PERBEDAAN BERPIKIR KREATIF SISWA YANG DIAJAR
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN STM
PADA KONSEP PERUBAHAN LINGKUNGAN
DAN DAUR ULANG LIMBAH
(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 1 Parung)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
MUTIA ULFAH
NIM. 1111016100014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
Parung).
Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Problem Based Learning
(PBL) dan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu
permasalahan atau isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga
siswa dengan pengetahuannya sendiri mampu mencari dan menemukan solusi
untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal itu akan melatih siswa untuk
selalu berpikir kreatif dalam menghadapi setiap persoalan di dalam kehidupan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berpikir kreatif siswa yang
diajar dengan model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL) dan Sains
Teknologi Masyarakat (STM) pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang
limbah. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan
desain
the nonequivalent control group design
. Populasi dalam penelitian ini yaitu
seluruh siswa SMAN 1 Parung Tahun Ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini yaitu
random sampling
. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari dua kelas yaitu kelas X MIA 5 berjumlah 34 orang sebagai kelas
eksperimen I (kelas dengan model PBL) dan siswa kelas X MIA 4 berjumlah 34
orang sebagai kelas eksperimen II (kelas dengan model STM). Instrumen
penelitian berupa soal uraian sebanyak 13 soal, lembar observasi siswa dan
lembar observasi guru. Berdasarkan pengujian hipotesis statistik dengan uji-t pada
taraf signifikan 0,05 didapat hasil t
hitunglebih kecil dibandingkan t
tabel(0,068<1,99), sehingga H
0diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan berpikir kreatif antara siswa yang diajar dengan menggunakan model
Problem Based Learning
(PBL) dan
Sains Teknologi Masyarakat
(STM) pada
konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.
v
Parung).
Undergraduate Thesis of Biology Education Program, Department of
Science Education, Faculty of Tarbiya and Teachers’ Training, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
Problem Based Learning
(PBL)
and Science Technology Society
(STS)
are
learning models that expose students on the problem or issues associated with
daily life. So that, students with prescience knowledge are capable of searching
and finding solutions to solve those problems. This condition will train students to
always have creative thinking in facing problems in life. This research aims at
determining the differences of students’ creative thinking taught by using Problem
Based Learning (PBL) and Science Technology Society (STS) on the concept of
environmental change and waste recycling
.
The method was quasi experiment
with nonequivalent control group design. The population are all student at SMAN
1 Parung academic year 2015/2016
.
The sample of this research was taken
through random sampling technique which consisting two classes : X MIA 5 with
34 students as experimental class I (class with PBL model) and X MIA 4 with 34
students as experimental class II (class with STM Model). The instruments of this
research were essay test consists of 13 questions, student observation sheet, and
teacher observation sheet
.
The result from the calculation of t-test at the 0.05
significance level obtained result that t
countwas less than t
table(
0,068<1,99
)
, which
means that H
0is accepted. This suggests that there are no differences of students’
creative thinking taught by using Problem Based Learning (PBL) and Science
Technology Society (STS) learning model on the concept of environmental change
and waste recycling.
vi
dengan judul
Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model
Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan
Daur Ulang Limbah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh
Allah SWT dengan balasan yang baik. Oleh karena itu, apresiasi dan terima kasih
yang setinggi-tingginya ingin penulis ucapkan pada kesempatan kali ini. Secara
khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada:
1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., Dosen pembimbing I dan Ibu Meiry
Fadillah Noor, M.Si., Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., Dosen pembimbing akademik pendidikan biologi A
2011 yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
6.
Seluruh dosen dan staff jurusan pendidikan IPA, khususnya program studi
pendidikan biologi, yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan
di perguruan tinggi ini.
vii
9.
Ibu Dra. Musarofah, M.Pd., selaku guru biologi kelas X dan XI SMA
Negeri 1 Parung yang telah memberikan izin sepenuhnya untuk dapat
melakukan penelitian di kelas yang beliau ajar.
10.
Seluruh guru dan Staff SMA Negeri 1 Parung yang telah memberikan
dukungan, do’a dan semangat.
11.
Siswa kelas X MIA 4 dan X MIA 5 SMA Negeri 1 Parung yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini dan selalu memberikan semangat
kepada penulis.
12.
Siswa kelas XI MIA 3, XI MIA 4 dan XI IIS 2 yang selalu memberikan
motivasi dan semangat selama penulis melaksanakan PPKT hingga
melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Parung.
13.
Ayah (Nandang Sumpena) dan Ibunda (Titin Sumartini) tercinta yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil, motivasi, dan doa
kepada penulis.
14.
Kakak-kakak tercinta Angga, Fiah, Imam, Inge, Nurmiyati, Devi, dan Iwan
yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa.
15.
Keponakan tercinta Annisa, Wildan, Anggita, Fadhil, Dinta, Diaz, Rizki,
Riza, dan Kinan yang telah memberikan dukungan, motivasi, doa dan selalu
menghadirkan canda tawa kepada penulis.
16.
Ahmad Bukhori Saragih, S.Si., yang telah memberikan dukungan, motivasi,
semangat dan doa kepada penulis.
17.
Teman-teman Biologi angkatan 2011 yang sama-sama saling mendoakan
khususnya Regiani, Melia, Dira, Zilah, Tika, Fitri, Arum, dan Achla.
viii
20.
Mardita, Rizka dan Putri, sahabat yang selalu memberikan dukungan,
semangat, dan motivasi kepada penulis.
21.
Bapak Dendi dan teman-teman pengukir senyum yang senantiasa
memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis.
22.
