• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki pada Koridor Barat Zainul Arifin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki pada Koridor Barat Zainul Arifin"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA

KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN

SKRIPSI

OLEH

SUVIA KLIMLIE

100406089

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA

KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN

SKRIPSI

OLEH

SUVIA KLIMLIE

100406089

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA

KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN

SKRIPSI

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh

SUVIA KLIMLIE

100406089

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PERNYATAAN

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA

KORIDOR SEBELAH KIRI ZAINUL ARIFIN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(5)

Judul Skripsi : STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI

PADA KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN.

Nama Mahasiswa : SUVIA KLIMLIE

Nomor Pokok : 100406089

Program Studi : Arsitektur

Menyetujui

Dosen Pembimbing

(Ir. Novrial, M. Eng.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi

Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc Ir. N. Vinky Rachman, MT

(6)

Telah diuji pada

Tanggal: 10 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. Novrial, M. Eng.

Anggota Komisi Penguji : Ir. N. Vinky Rachman, MT

(7)

ABSTRAK

Jalur pejalan kaki merupakan salah satu kelengkapan sebuah kota, yang

keberadaannya sangat dibutuhkan oleh warga kota yang bersangkutan.

Kenyamanan berjalan kaki merupakan faktor utama yang harus diperhatikan

sebagai bentuk pelayanan kepada pejalan kaki. Akan tetapi pada beberapa tempat

di Kota Medan khususnya di Jalan Zainul Arifin, jalur pejalan kaki koridor Barat

Zainul Arifin cenderung tidak nyaman dikarenakan tidak sesuainya kapasitas

pejalan kaki dengan ruang yang tersedia dan berubahnya fungsi jalur pada

beberapa zona .

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan pejalan kaki

dengan mengukur Level Of Service masing-masing zona jalur pejalan kaki dan mengobservasi fasilitas pejalan kaki dikoridor Barat Zainul Arifin. Terdapat 3 hal

yang perlu diukur untuk mengetahui Level Of Service (LOS) jalur tersebut, yakni : (1). Arus rata-rata pejalan kaki (ped/mnt/m); (2). Kecepatan pejalan kaki

(m/mnt); dan (3). Ruang pejalan kaki (m2/ped).

Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa zona 1 berkategori LOS

E, zona 2 berkategori LOS C, zona 3 berkategori LOS C, zona 4 berkategori LOS

E, zona 5 berkategori LOS E dan zona 6 berkategori LOS D; Sedangkan

penempatan fasilitas pejalan kaki sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku;

Level Of Service tidak berkaitan dengan fungsi kawasan dimana jalur tersebut berada, hanya berhubungan dengan berubah atau tidaknya fungsi jalur pejalan

kaki tersebut; dan Rumus menghitung lebar ideal trotoar berdasarkan pedoman

Departeman Pekerjaan Umum tidak menjamin kenyamanan jalur pejalan kaki

dikarenakan hanya berkaitan dengan volume pejalan kaki saja.

(8)

ABSTRACT

Pedestrian sidewalk is one of the completeness of a city, that its existence is needed by concerned citizens. Comfortable in walking is the main factor that must be considered as a form of service to pedestrians. However, some places in Medan city especially Zainul Arifin road, the west side of pedestrian sidewalk in this road is tend to be uncomfortable due to incompatibility of pedestrian capacity with available space and unsuitable function in some zones.

This research is use to calculate the level pedestrian comfort by measuring Level Of Service of each pedestrian sidewalk zone and observe pedestrian facilities on the west corridor of Zainul Arifin. There are 3 things that should be measured to find out level of service of that pedestrian sidewalk, which is : (1). Pedestrian Flow Rate (ped/min/m); (2). Pedestrian speed (m/min); and (3). Pedestrian space (m2/ped).

The results of this reseacrh can be concluded that zone 1 category LOS E, zone 2 category LOS C, zone 3 category LOS C, zone 4 category LOS E, zone 5 category LOS E and zone 6 category LOS D. While the placement of pedestrian facilities are in accordance with applicable regulations; While the placement of pedestrian facilities are in accordance with applicable regulations; Level Of Service does not related to area function where the sidewalks are, only related to the changed of pedestrian sidewalk function; Formula to calculate the ideal width of the sidewalk by the guidelines from Departmen Pekerjaan Umum does not guarantee the comfort of the pedestrian sidewalk because it only relates to pedestrians volume.

Keywords:pedestrian sidewalk, pedestrian comfort, pedestrian level of service, and pedestrian facilities.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan hormat tertinggi penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan kekuatan dan rahmat untuk penulis dalam menyelesaikan

Skripsi ini. Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga penulis tujukan kepada:

1. Pembimbing skripsi Bapak Ir. Novrial, M. Eng atas kesediaannya

membimbing, memotivasi, memberikan pengarahan, dan waktu beliau kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini ;

2. Bapak Ir. Vinky Rahman, M.T. selaku Ketua Jurusan Departemen Arsitektur

USU dan dosen penguji dan Bapak Devin Devriza, S.T, M.T. selaku dosen

penguji namun selalu memberikan motivasi dan masukan-masukan yang

sangat membantu;

3. Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA sebagai Sekretaris Jurusan Departemen

Arsitektur USU, Ibu Ir. Dwira Aulia M.Sc.Dr. dan Bapak Ir. Bauni Hamid, M.

Des., PhD. sebagai dosen koordinator, serta Bapak dan Ibu dosen staff pengajar

Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara;

4. Keluarga besar terutama Orang tua penulis yang selalu memotivasi penulis;

5. Stambuk 2010 Departemen Arsitektur yang telah menjadi sumber inspirasi dan

perjuangan bersama selama tiga setengah tahun ini. Dan semua pihak yang

turut serta dalam penyelesaian proyek Skripsi ini.

Penulis sungguh menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak

kekurangan. Karena itu penulis menerima kritikan dan saran bagi penyempurnaan

tugas akhir ini. Dan akhirnya penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen

Arsitektur USU.

Medan, Juli 2014 Hormat saya,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Ruang Lingkup Penelitian... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

1.6 Kerangka Berpikir... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki (Pedestrian)... 7

2.1.1 Defenisi Pejalan Kaki... 7

2.1.2 Jenis Pejalan Kaki... 8

2.1.3 Karateristik Pejalan Kaki... 8

(11)

2.2 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Sidewalks).. 12

2.2.1 Defenisi Jalur Pejalan Kaki... 13

2.2.2 Ketentuan Umum Jalur Pejalan Kaki... 14

2.2.3 Fungsi Jalur Pejalan Kaki... 14

2.2.4 Ruang Pejalan Kaki... 15

2.2.5 Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki... 20

2.2.6 Fasilitas Pejalan Kaki... 22

2.2.7 Pengembangan Zona Pejalan Kaki Di Pusat Kota... 25

2.3 Defenisi Kenyamanan... 27

2.3.1 Faktor-Faktor Kenyaman Jalur Pejalan Kaki... 28

2.3.2 Standar Kenyamanan Ruang Pejalan Kaki... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 34

3.2 Variabel Penelitian... 35

3.3 Populasi/Sampel... 36

3.4 Metoda Pengumpulan Data... 37

(12)

3.4.2 Penggunaan Alat Pengambilan

Data... 37

3.4.3 Jenis Data... 38

3.5 Kawasan Penelitian... 38

3.6 Metoda Analisa Data... 44

3.6.1 Metoda Analisa Data Hasil Observasi Fasilitas... 44

3.6.2 Metoda Analisa Data Hasil Perhitungan LOS... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Observasi Terhadap Fasilitas Jalur Pejalan Kaki... 47

