Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Strategi Konservasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Variabilitas Iklim di DAS Cisangkuy Citarum Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dadang Subarna
DADANG SUBARNA. Strategi Konservasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Variabilitas Iklim di DAS Cisangkuy Citarum Hulu. Dibimbing oleh M.YANUAR J. PURWANTO, KUKUH MURTILAKSONO dan CECEP KUSMANA.
kan model prediksi curah hujan yang dikembangkan. Dengan metode statistik non;linear didapat parameter untuk prediksi curah hujan yaitu waktu tunda 2 dan dimensi embedding 23 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.60. Validasi model limpasan dengan data pengamatan dilakukan pada rentang 2001;2011 didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0.65. Hasil skenario eksisting 2010 didapat puncak limpasan sebesar 5.51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar 4.26 m3/dt, terjadi reduksi sebesar 1.25 m3/dt. Rasio limpasan rata;rata untuk skenario 2010 terhadap skenario RTRW selama rentang 2015;2050 sebesar 0.55 atau turun sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukannya yang disusun berdasarkan pola RTRW dapat menurunkan tingkat limpasan ke level yang signifikan. Untuk mencapai program pengelolaan jangka panjang pada level perencanaan strategis agar tercapai konservasi pengelolaan DAS secara optimal terkait variabilitas dan perubahan iklim adalah peningkatan kesadaran para pihak, konservasi daerah tangkapan hujan (Recharge Area), teknologi pengelolaan DAS dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat.
DADANG SUBARNA. Conservation Strategy of Watershed Management Based on Climate Variability in Cisangkuy watershed of Upstream Citarum. Supervised by M. JANUAR J. PURWANTO, KUKUH MURTILAKSONO and CECEP KUSMANA.
1.25 m3/dt and CV of 9%. The river flow average ratio of 2010 scenario to the RTRW scenario is 0.55 or equal to 44% in 2015;2050 period. The result show that LULC according to district spatial planing can reduce level of river flow significantly. In the long term management program at strategic planning to reach the optimal watershed conservation management related to climate variability and climate change are improving the stakeholder’s awareness, recharge area conservation, watershed management technology and improving knowledge and skill of apparatus.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang;Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si, M.Sc Prof. Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si, M.Sc
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Penelitian dengan topik ”Strategi Konservasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Variabilitas Iklim di DAS Cisangkuy Citarum Hulu” di bawah bimbingan dan arahan Komisi Pembimbing, telah dapat kami selesaikan dengan baik dan pada waktunya nanti dapat disyahkan.
Kompleksitas permasalahan yang berkaitan dengan konservasi pengelolaan daerah aliran sungai semakin meningkat. Upaya meningkatkan konservasi pengelolaan diberbagai aspek terus dilakukan termasuk dalam upaya mengantisipasi variabilitas iklim. Upaya penggunaan sumberdaya di daerah aliran sungai yang memberi manfaat besar bagi kehidupan masyarakat, telah menginspirasi keinginan saya untuk melakukan penelitian ini. Mengetahui pengaruh variabilitas iklim terhadap daerah aliran sungai dengan menggunakan pendekatan model merupakan kajian penting agar ditemukan pendekatan pengelolaan yang lebih baik dan dapat disarankan sebagai bentuk sumbangan pemikiran terhadap permasalahan pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi isu strategis dan secara realitas terjadi berdasarkan pendekatan ilmiah.
Atas tersusunnya Disertasi ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar;besarnya kepada Dr. Ir. M.Yanuar J. Purwanto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana,MS selaku anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan dan perbaikan yang telah diberikan baik ketika proses belajar;mengajar maupun ketika konsultasi. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana MS. selaku Ketua Program Studi PSL, dan Dr. Ir. Widiatmaka, DEA, selaku Sekretaris Program Studi PSL yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan Disertasi ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin selaku Kepala LAPAN dan Prof. Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc, Dr .Ir. Rahmat Hidayat, M.Sc selaku penguji serta KEMENRISTEK DIKTI selalu sponsor dan pemberi beasiswa. Ucapan terima kasih kepada Dr. Didi Satiadi sebagai motivator penulis dan Dr. Bambang D. Dasanto, Dr. Syafruddin, Dr. Prima Dr. Rusli dan rekan;rekan PSL, Andi, Agung dan rekan;rekan agromet, serta tentunya keluarga atas dorongan dan kerjasamanya. Demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyusunan Disertasi ini, kami ucapkan terima kasih.
Semoga penelitian yang kami laksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar serta menghasilkan solusi masalah yang tepat dan bermanfaat bagi pembangunan untuk mewujudkan daerah aliran sungai yang optimal menopang kehidupan, Amin.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xvi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 4
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 8
Hipotesis 8
Kebaruan Penelitian (Novelty) 8
Sistematika Penulisan 8
2 METODE PENELITIAN 10
Lokasi dan Waktu Penelitian 10
Jenis, Sumber, Teknik Analisis dan Metode Pengumpulan Data 11
Metode Analisis 12
Ruang Lingkup Penelitian 17
3 PENGARUH IKLIM GLOBAL TERHADAP VARIABILITAS
HIDROKLIMAT DAERAH TANGKAPAN AIR CISANGKUY 18
Pendahuluan 18
Data dan Metode 19
Hasil dan Pembahasan 23
Simpulan 29
4 HUBUNGAN ANTARA CURAH HUJAN DAN ELEVASI DI
DAERAH ALIRAN SUNGAI CISANGKUY 30
Pendahuluan 30
Data dan Metode 31
Hasil dan Pembahasan 33
Simpulan 39
5 PENGEMBANGAN MODEL PREDKSI HIDROKLIMAT (STUDI KASUS PRAKIRAAN CURAH HUJAN DI WILAYAH SITU CILEUNCA KABUPATEN BANDUNG) DENGAN METODE NON;
LINEAR 41
Pendahuluan 41
Data dan Metode 43
Hasil dan Pembahasan 47
6 PENGARUH TATA GUNA DAN KEMIRINGAN LAHAN
TERHADAP LIMPASAN DI DAS CISANGKUY 56
Pendahuluan 56
Data dan Metodologi 58
Hasil dan Pembahasan 65
Simpulan 82
7 IMPLIKASI TINGKAT KEPENTINGAN PROGRAM PADA
PENGELOLAAN DAS BERBASIS ISM 84
Pendahuluan 84
Data dan Metode 85
Hasil dan Pembahasan 88
Simpulan 92
8 PEMBAHASAN UMUM 94
9 SIMPULAN DAN SARAN 108
Simpulan 108
Saran 109
DAFTAR PUSTAKA 110
LAMPIRAN 116
1 Penelitian yang terdahulu di sekitar DAS Cisangkuy 9 2 Data Hidroklimat yang dikaji di DAS Cisangkuy 11 3 Beberapa data dan cara;cara pengolahannya pada penelitian ini 11
4 Data Hidroklimat DAS Cisangkuy 20
5 Koefisien variasi data curah hujan di daerah aliran sungai Cisangkuy 23 6 Koefisien variasi debit aliran sungai Cisangkuy 26 7 Estimasi regresi linear beserta kemiringan (slope) dan koefisien korelasi
Pearson dengan 600 <x<1600 38
8 Ringkasan statistik deskriptif curah hujan bulanan di statiun hidrologi
Situ Cileunca Kabupaten Bandung 47
9 Area tutupan dan penggunaan lahan (ha) 67
10 Kinerja model berdasarkan empat kriteria statistik 69
11 Pengaruh kemiringan terhadap limpasan 74
12 Penggunaan Lahan Existing tahun 2010 78
13 Penatagunaan Lahan RTRW tahun 2030 Kabupaten Bandung 80 14 Perbandingan data hasil simulasi antara skenario 2010 dan RTRW 2030 82 15 Keterkaitan antara sub elemen pada Teknik ISM 86 16 Sub elemen kebutuhan pengelolaan DAS Cisangkuy secara optimal 88 17 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) awal elemen kebutuhan
pengelolaan DAS optimal secara Agregat 88
18 Reachability Matrix (RM) elemen kebutuhan pengelolaan DAS optimal 89 19 Reachability Matrix (RM) final elemen kebutuhan pengelolaan DAS
optimal 90
20 Penentuan jenjang variabel;variabel dalam sub elemen melalui iterasi 90 21 Menentukan hubungan antar variabel pada setiap level 91 22 Pengaruh variabilitas iklim di DAS Cisangkuy secara temporal dan
spasial 104
23 Rencana strategis untuk aksi menghadapi variabilitas dan perubahan
1 Kerangka kompleksitas permasalahan di daerah aliran sungai
Cisangkuy. 4
2 Bagan alir kerangka pemikiran 6
3 Perumusan masalah pengelolaan DAS terkait dengan variabilitas iklim 7 4 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan lokasi penelitian di
Kabupaten Bandung 10
5 (a) Wavelet Morlet dengan lebar dan amplitude tertentu sepanjang sumbu x. (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru putus;putus) sebagai gelombang Sinus (hijau) dimodulasi oleh fungsi Gauss (merah).