Pak Kusmayadi, Ka milla, Putri, Mas Ambon, seluruh tentor serta
siswa-siswi Primagama yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis.
23.
Tim Kelompok Belajar (KeJar) Biologi SMA Negeri 1 Parung yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
24.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima
kasih atas doa dan dukungannya.
Jakarta, April 2016
ix
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi Masalah ... 6
C.
Pembatasan Masalah ... 6
D.
Perumusan Masalah ... 7
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9
A.
Deskripsi Teoritik ... 9
1.
Berpikir Kreatif ... 9
a.
Pengertian Berpikir Kreatif ... 9
b.
Komponen Berpikir Kreatif ... 12
c.
Langkah-Langkah dalam Melakukan Proses Kreatif ... 14
d.
Upaya untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa ... 16
2.
Model Pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL) ... 17
a.
Konsep Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) .. 18
b.
Hakikat Masalah dalam Model Pembelajaran
Problem Based
Learning
(PBL) ... 19
x
a.
Konsep Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) ... 28
b.
Karakteristik Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) ... 30
c.
Tahapan dalam Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat (STM) ... 31
d.
Keunggulan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) ... 34
4.
Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah ... 36
a.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Konsep Perubahan
Lingkungan dan Daur Ulang Limbah ... 36
b.
Kajian Materi Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang
Limbah ... 38
B.
Hasil Penelitian yang Relevan ... 38
C.
Kerangka Berpikir ... 42
D.
Hipotesis Penelitian... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45
A.
Tempat dan Waktu Penelitian... 45
B.
Metode dan Desain Penelitian ... 45
C.
Populasi dan Sampel Penelitian ... 46
1.
Populasi ... 47
2.
Sampel ... 47
D.
Teknik Pengumpulan Data ... 48
E.
Instrumen Penelitian ... 49
1.
Instrumen Tes ... 49
2.
Instrumen Non Tes ... 50
a.
Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 51
xi
b.
Reliabilitas ... 52
c.
Tingkat Kesukaran ... 53
d.
Daya Beda ... 54
2.
Instrumen Non Tes ... 54
G.
Teknik Analisis Data ... 54
1.
Uji Normalitas ... 55
2.
Uji Homogenitas ... 56
3.
Uji Hipotesis ... 56
4.
Uji N-Gain ... 57
H.
Hipotesis Statistik ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
A.
Hasil Penelitian ... 59
1.
Hasil
Pretest
Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II ... 59
2.
Hasil
Posttest
Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II ... 60
3.
Hasil Normal Gain (N-Gain)... 61
4.
Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada
Pretest
,
Posttest
dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II ... 62
5.
Hasil Ketercapaian Belajar (Berpikir Kreatif) Sub-Konsep
Pretest
,
Posttest
dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 63
6.
Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen I
dan Eksperimen II ... 64
7.
Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 66
8.
Data Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 67
B.
Analisis Data... 68
xii
a.
Uji Hipotesis
Pretest
... 68
b.
Uji Hipotesis
Posttest
... 71
c.
Uji Hipotesis N-Gain ... 72
C.
Pembahasan ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
A.
Kesimpulan ... 82
B.
Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 81
xiii
(PBL) ... 22
Tabel 2.3 Keterkaitan antara Tahapan Model PBL dengan Komponen
Berpikir Kreatif ... 25
Tabel 2.4 Keterkaitan antara Tahapan Model STM dengan Komponen
Berpikir Kreatif ... 33
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 46
Tabel 3.2 Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data ... 48
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 49
Tabel 3.4 Interpretasi Kriteria Validitas Instrumen ... 52
Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 53
Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal ... 53
Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal... 54
Tabel 3.8 Kriteria N-Gain ... 58
Tabel 4.1 Data Statistik
Pretest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II... 59
Tabel 4.2 Data Statistik
Posttest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II... 60
Tabel 4.3 Hasil N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 61
Tabel 4.4 Persentase N-Gain pada Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II... 61
Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada
Pretest
,
Posttest
dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 62
xiv
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 66
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... 68
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 69
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis
Pretest
... 70
Tabel 4.12 Hasil Uji-t Lima Komponen Berpikir Kreatif
Pretest
Kelas
Eksperimen I dan Eksperimen II ... 70
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis
Posttest
... 71
Tabel 4.14 Hasil Uji-t Lima Komponen Berpikir Kreatif
Posttest
Kelas
Eksperimen I dan Eksperimen II ... 71
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis N-Gain ... 72
xv
Gambar 2.2 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) ... 31
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir ... 44
Gambar 4.1 Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada
Pretest
dan
Posttest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen
II ... 75
Gambar 4.2 Grafik Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada
xvi
Lampiran 3. LKS Kelas Eksperimen I ... 128
Lampiran 4. LKS Kelas Eksperimen II ... 138
Lampiran 5. Rubrik Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen I ... 147
Lampiran 6. Rubrik Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen II ... 149
Lampiran 7. Kisi-kisi Instrumen ... 151
Lampiran 8. Jawaban Siswa ... 178
Lampiran 9. Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen I ... 185
Lampiran 10. Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen II ... 189
Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa ... 195
Lampiran 12. Lembar Hasil Wawancara Guru ... 197
Lampiran 13. Lembar Hasil Wawancara Siswa ... 198
Lampiran 14. Data Nilai
Pretest
Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I
dan Eksperimen II ... 208
Lampiran 15. Data Nilai
Posttest
Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I
dan Eksperimen II ... 212
Lampiran 16. Hasil N-Gain Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 216
Lampiran 17. Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif
pada
Pretest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 218
Lampiran 18. Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif
pada
Posttest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 222
Lampiran 19. Hasil N-Gain Ketercapaian Indikator Berpikir Kreatif pada
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 226
Lampiran 20. Hasil Ketercapaian Belajar (Berpikir Kreatif) Sub-Konsep
Pretest
Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 230
xvii
Eksperimen I dan Eksperimen II... 242
Lampiran 24. Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
I dan Eksperimen II ... 250
Lampiran 25. Data Lembar Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen
I dan Eksperimen II ... 254
Lampiran 26. Hasil Uji Normalitas
Pretest
Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 264
Lampiran 27. Hasil Uji Normalitas
Posttest
Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 267
Lampiran 28. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 270
Lampiran 29. Hasil Uji Homogenitas
Pretest
Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 273
Lampiran 30. Hasil Uji Homogenitas
Posttest
Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 274
Lampiran 31. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen I dan
Eksperimen II ... 275
Lampiran 32. Hasil Uji Hipotesis
Pretest
... 276
Lampiran 33. Hasil Uji Hipotesis
Posttest
... 277
Lampiran 34. Hasil Uji Hipotesis N-Gain ... 278
Lampiran 35. Hasil Uji Hipotesis
Pretest
Per Komponen Berpikir
Kreatif ... 279
Lampiran 36. Hasil Uji Hipotesis
Posttest
Per Komponen Berpikir
Kreatif ... 283
Lampiran 37. Hasil Uji Hipotesis N-Gain Perkomponen Berpikir
Kreatif ... 287
Lampiran 38. Lembar Uji Referensi ... 291
1
Globalisasi mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai
kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung.
