• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis minyak babi pada krim pelembab yang mengandung minyak inti sawit dengan Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis minyak babi pada krim pelembab yang mengandung minyak inti sawit dengan Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MINYAK BABI PADA KRIM

PELEMBAB YANG MENGANDUNG MINYAK

INTI SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN

SPEKTROSKOPI

FOURIER TRANSFORM

INFRARED

(FTIR)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MAULIDA PUTRI AHDAINI

109102000015

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang di kutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan benar

Nama : Maulida Putri Ahdaini

NIM : 109102000015

Tanda Tangan : ...

(3)
(4)
(5)

Nama : Maulida Putri Ahdaini

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Minyak Babi Dalam Krim Pelembab Wajah

Yang Mengandung Minyak Inti Sawit Dengan

Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)

Krim pelembab wajah terdiri dari fase minyak dan air. Pencampuran minyak babi dengan minyak inti sawit pada penggunaan krim pelembab wajah dilakukan untuk meningkatkan viskositas. Krim dengan kandungan minyak babi dilarang untuk digunakan oleh para pengikut Islam, Yahudi dan Hindu. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis minyak babi dalam formulasi krim pelembab wajah yang mengandung minyak inti sawit dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Minyak babi didapatkan melalui proses rendering

jaringan lemak babi. Minyak babi dan minyak inti sawit diekstraksi dari krim menggunakan metode ekstraksi cair-cair. PLS and PCA digunakan pada dua freskuensi yaitu daerah 3020-2850 cm-1 dan 1400-650 cm-1. Kalibrasi PLS (Partial Least Squares) digunakan untuk menghubungkan nilai aktual (x-axis) dan prediksi FTIR (y-axis) menghasilkan persamaan linear y = 0,9856x + 0,0086 dengan R² = 0,9856. Nilai LOD (Limit of Detection) yang dihasilkan adalah 41%. FTIR dapat digunakan sebagai teknik analisis yang berpotensi dalam mengkuantifikasi dan mengklasifikasi kandungan minyak babi di dalam krim pelembab wajah.

(6)

vi

ABSTRACK

Name : Maulida Putri Ahdaini

Program Study : Farmasi

Title : Analysis Of Lard In Face Moisturizer Cream Which

Contain Palm Kernel Oil Using Fourier Transform

Infrared Spectroscopy (FTIR)

Moisturizing cream consists of oil phase and water phase. Mixing lard and palm kernel oil commonly used as viscosity increasing agents. Moisturizing cream containing lard are prohibited to be used for the followers of Islam, Yahudi and Hindu. Purpose this study to analysis lard in moisturizing cream formulation which contain palm kernel oil using spectroscopy FTIR. Lard was extracted by rendering the adipose tissue of pig. Lard and palm kernel oil were extracted from cream using liquid–liquid extraction. Oils obtained and measured by FTIR spectroscopy combined with Chemometrics. PLS and PCA were performed at two frequency region of 3020-2850 cm-1 and 1400-650 cm-1. The PLS calibration model obtained for the relationship between actual (x-axis) and FTIR predicted (y-axis) values of lard was y = 0,9856x + 0,0086 with coefficient of determination (R²) 0,9856. LOQ (Limit of Detection) value is 41%. FTIR can be used as a potential analytical technique to quantify and to classify lard in moisturizinng cream.

Key word : Lard, Palm Kernel Oil, Moisturizing Cream, FTIR Spectroscopy,

(7)

Alhamdulillah, puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kehadiran

Allah SWT yan telah melimpahkan Rahmat dan Taufiq-Nya berupa

kesehatan, ide, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW, keluarga, serta para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa

mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun penulis sebagai salah satu syarat untuk menempuh

ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun Judul Skripsi ini adalah “Analisis

Minyak Babi dalam Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Minyak Inti Sawit dengan Menggunakan Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai

dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. H.

Anton Apriyantono, M.S selaku Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan

mendidik kami sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

(8)

viii

5. Abi tercinta, Drs. Mukhobar, M.H dan Umi tercinta, Rosyadah, S.Pd.

Terima kasih atas doa, kasih sayang, serta dukungan dan semangat

terbesar yang memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

ini.

6. Teman-teman terbaik Warda Nabiella, Hissi Fitriyah, Putri Assifa,

Chairunnisa, dan Achmad Irfan Setiawan, yang tak pernah berhenti

memberi motivasi dan masukan pendapat dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Teman-teman UKM Korp Sukarela (KSR) PMI Unit UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, terutama Fadilla Anwar, Septiyani Aziz,

Istiqomah, Siti Balqis Dara Gustina, dan Siti Laila Khairani yang

selalu menghibur dan memahami saat penulisan skripsi ini

berlangsung.

8. Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2009, terima kasih atas

semua pembelajaran, persahabatan, dan kekeluargaan yang telah

diberikan dalam jangka waktu empat tahun hingga seterusnya.

9. Laboran Laboratorium Prodi Farmasi kakak Yopi, kakak Eris, kakak

Liken dan Laboran Laboratorium Pangan Prodi Ilmu Kimia Kakak

Prita dan Kakak Pipit yang sangat membantu penulis dalam

penelitian.

10.Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini

yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Ciputat, 1 Oktober 2013

(9)

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Maulida Putri Ahdaini

NIM : 109102000015

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya

ilmiyah saya dengan judul :

Analisis Minyak Babi dalam Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Minyak Inti Sawit dengan Menggunakan Spektroskopi FTIR (Fourier

Transform Infrared)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu

Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang

Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiyah ini saya

buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 11 Oktober 2013

Yang menyatakan,

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIYAH ... ix

DAFTAR ISI ... x

2.5Spektoskopi FTIR (Forieur Transform Infrared) ... 15

2.6Kemometrik ... 20

4.2 Pembuatan Krim Pelembab Wajah dan Evaluasi ... 27

4.3 Pengujian Sampel dan Analisis Spektrum FTIR ... 29

4.4 Analisis Data Kemometrik ... 33

(11)

Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagi Tipe Kelapa Sawit ... 10

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit ... 11

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ... 11

Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Inti Sawit ... 12

Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit ... 12

Tabel 2.6 Sifat Minyak Kelapa sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan ... 13

Tabel 2.7 Sifat Fisika Kimia Minyak Babi ... 13

Tabel 2.8 Komposisi dan Karakteristik Minyak Babi ... 14

Tabel 3.1 Perbandingan Minyak Babi/Minyak Inti Sawit pada Standar ... 24

Tabel 3.2 Perbandingan Formulasi Minyak Babi/Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim Pelembab Wajah ... 24

Tabel 4.1 Gugus Fungsi Dari Puncak Absorbsi Dalam Spektrum FTIR dari Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit ... 29

Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit ... 31

Tabel 4.3 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Standar Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit ... 34

Tabel 4.4 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Sampel Krim Pelembab Wajah ... 35

Tabel 4.5 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Standar ... 39

Tabel 4.6 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Sampel ... 41

Tabel 6.1 Nilai Absorbansi Puncak Serapan pada Spektroskopi FTIR ... 51

Tabel 6.2 Hasil Pengujian Kandungan Minyak Inti Sawit ... 52

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Spektrum Elektromagnetik ... 15

Gambar 2.2 Skema Spektroskopi Infra Merah Dispersi... 17

Gambar 2.3 Skema Spektroskopi FTIR ... 19

Gambar 4.1 Lemak Babi Dan Minyak Babi Yang Dihasilkan ... 26

Gambar 4.2 Minyak Babi yang Mengalami Kristalisasi ... 26

Gambar 4.3 Evaluasi Homogenitas pada Krim Pelembab Wajah ... 27

Gambar 4.4 Perbedaan Spektrum FTIR dari Standar Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit ... 30