4.2 Hasil Pengukuran Terhadap Level Of Service (LOS)... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 66

5.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Kerangka Berpikir... 6

2.1 syarat minimum ruang ketika seseorang berdiri tegak... 10

2.2 Ukuran ruang untuk pejalan kaki... 11

2.3 Ruang bebas yang dibutuhkan pejalan kaki... 12

2.4 Perspektif Sidewalk... 15

2.5 Tampak Atas dan Potongan Sidewalk... 15

2.6 Perspektif Promenade... 16

2.7 Tampak Atas dan Potongan Promenade... 16

2.8 Perspektif Arcade... 17

2.9 Tampak Atas dan Potongan Arcade... 17

2.10 Perspektif Green Pathway... 18

2.11 Tampak Atas dan Potongan Green Pathway.... 18

2.12 Perspektif Underground...... 18

2.13 Tampak Atas dan Potongan Underground... 19

2.14 Perspektif Elevated... 19

2.15 Denah Elevated... 20

2.16 Potongan Elevated... 20

2.17 Ruang Bebas Trotoar... 24

(14)

2.19 Ilustrasi LOS A... 30

2.20 Ilustrasi LOS B... 30

2.21 Ilustrasi LOS C... 31

2.22 Ilustrasi LOS D... 32

2.23 Ilustrasi LOS E... 32

2.24 Ilustrasi LOS F... 33

3.1 Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen... 36

3.2 Key Plan Lokasi Penelitian... 39

3.3 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 1... 40

3.4 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 2... 41

3.5 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 3... 41

3.6 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 4... 42

3.7 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 5... 43

3.8 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 6... 43

4.1 Suasana trotoar pada zona 1, zona 4 dan zona 5 yang tidak nyaman. ... 49

4.2 Zona 2, zona 3 dan zona 6 yang cenderung bebas hambatan dan nyaman... 50

(15)

4.4 Bentuk elevasi (gambar kiri) dan kerusakan material pada

zona 6 non trotoar... 52

4.5 Zona 1 (kiri) zona 4 (tengah) dan zona 5 (kanan)

terdapat hambatan yang sangat mengganggu kenyamanan

pejalan kaki... 60

4.6 Berubahnya fungsi jalur pejalan kaki pada zona 6 jalur

pejalan kaki... 61

4.7 Zona 2 (kiri) dan zona 3 (kanan) terdapat beberapa

hambatan tetapi masih cukup nyaman untuk di lalui... 62

4.8 Zona 3 yang berkategori LOS C tidak memiliki

hambatan dan juga berperan sesuai fungsinya sebagai

(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki... 21

2.2 Keterangan Pembagian LOS... 29

4.1 Kondisi Geometrik Jalur Pejalan Kaki di Koridor

Zainul Arifin... 47

4.2 Waktu Pengukuran Jumlah Pejalan Kaki di Koridor

Zainul Arifin... 52

4.3 Hasil Pengukuran Volume Pejalan Kaki... 54

4.4 Hasil Analisa Level Of Service pada Masing-Masing Zona... 58

4.5 Rekomendasi lebar minimum jalur pejalan kaki yang memiliki

(17)

ABSTRAK

Jalur pejalan kaki merupakan salah satu kelengkapan sebuah kota, yang

keberadaannya sangat dibutuhkan oleh warga kota yang bersangkutan.

Kenyamanan berjalan kaki merupakan faktor utama yang harus diperhatikan

sebagai bentuk pelayanan kepada pejalan kaki. Akan tetapi pada beberapa tempat

di Kota Medan khususnya di Jalan Zainul Arifin, jalur pejalan kaki koridor Barat

Zainul Arifin cenderung tidak nyaman dikarenakan tidak sesuainya kapasitas

pejalan kaki dengan ruang yang tersedia dan berubahnya fungsi jalur pada

beberapa zona .

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan pejalan kaki

dengan mengukur Level Of Service masing-masing zona jalur pejalan kaki dan mengobservasi fasilitas pejalan kaki dikoridor Barat Zainul Arifin. Terdapat 3 hal

yang perlu diukur untuk mengetahui Level Of Service (LOS) jalur tersebut, yakni : (1). Arus rata-rata pejalan kaki (ped/mnt/m); (2). Kecepatan pejalan kaki

(m/mnt); dan (3). Ruang pejalan kaki (m2/ped).

Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa zona 1 berkategori LOS

E, zona 2 berkategori LOS C, zona 3 berkategori LOS C, zona 4 berkategori LOS

E, zona 5 berkategori LOS E dan zona 6 berkategori LOS D; Sedangkan

penempatan fasilitas pejalan kaki sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku;

Level Of Service tidak berkaitan dengan fungsi kawasan dimana jalur tersebut berada, hanya berhubungan dengan berubah atau tidaknya fungsi jalur pejalan

kaki tersebut; dan Rumus menghitung lebar ideal trotoar berdasarkan pedoman

Departeman Pekerjaan Umum tidak menjamin kenyamanan jalur pejalan kaki

dikarenakan hanya berkaitan dengan volume pejalan kaki saja.

(18)

ABSTRACT

Pedestrian sidewalk is one of the completeness of a city, that its existence is needed by concerned citizens. Comfortable in walking is the main factor that must be considered as a form of service to pedestrians. However, some places in Medan city especially Zainul Arifin road, the west side of pedestrian sidewalk in this road is tend to be uncomfortable due to incompatibility of pedestrian capacity with available space and unsuitable function in some zones.

This research is use to calculate the level pedestrian comfort by measuring Level Of Service of each pedestrian sidewalk zone and observe pedestrian facilities on the west corridor of Zainul Arifin. There are 3 things that should be measured to find out level of service of that pedestrian sidewalk, which is : (1). Pedestrian Flow Rate (ped/min/m); (2). Pedestrian speed (m/min); and (3). Pedestrian space (m2/ped).

The results of this reseacrh can be concluded that zone 1 category LOS E, zone 2 category LOS C, zone 3 category LOS C, zone 4 category LOS E, zone 5 category LOS E and zone 6 category LOS D. While the placement of pedestrian facilities are in accordance with applicable regulations; While the placement of pedestrian facilities are in accordance with applicable regulations; Level Of Service does not related to area function where the sidewalks are, only related to the changed of pedestrian sidewalk function; Formula to calculate the ideal width of the sidewalk by the guidelines from Departmen Pekerjaan Umum does not guarantee the comfort of the pedestrian sidewalk because it only relates to pedestrians volume.

Keywords:pedestrian sidewalk, pedestrian comfort, pedestrian level of service, and pedestrian facilities.

(19)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalur pejalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan antara

kawasan satu dengan kawasan yang lain terutama kawasan perdagangan, kawasan

budaya dan kawasan permukiman, dan dengan berjalan kaki akan menjadikan

suatu kota lebih manusiawi dengan adanya interaksi sosial yang terjadi ketika

berjalan kaki (Gideon, Giovani dalam Iswanto, 2006).

Jalur pejalan kaki merupakan bagian dari perkotaan sehingga peranan jalur

pejalan kaki sangat penting di suatu kota Akan tetapi seiring dengan

perkembangan jaman, peran jalur pejalan kaki semakin tergeser. Namun demikian

berjalan kaki akan selalu menjadi moda transportasi yang paling penting manakala

moda lain tidak memungkinkan diperankan (Spreiregen, 1965). Karena hampir

setiap kegiatan manusia dilakukan dengan berjalan kaki untuk bergerak dari satu

tempat ke tempat lain. .

Jalur pejalan kaki harus dirancang sedemikian rupa agar memberikan

perasaan nyaman dan aman bagi para pengguna jalur pejalan kaki. Jalur pejalan

kaki yang nyaman merupakan bentuk pelayanan utama untuk pejalan kaki

sehingga seharusnya kenyamanan pada jalur pejalan kaki menjadi prioritas utama.