1Era globalisasi
menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara, termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas
dan berdaya saing sebagai kunci tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa
dalam menghadapi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan segala macam
peluang di era globalisasi tersebut.
2Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan
pada akhir tahun 2015 merupakan contoh nyata dari pengaruh globalisasi.
“Indonesia akan mampu menangkap peluang dan menghadapi tantangan MEA
jika memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan kreatif”.
3“Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang kreatif dan inovatif, hasil dari
proses pendidikan panjang sampai jenjang sarjana”.
4Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM)
yang kreatif dan inovatif, karena salah satu lembaga yang paling berperan dalam
mempersiapkan dan menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
adalah sekolah.
Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan agar warga negara
Indonesia dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas dan mampu
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Reformasi pendidikan pun
dilakukan dengan menerapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan.
1
Herni Susanti, Menyikapi Pengaruh Globalisasi, 2016, (http://www.neraca.co.id/article/ 54331/menyikapi-pengaruh-globalisasi).
2
Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, (Jakarta: Direktorat jenderal Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2007), h. 46.
3
Asosiasi Pendidik & Pengembang Pendidikan Indonesia, Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia untuk Mewujudkan Generasi Kreatif-Improvement Program of Educational Quality (ImPEQ), 2016, (http://apppi.org/divisi/pendidikan/).
4
Prinsip yang saat ini diterapkan seperti dari peserta didik diberi tahu menuju
peserta didik mencari tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi
berbasis aneka sumber belajar dan prinsip-prinsip lainnya yang sesuai dengan
standar kompetensi lulusan dan standar isi.
5Selain itu, menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, “pembelajaran yang
relevan dengan kehidupan begitu penting diterapkan. Hal itu bertujuan untuk
mewujudkan iklim pendidikan yang menyenangkan bagi siswa. Pendidikan
dengan iklim yang menyenangkan dapat meningkatkan daya imajinasi siswa
supaya berpikir kreatif”.
6Dengan demikian, melalui pembelajaran yang
berorientasi pada permasalahan kehidupan sehari-hari (
real world problem
) dapat
membantu meningkatkan pengembangan berpikir kreatif siswa.
Berpikir kreatif adalah kecakapan mengolah pikiran untuk menghasilkan
ide-ide baru dan merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting dalam
membangun pilar belajar yang bernilai untuk membangun daya kompetisi bangsa
dalam meningkatkan mutu produk pendidikan.
7Kemampuan berpikir kreatif
dapat dicapai dengan cara membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan
masalah. Proses pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk memikirkan
solusi-solusi alternatif dalam memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga siswa
dapat menciptakan banyak ide tentang sebuah topik tertentu.
8Oleh karena itu,
guru harus membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan masalah agar
kemampuan berpikir kreatif siswa dapat terlatih. Siswa juga menjadi lebih aktif
dalam belajar dan mampu mengembangkan potensinya secara mandiri. Hal ini
sesuai dengan undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem
pendidikan Nasional yaitu:
9
5
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah , (Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan RI, 2013), h. 1.
6
Kompas, Mendikbud: Guru Jangan Tertutup saat Memberi Pelajaran!, 2016, (http://edukasi.kompas.com/read/2015/04/08/07300021/Mendikbud.Guru.Jangan.Tertutup.saat.Me mberi.Pelajaran).
7
Rahmat, Mengasah Keterampilan Berpikir Kreatif, 2016, (http://gurupembaharu.com/ home/mengasah-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa/).
8
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2014), h. 110.
9
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak
serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat dalam
rangka
mencerdasarkan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa agar tujuan pendidikan
nasional dapat tercapai. Proses pembelajaran pun harus berpusat pada siswa
(
student center
), sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Salah satu sekolah yang dalam proses pembelajarannya telah
melibatkan siswa secara aktif adalah SMA Negeri 1 Parung yang berada di
wilayah kabupaten Bogor. Sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 dalam
proses pembelajarannya. Hasil wawancara di sekolah tersebut menunjukkan
pembelajaran dilaksanakan dengan metode diskusi dan praktikum. Diskusi
dilakukan pada saat siswa melakukan presentasi. Sedangkan model pembelajaran
yang biasa dilakukan adalah model inkuiri yaitu dengan siswa melakukan
praktikum.