(Sumber: http://paos.colorado.edu) 13
6 Ilustrasi titik;titik data dan evolusinya pada ruang keadaan (state
space) 14
7 Model builder untuk simulasi daerah terpengaruh limpasan puncak
dan hidrograf satuan. 16
8 Tahapan teknik ISM 17
9 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan sub;DAS dari DAS
Citarum yang terletak di Kabupaten Bandung 20
10 (a) Wavelet Morlet dengan lebar dan amplitude tertentu sepanjang sumbu x,. (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru putus;putus) sebagai gelombang Sinus (hijau) dimodulasi oleh fungsi Gauss (merah).
(Sumber: http://paos.colorado.edu) 22
11 (a) Data curah hujan bulanan st. Cileunca dan Wavelet Morlet yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang menunjukkan periode dominan antara 8;16 bulan dan ragam wavelet secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan 24 12 (a) Data curah hujan bulanan st. Kertamanah dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang menunjukkan periode dominan antara 8;16 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan 25 13 (a) Data curah hujan bulanan st. Cipanas dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang menunjukkan periode dominan antara 8;16 bulan dan ragam wavelet secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan 25 14 (a) Data curah hujan bulanan st. Ciherang dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang menunjukkan periode dominan antara 8;16 bulan dan ragam wavelet secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan 26 15 Pendekatan pola debit bulanan sungai Cisangkuy dengan
menggunakan teknik perata;rataan berjalan (moving average) stasiun
hidrologi Pataruman. 27
16 (a) Data debit bulanan sungai Cisangkuy St. Pataruman dan Wavelet
Morlet yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet debit yang menunjukkan periode dominan antara 128 bulan dan ragam wavelet
17 Pendekatan pola debit bulanan sungai Cisangkuy dengan menggunakan teknik perata;rataan berjalan (moving average) stasiun
hidrologi Kamasan 28
18 (a) Data debit bulanan sungai Cisangkuy St. Kamasan dan Wavelet
Morlet yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet debit yang menunjukkan periode dominan antara 64 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan 28 19 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan sub;DAS dari DAS
(CD: garis utara;selatan) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten
Bandung 32
20 Diagram alir pengolahan data curah hujan spasial dan DEM dengan SIG untuk mendapatkan profilnya masing;masing. 33 21 Digital Elevation Model (DEM) daerah aliran sungai Cisangkuy
Kabupaten Bandung. 34
22 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim penghujan diwakili oleh bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF) di daerah
aliran sungai Cisangkuy. 35
23 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim transisi penghujan;kemarau diwakili oleh bulan Maret, April, dan Mei
(MAM) di daerah aliran sungai Cisangkuy. 36
24 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim kemarau diwakili oleh bulan Juni, Juli, Agustus (JJA) di daerah aliran sungai Cisangkuy. 37 25 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim kemarau;
penghujan diwakili oleh bulan September, Oktober, November (SON)
di daerah aliran sungai Cisangkuy 38
26 Pola kemiringan curah hujan terhadap perubahan elevasi sangat
dipengaruhi musim, 39
27 Lokasi penelitian yang merupakan bagian dari daerah Cekungan
Bandung bagian Selatan 44
28 Data deret waktu curah hujan bulanan di stasiun Hidrologi Cileunca
dari tahun 1993;2011 44
29 Ilustrasi titik;titik data dan evolusinya pada ruang keadaan (state
space) 46
30 Diagram alir pengolahan dan prakiraan data curah hujan di area Situ
Cileunca 47
31 Fungsi densitas probabilitas curah hujan dan perbandingan dengan
fungsi distribusi logaritma logaritma normal 48
32 Kecocokan fungsi densitas curah hujan terhadap distribusi logaritmik
normal 49
33 Fungsi Autokorelasi untuk data curah hujan bulanan untuk mencari waktu tunda (lag time) saat jatuh mendekati 0 49 34 Informasi mutual untuk data curah hujan bulanan untuk mencari
waktu tunda (lag time) saat jatuh mendekati 0 49 35 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 21 dan korelasi 0.52 50 36 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
37 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan nilai dimensi embedding 23 dan korelasi 0.60 51 38 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 24 dan korelasi 0.52 51 39 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 25 dan korelasi 0.36 51 40 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 26 dan korelasi 0.42 52 41 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 27 dan korelasi 0.25 52 42 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
dan nilai dimensi embedding 28 dan korelasi 0.34 52 43 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 29 dan korelasi 0.025 (A) 53 44 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 30 dan korelasi 0.29 53 45 Grafik hubungan antara koefisien korelasi dengan dimensi embedding
pada data curah hujan area Situ Cileunca 54
46 Diagram blok pemodelan untuk simulasi aliran puncak dan hidrograf 59 47 Diagram blok pemodelan untuk simulasi aliran puncak dan hidrograf 61 48 Prosedur untuk mendapatkan peta SCN;CN terkoreksi kemiringan 64
49 Peta penggunaan lahan untuk tahun 2001 66
50 Peta penggunaan lahan untuk tahun 2010 66
51 Kelompok tanah hidrologi (HSG) dengan bilangan kurvanya 67 52 Perbandingan dan perubahan tata guna lahan dari tahun 2001 dan
2010 68
53 Simulasi zona yang sangat terpengaruh oleh limpasan puncak pada tahun 2001 dan 2010. (Cat:Besar puncak limpasan tahun 2001 sebesar 5.07 m3/detik dan tahun 2010 sebesar 5.51 m3/detik) 69 54 Hidrograf prediksi dengan manggunakan peta penggunaan lahan 2001
dibandingkan hasil observasi sesungguhnya. 69
55 Perubahan dalam bentuk hidrograf disebabkan oleh perubahan tata
guna lahan 70
56 Kelas kelerengan lahan di DAS Cisangkuy 71
57 Koreksi untuk kelerengan (slope) yang diturunkan dari persamaan (30) untuk mendapatkan CN yang disesuaikan dengan kelerengan 72 58 Peta SCS;CN standar yang belum terkoreksi dengan kelerengan. 73 59 Peta SCS;CN yang sudah dilakukan koreksi dengan kerengan
berdasarkan persamaan (30) 73
60 Perubahan dalam bentuk hidrograf disebabkan oleh perubahan tata guna lahan dan pola ruang penatagunaan lahan. 76 61 Validasi hasil simulasi limpasan dengan data pengamatan pada
rentang pengamatan 2001;2011 yang diperoleh koefisien korelasi
sebesar 65% 76
62 Grafik sebaran antara data pengamatan dan model limpasan pada
rentang 2001;2011. 78
63 Variabilitas limpasan hasil simulasi dan prediksi di DAS Cisangkuy
64 (a) Limpasan skenario kondisi eksisting 2010 (b) Spktrum daya wavelet. Level kontur dipilih sedemikan sehingga 75%, 50%, 25% dan 5% dari daya masing;masing wavelet di atas setiap level. (c)
Spektrum daya wavelet global 79
65 Pola ruang penatagunaan lahan RTRW tahun 2030 Kabupaten Bandung 80
66 Variabilitas limpasan di DAS Cisangkuy berdasarkan skenario kondisi
RTRW Kabupaten Bandung 2030 81
67 (a) Limpasan skenario RTRW Kab.Bandung (b) Spektrum daya wavelet. Level kontur dipilih sedemikan sehingga 75%, 50%, 25% dan 5% dari daya masing;masing wavelet di atas setiap level. (c)
Spektrum daya wavelet global 81
68 Tahapan teknik ISM 87
69 Diagram Klasifikasi sub elemen kebutuhan pengelolaan DAS optimal 91 70 Struktur hirarki sub elemen kebutuhan pengelolaan DAS optimal 92 71 Diagram I;O untuk melukiskan kejadian interaksi curah hujan dan
sistem DAS 94
72 Variabilitas dan probabilitas musiman curah hujan di DAS Cisangkuy 95 73 Variabilitas dan probabilitas debit akibat pengaruh musiman di DAS
Cisangkuy 96
74 Kecenderungan temperatur di daerah aliran sungai Cisangkuy 98 75 Perubahan curah hujan pada musim basah (DJF) di DAS Cisangkuy 99 76 Anomali curah hujan rata;rata 2041;2060 terhadap rata;rata baseline