Gambar 4.5 Perbedaan Spektrum FTIR Standar Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Pada Beberapa Konsenterasi ... 31

Gambar 4.6 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim Pelembab Wajah ... 32

Gambar 4.7 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim Pelembab Wajah ... 33

Gambar 4.8 Scores Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit... 35

Gambar 4.9 Loadings PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit ... 36

Gambar 4.10 Bi-Plot PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Dalam Formulasi Krim Pelembab Wajah ... 37

Gambar 4.11 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis) Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400m – 650 cm-1 ... 38

Gambar 4.12 Hubungan Antara Nilai Konsentrasi Standar Minyak Babi (x-axis) dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis) Menggunakan Validasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400m – 650 cm-1 ... 38

Gambar 4.13 Hubungan Antara Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400m – 650 cm-1 ... 40

Gambar 4.14 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400– 650 cm-1 ... 40

Gambar 6.1 Tempat Pemotongan Hewan, Kapuk Jakarta Barat ... 46

Gambar 6.2 Ekstrak Kloroforom Sebelum Diuapkan dengan Rotari Evaporator ... 47

Gambar 6.3 Sampel Minyak Babi pada Beberapa konsentrasi ... 47

Gambar 6.4 Standar Minyak Babi ... 47

Gambar 6.5 Spektroskopi FTIR Spectrum One Perkin Elmer ... 48

Gambar 6.6 Standar Minyak Inti Sawit 100% : Minyak Babi 0% ... 49

Gambar 6.7 Standar Minyak Inti Sawit 80% : Minyak Babi 20% ... 49

Gambar 6.8 Standar Minyak Inti Sawit 60% : Minyak Babi 40% ... 49

Gambar 6.9 Standar Minyak Inti Sawit 40% : Minyak Babi 60% ... 50

(13)
(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Tempat Pemotongan Hewan Babi ... 46

Lampiran 2. Ekstrak Kloroform ... 47

Lampiran 3. Alat Spektroskopi FTIR... 48

Lampiran 4. Hasil Spektrum FTIR ... 49

Lampiran 5. Nilai Absorbansi Puncak Serapan pada Spektroskopi FTIR ... 51

(15)

1.1 Latar Belakang

Produk kosmetik telah digunakan secara luas oleh masyarakat dari

berbagai jenis golongan sosial ekonomi dengan maksud untuk membersihkan,

melindungi, mengharumkan dan merubah penampilan kulit (Kapoor dan Saraf,

2008). Dari beberapa produk perawatan kosmetik, emulsi seperti krim dan lotion

merupakan bentuk sediaan yang lebih umum digunakan. Komponen utama dari

emulsi adalah minyak (senyawa lipofilik) dan air (senyawa hidrofilik) (Paye, et al., 2001).

Salah satu minyak yang umum digunakan untuk pembuatan krim adalah

minyak inti sawit karena memiliki kandungan asam laurat, asam oleat dan asam

miristat yang cukup tinggi. Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa sawit

terbesar di dunia setelah Malaysia. Produksi minyak inti sawit di Indonesia terus

mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 mencapai 2.573.565,

pada tahun 2008 mencapai 3.448.700 dan tahun 2010 mencapai 4.150.257 (Badan

Pusat Statistik, 2011).

Selain minyak inti sawit, minyak babi juga banyak digunakan dalam

preparasi sediaan kosmetik, minyak babi yang diperoleh dari jaringan lemak babi

umumnya digunakan sebagai bahan peningkat viskositas. FDA (Food and Drug Admininistration) pun telah mencatat minyak babi sebagai salah satu zat yang aman digunakan dalam produk makanan dan kosmetik (FDA, 2006). Akan tetapi,

produk kosmetik yang mengandung unsur babi dilarang untuk digunakan oleh

beberapa agama seperti Islam, Yahudi, dan Hindu (Regenstein, et al., 2003). Allah SWT telah berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an tentang pelarangan

penggunaan unsur babi yaitu pada Surat Al- Baqarah: 173, yang diterjemahkan

sebagai berikut :

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, babi, dan binatang yang

(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa,

sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.

(16)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk mendeteksi kontaminasi minyak babi pada krim pelembab wajah,

maka dibutuhkan metode analisis minyak babi yang dapat memberikan hasil

analisis yang cepat dan akurat. Salah satu metode analisis tersebut adalah

spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektroskopi FTIR memiliki kemampuan yang cepat dalam menganalisis, bersifat tidak merusak dan hanya

dibutuhkan preparasi sampel yang sederhana (Vlanchos, et al., 2006). Selain itu, spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) juga memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan ramah terhadap lingkungan, terutama dalam penggunaan pelarut

dan bahan-bahan lainnya yang tidak berlebih (Pare dan Belanger, 1997).

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan potensi spektroskopi FTIR

sebagai metode yang tepat untuk menganalisis minyak babi terutama dalam

makanan seperti analisis minyak babi dalam biskuit (Che Man, et al., 2011), produk cokelat (Che Man, et al., 2005) dan analisis minyak babi dalam campuran lemak nabati (Rohman, et al., 2012; Che Man, et al., 2011). Spektroskopi FTIR dapat pula digunakan untuk mengkarakteristik minyak babi dengan minyak

hewani lainnya (Rohman dan Che Man, 2010; Che Man dan Mirghani, 2001). Di

dalam kosmetik, spektroskopi FTIR telah digunakan untuk menentukan campuran

minyak babi dan minyak lainnya yang terdapat dalam formulasi krim dan lotion

(Rohman dan Che Man, 2011; Lukitaningsih, et al., 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis minyak babi di dalam

formulasi krim pelembab wajah dengan campuran minyak inti sawit sebagai basis

minyak dalam krim, karena belum terdapat laporan yang menyatakan

terdeteksinya minyak babi dalam campuran minyak inti sawit di dalam formulasi

krim pelembab wajah.

1.2 Rumusan masalah

Apakah spektroskopi FTIR mampu mendeteksi minyak babi yang

dicampurkan dengan minyak inti kelapa sawit sebagai basis minyak pada krim

pelembab wajah.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis minyak babi pada formulasi krim pelembab wajah dengan

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi ilmiah yang

sangat berguna bagi institusi terkait seperti Badan Pengawasan Obat dan makanan

(BPOM), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika

(LPPOM-MUI) tentang metode analisis yang cepat dan sederhana dalam menganalisa

(18)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim

2.1.1 Pengertian

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung

air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Menurut

Farmakope IV, krim mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Secara tradisional, istilah krim telah

digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsentrasi relatif cair,

diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air (M/A) atau emulsi air dalam

minyak (A/M) (Depkes RI, 1995).

2.1.2 Macam-Macam Krim

Krim mengandung paling sedikit dua fase yang tidak bercampur antara

satu dengan yang lainnya, yaitu fase hidrofil (air) dan lipofil (minyak). Komponen

yang terdistribusi dalam suatu emulsi dinyatakan sebagai fase terdispersi atau fase

dalam. Komponen yang mengandung cairan terdispersi dinyatakan sebagai bahan

pendispersi atau fase luar atau fase kontinu (Ansel, 1989).

A. Emulsi Minyak dalam Air (M/A)

Ketika fase lipofil (fase minyak) didispersikan sebagai globul-globul

kedalam fase hidrofil (fase air) maka disebut sebagai emulsi minyak

dalam air (M/A).

Penerimaan yang tinggi terhadap emulsi M/A didasarkan pada

alasan-alasan berikut:

a. Terasa ringan dan tidak berminyak saat diaplikasikan.

b. Menunjukkan penyebaran dan penyerapan pada kulit yang cukup

baik.

c. Memberikan efek dingin karena penguapan fasa air eksternal

(19)

B. Emulsi Air dalam minyak (A/M)

Ketika fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka disebut emulsi air

dalam minyak (A/M).