10Penilaian yang dilakukan di SMAN 1 Parung sudah sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013 yaitu melakukan penilaian hasil belajar pada ranah sikap
(afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik). Penilaian mengenai
berpikir kreatif belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan belum adanya
inovasi yang dilakukan oleh pihak guru untuk memenuhi kebutuhan alat ukur atau
instrumen yang sesuai dengan indikator berpikir kreatif siswa.
11Padahal menurut
Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan Satuan
Pendidikan (SKL-SP) SMA bertujuan untuk membangun dan menerapkan
informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif serta
menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
pengambilan keputusan.
12Oleh karena itu, selain penilaian belajar dalam ranah
10
Lampiran 12, h. 197. 11
Lampiran 12, h. 197.
12
sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik), penilaian
berpikir kreatif juga perlu dilakukan sebagai pengukuran dalam mencapai standar
kompetensi kelulusan.
Hasil akhir dari proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh ketepatan
model pembelajaran yang digunakan dengan konsep yang diajarkan. Joyce dan
Weil dalam Rusman berpendapat bahwa, “model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”.
13Proses pembelajaran
dilakukan untuk mencapai standar kompetensi kelulusan yang telah ditetapkan,
dan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu dari tujuan dalam standar
kompetensi lulusan tersebut. Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut dipilih
konsep dan model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kreatif
siswa.
Model pembelajaran yang telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif adalah model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL).
Peningkatan berpikir kreatif tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Arifah Purwaningrum, dkk., yang menyatakan bahwa penerapan PBL
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X-10 SMA Negeri
Surakarta.
14Selain itu, penelitian yang dilakukan Syafi’i, dkk., menunjukkan
bahwa model pembelajaran PBL dalam pembelajaran biologi menunjukkan hasil
yang lebih baik dalam hal kemampuan berpikir kreatif, penguasaan konsep dan
hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2010/2011.
15Model pembelajaran PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya
dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog mengenai
13
Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Ed.II, h. 133. 14
Arifah Purnamaningrum dkk, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui
Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X-10 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”, Jurnal Pendidikan Biologi, Vol. 4, No. 3, 2012, h. 46.
15
permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
16PBL dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian
permasalahan dunia nyata (
real world problem
) secara terstruktur dan
mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan guru sebagai fasilitatornya.
17Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) juga dapat
menjadi alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Peningkatan berpikir kreatif tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Smarabawa, dkk., yang menyatakan bahwa model pembelajaran STM lebih
unggul dibandingkan model pembelajaran langsung dalam hal keterampilan
berpikir kreatif.
18“STM merupakan suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan
mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu
pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah
yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja
guru”.
19Konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah pada kelas X SMA
merupakan salah satu konsep yang sesuai untuk menerapkan model pembelajaran
PBL dan STM. Hal ini dikarenakan, permasalahan terkait perubahan lingkungan
dan limbah masih menjadi permasalahan yang krusial hingga saat ini.
Permasalahan terkait perubahan lingkungan dan daur ulang limbah juga
merupakan permasalahan yang sering ditemui oleh siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, limbah yang dihasilkan baik dari industri ataupun rumah tangga
yang pengelolaanya masih belum tepat dan dapat menganggu keseimbangan
lingkungan. Penggunaan model pembelajaran PBL akan melatih siswa untuk
menganalisis permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang kreatif atas
permasalahan lingkungan tersebut. Penggunaan model STM juga akan melatih
16
Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), h. 127.
17 Ibid. 18
IGBN Smarabawa, IB Arnyana, dan IGAN Setiawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, e-Journal Program PascasarjanaUniversitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013, h. 7.
siswa dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang terjadi, mencari solusi
yang kreatif serta mampu mengaitkannya dengan perkembangan sains dan
teknologi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga dengan menggunakan
model pembelajaran PBL dan STM diharapkan permasalahan terkait limbah atau
sampah ini mendapatkan solusi yang tepat bahkan dapat menjadi peluang bisnis
baru.
Terkait permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL
dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah
yang terdapat pada SMAN 1 Parung sebagai berikut :
1.
Proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa sebagian besar dilakukan
dengan presentasi dan praktikum saja.
2.
Instrumen pengukur berpikir kreatif belum digunakan guru, karena umumnya
guru melakukan pengukuran terhadap hasil belajar siswa.
3.
Konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah sebagian besar
diajarkan dengan cara presentasi.
C.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan mengarah
pada tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, peneliti membatasi masalah
penelitian sebagai berikut :
1.
Langkah-langkah model pembelajaran PBL yang digunakan mengacu pada
teori yang dicetuskan oleh Made Wena tahun 2012. Sedangkan model
pembelajaran STM yang digunakan mengacu pada teori yang dicetuskan oleh
Anna Poedjiadi tahun 2005.
luwes (
flexibility
), berpikir asli (
originality
), berpikir merinci (
elaboration
),
dan berpikir menilai (
evaluation
).
3.
Media pendukung dalam proses pembelajaran menggunakan Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang dikaitkan dengan langkah-langkah dalam model
pembelajaran PBL dan STM. Pada LKS PBL dan STM memuat artikel
sebagai sumber informasi siswa.
D.
Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “Apakah terdapat
perbedaan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan model pembelajaran PBL dan
STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah?”.
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berpikir kreatif siswa
yang diajar dengan model pembelajaran PBL dan STM pada konsep
perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.
2.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a.
Peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman serta
sebagai khasanah pengetahuan dalam mengembangkan pemanfaatan model
pembelajaran PBL dan STM guna membantu peningkatan berpikir kreatif
siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah
9
Pada bagian deskripsi teoritik ini, akan dijelaskan mengenai teori-teori
ataupun konsep-konsep mengenai berpikir kreatif, model pembelajaran
Problem
Based Learning
(PBL), model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM),
serta konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah yang digunakan dalam
penelitian ini.
1.
Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting
dalam membangun pilar belajar yang bernilai untuk membangun daya kompetisi
bangsa dalam meningkatkan mutu produk pendidikan.
1Berikut akan dijelaskan
mengenai pengertian berpikir kreatif, komponen berpikir kreatif, langkah-langkah
dalam melakukan proses kreatif, serta upaya untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa.
a.
Pengertian Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah,
yang menekankan pada kuantitas,
ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.
2Berpikir kreatif yaitu kemampuan
mengembangkan ide yang tidak biasa, berkualitas, sesuai tugas serta mampu
mendefinisikan kembali suatu permasalahan secara efektif dan berpikir
mendalam.
3Berpikir kreatif juga didefinisikan sebagai penggunaan dasar proses
berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli
(orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang
penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam
menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya
1
Rahmat, Mengasah Keterampilan Berpikir Kreatif, 2016, (http://gurupembaharu.com/ home/mengasah-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa/).
2
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1999), Cet. III, h. 48.
3
dengan perspektif asli pemikir.
4Oleh karena itu, orang yang berpikir kreatif
mampu melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda,
sehingga akan tercipta berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Menurut Amabile seperti yang dikutip oleh Sani, pemikiran kreatif
merupakan kunci dari kreativitas, terutama terkait dengan: 1) Pemikiran yang
berbeda dengan orang lain dan mencoba mengajukan solusi yang berbeda dari
biasanya; 2) Kombinasi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya; 3) Pantang
menyerah dalam menghadapi permasalahan yang sulit; dan 4) Kemampuan untuk
mencari pandangan baru setelah meninggalkan upaya solusi untuk sementara
(masa inkubasi).
5Sehingga dapat disimpulkan bahwa kreativitas seseorang akan
muncul dari pemikiran kreatifnya, yaitu ketika mampu memberikan gagasan atau
solusi yang berbeda dari orang lain, mampu mengkombinasikan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru, tidak mudah menyerah
ketika mengalami hal-hal sulit, dan mencoba mencari pandangan-pandangan baru
setelah melakukan inkubasi yaitu suatu kondisi dimana pikiran beristirahat
sebentar setelah mengalami kebuntuan.
Kreativitas didefiniskan sebagai kemampuan untuk memberikan
gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah yang meliputi
ciri-ciri
aptitude
seperti kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam pemikiran,
maupun ciri-ciri
non aptitude
seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan
pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru.
6Kreativitas tidak hanya
tertuju pada suatu produk, melainkan kreativitas sebagai suatu proses, yaitu proses
berpikir di mana siswa berusaha menemukan hubungan-hubungan baru,
mendapatkan jawaban, metoda, atau cara baru dalam memecahkan suatu
masalah.
7Sehingga ketika seseorang mampu berpikir kreatif yaitu dengan
berusaha menemukan hubungan-hubungan baru, memberikan gagasan-gagasan
4
Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3, TH. XXXIX, 2006, h. 498-499.
5
Sani, op. cit., h. 14-15. 6
Conny Semiawan, dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), h. 7.
7
baru, serta menemukan jawaban, metode ataupun cara baru dalam menyelesaikan
suatu permasalahan maka akan memunculkan kreativitas.
Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek,
yaitu : 1) Aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik
dengan lingkungannya; 2) Aspek proses, kreativitas adalah proses merasakan dan
mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang masalah, menilai atau
menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan
akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya. 3) Aspek produk, menekankan bahwa apa
yang dihasilkan dari proses kreativitas, ialah sesuatu yang baru, orisinal, dan
bermakna; 4) Aspek pendorong, kreativitas dalam perwujudannya memerlukan
dorongan internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan.
8Menurut Marzano,
et al
., seperti yang dikutip oleh Arnyana terdapat 5 aspek
berpikir kreatif yaitu: 1) Kreativitas berkaitan erat dengan keinginan dan usaha; 2)
Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada; 3) Kreativitas
lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal; 4) Kreativitas
meliputi ide yang tidak dibatasi; 5) Kreativitas sering muncul pada saat sedang
melakukan sesuatu.
9Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif diperlukan usaha. Orang yang
kreatif akan berusaha untuk mencari sesuatu yang baru dan dapat memberikan
alternatif yang berbeda dari sesuatu yang telah ada. Seorang pemikir kreatif
percaya pada standar yang telah ditentukan sendiri dan dapat melihat suatu
masalah dari berbagai aspek (sudut pandang). Sehingga dapat menghasilkan solusi
baru yang lebih baik dan lebih efisien.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan menemukan, menghasilkan dan
mengembangkan gagasan-gagasan baru yang orisinil berdasarkan hasil
pemikirannya sendiri yang mengaitkan informasi baru dengan informasi lama
melalui cara yang unik serta mampu menggabungkan beberapa informasi yang
relevan dengan cara baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu.
8
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 27.
9
Sehingga orang yang berpikir kreatif mampu menghubungkan atau melihat
sesuatu dari sudut pandang yang baru dan berbeda, maka ide-ide yang dihasilkan
pun akan lebih orisinil dan beragam.
b.
