• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah"

Copied!
322
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN BERPIKIR KREATIF SISWA YANG DIAJAR

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN STM

PADA KONSEP PERUBAHAN LINGKUNGAN

DAN DAUR ULANG LIMBAH

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 1 Parung)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

MUTIA ULFAH

NIM. 1111016100014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Parung).

Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Problem Based Learning

(PBL) dan Sains Teknologi Masyarakat (STM)

merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu

permasalahan atau isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga

siswa dengan pengetahuannya sendiri mampu mencari dan menemukan solusi

untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal itu akan melatih siswa untuk

selalu berpikir kreatif dalam menghadapi setiap persoalan di dalam kehidupan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berpikir kreatif siswa yang

diajar dengan model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL) dan Sains

Teknologi Masyarakat (STM) pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang

limbah. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan

desain

the nonequivalent control group design

. Populasi dalam penelitian ini yaitu

seluruh siswa SMAN 1 Parung Tahun Ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini yaitu

random sampling

. Sampel dalam penelitian ini

terdiri dari dua kelas yaitu kelas X MIA 5 berjumlah 34 orang sebagai kelas

eksperimen I (kelas dengan model PBL) dan siswa kelas X MIA 4 berjumlah 34

orang sebagai kelas eksperimen II (kelas dengan model STM). Instrumen

penelitian berupa soal uraian sebanyak 13 soal, lembar observasi siswa dan

lembar observasi guru. Berdasarkan pengujian hipotesis statistik dengan uji-t pada

taraf signifikan 0,05 didapat hasil t

hitung

lebih kecil dibandingkan t

tabel

(0,068<1,99), sehingga H

0

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan berpikir kreatif antara siswa yang diajar dengan menggunakan model

Problem Based Learning

(PBL) dan

Sains Teknologi Masyarakat

(STM) pada

konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

(6)

v

Parung).

Undergraduate Thesis of Biology Education Program, Department of

Science Education, Faculty of Tarbiya and Teachers’ Training, Syarif

Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

Problem Based Learning

(PBL)

and Science Technology Society

(STS)

are

learning models that expose students on the problem or issues associated with

daily life. So that, students with prescience knowledge are capable of searching

and finding solutions to solve those problems. This condition will train students to

always have creative thinking in facing problems in life. This research aims at

determining the differences of students’ creative thinking taught by using Problem

Based Learning (PBL) and Science Technology Society (STS) on the concept of

environmental change and waste recycling

.

The method was quasi experiment

with nonequivalent control group design. The population are all student at SMAN

1 Parung academic year 2015/2016

.

The sample of this research was taken

through random sampling technique which consisting two classes : X MIA 5 with

34 students as experimental class I (class with PBL model) and X MIA 4 with 34

students as experimental class II (class with STM Model). The instruments of this

research were essay test consists of 13 questions, student observation sheet, and

teacher observation sheet

.

The result from the calculation of t-test at the 0.05

significance level obtained result that t

count

was less than t

table

(

0,068<1,99

)

, which

means that H

0

is accepted. This suggests that there are no differences of students’

creative thinking taught by using Problem Based Learning (PBL) and Science

Technology Society (STS) learning model on the concept of environmental change

and waste recycling.

(7)

vi

dengan judul

Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model

Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan

Daur Ulang Limbah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh

Allah SWT dengan balasan yang baik. Oleh karena itu, apresiasi dan terima kasih

yang setinggi-tingginya ingin penulis ucapkan pada kesempatan kali ini. Secara

khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada:

1.

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.

Ibu Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.

Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., Dosen pembimbing I dan Ibu Meiry

Fadillah Noor, M.Si., Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu

dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5.

Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., Dosen pembimbing akademik pendidikan biologi A

2011 yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

6.

Seluruh dosen dan staff jurusan pendidikan IPA, khususnya program studi

pendidikan biologi, yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan

di perguruan tinggi ini.

(8)

vii

9.

Ibu Dra. Musarofah, M.Pd., selaku guru biologi kelas X dan XI SMA

Negeri 1 Parung yang telah memberikan izin sepenuhnya untuk dapat

melakukan penelitian di kelas yang beliau ajar.

10.

Seluruh guru dan Staff SMA Negeri 1 Parung yang telah memberikan

dukungan, do’a dan semangat.

11.