Keuntungan penggunaan emulsi jenis air dalam minyak ini antara lain :

a. Melindungi kulit secara efisien dengan membentuk lapisan minyak

pada kulit setelah digunakan

b. Melembutkan kulit dengan cara mengurangi penguapan air pada

kulit sehingga dapat membentuk penghalang semi oklusif

c. Meningkatkan penetrasi ke dalam stratum korneum yang bersifat

lipofilik terutama untuk pembawa zat aktif yang bersifat lipofilik

d. Menurunkan risiko pertumbuhan mikroba

e. Mencair pada suhu yang rendah (khusus untuk produk olahraga

musim dingin) (Paye et al., 2001).

2.1.3 Zat Pengemulsi atau Emulgator

Untuk menciptakan suatu emulsi yang stabil memerlukan zat pengemulsi

atau emulgator. Emulgator tidak hanya digunakan untuk pembentukan tetapi juga

untuk menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar permukaan tetesan fase

internal dan fase eksternal. Untuk proses pembentukan ini, emulgator akan

mengurangi tegangan permukaan antara dua fase tak tercampurkan. Kriteria

emulgator yang diharuskan antara lain :

1. Dapat dicampur dengan bahan formulatif lain.

2. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat teurapetik

3. Stabil dan tidak terurai dalam preparat

4. Tidak toksik

5. Kemampuan untuk membentuk emulsi secara optimal dan menjaga

stabilitas emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut (Ansel, 1989).

Emulgator umumnya dibedakan menjadi tiga golongan besar, yaitu

surfaktan, koloid hidrofilik dan zat padat yang terbagi halus. Golongan

pengemulsi dipilih berdasarkan stabilitas shelf life yang dikehendaki, tipe emulsi yang diinginkan, dan biaya pengemulsi. Di antara zat pengemulsi dan zat

(20)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Bahan-bahan karbohidrat, seperti zat yang terjadi secara alami. Contoh :

gom arab, tragakan, agar, kondrus, pektin. Bahan- bahan ini membentuk

koloida hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya

menghasilkan emulsi M/A.

2. Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur dan kasein. Zat-zat ini

menghasilkan emulsi M/A akan tetapi, kerugian dari bahan ini dapat

menjadikan emulsi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada penyimpanan.

3. Alkohol dengan bobot moleku tinggi seperti steril alkohol, setil alkohol

dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini umumnya digunakan untuk

membentuk emulsi M/A. Kolesterol dan turunannya dapat digunakan

untuk membentuk emulsi A/M.

4. Zat-zat pembasah yang bersifat kationik, anionik dan nonionik. Zat-zat

ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik. Dengan bagian lipofilik

dari molekul yang menyebabkan aktifitas permukaan molekul tersebut.

Dalam zat anionik, bagian lipofilik ini bermuatan negatif, sedangkan

pada zat kationik bersifat positif. Karena muatan ionnya yang berlaianan,

kedua zat ini cenderung saling menetralkan jika berada dalam sistem

yang sama, jadi kedua zat ini tidak tercampurkan satu dengan yang

lainnya. Zat pengemulsi nonionik menunjukkan tidak adanya sifat untuk

mengion (Ansel, 1989).

2.2 Lemak dan Minyak

Lemak mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Mereka

adalah ester dari gliserol dan asam lemak. Gliserol adalah alkohol trihidrat yang

mempunyai tiga gugus hidroksil (–OH) Rumus umum asam lemak adalah

RCOOH dimana R menunjukkan suatu rantai hidrokarbon. Setiap gugus –OH dari

gliserol bereaksi dengan –COOH dari asam lemak membentuk sebuah molekul

lemak.

Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri dari satu molekul

gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida terdiri dari

gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan monogliserida hanya

(21)

makanan berlemak dalam jumlah sedikit (Gaman dan Sherrington, 1994). Berikut

umum antara lemak nabati dan lemak hewani adalah :

1. Lemak hewani megandung kolesterol sedangkan lemak nabati

mengandung fitosterol

2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari

lemak nabati

3. Lemak hewani memiliki bilangan Reichert-Meissl lebih besar dan

bilangan Polenske lebih kecil dibanding dengna minyak nabati.

Proses pembentukan lemak dalam tanaman terdiri dari 3 tahap, yaitu 1)

sintesa gliserol, 2) sintesa asam lemak dan 3) kondensasi gliserol dan asam lemak

sehingga membentuk lemak.

2.2.1 Sifat-Sifat Fisisk Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan

tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya (Gaman dan

Sherrington, 1994), yaitu :

a. Kelarutan

Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh

adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya

(22)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Pengaruh Panas

Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada

tiga titik suhu, yaitu :

1. Titik cair

Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran

trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan

mencair pada suatu rentangan suhu. Umumnya lemak mencair

pada susu antara 300C dan 400C.

2. Titik Asap

Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, dia akan

mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna

biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang

menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada

suhu diatas 2000C. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap

lebih tinggi dari pada lemak hewani.

3. Titik Nyala

Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan

menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala.

c. Plastisitas

Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan.

Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran

trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri.

Ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian lemak akan mencair dan

sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang

mengandung kristal padat lemak yang mengandung

kristal-kristal kecil akibat proses pendinginan cepat selama proses

pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis.

d. Ketengikan

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan

rusaknya lemak dan minyak. Terdapat dua reaksi yang berperan pada

(23)

1. Oksidasi

Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan

oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan

ganda molekul tilgliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa

yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini

dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam

konsenterasi amat kecil, khususnya tembaga.

2. Hidrolisis

Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol

dan asam lemak.

Lemak + Air lipase Gliserol + Asam Lemak

Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak.

Akan tetapi enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan.

Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang

terdapat pada makanan berlemak.

Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak

dipanaskan dlam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan

bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan

penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan

gelap dengan wadah logam.

2.3 Kelapa Sawit

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Elaeis

(24)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat dan menyebar luas hidup

subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia dan Indonesia. Minyak kelapa sawit

diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan

endocarp (tempurung) dan memiliki empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe

Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan

berdasarkan tebal tempurung. Warna daging buah adalah putih kuning saat muda

dan berwarna jingga setelah buah matang (Ketaren, 1986).

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang

dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak

kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagi Tipe Kelapa Sawit

Tipe Tebal tempurung (mm)

Macrocarya Tebal sekali : 5

Dura Tebal : 3- 5

Tenera Sedang : 2- 3

Pisifera Tipis

Sumber: Ketaren, 1986

2.2.2 Minyak Inti Kelapa Sawit

Minyak inti kelapa sawit dihasilkan dari inti kelapa sawit yang

dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bukil inti kelapa sawit (palm kernel meal) (Ketaren, 1986).

Teknologi pengolahan minyak inti sawit terdiri dari tahap ekstraksi,

pemurnian dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan ataupun non pangan

(Ketaren, 1996). Tahap ekstraksi meliputi proses pengepresan terhadap sabut

kelapa sawit sehingga didapat minyak crude palm oil (CPO). Tahap pemurnian dari CPO dilakukan agar CPO dapat kemudian dikonsumsi menjadi minyak

goreng ataupun produk turunan lainnya. Tahap pemurnian dapat dilakukan

(25)

karakeristik asam lemak bebas maksimal 0.1%, bilangan peroksida maksimal 0%,

dan kadar air maksimal 0.1%. Proses dari CPO dapat menjadi beberapa produk

antara sebelum menjadi minyak goreng, diantaranya crude palm olein (CP olein),

crude palm stearin (CP stearin), refined bleached deodorized olein (RBD olein),

refined bleached deodorized stearin (RBD stearin) serta RBDPO.