Komponen Berpikir Kreatif
Menurut Munandar sedikitnya terdapat 5 komponen berpikir kreatif, yaitu
fluency, flexibility, originality, elaboration,
dan
evaluation
. Definisi dan perilaku
siswa pada kelima komponen berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut
ini.
10Tabel 2.1 Ciri-Ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
No. Komponen
Berpikir Kreatif
Definisi Perilaku Siswa
1. Fluency
(berpikir lancar)
-Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. -Memberikan banyak
cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
- Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
-Mengajukan banyak pertanyaan. -Menjawab dengan sejumlah jawaban
jika ada pertanyaan.
-Mempunyai banyak gagasan cara pemecahan suatu masalah.
-Lancar dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.
-Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. -Dapat dengan cepat melihat kesalahan
atau kekurangan dari suatu objek atau situasi.
2. Flexibility
(berpikir luwes)
-Menghasilkan gagasan, jawaban atau
pertanyaan yang lebih bervariasi.
- Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. -Mencari banyak
alternatif atau arah yang berbeda-beda.
-Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
-Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. -Memberikan macam-macam penafsiran
(interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.
-Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. -Memberikan pertimbangan terhadap
situasi yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain.
-Dalam membahas atau mendiskusikan situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas kelompok.
-Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya. -Menggolongkan hal-hal menurut
pembagian (kategori) yang
10
No. Komponen Berpikir
Kreatif
Definisi Perilaku Siswa
beda.
-Mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3. Originality
(berpikir orisinil)
-Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
-Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. -Mampu membuat
kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
-Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikir oleh orang lain.
-Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.
-Memilih asimetri dalam gambar atau membuat desain.
-Memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain.
-Mencari pendekatan yang baru dari stereotip.
-Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. -Lebih senang menyintesis daripada
menganalisis situasi. 4. Elaboration
(berpikir memerinci)
-Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
-Menambah atau memerinci secara detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
-Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
-Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
-Mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh. -Mempunyai rasa keindahan yang kuat
sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong dan sederhana.
-Menambahkan garis-garis, warna-warna dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
5. Evaluation
(berpikir menilai)
-Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana.
-Mampu mengambil keputusan terhadap
-Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri.
-Menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal.
-Menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “Mengapa?”.
-Mempunyai alasan (rasionale) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.
-Merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus. -Pada waktu tertentu tidak menghasilkan
gagasan-gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis.
Sebagaimana penjelasan pada Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa pemikiran
kreatif
menuntut
kelancaran,
keluwesan,
orisinalitas,
kemampuan
mengembangkan suatu gagasan (elaborasi), dan kemampuan mengevaluasi.
Kelancaran berpikir berarti mampu mencetuskan berbagai gagasan, jawaban
ataupun solusi terhadap suatu permasalahan. Keluwesan dalam berpikir berarti
kemampuan menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi atau mampu
memberikan
jawaban-jawaban
alternatif
karena
cara
pemikiran
atau
pendekatannya diubah untuk tidak melihat suatu persoalan hanya dari satu sudut
pandang saja melainkan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Kemampuan
berpikir orisinil berarti terampil atau mampu menghasilkan gagasan atau jawaban
yang baru dan berbeda dari orang lain. Kemampuan memerinci atau
mengelaborasi yaitu kemampuan dalam mengembangkan dan memperkaya suatu
gagasan, sehingga gagasan atau ide yang dihasilkan lebih menarik. Kemampuan
mengevaluasi merupakan kemampuan penilaian sendiri dan menentukan apakah
suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, dan
mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang buruk, serta tidak hanya
mencetuskan gagasan melainkan juga melaksanakannya.
c.
Langkah-Langkah dalam Melakukan Proses Kreatif
Terdapat lima tahap dalam melakukan proses kreatif yaitu: stimulus,
eksplorasi, perencanaan, aktivitas, dan
review
. Masing-masing tahapan ini dapat
diuraikan secara singkat, sebagai berikut:
111)
Stimulus
Untuk dapat berpikir secara kreatif perlu adanya stimulus dari pikiran yang
lain. Stimulus awal didorong oleh suatu kesadaran bahwa sebuah masalah
harus diselesaikan. Seringkali kali keadaan ini dipicu oleh suatu tantangan pada
berpikir siswa, yang diberikan oleh guru.
11
2)
Eksplorasi
Siswa dibantu untuk memperhatikan alternatif-alternatif pilihan sebelum
membuat suatu keputusan. Untuk berpikir secara kreatif, siswa harus mampu
menginvestigasi lebih lanjut, dan melihat lagi apa yang mereka perlukan.
Teknik-teknik
atau prinsip-prinsip tertentu dapat diterapkan untuk
meningkatkan
range
dan kualitas dari ide-ide yang dikumpulkan.
Teknik-teknik ini meliputi: a)
Divergent thinking
, yaitu jenis berpikir yang
membangun banyak jawaban yang berbeda, tidak terbatas pada berpikir
konvergen yang mencari satu jawaban benar atau absolut; b)
Diferring
judgement
, yaitu prinsip berpikir sekarang, pertimbangan dilakukan nanti dan
mencegah imajinasi yang ditahan oleh pertimbangan. Prinsip ini berguna ketika
siswa bekerja sendiri, memikirkan ide-ide dalam satu kelompok; c)
Extending
effort
, yaitu untuk memperluas upaya siswa perlu diberi kesempatan,
dukungan, minat, pertanyaan, dan stimulus oleh orang dewasa; d)
Allowing
time
, yaitu memberi siswa cukup waktu untuk membangun ide-ide dengan
tahapan penting dalam proses kreatif. Ini salah satu teknik yang berguna untuk
aktivitas pemecahan masalah; dan e)
Encourading play
, yaitu untuk melihat
seberapa jauh suatu ide dapat diperluas, berikan siswa kesempatan untuk
membangunnya, menggambarkannya, mempresentasikannya, bertindak, dan
mengujinya dalam tindakan.