Menurut Unterman (1984) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan jalur pejalan kaki ialah tingkat kenyaman, dan kapasitas ruang

pejalan kaki. Sedangkan fasilitas pada jalur pejalan kaki merupakan faktor

tambahan yang mendukung kenyamanan pejalan kaki. Tingkat kenyamanan

(20)

pejalan kaki berhubungan erat dengan fungsi kawasan yang terdapat disekitaran

jalur pejalan kaki tersebut. Untuk koridor Barat Zainul Arifin, fungsi kawasan

merupakan campuran antara fungsi kawasan jasa dan perdagangan. Deretan toko

dan mall mengakibatkan kapasitas pejalan kaki cukup tinggi di beberapa zona

pada jalur pejalan kaki koridor Barat Zainul Arifin. Selain terdapat fungsi

kawasan jasa dan perdagangan, Jalan Zainul Arifin (sering di sebut “kampung

keling”) juga merupakan salah satu pusat kota di Kota Medan. Pada Jalan Zainul

Arifin, kendaraan diharuskan parkir di sisi Barat pada pagi hingga menjelang sore

hari sehingga pejalan kaki lebih banyak menggunakan jalur Barat. Hal ini

merupakan faktor utama penulis mengambil jalur pejalan kaki koridor Barat untuk

penelitian ini. Selain itu, beberapa zona pada jalur pejalan kaki koridor Barat

Zainul Arifin tidak hanya berfungsi sebagai jalur pejalan kaki juga digunakan

sebagai jalur perletakkan perabot jalan (street furniture), sebagai tempat parkir akibat kurangnya lahan parkir di Jalan Zainul Arifin dan juga sebagai tempat

berjualan para padagang kaki lima. Dengan adanya lapak-lapak semipermanen

menyisakan sedikit ruang bagi para pejalan kaki dimana para pejalan kaki

terkesan menumpang di jalur pejalan kaki. hal ini juga menambah

ketidaknyamanan para pejalan kaki dalam menggunakan jalur pejalan kaki di

koridor sebelah kiri Zainul Arifin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat pelayanan

kenyamanan jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin. Tingkat kenyaman

(21)

2. Kecepatan pejalan kaki ( ped/menit/meter) dan 3. Ruang pejalan kaki (m2/ped).

Terdapat 6 kategori Level Of Service (LOS), yaitu Level Of Service A, Level Of Service B, Level Of Service C, Level Of Service D, Level Of Service E, dan Level Of Service F. Menurut Dinas Penataan Ruang Nasional, jalur pejalan kaki yang nyaman berkategori Level Of Service A hingga Level Of Service D. Untuk Level Of Service E dan Level Of Service F jalur pejalan kaki tidak nyaman untuk dilalui.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini memusatkan studi kenyaman terhadap jalur pejalan kaki

(pedestrian) di koridor Jalan Zainul Arifin.

Adapun beberapa masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, yakni :

1. Bagaimana tingkat kenyamanan Level Of Service (LOS) masing-masing zona pada jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin.

2. Apakah kondisi fasilitas trotoar dan non-trotoar di koridor Barat Zainul Arifin

sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Terdapat berbagai jenis permasalahan yang timbul mengenai jalur pejalan

kaki, sehingga dalam skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian

sebagai berikut:

1. Penelitian ini mengarah pada desain arsitektural, segala sesuatu berkaitan erat

(22)

2. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat

kenyamanan di koridor Zainul Arifin ialah dengan menghitung Level Of Service (LOS) pada tiap-tiap zona jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin dan meninjau fasilitas trotoar dan non-trotoar di koridor Barat Zainul

Arifin.

3. Jalur pejalan kaki di koridor Zainul Arifin yang di gunakan adalah jalur

pejalan kaki sisi Barat sebagai tempat ukur Level Of Service (LOS) dan observasi fasilitas pada jalur pejalan kaki.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian terhadap kenyamanan jalur pejalan

kaki di Jalan Zainul Arifin, yakni :

1. Untuk mengetahui tingkat kenyamanan masing – masing zona pada jalur

pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin.dengan mengukur LOS (Level Of Service)

2. Untuk megetahui apakah fasilitas trotoar dan nontrotoar di Barat Zainul

Arifin sudah memenuhi standart yang berlaku.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian mengenai kenyaman jalur pejalan kaki di

salah satu pusat kota, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

(23)

1) Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan agar jalur pejalan kaki

yang akan diusulkan/dibuat dapat memberi kenyaman pada koridor Barat

Zainul Arifin.

2) Bagi dunia pendidikan, diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan

(24)

1.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

Metodologi

Metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menyebarkan kuesioner dan observasi

Perumusan Masalah

Bagaimana tingkat

kenyamanan / Level Of Service (LOS) dan kondisi fasilitas jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kenyaman Level Of Service (LOS) pada msing-masing zona di koridor Barat Zainul Arifin.

2. Untuk megetahui fasilitas jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin sudah memenuhi standart yang berlaku.

Kajian Pustaka  Mempelajari studi-studi literatur

 Teori para ahli mengenai kenyaman jalur pejalan kaki dan fasilitas pejalan kaki.  Memberikan masukan melalui

jalur pejalan kaki yang diusulkan.

 Memberikan ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan

 Mengolah data observasi fasilitas dengan membandingkan berdasarkan peraturan yang berlaku.

 Mengolah data perhitungan LOS dengan persamaan rumus yang ada.

Latar Belakang

(25)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pejalan Kaki (Pedestrian)

Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Maka pedestrian dalam hal ini

memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat

sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan

kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti “person walking in the street”, yang

berarti orang yang berjalan di jalan.

Hal yang lain dikemukakan oleh Lynch adalah path merupakan jalur-jalur yang mana pengguna biasanya, kadang-kadang atau secara potensial dilalui.

2.1.1 Defenisi Pejalan kaki (Pedestrian)

Pengertian pejalan kaki berasal dari kata pedestres – pedestris yaitu orang yang berjalan kaki (Dody Darmawan, dari Liza Maneli, Skripsi;

Pedestrian dan Jalur Pedestrian).

Berikut merupakan beberapa pengertian dasar mengenai pejalan kaki,

yaitu : Menurut Wikipedia, pejalan kaki adalah orang yang berjalan dilintasan

pejalan kaki baik di pinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki

ataupun dalam menyebrang jalan.

Menurut Listianto (2006) pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah

(26)

tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/ alas

kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pejalan kaki merupakan orang yang

melakukan kegiatan berjalan baik dimana pun mereka berjalan.

2.1.2 Jenis Pejalan Kaki

Rubenstein (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat jenis

pejalan kaki menurut sarana perjalananya, yaitu : Pejalan kaki penuh (berjalan

kaki penuh dari tempat asal sampai tempat tujuan), Pejalan kaki pemakai

kendaraan umum (berjalan kaki dari tempat asal ke tempat pemberhentian

kendaraan umum), Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan

umum (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat

permberhentian kendaraan umum) dan Pejalan kaki pemakai kendaraan

pribadi penuh (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi sampai

tempat tujuan).

2.1.3 Karateristik Pejalan Kaki

Menurut Khisty prinsip analisis arus pejalan kaki adalah hubungan

kecepatan, tingkat arus dan kepadatan. Definisi dari istilah yang sering

digunakan adalah :

 Kecepatan pejalan kaki (Pedestrian Speed) didefinisikan sebagai

rata-rata kecepatan berjalan pejalan kaki. Dinyatakan dalam satuan meter

(27)

 Arus rata-rata pejalan kaki (Pedestrian Flow Rate) didefinisikan

sebagai jumlah pejalan kaki yang melewati sebuah titik dalam satuan

waktu. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per 15 menit (Ped/15

mnt). Titik yang dimaksud disini adalah menunjukkan garis tegak

lurus terhadap sisi lebar trotoar atau jalur pejalan kaki.

 Tingkat arus rata-rata (Unit Widht Flow) didefinisikan sebagai arus

rata-rata pejalan kaki untuk satu unit lebar efektif. Dinyatakan dalam

satuan pejalan kaki per menit per meter (Ped/mnt/m).

