pemerintah kabupaten Aceh Timur peduli dengan banjir yang terjadi di Desa Pelita Sangoup jaya yaitu memberdayakan kepala keluarga melakukan upaya pencegahan (mitigation), kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat (emergency), sampai dengan pemulihan. Banjir yang setiap tahunnya bisa terjadi 3 kali dalam setahun selama ini berujung pada penderitaan dan kerugian yang ditafsirkan masing-masing kepala keluarga ± Rp.5.000.000 - Rp.8.000.000, mengalami dampak ekonomi, sosial, masalah lingkungan, masalah kesehatan timbulnya penyakit menular.

(25)

yang cepat dapat mempengaruhi anggotaa keluarganya dan juga kepala keluarga sebagai sumber dukungan sosial bagi keluargannya. Akibat pengaruhnya semua ucapan, tingkah laku dan tindakannya akan dijadikan panutan oleh keluargannya (Effendi, 2009).

Kemampuan yang harus dimiliki kepala keluarga sebagai wujud dari kesiapsiagaan adalah mempunyai pengetahuan dan sikap terhadap bencana seperti ketrampilan pertolongan pertama, menggerakkan anggota keluarga untuk mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi, menyiapkan kebutuhan makanan yang dapat disimpan dan tahan lama, menyiapkan kotak P3K dirumah (LIPI, 2006).

(26)

Terkait dengan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, pendidikan kepala keluarga sehingga dipandang penting dilakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan, sikap, pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur Tahun 2010.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: bagaimanakah pengaruh pengetahuan, sikap, pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu kabupaten Aceh Timur Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur Tahun 2010.

1.4. Hipotesis

(27)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan bagi kepala keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan pendidikan dalam melakukan kesiapsiagaan di rumah tangga dalam menghadapi banjir.

1.5.2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan kesiapsiagaan di rumah tangga dalam menghadapi banjir.

(28)

26 Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.

Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

(29)

Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi/ simulasi.

2.1.1 Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir

Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu : (a) pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana; (b) kebijakan dan panduan; (c) rencana untuk keadaan darurat bencana; (d) sistim peringatan bencana dan (e) kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.

2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan

(30)

3. Rencana Tanggap Darurat

Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :

a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat : adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat. b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga,

tempat berkumpulkan keluarga saat bencana ; adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat. c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.

1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga.

2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga

3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama 4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan

evakuasi.

5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat. d. Pemenuhan kebutuhan dasar

e. Peralatan dan perlengkapan

f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana g. Latihan dan simulasi/gladi

4. Sistim Peringatan Bencana

(31)

bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.

5. Mobilisasi Sumber Daya

a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/pertemuan/pelatihan kesiapsiagaan bencana

b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana

c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana

d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga bencana secara reguler.

2.1.2 Persiapan Menghadapi Banjir

(32)

dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).

1. Untuk rumah tidak bertingkat

Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapann untuk rumah satu lantai yaitu:

a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau

pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke

atas atap.

d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.

e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.

f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.

g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.

(33)

i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.

j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.

k. Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.

l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil air banjir, lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan mandi. Caranya, gunakan tawas dan kaporit untuk mempercepat pengendapan lumpur dan membunuh bakteri. 1 sendok teh dan setengah sendok teh untuk 20 liter air. Masukkan tawas yang telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk sampai merata.

m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air mineral kemasan dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam sebuah galon.

(34)

o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang bendera dari bambu. Bendera merah-putih adalah symbol siaga satu dan rumah masih ada penghuninya. Jika ketinggian air semakin tinggi (dapat dilihat dari pemantauan patok pengamat banjir), naikkan bendera merah di bawah bendera merah-putih, artinya penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our Soul). Dengan tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu berteriak-teriak melalui pengeras suara, tetapi langsung mendatangi dan mendata jumlah keluarga lalu membagikan sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda ada kehidupan di rumah yang terendam banjir.

p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.

2. Untuk rumah bertingkat

Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.

(35)

Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.

b. Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.

c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.

d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.

e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sensiri atau korban seandainya ada cidera.

f. Menempatkan kunci rumah di temapt yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga.

g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.

(36)

i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.

Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti dibawah ini: a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga. b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai. c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya

d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau kotak tahan air

e. Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir. f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang

lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.

g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca

i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada.

