• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal Component Analysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal Component Analysis"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS MINYAK BABI PADA SIMULASI EMULSI

MINYAK IKAN (

COD LIVER OIL

) MENGGUNAKAN

SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED

DAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

SKRIPSI

YUSNA FADLIYYAH APRIYANTI

1110102000067

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS MINYAK BABI PADA SIMULASI EMULSI

MINYAK IKAN (

COD LIVER OIL

) MENGGUNAKAN

SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED

DAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

YUSNA FADLIYYAH APRIYANTI

1110102000067

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)
(4)
(5)
(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nama : Yusna Fadliyyah Apriyanti

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal Component Analysis

Minyak ikan adalah minyak yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan minyak hewani lain seperti kambing, sapi, ayam dan babi. Oleh karena itu, minyak ikan kadang-kadang dipalsukan dengan campuran minyak lain untuk meningkatkan keuntungan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan profil spektrum minyak babi dan minyak ikan dalam simulasi emulsi minyak ikan menggunakan metode spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) dikombinasi dengan principal component analysis (PCA). Minyak babi dan minyak ikan selanjutnya dicampur dengan konsentrasi masing-masing 0%:100%, 20%:80%, 40%:60%, 60%:40%, 80%:20% dan 100%:0% sebagai kontrol. Simulasi emulsi minyak ikan dibuat dengan komposisi campuran minyak babi dan minyak ikan dalam konsentrasi yang sama dengan kontrol. Minyak babi dan minyak ikan diekstraksi dari simualsi emulsi minyak ikan menggunakan metode cair-cair. Hasil ekstraksi minyak dari simulasi emulsi minyak ikan dianalisis dengan FTIR dan dikombinasikan dengan PCA untuk dilihat pengelompokannya. Spektrum spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) pada daerah serapan 1117 cm-1-1098 cm-1 merupakan spektrum spesifik dalam mengidentifikasi perbedaan minyak ikan dan minyak babi. Hasil PCA menunjukkan adanya pengelompokan antara kandungan minyak yang sama. Gabungan kedua metode ini mampu membedakan spektrum minyak babi dan minyak ikan pada simulasi emulsi minyak ikan (Cod Liver Oil).

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Name : Yusna Fadliyyah Apriyanti

Program Study : Pharmacy

Title o : Analysis of Lard in Simulation of Cod Liver Oil Emulsion Using Fourier Transform Infrared Spectroscopy and Principal Component Analysis.

Cod liver oil is the most expensive oils compared to animal fats such as mutton, beef, chicken, and lard. Therefore, sometimes cod liver oil is subjected to adulteration to increase economic profits. This study aimed to analyze the differences in spectral profiles of lard and cod liver oil in simulation of cod liver oil emulsion using fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy combined with principal component analysis (PCA). Lard and cod liver oil is mixture which its concentrate of 0%:100%, 20%:80%, 40%:60%, 60%:40%, 80%:20% and 100%:0% as a controller. Simulation of cod liver oil emulsions were made with composition of lard and cod liver oil in concentrations similar to controls. Lard and cod liver oil were extracted from simulation of cod liver oil emulsion using liquid-liquid extraction. Oils extracted from simulation of cod liver oil emulsions were analyzed by FTIR and combined with PCA to grouping. Fourier transform infrared spectrum absorption at region 1117 cm-1-1098 cm-1 is specific to identify the difference spectrum of cod liver oil and lard. The results of PCA showed clustering between similar oil content. Combination of FTIR and PCA is effective to distinguish the spectrum of lard and cod liver oil in simulation of cod liver oil emulsion.

(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmat dan Hidayah-Nya hingga kita masih dapat merasakan manisnya iman islam, nikmat kesehatan dan seluruh rezeki yang Ia ciptakan. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Muhammad SAW, yang tindak tanduknya menjadi penerang jalan kita dalam beribadah kepada Allah. Hanya atas Kehendak-Allah lah semua harapan kita dapat terjadi dan hanya atas segala kemudahan yang Allah berikan pula, skripsi yang berjudul Analisa

Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil)

Menggungakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal

Component Analysis ini dapat diselesaikan.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm, Apt selaku pembimbing kedua yang telah sangat baik untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan ilmu dan masukan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai akhir penyusunan skripsi ini.

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Suami, Imam, Belahan jiwa yang dengannya akan saya sempurnakan setengah agama lainya, Gerry Suryosukmono,S.E . Terimakasih atas dukungan dan nasihatnya selama ini. Semoga Allah jadikan kita pasangan yang sukses di dunia dan akhirat.

5. Kedua orang tua Ummi tercinta, Endang Sariati Wahyuti, yang telah melahirkan, membesarkan dan menjaga penulis. Terima kasih atas pengorbanan, kasih sayang, doa dan air mata yang kau berikan selama ini. Untuk Abi tersayang, Lugu Agung Sardjono, yang selalu memberikan ilmu, dukungan moril maupun materil, kasih sayang dan doa kepada penulis. Semoga Allah Memberikan tempat yang terbaik di syurgaNya kelak.

6. Mas Rahmat, Mas Luqman dan Megawati, terimakasih atas indahnya persaudaraan yang telah kita ciptakan bersama dalam usaha menyatukan langkah bersama menuju jannahNya. Terimakasih telah memberikan waktu dalam berbagi dan memicu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kakak laboran program studi Farmasi (Ka Rahmadi, Ka Tiwi, Ka Rani, Ka Liken, Ka Eris) dan Staf dan Rekan-rekan Pusat Laboratorium Terpadu UIN (Ka Prita, Ka Pipit) yang telah banyak membantu dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses penelitian.

9. Para Akhwat di Rumah Qur’an Ciputat, terimakasih atas do’a, semangat dan dukunganya selama ini dalam menghidupkan bi’ah yang nyaman

(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan tercapai segala

cita-citanya untuk hafal 30 Juz Al Qur’an. Aamiin.

10.Sahabat tercinta, Istiqomatunnisa, Julia Anggraini, Sri Wahyuni Lestari, Annisa Alfira, Annisa Fitriana, Refi Yulita dan Sofwatun Nida, terima kasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian,doa dan persahabatan yang indah selama empat tahun terakhir dan selamanya.

11.Sahabat dalam lingkaran cinta yang saling mengisi, mengokohkan dan mengingatkan dalam berakhlakul karimah serta menyikapi setiap peristiwa dengan aqidah.

12. Sahabat seperjuangan dalam analisa farmasi ini, Diah, Ifah, Farida, Vika, Yanti, Yeyet, Adina, Fahrur, Chandra, dan Kak Sulaiman terimakasih atas doa dan semangatnya.

13.Tim Solid BEMFKIK 2013-2014 yang semoga selalu SOLID dalam keadaan apapun. BEMFKIK angkatan 2010 Zaki, Angga, Nida, Refi, Devica, Alif, Fikri, Iqbal, Yanti, Ivo dan Sinta terima kasih atas Rumah Kedua yang berisikan kasih sayang, keceriaan, canda tawa, dukungan, ilmu dan semua kebaikan yang kalian berikan.

14.Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2010 untuk ukhuwah dan kekompakannya.