(1950;2000) pada musim basah dengan skenario RCP26 (A) dan
RCP85 (B). 100
77 Anomali curah hujan rata;rata 2061;2080 terhadap rata;rata baseline
(1950;2000) pada musim basah dengan skenario RCP26 (A) dan
RCP85 (B) 101
78 Pola temporal proyeksi anomali curah hujan bulanan minimum (A) dan Maksimum (B) pada periode 2041;2060 dengan skenario RCP26
dan RCP85 102
79 Pola temporal proyeksi anomali curah hujan bulanan minimum (A) dan Maksimum (B) pada periode 2061;2080 dengan skenario RCP26
1 Posisi strategis DAS Cisangkuy menurut regulasi di kawasan Cekungan
Bandung 116
2 Variabilitas dan Probabilitas Curah hujan dan Debit di DAS Cisangkuy
yang berubah kontras secara musiman 117
3 Profil elevasi dan curah hujan selama 50 tahun rata;rata di DAS
Cisangkuy 118
4 Indikasi perubahan iklim di DAS Cisangkuy 119
5 Pola distribusi curah hujan dan temperatur musim basah (DJF) rata;rata
selama 50 tahun di DAS Cisangkuy 120
6 Pola distribusi curah hujan dan temperatur musim kemarau (JJA) rata;
rata selama 50 tahun di DAS Cisangkuy 121
7 Skenario perubahan iklim di DAS Cisangkuy 122
8 Pola distribusi PET musim basah (DJF) rata;rata selama 50 tahun di
DAS Cisangkuy 123
9 Pola distribusi PET musim kemarau (JJA) rata;rata selama 50 tahun di
DAS Cisangkuy 124
10 Sebaran evapotranpirasi bulanan di DAS Cisangkuy secara spasial dan temporal: (A) Januari, (B) Februari, (C) Maret, (D) April, (E) Mei, (F) Juni, (G) Juli, (H) Agustus, (I) September, (J) Oktober, (K) November,
(L) Desember. 125
11 Indek kelembapan iklim di DAS Cisangkuy 126
12 Potensi surplus limpasan permukaan di DAS Cisangkuy musim
penghujan (DJF) 128
13 Potensi defisit limpasan permukaan di DAS Cisangkuy musim kemarau
(JJA) 129
14 Kurva Nr dan resistanse aliran (n manning) terkait dengan perbedaan
LULC 130
15 Model builder untuk simulasi pengaruh perubahan LULC dan
kemiringan terhadap limpasan 131
16 Elemen kebutuhan program pengelolaan DAS terkait variabilitas iklim 134 17 Kuesioner untuk elemen kebutuhan pengelolaan DAS yang optimal 135
18 Matrik kuesioner dari para pakar 136
19 Strategi Konservasi Pengelolaan LULC dan Pengaruhnya pada
Limpasan di DAS Cisangkuy 137
20 Data debit sungai Cisangkuy stasiun Kamasan tahun 2001;2012 148 21 Pola limpasan sungai Cisangkuy dibandingkan pola Indeks Monsun dan
) %, !.
Daerah hulu merupakan bagian daratan yang sangat penting ditinjau dari penyediaan air bersih (fresh water) baik dari segi ekologis, ekonomis dan sosiologis dalam menopang ekosistem kehidupan daerah aliran sungai (MEA 2005). Akibat variabilitas dan perubahan iklim yang terjadi pada abad 21, salah satu kawasan yang sangat rentan terkena dampak adalah daerah hulu yang merupakan daerah pegunungan dan simpul siklus hidrologi (Kohler et al. 2014). Dampak variabilitas dan perubahan iklim pada sumberdaya air baku berpotensi sangat besar (IPCC 2007a; Bates et al. 2008). Di daerah yang mempunyai dampak iklim dengan kerentanan tinggi maka sumberdaya air dan pengelolaannya dapat berubah sangat signifikan oleh perubahan curah hujan, level muka laut, temperatur dan kejadian cuaca ekstrem (IPCC 2007a). Limpasan tahunan di cekungan pegunungan Mediterania yang berada di Pyrenees Spanyol bagian tengah telah diteliti dengan berbagai skenario perubahan iklim dan perubahan tutupan lahan yang menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan tutupan lahan dan perubahan iklim dapat menurunkan limpasan tahunan sebesar 29.6% (López; Moreno et al. 2014).
Pergeseran ketersediaan air, penurunan kualitas air, kontaminasi air tanah dan perubahan pada persyaratan pengelolaan air dapat menjadi kejadian dan akibat buruk di kawasan dengan kerentanan tinggi (Bolson 2010). Konsekuensi tersebut perlu diperhatikan lebih lanjut terhadap tekanan yang telah lebih dulu ada seperti pertumbuhan populasi, perubahan tata guna lahan dan pergeseran permintaan air (Vörösmarty et al. 2000). Masing;masing tekanan yang bukan berasal dari aspek iklim bersifat dinamis, bercirikan ketidakpastian dan berlangsung pada berbagai skala waktu dan ruang yang kompleks sehingga pengelolaan sumberdaya tersebut menimbulkan tantangan yang besar (Kates 2000). Keberadaan para pihak (stakeholders) yang sangat beragam kepentingan dalam pembuatan keputusan tentang alokasi sumberdaya air menghadirkan faktor; faktor yang berkontribusi pada tingkat kompleksitas yang tinggi pada pengelolaan DAS.
Fluktuasi debit maksimum dan minimum di DAS Cisangkuy dapat menjadi indikator kualitas tutupan lahan di daerah tersebut. Dalam sudut pandang hidrologis, kualitas tutupan lahan suatu DAS tergolong baik jika rasio antara debit maksimum dan minimum kurang dari 50 m3/detik (KLH 2003). Makin besar nilai rasio ini, semakin buruk kualitas tutupan lahan Sub DAS tersebut. Kejadian banjir yang terjadi di daerah DAS Cisangkuy terjadi terutama di daerah Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang. Kejadian banjir ini hampir terjadi setiap tahun, terutama pada saat intensitas hujan yang menghasilkanlimpasan permukaan yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis wilayah potensi banjir didapatkan luas wilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi adalah 3 343.3 ha, berpotensi tinggi 4 871.3 ha dan berpotensi sedang 690.6 ha. Wilayah;wilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi, umumnya terletak di sekitar titik pertemuan sungai, seperti Sungai Citarik, Cikeruh dan Cirasea di Kec. Bojongsoang dan Sungai Cikapundung; Cisangkuy di daerah Bojongsoang dan Baleendah serta di sepanjang bantaran sungai. Rohmat (2009) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa pada musim hujan DAS Cisangkuy memiliki debit yang besar sehingga menyebabkan luapan ke kiri kanan sungai, bahkan luapan arus balik (backwater) mencapai jarak hingga lebih dari 2 km dari sungai ke arah hulu. Kondisi ini menyebabkan Desa Andir, Kecamatan Baleendah, sering mengalami genangan air hingga mencapai 2;3 m. Di DAS Cisangkuy, setiap tahun erosinya sangat tinggi, yaitu mencapai 182 ton/ha, sedangkan lahan kritis tercatat 1150 ha (BPWS 2008). Akibatnya, sungai mengalami pelumpuran, pendangkalan, dan banjir. Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap debit aliran adalah hujan. DAS Cisangkuy memiliki curah hujan tinggi yaitu 2500;3000 mm/tahun. Selama sepuluh tahun terakhir, memperlihatkan kecenderungan fluktuasi curah hujan yang lebih besar pada bagian hulu dibandingkan dengan bagian hilir. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian berimplikasi pada potensi produk pertanian yang meningkat pada bagian hulu, karena ditanami sayuran komersial. Namun akhir; akhir ini memiliki masalah yaitu turunnya tingkat kesuburan tanah, bahkan permukaan tanah perkebunan milik warga cenderung menurun tiap tahun karena sering terjadi longsoran kecil. Selain itu, banyak hutan dialihfungsikan menjadi kebun sayur. Bagian hilir DAS Cisangkuy mengalami penurunan luas areal pertanian, karena lahan pertanian berkurang 44%, akibat dari meningkatnya lahan permukiman dan industri sekitar 149% (Suriadikusumah dan Herdiansyah 2014). Alih fungsi lahan yang terjadi pada DAS Cisangkuy merupakan permasalahan yang mendasar dalam terjadinya fluktuasi debit, erosi, longsor dan banjir pada DAS Citarum yang merupakan muara dari DAS tersebut. Perubahan penggunaan lahan merupakan dampak dari bertambahnya penduduk, sehingga menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Selain itu belum matangnya perencanaan tata ruang baik secara nasional maupun regional. Alih guna lahan ini sering kali sembarangan tanpa memperhatikan kelas kemampuan lahan atau daya dukung lahannya. Dampak perubahan penggunaan lahan di DAS Cisangkuy berdampak pada semua aspek, mulai dari aspek lingkungan, sosial, ekonomi. Aspek lingkungan memiliki dampak yang paling besar akibat dari alih fungsi lahan ini, mulai dari erosi, longsor dan banjir.