2.2.2.1 Komposisi Minyak Inti Kelapa Sawit Dan Sifat Fisiko-Kimia

Minyak kelapa sawit memiliki karakteristik dengan komposisi asam

lemak yang sangat berbeda dengan minyak bahan pokok lainnya, terdiri dari

saturasi dan unsaturasi asam lemak. Rata-rata komposisi asam lemak minyak

kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.3. Bahan yang tidak dapat disabunkan

jumlahnya sekitar 0,3% (Ketaren, 1986). Minyak inti sawit yang baik berkadar

asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang sehingga mudah

dipucatkan. Bukil inti sawit diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta

kandungan asam amino tidak berubah.

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit

Trigliserida Jumlah (%)

Tripalmitin 3 – 5

Dipalmito-Stearin 1 – 3

Oleo-Miristopalmitin 0 – 5

Oleo-Dipalmitin 21 – 43

Oleo-Palmitostearin 10 – 11

Palmito-Diolein 32 – 48

Stearo-Diolein 0 – 6

Linoleo-Diolein 0 – 12

Sumber: Ketaren,1986

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam lemak Jenuh

(26)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Miristat (C14) 0,9- 1,5

Palmitat (C16) 41,8 – 46,8

Stearat (C18) 4,2 – 5,1

Arakhidat (C20) 0,2 – 0,7

Asam lemak tidak jenuh

Palmitoleat (C16:1) 0,1- 0,3

Oleat (C18:1) 37,3 – 40,8

Linoleat (C18: 2) 9,1 – 11,0

Linolenat (C18 : 3) 0 – 0,6

Sumber: Basiron, 2005

Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Inti Sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam lemak Jenuh

Asam Kaprilat 2 – 4

Asam Kaproat 3 – 7

Asam Laurat 46 – 52

Asam Miristat 14 – 17

Asam Palmitat 6,5 – 9

Asam Stearat 1 – 2,5

Asam lemak tidak jenuh

Oleat 13 – 19

Linoleat 0,5 – 2

Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900 – 0,913

Indeks bias D 400C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415

Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20

Bilangan Penyabunan 196 – 205 244 – 254

(27)

Tabel 2.6 Sifat Minyak Kelapa sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan

Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

Titik Cair : awal

dikonsumsi. Secara eklusif, lemak babi dihasilkan dari lemak dinding perut babi.

Bagian merupakan kualitas terbaik pada lemak babi murni, yang berwarna putih

dan memiliki nilai asam tidak lebih dari 0,8 (Belitz dan Grosch, 1987).

Tabel 2.7 Sifat Fisika Kimia Minyak Babi

Sifat Deskripsi Sumber

Densitas 0,917 Budavari,1989

Titik Leleh 360C Budavari,1989

Lewis, 1993

Kelarutan

Tidak larut dalam air, sukar

larut dalam alkohol, larut

Bilangan Penyabunan 195- 203 Budavari,1989

(28)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Minyak babi yang berasal dari organ lainnya seperti punggung babi,

didapatkan melalui proses penguapan dan memiliki nilai asam maksimum 1,0.

Minyak babi memiliki kandungan trigliserol yang lebih sedikit dari pada

trigliserol yang berada pada lemak sapi. Oleh sebab itu, lemak babi melebur pada

temperatur yang lebih rendah (Belitz dan Grosch, 1987). Tabel 2.6 merupakan

karakteristik minyak babi.

Tabel 2.8 Komposisi dan Karakteristik Minyak Babi

Karakteristik Khas Batas

(29)
(30)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Energi radiasi IR digunakan terbatas hanya pada transisi molekul yang

melibatkan vibrasi dan rotasi, terutama terjadi antara daerah 4000-400 cm-1 atau

panjang gelombang 2.5-25 µm (Silverstein, et al., 2005). Penggunaan Umum spektroskopi FTIR antara lain:

(a) Identifikasi semua jenis senyawa organik dan beberapa jenis

senyawa unorganik

(b) Penentuan gugus fungsi didalam senyawa organik

(c) Penentuan kuantitatif beberapa komponen didalam campuran

(d) Metode nondestruktif

(e) Penentuan susunan molekul dan stereokimia

2.5.2 Instrumentasi

Spektroskopi Inframerah dibagi kedalam dua jenis, yaitu :

1. Inframerah Dispersi

Sebuah spektrum Inframerah dibentuk dengan melewatkan sinar

Inframerah pada sampel dan membaca sebuah spektrum dengan sebuah alat

dispersi/monokromator (kissi difraksi atau prisma) yang dirotasikan. Kelemahan

pada spektroskpi ini yaitu monokromator pada spektrometer Inframerah dispersif

mempunyai celah yang kecil untuk jalan keluar dan masuknya sinar sehingga

membatasi panjang gelombang radiasi mencapai detektor. Kelemahan lainnya

adalah dapat menghilangkan sebagian energi sinar Inframerah dan menghasilkan

jumlah sinar hamburan yang banyak. Area absorbsi di hasilkan sebagai spektrum

antara frekuensi dan intensitas.

2. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Berbeda dari spektrometer dispersif, FTIR tidak mengukur panjang

gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai

panjang gelombang secara serempak (Skoog, et al., 1998). Instrumen FTIR dapat memiliki resolusi yang sangat tinggi (0.001 cm-1) (Silverstein, et al., 2005). Monokromator prisma atau kisi yang dapat mengurangi energi sinar diganti

dengan interferometer (Michelson Interferometer). Interferometer ini mengatur intensitas sumber sinar inframerah dengan mengubah dari posisi cermin pemantul

yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke sampel. Michelson Interferometer

(31)

Merah menjadi dua bagian, bagian pertama dipantulkan pada cermin yang tetap,

dan bagian lainnya ditransmisikan ke cermin yang bergerak.

Gambar 2.2. Skema Spektroskopi Inframerah Dispersi

Sumber: Pavia, 2001

Keberadaan interferometer membuat spektrometer mampu mengukur

semua frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari semua

frekuensi tunggal sebelum sinyal mencapai detektor. Hasil scanning dari interferometer yang berupa interferogram (plot antara intensitas dan posisi

cermin) ini tidak dapat diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses

transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi (George & Mc Intyre, 1987). Keuntungan penggunaan

spektroskopi FTIR antara lain:

1. Cepat dan akurat

2. Bersifat tidak merusak

3. Membutuhkan preparasi sample yang sederhana

4. Ramah terhadap lingkungan karena penggunaan larutan dan

(32)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.3. Skema Spektroskopi FTIR

Sumber: Silverstain, et al., 2005

2.5.3 Penyiapan Sampel

Ada beberapa cara dalam penyiapan sampel untuk spektroskopi

Inframerah. Cara yang digunakan tergantung pada jenis sampel, seperti gas, cairan

atau padatan.

1. Gas atau larutan yang mempunyai titik didih rendah. Sampel dimasukkan

ke dalam tabung gas dari kaca kwarsa.

2. Larutan. Sampel dimasukkan ke dalam sel yang terbuat dari plat garam

atau diletakan di antara dua lempeng tipis film garam KI, AgCl dengan

ketebalan 0,01 mm untuk cara ini diperlukan sampel 0,1-1 ml. Untuk zat

padat yang terlarut biasanya dilarutkan dalam karbon tetraklorida (CCl4),

Karbon disulfida (CS2), kloroform (CCl3), dan tidak dapat dipakai untuk

amina primer dan sekunder karena akan bereaksi dengan pelarut.