2.1.3 Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir

(37)

1. Banjir sudah reda

Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada banjir susulan lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau tidaknya banjir susulan dapat ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti pemda dan istitusi terkait lainnya. Cara ini untuk mengantisipasi dan menghindari hal-hal yang tida dinginkan. 2. Gunakan alat pengaman

Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan, dan masker. Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan rumah akibat banjir. 3. Padamkan listrik

Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam jumlah banyak, sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah dipadamkan. Jika perlu, sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa air dapat menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat rumah dibersihkan menggunakan air. 4. Maksimalkan udara masuk

Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk, sebaiknya buka semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan ventilasi lainnya. Aliran udara dan sinar matahari yang masuk akan mengurangi kadar kelembaban dalam rumah. Cara ini akan mencegah timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih. 5. Buang semua makanan yang terkena air banjir

(38)

6. Keluarkan semua perabotan rumah

Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sebaiknya barang-barang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu, perabotan yang basah dapat dijemur sehingga bisa kering seperti semula. Setelah barang dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur dengan menggunakan serokan karet. 7. Cat dinding rumah

Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika dinding berwarna putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat dibersihkan dengan lap basah. Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat ulang lagi.

8. Sterilkan dengan desinfektan

Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam kotoran dan noda bukan berarti terbebas dari kuman dan bakteri. Oleh karena itu, lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah zat pembunuh kuman dan bakteri yang banyak digunakan untuk mensterilkan suatu ruangan.

Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat dilakukan keluarga adalah:

1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan cairan desifektan. 2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.

(39)

dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung yang beralas keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air

4. Tingkatkan daya tahan tubuh , minumlah supplemen vitamin, konsumsilah makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup.

5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi

6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan

7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air

8. Cucilah tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan

9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi dan cuci tangan yang bersih.

10. Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada. Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat terjadinya banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:

1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri pertolongan pertama jika perlu.

2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti bayi, lanjut usia dan orang cacat.

3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air yang tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.

4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir 5. Dengarkan informasi darurat

(40)

Menurut Efendi (2009), tindakan pada pra bencana dalam menghadapi bencana meliputi hal-berikut:

1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga lainnya.

3. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.

4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulan.

5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana. 6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian

seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain

2.2 Bencana Banjir

2.2. 1. Pengertian Banjir

Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

(41)

meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007)

Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya .

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

(42)

2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Banjir

Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007).

Faktor penyebab banjir menurut Yulielawati (2008), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

(43)

b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air.

c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan permungkiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir. d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air,

terutama di perumahan-perumahan.

2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.

b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelok-kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)

(44)

b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan sungai besar.

c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi

Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan merusak lingkungan baik di darat, laut dan di udara. Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.

2.2.3. Dampak Bencana Banjir

Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini:

1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.

(45)

3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusak, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga 2.3.1 Faktor Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002)

(46)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(47)

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam masyarakat antara lain:

1. Sosial Ekonomi

Lingkungan Sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial. Bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan tinggi juga.

2. Kultur (Budaya dan Agama)

(48)

3. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.

4. Pengalaman

Pengalaman disinii berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas. Sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atau penanggulangannya.

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

(49)

partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya menghadapi gempa bumi.Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari gempa bumi atau bencana lain (Priyanto, 2006)

Menurut Ma`mun (2007) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar mencintai alam,contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah kesungai,tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan permasalahan banjir dan lain-lain.

2.3.2Sikap

Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup seseorang terhadap simulasi atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004)

(50)

terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek; Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dari atasan-atasan sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954), (Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social.

(51)

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di media serta seminar.

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

(52)

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek.

Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006)

(53)

Menurut Yusuf (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor komunikasi dengan orang lain, (3) faktor modal yaitu dengan melalui mengimitasi, (4) faktor lembaga sosial (Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan tiori belajar, (2) pendekatan teori persepsi (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.

2.3.3 Pendidikan

Cumming, et al dalam Azhari (2002), mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan.

Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas dan tingkat akademi/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang, yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi-informasi atau setiap masalah yang dihadapi (Syahrial, 2005).

(54)

pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu ( Pendidikan

Sedangkan menurut Ma`mun (2007) aspek sosial merupakan aspek penting dalam pengelolaan bencana terpadu. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan bagi individu. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal dan non formal.

1. Pendidikan formal

Terdapat banyak cara dimana pengelolaaan bencana diperkenalkan ke dalam kurikulum umum baik di dalam maupun di luar kelas, misalnya:

a. Peningkatan dan pemakaian buku-buku mengenai bencana air dan lingkungan di sekolah-sekolah.

b. Pemanfaatan internet untuk menggali informasi bencana

c. Pengembangan model pengalaman tentang bencana untuk menambah pengetahuan tentang IPA, Geografi dan Sejarah.

d. Kunjungan ke infrastruktur bencana dan infrastruktur keairan yang terkait dengan bencana untuk menambah pengetahuan anak didik baik SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

Dalam mensosialisasikan panduan bencana tersebut, satkorlak PB dan para pendidik dapat bekerja sama dalam berbagai hal, misalnya:

a. Memikirkan bersama-sama bagaimana aset bangunan untuk pengendalian bencana dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran untuk masyarakat dan sekolah.