 Grup (Platoon) didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang

berjalan bersama dalam satu grup, umumnya dengan tanpa sengaja.

 Kepadatan pejalan kaki (Pedestrian Density) didefinisikan sebagai

jumlah rata-rata area jalan atau area antrian. Dinyatakan dalam satuan

pejalan kaki per meter persegi (Ped/m2).

 Ruang pejalan kaki (Pedestrian Space) didefinisikan sebagai area

rata-rata yang dibutuhkan tiap pejalan kaki yang merupakan

kebalikan dari kepadatan. Dinyatakan dalam satuan meter persegi per

pejalan kaki (m2/Ped).

2.1.4 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki

Pada penelitian yang dilakukan oleh Federal Highway Administration University Course menghasilkan karateristik pejalan kaki yang berhubungan dengan kebutuhan ruang yang dibutuhkan oleh pejalan kaki. Adapun

(28)

(19,7 inci) dan lebar 59,9 cm ≈ 60 cm (23,6 inci) ketika seseorang berdiri

tegak, sehingga total luas untuk seseorang ketika berdiri tegak ialah 0,3 m2

seperti yang tampak pada gambar 2.1 .

Gambar 2.1 syarat minimum ruang ketika seseorang berdiri tegak.

Sumber : literatur review Highway Capacity Manual.

Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook menyatakan bahwa ruang rata-rata yang diperlukan untuk dua pejalan kaki yang berdampingan

atau melewati satu sama lain (berlawanan arah) adalah 1,4 m dengan daerah

(29)

Gambar 2.2 Ukuran ruang untuk pejalan kaki

Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook

Lebar minimum yang paling nyaman untuk melayani 2 (dua) pejalan kaki

baik berjalan berdampingan atau yang melewati satu sama lain adalah 1,8 m.

ruang tambahan diperlukan selebar 2,7 – 3,9 m untuk ,mengakomodir situasi

dimana tiga atau lebih pejalan kaki berjalan secara bersama-sama

(berdampingan).

Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook juga menyatakan ruang bebas berjalan oleh pejalan kaki tergantung pada tujuan pejalan kaki

tersebut. Adapun tujuan berjalan kaki berjalan kaki menurut buku panduan

terbagi atas : berjalan kaki menghadiri acara publik (pesta, seminar dan

(30)

normal (aktivitas sehari-hari) dan berjalan kaki untuk kesenangan

(jalan-jalan). Adapun ruang bebas yang telah di tentukan dapat dilihat pada gambar

2.3 berikut.

Gambar 2.3 Ruang bebas yang dibutuhkan pejalan kaki.

Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook

2.2 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Sidewalks)

Tempat yang disediakan bagi pejalan kaki termasuk didalamnya bagi kaum

penyandang cacat atau different ability di sebut jalur pejalan kaki atau pedestrian sidewalks. Jalur pejalan kaki atau lebih dikenal dengan istilah trotoar berasal dari bahasa Perancis Trotoire yang berarti jalan kecil selebar 1,5–2 meter, memanjang sepanjang jalan umum, jalan besar atau jalan raya. Dalam keputusan menteri

perhubungan yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang

khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, dan

(31)

yang menggunakan trotoar tersebut, yang memiliki ruang bebas di atasnya

sekurang-kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar.

Menurut Shirvani (1985) jalur pejalan kaki (trotoar) merupakan elemen

perancangan kota yang penting, yaitu membentuk keterhubungan antar aktivitas

pada suatu lokasi. Jalur pejalan kaki merupakan subsistem linkage dari jalur suatu kota. Jalur pejalan kaki akan semakin penting bila pejalan kaki adalah sebagai

pengguna utama jalur tersebut bukan kendaraan bermotor atau hal lainnya.

Menurut Darmawan (2003), menyatakan pejalan kaki juga merupakan elemen

penting dalam perancangan kota, karena tidak hanya berorientasi pada keindahan,

tetapi juga masalah kenyamanan dengan di dukung oleh kegiatan lain yang

memperkuat kehidupan ruang kota.

2.2.1 Defenisi Jalur Pejalan Kaki

Menurut Carr, Stephen, et. all (1992), jalur pejalan kaki (pedestrian sidewalks) adalah bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan

sendirinya yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), jalur pejalan kaki

adalah sebuah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki guna

memberikan pelayanan kepada pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat berupa

(32)

Menurut Iswanto (2006), jalur pejalan kaki merupakan suatu ruang

publik dimana pada jalur tersebut juga terjadi interaksi sosial antar

masyarakat.

Dapat diambil kesimpulan bahwa jalur pejalan kaki merupakan jalur

yang diperuntukkan bagi pejalan kaki termasuk kaum penyandang cacat

untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain dimana juga merupakan

suatu bentuk pelayanan yang ditujukan sebagai kepada pejalan kaki.

2.2.2 Ketentuan Umum Jalur Pejalan Kaki

Jalur Pejalan Kaki dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai

ketentuan umum seperti : (1) Lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman,

lancar dan aman, (2) Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, (3) Lengkap

dengan fasilitas-fasilitasnya termasuk bagi penyandang cacat dan (4) Jalur

Pejalan Kaki harus diperkeras, tidak licin dan terbebas dari genangan air

(disarankan lengkap dengan peneduh).

2.2.3 Fungsi Jalur Pejalan Kaki

Fungsi jalur pejalan kaki adalah antara lain : (1) sebagai pemisah

pejalan kaki dengan jalur kendaraan, (2) sebagai jalur pejalan kaki yang

berperan dalam menghubungkan antar tempat fungsional dengan tempat

fungsional lainnya, (3) sebagai tempat transit, dan (4) sebagai wadah

(33)

2.2.4 Ruang Pejalan Kaki

Berdasarkan Pedoman Dinas Penataan Ruang Nasional, tipologi

ruang bagi pejalan kaki di bedakan menjadi :

1. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (sidewalk) Merupakan bagian dari sistem jalur pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan milik

bangunan.

Gambar 2.4 Perspektif Sidewalk Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

(34)

2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade) ialah ruang pejalan kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan badan air.

Gambar 2.6 Perspektif Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

Gambar 2.7 Tampak atas dan Potongan Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

3. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komersial/Perkantoran (Arcade) ialah ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah satu

(35)

Gambar 2.8 Pespektif Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

Gambar 2.9 Tampak atas dan Potongan Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

4. Ruang Pejalan Kaki di RTH (Green Pathway) terletak diantara ruang terbuka hijau dan merupakan pembatas di antara ruang hijau dengan ruang

(36)

Gambar 2.10 Perspektif Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

Gambar 2.11 Tampak atas dan Potongan Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

5. Ruang Pejalan Kaki Di bawah Tanah (Underground) adalah jalur khusus pejalan kaki yang berada di bawah permukaan tanah.

(37)

Gambar 2.13 Tampak atas dan Potongan Underground Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

Ruang pejalan kaki dibawah tanah ini harus terhubung dengan

tempat-tempat penyeberangan bagi pejalan kaki di bawah tanah. Penyeberangan

ini harus mampu dilihat dengan tepat untuk dapat melewatinya dan

memiliki penerangan yang cukup.

6. Ruang Pejalan Kaki di Atas Permukaan Tanah (Elevated).

(38)

Gambar 2.15 Denah Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

Gambar 2.16 Potongan Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional

2.2.5 Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki

Menurut Departemen Pekerjaan Umum, kriteria desain secara teknik

untuk jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut :

1. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang

adaah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergerak tanpa membawa barang,

sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki menjadi

(39)

2. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan

Kaki (W) dipakai rumus sebagai berikut:

l = V/35 + 1.5

Keterangan : V = volume pejalan kaki (orang/menit/meter) ; l = lebar jalur pejalan kaki.

3. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat

perlengkapan jalan (road furniture).

4. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi dengan

perlengkapan jalan dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki

No. Jenis perlengkapan jalan Lebar Tambahan (cm)

1 Kursi roda 100 – 120

2 Tiang lampu penerang 75 – 100

3 Tiang lampu lalu lintas 100 – 120

4 Rambu lalu lintas 75 – 100

5 Kotak surat 100 – 120

6 Keranjang sampah 100

7 Tanaman peneduh 60 – 120

8 Pot bunga 150

(40)

5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras (dari blok beton, perkerasan aspal

atau plesteran) dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan

sekitarnya harus diberi pembatas.

6. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 %

supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang ≥7%.

2.2.6 Fasilitas Jalur Pejalan Kaki

Menurut Dinas Pekerjaan Umum, Fasilitas pejalan kaki yang formal

terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut : (a) Trotoar, (b) Penyebrangan :

Penyebrangan Sebidang (Zebra cross dan Pelican cross) dan Penyebrangan

Tak Sebidang (Jembatan Penyebrangan dan Terowongan) dan (c) Non

trotoar.

a. Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat dalam Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar (1991), yaitu:

 Dari segi penempatan, trotoar dapat di buat sejajar dengan jalan dan

terletak pada ruang manfaat jalan (Rumaja). Pada keadaan tertentu

trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan karena topografi setempat

atau karena adanya pertemuan dengan fasilitas lain. Trotoar dapat

juga terletak di ruang milik jalan. Sebuah jalan dianggap perlu

dilengkapi dengan trotoar apabila terdapat tempat-tempat di

sepanjang jalan tersebut yang akan mengakibatkan pertumbuhan

pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas.

(41)

pusat perbelanjaan, terminal bis, pusat perkantoran, pusat hiburan,

pusat kegiatan sosial dan daerah-daerah industri.

 Dimensi trotoar, dalam perencanaan trotoar yang perlu diperhatikan

adalah kebebasan kecepatan berjalan untuk mendahului pejalan kaki

lainnya dan juga kebebasan waktu berpapasan dengan pejalan kaki

lainnya tanpa bersinggungan. Lebar trotoar harus dapat melayani

volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau

kapasitas (lebar), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat

pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar

disarankan untuk direncanakan sesuai dengan tingkat pelayanan

trotoar / Level Of Service.

 Ruang bebas trotoar, persyaratan ruang bebas trotoar adalah : (1).

Kebebasan vertikan paling rendah ialah 2.50 m dan kedalaman

minimum sebesar 1.00 m dari permukaan trotoar; (2). Kebebasan

(42)

Gambar 17 Ruang Bebas Trotoar

Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar

b. Penyebrangan , menurut Dinas Pekerjaan Umum, fasilitas penyebrangan terdiri dari :

1) Penyebrangan Sebidang :

 Zebra Cross dipasang pada kawasan arus lalu lintas

yang cepat dan arus pejalan kaki yang relatif rendah

dan lokasinya mempunyai jarak pandang yang cukup.

 Pelikan Cross dipasang pada lokasi-lokasi dengan

(43)

dengan jarak penempatan minimal 300 m dari

persimpangan.

2) Penyebrangan Tak Sebidang

 Jembatan Penyeberangan disarankan memenuhi

ketentuan: bila terdapat fasilitas penyebrangan sebidang

yang mengganggu lalu lintas dan pada ruas jalan

dimana arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi.

 Terowongan disarankan memenuhi persyaratan

perletakkan : Bila fasilitas penyeberangan lain tidak

memungkinkan untuk dipakai, apabila kondisi lahannya

memungkinkan untuk dibangunnya terowongan dan

apabila arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi.

c. Non Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat seperti elevasinya harus sama atau bentuk pertemuannya harus dibuat sedemikan rupa

sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki.

persyaratan lebar disarankan mengikuti perencanaan Level Of Service.

2.2.8 Pengembangan Zona Pejalan Kaki di Pusat Kota

Berdasarkan Dinas Tata Ruang Nasional, kawasan pusat kota adalah

kawasan yang mengakomodir volume pejalan kaki yang lebih besar

dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan kaki di area ini dapat

berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam dan terdiri dari berbagai zona

(44)

pejalan kaki, zona bagi tanaman/perabotan jalan, dan zona untuk pinggiran

jalan.

Gambar 2.18 Ilustrasi Zona Pedestrian di Pusat Kota (Bisnis)

Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional

a. Zona Bagian Depan Gedung merupakan area antara dinding gedung dan

pejalan kaki. Jarak minimum penempatan jalur setidaknya berjarak 0,6

meter dari sisi gedung atau tergantung pada penggunaan area ini. Ruang

bagian depan dapat dimanfaatkan sebagai ruang tambahan. Bagi tuna

netra pengguna tongkat dapat menggunakan suara dari gedung yang

berdekatan sebagai orientasi atau dapat berjalan dengan jarak antara 0,3

meter hingga 1,2 meter dari bangunan.

b. Zona Penggunaan bagi Pejalan Kaki adalah area dari koridor sisi jalan

yang secara khusus digunakan untuk area pejalan kaki dan penyandang

cacat sehingga area ini harus dibebaskan dari seluruh rintangan.

Berukuran 1,8-3,0 m / lebih luas untuk memenuhi tingkat pelayanan

dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Zona

yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor

(45)

untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter x 2,4

meter.

c. Zona Tanaman / Perabot Jalan berfungsi sebagai zona penahan antara zona

lalu-lintas dengan zona pejalan kaki dan sebagai penyangga dan tempat

untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan.

d. Zona Pinggir Jalan merupakan bagian integral dari jalan dan sistim saluran

air, dan juga berfungsi sebagai pembatas antara zona lalu-lintas dengan

zona tanaman/perabot jalan atau zona pejalan kaki tersebut.

2.3 Defenisi Kenyamanan

Menurut Weisman (1981), kenyamanan adalah suatu keadaan lingkungan

yang memberi rasa yang sesuai dengan panca indra dan antropemetry disertai

fasilitas yang sesuai dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan

dimensi tubuh manusia serta karakter fisiologis laninya dan sanggup berhubungan

dengan berbagai kegiatan manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkungan.

Menurut Hakim (2002), kenyamanan adalah segala sesuatu yang

memperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk,

tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya, atau lainnya.

Kenyamanan dapat pula diartikan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia

(46)

Dapat diambil kesimpulan bahwa, kenyamanan ialah suatu keadaan yang

memperlihatkan penggunaan ruang yang sesuai dengan keinginan sehingga

memberikan rasa puas dan nikmat baik secara fisik maupun non fisik.

2.3.1 Faktor-Faktor Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki

Jalur pedestrian harus memiliki rasa aman dan nyaman terhadap

pejalan kaki, keamanan disini dapat berupa batasan-batasan dengan jalan

yang berupa peninggian trotoar, menggunakan pagar pohon, dan

menggunakan street furniture. Kenyaman terjadi setelah ditangkap menurut panca indera.

Ukuran penting kenyamanan menurut Unterman (1984) adalah tingkat

kenyamanan (comfort level) dan kapasitas sistem ruang pejalan kaki.

Menurut Weisman (1981) tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas berjalan dapat dicapai apabila jalur pedestrian tersebut

lancar dan bebas hambatan, selain itu jalur pedestrian harus lebar agar dapat

menampung arus lalu lintas pejalan kaki dari dua arah. Adapun untuk

menunjang kenyamanan pejalan kaki di jalur pedestrian adalah adanya

fasilitas pada jalur pejalan kaki.