3. Padatan. Sampel diukur dengan menggunakan parafin cair (Nujol),

sampel digerus bersama nujol dalam mortar lalu dioleskan pada piringan

(33)

2.5.4 Penggunaan Spektroskopi Inframerah 2.5.4.1 Identifikasi dengan sidik jari (finger print)

Be tuk pit i i ike l eb i “finger print” ri m lekul D er h y

mengandung sejumlah besar vibrasi tertentu yang tidak dapat diidentifikasi sekitar

900-1400 cm-1. Untuk mengindentifikasi senyawa tak dikenal, seseorang hanya

perlu membandingkan spektrum inframerah dengan spektrum standar yang dibuat

pada kondisi yang sama.

2.5.4.2 Identifikasi gugus-gugus fungsional

Dengan pengujian sejumlah besar dari senyawa-senyawa yang telah

diketahui serapan-serapan inframerah yang dikaitkan dengan gugus fungsi, dapat

juga memperkirakan kisaran frekuensi dimana setiap serapan harus muncul.

2.5.5 Pembacaan Spektrum Infra Merah

Syarat dalam pembacaan spektrum Inframerah, antara lain:

1. Spektrum harus cukup terbaca atau cukup kuat

2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni

3. Alat spektroskopi harus dikalibrasi terlebih dahulu sehingga pita

yang dihasilkan benar- benar pada frekuensi atau panjang gelombang

yang sesungguhnya. Kalibrasi harus dilakukan secara standar dengan

menggunakan film polistiren.

4. Metode yang digunakan harus sesuai atau tepat. Jika larutan harus

jelas pelarut, konsentrasi dan tebal selnya.

Faktor yang mempengaruhi pembacaan pada spektrum Inframerah

1. Frekuensi di luar daerah pembacaan 4000 – 400 cm-1

2. Pita tekukan dan ulur terlalu lemah untuk dibaca

3. Vibrasi terlalu dekat sehingga bergabung menjadi satu

4. Keberadaan suatu pita vibrasi yang buruk dari beberapa absorpsi

pada frekuesi yang sama dalam suatu molekul simetrik.

5. Kegagalan vibrasi dari suatu molekul karena adanya kekurangan

(34)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Kemometrik

Kemometrik adalah seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang

dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold, 1995). Kemometrik menyediakan

teknik untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen

seperti spektrofotometer (Varmuza, 2002). Selanjutnya model ini dapat digunakan

untuk menduga contoh yang tidak diketahui. Kalibrasi multivariat merupakan

salah satu bentuk teknik analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk

menentukan campuran dari beberapa senyawa.

PLS merupakan salah satu teknik kalibrasi multivariat yang sangat luas

digunakan dalam analisis kuantitatif data spektroskopi dan elektrokimia

(Abdollahi, et al., 2003). PLS digunakan untuk menduga serangkaian peubah dependen dari peubah independen (penduga) yang jumlahnya sangat banyak,

memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang

hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Inti dari PLS adalah untuk

menghitung nilai (score) dari matriks X dan Y dan untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut.

Bila jumlah prediktor X jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah

pengamatan Y, pendekatan regresi akan sulit diterapkan karena adanya

multikolinearitas pada data. Permasalahan ini diatasi dengan menentukan

komponen utama dari matriks X, yang selanjutnya digunakan sebagai regresor

pada Y. Peubah-peubah X yang memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah

respons diberi bobot lebih karena akan lebih efektif dalam perkiraan (Miller dan

Miller, 1984).

Parameter-parameter dalam PLS sebagai metode kalibrasi adalah factor, loadings dan scores. Model PLS berdasar pada komponen utama dari data independen X dan data dependen Y. Kelebihan dari PLS dibandingkan dengan

regresi berganda adalah dalam mengatasi masalah kolinearitas data, peubah

penjelas (X) yang banyak, dan juga dapat secara simultan memodelkan beberapa

peubah respon (Y ) (Wold, 1995).

Terdapat dua jenis teknik PLS, yaitu PLS-1dan PLS-2. Model PLS-1

(35)

bebas (X), sedangkan model PLS-2 digunakan untuk memprediksi peubah tak

(36)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

Jaringan Lemak Babi

Preparasi Jaringan

Lemak Babi

Minyak Babi Ampas Jaringan

Formulasi Krim

Pelembab Wajah

Analisis Profil Spektrum Minyak

Babi dan Minyak Inti Sawit (sebagai

standar) dengan Spektroskopi FTIR

Dibuang Minyak Kelapa Sawit

Perbandingan Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit dalam

Formulasi Krim Pelembab Wajah

Minyak Babi/ Minyak

Inti Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

Pembuatan Krim

Pelembab Wajah

Ekstraksi Minyak

Analisis Sampel

Minyak dengan

Spektroskopi FTIR

(37)

3.2 Waktu dan Tempat

Analisis deteksi minyak babi dan minyak kelapa sawit dalam formulasi

krim pelembab menggunakan spektroskopi FTIR dilakukan di Laboratorium

Phamacy Medicinal Chemistry (PMC), Laboratorium Pharmacy Halal Analysis

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Laboratorium Pangan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai

Bulan April hingga Agustus 2013.

3.3 Alat

Spektroskopi FTIR (Perkin Elmer), Oven (MEMERT), Alat Centrifuge

(Efendurf), Gelas Ukur (Duran), Spatula (Duran), Penangas Air (MEMERT), Hot plate (WIGGEn HAUSER), Timbangan Analitik (AND GH-202), Gelas Piala, Batang Pengaduk, Cawan penguap, Kaca arloji, Rotary evaporator, Vortex, Stirer,

Vial.

3.4 Bahan

Jaringan lemak babi, Na2SO4, minyak kelapa sawit, TEA, air, HCl,

kloroform (CV Pasundan Biotech), gliserin (PT Brataco), asam stearat (PT

Brataco).

3.5 Prosedur kerja

3.5.1 Preparasi Minyak Babi (Rohman dan Che Man, 2009)

Minyak babi diekstraksi dari jaringan lemak babi (Sus scrofa) yang diperoleh dari (RPH) Rumah Pemotongan Hewan PT Dharma Jaya di Kecamatan

Kapuk, Jakarta Barat Indonesia. Proses perolehan minyak dilakukan dengan

memanaskan jaringan lemak babi di dalam oven pada suhu 90-1000C selama 2

jam hingga melebur. Lemak yang telah melebur disaring menggunakan 3 lipatan

kain katun, kemudian kadar air dihilangkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrat

dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit. Lapisan minyak

yang dihasilkan dipisahkan, divorteks dan disentrifugasi kembali. Setelah itu

(38)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.2 Pembuatan Standar Minyak Babi

Standar dibuat dengan mencampurkan minyak babi dan minyak inti sawit

murni dalam perbandingan beberapa konsentrasi.

Tabel 3.1 Perbandingan Minyak Babi/Minyak Inti Sawit pada Standar

Minyak Babi/ Minyak Inti

Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

3.5.3 Penentuan Formulasi Krim

Setiap 50 gram krim terdiri dari minyak babi/ minyak inti sawit 14 g,

gliserin 0,5 g, asam stearat 2 g, TEA 0,5 g, air destilasi 33 g. Formulasi tersebut di

buat berdasarkan Formularium Kosmetik Indonesia. Perbandingan minyak kelapa

sawit dan minyak babi dalam formulasi krim sebagai berikut :

Tabel 3.2 Perbandingan Formulasi Minyak Babi/Minyak Inti Sawit dalam Krim Pelembab Wajah

Formulasi Minyak Babi/

Minyak Inti Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

3.5.4 Pembuatan Krim Pelembab Wajah

Pembuatan krim pelembab wajah dilakukan dengan meleburkan fase air

yang terdiri dari trietanolamin (TEA), gliserin dan air pada suhu 70°C . Fase

minyak yang terdiri dari asam stearat dan minyak babi/minyak inti kelapa sawit

dileburkan pula pada suhu 70°C. Fasa minyak yang telah melebur, ditambahkan

ke dalam fase air dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 30 menit hingga

mencapai suhu ruang. Krim yang diperoleh selanjutnya dilakukan ekstraksi

(39)

3.5.5 Evaluasi Homogenitas Krim Pelembab Wajah

Evaluasi homogenitas dilakukan dengan mengoleskan tipis krim

pelembab wajah diatas kaca objek dan ditutup dengan penutup kaca.