Siswa kelas X MIA 4 dan X MIA 5 SMA Negeri 1 Parung yang telah

membantu terlaksananya penelitian ini dan selalu memberikan semangat

kepada penulis.

12.

Siswa kelas XI MIA 3, XI MIA 4 dan XI IIS 2 yang selalu memberikan

motivasi dan semangat selama penulis melaksanakan PPKT hingga

melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Parung.

13.

Ayah (Nandang Sumpena) dan Ibunda (Titin Sumartini) tercinta yang telah

memberikan dukungan baik moril maupun materil, motivasi, dan doa

kepada penulis.

14.

Kakak-kakak tercinta Angga, Fiah, Imam, Inge, Nurmiyati, Devi, dan Iwan

yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa.

15.

Keponakan tercinta Annisa, Wildan, Anggita, Fadhil, Dinta, Diaz, Rizki,

Riza, dan Kinan yang telah memberikan dukungan, motivasi, doa dan selalu

menghadirkan canda tawa kepada penulis.

16.

Ahmad Bukhori Saragih, S.Si., yang telah memberikan dukungan, motivasi,

semangat dan doa kepada penulis.

17.

Teman-teman Biologi angkatan 2011 yang sama-sama saling mendoakan

khususnya Regiani, Melia, Dira, Zilah, Tika, Fitri, Arum, dan Achla.

(9)

viii

20.

Mardita, Rizka dan Putri, sahabat yang selalu memberikan dukungan,

semangat, dan motivasi kepada penulis.

21.

Bapak Dendi dan teman-teman pengukir senyum yang senantiasa

memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis.

22.

Pak Kusmayadi, Ka milla, Putri, Mas Ambon, seluruh tentor serta

siswa-siswi Primagama yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada

penulis.

23.

Tim Kelompok Belajar (KeJar) Biologi SMA Negeri 1 Parung yang selalu

memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

24.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima

kasih atas doa dan dukungannya.

Jakarta, April 2016

(10)

ix

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Identifikasi Masalah ... 6

C.

Pembatasan Masalah ... 6

D.

Perumusan Masalah ... 7

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A.

Deskripsi Teoritik ... 9

1.

Berpikir Kreatif ... 9

a.

Pengertian Berpikir Kreatif ... 9

b.

Komponen Berpikir Kreatif ... 12

c.

Langkah-Langkah dalam Melakukan Proses Kreatif ... 14

d.

Upaya untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa ... 16

2.

Model Pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL) ... 17

a.

Konsep Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) .. 18

b.

Hakikat Masalah dalam Model Pembelajaran

Problem Based

Learning

(PBL) ... 19

(11)

x

a.

Konsep Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

(STM) ... 28

b.

Karakteristik Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

(STM) ... 30

c.

Tahapan dalam Model Pembelajaran Sains Teknologi

Masyarakat (STM) ... 31

d.

Keunggulan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

(STM) ... 34

4.

Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah ... 36

a.

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Konsep Perubahan

Lingkungan dan Daur Ulang Limbah ... 36

b.

Kajian Materi Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang

Limbah ... 38

B.

Hasil Penelitian yang Relevan ... 38

C.

Kerangka Berpikir ... 42

D.

Hipotesis Penelitian... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A.

Tempat dan Waktu Penelitian... 45

B.

Metode dan Desain Penelitian ... 45

C.

Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

1.

Populasi ... 47

2.

Sampel ... 47

D.

Teknik Pengumpulan Data ... 48

E.

Instrumen Penelitian ... 49

1.

Instrumen Tes ... 49

2.

Instrumen Non Tes ... 50

a.

Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 51

(12)

xi

b.

Reliabilitas ... 52

c.

Tingkat Kesukaran ... 53

d.

Daya Beda ... 54

2.

Instrumen Non Tes ... 54

G.

Teknik Analisis Data ... 54

1.

Uji Normalitas ... 55

2.

Uji Homogenitas ... 56

3.

Uji Hipotesis ... 56

4.

Uji N-Gain ... 57

H.

Hipotesis Statistik ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A.

Hasil Penelitian ... 59

1.

Hasil

Pretest

Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II ... 59

2.

Hasil

Posttest

Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II ... 60

3.

Hasil Normal Gain (N-Gain)... 61

4.

Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada

Pretest

,

Posttest

dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II ... 62

5.

Hasil Ketercapaian Belajar (Berpikir Kreatif) Sub-Konsep

Pretest

,

Posttest

dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 63

6.

Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen I

dan Eksperimen II ... 64

7.

Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 66

8.

Data Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 67

B.

Analisis Data... 68

(13)

xii

a.

Uji Hipotesis

Pretest

... 68

b.

Uji Hipotesis

Posttest

... 71

c.

Uji Hipotesis N-Gain ... 72

C.

Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A.

Kesimpulan ... 82

B.

Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(14)

xiii

(PBL) ... 22

Tabel 2.3 Keterkaitan antara Tahapan Model PBL dengan Komponen

Berpikir Kreatif ... 25

Tabel 2.4 Keterkaitan antara Tahapan Model STM dengan Komponen

Berpikir Kreatif ... 33

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 46

Tabel 3.2 Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data ... 48

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 49

Tabel 3.4 Interpretasi Kriteria Validitas Instrumen ... 52

Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 53

Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal ... 53

Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal... 54

Tabel 3.8 Kriteria N-Gain ... 58

Tabel 4.1 Data Statistik

Pretest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II... 59

Tabel 4.2 Data Statistik

Posttest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II... 60

Tabel 4.3 Hasil N-Gain Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 61

Tabel 4.4 Persentase N-Gain pada Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II... 61

Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada

Pretest

,

Posttest

dan N-Gain Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 62

(15)

xiv

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 66

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... 68

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 69

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis

Pretest

... 70

Tabel 4.12 Hasil Uji-t Lima Komponen Berpikir Kreatif

Pretest

Kelas

Eksperimen I dan Eksperimen II ... 70

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis

Posttest

... 71

Tabel 4.14 Hasil Uji-t Lima Komponen Berpikir Kreatif

Posttest

Kelas

Eksperimen I dan Eksperimen II ... 71

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis N-Gain ... 72

(16)

xv

Gambar 2.2 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) ... 31

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir ... 44

Gambar 4.1 Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada

Pretest

dan

Posttest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen

II ... 75

Gambar 4.2 Grafik Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada

(17)

xvi

Lampiran 3. LKS Kelas Eksperimen I ... 128

Lampiran 4. LKS Kelas Eksperimen II ... 138

Lampiran 5. Rubrik Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen I ... 147

Lampiran 6. Rubrik Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen II ... 149

Lampiran 7. Kisi-kisi Instrumen ... 151

Lampiran 8. Jawaban Siswa ... 178

Lampiran 9. Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen I ... 185

Lampiran 10. Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen II ... 189

Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa ... 195

Lampiran 12. Lembar Hasil Wawancara Guru ... 197

Lampiran 13. Lembar Hasil Wawancara Siswa ... 198

Lampiran 14. Data Nilai

Pretest

Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I

dan Eksperimen II ... 208

Lampiran 15. Data Nilai

Posttest

Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I

dan Eksperimen II ... 212

Lampiran 16. Hasil N-Gain Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 216

Lampiran 17. Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif

pada

Pretest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 218

Lampiran 18. Hasil Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif

pada

Posttest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 222

Lampiran 19. Hasil N-Gain Ketercapaian Indikator Berpikir Kreatif pada

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 226

Lampiran 20. Hasil Ketercapaian Belajar (Berpikir Kreatif) Sub-Konsep

Pretest

Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 230

(18)

xvii

Eksperimen I dan Eksperimen II... 242

Lampiran 24. Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen

I dan Eksperimen II ... 250

Lampiran 25. Data Lembar Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen

I dan Eksperimen II ... 254

Lampiran 26. Hasil Uji Normalitas

Pretest

Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 264

Lampiran 27. Hasil Uji Normalitas

Posttest

Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 267

Lampiran 28. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 270

Lampiran 29. Hasil Uji Homogenitas

Pretest

Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 273

Lampiran 30. Hasil Uji Homogenitas

Posttest

Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 274

Lampiran 31. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 275

Lampiran 32. Hasil Uji Hipotesis

Pretest

... 276

Lampiran 33. Hasil Uji Hipotesis

Posttest

... 277

Lampiran 34. Hasil Uji Hipotesis N-Gain ... 278

Lampiran 35. Hasil Uji Hipotesis

Pretest

Per Komponen Berpikir

Kreatif ... 279

Lampiran 36. Hasil Uji Hipotesis

Posttest

Per Komponen Berpikir

Kreatif ... 283

Lampiran 37. Hasil Uji Hipotesis N-Gain Perkomponen Berpikir

Kreatif ... 287

Lampiran 38. Lembar Uji Referensi ... 291

(19)
(20)

1

Globalisasi mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai

kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung.