15.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

(11)
(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Halal ... 5

2.2 Suplemen ... 7

2.3 Emulsi ... 8

2.2.1 Macam-Macam Emulsi ... 8

2.2.2 Zat Pengemulsi ... 9

2.2.3 Kestabilan Emulsi ... 9

2.4 Lemak dan Minyak ... 11

2.4.1 Komposisi Lemak Hewani dan Nabati ... 12

2.4.2 Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak ... 14

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Data Praformulasi ... 20

2.3.1 Gom Arab ... 20

2.3.2 Gliserin ... 20

2.3.3 Sunset Yellow ... 21

2.4 Spektroskopi FTIR ... 22

2.6.1 Instrumentasi ... 22

2.6.2 Keunggulan Alat Spektofotometer FTIR ... 24

2.7 Principal Component Analysis ... 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Alur Penelitian ... 26

3.2 Waktu dan Tempat ... 27

3.3 Alat dan Bahan ... 27

3.3.1 Alat ... 27

3.3.2 Bahan ... 27

3.4 Prosedur Kerja ... 27

3.4.1 Preparasi Minyak Babi ... 27

3.4.2 Analisis Campuran Minyak dengan Spektroskopi FTIR .... 28

3.4.3 Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan ... 28

3.4.4 Pembuatan Emulsi ... 29

3.4.5 Ekstraksi Minyak ... 29

3.4.6 Pengujian dengan Spektroskopi FTIR ... 29

3.4.7 Analisis Data ... 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Ekstraksi Minyak dari Lemak Babi ... 31

4.2 Hasil Pembuatan Emulsi dengan Minyak Babi dan Minyak Ikan... 33

4.3 Hasil Spektrum FTIR ... 35

4.4 Pengolahan Data Menggunakan Principal Component Analysis (PCA) ... 44

(14)
(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak ... 12

Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani ... 13

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi ... 17

Tabel 2.4 Sifat fisik minyak babi ... 18

Tabel 2.5 Komposisi asam lemak dalam minyak ikan ... 19

Tabel 2.6 Sifat fisik minyak ikan ... 20

Tabel 2.7 Panjang gelombang fungsional serapan pada minyak babi ... 22

Tabel 3.1 Konsentrasi minyak dalam campuran ... 28

Tabel 3.2 Konsentrasi minyak dalam formulasi emulsi ... 28

Tabel 4.1 Komposisi asam lemak dari minyak babi dan minyak ikan... 41

Tabel 4.2 Nilai absorbansi spektroskopi FTIR pada standar minyak babi dan minyak ikan (Cod Liver Oil) ... 45

(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Halaman

Gambar 2.1 Struktur trigliserida ... 11

Gambar 2.2 Rumus molekul gliserin ... 20

Gambar 2.3 Rumus molekul sunset yellow ... 21

Gambar 2.4 Skema spektroskopi inframerah dispersif ... 23

Gambar 2.5 Skema spektrofotometer transformasi fourier ... 24

Gambar 4.1 Hasil ekstraksi lemak babi dalam suhu ruang ... 32

Gambar 4.2 Lemak babi hasil ekstraksi ... 32

Gambar 4.3 Simulasi emulsi minyak ikan ... 33

Gambar 4.4 Ekstraksi cair-cair ... 34

Gambar 4.5 Spektrum minyak murni ... 36

Gambar 4.6 Spektrum minyak babi ... 38

Gambar 4.7 Gabungan spektrum minyak babi dan minyak ikan ... 43

Gambar 4.8 Gabungan spektrum FTIR standar campuran minyak babi dan minyak ikan dalam berbagai konsetrasi ... 40

Gambar 4.9 Gabungan spektrum FTIR minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan dalam berbagai konsentrasi ... 42

Gambar 4.10 Scores PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan ... 47

Gambar 4.11 Loadings PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan ... 47

Gambar 4.12 Scores PCA minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan ... 48

(17)

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Halaman

Lampiran 1. Gambar tempat pemotonan hewan, Kapuk Jakarta Barat ... 56

Lampiran 2. Gambar campuran minyak babi dan minyak ikan ... 56

Lampiran 3. Gambar minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan ... 56

Lampiran 4. Gambar alat yang digunakan dalam penelitian... 57

Lampiran 5. Spektrum standar 0 % (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0%) ... 58

Lampiran 6. Spektrum standar 20 % (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi 20%) ... 58

Lampiran 7. Spektrum standar 40 % (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40%) ... 59

Lampiran 8. Spektrum standar 60 % (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60%) ... 59

Lampiran 9. Spektrum standar 80 % (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80%) ... 60

Lampiran 10. Spektrum standar 100 % (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100%) ... 60

Lampiran 11. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F1 (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0 %) ... 61

Lampiran 12. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F2 (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi 20 %) ... 61

Lampiran 13. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F3 (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40 %) ... 62

Lampiran 14. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F4 (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60 %) ... 62

Lampiran 15. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F5 (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80 %) ... 63

Lampiran 16. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F6 (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100 %) ... 63

Lampiran 17. Sertifikat analisa bahan yang digunakan ... 64

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini begitu banyak suplemen yang dijual di pasaran. Suplemen kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004). Konsumsi suplemen digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan nafsu makan anak, meningkatkan kemampuan kognitif dan pertumbuhan anak (Yu et al., 1997).

Suplemen dalam bentuk emulsi lebih diminati oleh anak-anak dibanding bentuk lainnya, alasannya suplemen dalam bentuk emulsi lebih mudah dikonsumsi dan rasanya bervariasi. Salah satu suplemen dalam bentuk emulsi adalah emulsi minyak ikan. Suplemen minyak ikan berbentuk emulsi karena minyak ikan bersifat tidak larut dalam air dan membutuhkan zat pengemulsi untuk menjadi sediaan yang stabil (Anief, 2000).

Minyak ikan telah lama dipasarkan sebagai sumber vitamin A, D, rantai panjang omega-3 asam lemak EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA (Docosahexaenoic acid) (Gunston, 2004). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi minyak ikan dapat menurunkan kematian akibat penyakit jantung koroner atau kanker payudara (Jude et al., 2006). Penggunaan minyak ikan sehari-hari juga dikaitkan dengan penurunan risiko kematian pada pasien tumor dan kanker paru-paru ( Skeie et al., 2009 ).

Minyak ikan adalah minyak yang harganya mahal dibandingkan dengan minyak hewani lain seperti kambing, sapi, ayam dan babi. Oleh karena itu, minyak ikan dipalsukan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi (Rohman dan Cheman, 2009). Di beberapa negara, lemak babi adalah salah satu lemak yang termurah, akibatnya lemak babi sengaja ditambahkan ke dalam produk makanan untuk mengurangi biaya produksi (Cheman dan Sadzili, 2010). Padahal, dari

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudut pandang agama Islam, kehadiran lemak babi dalam produk makanan tidak diperbolehkan.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 173, “Hanya yang diharamkan atas kamu ialah bangkai, darah, daging babi dan hewan yang

disembelih bukan dengan nama Allah melainkan dengan nama berhala. Tetapi

barang siapa yang terpaksa memakannya (mengkonumsinya), sedang ia tiada

aniaya dan tiada pula melampaui batas, maka tak ada dosa terhadapnya.

Sungguh Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”.

Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah SAW. bersabda : “Wahai Sa’ad, perbaikilah (murnikanlah) makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul do’anya. Demi yang jiwa Muhammad ada dalam genggamannya, sesungguhnya seorang hamba yang melontarkan sesuap makanan yang haram ke

dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama 40 hari.

Siapa pun yang dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka api neraka

lebih layak membakarnya“ (HR. ATh Thabrany).