3.5.6 Ekstraksi Lemak (Rohman, 2011)

10 gram sampel krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air

kemudian dikocok kuat. Hasil filtrat dipindahkan ke dalam corong pemisah dan

diekstraksi menggunakan 3 x 15 ml kloroform. Ekstrak kloroform yang telah

tercampur, diuapkan dengan memasukkan ke dalam labu evaporator 250 ml untuk

diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu 40°C hingga kloroform habis

sempurna. Ekstraksi minyak yang dihasilkan dimasukkan ke dalam vial dan

ditambahkan kloroform hingga mencapai volume 25 ml. Kandungan minyak babi

selanjutnya ditentukan dengan menggunakan FTIR spektrometer.

3.5.7 Pengujian Sampel dengan Spektroskopi FTIR

Sampel ditempatkan pada plat dengan suhu lingkungan yang terkontrol.

Analisis dibuat pada frekuensi 4000 – 400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 dan 32

scanning. Setiap selesai pengukuran, plat dibersihkan dengan n-heksan sebanyak dua kali dan aseton hingga tidak ada minyak yang tertinggal, lalu dikeringkan

dengan tissu. Setelah proses scan, spektrum udara diambil. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

3.5.8 Analisis Data

Analisa menggunakan sofware The Unscramble®X versi 10.3 CAMO

(40)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Minyak Babi

Lemak babi diperoleh dari (RPH) Rumah Pemotongan Hewan yang

berlokasi di Kecamatan Kapuk, Jakarta Barat pada Tanggal 10 April 2013.

(a) (b)

Gambar 4.1 (a) lemak babi dan (b) minyak babi yang dihasilkan

Gambar 4.1 (a) adalah gambar lemak babi bagian dinding perut dan (b)

gambar minyak babi yang telah dihasilkan melalui proses rendering lemak babi. Lemak babi bagian dinding perut merupakan bagian yang memiliki kualitas lemak

terbaik (Belitz dan Grosch, 1987). Lemak babi sebanyak 2 kg menghasilkan ± 554

ml minyak babi. Minyak babi yang dihasilkan berwarna putih bening. Pada suhu

ruang setelah 24 jam minyak babi menghasilkan endapan kristal seperti pada

gambar 4.2.

Gambar 4.2 Minyak Babi yang Mengalami Kristalisasi

Pada gambar di atas minyak babi membentuk dua lapisan, lapisan satu

berwarna putih bening dan lapisan dua berupa endapan kristal berwarna putih.

Sifat pada lapisan dua dinamakan sifat plastis. Substansi yang mempunyai sifat

plastis akan berubah bentuk jika ditekan dan tetap pada bentuk terakhirnya serta Lapisan satu

(41)

tidak akan kembali pada bentuk asalnya. Plastisitas lemak disebabkan karena

lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair

sendiri-sendiri (Gaman dan Sherrington, 1994).

4.2 Pembuatan Krim Pelembab Wajah dan Evaluasi

Pada proses pembuatan krim pelembab wajah, masing-masing bahan

memiliki fungsi yang berbeda-beda, di antaranya adalah sebagai berikut: minyak

babi/minyak inti sawit sebagai basis minyak, gliserin sebagai humectant/ pelembab, asam stearat dan TEA sebagai zat pengemulsi (Sheskey, 2006). Krim

yang dibuat terdiri dari enam formula dengan variasi perbandingan konsentrasi

minyak babi/minyak inti sawit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

serapan spektrum FTIR dari minyak babi pada masing-masing formulasi krim

pelembab wajah.

Evaluasi homogenitas krim dengan cara dioleskan pada kaca objek dan

dilihat penyebaran komposisi di dalamnya. Hasil evaluasi dapat dilihat pada

gambar 4.3.

Minyak Babi/ Minyak

Inti Sawit (%) Evaluasi Homogenitas Gambar

0 : 100 Homogen

20 : 80 Homogen

(42)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60 : 40 Homogen

80 : 20 Homogen

100 : 0 Homogen

Gambar 4.3 Evaluasi Homogenitas pada Krim Pelembab Wajah

Gambar di atas adalah hasil evaluasi krim pelembab wajah yang meliputi

pemeriksaan homogenitas. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui

homogenitas pencampuran komponen di dalam krim pelembab wajah. Semakin

homogen pencampuran bahan dalam krim, maka akan semakin homogen pula

minyak yang terkandung di dalam cuplikan sampel krim yang digunakan untuk

proses ekstraksi. Terlihat dari gambar 4.3 di atas bahwa setiap komponen dalam

krim pelembab wajah telah tersebar secara merata atau homogen.

Proses ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair karena zat yang

diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair dan pelarut yang

digunakan adalah pelarut cair. Krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air.

Fungsi dari HCl dalam perlakuan ini adalah untuk memutus ikatan emulsifier

yang terdapat di dalam krim membentuk tegangan permukaan antara fase minyak

dan fase air, sehingga kedua fase tersebut dapat terpisahkan. Proses ekstraksi

cair-cair terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pencampuran secara intensif bahan

ekstraksi dengan pelarut dan tahap kedua pemisahan kedua fasa cair itu

sesempurna mungkin. Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi minyak

(43)

sehingga minyak dapat mudah larut di dalam kloroform dan mudah dipisahkan

kembali pada proses penguapan dengan menggunakan rotary evaporator.

4.3 Pengujian Sampel dan Analisis Spektrum FTIR

Minyak hasil ekstraksi diuji dengan menggunakan spektroskopi FTIR.

Spektroskopi FTIR dapat mendeteksi minyak babi secara cepat dengan hasil

konsisten karena FTIR dapat memberikan hasil analisa asam lemak dari minyak

babi yang tercampur dengan minyak lainnya (Irwandi, 2003).

Tabel 4.1 Gugus Fungsi Dari Puncak Absorbsi Dalam Spektrum FTIR dari Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Frekuensi Gugus Fungsi Jenis Vibrasi

(a) 3007 cm-1 =C-H (cis) Stretching

(b) 2922 cm-1 -CH-H (CH2) Stretching asymetric

(c) 2852 cm-1 -C-H (CH3) Stretching symetric

(d) 1740 cm-1 -C=O (ester) Stretching

(e) 1465 cm-1 -C=H (CH2) Bending

(f) 1375 cm-1 -C-H (CH3) Bending symetric

(g) 1235 cm-1 C-O ester (stretching)

(h) 1160 cm-1 -C-O

-CH2-

Stretching Bending

(i) 1117 cm-1 C-O Stretching

(j) 1098 cm-1 C-O Stretching

(k) 721 cm-1 -CH=CH- (cis) Bending

Sumber : Guillen dan Cabo, 1997

Suatu molekul akan menyerap sinar Inframerah pada frekuensi tertentu

jika di dalam molekul terdapat transisi tenaga. Transisi yang terjadi di dalam

serapan infra merah berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi di dalam molekul. Seperti pada Tabel 4.1 pita daerah 3000 cm-1 mempunyai frekuensi yang

(44)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ikatan terisolasi C–H hanya mempunyai satu frekuensi stretching, tetapi

vibrasi dari ikatan-ikatan C–H dalam gugus CH2 bergabung bersama-sama untuk

menghasilkan dua vibrasi gabungan yaitu frekuensi berbeda dari anti simetri

(asymetric) dan simetri. Hal tersebut terjadi pada metilen –CH2 dan metil (–CH3)

di daerah 2922 cm-1 (asymetric) - 2852 (symetric) cm-1. Metilen dan metil terlihat pula pada serapan di daerah 1465 cm-1 dan 1375 cm-1 dengan vibrasi bending

(Pavia, et al, 2001).