Ton/Ha/Thn. Demikian pula sedimentasi yang ditunjukkan dengan laju sedimentasi di Waduk Saguling yang mencapai 3.02 ; 4.32 juta m3/tahun. Kondisi DAS yang kritis ditunjukkan dengan fluktuasi debit maksimum dan minimum berkisar antara 49;394 m3/detik (Suriadikusumah dan Herdiansyah 2014). Berdasarkan data Pusat Pengembangan Sumber Daya Air (2011), telah terjadi penurunan debit pada DAS Cisangkuy dari tahun 2007 sampai 2009, yaitu dari rata;rata 9 008 m3/detik menjadi 6 922 m3/detik telah terjadi penurunan debit sebesar 2 086 m3/detik.
Di daerah aliran sungai Cisangkuy menunjukkan telah terjadi kenaikan temperatur rata;rata pada skala daerah aliran sungai, berdasarkan data iklim yang diolah dari CRU (Climate Research Unit) di grid lokasi tersebut. Kuantitas kenaikan temperatur tersebut berbeda antara daerah hulu dan daerah hilir. Untuk itu perlu dipikirkan dampak adanya perubahan temperatur ini terhadap kegiatan pengelolaan DAS. Analisis data spasial rata;rata curah hujan bulanan selama 50 tahun (1950;2000) pada musim basah (Desember;Januari;Februari) dan musim kering (Juni;Juli;Agustus) menunjukkan akumulasi curah hujan tinggi di pegunungan relatif dibandingkan di dataran rendahnya (daerah hilir). Berdasarakan hasil penelitian Anders et al. (2006) menunjukkan bahwa pegunungan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap atmosfer yaitu dapat merubah aliran udara dan mempunyai respon radiasi Matahari yang berbeda dari atmosfer sekelilingnya. Data curah hujan di daerah aliran sungai Cisangkuy menunjukkan adanya tren perubahan curah hujan yang berbeda antara hulu dan hilir akibat perubahan iklim. Analisis data curah hujan jangka panjang di Cekungan Bandung, fakta perubahan iklim ditunjukkan dengan telah terjadinya perubahan pola, rata;rata serta variansinya.
Dengan adanya fakta lapangan bahwa perubahan iklim yang dicirikan dengan gejala perubahan temperatur dan curah hujan berlangsung di daerah aliran sungai Cisangkuy, maka perlu dipikirkan apakah pengelolaan daerah aliran sungai yang ada saat ini masih relevan atau perlu disempurnakan agar pengelolaan daerah aliran sungai yang optimal dapat dicapai. Dalam kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai, maka curah hujan akan memberikan kontribusi terhadap penyediaan air baku, jika terjadi perubahan curah hujan maka kepastian penyediaan air yang ada selama ini harus dikaji ulang. Hal yang sama akan terjadi pada fenomena perubahan temperatur yang terkait dengan proses evapotranspirasi, sehingga antisipasi yang tepat dalam pengelolaan daerah aliran sungai diperlukan untuk menghasilkan upaya konservasi tanah dan air yang memadai berkaitan dengan penyediaan air yang optimal.
%) !. %-# #) !
Pengelolaan sumberdaya DAS secara parsial;sektoral yang terdapat di dalam suatu daerah aliran sungai telah menciptakan berbagai permasalahan yang tidak kunjung selesai, terutama permasalahan air yang disingkat 3T (Terlalu banyak, Terlalu sedikit dan Terlalu kotor) dalam suatu area akan berakibat negatif pada kehidupan (Loucks dan Beek 2005; Kodoatie dan Sjarief 2010). Permasalahan ini berakar dari perbedaan persepsi di antara para pihak atas pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang terdapat di dalamnya sesuai dengan kerangka tugas pokok dan fungsinya masing;masing. Dalam tataran perundangan dan peraturan turunannya telah berusaha diformulasikan sistem pengelolaan secara terpadu dan terkoordinasi (Kodoatie dan Hadimuljono 2005). Namun dalam tingkat pelaksanaan belum sepenuhnya dipahami, apalagi dilaksanakan oleh para pihak di tingkat operasional. Kecenderungan fragmentasi ini semakin menguat dalam kerangka otonomi daerah. Masing;masing pihak merasa berhak melakukan pemanfaatan sesuai dengan tujuannya masing;masing (Hasan et al. 2011). Hal tersebut memunculkan pengaruh ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam berbagai hal pada pengelolaan daerah aliran sungai. Paradigma baru dalam pengelolaan daerah aliran sungai berusaha menggambar; kan daerah tersebut sebagai sesuatu yang utuh. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai suatu sistem ekologi yang terintegrasi dalam rangka menopang pertumbuhan aspek sosial dan ekonomi wilayahnya secara optimal. Bila daerah aliran sungai dianggap sebagai suatu sistem maka di dalam daerah tersebut terdapat sekian banyak komponen yang saling berinteraksi, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Terdapat tiga prinsip umum dalam pengelolaan daerah aliran sungai, yaitu (1) Lingkungan alami daerah aliran sungai sebagai suatu sistem keseimbangan dinamik, (2) Faktor;faktor yang mempengaruhi limpasan (run off), dan (3) Distribusi yang tidak merata dari air di atmosfer dalam hubungannya dengan
praktek pengelolaan daerah aliran sungai (Drake and Hogan, 2013). Menurut Asdak (2007), secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan daerah aliran sungai, yaitu: (1) Rehabilitasi lahan terlantar atau yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip; prinsip konservasi tanah dan air, (2) Perlindungan terhadap lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan atau tanah longsor atau lahan yang diperkirakan memerlukan tindakan rehabilitasi di kemudian hari, dan (3) Peningkatan atau pengembangan sumberdaya air. Kerangka pemikiran pengelolaan daerah aliran sungai menurut Hufschmidt et al. (1987), didasarkan pada tiga dimensi pendekatan analisis, yaitu: (1) Pengelolaan daerah aliran sungai sebagai proses yang melibatkan langkah;langkah perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi berkaitan erat; (2) Pengelolaan daerah aliran sungai sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan alat implementasi program pengelolaan daerah aliran sungai, melalui kelembagaan yang relevan dan terkait, dan (3) Pengelolaan daerah aliran sungai sebagai serial aktivitas yang masing;masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan spesifik.
Dengan adanya bentuk hubungan antara masukan dan keluaran dari ekosistem DAS maka terdapat hubungan antara parameter satu dengan parameter yang lain sehingga akan menyebabkan kinerja suatu DAS berbeda;beda. Operasionalisasi parameter tersebut dalam mengevaluasi kinerja DAS akan tergantung dari perubahan temperatur dan curah hujan, untuk itu strategi pengelolaan DAS yag ada harus dikaji ulang.
%) - + ! + , 6
Dampak variabilitas dan perubahan iklim telah mendapat perhatian yang intensif yang mendorong penelitian selama beberapa dekade terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat mempengaruhi sifat;sifat dan pola hidroklimat di berbagai tempat. Hal ini akan berdampak pula terhadap perubahan sistem tata air di suatu DAS. Komponen hidroklimat terutama curah hujan dan limpasan memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi tata air di suatu DAS terutama dalam menentukan ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan. Adanya variabilitas besaran perubahan iklim yang berbeda antara hulu dan hilir maka alokasi dan strategi yang sama antara di hulu dan di hilir maka menyebabkan gagalnya target pengelolaan, seperti besarnya aliran permukaan dan alokasi kebutuhan air.
penajaman strategi pengelolaan DAS yang diamanatkan dalam regulasi tersebut perlu diperbaiki.
[image:30.595.93.420.334.742.2]Tutupan lahan di DAS Cisangkuy saat ini banyak didominasi oleh kawasan pemukiman dan lahan pertanian semusim. Berdasarkan kecenderungan penggunaan lahan yang terjadi selama ini, kemungkinan tutupan lahan di DAS Cisangkuy ke depan akan semakin didominisasi oleh tutupan non;hutan. Perubahan ini diperkirakan akan mempengaruhi rezim aliran sungai di DAS Cisangkuy dan akan meningkatkan risiko bencana yang terkait iklim khususnya bencana kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Perubahan iklim diperkirakan akan semakin memperbesar tingkat potensi bencana iklim. Ketersedian kajian yang dapat digunakan untuk memberikan arahan dalam perencanaan penggunaan lahan masa depan dengan mempertimbangkan variabilitas dan perubahan iklim menjadi sangat penting. Menurut Eriyatno (1999) tentang diagran I;O dalam teori sistem dan menurut Seyhan (1990) tentang sistem daerah aliran sungai maka untuk menyederhanakan persoalan, sistem DAS yang dikaji dibagi menjadi tiga konsep blok diagram berupa konsep masukan, proses dan keluaran. Oleh karena itu alur pikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.