1

Era globalisasi

menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas

dan berdaya saing sebagai kunci tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa

dalam menghadapi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan segala macam

peluang di era globalisasi tersebut.

2

Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan

pada akhir tahun 2015 merupakan contoh nyata dari pengaruh globalisasi.

“Indonesia akan mampu menangkap peluang dan menghadapi tantangan MEA

jika memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan kreatif”.

3

“Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang kreatif dan inovatif, hasil dari

proses pendidikan panjang sampai jenjang sarjana”.

4

Oleh karena itu, diperlukan

peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM)

yang kreatif dan inovatif, karena salah satu lembaga yang paling berperan dalam

mempersiapkan dan menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas

adalah sekolah.

Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan agar warga negara

Indonesia dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas dan mampu

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Reformasi pendidikan pun

dilakukan dengan menerapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan.

1

Herni Susanti, Menyikapi Pengaruh Globalisasi, 2016, (http://www.neraca.co.id/article/ 54331/menyikapi-pengaruh-globalisasi).

2

Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, (Jakarta: Direktorat jenderal Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2007), h. 46.

3

Asosiasi Pendidik & Pengembang Pendidikan Indonesia, Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia untuk Mewujudkan Generasi Kreatif-Improvement Program of Educational Quality (ImPEQ), 2016, (http://apppi.org/divisi/pendidikan/).

4

(21)

Prinsip yang saat ini diterapkan seperti dari peserta didik diberi tahu menuju

peserta didik mencari tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi

berbasis aneka sumber belajar dan prinsip-prinsip lainnya yang sesuai dengan

standar kompetensi lulusan dan standar isi.

5

Selain itu, menurut Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, “pembelajaran yang

relevan dengan kehidupan begitu penting diterapkan. Hal itu bertujuan untuk

mewujudkan iklim pendidikan yang menyenangkan bagi siswa. Pendidikan

dengan iklim yang menyenangkan dapat meningkatkan daya imajinasi siswa

supaya berpikir kreatif”.

6

Dengan demikian, melalui pembelajaran yang

berorientasi pada permasalahan kehidupan sehari-hari (

real world problem

) dapat

membantu meningkatkan pengembangan berpikir kreatif siswa.

Berpikir kreatif adalah kecakapan mengolah pikiran untuk menghasilkan

ide-ide baru dan merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting dalam

membangun pilar belajar yang bernilai untuk membangun daya kompetisi bangsa

dalam meningkatkan mutu produk pendidikan.

7

Kemampuan berpikir kreatif

dapat dicapai dengan cara membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan

masalah. Proses pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk memikirkan

solusi-solusi alternatif dalam memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga siswa

dapat menciptakan banyak ide tentang sebuah topik tertentu.

8

Oleh karena itu,

guru harus membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan masalah agar

kemampuan berpikir kreatif siswa dapat terlatih. Siswa juga menjadi lebih aktif

dalam belajar dan mampu mengembangkan potensinya secara mandiri. Hal ini

sesuai dengan undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem

pendidikan Nasional yaitu:

9

5

Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah , (Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan RI, 2013), h. 1.

6

Kompas, Mendikbud: Guru Jangan Tertutup saat Memberi Pelajaran!, 2016, (http://edukasi.kompas.com/read/2015/04/08/07300021/Mendikbud.Guru.Jangan.Tertutup.saat.Me mberi.Pelajaran).

7

Rahmat, Mengasah Keterampilan Berpikir Kreatif, 2016, (http://gurupembaharu.com/ home/mengasah-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa/).

8

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2014), h. 110.

9

(22)

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak

serta

peradaban

bangsa

yang

bermartabat dalam

rangka

mencerdasarkan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk menciptakan iklim

pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa agar tujuan pendidikan

nasional dapat tercapai. Proses pembelajaran pun harus berpusat pada siswa

(

student center

), sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran. Salah satu sekolah yang dalam proses pembelajarannya telah

melibatkan siswa secara aktif adalah SMA Negeri 1 Parung yang berada di

wilayah kabupaten Bogor. Sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 dalam

proses pembelajarannya. Hasil wawancara di sekolah tersebut menunjukkan

pembelajaran dilaksanakan dengan metode diskusi dan praktikum. Diskusi

dilakukan pada saat siswa melakukan presentasi. Sedangkan model pembelajaran

yang biasa dilakukan adalah model inkuiri yaitu dengan siswa melakukan

praktikum.