Meskipun al-Qur’an menyebutkan hanya daging, tetapi turunan babi dan produk dari babi juga dilarang. Pandangan ini didukung oleh al-Qurtubi dalam li al-Jami' Ahkam al-Qur'an yang memasukkan lemak babi sebagai bagian dari

daging (Nurulhidayah et al., 2011). Dalil al-Qur’an dan hadist di atas telah dengan tegas menjelaskan status keharaman seorang muslim dalam mengkonsumsi bagian manapun dari hewan babi termasuk pula minyak babi.

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah hal yang dibutuhkan. Untuk itu, beberapa metode analisis berbasis fisika maupun kimia telah dikembangkan untuk mengidentifikasi lemak babi (Rohman et al., 2010).

Dewasa ini kemajuan teknologi telah mengalami peningkatan di bidang analisis otentikasi lemak dan minyak. Teknologi tersebut dapat diaplikasikan dan mempermudah menganalisis kandungan lemak pada suatu sediaan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam menganalisis minyak babi dalam minyak nabati ataupun hewani menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dikombinasi dengan kemometri yaitu analisis minyak zaitun dicampur dengan minyak kelapa sawit (Rohman dan Man, 2010), minyak ikan kod dicampur dengan beberapa minyak nabati (Rohman dan Man, 2011a), minyak wijen dari minyak sawit (Rohman dan Man, 2011b) dan minyak canola dari minyak kelapa (Man dan Rohman, 2012).

FTIR dapat menganalisis kandungan lemak babi yang sangat rendah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa FTIR sangat berpotensi untuk digunakan sebagai alat mendeteksi lemak babi secara cepat dengan hasil yang konsisten (Rahman dan Man, 2010). Kemometri merupakan statistika untuk pengolahan data kimia terbaru, yang mampu mengelompokkan dan mengklasifikasi hubungan tertentu dari banyak sampel yang digunakan (Rohman, 2013). Kombinasi keduanya menjadikan analisis semakin baik khususnya untuk menguji minyak dan lemak ataupun campuran keduanya (Rohman & Che Man, 2012).

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Apakah spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dikombinasikan dengan Principal Component Analysis (PCA) dapat digunakan sebagai metode untuk menganalisis perbedaan profil spektrum minyak babi dalam simulasi emulsi minyak ikan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis perbedaan profil spektrum minyak babi dalam simulasi emulsi minyak ikan menggunakan metode Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dikombinasikan dengan Principal Component Analysis (PCA).

1.5 Manfaat Penelitian

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Halal

Mengkonsumsi makanan halal dan baik secara jasmani dan rohani merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Oleh karena itu mendapatkan pangan halal seharusnya merupakan hak bagi setiap konsumen Muslim. Makanan yang halal adalah makanan yang diizinkan untuk dikonsumsi atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Baik (thayyib) adalah lezat, baik, sehat dan menentramkan (Girindra, 2006).

Makanan dan minuman yang tidak diharamkan dalam Islam, secara garis besarnya dapat dikategorikan kepada beberapa kriteria sebagai berikut: (a) bukan terdiri dari bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya, atau yang tidak disembelih menurut ajaran Islam. (b) Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran Islam. (c) Tidak mengandung bahan tambahan yang diharamkan menurut ajaran Islam serta dalam proses menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang memiliki kriteria terlarang.

Penentu kehalalan suatu bahan pangan adalah tidak mengandung alkohol atau komponen yang memabukkan, bukan hewan yang buas, bertaring, berkuku panjang dan babi. Untuk bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan ikan dijamin kehalalannya, yang menjadi titik kritis keharamannya adalah dari alat dan bahan yang ditambahkan ketika pengolahan, juga kemasan. Sedangkan untuk bahan pangan yang berasal dari hewan yang dihalalkan untuk dikonsumsi, yang menjadi titik kritisnya adalah cara penyembelihan, alat dan bahan yang digunakan atau ditambahkan ketika pengolahan, juga pengemasanya (Hermaninto, 2006).

Jenis binatang yang dilarang untuk dimakan : (a) babi, anjing dan segala sesuatu yang lahir dari salah satu dari keduanya; berupa darah, air liur, daging, tulang, lemak dan lainnya. (b) semua binatang yang dipandang jijik oleh naluri manusia seperti kutu, lalat, ulat, kodok, buaya dan sejenisnya. (c) binatang yang mempunyai taring termasuk gading, seperti gajah, harimau dan sejenisnya. (d) binatang yang mempunyai kuku pencakar yang makan dengan menangkar atau

5

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyambar seperti burung hantu dan burung elang serta sejenisnya. (e) binatang-binatang yang oleh ajaran Islam diperintah untuk dibunuh yaitu tikus, ular dan sejenisnya. (f) binatang-binatang yang oleh ajaran Islam dilarang membunuhnya seperti semut, lebah, burung Hud-hud dan sejenisnya. (g) setiap binatang yang mempunyai racun dan membahayakan apabila memakannya. (h) hewan yang hidup dalam dua alam seperti kodok, penyu dan sejenisnya (Ramli, 2012).

Hewan-hewan seperti babi, anjing, celeng, harimau, singa, kera, gajah, binatang- binatang darat yang memiliki taring, jenis burung yang memiliki kuku tajam dan sebagainya, dilarang dikonsumsi oleh agama setidaknya dengan dua asumsi:

(a) Zatnya yang berupa daging, darah, kelenjar, dan unsur-unsur lainnya mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi manusia misalnya pada babi mengandung cacing pita.

(b) Hewan-hewan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu yang tidak terpuji dimiliki manusia misalnya serakah, kejam, ganas, suka memangsa dan sebagainya, yang mana sifat-sifat tersebut secara biologis terbentuk oleh unsur-unsur yang terkandung dalam hewan tersebut. Jika manusia memakan daging hewan-hewan tersebut, dikhawatirkan sifat-sifat tidak terpuji hewan tersebut akan ditularkan melalui kumulasi unsur-unsur fisik hewan yang bersenyawa dengan unsur-unsur tubuh manusia (Nurjannah, 2006).

Babi termasuk Najis Mughaladzoh (Sabiq, 1994). Najis ialah kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya. Meskipun al-Qur’an menyebutkan hanya daging, tetapi turunan babi dan produk dari babi juga dilarang. Pandangan ini didukung oleh al- Qurtubi dalam li al-Jami' Ahkam al-Qur'an yang memasukkan lemak babi sebagai bagian dari daging (Nurulhidayah et al, 2011). Babi tidak haram untuk disentuh sebagaimana anjing, tetapi wajiblah bersuci dengan kaedah yang telah ditetapkan usul fiqh. Najis mughalazah ialah najis berat. Najis ini terdiri dari anjing dan babi serta benda-benda yang terjadi daripadanya. Cara menyucikan najis mughallazah:

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (b) Basuh sebanyak tujuh kali. Salah satunya menggunakan tanah bersih yang

dicampurkan dengan air.

(c) Gunakan air mutlak untuk basuhan seterusnya (sebanyak enam kali) sehingga hilang bau, warna dan rasa.

2.2 Suplemen

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, nomor HK.00.063.02360 tentang suplemen makanan tahun 1996, batasan pengertian suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi makanan yang mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak atau kombinasi dari berbagai bahan sebagaimana tercantum di atas. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul, kapsul lunak, granula atau produk cair berupa tetes, sirup dan larutan.

Menurut Gunawan (1999), suplemen adalah zat tambahan, bukan zat pengganti zat gizi atau obat, sebab tidak ada suplemen yang dapat menggantikan khasiat dan keaslian zat-zat gizi yang berasal dari makanan alami. Suplemen dapat digolongkan menjadi dua, yaitu suplemen natural yang merupakan hasil ekstraksi dari sumber makanan yang mengandung unsur-unsur alami berasal dari jaringan tubuh hewan atau tumbuhan-tumbuhan dan suplemen sintetis yang pada umumnya merupakan rekayasa kimiawi di dalam laboratorium.