Dilihat dari aspek pengelolaan, maka hutan, tanah, air, masyarakat dan komponen lain merupakan tujuan strategis atau obyek strategis yang harus dikelola, maka perumusan masalah strategi konservasi pengelolaan DAS dan penyelesaianya dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari uraian yang tertuang di latar belakang, kerangka pemikiran dan perumusan masalah maka formulasi permasalahan penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan;pertanyaan berikut:
1. Bagaimana pengaruh iklim global dan pengaruh kondisi lokal (topografi) terhadap variabilitas hidroklimat di DAS Cisangkuy?
2. Bagaimana upaya pengembangan model prediksi hidroklimat di DAS Cisangkuy?
3. Bagaimana pengaruh perubahan tata guna, tutupan dan kemiringan lahan terhadap debit sungai Cisangkuy?
4. Bagaimana tingkat kepentingan program;program yang diperlukan di DAS Cisangkuy terkait dengan variabilitas iklim?
2 ! %!%,# # !
Tujuan umum penelitian adalah untuk merancang strategi konservasi pengelolaan daerah aliran sungai berbasis variabilitas iklim di DAS Cisangkuy. Tujuan khusus penelitian adalah teridentifikasinya permasalahan dan isu;isu di DAS Cisangkuy dan didapatkannya strategi konservasi pengelolaan DAS Cisangkuy dari aspek variabilitas iklim. Secara terperinci tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh iklim global dan pengaruh kondisi lokal (topografi) terhadap variabilitas hidroklimat di DAS Cisangkuy.
2. Mengembangkan suatu model prediksi hidroklimat di DAS Cisangkuy.
[image:31.595.174.444.86.287.2]3. Menganalisis model simulasi perubahan tata guna, tutupan dan kemiringan lahan berbasis SIG terhadap debit sungai Cisangkuy.
4. Mengkaji tingkat kepentingan program;program yang diperlukan di DAS Cisangkuy terkait dengan variabilitas iklim.
!5 %!%,# # !
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai:
1. Landasan dan acuan bagi para perencana dan pembuat kebijakan pengelolaan DAS dataran tinggi di kabupaten Bandung dalam merencanakan pengelolaan DAS berbasis variabilitas iklim secara optimal untuk menjamin ketersediaan pasokan air.
2. Acuan bagi penelitian;penelitian selanjutnya tentang DAS hulu khususnya di Kabupaten Bandung.
#7( %+#+
DAS dataran tinggi sebagai menara air tawar (fresh water tower). Ketersediaan dan pasokan air sangat dipengaruhi oleh variabilitas iklim, karakteristik dan ekosistem daerah aliran sungai sehingga perlu dirancang suatu strategi konservasi pengelolaan yang bercirikan DAS hulu berbasis variabilitas iklim.
%/ ) ! %!%,# # ! 9 :
Kebaruan penelitian ini adalah: 1) Kerangka kerja (framework) yang unik dan khas, 2) Lokasi penelitian sangat spesifik (Site Specific), 3) Pengembangan model prediksi curah hujan yang lebih sederhana. Beberapa hasil penelitian terdahulu sekitar di DAS Cisangkuy dan kebaruannnya masing;masing, dapat diringkas pada Tabel 1.
#+ %- # %! ,#+ !
Tabel 1 Penelitian yang terdahulu di sekitar DAS Cisangkuy
No. Peneliti Lokasi, Tahun Metode Hasil
1. Aqil Sungai Citarum, 2007 Pemodelan Neuro;fuzzy Model neuro;fuzzy Mampu meningkatkan root mean square error (RMSE) dan mean absolute percentage error (MAPE) dari nilai prakiraan regresi linear ganda masing;masing sebesar 13.52% dan 10.73%,
2. Suharyanto dan Matsushita
Upper Citarum River (UCR) Basin, 2011
Pendekatan Normalized rank means (NRM)
BOD, Total P, NO3;N, Fecal coli and Zn di daerah hilir teridentifikasi sebagai area prioritas yang sangat dipengaruhi oleh LULC yang cepat karena urbanisasi dan industri.
3. Safarina DAS Citarum, DAS Ciliwung, DAS Cimanuk, 2009
Analisis hydrograf satuan observasi
Debit puncak merupakan fungsi linier dari luas DAS. Dengan analisis regressi dihasilkan hubungan matematik debit puncak dengan luas DAS adalah Qp= 0.025 A
4. Safarina DAS Cisangkuy, 2007 Analisis Hydrograf Debit puncak observasi Q
psungai Cisangkuy adalah 5.5 m 3
/s, waktu puncak T
p sama dengan 5 jam
dan waktu dasar T
b sama dengan 22 jam
5. Hidayat Citarum Hulu, 2013 Analisis Perubahan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan pertanian
Fluktuasi debit aliran Sungai Citarum Hulu sangat tinggi. Pada puncak musim hujan debit aliran dapat mencapai 578 m3/dt sehingga menimbulkan banjir di wilayah Majalaya, Banjaran, dan Dayeuhkolot. Sebalik nya pada musim kemarau debit aliran sangat rendah, sekitar 2,7 m3/detik sehingga menyebabkan kekeringan dan kegagalan panen padi serta berkurangnya pasokan air ke PLTA Saguling
6. Djebou South western United States, 2014
Analisis 370 St. Meteo selama 5 dekade dengan menggunakan
regionalisasi, komponen utama dan kluster
Didasarkan pada analisis awal selama 1895–2011, jumlah rata;rata presipitasi bulan JJA naik sebesar 22–43% dari total tahunan dengan prosentasi terbesar di bagian daerah kering.
7. German Eastern African highlands
Review Partisipasi dalam diagnosis masalah dan implementasi program harus bergerak jauh di level forum komunitas untuk proses pemisahan secara sosial dan pengelolaan pertentangan kelompok yang beragam secara eksplisit. Integrasi tidak terjadi melalui implementasi banyak intervensi paralel tetapi melalui analisis eksplisit intervensi terhadap potensi pertentangan dan sinergi untuk komponen sistem yang beragam dan strategi untuk mendefinisikan dan mencapai level tujuan sistem.
8. Luijten Cabuyal River watershed southwest Colombia, 2001
Model neraca air berbasis spasial GIS;
( +# * ! ; %!%,# # !
Penelitian dilakukan di daerah aliran sungai Cisangkuy yang terletak antara 06o 59’24” – 07o 13’51” LS dan 107o 28’55” – 107o 39’84” BT di Kabupaten Bandung (Gambar 4) yang berlangsung pada tahun 2013;2015 yang dilakukan secara bertahap. DAS Cisangkuy adalah sub;DAS Citarum Hulu dengan topografi bervariasi dari ketinggian 2 327 m dari permukaan laut di Gunung Malabar, hingga 658 m di pertemuannya dengan sungai induk, yaitu Sungai Citarum. Di DAS tersebut terdapat Situ Cileunca yang merupakan danau buatan untuk pemenuhan kebutuhan listrik perkebunan pada masa kolonial. Situ Cileunca dibangun pada tahun 1924 dengan kapasitas tampung sebesar 11.3 juta m3 (PLN PLENGAN 2010). Di sebelah selatan Situ Cileunca terdapat Situ Cipanunjang yang mendapat air dari kali Cilaki, Cibolang, Cihurangan, Cikuningan dan Citambaga. Situ Cileunca mendapat air dari situ Cipanunjang, Sungai Cilaki Beet dan Sungai Cibuniayu.
[image:34.595.90.484.326.705.2]%!#+3 -/%)3 % !# ! ,#+#+ * ! % (*% %!. -7 , !
[image:35.595.108.513.482.758.2]Data yang diperlukan untuk penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis data yaitu data primer (Tabel 3, lihat No.6 dan No7) dan data sekunder, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Data Hidroklimat yang dikaji di DAS Cisangkuy
Nama Stasiun Hidroklimat Lokasi( LS, BT) Periode data Cileunca 07011'35", 107032'41" 1993;2012 Kertamanah 06011'25", 107036'38" 2001;2012 Cipanas 06049'15", 107037'59" 2001;2012 Ciherang 0702'13", 107034'49" 2001;2012 Pataruman 7 06' 35'', 107 32' 48'' 2001;2012
Kamasan 7 02' 45'', 107 34' 39'' 2001;2012
Untuk dapat menghasilkan sebuah informasi yang bermanfaat maka data harus diolah berdasarkan metode tertentu sehingga didapat hasil yang diinginkan. Data yang telah diberi arti dengan cara hubungan relasional akan menjadi informasi yang berguna. Kemudian kumpulan informasi tersebut diinterpretasikan berdasarkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya yang bersumber dari rujukan, diskusi, pemikiran, pengalaman di lapangan untuk menjadi pemahaman baru. Pemahaman adalah proses interpolatif dan probabilistik yaitu proses dimana seseorang mengambil pengetahuan dan mensintesis pengatahuan baru dari pengetahuan yang dipunyai sebelumnya. Jenis data, sumber data dan teknik analisis untuk menghasilkan tujuan pengolahan data dan hasil;hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Beberapa data dan cara;cara pengolahannya pada penelitian ini
( 2 ! % !#
! ,#+#+ +#,
% ) !. !