2.3.2 Standar Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki/Trotoar

Menurut Dinas Penaatan Ruang Nasional dan buku Khisty (2003),

(47)

teknis dan umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang

ada. Tingkat pelayanan (level of service/LOS) trotoar dikelompokkan menjadi 6 kriteria. Dapat di lihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Keterangan Pembagian LOS

LOS Ruang (m2/ped) Laju Arus (ped/mnt/m) Kecepatan (m/mnt)

A ≥ 5,6 ≤ 16 > 78

B ≥ 3,7 – 5,6 ≤ 16 - 23 > 75,6 – 78

C ≥ 2,2 – 3,7 ≤ 23 – 33 > 73,2 –75,6

D ≥ 1,4 – 2,2 ≤ 33 – 50 > 68,4 – 73,2

E ≥ 0,74 – 1,4 ≤ 50 – 77 > 45,6 – 68,4

F ≤ 0,74 Beragam ≤ 45,6

Sumber : Khisty (2003)

Keterangan :

1. LOS A

Jalur pejalan kaki seluas ≥ 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 16

pedestrian/menit/meter. Pada ruang pejalan kaki dengan LOS A orang dapat

berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah berjalan

dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan

(48)

Gambar 2.19 Ilustrasi LOS A

Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional

2. LOS B

Jalur pejalan kaki seluas ≥ 3,7 – 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki

≤ 16 – 23 pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, ruang pejalan kaki masih

nyaman untuk dilewati dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan

kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para

pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan

kaki lainnya.

Gambar 2.20 Ilustrasi Gambar LOS B

(49)

3. LOS C

Jalur pejalan kaki seluas ≥ 2,2 – 3,7 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki

≤ 23 – 33 pedestrian/menit/meter. Pada LOS C, ruang pejalan kaki masih

memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus

yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi

persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan normal tetapi relatif

lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki.

Gambar 2.21 Ilustrasi Gambar LOS C

Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional

4. LOS D

Jalur pejalan kaki seluas ≥ 1,4 – 2,2 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki

≤ 33 – 50 pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, ruang pejalan kaki mulai

terbatas, untuk berjalan dengan arus normal harus sering berganti posisi dan

merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk

dapat menimbulkan konflik. LOS D masih menghasilkan arus ambang

nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan

(50)

Gambar 2.22 Ilustrasi Gambar LOS D

Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional

5. LOS E

Jalur pejalan kaki seluas ≥ 0,74 – 1,4 m2/pedestrian, besar arus pejalan

kaki ≤ 50 – 77 pedestrian/menit/meter. Pada LOS E, setiap pejalan kaki akan

memiliki kecepatan yang sama, karena banyaknya pejalan kaki yang ada.

Berbalik arah, atau berhenti akan memberikan dampak pada arus secara

langsung. Pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan ini mulai

tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari

kapasitas rencana ruang pejalan kaki.

Gambar 2.23 Ilustrasi Gambar LOS E

(51)

6. LOS F

Jalur pejalan kaki seluas ≤ 0,74 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki

beragam pedestrian/menit/meter. Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki

sangat lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan para pejalan

kaki yang searah ataupun berlawanan. Untuk berbalik arah atau berhenti tidak

mungkin dilakukan. Karakter ruang pejalan kaki ini lebih kearah berjalan

sangat pelan dan mengantri. LOS F ini merupakan tingkat pelayanan yang

sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan

kaki.

Gambar 2.24 Ilustrasi Gambar LOS F

Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional

Dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan pembagian tingkat

pelayanan pejalan kaki (level of service), tingkat/level minumim yang masih termasuk dalam kategori nyaman adalah LOS D. Sedangkan LOS E dan LOS

F sudah masuk ke dalam kategori tidak nyaman untuk dilalui pejalan kaki

dikarenakan ketidaksesuaian antara volume pejalan kaki dengan lebar jalur

(52)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2007) secara garis besar terdapat 2 (dua) jenis metode

penelitian, yakni metode kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini, kedua jenis

metode penelitian digunakan yakni metode penelitian kualitatif dan metode

penelitian kuantitatif atau sering di sebut mix methode. Metode kualitatif ialah metode yang fokus terhadap asumsi berdasarkan fakta. Metode kualitatif

mengharuskan peneliti datang langsung ke lokasi penelitian untuk memahami dan

mempelajari situasi di lokasi. Pemilihan metode penelitian kualitatif di karenakan

metode ini memiliki 5 (Lima) karateristik yang sesuai dengan penelitian ini,

yakni:

1. Sumber data di dapatkan dari lingkungan alamiah.

2. Bersifat deskriptif analitik, dimana data yang di peroleh dari penelitian

ini berupa hasil kuesioner, foto-foto dan observasi.

3. Menekankan pada proses, bukan pada hasil. Dimana pada penelitian ini

penekanan metode penelitian kualitatif berada pada proses pencarian

hingga analisis data.

4. Bersifat induktif, dimana pada penelitian ini tim peneliti memulainya

dengan menemukan objek penelitian terlebih dahulu, dan kemudian

penelitian akan di lanjutkan ke lokasi penelitian secara langsung untuk

(53)

5. Mementingkan makna, karena ketepatan penafsiran makna mendorong

terbentuknya hasil penelitian kualitatif yang maksimal.

Sedangkan metode kuantitatif menggunakan instrumen (alat pengumpul

data) yang menghasilkan data numerikal (angka). Analisis data dilakukan

menggunakan teknik statistik untuk mereduksi dan mengelompokan data,

menentukan hubungan serta mengidentifikasikan perbedaan antar kelompok data.

Kontrol, instrumen, dan analisis statistik digunakan untuk menghasilkan

temuan-temuan penelitian secara akurat. Dengan demikian kesimpulan hasil uji hipotesis

yang diperoleh melalui penelitian kuantitatif dapat diberlakukan secara umum.

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Sinulingga (2011), dalam lingkup penelitian ilmiah terdapat 5

(lima) variabel, yakni : variabel dependen, variabel independen, variabel

moderator, variabel intervening dan variabel kontrol. Pada penelitian ini terdapat

2 (dua) variabel yakni variabel dependen dan variabel independen.

Menurut Sinulingga (2011), variabel dependen ialah variabel yang nilainya

di pengaruhi atau di tentukan oleh variabel lain dan variabel independen adalah

variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif dan negatif.

Variabel dependen merupakan variabel utama karena fokus penelitian di tekankan

pada perubahan yang terjadi pada variabel ini. Variabel dependen pada penelitian

ini ialah kenyamanan jalur pejalan kaki, dan variabel independennya ialah LOS,

(54)

hubungan antara variabel dependen dan independen dalam penelitian ini dapat di

lihat pada gambar 3.1 di berikut ini.

Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 3.1 Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen

Pada penelitian ini, penulis menggunakan variabel yang di kemukakan oleh

Unterman (1984) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan jalur pejalan kaki ialah tingkat kenyaman, dan kapasitas ruang pejalan kaki.

sedangkan fasilitas merupakan faktor tambahan yang mendukung kenyamanan

pejalan kaki. Untuk tingkat kenyamanan jalur pejalan kaki, penulis menggunakan

pedoman Dinas Tata Ruang Nasional mengenai tingkat pelayanan / Level Of Service (LOS).

3.3 Populasi/Sampel

Menurut Sinulingga (2011), populasi adalah keseluruhan anggota atau

kelompok yang membentuk objek yang di kenakan investigasi oleh peneliti. Pada

penelitian ini, populasi yang diambil ialah para pengguna jalur pejalan kaki di Kenyamanan jalur

pejalan kaki

Tingkat Pelayanan / Level Of Service (LOS) termasuk di dalamnya ukuran lebar jalur pejalan

kaki

(55)

koridor sebelah kiri Zainul Arifin. Penulis menghitung volume puncak populasi

pejalan kaki yang dilakukan selama 15 menit pada titik-titik pengukuran yang

telah ditetapkan sebelumnya.