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta langsung lebih baik dibandingkan mengonsumsi suplemen makanan, karena disamping lebih murah juga lebih aman.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suplemen adalah produk yang mengandung vitamin atau mineral yang disarikan dari bahan makanan yang berasal dari hewan maupun tanaman ataupun sintetis baik berbentuk kapsul, tablet, maupun cairan yang digunakan untuk melengkapi zat gizi.

2.3 Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain (Anief, 2000).

Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil dibutuhkan fase ketiga dari emulsi, yakni zat pengemulsi (emulsifying agent) (Ansel, 1989).

2.2.1 Macam-Macam Emulsi

Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu fase terdispersi, zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain, atau sering disebut fase dalam. Fase pendispersi adalah zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut, atau sering disebut fase luar/fase kontinu. Emulgator adalah zat ketiga yang digunakan untuk menjaga kestabilan emulsi (Ansel, 1989). Jenis- jenis emulsi terdiri dari:

a. Emulsi minyak dalam air (M/A)

Ketika fase lipofil (fase minyak) didispersikan sebagai globul-globul ke dalam fase hidrofil (fase air) maka disebut sebagai emulsi minyak dalam air (M/A).

b. Emulsi air dalam minyak (A/M)

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.2 Zat Pengemulsi

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan zat pengemulsi (emulgator) merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Adanya zat pengemulsi meningkatkan terbentuknya permukaan baru dan mencegah saling tabrak dan bergabungnya globul-globul dari kecil menjadi besar (Hartomo, 1993). Zat pengemulsi menstabilkan dengan cara menempati daerah di fase internal dan fase eksternal. Untuk proses pembentukan ini, zat pengemulsi akan mengurangi tegangan antar permukaan dari dua fase tak tercampurkan. Kriteria emulgator yang diharuskan antara lain :

a. Dapat dicampur dengan bahan formulatif lain.

b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat teurapetik c. Stabil dan tidak terurai dalam preparat

d. Tidak toksik

e. Kemampuan untuk membentuk emulsi secara optimal dan menjaga stabilitas emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut (Ansel,1989).

Di antara zat pengemulsi dan zat penstabil untuk sistem farmasi salah satunya adalah bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pektin. Bahan-bahan ini membentuk koloidal hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan umumnya menghasilkan emulsi minyak dalam air. Gom mungkin merupakan zat pengemulsi yang paling sering digunakan dalam preparat emulsi yang dibuat baru oleh ahli farmasi di apotek. Tragakan dan agar seringkali digunakan sebagai zat pengental dalam produk-produk yang diemulsikan dengan gom (Ansel,1989).

2.2.3 Kestabilan Emulsi

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Teknik pembuatan

b. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan emulsi.

c. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.

d. Penyimpanan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di antaranya yaitu: suhu pemanasan tidak konstan, perbedaan intensitas pengadukan, pencampuran kurang merata, kekompakan dan elastisitas film yang melindungi zat terdispersi, ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi, dan suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan temperatur dapat mengurangi tegangan antar muka dan viskositasnya. Fenomena ketidakstabilan pada suatu sediaan emulsi adalah terjadinya :

a. Flokulasi dan Creaming

Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan kosentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau di sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.

b. Koalesen dan Demulsifikasi

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Lemak dan Minyak

[image:28.595.117.536.148.490.2]

Suatu lemak atau lipid merupakan senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester dari gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak atau suatu minyak adalah pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak (Fessenden,1982).

Gambar 2.1 Struktur trigliserida (Campbell, 2002)

Dalam suatu struktur lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dan gugus karboksil. Lemak yang juga disebut triasilgliserol, dengan demikian terdiri atas tiga asam lemak yang berikatan dengan satu molekul gliserol. Asam lemak-asam lemak dalam suatu molekul lemak bisa sama ketiga-tiganya, atau bisa terdiri atas dua atau tiga jenis asam lemak yang saling berlainan. Struktur tersebut dapat kita lihat dalam gambar 2.1 di atas.

2.4.1 Komposisi Lemak Hewani dan Nabati

(29)
[image:29.595.110.547.189.510.2]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengandung asam lemak tak jenuh di atas 60%. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak, kecuali minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak, kecuali minyak ikan karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh (McKee dan McKee, 2003).

Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak

Nama Jumlah

Karbon

Formula Titik

Leleh Jenuh

Laurat 12 CH3(CH2)10CO2H 44

Miristat 14 CH3(CH2)12CO2H 58

Palmitat 16 CH3(CH2)14CO2H 62,8

Stearat 18 CH3(CH2)16CO2H 69,9

Arakidonat 20 CH3(CH2)18CO2H

Tak Jenuh

Palmitoleat 16 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H 32

Oleat 18 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H 7

Linoleat 18 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H -5

Linolenat 18 CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7C02H -11

Arakidonat 20 CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4(CH2)2CO2H -50

(Sumber: Sumardjo, 2009)

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rangkaian hidrokarbon. Ikatan yang longgar ini menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk memecah trigliserida lebih sedikit sehingga titik leleh trigliserida asam lemak tak jenuh lebih rendah daripada titik leleh trigliserida asam lemak jenuh. Asam lemak yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap tak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut poliunsaturat. Klasifikasi dan sifat asam lemak dapat diperhatikan di Tabel 2.1.

[image:30.595.106.524.253.697.2]

Lemak hewani mengandung banyak sterol sehingga disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak sapi. Lemak hewan laut seperti minyak ikan paus, minyak ikan kod, minyak ikan herring berbentuk cair dan disebut minyak (Winarno, 1984). Klasifikasi lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani

Kelompok Lemak Jenis Lemak/minyak

1. Lemak (berwujud padat) a. Lemak susu (butter fat)

b. Hewan peliharaan (gol.mamalia)

Lemak dari susu sapi, kerbau, kambing dan domba

Lemak babi, skin grease, mutton tallow, lemak tulang dan lemak/gemuk

wool 2. Minyak (berwujud cair)

a. Hewan peliharaan b. Ikan (fish oil)

Minyak neats foot

Minyak ikan paus, salmon, sarden, herring, shark, dog fish dan ikan lumba-lumba

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.2 Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya (Gaman dan Sherrington, 1994), yaitu :

a. Kelarutan

Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-gugus polar b. Pengaruh Panas

Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu, yaitu :

1. Titik cair

Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu. Umumnya lemak mencair pada suhu antara 30oC dan 40 oC

2. Titik Asap

Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, dia akan mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200oC. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap lebih tinggi dari lemak hewani.

3. Titik Nyala

Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala.

c. Plastisitas

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis.

d. Ketengikan

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak, terdapat dua reaksi yang berperan pada proses ketengikan.

1. Oksidasi

Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga.

2. Hidrolisis

Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol dan asam lemak.

Lemak + Air lipase Gliserol + Asam Lemak

Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak akan tetapi enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada makanan berlemak.

Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan gelap dengan wadah logam.

2.4.3 Ekstraksi dan Pemurnian Minyak

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengekstraksi minyak atau lemak yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan protein pada penggorengan dinding sel bahan dan memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya (Ketaren, 1996).