1 Untuk analisis pengaruh variabilitas iklim global terhadap skala lokal Data ENSO dan Monsun Visualisasi dan Analisis statistik (koefisien variasi, Korelasi, korelasi silang, wavelet) Fungsi korelasi, korelasi silang dan pengaruhnya terhadap variabilitas hidroklimat di DAS Cisangkuy Untuk mencapai Tujuan 1, ditulis dalam Bab 3
2 Untuk mengetahui distribusi spasial rata; rata bulanan Curah hujan spasial rata; rata bulanan 1950;2000 Pengolahan dengan software Arcgis 9.3 Layer curah hujan rata;rata 50 tahun bulanan Untuk mencapai Tujuan 1 tetapi ditulis dalam Bab 4
3 Untuk mengetahui korelasi antar variabel dan
Variabel hidroklimat (curah hujan dan
Visualisasi dan Analisis statistik (Korelasi,
Fungsi korelasi, koefisien korelasi dan plot frekuensi;waktu,
periodisitas variabel debit sungai Cisangkuy) korelasi silang, wavelet) periodistas; waktu
4 Untuk mengetahui korelasi antar variabel dan periodisitas variabel Data Klimatologi beberapa stasiun di lokasi penelitian Visualisasi dan Analisis statistik (Korelasi, korelasi silang, wavelet) Fungsi korelasi, koefisien korelasi dan plot frekuensi;waktu, periodisitas; waktu
Untuk mencapai Tujuan 2, ditulis dalam Bab 5
5 Untuk mengetahui penggunaan lahan Data Satelit Landsat Analisis Sistem Informasi Geografi (ERDAS dan Arcgis 9.3)
Peta tutupan dan tata guna lahan
Untuk mencapai Tujuan 3, ditulis dalam Bab 6
Untuk Mengetahui hubungan curah hujan, LULC,sifat tanah sebagai elemen DAS dengan aliran sungainya Sifat;sifat Fisis DAS Konseptual Model builder Prototipe model Hidroklimat DAS Untuk mencapai Tujuan 3 ditulis dalam Bab 6
6 Menentukan atribut Kunci Instansi dan Pihak terkait Menghasilkan Program; program yang diperlukan dalam pengelolaan DAS Untuk mencapai Tujuan 4 ditulis dalam Bab 7
7 Untuk mengetahui Mekanisme Interrelasi Antar Elemen Hasil wawancara, kuisioner, Text Book, Studi, BPS, PP dan Kepmen PU dll Prospektif Interpretative Structural Modelling (ISM) Mekanisme Interrelasi Antar Elemen Untuk mencapai Tujuan 4, ditulis dalam Bab 7
% (*% ! ,#+#+
% (*% ! ,#+#+ %!. ) 6 ,(/ , * ! ( , %)6 * 7 )# /#,# +
#*)( ,#- #+ !. &
Variabilitas hidroklimat di DAS Cisangkuy dianalisis menggunakan metode
gelombang pembungku 1998) seperti ditunjukk
Gambar 5 (a) Wavel
sumbu x sebagai g (merah). (
Wavelet Morlet gelombang eksponensia
Ini adalah fungsi tak berdimensi η dan ω ukuran agar dapat men dirumuskan wavelet be
Dimana s adalah dan n adalah paramete waktu. Faktor s;1/2
konstanta wavelet yang Xn pada indek waktu n Transformasi wavelet wavelet dan detet waktu
Dimana (*) menu dapat dievaluasi unt kemungkinan frekuens dan akhir. Gambaran dikontruksi dengan men
Melakukan anali dengan SIG selama 50
ungkusnya biasanya bentuk fungsi Gauss (Torren njukkan pada Gambar 5.
avelet Morlet dengan lebar dan amplitude terte x. (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru gai gelombang Sinus (hijau) dimodulasi oleh
. (Sumber: http://paos.colorado.edu)
orlet pada Gambar 5.a didefinisikan sebagai nensial kompleks dan pembungkus Gauss:
fungsi wavelet dasar, dimana ψ adalah nilai wave
dan ωo adalah bilangan gelombang. Untuk meruba t menggeser keseluruhan wavelet sepanjang sumb
berskala yaitu:
adalah parameter dilatasi yang digunakan untuk m ameter translasi yang digunakan untuk menggeser
adalah normalisasi untuk mempertahankan yang terskala. Sehingga bila suatu deret waktu X aktu n. Setiap nilai dipisahkan dengan interval wa
elet Wn(s) adalah konvolusi (perkalian bintang t waktu awalnya:
) menunjukkan konjugat kompleks. Integral pada i untuk berbagai nilai skala s (biasanya u
kuensi yang terendah, juga semua nilai n antara baran 2;D dari variabilitas suatu deret waktu ke an menggambar grafik amplitudo dan fasa wavelet
analisis regresi linear antara data curah hujan a 50 tahun di DAS Cisangkuy.
orrence dan Compo
e tertentu sepanjang (biru putus;putus) oleh fungsi Gauss
agai perkalian dari
(1)
avelet pada waktu erubah keseluruhan sumbu waktu maka
(2)
ntuk merubah skala ggeser dalam sumbu nkan energi total aktu X dengan nilai val waktu kontan dt. bintang) dari fungsi
(3)
pada persamaan (3) nya untuk pengali antara tanggal mulai ktu kemudian dapat
elet.
%!.%-/ !. ! (*%, )%*
Suatu deret waktu x( pendekatan dari Teori Take oleh Farmer and Sidorowich sebagai: ) 1 ( ( ),..., ( ), ( [ )
(t = xt xt−T xt− N− τ x
T, N, dan τ masing;masing tunda (delay/lag time), N prediktif antara keadaan sek waktu diuraikan oleh Farmer
)) ( ( ) (t T f xt
x o
T
= +
Permasalahan dalam pemode
1
:ℜN⇒ℜ o
T f
dimana
ℜ
adalah ruang kead Suatu prediktor lokal dapatfitting suatu polynomial terha ))
( ( ), (
(xti xti+T
dimana
x
(
t
i)
tetangga terdek Sinyal awal dapat juga dipa relasi dinamik dalam ℜN)) ( ( ) (t T f xt x + = T
T
f adalah pemetaan prediktif Ilustrasi dari metoda praki ditunjukkan pada Gambar 6
) (ti
x tetangga dekat dan evolu
)
(
t
ix
keadaan sekarang dan Gambar 6 Ilustrasi titik;titspace)
)%*# +# ) 6 2 ! * ! %/# *# #+ !
tu x(t) dapat di embedded dalam state space
Taken dalam Huke (2006), seperti yang telah d owich (1987) bahwa suatu deret waktu dapat diun
]
τ
asing adalah lag interval, dimensi embedding da ), N ≥ D, dimana D adalah dimensi sistem. Hu an sekarang x(t) dan keadaan yang akan datang d
armer and Sidorowich (1987) sebagai,
emodelan prediktif adalah menemukan pemetaan
keadaan sistem dinamik.
dapat dibuat berdasarkan tetangga dekat dari x terhadap pasangan;pasangan:
terdekat dari x(t) untuk
t
i<
t
.a dipandang sebagai evolusi dari keadaan x(t)
diktif dari ℜN ⇒ ℜN.
prakiraan pada state space atau pada ruang 6.
evolusi masa depannya x(ti+T), dimana ti<t.
g dan evolusinya
x
(
t
i+
T
)
titik data dan evolusinya pada ruang keadaa
#+ !. & pace dengan elah dilakukan t diungkapkan
(4) dan waktu m. Hubungan tang dari deret
(5)
(6)
) (t
x , yaitu
(7)
dari suatu
(8)
uang keadaan
Singer et al. (1992) mengungkapkan bahwa dari sudut pandang pengolahan sinyal dalam waktu diskrit untuk proses non;linear digambarkan dengan Orde ke;N persamaan diferensial dengan bentuk
) ( )) ( ( ) 1
(k f x k u k
x + = r + (9)
k adalah indeks waktu diskrit, dimana
[
]
TN k x k x k x k
xr( )= ( ), ( −1),..., ( − +1) )
(x
f menggambarkan pemetaan non;linear dari ℜN⇒ℜ1 dan u(k) adalah derau.