(55)

Studi-studi tentang pengenalan sikap terhadap konservasi air dan pengelolaan bencana menunjukkan bahwa jalan yang paling efesien dalam mempengaruhi sikap orang dewasa adalah dengan pendidikan dan pelajaran anak di sekolah. Karena umumnya, orang tua akan mendengarkan cerita anaknya tentang pelajaran apa yang didapatkan di kelas.

Perkenalan proyek ilmu pengetahuan alam khususnya yang terkait dengan bencana di dalam kelas akan membuat siswa paham akan realitas air. Gambar, foto dan visualisasi lainnya seperti film akan sangat membantu bagi anak-anak untuk memahami lebih jelas.

2. Pendidikan Non formal

(56)

Cara-cara khusus yang dilakukan, antara lain:

a. Penyediaan kursus dalam rangka pendekatan keikutsertaan dan kesetaraan gender

b. Peningkatan pelatihan yang mengikutsertakan para praktisi termasuk pakar lingkungan, ekonomi, teknik, sosial, ilmu pengetahuan dan bisnis

c. Pengembangan modul untuk pelatihan kerja untuk mengejar ketinggalan dalam teknologi

d. Pengembangan pelatihan dengan modul pendekatan botttom-up dan teknik baru (teknologi tepat guna)

e. Tindakan-tindakan untuk memastikan bahwa pengelolaan bencana termasuk dalam program gelar fakultas teknik dan fakultas-fakultas lainnya seperti ekonomi, sosial, lingkungan, biologi dan lain-lain.

(57)

Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2006), bahwa pada masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko, meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana

Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana (mitigasi) dan kesiapsiagaann dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006).

Proses pendidikan kepada masyarakat terhadap pengetahuan lingkungan hidup dan keberadaan sumber daya alam sebagai faktor produksi sekaligus sebagai tatanan kehidupan. Merupakan suatu yang harus dilakukan, yakni tidak mengenal tempat, waktu dan harus menyentuh kepada setiap warga tanpa terkecuali, disini yang harus digarisbawahi adalah kebiasaan manusia yang mutlak harus berubah dan kesadaran moral yang harus mengalami evolusi (Ma’mun, 2007)

2.4. Landasan Teori

(58)

dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat Priyanto (2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia

Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam 3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (Knowledengane), Sikap dan tanggapan (attitude), praktek dan tindakan (Practice)

(59)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan KK

Sikap KK

Pendidikan KK

Kesiapsiagaan Rumah Tangga menghadapi

(60)

58

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1996). Explanatory research untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen yaitu pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur. dengan pertimbangan Desa ini sering mengalami bencana banjir dan berdasarkan data Satlak Aceh Timur (2009) merupakan desa terparah mengalami bencana banjir, dimana dari 410 KK yang terendam banjir 325 KK, sehingga masyarakat sangat membutuhkan kesiapsiagaan untuk mencegah dampak kesehatan akibat banjir. Pelaksanaan penelitian dilaksanaakan pada bulan Mei s/d Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

(61)

(2009) jumlah KK di Desa Pelita Sagoup sebanyak 410 KK yang tersebar di 3 dusun yaitu: Dusun Simpang Tugu 222 KK, Dusun Sentosa 136 KK, Dusun Simpang Mangga 52 KK.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, besarnya sampel 80, ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikutip oleh Notoadmodjo (2002), yaitu:

n =

n = Besarnya sampel yang diinginkan N = Populasi (410)

d = Tingkat kepercayaan (0,1) Perhitungan:

(62)

Tabel 3.1 Jumlah Kepala Keluarga (KK) Sebagai Sampel Penelitian di Setiap Dusun Desa Pelita Sagoup Jaya

No Dusun Jumlah KK Sampel KK

1 Simpang Tugu 222 222/410x80 = 43

2 Sentosa 136 136/410x80 = 27

3 Simpang Mangga 52 52/410x80 = 10

Jumlah 410 80 KK

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui observasi dan wawancara langsung dengan kepala keluarga Desa Pelita Sagoup Jaya dan petugas kesehatan yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan. Kuesioner itu telah diuji validitas dan reliabilitas dengan melakukan ujicoba pada responden dan lokasi yang menyerupai lokasi penelitian, yaitu Desa Keude Blang Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur.