3)
Perencanaan
Setelah diadakan stimulus berupa masalah, kemudian melakukan eksplorasi
untuk pemecahan masalah tersebut. Selanjutnya membuka berbagai rencana
atau strategi untuk pemecahan masalah. Dari beragam rencana yang dibuat,
dapat diambil beberapa rencana yang paling tepat untuk solusi.
4)
Aktivitas
kemudian dilakukan aktivitas atau melaksanakan berbagai rencana yang lebih
ditetapkan.
5)
Review
Siswa perlu mengadakan evaluasi dan meninjau kembali pekerjaan. Siswa
dapat dilatih untuk menggunakan
judgement
dan imajinasi mereka untuk
mengevaluasi.
Berdasarkan penjelasan mengenai langkah-langkah dalam melakukan proses
kreatif, maka dapat disimpulkan bahwa proses kreatif diawali dengan memberikan
permasalahan kepada siswa, siswa mencari informasi dari berbagai sumber
mengenai permasalahan yang diajukan, siswa membuat perencanaan untuk
memecahkan permasalahan baik secara individu maupun berkelompok, kemudian
siswa melakukan proses pemecahan masalah dari perencanaan yang telah
dibuatnya dan terakhir melakukan evaluasi atas proses pemecahan masalah yang
telah mereka lakukan.
d.
Upaya untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa
Secara umum para ahli berpendapat bahwa kreativitas dapat dikembangkan
dalam diri siswa, melalui proses belajar yang mencakup: 1) Pengembangan
imajinasi; 2) Menghasilkan sesuatu yang orisinil (asli), yaitu terkait dengan
kemampuan siswa untuk mengembangkan ide atau produk dengan cara yang baru;
3) Meningkatkan produktivitas, yaitu terkait dengan kemampuan siswa
menghasilkan ide yang beragam dengan berpikir secara divergen; 4) Penyelesaian
masalah; dan 5) Menghasilkan sesuatu yang bernilai. Pengembangan kreativitas
siswa juga terkait dengan pengembangan karakteristik kognitif yang berkontribusi
terhadap perilaku kreatif, yakni: 1) Kemahiran; 2) Fleksibilitas; 3) Visualisasi; 4)
imajinasi; 5) Ekspresi; dan 6) Keterbukaan.
12Oleh karena itu, guru harus dapat
mengembangkan kreativitas siswa dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat membuat siswa mampu mengembangkan imajinasinya.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru sebaiknya pertanyaan yang divergen
12
atau terbuka yang dapat membuat siswa mengembangkan idenya dan
menghasilkan ide-ide baru yang orisinil.
Adapun upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif ini
dapat ditempuh melalui langkah-langkah berikut ini: 1) Menghilangkan
penghalang-penghalang daya berpikir kreatif dari siswa, yaitu guru harus mampu
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghalangi ekspresi-ekspresi kreatif siswa
(seperti, ketakutan akan kegagalan), dan menemukan cara-cara untuk
menghilangkan penghalang-penghalang tersebut.; 2) Membuat mereka sadar akan
asal usul berpikir kreatif, yaitu guru harus membantu siswa mengetahui lebih
lanjut mengenai berpikir kreatif dengan cara memperkenalkan dan menjelaskan
secara detail tahap-tahap dari teori-teori dan model-model berpikir kreatif untuk
membuat siswa berpikir bahwa mereka juga dapat berpikir kreatif; 3)
Memperkenalkan dan menjelaskan strategi-strategi untuk dapat berpikir kreatif
dan membantu para siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan
strategi-strategi tersebut di dalam proses belajar mereka; 4) Menciptakan sebuah
lingkungan kreatif, yaitu guru harus bisa memberikan ruang bagi para siswa untuk
mengekspresikan daya berpikir kreatif mereka.
13Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan berpikir kreatif siswa, guru memiliki peran yang sangat penting
karena selain menciptakan sebuah lingkungan belajar yang kreatif, guru juga
harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terlebih dahulu.
Selain itu, guru juga harus dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang dapat
membuat siswa mengembangkan pemikirannya sehingga siswa dapat memberikan
ide yang beragam.
2.
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL) merupakan model
pembelajaran dengan serangkaian aktivitas yang menuntun siswa untuk
memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai konsep model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL), hakikat
13
masalah dalam model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL), tahapan
dalam model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL), dan keunggulan
model pembelajaran
Problem Based Learning
(PBL).
a.
Konsep Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning
(PBL)
diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari PBL, yaitu:
141) PBL
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL
ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, seperti siswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan; 2)
Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya,
tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran; 3) Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan
induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis
artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan
empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang
jelas.
Menurut John Dewey seperti yang dikutip oleh Assriyanto, dkk., model
pembelajaran PBL merupakan suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan
menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
15Oleh karena itu, penggunaan model
pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami konsep atau
materi yang diajarkan serta mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam memunculkan ide-ide untuk menjawab permasalahan yang diberikan.
14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. VIII, h. 214-215.
15
PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara
menyajikan
suatu
permasalahan,
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan,
memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog mengenai permasalahan
kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
16PBL juga
didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip
menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan integrasi pengetahuan baru
dengan lebih memfokuskan pada masalah kehidupan nyata yang bermakna bagi
siswa.