Setelah tahap ekstraksi selesai, tahap berikutnya adalah proses pemurnian minyak. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan. Pada umumnya tahapan pemurnian dilakukan sebagai berikut:

a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam.

b. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi c. Dekolorisasi dengan proses pemucatan

d. Deodorisasi

e. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling) (Ketaren, 1996)

2.4.4 Minyak Babi

Lard adalah salah satu turunan babi yang dibuat dengan dua cara, yakni dengan rendering basah (wet rendering) atau rendering kering (dry rendering). Pada rendering basah, lemak babi direbus dalam air atau uap pada suhu tinggi dan lemak babi yang tidak dapat larut di air, disaring dari permukaan campuran, pada industri lemak ini dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Pada rendering kering, lemak diberikan panas tinggi dalam panci atau oven tanpa air (Winarno, 1984).

(34)
[image:34.595.120.532.97.511.2]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta babi. Kualitas lard terendah diperoleh dari lemak lunak sekitar organ pencernaan, seperti usus kecil, walaupun lemak jenis ini sering digunakan secara langsung sebagai pembungkus untuk daging tak berlemak. Komposisi asam lemak pada minyak babi ditunjukkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi

Asam lemak Jumlah Ref

Myristic acid (C14:0) 1,30 ± 0,03 1,0-2,5 Palmitic acid (C16:0) 20,66 ± 0,24 20 -30 Palmitoleic acid (C16:1) 1,98 ± 0,01 2,0-4,0 Heptadecanoic Acid (C17:0) 0,48 ± 0,02 <1,0

Stearic acid (C18:0) 10,91 ± 0,12 -

Oleic acid (C18:1) 39,13 ± 0,09 35-55

Linoleic acid (C18:2) 19,56 ± 0,04 4-12 Linoleic acid (C18:3) 1,21 ± 0,06 <1,5 Arachidic acid (C20:0) 0,91 ± 0,01 <1,0 Heneicosanoic acid (C21:0) 0,50 ± 0,05 -

Behenic acid (C22:0) 0,26 ± 0,02 -

Eicasaenoic acid (C20:1) 0,96 ± 0,04 <1,5 Eicosapentaenoic acid (C20:5n3) 0,12 ± 0,00 - Eicasohexaenoic acid (C20:6n3) 0,14 ± 0,01 - Docosahexaenoic acid (C22:6n3) 0,20 ± 0,00 -

(Sumber : Rohman, 2012)

Tabel 2.4 Sifat fisik minyak babi

Sifat Fisik Deskripsi

Densitas 0,917

Ttitik Leleh 36o-42o C

Kelarutan Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alcohol, larut dalam benzene,

kloroform, eter, karbon disulfide, petroleum eter

Bilangan Saponifikasi 195-203

[image:34.595.108.517.569.701.2]
(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.4 Minyak Ikan (Cod Liver Oil)

[image:35.595.118.534.169.600.2]

Minyak ikan memiliki sinonim Oleum Lecoris dan Lavertraan merupakan minyak yang diperoleh dari hati segar Gadus collarias L. dan spesies Gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0oC. Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 UI per g, potensi vitamin D tidak kurang dari 80 UI per g. Pemeriannya dalam bentuk cairan adalah berwarna kuning pucat, memiliki bau khas, rasanya agak manis dan tidak tengik. Minyak ikan larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform, eter dan dalam eter minyak tanah (Farmakope Ed 3,1979).

Tabel 2.5 Komposisi asam lemak minyak ikan (Cod Liver Oil)

Asam lemak Jumlah

Myristic acid (C14:0) 4.16 ± 0.02 Palmitic acid (C16:0) 11.89 ± 0.05 Palmitoleic acid (C16:1) 6.85 ± 0.28 Heptadecanoic Acid (C17:0) 0.22 ± 0.00 Stearic acid (C18:0) 2.30 ± 0.01 Oleic acid (C18:1) 21.16 ± 0.04 Linoleic acid (C18:2) 0.42 ± 0.01 Linoleic acid (C18:3) 1.98 ± 0.07 Arachidic acid (C20:0) 0.12 ± 0.01 Heneicosanoic acid (C21:0) 0.50 ± 0.05 Behenic acid (C22:0) 0.26 ± 0.02 Eicasaenoic acid (C20:1) 11.44 ± 0.08 Eicosapentaenoic acid (C20:5n3) 16.74 ± 0.05 Eicasohexaenoic acid(C20:6n3) 01.22 ± 0.01 Docosahexaenoic acid (C22:6n3) 8.82 ± 0.08

(Sumber : Rohman, 2012)

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Total polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan 4, 5 dan 6 ikatan rangkap lebih banyak ditemui pada ikan laut (88%) dibandingkan pada ikan air tawar (70%).

Ada tiga PUFA yang dominan dalam minyak ikan yaitu eicosapentanoic acid (EPA, C20:5ω3), docosaheksaenic acid (DHA, C22:6ω3) dan arachidonic

acid (C20:4ω6). Dalam gizi manusia, asam lemak EPA dan DHA dianggap sebagai asam lemak esensial karena tidak dapat disintesa oleh tubuh. EPA (Eicosapentaenoic acid) dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit kulit, artherosclerosis atau sebagai faktor antithrombosis, dan DHA (Docosahexaenoic acid) berperan dalam proses pertumbuhan sel-sel saraf, terutuma sel-sel saraf otak

[image:36.595.107.516.537.673.2]

dan penglihatan (Winarno, 1984). Norwegian Fisheries Research Institute juga melaporkan bahwa kelompok utama asam dalam minyak ikan adalah asam monoenoat 16, 18 , 20 dan 22, jumlahnya sekitar 50 persen dari semua asam lemak, sedangkan asam polyenoat utama terdapat 25-26% dari total asam lemak. Asam oleat merupakan setengah dari jumlah asam monoenoat tersebut, sehingga komposisi asam lemak pada minyak ikan yang mendominasi adalah asam oleat C 18:1 (25%), diikuti oleh lima asam C16:0 (11%), C16:1 (9%), C20:1 (11%), C20:5 (9%) dan C22: 6 (10%) (Bergen, 1965). Komposisi asam lemak pada minyak ikan ditunjukkan pada tabel 2.4 dibawah ini.

Tabel 2.6 Sifat fisik minyak ikan (Cod Liver Oil)

Sifat Fisik Deskripsi

Densitas 0,918-0,927

Pemerian Cairan minyak, encer, bau khas tidak tengik, rasa dan bau seperti ikan Kelarutan Sukar larut dalam etanol, mudah larut

dalam eter, dalam kloroform, dan etil asetat.

Bilangan Saponifikasi 180-192

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Data Praformulasi

Untuk membuat simulasi emulsi yang stabil dibutuhkan bahan tambahan lainya yaitu zat pengemulsi, pewarna, pemanis dan perasa. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah gom arab, gliserin, sunset yellow dan oleum cinnamomi. Data praformulasi bahan-bahan tersebut yaitu:

2.3.1 Gom arab (Rowe et al., 2009)

Gom arab memiliki bentuk granul atau serbuk berwarna putih kuning pucat, tidak berbau. Mudah larut dalam air dan membentuk larutan yang kental dan tembus cahaya, 1:20 dalam gliserin, 1:20 propilen glikol, serta tidak larut dalam etanol. Kegunaanya sebagai Emulgator, penstabil, peningkat kelarutan. Konsentrasi yang digunakan 5-10% sebagai suspending agent dan 10-20% sebagai emulgator. Stabil pada pH 4,5-5,5. Gom arab dalam jumlah banyak tidak

tercampur dengan garam Fe, morfin, fenol, thimol, vanillin. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.