Absorbsi gugus karbonil terlihat dengan adanya pita kuat pada 1700 cm-1

dan dihubungkan dengan vibrasi rentangan/ stretching dari ikatan C=O sehingga dapat dinyatakan C=O muncul pada daerah 1700 cm-1. Pita sekitar 1400 cm-1

sesuai dengan frekuensi vibrasi bending dari ikatan-ikatan C–H dan disebut serapan-serapan bending. Pita pada daerah 1235, 1160, 1117, 1098 dan 721 cm-1 dihasilkan dari overlapping metilen dengan vibrasi rocking dan vibrasi bending

dari olefin cis disubtitusi (Guillen dan Cabo, 1997).

Gambar 4.4 Perbedaan Spektrum FTIR dari Standar Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit. (a) dan (d) serapan pada daerah 3009 cm-1, sedangkan (b), (c), dan (d) serapan pada daerah 1117 – 1099 cm-1

Berdasarkan hasil serapan spektroskopi FTIR, terlihat bahwa spektra FTIR

dari minyak secara umum menunjukkan perbedaan signifikan pada serapan 3009

cm-1 dan 1117-1099 cm-1 (Gambar 4.4). Minyak babi memiliki bilangan iodin

lebih tinggi dari pada minyak inti sawit (Tabel 4.2). Semakin tinggi bilangan iodin

suatu minyak, maka semakin tinggi pula kandungan asam lemak unsaturasi/asam

(45)

lemak tak jenuh di dalam minyak tersebut sehingga menunjukkan serapan pada

C-H stretching dari cis double bound C=H di daerah 3009 cm-1.

Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

Asam Lemak Minyak Babi

(%)1 Sawit Pada Beberapa Konsenterasi.

Minyak babi kaya akan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat, asam

linolenat dan asam oleat sehingga serapan minyak babi pada daerah 3009 cm-1

lebih tinggi dibandingkan dengan minyak inti sawit yang hanya memiliki

(46)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kandungan asam linoleat dan asam oleat (Rohman et al, 2012 dan Ketaren,1986). Hal tersebut diperkuat dengan Gambar 4.5 bahwa semakin bertambah konsentrasi

minyak babi dalam minyak inti sawit, maka akan bertambah tinggi pula serapan di

daerah 3009 cm-1.

Pada spektrum sampel krim pelembab wajah, absorbansi yang dihasilkan

memeliki nilai lebih tinggi dari pada absorbansi pada standar, hal tersebut dapat

terjadi karena sampel krim pelembab wajah memiliki kandungan sama lemak

tambahan yaitu asam stearat yang berfungsi sebagai emulgator pada pembuatan

krim pelembab wajah sehingga serapan pada sampel pun menjadi lebih tinggi dari

pada standar yang hanya terdiri dari campuran minyak babi dan minyak inti sawit.

Gambar 4.6 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim Pelembab Wajah. Serapan pada daerah (a) 1119,43 dan (b) 1097,19 cm-1

Perbedaan serapan yang signifikan terlihat pada daerah 1120-1096 cm-1

(Gambar 4.6). Pada daerah tersebut, sampel krim minyak babi menunjukkan

adanya overlaping dari dua peak dengan absorbansi maksimum yang sama pada gelombang 1119,43 dan 1097,19 cm-1. Berbeda dengan pola spektrum yang

dihasilkan pada sampel krim minyak inti sawit, bahwa sampel minyak inti sawit

hanya memiliki satu serapan pada daerah 1119,43 cm-1. Hal ini mengindikasikan

adanya perbedaan kandungan asam lemak pada kedua sampel minyak tersebut.

4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0.0

cm-1

A Krim Minyak

Babi

Krim Minyak Inti

Sawit

(47)

Data tersebut dapat dikaitkan dari hasil penelitian yang telah

dipublikasikan bahwa pada minyak babi, asam lemak jenuh (saturasi acyl group) dan asam oleat memiliki jumlah yang sama sehingga terlihat adanya dua puncak

sama tinggi pada daerah 1119,43 dan 1097,19 cm-1 (Guillen dan Cabo, 1997).

Sedangkan pada minyak inti sawit yang kaya akan asam lemak jenuh hanya

memiliki satu serapan pada daerah 1119,43 cm-1.

Pada spektrum FTIR dengan berbagai konsentrasi minyak babi dalam krim

pelembab wajah (Gambar 4.7) menunjukkan bahwa semakin ditambahkan

konsentrasi minyak babi dalam krim pelembab wajah tersebut, maka semakin

terlihat adanya dua puncak/overlaping pada daerah 1119,43 dan 1097,19 cm-1.

Gambar 4.7 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim Pelembab Wajah

4.4 Analisis Data Kemometri

Hasil Spektroskopi FTIR ini disempurnakan dengan adanya Kemometri.

Kemometri adalah seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang dihasilkan

oleh suatu percobaan kimia (Wold, 1995). Dengan adanya kemometri, data

berukuran besar yang diperoleh dari instrumen seperti spektrofotometer dapat

diperkecil (Varmuza, 2002). Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan dengan

kemometri dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk pencirian atau

diferensiasi kedua jenis minyak yang terdapat dalam sampel. Kemometrik yang

digunakan pada penelitian ini adalah PCA (Principle Component Analysis) dan

4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 8 00 .0

cm-1 A

MS 80 : LD 20 MS 0 : LD 100

MS 20 : LD 80

MS 40 : LD 60

MS 60 : LD 40

(48)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PLS (Partial Least Squares) pada daerah serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400 – 650 cm-1.

PCA (Principle Componen Analysis) adalah sebuah teknik yang berfungsi untuk mengurangi jumlah data. PCA dapat digunakan untuk mengelompokkan

data sampel dan mencari komponen utama (principle component) dari serangkaian data. Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan akibat jumlah data

spektroskopi FTIR yang cukup banyak dan bervariasi, maka hanya sepuluh titik

nilai absorbansi FTIR yang digunakan untuk analisis data menggunakan kemom

etrik. Sepuluh titik yang dipilih adalah antara daerah serapan 3020 – 2850 cm-1

dan 1400 – 650 cm-1 karena pada daerah tersebut dapat dilihat perbedaan

spektrum FTIR minyak babi dan minyak inti sawit yang sangat signifikan.

Tabel 4.3 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Standar Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

Nilai absorbansi dari spektroskopi FTIR di sepuluh titik serapan diolah

dengan menggunakan metode PCA dan PLS. Nilai absorbsi tersebut dapat dilihat

pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Sepuluh titik yang diambil yaitu pada daerah 3009

(49)
(50)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil dari analisis PCA berupa score, loadings dan factor. Hasil score dari PCA dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar tersebut menunjukkan adanya empat

kuadran permisalan yang dapat membedakan minyak babi dan minyak inti sawit.