Dinamika f(x) dapat diamati dari bentuk ) ( )) ( ( ) 1
(k f x k u k
x + = r + (10)
%!.%-/ !. ! (*%, %)*#+ )#/ +# 7 +# , ! %!. 2# %!. ) 6
! * ! %-#)#!. ! 6 ! %)6 * 7 #-7 + ! *# #+ !. &
Daerah aliran sungai telah mengalami tekanan tinggi yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang sangat kumulatif pada gangguan penggunaan lahan dan air yang disebabkan oleh antropogenik dan alam. Efek kumulatif pemanfaatan air bersih dan perubahan daerah tangkapan air berkombinasi dengan tekanan gangguan pada landskap akibat antropogenik menjadikan optimalisasi sistem air bersih secara kuantitas dan kualitas menjadi berisiko. Untuk itu perlu diketahui pengaruh tata guna dan kemiringan lahan terhadap limpasan melalui penggunaan simulasi berbasis SIG yang dibuat oleh Deltares (2011). Model builder digunakan untuk menggambarkan proses simulasi limpasan puncak dan hidrograf dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 7.
Model builder di SIG adalah suatu aplikasi untuk menciptakan, mengedit dan mengelola model. Model dibangun berupa aliran kerja (workflows) yang berupa deretan simbol yang saling sambung (ARC 2014). Model builder dapat juga dipandang sebagai bahasa pemrograman visual untuk pembuatan aliran kerja.
Model builder dibangun untuk mensimulasikan daerah yang terpengaruh oleh limpasan puncak secara spasial, puncak aliran, waktu untuk mencapai puncak aliran dan waktu yang diperlukan dari awal sampai puncak lalu turun kembali.
! ,#+#+ -7,# +# #!. %7%! #!. ! )(.) - *# #+ !. & *%!. !
% !#
Teknik ISM menggunakan tahapan dan langkah;langkah yang secara umum digunakan. Tahapan;tahapan tersebut (disajikan pada Gambar 8) adalah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan dan output dari kajian.
2) Mental Process melalui Studi Pustaka, Diskusi, Brainstorming, dan Survey Pakar.
3) Menentukan elemen dan sub elemen dari sistem dan jenis hubungan konstektual.
4) Menentukan tingkat hubungan konstektual antar elemen dan sub elemen. 5) Structured Self Interaction Matrix (SSIM).
6) Transformasi SSIM ke Reachability Matrix. 7) Reachability Matrix (RM).
Interaksi antara fenomena kopel di alam di DAS Cisangkuy variabilitas iklim di d seperti osilasi musim setempat. Model predik daerah kajian untuk m simulasi dengan berba dan kemiringan lahan spasial sebagai asfek prediksi curah hujan. M untuk memperoleh ke kemungkinan hasil sk mencapai pengelolaan D
Gambar 8 Tahapan teknik ISM
!. #!. 7 %!%,# # !
ntara atmosfer dan permukaan Bumi merupak di alam yang sangat penting untuk dikaji. Penelitian kuy Kabupaten Bandung dengan menitikberatka
di daerah tersebut yang dipengaruhi oleh fen usiman, antar musiman dan lokal seperti top prediksi berbasis deret waktu non;linear perlu dik tuk memahami variabilitas ke depan dalam rang berbagai kemungkinan skenario. Dampak peruba lahan terhadap limpasan juga dikaji berdasarkan s asfek biofisik di DAS Cisangkuy dengan driving
. Model ISM (Interpretative Structural Modeli
leh kebutuhan program yang tepat dalam ran sil skenario berdasarkan pemahaman variabilita olaan DAS yang optimal.
rupakan salah satu elitian ini dilakukan eratkan pada kajian eh fenomena global ti topografi daerah rlu dikembangkan di rangka melakukan perubahan tata guna rkan simulasi model
iving force model
<
%!* 6 , !
Sungai Cisangkuy sangat berperan penting dalam memasok kebutuhan air baku untuk konsumsi penduduk kabupaten dan kota Bandung masing;masing sebesar 500 l/dt dan 1800 l/dt (UPTD 2011). Kondisi pasokan tersebut sangat dipengaruhi oleh variabilitas hidroklimat yang menjadi imbuhan utama dalam suatu daerah aliran sungai. Fase ekstrem variabilitas iklim pada musim basah akan menyebabkan kondisi hujan dan debit sungai yang berlebih di suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) dibandingkan kondisi normal atau sebaliknya kondisi kemarau yang jauh lebih kering dari kondisi normalnya. Dampak variabilitas tersebut dalam berbagai kondisi dan kerentanan tertentu akan menyebabkan beberapa kasus bencana. Di dalam sistem iklim beberapa proses akan menghasilkan pemicu kejadian;kejadian bencana. Sebagaimana dipaparkan dalam Torrence dan Compo (1998) bahwa fenomena ENSO merupakan sebab dari mode osilasi skala waktu sekitar 2;7 tahun siklus variabel iklim atau dikenal sebagai siklus ENSO yang dapat mengakibatkan bencana kekeringan dan banjir. Saat ini kebanyakan pengkajian terhadap sinyal variabilitas iklim disebabkan oleh ENSO, oleh karena itu beberapa penelitian yang terkait dengan dampak ENSO terhadap curah hujan bulanan dilakukan di berbagai belahan dunia, seperti oleh Ropelewski dan Halpert (1987); Pabón dan Delgado (2008); Peel et al. (2002); Poveda (2004). Dengan demikian, skema prediksi iklim musiman didasarkan pada pemahaman tentang fakta;fakta siklus ENSO pada daerah tertentu. Oleh karena tidak dimasukannya mode variabilitas iklim yang lain maka prediksi akan sering gagal khususnya pada rentang waktu dari bulan ke bulan atau kurang (Liebmann et al. 1994). Fenomena ENSO di wilayah ekuatorial tepatnya di Lautan Pasifik mempunyai pengaruh yang amat luas, bahkan sampai ke lintang menengah (Juaeni dan Siswanto 2006).
Sumber dari kegagalan prediksi pada rentang dari waktu bulan ke bulan terkait dengan tidak dimasukannya variasi antar;musiman dalam skema;skema prediksi. Fluktuasi fase antar musiman akan mengaktifkan dan tidak mengaktifkan curah hujan selama periode tergandeng (coupling) dalam beberapa minggu terakhir, maju ke awal atau ke akhir musim penghujan atau bahkan mengalami periode jeda. Fase penghujan variabilitas antar musiman juga akan mengaktifkan kejadian curah hujan tinggi dan akan mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor. Oleh karena kebutuhan praktis untuk meningkatkan prediktibilitas sub; musiman maka perhatian pada mode antar;musiman variabilitas iklim telah meningkat dalam beberapa puluh tahun terakhir. Beberapa kajian telah dilakukan untuk mempelajari variabilitas yang terkait dengan osilasi Madden;Julian yang merupakan mode dominan dalam variabilitas iklim antar musiman (Madden dan Julian 1994).
osilasi yang menghasilkan kejadian curah hujan dan debit aliran sungai yang ekstrem.
Beberapa peneliti telah mengkaji variabilitas antar;musiman (ISV) dalam curah hujan di daerah;daerah dengan geografi yang berbeda di seluruh dunia. Krishnamurti dan Shukla (2007), menemukan mode 45 dan 20 hari periode curah hujan di India. Analisis juga dilakukan di benua Afrika (Sultan et al. 2003) yang ditemukan sinyal periode 10;25 dan 25;60 hari pada fenomena konveksi dan curah hujan di daerah Barat Afrika. Secara statistik puncak spektrum yang signifikan di atas periode 15 dan 40 hari ditemukan pada curah hujan di daerah Sahel (Sultan et al. 2003). Dengan menggunakan data outgoing long wave radiation (OLR), Jones et al. (2004a) mengembangkan klimatologi untuk anomali konvektif antar;musiman tropis. Ye dan Cho (2001) berhasil menganalisis data curah hujan di Amerika dan menemukan sinyal 24 dan 37 hari. ISV konveksi dan curah hujan untuk daerah;daerah yang berbeda di Amerika selatan telah dikaji oleh Garreaud (2000), Petersen et al. (2002), Misra (2005). Dengan mengkaji sebab;sebab ISV curah hujan maka beberapa peneliti telah mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara ISV dan osilasi Madden;Julian (MJO), karena MJO merupakan mode yang dominan pada ISV tropis. Bantzer dan Wallace (1996) telah menganalisis data temperatur dan curah hujan dari data satelit dan menemukan komponen periode 40;45 hari yang sangat dekat ke periode MJO. Liebman et al. (1994) telah menyelidiki hubungan antara siklon tropis di lautan India dan Pasifik Barat dengan MJO. Mereka menemukan bahwa siklon mendahului kemunculan selama osilasi fase konvektif, tetapi peningkatan aktivitas siklon selama periode konveksi aktif tidak dibatasi oleh aktivitas MJO dan akhirnya berkesimpulan bahwa tidak mempengaruhi siklon tropis dalam kaadaan yang khusus (situasi ini mungkin disebabkan oleh keberadaan mode; mode yang lain dari ISV). Jones et al. (2004b) dengan menggunakan presipitasi pentad (lima harian) yang didasarkan pada data GPCP di atas laut India, Indonesia, Pasifik Barat, Timur Tengah dan Cina sebelah Timur, memperlihatkan kejadian presipitasi ekstrem meningkat dengan kehadiran fase aktif (konvektif) MJO. Barlow et al. (2005) menganalisis curah hujan harian untuk Asia Barat Daya menemukan bahwa kekuatan yang sebanding dengan variabilitas antar tahunan. Bond dan Vecchi (2003) telah menemukan suatu hubungan antara MJO dan presipitasi di negara bagian Oregon dan Washington serta ISV telah terdeteksi dalam proses;proses konvektif di daerah Amazon (Petersen et al. 2002). Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fenomena iklim global dan regional terhadap pola hidroklimat lokal terutama di DAS Cisangkuy yang menjadi daerah tangkapan dan resapan air untuk daerah Bandung dan sekitarnya. Adanya perbedaan variabilitas iklim antara hulu dan hilir di DAS Cisangkuy. Besarnya perbedaan tersebut pada kondisi normal dan terjadi akumulasi siklus musiman, 5 tahunan dan 11 tahunan.
* ! % (*%
( +# %!%,# # !
bervariasi dari ketinggian 2327 m dari permukaan laut di Gunung Malabar, hingga 658 m di pertemuannya dengan sungai induk, yaitu Sungai Citarum. Kondisi hidrologi, sebaran curah hujan tahunan pada DAS Cisangkuy bervariasi dari 3500 mm/tahun hingga 2000 mm/tahun. Musim kemarau yang terjadi pada DAS Citarum Hulu berlangsung pada bulan Juni sampai Agustus dengan September, Oktober, November sebagai bulan;bulan transisi dari kemarau ke penghujan dan musim penghujan pada periode Desember, sampai Februari dengan Maret, April, Mei sebagai bulan;bulan transisi dari penghujan ke kemarau.
Data hidroklimat berupa curah hujan dan debit aliran sungai Cisangkuy beserta posisi stasiun pengamatan yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Barat digunakan dalam penelitian ini seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.
Gambar 9 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan sub;DAS dari DAS Citarum yang terletak di Kabupaten Bandung
Tabel 4 Data Hidroklimat DAS Cisangkuy
- +# ! #*)( ,#- ( +#
9 3 : %)#(*% *
Cileunca 07011'35", 107032'41" 1993;2011 Kertamanah 06011'25", 107036'38" 2001;2011 Cipanas 06049'15", 107037'59" 2001;2011 Ciherang 0702'13", 107034'49" 2001;2011 Pataruman 7 06' 35'', 107 32' 48'' 2001;2011
#-7 !. !
Simpangan baku mengukur bagaimana rata;rata jarak penyimp dan dilambangkan den varians. Simpangan ba yang sama dengan da maka simpangan baku populasi disimbolkan d
Simpangan baku untuk rumus:
dimana
sampel. Rumus untuk m
Coefficient of variation
CV= (100%* simpangan b
Secara statistik CV ad suatu deret data disekit derajat variasi dari satu
%) = ! %).%)
Moving average berbeda yaitu Simple Mo Exponential Moving A
bergerak, hanya saja ca
Average merupakan pergerakan nilai data d
Average atau perata;rat
d n n X X n
i di
d= ≤
∑
= −+,
1 ( )1
Rumus Weighted Movi
baku atau deviasi standar adalah ukuran sebaran mana nilai;nilai data tersebar. Bisa juga didefini nyimpangan titik;titik data diukur dari nilai rata;rat n dengan σ. Simpangan baku didefinisikan sebaga gan baku merupakan bilangan tak;negatif, dan m
an data. Misalnya jika suatu data diukur dalam baku juga diukur dalam meter pula. Simpanga lkan dengan σ (sigma) dan didefinisikan dengan ru
untuk sampel disimbolkan dengan s dan didefin
adalah nilai data dari sampel dan adalah ntuk menghitung rata;rata adalah
ation (CV) dihitung dengan rumus:
angan baku/rata;rata)
V adalah gambaran dari ukuran distribusi titik; disekitar nilai rata;ratanya yang dapat menunjukan
ri satu data dengan yang lainnya.
%).%) 9 :
erage atau perata;rataan berjalan mempunyai tig
le Moving Average, Weighted Moving Average ng Average. Masing;masing merupakan metode saja cara merata;ratakannya yang berbeda satu sam akan indikator yang akan memberikan nilai data dan digunakan untuk mengetahui trennya.
rataan bergerak sederhana dihitung dengan rum
Moving Average atau Moving Average adaptif ada
ebaran statistik yang idefinisikan sebagai, rata data tersebut sebagai akar kuadrat dan memiliki satuan dalam satuan meter, pangan baku untuk gan rumus:
(11)
idefinisikan dengan
(12)
adalah rata;rata dari
(13)
(14)
;titik data dalam njukan perbandingan
ai tiga varian yang atau adaptif dan etode perata;rataan tu sama lain. Moving
nilai rata;rata dari nya. Simple Moving
n rumus:
(15)
d n w X w X n i i n
i i di
d = ≤
∑
∑
= = −+ , 11 ( )1
Sedangkan untuk Exponen
eksponensial adalah d n S X S X n i i n
i di
i
d = ≤
∑
∑
= − = −+ − , 1 11 ( )1
1
dimana wi adalah bobot ke;
) !+5()- +#
Kata wavelet diberikan 1980;an, dan berasal dari bah Kata onde yang berarti gel Inggris menjadi wave, lalu baru wavelet (Sediyono et al
Suatu paket gelombang digunakan sebagai fungsi wi gelombang ini biasanya di dikalikan dengan gelombang
Wavelet Morlet pada gelombang eksponensial kom
Persamaan (18) adalah pada waktu tak berdimensi η keseluruhan ukuran agar dap waktu maka dirumuskan wav
Gambar 10 (a) Wavelet Mo sumbu x,. (b) sebagai gelomb (merah). (Sumbe
nential Moving Average atau perata;rataan
;i dan S faktor bobot berbentuk pangkat.
erikan oleh Jean Morlet dan Alex Grossmann di awa ari bahasa Perancis, ondelette yang berarti gelomba rti gelombang kemudian diterjemahkan ke dalam
digabung dengan kata aslinya sehingga terben
et al. 2009).
mbang dengan durasi terbatas dan frekuensi terten ngsi window untuk analisis ragam suatu sinya ya disebut Wavelet yang merupakan gelomban
bang pembungkusnya biasanya bentuk fungsi Gau pada Gambar 10.a didefinisikan sebagai perkal al kompleks dan pembungkus Gauss:
adalah fungsi wavelet dasar, dimana ψ adalah nilai ensi η dan ωo adalah bilangan gelombang. Untuk ar dapat menggeser keseluruhan wavelet sepanjan
wavelet berskala yaitu:
Morlet dengan lebar dan amplitude tertentu se (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru putu elombang Sinus (hijau) dimodulasi oleh fungs Sumber: http://paos.colorado.edu)
(16)
taan bergerak
(17)
awal tahun lombang kecil. dalam bahasa terbentuk kata tertentu dapat sinyal. Paket ombang sinus si Gauss.
perkalian dari
(18)
h nilai wavelet
Untuk merubah anjang sumbu
Dimana s adalah param adalah parameter transl Faktor s;1/2 adalah no
wavelet yang terskala. indek waktu n. Setia Transformasi wavelet wavelet dan detet waktu
Dimana (*) menunjukk dievaluasi untuk berba frekuensi yang terend Gambaran 2;D dari va dengan menggambar gr
Salah satu car klimatologi dalam sua tahunan dari satu temp variasinya. Koefisien v atau deviasi standar de persen. Bila CV ting sebaliknya bila CV kec data curah hujan bulana 5. Variabilitas bulanan tinggi di atas 50% ya Hasil ini menunjukkan jauh simpangan dari ke kejadian ekstrem.
Tabel 5 Koefisien v
Nama Stasiun Curah Hujan Cipanas Kertamanah Cileunca Ciherang
parameter dilatasi yang digunakan untuk meruba translasi yang digunakan untuk menggeser dalam ah normalisasi untuk mempertahankan energi skala. Sehingga bila suatu deret waktu X dengan Setiap nilai dipisahkan dengan interval wak
elet Wn(s) adalah konvolusi (perkalian bintang t waktu awalnya:
unjukkan konjugat kompleks. Integral pada persam berbagai nila