Data sekunder diperoleh dari Kantor Kepala desa, Bidan desa, Puskesmas dan Kantor Camat Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur, yaitu tentang gambaran umum Desa Pelita Sagoup serta data yang menyangkut dengan penanggulangan bencana.

(63)

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson produck momen (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung >r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode cronbach’ Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ssketentuan jika r Alpha >r tabel, maka dinyatakan reliabel.

Ujicoba validitas dan reliabilitas dilakukan pada bulan April 2010 terhadap 20 rumah tangga (Singarimbun, 1991), di desa Keude Blang Kecamatan Idi Rayeuk. Alasan pemilihan tempat ini karena rumah tangga di desa ini memiliki karakteristik yang sama dengan Desa Pelita Sagoup Jaya, antara lain wilayahnya sering terjadi banjir, latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang relatif sama. Data yang diperoleh dari uji coba kuesioner tersebut diolah menggunakan program SPSS for windows dengan penentuan validitas menggunakan correlasi pearson (r) dan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach.

(64)

dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Ridwan, 2005). Nilai r-tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 20 rumah tangga.menggunakan df = n-2 pada tingkat kemaknaan 5%, adalah sebesar 0,444, maka ketentuan valid, jika nilai r-hitung variabel ≥0,444 dikatakan valid, dan nilai r-hitung variabel < 0,444 dikatakan tidak valid.

Tehnik yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian, adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran, yaitu pada taraf 95% (Ridwan, 2005). Nilai r-tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 20 rumah tangga, menggunakan df = n – 2 pada tingkat kemaknaan 5%, adalah sebesar 0,444, maka ketentuan dikatakan reliabel, jika: nilai r-hitung variabel ≥ 0,444 dikatakan reliabel, dan nilai r-hitung variabel < 0,444 dikatakan tidak reliabel.

Secara keseluruhan variabel dapat dikatakan valid, karena nilai hasil pengujian pada nilai corrected item-total correlation menunjukkan dibawah nilai r-tabel yaitu diatas niali 0,444, demikian juga dengan reliabilitas alat ukur juga dapat dikatakan reliabel, karena nilai r-hitung juga diatas r-tabel, dengan perincian sebagai berikut:

1. Pertanyaan pengetahuan kepala keluarga (20 pertanyaan) diperoleh nilai Alpha hitung (r-hitung) = 0,948; (rh(0,948 >rt(0,444)), dinyatakan reliabel.

2. Pertanyaan sikap kepala keluarga (20 pertanyaan) diperoleh nilai Alpha hitung (r-hitung) = 0,956; (rh(0,956 >rt(0,444)), dinyatakan reliabel.

(65)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

1. Pengetahuan adalah pemahaman kepala keluarga tentang informasi kesiapsiagaan di rumah tangga dalam menghadapi banjir.

2. Sikap adalah Kecenderungan kepala keluarga untuk memberikan respon tentang tindakan yang harus dilakukan apabila akan terjadi bencana banjir, yang dapat bersikap positif atau negatif.

3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh kepala keluarga.

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir, defenisi operasionalnya adalah segala upaya yang dilakukan kepala keluarga untuk meningkatkan kemampuan mengatasi bencana melalui pengorganisasian yang jelas dan sistematis dengan langkah-langkah yang tepat guna dan berdayaguna.

3.6. Metode Pengukuran

(66)

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, sikap dan Pendidikan KK

Variabel Pertanyaan Kategori Bobot

Nilai Hasil Ukur

Skala

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Kesiapsiagaan Rumah Tangga

Variabel Pertanyaan Kategori Bobot

Nilai Hasil Ukur

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi:

Analisis univariat, yaitu menjelaskan setiap variabel penelitian dengan penyajian dalam tabel distribusi frekuensi.

(67)

menghadapi banjir dengan menggunakan uji korelasi pearson, dengan pertimbangan skala data yang merupakan skala interval dan rasio .

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Kepala Keluarga (KK) Sebagai Sampel Penelitian di Setiap Dusun Desa Pelita Sagoup Jaya
Tabel 3.3.  Aspek Pengukuran Kesiapsiagaan Rumah Tangga
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur, Pekerjaan Dan Pendidikan di Desa Pelita Sagoup
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami

Kuesioner pengetahuan keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, yang terdiri dari

4.11 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah

ada hubungan yang signifikan antara sikap kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Timur hendaknya meningkatkan sumber daya organisasi meliputi personil, sarana atau peralatan dan dana untuk