[image:37.595.112.534.118.513.2]

2.3.2 Gliserin (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.2 Struktur molekul gliserin (Rowe et al., 2009)

Berat molekul gliserin adalah 92,09. Gliserin berbentuk cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna. Memiliki rasa yang manis. Bersifat higroskopis dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, eter, minyak dan lemak. Kegunaanya sebagai pelarut dan pemanis pada konsentrasi <50%. Massa jenisnya tidak kurang dari 1,249. 1,2620 g/cm3 pada suhu 250oC. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborat yang merupakan asam yang lebih kuat dari asam borat. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 200 OC untuk mencairkannya. Stabil bila disimpan pada wadah tertutup.

[image:38.595.118.536.71.418.2]

2.3.3 Sunset Yellow (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.3 Struktur molekul sunset yellow (Rowe et al., 2009)

Sunset Yellow memiliki pemerian serbuk kuning kemerahan, di dalam larutan memberikan warna oranye terang. Mudah larut dalam air, gliserin dan propilen glikol (50%), sedikit larut dalam propilen glikol. Tidak dapat bercampur dengan asam askorbat, gelatin, dan glukosa. Kegunaan sebagai pewarna. Stabil bila disimpan pada wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan kering.

2.4 Spektroskopi FTIR

Dilihat dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometer ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang inframerah. Cahaya inframerah terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometer adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000μm. Daerah inframerah-tengah biasa digunakan untuk konfirmasi struktur, tetapi spektrofotometri inframerah-dekat, yang telah lama digunakan untuk mengendalikan produk-produk seperti tepung dan makanan hewan, semakin banyak diterapkan dalam pengendalian mutu industri farmasi. (Watson, 2005). Tujuan utama analisa spektroskopi inframerah adalah menentukan gugus-gugus fungsi molekul (Mulja& Suharman, 1995).

Jika sampel senyawa organik kita sinari dengan sinar inframerah yang mempunyai frekuensi tertentu, kita akan mendapatkan frekuensi tersebut diserap oleh senyawa tersebut. Berapa banyak frekuensi tertentu yang melewati senyawa

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersebut diukur sebagai “presentasi transmitasi” (percentage transmittance). Presentasi transmitasi dengan nilai 100 berarti semua frekuensi dapat melewati senyawa tersebut tanpa diserap sama sekali. Spektrum adalah grafik dari panjang gelombang dan energi yang diadsorpsi oleh suatu senyawa. Spektrum inframerah adalah plot intensitas penyerapan terhadap bilangan gelombang yang dinyatakan dengan jumlah gelombang dalam satuan cm-1. Bilangan gelombang adalah radiasi

di daerah vibrasi inframerah dari spektrum elektromagnetik. Bilangan gelombang dari vibrasi inframerah membentang dari 4000-400cm-1. Sebuah molekul hanya

[image:39.595.121.524.287.632.2]

menyerap frekuensi (energi) radiasi inframerah tertentu. Absorpsi radiasi inframerah berhubungan dengan rentang frekuensi getaran yang meliputi stretching dan bending dari kebanyakan ikatan molekul kovalen. Contohnya tabel 2.7 menjelaskan panjang gelombang fungsional untuk serapan minyak babi.

Tabel 2.7 Panjang gelombang fungsional serapan pada minyak babi

Panjang Gelombang (cm-1) Gugus fungsi yang terabsorbsi pada IR

3007 cis-olefinic C=H

2907 CH3 streching asymmetric

2925 CH2 streching asymmetric

2875 CH3 streching asymmetric

1715 C=0 carbonyl stretching

1650 cis C=C

1462 CH2 bending

1418 CH rocking (bending) dari cis yang tidak terstubtitusi pada alkena

1375 CH3bending

1226, 1160, 1117, 1098, 1031 C-0 (eter) stretching

962 =CH dari isolasi trans-olefin -CH2 rocking vibration

(Sumber: Rohman, 2013)

2.5.1 Instrumentasi

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta forier, yang menggunakan suatu interferometer. Kedua jenis instrumen ini memberikan spektrum senyawa dalam kisaran umum 4000-400cm-1. Meskipun keduanya memberikan spektrum hampir identik untuk senyawa yang diberikan, namun Spektrometer Forier Transform inframerah memberikan spektrum inframerah jauh lebih cepat daripada instrumen dispersif (Pavia et al., 2001).

a. Spektrometer Inframerah Dispersif

[image:40.595.119.526.275.700.2]

Instrumen pada spektrometer inframerah dispersif terdiri dari sumber radiasi, kompartemen sampel, monokromator, detektor, amplifier dan rekorder. Spektrometer inframerah dispersif menggunakan suatu monokromator untuk memilih masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk memantau intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel. Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu (monokromatis) yang berbeda (terdispersi). Sumber radiasi dipanaskan untuk memancarkan sinar. Jika sinar telah melewati sampel, sinar tersebut didispersikan sehingga satu bilangan gelombang atau sedikit bilangan gelombang dapat dipantau secara berurutan oleh detektor yang melintasi rentang spektrum tersebut.

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Spektrometer inframerah Transformasi Fourier (Fourier Transform

Infrared)

[image:41.595.119.527.269.682.2]

Instrumen pada spektrometer Fourier Transform Infrared (FTIR) secara umum sama dengan spektrometer inframerah dispersif hanya yang membedakan adalah pada spektrometer jenis ini tidak menggunakan monokromator melainkan menggunakan interferometer. Interferometer menggunakan cermin bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh satu sumber sehingga menghasilkan suatu interferogram yang dapat diubah menggunakan suatu persamaan yang disebut transformasi fourier untuk mengekstraksi spektrum dari satu seri frekuensi yang bertumpang tindih. Interferogram merupakan sebuah sinyal kompleks, seperti sebuah gelombang berbentuk susunan gambar yang terdiri dari semua frekuensi-frekuensi yang dapat memperbaiki spektrum inframerah. Keuntungan dari teknik ini adalah seluruh hasil spektrum didapat dalam waktu satu detik, berbeda dengan spektrometer inframerah dispersif yang memerlukan waktu dua sampai tiga menit untuk mendapatkan satu spektrum. Keunggulan Spektrofotometer FTIR

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR menurut Giwangkara (2006) memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metode konvensional lainnya, yaitu :

1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).

2.6 Principal Component Analysis

Principal Component Analysis adalah salah satu bentuk metode interpretasi data dalam kemometri. Kemometri adalah penggunaan ilmu statistika dan matematika untuk pengolahan data kimia. Software ini mampu mengelompokkan dan menghubungkan hubungan dari banyak sampel. Metode ini dilakukan menggunakan software Kemometri.

Beberapa cara menginterpretasi dan mengkalibrasi data dari metode kemometri yaitu principal component analysis (PCA), partial least squares (PLS) dan cluster analysis (CA). Principal component analysis (PCA) merupakan interpretasi data yang dilakukan dengan pereduksi data, dimana jumlah variabel dalam suatu matriks dikurangi untuk menghasilkan variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. Variabel baru yang dihasilkan berupa skor atau komponen utama. Cara ini dapat mengurangi pengaruh noise dan memanfaatkan perbedaan halus dari spektrum IR (Rohman, 2012).