3.4 Metoda Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sinulingga (2011) teknik pengumpulan data adalah kegiatan

atau aktifitas fisik yang dilakukan dalam mengumpulkan data-data yang

diperlukan. Pemilihan teknik pengumpulan data yang tepat akan

memudahkan pelaksanaan penelitian tersebut. Beberapa teknik pengumpulan

data ialah wawancara (interview), kuesioner, observasi dan motivasional. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metoda observasi.

Menurut Sinulingga (2011), merupakan pengamatan secara langsung

terhadap objek yang akan di pelajari. Pada metoda observasi tidak

membutuhkan responden.

3.4.2 Penggunaan Alat Pengambilan Data

Penggunaan alat-alat berdasarkan atas keperluan survey, alat-alat

yang di pakai antara lain :

1. Peta dasar wilayah studi digunakan untuk mengetahui posisi daerah studi.

2. Stopwatch untuk mengukur kecepatan pejalan kaki.

3. Hand counter digunakan untuk menghitung volume pejalan kaki.

(56)

5. Jam digunakan untuk mengamati waktu.

6. Kamera untuk mendokumentasikan kondisi dan posisi jalur pejalan kaki.

3.4.3 Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder.

 Data Primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

sumbernya, yaitu data hasil observasi yang di lakukan selama 15 menit

terhadap volume pejalan kaki , menghitung kecepatan pejalan kaki dan

observasi terhadap fasilitas jalur pejalan kaki di koridor Zainul Arifin.

 Data sekunder dengan membaca jurnal-jurnal, teori-teori para ahli,

peraturan Pekerjaan Umum, Peraturan Dinas Tata Ruang Nasional, dan

peraturan Bina Marga sebagai sumber referensi.

3.5 Kawasan Penelitian

Objek/lokasi penelitian ialah koridor Zainul Arifin, Kecamatan Medan

Polonia. Batas daerah penelitian ialah bangunan Bank Sumut (Jalan Zainul Arifin

simpang Jalan Imam Bonjol) hingga bangunan Cambridge (Jalan Zainul Arifin

simpang Jalan Jend. S. Parman). Panjang jalur pejalan kaki di sepanjang Jalan

Zainul Arifin ±900 m. Jalan Zainul Arifin merupakan jalan dengan arah lalu lintas

searah dimana terdapat jalur pejalan kaki pada kedua sisi jalan. Pada penelitian

ini, penulis menggunakan jalur sisi Barat sebagai objek penelitian dikarenakan

(57)

menggunakan sisi Barat pada pagi hingga sore hari sehingga arus pejalan kaki

pada sisi Barat lebih padat di bandingkan jalur pejalan kaki sisi Utara. Berikut ini

pada gambar 3.2 merupakan keyplan pembagian zona sesuai dengan lebar jalur

pejalan kaki di koridor Zainul Arifin.

Gambar 3.2 Key Plan Lokasi Penelitian

Sumber : Peta autocad Kota Medan

Pada gambar 3.2 terlihat jelas terdapat 6 (enam) zona yang dibedakan

berdasarkan lebar jalur pejalan kaki. Masing-masing zona akan di tetapkan

beberapa titik mewakili zonanya untuk di ukur arus pejalan kaki dan

dibandingkan dengan Level Of Service (LOS). Penentuan titik ditempatkan pada setiap persimpangan jalur dan pada jalur pejalan kaki yang cukup panjang, titik

juga di tempatkan di pertengahan pada jalur tersebut.

1 2

3 4

(58)

Gambar 3.3 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 1.

Sumber : Peta autocad Kota Medan.

Zona 1 pada jalur pejalan kaki koridor Barat Zainul Arifin meliputi jalur

pejalan kaki di depan Bank Sumut Jalan Zainul Arifin simpang Jalan Imam

Bonjol hingga Simpang Jalan Diponegoro. Pada zona 1 (simpang Jl. Imam Bonjol

sampai simpang Jl. Diponegoro) terdapat sebanyak 5 (lima) titik ukur yang di

tempatkan pada setiap ujung jalur pejalan kaki sebelum persimpangan. Fungsi

bangunan pada zona 1 simpang Jl. Imam Bonjol sampai simpang Jl. Diponegoro)

di dominasi oleh jasa seperti bank dan jasa interior. 1 2

(59)

Gambar 3.4 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 2

Sumber : Peta autocad Kota Medan.

Zona 2 merupakan jalur pejalan kaki sisi Barat di depan gedung Wisma BII

dimana batasannya jalur pejalan kakinya dari persimpangan Jalan Diponegoro

sampai sebelum gedung Sun Plaza tepatnya gedung wisma BII. Pada lokasi ini di

tempatkan 3 (tiga) titik pengukuran jumlah pejalan kaki.

Gambar 3.5 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 3 Sumber : Peta autocad Kota Medan.

z 9 10 11

(60)

Pada zona 3 jalur pejalan kaki sisi Barat, batas wilayah jalur hanya

meliputi jalur pejalan kaki yang berada tepat di depan gedung Sun Plaza. Pada

zona 3 (depan gedung Sun Plaza) ditempatkan 3 (tiga) titik sebagai lokasi

pengukuran jumlah pejalan kaki. Titik tersebut di letakkan pada kedua ujung jalur

dan pertengahan jalur untuk mewakili pejalan kaki di zona 3 (depan gedung Sun

Plaza).

Gambar 3.6 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 4.

Sumber : Peta autocad Kota Medan.

Batas jalur pejalan kaki sebelah kiri pada zona 4 (simpang Jl. Teuku Umar

sampai sebelum jembatan) meliputi jalur pejalan kaki setelah gedung Sun Plaza

hingga sebelum jembatan sungai Babura. Terdapat 12 (dua belas) titik ukur

jumlah pejalan kaki di zona 4 (simpang Jl. Teuku Umar sampai sebelum

jembatan). Dikarenakan banyaknya persimpangan jalan sehingga titik yang di

ukur juga di perlukan pada setiap ujung persimpangan jalur pejalan kaki. Fungsi

(61)

Gambar 3.7 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 5.

Sumber : Peta autocad Kota Medan.

Zona 5 merupakan jalur pejalan kaki di sepanjang jembatan Sungai Babura

sebelah kiri. Ditempatkan 3 (tiga) titik sebagai titik ukur jumlah pengguna pejalan

kaki di zona 5 (jembatan Sungai Babura). Titik ditempatkan pada awal, tengah

dan akhir dari jembatan Sungai Babura.

Gambar 3.8 Lokasi Titik Ukur Penelitian pada Zona 6.

Sumber : Peta autocad Kota Medan.

24 25 26

27 28

(62)

Pada zona 6 jalur pejalan kaki sebelah kiri ditempatkan sebanyak 3 (tiga)

titik ukur jumlah pejalan kaki. Batas zona 6 ialah jalur pejalan kaki setelah

jembatan Sungai Babura hingga simpang Jalan Jend. S. Parman. Adapun fungsi

bangunan di zona 6 (setelah jembatan Sungai Babura hingga simpang Jalan Jend.

S. Parman) merupakan fungsi jasa dan beberapa perdagangan.

3.6 Metoda Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif. Statistik

deskriptif berfungsi untuk mengelompokan data, menggarap, menyimpulkan,

memaparkan serta menyajikan hasil olahan. Sesuai dengan fungsinya ini maka

statistik deskriptif cocok sekali untuk penelitian yang tujuannya hanya

mendeskripsikan yaitu penelitian deskriftif.

3.6.1 Metoda Analisa Data Hasil Observasi Fasilitas

Pengamatan terhadap fasilitas yang ada di koridor Barat Zainul

Arifin dilakukan oleh penulis dalam upaya meneliti kenyamanan para

pengguna jalur pejalan kaki di koridor Barat Zainul Arifin. Mengingat

salah satu faktor kenyamanan pejalan kaki ialah dengan adanya fasilitas

pejalan kaki, maka metoda analisanya dengan membandingkan standar

fasilitas pejalan kaki dengan peraturan yang berlaku.