Pada gambar 4.8 “MB” ii y ratkan untuk minyak babi. Sampel krim pelembab

wajah dengan konsenterasi minyak babi 0% terletak pada kuadran I, sedangkan

sampel krim pelembab wajah dengan konsenterasi minyak babi 20% terletak di

daerah kuadran III dan sampel krim pelembab wajah lainnya yang telah

dikombinasikan dengan beberapa konsentrasi minyak babi terletak jauh secara

berkelompok di daerah kuadran IV.Gambar tersebut dapat membuktikan bahwa

minyak inti sawit dan minyak babi dapat dibedakan secara berkelompok. Semakin

tinggi konsentrasi minyak babi, maka akan semakin berkumpul pada satu titik di

dalam suatu kuadran dan menandakan bahwa kelompok tersebut merupakan

kelompok minyak dengan jenis yang sama.

Gambar 4.9 Loadings PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

Pada Gambar 4.9 merupakan loadings yang berfungsi untuk mengetahui nilai absorbansi pada FTIR yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan

antara minyak babi dan minyak inti sawit. Nilai absorbansi dapat disimbolkan

dengan titik-titik biru yang menyebar di sekitar garis tengah. Semakin jauh jarak

suatu titik dari garis tengah, maka semakin berpengaruhlah titik absorbansi

tersebut terhadap pengelompokan ini. Dilihat dari Gambar 4.9 bahwa nilai

absorbansi yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan minyak babi dan

(51)

Gambar 4.10 Bi-Plot PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Dalam Formulasi Krim Pelembab Wajah. Keterangan Gambar : scores dan loading

Bi-Plot merupakan hubungan antara nilai scores dan loadings minyak babi dan minyak inti sawit (Gambar 4.10). Semakin dekat jarak titik score dengan titik

loading maka kedua titik tersebut saling mempengaruhi. Seperti pada titik

loadings 1163 cm-1, 1117 cm-1, 3009 cm-1, 1098 cm-1 memiliki jarak yang sangat dekat dengan titik scores MB 100%, MB 80%, MB 60% dan MB 40%, hal

tersebut dapat diartikan bahwa titik loadings 1163 cm-1, 1117 cm-1, 3009 cm-1, 1098 cm-1 mempengaruhi pengelompokan pada titik scores MB 100%, MB 80%,

MB 60% dan MB 40% dan juga perbedaan-perbedaan signifikan pada hasil

spektroskopi FTIR antara minyak babi dan minyak inti sawit terjadi pada daerah

titik loadings tersebut.

4.5 Kalibrasi dan Validasi Metode Analisis dalam Formulasi Krim Pelembab Wajah

Metode PLS digunakan untuk menemukan hubungan antara matriks X

(prediksi) dan Y (respon) untuk membuat prediksi Y di dalam fungsi X. Matriks

X mengandung data yang dihasilkan dari pengukuran absorbansi minyak babi dari

spektroskopi FTIR dan matriks Y mengandung data dari konsentrasi minyak babi

di dalam formulasi krim pelembab wajah (Tabel 4.2), dapat dilihat pada Gambar

(52)

38

Gambar 4.12 Hubungan Antara Nilai Konsentrasi Standar Minyak Babi (x-axis)

dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis)

Menggunakan Validasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm

-1

dan 1400m – 650 cm-1.

Kedua gambar tersebut (Gambar 4.11 dan Gambar 4.12) menunjukkan

(53)

konsentrasi standar minyak babi yang menggunakan Kalibrasi dan Validasi PLS

dengan persamaan linear y = 1,0007x - 0,0007 dan y = 0,8858x + 0,1004

sedangkan nilai R2 = 0,9999 dan R² = 0,8205. Kesimpulan nilai kebaikan kalibrasi

dan validasi model PLS dapat di lihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Standar

Model Kalibrasi Validasi

R2 0,9999 0,8205

Korelasi 0,9999 0,903327

RMSEC 1,2883 e-04 -

RMSECV - 0,1521187

SEC 1,4113 e-04 -

SECV - 0,178578

Bias -1,7385-08 -

Kesalahan kalibrasi meliputi akar dari kuadrat rataan kesalahan kalibrasi

(RMSEC) sebesar 1,2883 e-04, akar kesalahan kalibrasi (SEC) sebesar 1,4113 e-04

dan bias, sedangkan kesalahan validasi meliputi kuadrat rataan kesalahan validasi

(RMSECV) sebesar 0,1521187, kuadrat kesalahan prediksi (SECV) sebesar

0,178578 dan bias.

Sedangkan Hubungan antara nilai prediksi FTIR minyak babi dengan

konsentrasi minyak babi yang terdapat di dalam krim pelembab wajah dapat

dilihat pada Gambar 4.13 dan 4.14. Kalibrasi dan Validasi PLS pada krim

pelembab wajah menghasilkan persamaan linear y = 0,9856x + 0,0086 dengan R²

= 0,9856 dan y = 1,0797x-0,0634 dengan R² = 0,9585.

Kesalahan kalibrasi meliputi akar dari kuadrat rataan kesalahan kalibrasi

(RMSEC) sebesar 0,1067454, akar kesalahan kalibrasi (SEC) sebesar 0,119345

dan bias, sedangkan kesalahan validasi meliputi kuadrat rataan kesalahan validasi

(RMSECV) sebesar 0,1606254, kuadrat kesalahan prediksi (SECV) sebesar

(54)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta minyak babi dalam minyak inti sawit pada krim pelembab wajah. Kesimpulan

nilai kebaikan kalibrasi dan validasi model PLS dapat di lihat pada Tabel 4.6.

Gambar 4.13 Hubungan Antara Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 – 2850 cm-1 dan 1400m – 650 cm-1.

(55)

Tabel 4.6 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Sampel

Model Kalibrasi Validasi

R2 0,9856 0,9585

Korelasi 0,9260495 0,8293031

RMSEC 0,1067454 -

RMSECV - 0,1606254

SEC 0,119345 -

SECV - 0,1773593

Bias -4,4703e -08 -0,0252083

Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,

spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis. Suatu metode

analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter

kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis. Selanjutnya dilakukan

uji batas deteksi (Limit of Detection, LOD) minyak babi dalam krim pelembab wajah. LOD dihitung berdasarkan standar deviasi (SD) respon dan kemiringan

atau slope kurva baku yang mendekati LOD. Sesuai dengan rumus dibawah ini.

LOD = (y LOD* – Intersept) / Slope

*y LOD = intersept + 3 Sb

= (intersept + 3 Sb – intersept)/ Slope

= 3 Sb / Slope

= 3 . 0,119345 / 0,8575677

= 0,41750057 = 41%

Batas deteksi didefinikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Dari hasil

perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa spektroskopi FTIR mampu

mendeteksi kandungan minyak babi dalam formulasi krim pelembab wajah

Gambar

Gambar 6.11  Standar Minyak Inti Sawit 0% : Minyak Babi 100% .................. 50
Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagi Tipe Kelapa Sawit
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kandungan asam lemak tidak jenuh atau ikatan rangkap pada asam lemak oleat dan linoleat pada minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pembuatan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas minyak yang telah mengalami pemanasan pada suhu 180 o C selama 72 jam melalui analisis spektroskopi FTIR dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Emulsi yang hanya mengandung minyak ikan sebagai fase minyaknya memiliki viskositas yang lebih rendah dengan emulsi lain seiring

Hasil pengamatan selama 30 hari menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang mengandung minyak kenanga dalam basis sepigel 305® konsentrasi 1,0% (formula I) dan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas minyak yang telah mengalami pemanasan pada suhu 180 o C selama 72 jam melalui analisis spektroskopi FTIR dan

Deteksi Gelatin Babi pada Sampel Permen Lunak Jelly Menggunakan Metode Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Kemometrik; Annisa Rahmawati, 102210101050; 2014; 53

Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan metode spektroskopi FTIR untuk analisis lemak dalam sosis yang dijual di Kabupaten Sleman sehingga dapat diidentifikasi lemak hewani yang