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

26

Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan

Kod

Pembuatan Simulasi

Emulsi Minyak Ikan Konsentrasi Campuran Minyak Ikan dan Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan

Formula Minyak Babi / Minyak Ikan

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Minyak ikan (%) 100 80 60 40 20 0 Minyak babi (%) 0 20 40 60 80 100

Dibuat Campuran Minyak Babi dan Minyak Ikan sebagai kontrol dengan konsentrasi :

Campuran Minyak Babi / Minyak Ikan

C1 C2 C3 C4 C5 C6

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Halal Food and Drug Analysis (PHA) dan Pharmacy Medicine Chemistry (PMC) Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu pelaksanaan dari bulan Januari 2014 hingga Mei 2014.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Seperangkat alat Spektrofotometer FTIR Jasco, vacuum rotary evaporator, waterbath (eyela), hot plate (Are), timbangan analitik (Wiggen Hauser),

centrifuge (EBA), oven (Memmert), lemari pendingin, lumpang alu, gelas kimia,

gelas ukur, corong pisah, vial, pipet, cawan penguap, batang pengaduk, kaca arloji.

3.3.2 Bahan

Jaringan Lemak Babi (PD. Dharmajaya, Kapuk, Jakarta Barat), Minyak Ikan (PT. Brataco) diimpor dari Norwegia, Gom Arab (PT. Brataco), Gliserin (PT. Brataco), Sunset Yellow, Kloroform (CV Pasundan Biotech), Na2SO4

anhidrat, HCl pekat dan Aquadest.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Preparasi Minyak Babi (Che Man, 2011)

Sejumlah 2 kg jaringan lemak babi dicuci, dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 95°C selama 2 jam hingga jaringan lemak mencair. Lemak yang sudah mencair disaring menggunakan 3 lapis kain, kemudian dihilangkan sisa air dengan Na2SO4 anhidrat dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit.

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.2 Analisis Campuran Minyak dengan Spektroskopi FTIR (Che Man, 2011)

[image:45.595.115.536.81.615.2]

Dibuat campuran minyak babi dan minyak ikan sebanyak 5 gram dengan perbandingan konsentrasi campuran minyak pada Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Konsentrasi minyak dalam campuran

Campuran Minyak

Babi/ Minyak Ikan

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100 Minyak Ikan (%) 100 80 60 40 20 0

Campuran tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FTIR

3.4.3 Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan

Formula simulasi minyak ikan dalam perbandingan konsentrasi minyak ikan dan minyak babi adalah sebagai berikut (Formularium Indonesia telah dimodifikasi, 1978) :

R/ Minyak Ikan 30 g Gom arab 15 g Gliserin 15 g Sunset Yellow 2 mg Ol. Cinnamomi 3 tetes

Tabel 3.2 Konsentrasi minyak dalam formulasi emulsi

Campuran Minyak

Babi/ Minyak Ikan

F1 F2 F3 F4 F5 F6

[image:45.595.164.465.647.732.2]
(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.4 Pembuatan Emulsi (Ansell, 1989)

Pembuatan emulsi dilakukan menggunakan metode gom kering. Pertama, botol tempat penyimpanan simulasi emulsi minyak ikan dikalibrasi dengan batas 100 mL. Minyak diletakkan dalam mortar yang selanjutnya dicampur secara merata dengan gom arab. Selanjutnya ditambahkan aquadest 20 mL dan diaduk di dalam mortal mengunakan alu selama 3 menit untuk membuat masa opaque (tidak dapat dipisahkan). Selanjutnya gliserin dan sunset yellow dimasukkan. Setelah itu oleum cinnamomi ditambahkan, kemudian tambahkan aquadest setelah sediaan

dipindah ke dalam botol penyimpanan sampai batas 100 mL. Emulsi yang diperoleh selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair untuk mengekstrak minyak dari formulasi emulsi.

3.4.5 Ekstraksi Minyak (Luktianingsih, 2012)

Sejumlah 10 gram sampel emulsi ditambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL aquadest dan dikocok kuat. Emulsi yang telah ditambahkan tadi kemudian dipindahkan ke corong pisah dan diekstraksi menggunakan kloroform 15 mL dan gliserin 15 mL diambil lapisan kloroformnya, kemudian diekstraksi kembali menggunakan 2x15 mL kloroform. Lapisan kloroform yang telah tercampur dimasukan ke dalam labu bulat 250 mL untuk dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak lemak dimasukkan ke dalam vial. Minyak yang didapat selanjutnya dianalisis dengan menggunakan FTIR.

3.4.6 Pengujian dengan Spektroskopi FTIR

Sampel ditempatkan pada plat holder tersebut. Analisis dibuat pada frekuensi 4000-650cm-1. Setiap selesai pengukuran plat dibersihkan dengan hexane sebanyak dua kali dan acetone sampai tidak ada sampel minyak yang

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.7 Analisis Data

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Ekstraksi Minyak dari Lemak Babi

Pada penelitian ini minyak babi yang digunakan merupakan hasil ekstrasi dari jaringan lemak bagian abdomen. Lemak babi didapatkan dari rumah pemotongan hewan khusus babi, PD. Dharmajaya di daerah Kapuk, Jakarta barat. Setelah lemak disiapkan dengan dibersihkan menggunakan air, lemak selanjutnya dipotong kecil-kecil dan ditempatkan pada gelas kimia untuk dipanaskan dalam oven suhu 95°C selama 2 jam hingga jaringan lemaknya mencair. Minyak yang mencair tersebut disaring menggunakan kain dan hasil saringan dicampurkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Na2SO4 anhidrat yang

berbentuk serbuk bersifat higroskopik sehingga dapat menarik air yang terdapat pada minyak (Rowe et al., 2009). Air yang terdapat dalam minyak dapat mengganggu kemurnian minyak yang dihasilkan, karena tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 2 kg lemak babi yang di rendering kering didapatkan 800 mL minyak babi yang masih tercampur dengan lemak. Pembuatan minyak babi ini dilakukan karena tidak ditemukannya sediaan minyak babi yang bersertifikat analisis. Secara organoleptis, minyak babi yang dihasilkan bening serta memiliki bau yang tidak enak.

Setelah didiamkan pada suhu ruang, minyak babi akan menghasilkan endapan. Minyak babi merupakan salah satu minyak yang mempunyai titik cair yang cukup rendah yaitu 36º-42ºC (American College of Toxicology, 2001). Sehingga bila berada di suhu ruangan minyak babi akan membentuk dua lapisan (gambar 4.1). Lapisan atas yang tetap bening adalah minyak murni dan lapisan bawah adalah lapisan lemak yang bersifat plastis. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri, ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat (Gaman dan Sherrington, 1994).

(49)
[image:49.595.122.534.66.389.2]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.1 Hasil ekstraksi lemak babi dalam suhu ruang

Minyak babi memiliki komposisi campuran dari berbagai trigliserida. Sebagian besar lemak hewani merupakan zat padat karena unit penyusunnya berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh pada minyak babi merupakan komposisi tebesar dalam minyak babi, yaitu asam palmitat dan asam stearat. Asam lemak jenuh tersebut memiliki titik cair pada suhu diatas 60o C-69oC, sehingga pada suhu ruangan lemak dapat memisah sesuai dengan titik cairnya. Hasil ekstraksi dari lemak babi menunjukkan adanya kandungan lemak dan minyak yang memiliki sifat fisik yang berbeda pada suhu ruangan. Sehingga lapisan minyak kemudian dipisahkan kembali dengan lapisan lemak yang terbentuk untuk menghasilkan minyak babi yang murni.