3.6.2 Metoda Analisa Data Hasil Perhitungan LOS

Dalam mengukur tingkat kenyamanan LOS pejalan kaki, maka

(63)

1. Arus rata-rata pejalan kaki (ped/mnt/m)

Cara untuk mendapatkan arus rata-rata pejalan kaki dalam

satuan menit ialah dengan melakukan pengukuran pada titik-titik

yang telah ditentukan dan di hitung jumlah pengguna jalur pejalan

kaki pada titik tersebut dalam kurun waktu 15 menit. Untuk

mendapatkan hasil volume puncak pejalan kaki per menit maka

dihitung dengan menggunakan rumus:

... (1)

Dimana :

V = Arus rata-rata pejalan kaki (ped/mnt/m);

Vp = Volume Puncak pejalan kaki (ped/15mnt);

We = Lebar Efektif Trotoar (m).

Cara mencari We (Lebar Efektif Trotoar) ialah

... (2)

Dimana :

We = lebar efektif trotoar (m);

Wt = Lebar total trotoar (m);

B = lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m).

Vp V =

15 We

(64)

2. Kecepatan pejalan kaki (m/mnt)

Kecepatan pejalan kaki di ukur secara manual dengan

menggunakan stopwatch dimana hasil stopwatch di bagi dengan

jarak yang sitempah oleh pejalan kaki yang bersangkutan.

3. Modul/ruang pejalan kaki (m2/ ped).

Untuk mencari ruang pejalan kaki, terlebih dahulu mencari

kepadatan pejalan kaki dengan menggunakan hubungan antara

kecepatan, kepadatan dan arus pejalan kaki yang dinyatakan dalam

rumus :

... ...(3)

Dimana :

V = arus pejalan kaki (ped/mnt/m)

S = kecepatan pejalan kaki (m/mnt)

D = kepadatan pejalan kaki (ped/m2).

Setelah didapat kepadatan pejalan kaki, maka dapat dicari

rumus ruang pejalan kaki yakni :

...(4)

Dimana :

D = kepadatan pejalan kaki (ped/m2)

M = ruang pejalan kaki (m2/ped) V = S x D

1 D =

(65)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Observasi Terhadap Fasilitas Jalur Pejalan Kaki

Fasilitas yang terdapat di koridor Barat Zainul Arifin ialah fasilitas trotoar

dan non trotoar. Observasi yang dilakukan dengan mengamati fasilitas pejalan

kaki yang terdapat di koridor Barat Zainul Arifin menghasilkan uraian sebagai

berikut :

Trotoar, pada koridor Zainul Arifin Barat, lebar jalur pejalan kaki yang

tersedia bervariasi, dapat di lihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kondisi Geometrik Jalur Pejalan Kaki Barat di Koridor Zainul Arifin.

Nama Zona Lebar Jalur

Keseluruha

Zona 1 (simpang Jl. Imam Bonjol sampai simpang Jl. Diponegoro)

1,5 meter 1 meter ± 247,6

meter

Zona 2 (depan gedung wisma BII)

2,5 meter 1 meter ± 75,3

meter

Zona 3 (depan gedung Sun Plaza)

3 meter 1 meter ± 41

Zona 6 (setelah jembatan Sungai Babura hingga simpang Jl. S. Parman)

1,5 meter - ± 77,6

(66)

Lebar jalur pejalan kaki yang tertera pada tabel 4.1 sudah termasuk

penempatan perlengkapan jalan. Dari segi penempatan, trotoar pada

koridor Barat Zainul Arifin sudah sesuai dengan standart yaitu terletak

pada RuMaJa. Dari segi dimensi, menurut peraturan Departemen

Pekerjaaan Umum dimana lebar jalur pejalan kaki harus ditambah apabila

pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan dengan penambahan lebar

sesuai dengan yang telah di tetapkan oleh peraturan yang berlaku, dapat di

lihat pada tabel 2.1 pada bab 2. Ruang bebas yang terdapat pada trotoar

koridor Barat Zainul Arifin ialah kebebasan vertikal > 2,5 m dan

kebebasan samping 0,3 m.

Pada koridor Barat Zainul Arifin perlengkapan jalan yang di temui

berupa pohon, pot, tiang lampu lalu lintas, rambu dan marka jalan, dan

tiang lampu penerang setidaknya penambahan jalur sebanyak 150 cm.

Sehingga lebar jalur minimal yang dianjurkan menurut Dinas Pekerjaan

Umum ialah 3 meter dimana 1,5 meter ruang bergerak manusia dan 1,5

meter untuk perlengkapan jalan. Pada gambar 4.1 dapat di lihat bahwa

tidak adanya penambahan jalur untuk perlengkapan jalan mengakibatkan

jalur pejalan kaki penuh dengan hambatan dan mengurangi kenyamanan

(67)

Gambar 4.1 Suasana trotoar pada zona 1, zona 4 dan zona 5 yang tidak nyaman.

Pada gambar 4.1 terlihat secara jelas suasana trotoar yang ada di

koridor Barat Zainul Arifin. Banyaknya hambatan yang cukup sering

ditemui ketika menggunakan jalur pejalan kaki seperti ketidaksesuaian

penempatan pohon peneduh, pot bunga, marka, hingga beralihnya fungsi

jalur menjadi sarana parkir kendaraaan dan lapak bagi pedagang kaki lima

merupakan faktor utama penyebab pejalan kaki enggan menggunakan jalur

pejalan kaki. Pejalan kaki cenderung berjalan di bahu jalan daripada harus

melalui banyaknya hambatan yang ada pada jalur pejalan kaki. Akan tetapi

tidak semua zona pejalan kaki yang penuh dengan hambatan. Terdapat

beberapa zona yang cukup nyaman digunakan karena cenderung berperan

sesuai dengan fungsi jalur pejalan kaki yakni zona 2 (depan gedung wisma

BII), zona 3 (depan gedung Sun Plaza) dan zona 6 (setelah jembatan

Sungai Babura hingga simpang Jalan Jend. S. Parman). Dapat dilihat pada

Gambar

Gambar 2.3 Ruang bebas yang dibutuhkan pejalan kaki.
Gambar 2.5 Tampak atas dan Potongan Sidewalk
Gambar 2.7 Tampak atas dan Potongan Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.8 Pespektif Sumber : Dinas Penataan Ruang NasionalArcade
+7

Referensi

Dokumen terkait

kecepatan rata-rata ruang, kerapatan dan volume pejalan kaki, serta analisis. tingkat pelayanan jalur

Melakukan kajian terhadap PKL yang beraktivitas untuk mengetahui pengaruh keberadaan PKL terhadap kenyamanan jalur pejalan kaki di Jalan Iskandar Muda, Kecamatan Medan

4 Zebra Cross Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk mengatasi dan menghindari konflik antara pejalan kaki dengan kenderaan. Tempat berjalan kaki

Jalur pedestrian yang paling nyaman berada di Jalur Soeprapto dimana jalur pejalan kaki memiliki lebar 2m – 1,5 m; akses menuju jalur pedestrian mudah karena

Terlepas dari barang dagangan yang didagangkan, kondisi lingkungan sekitar jalur pejalan kaki juga akan mempengaruhi pejalan kaki untuk tetap melewati jalur tersebut seperti

Pengoptimalan jalur pejalan kaki ini, dapat memberikan rasa nyaman dan aman (walkability)untuk pengguna jalur pejalan kaki dan sekaligus mengurangi penggunaan

Pedagang Kaki Lima Terhadap Kenyamanan Jalur Pejalan kaki ( Studi Kasus: Jalan Iskandar Muda Medan, Kecamatan Medan Baru )“ yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

Terdapat permasalahan umum pada keseluruhan kawasan, yaitu: tidak terdapat kesinambungan hubungan seluruh jalur pejalan kaki, jalur pejalan kaki tidak dapat memberi kenyamanan bagi