17“PBL menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep,
prinsip, dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal
pembelajaran”.
18Sehingga situasi atau masalah tersebut dijadikan sebagai titik
tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau materi yang diajarkan oleh
guru.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran PBL
merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa
pada suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga
siswa dengan pengetahuannya sendiri mampu mencari dan menemukan solusi
untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal itu akan mendorong siswa untuk
selalu berpikir kreatif dalam menghadapi setiap persoalan di dalam kehidupan.
b.
Hakikat Masalah dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Pada
Problem Based Learning
, masalah merupakan alat pembelajaran yang
utama. Menurut Fogartty seperti yang dikutip oleh Sri Hastuti Noor bahwa pada
pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan pada masalah-masalah
ill-structured
,
open-ended
, ambigu, dan konstekstual. Sedangkan menurut Savoi dan
Hughes, masalah bersifat
ill-structured
yaitu masalah yang tidak menyediakan
16
Sani, op. cit., h. 127-128. 17
Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 283.
18
informasi yang lengkap untuk mengembangkan solusi.
19Oleh karena itu, masalah
yang diberikan harus dieksplorasi agar tercipta banyak solusi alternatif untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah yang bersifat
terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan
guru, dapat mengembangkan kemungkinkan jawaban. Dengan demikian,
pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengeksplorasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
20Sehingga siswa dapat menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data yang dilakukan. Hal
tersebut akan melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya
salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.
Pembelajaran PBL membahas situasi kehidupan yang ada di sekitar dengan
penyelesaian yang tidak sederhana. Guru berperan untuk memberikan berbagai
masalah autentik atau memfasilitasi siswa untuk mengidentifikasi permasalahan
autentik, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa.
21Oleh karena itu, permasalahan yang akan guru berikan
kepada siswa harus relevan dengan konsep atau materi ajar yang akan
disampaikan. Sehingga melalui permasalahan yang guru berikan, siswa mampu
memahami konsep atau materi ajar tersebut.
Kompleksitas permasalahan PBL dapat bervariasi dan akan menentukan
lamanya proses belajar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Permasalahan yang dibahas dapat berupa permasalahan dalam satu
pelajaran saja atau merupakan permasalahan yang membutuhkan penguasaan atau
kerjasama dari beberapa mata pelajaran. Variasi kompleksitas masalah
dideskripsikan pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
22
19
Sri Hastuti Noor, “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 1, 2011, h. 105-106.
20
Sanjaya, op. cit., h. 216. 21
Sani, op. cit., h. 136. 22
Permasalahan yang
lebih kompleks
Gambar 2.1 Variasi Kompleksitas Permasalahan yang Digunakan dalam
PBL
Pada saat melakukan penyelesain masalah siswa akan membutuhkan waktu
yang lebih lama ketika peremasalahan yang disajikan semakin kompleks. Selain
itu, dengan semakin kompleksnya permasalahan yang disajikan maka
keterampilan yang dibutuhkan menjadi lebih beragam untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
c.
Tahapan dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahapan dalam model pembelajaran PBL berbeda-beda menurut ahlinya.
Namun, pada dasarnya tahapan-tahapan tersebut menuntun siswa untuk
menemukan masalah, menganalisis permasalahan dan mencari solusi untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sehingga tahapan-tahapan
yang dijelaskan oleh para ahli memiliki maksud yang sama, hanya saja kerincian
dalam proses pemecahan permasalahannya yang berbeda.
Menurut Made Wena secara operasional kegiatan guru dan siswa selama
proses pembelajaran dapat dijabarkan pada Tabel 2.2 berikut ini:
23
23
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 94.
Permasalahan dalam sebuah topik
Permasalahan yang mencakup beberapa topik
Permasalahan antardisiplin
Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
No. Tahap
Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Menemukan Masalah Memberikan permasalahan yang diangkat dari latar kehidupan sehari-hari siswa. Berikan masalah yang bersifat tidak terdefinisikan dengan jelas (ill-defined)
Berusaha menemukan permasalahan dengan cara melakukan kajian dan analisis secara cermat terhadap permasalahan yang diberikan. Memberikan sedikit fakta
diseputar konteks permasalahan.
Melakukan analisis terhadap fakta sebagai dasar dalam menemukan permasalahan. 2. Mendefinisikan
Masalah
Mendorong dan
membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan intrapersonal dan kemampuan awal (prior knowledge) untuk memahami masalah.
Dengan menggunakan kecerdasan intrapersonal dan kemampuan awal (prior knowledge) berusaha memahami masalah
Membimbing siswa secara bertahap untuk
mendefinisikan masalah.
Berusaha mendefinisikan permasalahan dengan menggunakan parameter yang jelas.
3. Mengumpulkan Fakta Membimbing siswa untuk melakukan pengumpulan fakta
Melakukan pengumpulan fakta dengan menggunakan
pengalaman-pengalaman yang sudah diperolehnya.
Membimbing siswa melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara/metode.
Melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara serta dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang dimiliki. informasi (information management) yang telah diperoleh, dengan berpatokan pada:
a. know, yaitu informasi apa yang diketahui.
b. need to know, yaitu informasi apa yang dibutuhkan.
c. need to do, apa yang akan dilakukan dengan informasi yang ada.
4. Menyusun Hipotesis (Dugaan Sementara)
Membimbing siswa untuk menyusun jawaban/hipotesis (dugaan sementara) terhadap permasalahan yang dihadapi.
Membuat hubungan-hubungan antaraberbagai fakta yang ada.
Membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan majemuk dalam menyusun hipotesis.