Gambar 4.2 Minyak babi murni hasil ekstraksi

Lapisan minyak

[image:49.595.254.381.511.668.2]
(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Hasil Pembuatan Simulasi Emulsi dengan Minyak Babi dan Minyak Ikan (Cod Liver Oil)

Formula diambil dari Formularium Nasional yang telah dimodifikai. Formula emulsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi emulsi minyak ikan adalah campuran minyak babi dan atau minyak ikan, gom arab, gliserin, sunset yellow, oleum cinnamomi dan aquadest. Campuran bertujuan untuk mengetahui

[image:50.595.129.528.317.522.2]

perbedaan spektrum FTIR minyak babi dalam campuran dengan minyak ikan pada masing-masing formula. Dalam penelitian ini dibuat 6 macam formula emulsi minyak ikan. Gom arab dipilih sebagai emulgator dikarenakan ia merupakan jenis emulgator alami yang sangat baik untuk tipe emulsi minyak dalam air. Gliserin digunakan sebagai bahan pemanis, sehingga dapat menutupi rasa minyak ikan yang pahit.

Gambar 4.3 Simulasi emulsi minyak ikan

Setelah keenam formula emulsi selesai dibuat maka dilakukan evaluasi terhadap emulsi tersebut. Evaluasi homogenitas simulasi emulsi yaitu uji sedimentasinya yang dilihat pada tabung sedimentasi selama 15 menit setelah pembuatan. Semuanya tetap stabil selama 15 menit. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan campuran minyak pada emulsi tercampur dengan baik agar pada proses ekstraksi nanti didapat campuran minyak yang homogen. Evaluasi tambahan yang dilakukan adalah, uji redispersibilitas yang diamati pada emulsi, didapat bahwa emulsi mulai memisah setelah 24 jam penyimpanan namun dapat didispersi kembali dengan pengocokan.

F1

(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Emulsi yang hanya mengandung minyak ikan sebagai fase minyaknya memiliki viskositas yang lebih rendah dengan emulsi lain seiring dengan penambahan konsentrasi minyak babi, yang dapat dilihat dari sifat alir emulsi dari berbagai konsentrasi yang ada. Hal ini menunjukan fungsi dari minyak babi yang disebutkan oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu sebagai bahan peningkat viskositas.

Proses ekstraksi selanjutnya dilakukan pada 6 formula emulsi minyak ikan yang telah dibuat. Metode ekstraksi yang digunakan untuk memperoleh minyak dari formula tersebut adalah metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ini dipakai karena metode ini dinilai paling tepat untuk senyawa-senyawa yang digunakan dalam emulsi, terutama karena adanya asam lemak yang tidak mempunyai kromofor kuat dan dapat mengkontaminasi kolom kromatografi. Kontaminasi bahan-bahan lipofilik dapat menghilangkan bentuk puncak kromatografi (Watson,2010).

(a) (b)

Gambar 4.4 Ekstraksi cair-cair : (a) Penambahan kloroform (b) Penambahan kloroform dan gliserin.

[image:51.595.117.527.323.574.2]
(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersifat nonpolar. Namun minyak dapat larut dalam klorofom (FI ed.III, 1979). Penggunaan gliserin sebagai pelarut tambahan digunakan pada proses ekstraksi ini, karena emulgator yang digunakan bersifat hidrokoloid (berkembang dalam air) sehingga saat ekstraksi menggunakan kloroform minyak tidak dapat terekstraksi secara optimal dan terjadi interfase (terbentuknya tiga lapisan). Gom arab larut dengan gliserin sedangkan minyak tidak larut dalam gliserin, sehingga minyak akan larut sempurna di dalam lapisan kloroform. Perbedaan hasil ekstraksi dengan penambahan gliserin atau tanpa gliserin dapat dilihat pada gambar 4.4.

Minyak babi dan minyak ikan akan berada pada lapisan kloroform karena kedua minyak larut dalam koroform. Lapisan kloroform berada di lapisan bawah pada corong pisah karena masa jenis kloroform (1,4 g/mL) lebih besar dibandingkan masa jenis air (1 g/mL) dan gliserin (1,260 g/mL). Lapisan kloroform yang telah dipisahkan dimasukan ke dalam labu bulat 250 mL untuk diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C sehingga didapatkan minyak dalam keadaan murni. Ekstrak minyak kemudian dimasukan ke dalam vial. Minyak yang didapat selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer FTIR.

4.3 Hasil Spektrum FTIR

Penggunaan FTIR dilakukan karena hal yang ingin diteliti adalah hasil spektrum dari suatu sampel. Data yang digunakan adalah panjang gelombang dan absorbansi. Panjang gelombang menunjukkan vibrasi dari struktur kimia yang terkandung dalam minyak dan absorbansi memiliki kolerasi secara linear dengan konsentrasi sampel. Hasil pembacaan spektrum minyak babi dan minyak ikan murni dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada panjang gelombang 4000 cm-1sampai dengan 400cm-1dapat dilihat pada gambar 4.5.

Kedua minyak ini menunjukan pola spektrum yang hampir sama karena komponen utama dalam kedua minyak ini adalah trigliserida dan keduanya adalah minyak hewani (A. Rohman, et al., 2010). Pada minyak ikan puncak pada daerah 3009,37 cm-1 merupakan vibrasi stretching dari ikatan rangkap vinylic (C=CH) trans dan cis (Rohman dan Che Man, 2010). Sedangkan puncak pada daerah 2924

(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cm-1 merupakan vibrasi symmetric stretching dari grup metilen (Rohman, 2010).

[image:53.595.118.540.183.704.2]

Pada daerah serapan karbonil yaitu 1747 cm-1, terdapat serapan yang cukup tinggi, ini merupakan vibrasi dari ikatan rangkap tak jenuh disubtitusi C=C jenis cis yang menunjukan kandungan Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) pada minyak ikan (A.Rohman & Che Man, 2011). Pada daerah 1464 cm-1 muncul serapan pada minyak ikan yang merupakan vibrasi bending dari grup metilen.

Gambar 4.5 Spektrum minyak murni : (a) Minyak ikan (b) Minyak babi (a)

(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muncul serapan di daerah 1376 cm-1pada pola spektrum minyak ikan yang merupakan vibrasi bending simetrik dari grup metil. Selanjutnya puncak-punca

Gambar

Gambar 2.1 Struktur trigliserida
Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak
Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prestasi terlihat juga dari keikut sertaan siswa MTs Negeri Tulungagung,berdasarkan prestasi yang telah dicapai siswa kelas VIII MTs Negeri Tulungagung dalam bidang studi

Oleh karena itu, kajian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja pelayanan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2015 dengan Metode Importance Performance Analysis (IPA) serta

Vrednosti ovih karakteristika su uporedive sa komercijalnim izolacionim materijalima, kako sa konvencionalnim (mineralna vuna i polistiren), tako i sa izolacionim

Proton Nuclear Magnetik Resonance Spectroscopy ( 1 H-NMR) ... Landasan Teori ... Jenis dan Rancangan Penelitian ... Definisi Operasional ... Bahan Penelitian ... Alat Penelitian

“ Pemberian Pakan Bervaksin Aeromonas hydrophila Terhadap Pertumbuhan dan Respons Imun Lele Dumbo ( Clarias gariepinus ) di Daerah Banyumas.. Skripsi ini dimaksudkan untuk

psikologi praktis dalam hal ini memiliki komitmen terhadap berbagai pendekatan dalam mencapai tujuan tersebut dengan kata lain psikologi praktik menerima konsep ” hasil akhir

Dalam penelitian ini, inventarisasi dilakukan untuk mendapatkan data dimensi tegakan sengon diantaranya diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc),