PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
NADIA D24102036
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
Oleh : NADIA D24102036
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 September 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc. Ir. Kukuh B. Satoto, MS. NIP. 130 517 038 NIP. 130 540 382
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
SKRIPSI NADIA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NADIA. D24102036. 2006. Persentase Karkas dan Komposisi Kimia Daging Marmot Lokal Jantan pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. H. Rachjan Gunasah Pratas, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Kukuh Budi Satoto, MS.
Marmot sebagai ternak penghasil daging pengganti yang kualitas dagingnya perlu diperhatikan karena berhubungan langsung dengan kesehatan konsumen. Kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi dapat dijadikan indikator konsumen untuk mengkonsumsi daging, karena kekhawatiran akan penyakit jantung dan arteriklorosis. Vitamin C merupakan faktor yang dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh, oleh karena itu penambahannya dalam ransum komplit marmot diharapkan dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan vitamin C terhadap persentase karkas dan komposisi kimia daging marmot lokal jantan.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, selama 10 minggu dari bulan Januari - Maret 2006. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan yaitu level vitamin C : 0, 3, 4, 5, 6 dan 7 mg/hari dan tiga kelompok yaitu bobot badan tinggi (460-500 g), sedang (360-450 g) dan rendah (250-350 g). Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan terhadap perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan.
Hasil secara keseluruhan menunjukan bahwa suplementasi vitamin C tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir (391,67-470 g), kadar abu (1,27-1,56 %), protein (17,74-20,24%) dan lemak (1,32-1,81%), tetapi memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar air daging (73,64-76,83%) serta sangat nyata (p<0,01) terhadap persentase karkas (37,96-40,42 %) dan kolesterol daging (1,07-1,59 mg%). Untuk menghasilkan daging yang berkualitas disarankan penambahan vitamin C 6 mg/ekor/hari pada ransum untuk marmot dewasa.
ABSTRACT
Percentage of Carcass and Chemical Composition of Meat of Local Male Guinea Pig on Different Levels of Vitamin C Intake
Nadia, R. G. Pratas, and K. B. Satoto
Vitamin C is a factor that can lower the level of fat and cholesterol in the body; therefore, the addition of vitamin C in guinea pig feed is expected to be able to decrease the fat and cholesterol level in the meat produced. This research is aimed at studying the influence of vitamin C supplement on the percentage of carcass and chemical composition of local male guinea pig meat.
This research was conducted in the Field Laboratory of Animal Meat Nutrition and Work, Department of Nutrition Science and Feed Technology, Bogor Agriculture University, for 10 weeks, from January to March 2006. The design used is Random Group Design with 6 treatments 0, 3, 4, 5, 6 and 7 mg/day and three groups : high body weight (460-500 g), medium body weight (360-450 g) and low body weight (250-350 g). The influence of the treatments was analyzed using Different Study Analysis, and in case there were different treatments, Duncan test would be carried out.
The result showed that vitamin C supplement did not have any influence on finally body weight (391.67-470g), ash (1.27-1.56%), protein (17.74-20.24%) and fat (1.32-1.81%) meat, but it gave a significant effect (p<0.05) on water content (73.64-76.83%), and a very significant effect (p<0.01) on the meat cholesterol (1.07-1.59 mg%) and carcass percentage (37.96-40.42%). To produce carcass weight and optimal quality meat, it is recommended that each adult guinea pig should be given 6 mg of vitamin C supplement a day.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1984 di Sukabumi Jawa Barat,
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Najib dan Ibu Nurlela.
Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989 di TK Aisyiah 2 Sukabumi.
Pada tahun 1990 penulis melanjutkan ke SDN Karang Tengah I Sukabumi dan tamat
pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Persatuan Islam 35 dan
lulus pada tahun 1999, penulis melanjutkan ke SMUN 3 Sukabumi dan lulus pada
tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi Mahasiswa Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Peternakan, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak melalui
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala nikmat, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Persentase Karkas dan Komposisi Kimia Daging Marmot
Lokal Jantan Pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C”. Skripsi ini ditulis
berdasarkan penelitian dari bulan Januari sampai Maret 2006 di Laboratorium
Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Meningkatnya biaya produksi dan pemeliharaan ternak menjadikan harga
bahan pangan hewani terutama daging (sapi, kambing dan unggas) mahal. Hal ini
mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat sehingga asupan kebutuhan
protein pun rendah. Mengingat peranan penting protein bagi tubuh yaitu sebagai zat
pengatur dan pembangun maka penulis ingin memberikan paparan mengenai sumber
protein hewani yang dapat dijadikan alternatif sebagai penghasil daging pengganti.
Marmot dapat dijadikan sebagai penghasil daging, biaya pemeliharaannya
relatif lebih mudah dan murah. Nilai gizi yang diberikan daging marmot dapat
dikatakan baik untuk kesehatan konsumen karena memiliki kadar lemak dan
kolesterol yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ternak lain. Salah satu faktor
yang menyebabkan rendahnya kadar lemak dan kolesterol pada daging marmot
adalah vitamin C. Marmot tidak dapat mensintesa vitamin C dalam tubuhnya oleh
karena itu asupannya bergantung dari luar yang kebutuhannya harus benar-benar
diperhatikan.
Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk kalangan akademis
serta para pembaca pada umumnya sebagai sumber referensi.
Bogor, September 2006
Metode Analisa Komposisi Kimia Daging dan Penentuan Kadar
Vitamin C dalam Ransum ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Bobot Hidup Akhir ... 18
Persentase Karkas ... 19
Kadar Air ... 20
Abu ... 22
Protein ... 22
Lemak ... 23
Kolesterol ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
Kesimpulan ... 28
Saran ... 28
UCAPAN TERIMAKASIH ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
LAMPIRAN ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.Komposisi Ransum Komplit Marmot ... 13
2.Bobot Hidup Akhir Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 18
3.Presentase Karkas Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C .. 19
4.Kadar Air Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C . 20
5.Kadar Abu Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C 22
6.Kadar Protein Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 23
7.Kadar Lemak Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.Bentuk Aktif Vitamin C ... 5
2.Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Persentase Karkas
Marmot ... 20
3.Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Kadar Air Daging
Marmot. ... 21
4.Peranan Vitamin C pada Perombakan Lemak menjadi Energi ... 24
5.Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Kadar Kolesterol Daging
Marmot. ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1.ANOVA Bobot Hidup Akhir Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 33
2.ANOVA Presentase Karkas Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C .. ... 33
3.ANOVA Kadar Air Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 33
4.ANOVA Kadar Abu Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 33
5.ANOVA Kadar Protein Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C ... 34
6.ANOVA Kadar Lemak Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C ... 34
7.ANOVA Kolesterol Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C ... 34
PENDAHULUAN Latar Belakang
Masyarakat secara luas pada umumnya telah mulai memilih menu makanan
bergizi untuk dikonsumsi. Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain memberikan kenikmatan tersendiri
bagi konsumen yang memakannya, daging juga memiliki kandungan gizi yang
lengkap sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Pada saat sekarang
ini banyak konsumen produk hewani yang telah mengerti akan pentingnya memilih
menu makanan yang sehat serta terhindar dari penyakit, seperti jantung koroner dan
hiperkolesterolemia akibat konsumsi lemak dan kolesterol yang berlebih sehingga
dibutuhkan alternatif daging yang memiliki nilai nutrisi tinggi tetapi rendah lemak
dan kolesterol.
Marmot merupakan salah satu sumber daging yang telah lama dikonsumsi
oleh penduduk di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, data konsumsi dan
banyaknya orang yang memelihara marmot belum diketahui secara pasti karena
belum dilakukan penelitian yang seksama mengenai hal itu. Ini terjadi karena
banyaknya orang beranggapan bahwa bisnis dengan hewan yang berukuran kecil
dianggap selalu rugi, namun bila diperhitungkan berdasarkan kesehatan dan manfaat
bagi yang mengkonsumsinya, maka keuntungan tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan berupa uang yang diperoleh dari peternakan dalam
skala kecil.
Hewan ini mempunyai tubuh yang kecil, pakannya berupa rumput dan
hijauan, berkembang biak dengan cepat sehingga banyak dipelihara. Kebutuhan
pakan marmot mencakup energi, asam amino, protein, lemak, mineral dan vitamin.
Ransum bagi marmot harus mempunyai komposisi 18% protein, 3 kkal/g energi
dapat dicerna, 0,8 – 1,0% Ca, 0,4 – 0,7% P dan 200 mg vitamin C per kg ransum.
Jika dilihat keadaannya, sebenarnya marmot memiliki potensi untuk
diternakkan dalam rangka meningkatkan gizi keluarga. Hal ini disebabkan marmot
mudah dipelihara, daya reproduksinya tinggi, memungkinkan hijauan dan sisa – sisa
dapur dirubah menjadi daging yang murah. Selain itu, marmot dapat mencapai bobot
2 Marmot termasuk ke dalam hewan yang tidak dapat mensintesis vitamin C
dalam tubuhnya sendiri, oleh karena itu kebutuhan vitamin C dalam tubuhnya
bergantung kepada pemberiannya dari luar. Peranan vitamin C adalah dalam
pembentukkan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang
banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang dan dentin. Oleh
karena pentingnya vitamin C bagi marmot maka kebutuhannya harus diperhatikan
serta jumlah yang tepat bagi marmot agar sesuai dengan yang diperlukan.
Daging marmot masih belum populer bila dibandingkan dengan spesies
ternak lainnya, tetapi daging ini dapat dijadikan pengganti baik seluruhnya atau
sebagian dari produk makanan yang sudah umum diproduksi sehingga diperlukan
pengetahuan (informasi) mengenai komposisi baik secara fisik yaitu berdasarkan
karkas maupun kimianya yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan kolesterol.
Perumusan Masalah
Penggunaan marmot sebagai alternatif ternak penghasil daging pengganti
karena mudah dipelihara, daya reproduksinya tinggi dan dapat memanfaatkan
hijauan limbah dapur sebagai makanannya sehingga biaya pemeliharaannya pun
relatif murah. Walaupun dapat memakan sisa – sisa sayuran, marmot memerlukan
asupan vitamin yang lebih dari luar terutama vitamin C karena marmot termasuk ke
dalam salah satu spesies hewan yang tidak dapat mensintesa vitamin C di dalam
tubuhnya. Vitamin C tersebut dapat dicampur dengan ransum, dilarutkan dalam air
minum ataupun secara oral dengan menggunakan spoit dan feeding tube. Pemberian
vitamin C ini berguna sebagai anti stress, membantu penyerapan zat besi dalam usus
halus, membantu proses penyembuhan luka, daya tahan tubuh terhadap infeksi dan
berperan dalam pembentukan hormon steroid dari kolesterol.
Hipotesa
Marmot termasuk ke dalam salah satu hewan yang memerlukan asupan
vitamin C dari luar karena tidak dapat mensintesa vitamin C di dalam tubuhnya.
Penambahan vitamin C pada marmot dapat meningkatkan penampilan produksi baik
secara kualitas yaitu menurunkan kadar lemak dan kolesterol maupun kuantitas yaitu
meningkatkan karkas yang dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tingkat penambahan vitamin
C pada berbagai level yang berbeda serta pengaruhnya terhadap penampilan produksi
TINJAUAN PUSTAKA Marmot
Marmot lokal termasuk ke dalam Kingdom : Animalia, Filum : Chordata,
Kelas :Mamalia, Ordo : Rodentia, Famili : Caviidae, Genus : Cavia dan Species :
Cavia Porcellus (Wikipedia, 1999).
Marmot (Cavia Porcellus) merupakan salah satu hewan yang sering
digunakan untuk percobaan sehingga termasuk ke dalam salah satu hewan
laboratorium. Hal ini dikarenakan marmot dapat menghasilkan 4-8 anak per
kelahiran, rataan lama hidup 2-3 tahun dan mudah dipelihara. Pet Lovers (penyayang
binatang) sering menggunakan marmot sebagai hewan peliharaan karena dilihat
memiliki keunikan tersendiri dari tubuhnya. Selain jenis marmot yang sering
digunakan dalam laboratorium dan sebagai hewan kesayangan ada juga jenis marmot
liar, hewan ini hidup di hutan dan padang rumput didalam lubang yang digali sendiri
atau lubang yang ditinggalkan oleh hewan lain. Hewan ini umumnya hidup
berkelompok dalam kelompok kecil antara 5–10 ekor dan keluar lubang di malam
hari untuk mencari sumber pakan kemudian mengkonsumsinya karena hewan ini
termasuk kedalam hewan yang beraktifitas pada malam hari (Herman, 2002).
Marmot mempunyai panjang kepala dan badan antara 225 - 355 mm dengan
bobot hidup dewasa antara 450-700 g. Marmot mempunyai tubuh padat (stocky
body), kaki belakang pendek dan telinga pendek. Kaki belakang panjang dengan 3
buah jari dan kaki depan mempunyai 4 buah jari, semuanya seperti tangan dengan
kuku tajam. Marmot dapat kawin sepanjang tahun. Marmot liar menghasilkan anak
1–4 ekor per litter dan marmot yang dipelihara mempunyai litter dengan jumlah anak
lebih besar. Masa bunting sekitar 60–70 hari pada marmot jinak. Anaknya dapat
berlari dalam beberapa jam, dirawat sekitar 3 minggu dan dewasa kelamin pada umur
55–70 hari. Masa hidupnya dapat sampai 8 tahun (Herman, 2002).
Vitamin C
Istilah vitamin berasal dari nama vitamine yang diberikan oleh Casimir Funk
untuk faktor tambahan yang kemudian diperhatikan sebagai tiamin, dikemukakan
oleh Eijkman dalam tahun 1987 untuk mencegah polyneuritis, penyakit beri – beri
(a) komponen dari bahan makanan tapi bukan karbohidrat, lemak, protein dan air, (b)
terdapat dalam bahan makanan dalam jumlah yang sangat sedikit, (c) essensial untuk
perkembangan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok,
(d) apabila tidak terdapat dalam ransum atau tidak tepat diabsorpsi atau
dipergunakan, mengakibatkan penyakit defisiensi yang khas atau sindrom, dan (e)
tidak dapat disintesis oleh hewan dan maka dari itu harus tersedia dalam ransum,
dengan beberapa pengecualian (Wahju, 1997).
Vitamin C biasa disebut juga asam askorbat dengan rumus kimia C6H8O6.
Asam askorbat sangat mudah larut dalam air tetapi tidak larut dalam zat – zat pelarut
lemak (Sediaoetama, 1976). Zat ini juga sangat mudah teroksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat yang mudah pula tereduksi menjadi asam askorbat seperti terlihat
pada Gambar 1. Di dalam tubuh vitamin C berfungsi sebagai anti stress, daya tahan
tubuh, bersifat antioksidan, berperan dalam sintesis kolagen dan karnitin, membantu
penyerapan Fe++ ke dalam darah dan memicu kolesterol dalam tubuh untuk
membentuk asam empedu (Piliang, 2004).
6 Harper et al. (1979) menyatakaan bahwa fungsi vitamin C adalah (1)
Hidroksi prolin dalam sintesa kolagen, (2) Proses penguraian tirosin, (3) Sintesa
epinefrin dari tirosin pada tahap dopamine-hidroksilase, (4) Pembentukan asam
empedu pada tahap awal 7-α-hidroksilase, (5) Penyerapan Fe, (6) Terdapat dalam
korteks adrenal yang digunakan ketika kelenjar tersebut dirangsang oleh hormon
adrenokortikotropik, (7) antioksidan yang larut dalam air.
Vitamin C dari makanan diserap usus dan masuk ke dalam peredaran darah
terutama melalui usus kecil dalam beberapa jam setelah makan. Kadar vitamin C
dalam darah hanya sebentar naik karena zat ini segera diambil jaringan dan setiap
ada kelebihan segera dikeluarkan melalui ginjal (Suhardjo dan Kusharto, 1989).
Vitamin C juga dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam
saluran darah dan dibagikan ke dalam jaringan tubuh. Kelenjar andrenalin
mengandung vitamin C yang sangat tinggi. Pada umumnya tubuh menahan vitamin
C sangat sedikit. Pada kondisi normal pemberian vitamin C secara berlebihan akan
meningkatkan sekresi vitamin C melalui urin, tetapi jika kondisi tubuh buruk
sebagian besar vitamin C akan ditahan jaringan tubuh (Winarno, 1992). Piliang
(2004) menyatakan bahwa defisiensi vitamin C akan mengakibatkan pembentukan
kolagen yang tidak normal, terganggunya metabolisme asam-asam lemak, stress,
mudah infeksi, scurvy dan dalam jangka panjang tulang akan menjadi rapuh, gigi
keropos karena serat kolagennya menjadi lemah dan rapuh.
Vitamin C bagi Marmot
Pada umumnya hewan–hewan domestik, seperti ayam, kambing, sapi, domba,
kucing, anjing dan babi mempunyai kemamapuan mensintesis vitamin C dalam
tubuhnya tetapi tingkat kemampuan ini bervariasi untuk masing–masing jenis hewan.
Menurut Winarno (1992) hingga saat ini hanya terdapat 5 spesies hewan yang
memerlukan vitamin C yaitu manusia, kera, marmot (guinea pig), kelelawar (Indian
fruit bat) dan burung (red-vented bulbus).
Marmot tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya karena tidak
memiliki enzim L-gulano-γ-lakton oksidase (Piliang, 2004). Enzim ini berperan
untuk mengubah glukosa menjadi asam askorbat. Piliang (2004) juga menyatakan
bahwa vitamin C pada marmot berada di hati dalam bentuk terikat untuk melindungi
Kebutuhan vitamin C bagi marmot sangat penting terutama bagi marmot
yang sakit, induk bunting dan anak yang baru tumbuh. Marmot memerlukan
sekurang–kurangnya 1,2 mg/100g berat badan setiap hari. Vitamin C yang
diperlukan dapat dicampur dengan pellet dengan perbandingan 1,5 g/kg makanan.
Kekurangan vitamin C bagi marmot akan menyebabkan penyakit Scurvy (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Bobot Hidup Akhir
Bobot hidup akhir adalah bobot ternak sebelum dipotong, setelah mengalami
pemuasaan selama kurang lebih 15 jam. Maksud dari ternak dipuasakan yaitu agar
diperoleh bobot tubuh kosong dan mempermudah proses penyembelihan terutama
bagi ternak yang agresif atau liar. Bobot hidup akhir dipengaruhi oleh protein dalam
pakan yang diberikan serta jumlah makanan yang dikonsumsi (Soeparno,1992).
Karkas
Potongan karkas marmot sama dengan potongan karkas komersial pada
kelinci yaitu dengan memisahkan kepala, melepaskan kulit, memotong keempat kaki
dipersendian karpal dan tarsal, dan mengeluarkan organ – organ dari dalam
tubuhnya.
Komponen karkas yang utama, yaitu tulang, otot dan lemak yang
dihubungkan dengan berat tubuh dikurangi isi saluran pencernaan dengan daging
merupakan komponen utamanya. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan
hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai
untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena
fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak
sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan
juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan. Kualitas karkas dan daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor yang menentukan
adalah bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas
8
Komposisi Kimia Daging
Komposisi kimia daging terdiri dari air, protein, lemak dan abu secara
proporsinal dapat berubah bila proporsi salah satu variabel mengalami perubahan
(Soeparno, 1992). Faktor yang mempengaruhi komposisi kimia daging antara lain
faktor perbedaan pertumbuhan, pakan, bangsa, umur, lokasi otot dan penyimpanan
(Lawrie, 1995).
Air
Air merupakan komponen utama dari semua struktur sel dan merupakan
media kelangsungan proses metabolisme dan reaksi kimia di dalam tubuh. Air yang
tersedia bagi tubuh termasuk yang terdapat dalam makanan cair maupun padat
dikonsumsi, serta air yang terbentuk di dalam sel sebagai hasil proses oksidasi
makanan. Air endogenous ini disebut air metabolik atau air oksidasi. Air metabolik
ini jumlahnya kira–kira 15% dari total air yang diperoleh dari konsumsi makanan
dan minuman sehari – hari (Suhardjo dan Kusharto, 1989). Kehilangan air dari dalam
tubuh dapat melalui empat jalan yaitu : kulit, sebagai keringat; paru-paru, sebagai
uap air; ginjal, sebagai urin dan usus dalam feses (Harper et al., 1979)
Mikroorganisme memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak, oleh
karena itu pertumbuhan mikroba didalam daging sangat dipengaruhi oleh jumlah air
yang tersedia. Daging mengandung sekitar 70 % air dengan kisaaran 65-80 %
(Soeparno, 1992).
Abu (Mineral)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya (Fardiaz et al., 1992). Menurut Sutardi (1982), dalam analisa
proksimat kadar abu (mineral) ditentukan dengan membakar contoh bahan makanan
pada suhu 500 – 600 0C. Dalam suhu yang demikian tingginya semua bahan organik
terbakar dan akhirnya teruapkan. Abu sisa pembakaran itu dianggap sebagai mineral
bahan makanan. Menurut Lawrie (1995) kadar abu daging sebesar 0,65 % sedangkan
Protein
Protein terdiri dari asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N yang tidak dimiliki oleh karbohidrat dan lemak. Protein berfungsi sebagai zat
pembangun, pengatur dan sebagai bahan bakar bagi tubuh. Bardasarkan struktur
susunan molekulnya protein terbagi ke dalam dua bagian: (1) protein fibriler yaitu
protein yang berbentuk serabut, tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan
garam, asam, basa ataupun alkohol. Contohnya : kolagen, aktin, miosin (2) protein
globular yaitu protein yang berbentuk bola, larut dalam garam dam asam encer.
Contohnya : protein susu (kasein) dan telur (albumin) (Winarno, 1992).
Protein bahan makanan dalam analisis proksimat ditentukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini menganut asumsi bahwa semua nitrogen
bahan makanan berasal dari protein dan semua protein bahan makanan mengandung
N sebesar 16 %. Protein bahan makanan ditentukan dengan menganalisis kandungan
nitrogennya. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 6,25 yaitu faktor kelipatan N
yang diperoleh dari 100/16 (Sutardi, 1982).
Lawrie (1995) menyatakan bahwa rata-rata protein daging sebesar 19 %,
sedangkan menurut Forrest et al. (1975) bahwa protein daging relatif konstan yaitu
sebesar 18-22 %. Sumbangan terbesar dari daging sebagai bahan makanan adalah
kandungan proteinnya yang berkualitas tinggi karena daging mampu menyediakan
asam-asam amino esensial seperti arginin, histidin, lysin, metionin, triptopan, valin
dan treonin dalam jumlah besar. Pembentukkan protein di dalam tubuh dipengaruhi
oleh status fisiologi hewan tersebut yaitu hewan masih muda membutuhkan lebih
banyak protein untuk masa pertumbuhan (sesuai dengan fungsi) dibandingkan hewan
dewasa (Arnim,1985).
Lemak
Lemak dan minyak termasuk ke dalam kelompok senyawa lipida, yang pada
umumnya mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Lemak merupakan
bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi
akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap,
10 Lemak digolongkan menjadi lemak sederhana, lemak gabungan dan turunan
lemak. Lemak sederhana adalah ester dari asam-asam lemak (ester asam-asam lemak
dan gliserol) dan wax (ester asam lemak dan alkohol). Lemak gabungan mengandung
beberapa gugus selain alkohol dan asam lemak, seperti asam fosfor, nitrogen atau
karbohidrat, contohnya fosfolipid (lechitin) dan glikolipid (cerebrosida). Turunan
lemak merupakan senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisa lipida sederhana ataupun
lipida gabungan, contohnya : kolesterol (Frandson, 1992).
Menurut Sutardi (1982), kadar lemak mempunyai hubungan yang negatif
dengan kadar air. Jika kadar lemak tubuh meningkat yaitu bertambah bobot hidupnya
maka kadar airnya berkurang, demikian pula pertambahan usia akan meningkatkan
kadar lemakanya. Lemak yang dimaksud sebagai lemak urat daging adalah lemak
intramuskuler yang umumnya terdiri dari lemak sejati dan mengandung fosfolipid
dari fraksi-fraksi yang tidak tersabun, seperti kolesterol (Lawrie, 1995). Kadar lemak
daging bervariasi antara 1,5-13 % (Forrest et al., 1975) dan pada umumnya
tergantung kadar lemak bahan makanan yang dikonsumsi (Anggorodi, 1973).
Kolesterol
Kolesterol merupakan senyawa turunan lipida atau biasa disebut Derived
Lipids yang merupakan bagian penting dalam sel dan jaringan tubuh otak, syaraf,
ginjal, limpa, hati dan kulit, yang demikian dinamakan Endogenous Cholesterol
karena berasal dari dalam tubuh. Kolesterol yang berasal dari luar tubuh disebut
Exogenous Cholesterol biasanya terdapat pada kuning telur, ikan, otak dan hati.
Kolesterol di dalam mukosa usus dan kulit diubah menjadi 7-dehydro kolesterol yang
merupakan provitamin D, selain itu juga dibutuhkan sebagai prekursor
hormon-hormon kelamin (Suhardjo dan Kusharto, 1989).
Kolesterol merupakan kelompok sterol yang khas terdapat pada hewan
(Anggorodi, 1995). Bagian terbesar kolesterol tubuh berasal dari sintesis (sekitar 1
g/hari), sedangkan hanya sekitar 0,3 g/hari dilengkapi oleh makanan sehari-hari.
Sekitar setengah kolesterol yang dikeluarkan tubuh dieksresi dalam feses setelah
diubah menjadi garam empedu (Harper et al., 1979).
Jika jumlah kolesterol dalam makanan meningkat maka sintesis dalam hati
dan usus menurun, sebaliknya jika jumlah kolesterol dalam makanan sedikit maka
jaringan dan organ lain. Jalur utama pengeluaran kolesterol dari dalam tubuh adalah
melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu yang berkaitan dengan glisin dan
taurin membentuk garam empedu, kemudian disekresikan dalam duodenum.
Sebagian besar asam empedu direabsorpsi oleh hati melalui sirkulasi dan selanjutnya
disekresikan kembali kedalam empedu. Asam empedu akan keluar melalui feses
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan
Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan selama 10 minggu dari bulan Januari - Maret 2006.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan 18 ekor marmot lokal jantan yang diperoleh dari
Hamtaro House, Indira Farm, Laladon, Bogor dengan rataan bobot badan marmot
pada awal penelitian 250-500 g.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang individu sebanyak
18 buah. Kandang terbuat dari kawat berukuran 30 x 30 x 30 cm dengan ketinggian
35 cm diatas permukaan lantai yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air
minum serta tempat penampungan feses dan urin yang diletakkan di bawah kandang.
Peralatan yang digunakan adalah feeding tube, timbangan, freezer dan blender.
Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ransum komplit kelinci
komersial dari Hamtaro House, Indira Farm, Laladon, Bogor, yang berbentuk pellet
dengan bahan dasar yang digunakan adalah rumput, bungkil kedelai, onggok,
pollard, dedak halus, tepung ikan, mollases, asam amino, probiotik, vitamin dan
mineral. Komposisi ransum komplit marmot dapat dilihat pada tabel 1. Bahan
vitamin C yang digunakan berupa asam askorbat murni yang dilarutkan dalam air
dengan perbandingan 1 mg : 1 ml
Tabel 1. Komposisi Ransum Komplit Marmot (asfed)
Komposisi Kandungan Ransum (%)
Bahan Kering 88,12
Energi Bruto 3288 (kkal/kg)
Vitamin C 0,109 (mg)*
Sumber : Hasil analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan IPB (2006) * = Hasil analisa Lab. Kimia, Pusat Antar Universitas IPB (2006)
Rancangan Perlakuan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok, dengan enam
perlakuan dan tiga kelompok. Sebanyak 18 ekor marmot dibagi kedalam tiga
kelompok berdasarkan bobot badan tinggi (460-500 g), sedang (360-450 g) dan
rendah (250-350 g). Masing-masing kelompok terdiri dari enam perlakuan, yaitu
level vitamin C : 0, 3, 4, 5, 6, 7 mg/hari untuk R1, R2, R3, R4, R5 dan R6.
Model
Model percobaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Yij = μ + ρi+ τj + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i, kelompok ke-j
μ = rataan umum
ρi = pengaruh perlakuan ke-i
τj = pengaruh kelompok ke-j
14 Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika
terdapat perbedaan terhadap perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan (Stell dan Torrie,
1993).
Peubah yang Diamati
1. Bobot hidup akhir yaitu bobot hidup marmot setelah dipuasakan kurang lebih 15
jam sebelum dipotong setelah masa pemeliharaan.
2. Persentase karkas dari bobot hidup akhir, dengan membandingkan bobot karkas
dengan bobot hidup akhir dikalikan 100 %.
3. Komposisi kimia daging marmot meliputi, kadar air, abu, protein, lemak dan
kolesterol total.
Prosedur Pemberian Vitamin C
Pemberian vitamin C dilakukan pada pagi hari sebelum ternak diberi makan,
yang diberikan secara oral dengan menggunakan feeding tube sesuai perlakuan.
Pemeliharaan dilakukan selama 10 minggu, 2 minggu pertama merupakan masa
adaptasi dan 8 minggu berikutnya diberi perlakuan.
Pemberian Pakan dan Air minum
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari sebanyak
20-30 g dan pemberian air minum dilakukan ad libitum.
Metode Analisa Komposisi Kimia Daging dan Penentuan Kadar Vitamin C dalam Ransum
Daging digiling dengan menggunakan blender yang bertujuan untuk
mendapatkan contoh daging yang homogen untuk analisis kimia selanjutnya.
Analisis kimia daging dilakukan secara proksimat yaitu dengan menganalisis kadar
air, abu, protein dan lemak total. Analisis dilakukan mengikuti petunjuk dari
Association of Official Analytical Chemistry AOAC (1995). Kadar kolesterol daging
dianalisa dengan menggunakan metode Lieberman-Buchard (Kleiner dan Dotti,
1958).
isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C sehingga diperoleh bobot
konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :
Kadar Air (%) = Bobot air yang menguap (g) X 100 %
Bobot awal contoh (g)
Kadar Abu (AOAC, 1995). Cawan yang akan digunakan untuk pengabuan adalah cawan porselin yang diberi perlakuan sebelumnya yaitu dikeringkan dalam oven,
didinginkan, dikeringkan dalam eksikator dan ditimbang sebagai bobot cawan.
Sebanyak 5 g contoh daging ditempatkan ke dalam cawan porselin tersebut
kemudian dimasukan ke dalam tanur dan dipijarkan pada suhu 600 0C hingga
bobotnya konstan. Cawan diambil dan didinginkan dalam eksikator kemudian
ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :
Kadar Abu (%) = Bobot abu (g) X 100 %
Bobot contoh (g)
Kadar Protein (AOAC, 1995). Kadar protein ditetapkan dengan metode Kjeldahl. Sekitar 200 mg contoh daging dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 150 ml. Selenium
serta 10 ml H2SO4 pekat dimasukan ke dalam labu tersebut dan didestruksi sampai
filtrat jernih, umumnya selama 30 menit.
Setelah itu labu didiamkan sampai dingin dan larutan dipindahkan kedalam
labu destilasi yang diisi dengan batu didih kemudian ditambahkan 300 ml aquadest
dan 100 ml NaOH kemudian didestilasi. Destilat (hasil destilasi) kemudian
ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0,3 N. Selanjutnya
dititrasi dengan larutan NaOH 0,3. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
Kadar Protein (%) = ( ml blanko – ml titran )x NaOHx6,25x14 X 100%
gram contoh
Kadar Lemak (AOAC, 1995). Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode Soxhlet. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Contoh daging
sejumlah 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi
Soxhlet. Alat kondensor diletakan di bawahnya. Pelarut heksan dimasukan ke dalam
labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai
16 Pelarut dalam lemak didestilasi dan ditampung kembali. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C hingga
mencapai bobot tetap kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu
beserta lemaknya ditimbang dan bobot lemak dapat diketahui. Kadar lemak dihitung
dengan rumus :
Kadar Lemak (%) = Bobot lemak (g) X 100 %
Bobot contoh (g)
Kolesterol Total (Kleiner dan Dotti, 1958). Analisis kandungan kolesterol total (mg%) dilakukan dengan menggunakan metode Lieberman Burchard. Sampel daging
diambil kira-kira 0,2 g lalu dimasukan ke dalam tabung berskala 10 kemudian
ditambahkan campuran alkohol dengan eter 3:1 sebanyak 12 ml dan diaduk hingga
bercampur dengan baik. Larutan didiamkan sambil diaduk selama 15 menit.
Pengaduk dibilas dengan alkohol dan eter 3:1 dan volume disetarakan menjadi 15 ml,
lalu disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan
dipindahkan ke dalam gelas piala 50 ml dan dipanaskan pada penangas air sampai
kering. Ekstrak residu dilarutkan dengan 2,5 ml kloroform sedikit demi sedikit atau
dicuci sebanyak 2x dan dimasukan ke dalam tabung reaksi 10 ml untuk disetarakan
volumenya menjadi 5 ml. Lima ml kolesterol standar (0,4 mg kolesterol dalam 5 ml
kloroform) dimasukan ke dalam tabung reaksi yang lain. Keduanya diatambahkan 2
ml asetat anhidrida dan 10 μl H2SO4 pekat, kemudian dikocok sampai timbul warna
hijau dan disimpan selama 15 menit di dalam ruang gelap. Selanjutnya dilakukan
pembacaan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420
nm. Nilai kolesterol diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus berikut :
Kolesterol (mg%) = absorbans sampel X konsentrasi standar X 100 %
absorbans standar berat sampel
Penentuan Kadar vitamin C (Apriyantono, 1989). Kadar vitamin C yang terkandung dalam ransum pellet di ukur dengan menggunakan spektrofotometer.
Sampel sebanyak 10 g dihancurkan dalam blender dengan menggunakan larutan
metafosfat-asam asetat. Hancuran tersebut disaring dan diambil sebanyak 15 ml
kemudian ditambahkan 0,75 g arang aktif, kocok merata. Bahan disaring kemudian
diambil 4 ml dan ditambahkan 1 tetes thiourea 10 % dan 1 ml larutan
Blanko serupa dibuat tanpa penambahan dinitrofenilhidrazin. Tabung reaksi
dimasukan ke dalam water bath 37 0C selama 3 jam kemudian ditambahkan 5 ml
H2SO4 85 % dan dikocok hingga merata. Absorbansi larutan dibaca pada 540 nm
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Hidup Akhir
Hasil analisa statistik menunjukan bahwa perlakuan pemberian vitamin C
pada marmot menunjukan hasil yang tidak nyata seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Hidup Akhir Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Bobot Hidup Akhir (g)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 396,67 + 23,09
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 391,67 + 36,85
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 403,30 + 25,16
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 410,00 + 17,32
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 423,33 + 32,14
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 470,00 + 40,00
Bobot hidup akhir dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan ternak tersebut.
Semakin ternak tersebut tumbuh maka berat hidup akan semakin besar. Menurut
Winarno (2002) fungsi protein merupakan sebagai pengendalian pertumbuhan, oleh
karena itu asupan protein dalam ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan
seekor ternak. Ransum yang diberikan pada setiap perlakuan sama, dalam jumlah
yang sama dan mengandung zat makanan (Energi dan Protein) yang sama sehingga
bobot badan yang dihasilkan tidak banyak berbeda. Konsumsi ransum marmot yang
diberi perlakuan penambahan vitamin C sampai pada level 7 mg/ekor/hari
menujukan hasil yang tidak nyata yaitu sebesar 27,63-28,30 g/ekor/hari Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yurmiati (1991) pada kelinci bahwa
perbedaan jumlah ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot
hidup akhir. Pemberian vitamin C sampai pada level 7 mg belum memberikan hasil
yang nyata, ini dikarenakan vitamin C tidak langsung berperan dalam peningkatan
bobot hidup akhir melainkan bergantung kepada jumlah asupan energi dan
proteinnya. Bobot hidup akhir yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara
Persentase Karkas
Persentase karkas dihitung dengan membandingkan bobot karkas dengan
bobot hidup akhir dikalikan 100 %. Persentase karkas menjadi salah satu indikator
produksi ternak yang dihasilkan.
Tabel 3. Persentase Karkas Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Persentase Karkas (%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 38,04B + 0,74
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 37,96B + 0,47
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 40,42A + 0,51
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 38,47B + 0,70
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 38,54B + 1,00
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 38,05B + 0,50
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) ditandai dengan huruf besar.
Sidik ragam memberikan hasil yang sangat nyata (p<0,01). Perlakuan R3
(40,42 %) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan karena pertambahan bobot badan marmot yang diberi penambahan
vitamin C sebanyak 4 mg memberikan hasil yang nyata pula yaitu sebasar 2,32
g/ekor/hari dengan kisaran 1,19-2,32 g/ekor/hari. PBB yang tinggi akan
menghasilkan berat karkas yang tinggi sehingga persentase yang dihasilkan akan ikut
meningkat.
Menurut Soeparno (1992) bahwa persentase karkas biasanya meningkat
seiring dengan meningkatnya bobot badan. Persentase karkas pada penelitian ini
berkisar antara 37,96-40,42 % (Tabel 3). Korelasi antara level vitamin C dengan
persentase karkas mengikuti persamaan y = -0,0046 x + 38,596 dengan R2 = 8 x
10-5 seperti terlihat pada Gambar 2.
Selain itu persentase karkas marmot tertinggi ini diduga karena peranan
vitamin C dalam pembentukan kolagen. Kolagen adalah salah satu protein serat yang
merupakan komponen utama jaringan ikat dan kulit pembentuk tulang dan gigi. Serat
kolagen yang baik akan membentuk tulang yang besar dan kuat sehingga secara tidak
20
y = -0.0046x + 38.596 R2 = 8E-05
Ket : y= Persentase Karkas (%) x= Level Vitamin C (mg)
Gambar 2. Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Persentase Karkas Marmot.
Tanpa vitamin C maka serat yang terbentuk sedikit dan tidak normal sehingga
dalam jangka panjang akan mengakibatkan tulang rapuh, gigi keropos karena serat
kolegennya lemah dan rapuh (Piliang, 2004).
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa pemberian vitamin C berpengaruh
nyata (p<0,05) terhadap kadar air daging. Dengan uji jarak Duncan, rataan kadar air
untuk R5 (73,64%) berbeda nyata dengan R1 (75,51%) dan R2 (76,83%) namun
tidak berbeda nyata dengan R3 (74,48%), R4 (74,97%), R6 (74,46%).
Tabel 4. Kadar Air Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Kadar Air (%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 75,51ba + 0,78
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 76,83a + 0,89
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 74,48bc + 0,93
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 74,97bc + 0,86
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 73,64c + 0,65
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 74,46bc + 0,18
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (p<0,05) ditandai dengan huruf kecil.
Kadar air daging pada penelitian ini berkisar antara 73,64-76,83%, hasil ini
masih berada dalam kisaran yang dinyatakan oleh Soeparno (1992) bahwa daging
dengan kadar air tinggi akan memicu pertumbuhan mikroba sehingga mempercepat
pembusukan. Korelasi antara level vitamin C dengan kadar air daging mengikuti
persamaan y = -0,4049 x + 76,415 dengan nilai R2 = 0,4873 seperti terlihat pada
Gambar 3.
y = -0.4094x + 76.415 R2 = 0.4873
Ket : y= Kadar Air Daging Marmot (%) x= Level Vitamin C (mg)
Gambar 3. Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Kadar Air Daging Marmot.
Khotijah (1999) melaporkan bahwa kadar air daging kelinci yang diberi
penambahan vitamin E pada ransumnya menghasilkan perbedaan yang nyata
dikerenakan fungsi vitamin E sebagai sebagai antioksidan, dimana dapat membantu
menghambat proses oksidasi. Kerusakan sel diakibatkan dinding sel yang rusak
akibat proses oksidasi. Dengan penambahan vitamin E diharapkan cairan dalam
membran akan tetap terjaga sehingga secara tidak langsung akan mengurangi
kehilangan cairan karkas.
Fungsi yang sama juga ditemukan pada vitamin C yaitu sebagai antioksidan,
olehkarena itu penambahan vitamin C kemungkinan dapat menguragi kehilangan
cairan sel tubuh yang secara tidak langsung kehilangan cairan karkas.
Kadar air tertinggi ada pada perlakuan R2 yaitu sebesar 76,82 % memiliki
bobot badan terrendah yaitu sebasar 391,67 g. Menurut Sutardi (1980) pada ternak
dewasa bahwa kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak tubuh, semakin
tinggi bobot badan ternak maka kadar lemaknya semakin tinggi sehingga kadar air
22
Abu
Abu adalah bahan anorganik sisa dari pembakaran bahan organik.
Berdasarkan hasil analisa statistik bahwa penambahan vitamin C tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar abu daging.
Tabel 5. Kadar Abu Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Kadar Abu (%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 1,34 + 0,25
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 1,27 + 0,04
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 1,37 + 0,12
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 1,49 + 0,42
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 1,56s + 0,26
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 1,39 + 0,11
Pemberian vitamin C sampai pada level 7 mg pada marmot dewasa tidak
menunjukan adanya pengaruh yang nyata. Hal ini diduga karena vitamin C tidak
berkaitan secara langsung dengan kadar abu daging melainkan pada penyerapan
mineral di dalam tubuh. Vitamin C dapat menyebabkan peningkatan beberapa ion
metal di dalam tubuh (Piliang, 2004), salah satunya dalam metabolisme Fe, terutama
membantu penyerapan Fe di usus dan pemindahannya ke dalam darah (Linder,
1992). Kadar abu pada penelitian ini berkisar antara 1,27-1,56 % (Tabel 5). Menurut
Forest et al. (1975) bahwa kadar abu daging relatif konstan yaitu sekitar 1%.
Protein
Protein terdiri dari asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N yang tidak dimiliki oleh karbohidrat dan lemak. Protein berfungsi sebagai zat
pembangun, pengatur dan sebagai bahan bakar bagi tubuh (Winarno, 1992). Hasil
sidik ragam menunjukan bahwa pemberian vitamin C tidak berpengaruh nyata
terhadap protein daging seperti terlihat pada Tabel 6. Hal ini diduga karena protein
yang banyak dipengaruhi oleh vitamin C adalah kolagen yang merupakan protein
serat komponen pembentuk tulang dan gigi sedangkan protein terbesar yang terdapat
pada daging adalah aktin dan miosin sehingga penambahan vitamin C sampai pada
Tabel 6. Kadar Protein Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Protein (%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 18,71 + 1,57
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 18,19 + 1,20
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 20,24 + 0,74
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 20,06 + 1,03
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 17,97 + 1,59
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 19,74 + 1,74
Kadar protein daging lebih banyak dipengaruhi oleh kadar protein ransum
yang diberikan. Ransum yang diberikan pada penelitian ini sama, mengandung
protein yang sama dan diberikan dalam jumlah yang sama diduga menyebabkan hal
ini terjadi. Kadar protein yang tidak nyata dikarenakan konsumsi ransum yang tidak
nyata pula seperti dilaporkan Setiawati (2006) bahwa konsumsi marmot pada setiap
perlakuan relatif sama yaitu sebesar 27,63-28,30 g/ekor/hari. Kadar protein daging
pada penelitian ini berkisar antara 17,97-20,24%. Hasil ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan yang diperoleh Wikipedia (1999) yaitu sebesar 21%. Forrest et
al. (1975) menyatakan bahwa protein daging relatif konstan antara 18-22%.
Lemak
Kadar lemak daging memiliki peranan penting dalam menentukan aroma dan
keempukan daging (Forest et al., 1975). Berdasarkan hasil analisa statistik bahwa
pemberian vitamin C menunjukan hasil yang tidak nyata terhadap kadar lemak
daging. Kisaran kadar lemak daging yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
1,32-1,81%, Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa kadar lemak daging bervariasi
sekitar 1,5-13%.
Hal ini diduga karena jenis komposisi pakan yang diberikan selama
pemeliharaan relatif sama sehingga kadar lemak daging yang dihasilkan tidak jauh
berbeda. Anggorodi (1973) menyatakan bahwa persentase lemak daging pada
24 Tabel 7. Kadar Lemak Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian
Vitamin C
Perlakuan Lemak (%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 1,61 + 0,45
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 1,44 + 0,41
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 1,62 + 0,20
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 1,81 + 0,06
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 1,51 + 0,34
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 1,32 + 0,21
Vitamin C berperan dalam pembentukan karnitin yang berfungsi membantu
asam-asam lemak masuk ke mitokondria untuk dirombak kembali menjadi energi
(Lehninger,1982) sehingga lemak tidak banyak tertimbun di dalam tubuh. Ini
menghasilkan kadar lemak daging marmot lebih rendah bila dibandingkan dengan
daging ternak lain. Peranan vitamin C dalam perombakan lemak menjadi energi
terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peranan Vitamin C pada Perombakan Lemak menjadi Energi (Lehninger, 1982).
Lisin dan Metionin
EnzimHidroksilase + Vitamin C
Karnitin
Karnitin transferase
Transport Asam Lemak ke Mitokondria
Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian penting dalam sel dan jaringan-jaringan tubuh,
otak, syaraf, ginjal, hati serta memegang peranan dalam produksi asam empedu,
beberapa hormon dan sintesis vitamin D (Suhardjo dan Kusharto, 1989). Hasil sidik
ragam menunjukan bahwa pemberian vitamin C berpengaruh sangat nyata (p<0,01)
terhadap kolesterol daging.
Tabel 8. Kolesterol Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
Perlakuan Kolesterol (mg%)
R1 (Kontrol, tanpa penambahan vitamin C) 1,59A + 0,18
R2 (Penambahan vitamin C sebanyak 3 mg) 1,56A + 0,07
R3 (Penambahan vitamin C sebanyak 4 mg) 1,34B + 0,05
R4 (Penambahan vitamin C sebanyak 5 mg) 1,31B + 0,15
R5 (Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg) 1,07C + 0,05
R6 (Penambahan vitamin C sebanyak 7 mg) 1,11C + 0,01
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) ditandai dengan huruf besar
Dengan uji jarak Duncan rataan kolesterol R1 (1,59 mg%) dan R2 (1,56
mg%) tertinggi, kemudian diikuti R3 (1,34 mg%) dan R4 (1,31 mg%) serta R5 (1,07
mg%) dan R6 (1,11 mg%) (tabel 8). Kolesterol daging yang dihasilkan pada
penelitian ini berkisar antara 1,07-1,59 mg%. Korelasi antara kadar kolesterol daging
marmot dengan level vitamin C adalah negatif yaitu semakin tinggi level vitamin C
yang diberikan maka kadar kolesterol di dalam daging marmot semakin menurun
dengan persamaan y = - 0,1114 x + 1,72 dengan R2 = 0,9168 seperti terlihat dalam
Gambar 5.
Hal ini karena vitamin C dapat memicu kolesterol di dalam tubuh untuk
membentuk asam empedu sehingga dengan mudah terbuang melalui feses.
Atmosukarto dan Rahmawati (2003) menyatakan bahwa vitamin C merupakan salah
satu antioksidan yang dapat menurunkan kolesterol dalam tubuh serta dapat
menurunkan tekanan darah dan kekurangan vitamin C dapat menyebabkan
26
y = -0.1114x + 1.72 R2 = 0.9168
Ket : y= Kolesterol Daging Marmot (mg%) x= Level Vitamin C (mg)
Gambar 5. Grafik Hubungan Level Vitamin C dengan Kadar Kolesterol Daging Marmot.
Vitamin C berperan pada tahap awal pembentukan asam empedu yaitu
merangsang enzim 7 α-Hidroksilase untuk melakukan reaksi 7 α-Hidroksilasi
kolesterol sehingga terbentuklah asam-asam empedu seperti asam taurokolat, asam
deoksikolat dan asam litokolat, seperti terlihat pada gambar 6. Pembentukan asam
empedu merupakan satu-satunya jalan bagi kolesterol untuk keluar dari tubuh. Oleh
karena itu defisien vitamin C akan mengganggu pembentukan asam empedu dan
akan menyebabkan penumpukkan kolesterol (Harper et al., 1979).
Marmot merupakan hewan yang membutuhkan serat ransum yang tinggi
sekitar 10-30 % (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Serat merupakan salah satu
faktor yang dapat menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Pakan yang banyak
mengandung serat maka akan lebih kuat mengikat asam empedu, karena serat
mempunyai daya ikat yang kuat terhadap asam empedu. Akibatnya asam empedu
bersama serat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran. Dengan demikian
semakin banyak serat yang dimakan, bertambah pula feses yang dikeluarkan,
Kolesterol
(Vitamin C)
7-α-hidroksikolesterol
7-α-hidroksi-4-kolesten-3-on 3α, 7α- dihidroksi-kolestan
7a, 12a- dihidroksi-4-kolesteen-3-0n Kenodeoksikolil- Ko A
3a,7a,12a-trihidroksikolestan Asam tauro dan gliko kenodioksikolat
3α,7α12α-2-6-tetrahidroksi kolestan Asam Litokolat
3α,7α12α-Trihidroksi kolestanoil-Ko A
Kolil Ko-A Asam Taurokolat
Asam glikokolat
Asam deoksikolat
Gambar 6. Biosintesis Asam-asam Empedu dari Kolesterol (Harper et al.,
1979).
Supaya sistem metabolisme lemak tidak terganggu, asam empedu baru dalam
sistem pencernaan harus tersedia. Asam empedu baru dibentuk dari kolesterol tubuh.
Peningkatan sekresi empedu menyebabkan semakin banyak pula eksresi kolesterol
melalui feses sehingga konsentrasi kolesterol tubuh akan menurun. Astawan et al.
(2005) melaporkan dalam penelitiannya pada tikus bahwa kandungan serat yang
tinggi dalam ransum secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol total. Hal ini
disebabkan antara lain banyaknya asam empedu yang diikat oleh serat ransum
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Suplementasi vitamin C berpengaruh nyata terhadap persentase karkas
(37,96-40,42 %), kadar air (73,64-76,83 %) dan kolesterol total (1,07-1,59 mg%)
daging marmot lokal jantan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot hidup
akhir (391,67-470 g), kadar abu (1,27-1,56 %), kadar protein (17,97-20,24 %) dan
kadar lemak (1,32-1,81 %). Khusus untuk kolesterol, menurun dengan makin
meningkatnya level vitamin C dengan mengikuti persamaan y = -0,1114 x + 1,72 (R2
= 0,9168). Penambahan vitamin C sebanyak 6 mg/ ekor/ hari untuk marmot dewasa
mampu meningkatkan kualitas daging marmot dilihat dari kadar air dan kolesterol
total dagingnya.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sampai sejauh mana
penambahan vitamin C untuk menurunkan kadar kolesterol daging marmot lokal
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan
Rahmat dan Karunia-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya
dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada kedua orang tua, Bapak
Najib dan Ibu Nurlela yang telah banyak berjasa, membesarkan, mendidik,
memberikan do’a dan motivasi yang tiada hentinya. Kepada Dr. Ir. H. Rachjan
Gunasah Pratas, M.Sc dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS selaku pembimbing skripsi
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan membantu penyusunan mulai
dari awal proposal hingga tahap akhir penyusunan skripsi. Kepada Ir. Widya
Hermana, M.Si selaku pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa di
Institut Pertanian Bogor. Selain itu ucapan terimakasih disampaikan kepada Ir. Didid
Diapari, M.Si selaku penguji seminar serta Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dan Ir. Sri Rahayu,
M.Si selaku penguji sidang yang telah menguji, mengkritik dan memberikan
sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini, serta kepada
seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal selama penulis menuntut ilmu di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Kepada kedua adikku tercinta Mahira dan Umar atas kasih sayangnya, serta
Eky Ramdani yang telah memberikan semangat, dorongan dan perhatiannya selama
ini.
Terimakasih penulis ucapkan kepada rekan sepenelitian Afridha Adellia, F
dan Yuri Setiawati atas suka duka dan kebersamaannya. Miawati, S.Pi, Reny, Sonya,
Hilda, Anak-anak Asrama Putri 39’ kamar 187 & 189 dan teman-teman Nutrisi 39’
atas persahabatannya.
Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, 4 September 2006
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anggorodi, R. 1973. Ilmu Makanan Ternak Umum. Institiut Pertanian Bogor. Bogor.
Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan : Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemistry. 16th Edition. AOAC Int., Washington.
Arnim. 1985. Pengaruh umur terhadap sifat fisik dan kimia daging sapi Peranakan Ongole. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Astawan, M, T. Wresdiyati dan A. B. Hertanta. 2005. Pemanfaatan rumput laut sebagai sumber serat pangan untuk menurunkan kolesterol darah tikus. Hayati, Jurnal Biosains. 12 (1) : 23-27.
Atmosukarto, K dan M. Rahmawati. 2003. Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran. 140 : 41-49.
Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya dan N. L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Forrest, J. C., E. D. Aberle., H. B. Hedrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principle of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan : Srigandono, B dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harper, H. A., V. W. Rodwell dan P. A. Mayes. 1980. Biokimia. Terjemahan : M. Muliawan. Penerbit Buku Kedokteran E.G.C. Jakarta.
Herman, R. 2002. Marmot Ternak Sahabat Keluarga Miskin Untuk Sumber Daging. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.
Khotijah, L. 1999. Pengaruh penambahan vitamin E (L-α-Tocoferol Acetate) dalam ransum terhadap penampilan dan beberapa sifat karkas kelinci. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kleiner, I. S dan L. B. Dotti. 1958. Laboratory Instructions in Biochemistry. 5th Edition. The C. V. Mosby Company, New York.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan : A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Piliang, W. G. 2004. Nutrisi Vitamin Volume II. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sediaoetama, A. D. 1976. Ilmu Gizi dan Ilmu Diit di Daerah Tropik. Balai Pustaka. Jakarta.
Smith, B. J dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : M. Syah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suhardjo dan M. C. Kusharto. 1989. Prinsip – prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutardi, T. 1982. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wikipedia. 1999. Guinea Pig. http://en.wikipedia.org/wiki/guinea_pig [8 Agustus 2006].
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lampiran 1
ANOVA Bobot Hidup Akhir Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 5 12395,83 2479,167 2,783 3,33 5,64 Blok 2 2008,33 1004,167 1,127 4,10 7,56 Galat 10 8908,33 890,833
Total 17 23312,50
Lampiran 2
ANOVA Persentase Karkas Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
ANOVA Kadar Air Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
34
Lampiran 5
ANOVA Kadar Protein Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 5 14,6683 2,9337 1,3399 3,33 5,64 Blok 2 0,3761 0,1881 0,0859 4,10 7,56 Galat 10 21,8949 2,1895
Total 17 36,9394
Lampiran 6
ANOVA Kadar Lemak Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 5 0,4285 0,0857 0,9202 3,33 5,64 Blok 2 0,2704 0,1352 1,4522 4,10 7,56 Galat 10 0,9312 0,0931
Total 17 1,6301
Lampiran 7
ANOVA Kolesterol Daging Marmot pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 5 0,7241 0,1448 22,0264 3,33 5,64
Blok 2 0,0784 0,0392 5,9590 4,10 7,56 Galat 10 0,0657 0,0066
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
NADIA D24102036
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
Oleh : NADIA D24102036
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 September 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc. Ir. Kukuh B. Satoto, MS. NIP. 130 517 038 NIP. 130 540 382
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPOSISI KIMIA DAGING
MARMOT LOKAL JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PEMBERIAN VITAMIN C
SKRIPSI NADIA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NADIA. D24102036. 2006. Persentase Karkas dan Komposisi Kimia Daging Marmot Lokal Jantan pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. H. Rachjan Gunasah Pratas, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Kukuh Budi Satoto, MS.
Marmot sebagai ternak penghasil daging pengganti yang kualitas dagingnya perlu diperhatikan karena berhubungan langsung dengan kesehatan konsumen. Kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi dapat dijadikan indikator konsumen untuk mengkonsumsi daging, karena kekhawatiran akan penyakit jantung dan arteriklorosis. Vitamin C merupakan faktor yang dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh, oleh karena itu penambahannya dalam ransum komplit marmot diharapkan dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan vitamin C terhadap persentase karkas dan komposisi kimia daging marmot lokal jantan.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, selama 10 minggu dari bulan Januari - Maret 2006. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan yaitu level vitamin C : 0, 3, 4, 5, 6 dan 7 mg/hari dan tiga kelompok yaitu bobot badan tinggi (460-500 g), sedang (360-450 g) dan rendah (250-350 g). Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan terhadap perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan.
Hasil secara keseluruhan menunjukan bahwa suplementasi vitamin C tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir (391,67-470 g), kadar abu (1,27-1,56 %), protein (17,74-20,24%) dan lemak (1,32-1,81%), tetapi memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar air daging (73,64-76,83%) serta sangat nyata (p<0,01) terhadap persentase karkas (37,96-40,42 %) dan kolesterol daging (1,07-1,59 mg%). Untuk menghasilkan daging yang berkualitas disarankan penambahan vitamin C 6 mg/ekor/hari pada ransum untuk marmot dewasa.
ABSTRACT
Percentage of Carcass and Chemical Composition of Meat of Local Male Guinea Pig on Different Levels of Vitamin C Intake
Nadia, R. G. Pratas, and K. B. Satoto
Vitamin C is a factor that can lower the level of fat and cholesterol in the body; therefore, the addition of vitamin C in guinea pig feed is expected to be able to decrease the fat and cholesterol level in the meat produced. This research is aimed at studying the influence of vitamin C supplement on the percentage of carcass and chemical composition of local male guinea pig meat.
This research was conducted in the Field Laboratory of Animal Meat Nutrition and Work, Department of Nutrition Science and Feed Technology, Bogor Agriculture University, for 10 weeks, from January to March 2006. The design used is Random Group Design with 6 treatments 0, 3, 4, 5, 6 and 7 mg/day and three groups : high body weight (460-500 g), medium body weight (360-450 g) and low body weight (250-350 g). The influence of the treatments was analyzed using Different Study Analysis, and in case there were different treatments, Duncan test would be carried out.
The result showed that vitamin C supplement did not have any influence on finally body weight (391.67-470g), ash (1.27-1.56%), protein (17.74-20.24%) and fat (1.32-1.81%) meat, but it gave a significant effect (p<0.05) on water content (73.64-76.83%), and a very significant effect (p<0.01) on the meat cholesterol (1.07-1.59 mg%) and carcass percentage (37.96-40.42%). To produce carcass weight and optimal quality meat, it is recommended that each adult guinea pig should be given 6 mg of vitamin C supplement a day.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1984 di Sukabumi Jawa Barat,
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Najib dan Ibu Nurlela.
Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989 di TK Aisyiah 2 Sukabumi.
Pada tahun 1990 penulis melanjutkan ke SDN Karang Tengah I Sukabumi dan tamat
pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Persatuan Islam 35 dan
lulus pada tahun 1999, penulis melanjutkan ke SMUN 3 Sukabumi dan lulus pada
tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi Mahasiswa Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Peternakan, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak melalui
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala nikmat, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Persentase Karkas dan Komposisi Kimia Daging Marmot
Lokal Jantan Pada Berbagai Level Pemberian Vitamin C”. Skripsi ini ditulis
berdasarkan penelitian dari bulan Januari sampai Maret 2006 di Laboratorium
Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Meningkatnya biaya produksi dan pemeliharaan ternak menjadikan harga
bahan pangan hewani terutama daging (sapi, kambing dan unggas) mahal. Hal ini
mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat sehingga asupan kebutuhan
protein pun rendah. Mengingat peranan penting protein bagi tubuh yaitu sebagai zat
pengatur dan pembangun maka penulis ingin memberikan paparan mengenai sumber
protein hewani yang dapat dijadikan alternatif sebagai penghasil daging pengganti.
Marmot dapat dijadikan sebagai penghasil daging, biaya pemeliharaannya
relatif lebih mudah dan murah. Nilai gizi yang diberikan daging marmot dapat
dikatakan baik untuk kesehatan konsumen karena memiliki kadar lemak dan
kolesterol yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ternak lain. Salah satu faktor
yang menyebabkan rendahnya kadar lemak dan kolesterol pada daging marmot
adalah vitamin C. Marmot tidak dapat mensintesa vitamin C dalam tubuhnya oleh
karena itu asupannya bergantung dari luar yang kebutuhannya harus benar-benar
diperhatikan.
Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk kalangan akademis
serta para pembaca pada umumnya sebagai sumber referensi.
Bogor, September 2006