10

Penilaian yang dilakukan di SMAN 1 Parung sudah sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 yaitu melakukan penilaian hasil belajar pada ranah sikap

(afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik). Penilaian mengenai

berpikir kreatif belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan belum adanya

inovasi yang dilakukan oleh pihak guru untuk memenuhi kebutuhan alat ukur atau

instrumen yang sesuai dengan indikator berpikir kreatif siswa.

11

Padahal menurut

Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan Satuan

Pendidikan (SKL-SP) SMA bertujuan untuk membangun dan menerapkan

informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif serta

menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam

pengambilan keputusan.

12

Oleh karena itu, selain penilaian belajar dalam ranah

10

Lampiran 12, h. 197. 11

Lampiran 12, h. 197.

12

(23)

sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik), penilaian

berpikir kreatif juga perlu dilakukan sebagai pengukuran dalam mencapai standar

kompetensi kelulusan.

Hasil akhir dari proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh ketepatan

model pembelajaran yang digunakan dengan konsep yang diajarkan. Joyce dan

Weil dalam Rusman berpendapat bahwa, “model pembelajaran adalah suatu

rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana

pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan

membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”.

13

Proses pembelajaran

dilakukan untuk mencapai standar kompetensi kelulusan yang telah ditetapkan,

dan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu dari tujuan dalam standar

kompetensi lulusan tersebut. Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut dipilih

konsep dan model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kreatif

siswa.

Model pembelajaran yang telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif adalah model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL).

Peningkatan berpikir kreatif tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Arifah Purwaningrum, dkk., yang menyatakan bahwa penerapan PBL

mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X-10 SMA Negeri

Surakarta.

14

Selain itu, penelitian yang dilakukan Syafi’i, dkk., menunjukkan

bahwa model pembelajaran PBL dalam pembelajaran biologi menunjukkan hasil

yang lebih baik dalam hal kemampuan berpikir kreatif, penguasaan konsep dan

hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2010/2011.

15

Model pembelajaran PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya

dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog mengenai

13

Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Ed.II, h. 133. 14

Arifah Purnamaningrum dkk, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui

Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X-10 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”, Jurnal Pendidikan Biologi, Vol. 4, No. 3, 2012, h. 46.

15

(24)

permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan

sehari-hari.

16

PBL dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian

permasalahan dunia nyata (

real world problem

) secara terstruktur dan

mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan guru sebagai fasilitatornya.

17

Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) juga dapat

menjadi alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Peningkatan berpikir kreatif tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Smarabawa, dkk., yang menyatakan bahwa model pembelajaran STM lebih

unggul dibandingkan model pembelajaran langsung dalam hal keterampilan

berpikir kreatif.

18

“STM merupakan suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan

mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu

pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah

yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja

guru”.

19

Konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah pada kelas X SMA

merupakan salah satu konsep yang sesuai untuk menerapkan model pembelajaran

PBL dan STM. Hal ini dikarenakan, permasalahan terkait perubahan lingkungan

dan limbah masih menjadi permasalahan yang krusial hingga saat ini.

Permasalahan terkait perubahan lingkungan dan daur ulang limbah juga

merupakan permasalahan yang sering ditemui oleh siswa dalam kehidupan

sehari-hari. Misalnya, limbah yang dihasilkan baik dari industri ataupun rumah tangga

yang pengelolaanya masih belum tepat dan dapat menganggu keseimbangan

lingkungan. Penggunaan model pembelajaran PBL akan melatih siswa untuk

menganalisis permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang kreatif atas

permasalahan lingkungan tersebut. Penggunaan model STM juga akan melatih

16

Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), h. 127.

17 Ibid. 18

IGBN Smarabawa, IB Arnyana, dan IGAN Setiawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, e-Journal Program PascasarjanaUniversitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013, h. 7.

(25)

siswa dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang terjadi, mencari solusi

yang kreatif serta mampu mengaitkannya dengan perkembangan sains dan

teknologi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga dengan menggunakan

model pembelajaran PBL dan STM diharapkan permasalahan terkait limbah atau

sampah ini mendapatkan solusi yang tepat bahkan dapat menjadi peluang bisnis

baru.

Terkait permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul

“Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL

dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah

yang terdapat pada SMAN 1 Parung sebagai berikut :

1.

Proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa sebagian besar dilakukan

dengan presentasi dan praktikum saja.

2.

Instrumen pengukur berpikir kreatif belum digunakan guru, karena umumnya

guru melakukan pengukuran terhadap hasil belajar siswa.

3.

Konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah sebagian besar

diajarkan dengan cara presentasi.

C.

Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan mengarah

pada tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, peneliti membatasi masalah

penelitian sebagai berikut :

1.

Langkah-langkah model pembelajaran PBL yang digunakan mengacu pada

teori yang dicetuskan oleh Made Wena tahun 2012. Sedangkan model

pembelajaran STM yang digunakan mengacu pada teori yang dicetuskan oleh

Anna Poedjiadi tahun 2005.

(26)

luwes (

flexibility

), berpikir asli (

originality

), berpikir merinci (

elaboration

),

dan berpikir menilai (

evaluation

).

3.

Media pendukung dalam proses pembelajaran menggunakan Lembar Kerja

Siswa (LKS) yang dikaitkan dengan langkah-langkah dalam model

pembelajaran PBL dan STM. Pada LKS PBL dan STM memuat artikel

sebagai sumber informasi siswa.

D.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “Apakah terdapat

perbedaan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan model pembelajaran PBL dan

STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah?”.

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berpikir kreatif siswa

yang diajar dengan model pembelajaran PBL dan STM pada konsep

perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

2.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a.

Peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman serta

sebagai khasanah pengetahuan dalam mengembangkan pemanfaatan model

pembelajaran PBL dan STM guna membantu peningkatan berpikir kreatif

siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah

(27)
(28)

9

Pada bagian deskripsi teoritik ini, akan dijelaskan mengenai teori-teori

ataupun konsep-konsep mengenai berpikir kreatif, model pembelajaran

Problem

Based Learning

(PBL), model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM),

serta konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah yang digunakan dalam

penelitian ini.

1.

Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting

dalam membangun pilar belajar yang bernilai untuk membangun daya kompetisi

bangsa dalam meningkatkan mutu produk pendidikan.

1

Berikut akan dijelaskan

mengenai pengertian berpikir kreatif, komponen berpikir kreatif, langkah-langkah

dalam melakukan proses kreatif, serta upaya untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa.

a.

Pengertian Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menemukan banyak kemungkinan

jawaban terhadap suatu masalah,

yang menekankan pada kuantitas,

ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.

2

Berpikir kreatif yaitu kemampuan

mengembangkan ide yang tidak biasa, berkualitas, sesuai tugas serta mampu

mendefinisikan kembali suatu permasalahan secara efektif dan berpikir

mendalam.

3

Berpikir kreatif juga didefinisikan sebagai penggunaan dasar proses

berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli

(orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang

penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam

menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya

1

Rahmat, Mengasah Keterampilan Berpikir Kreatif, 2016, (http://gurupembaharu.com/ home/mengasah-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa/).

2

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1999), Cet. III, h. 48.

3

(29)

dengan perspektif asli pemikir.

4

Oleh karena itu, orang yang berpikir kreatif

mampu melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda,

sehingga akan tercipta berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Menurut Amabile seperti yang dikutip oleh Sani, pemikiran kreatif

merupakan kunci dari kreativitas, terutama terkait dengan: 1) Pemikiran yang

berbeda dengan orang lain dan mencoba mengajukan solusi yang berbeda dari

biasanya; 2) Kombinasi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya; 3) Pantang

menyerah dalam menghadapi permasalahan yang sulit; dan 4) Kemampuan untuk

mencari pandangan baru setelah meninggalkan upaya solusi untuk sementara

(masa inkubasi).

5

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kreativitas seseorang akan

muncul dari pemikiran kreatifnya, yaitu ketika mampu memberikan gagasan atau

solusi yang berbeda dari orang lain, mampu mengkombinasikan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru, tidak mudah menyerah

ketika mengalami hal-hal sulit, dan mencoba mencari pandangan-pandangan baru

setelah melakukan inkubasi yaitu suatu kondisi dimana pikiran beristirahat

sebentar setelah mengalami kebuntuan.

Kreativitas didefiniskan sebagai kemampuan untuk memberikan

gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah yang meliputi

ciri-ciri

aptitude

seperti kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam pemikiran,

maupun ciri-ciri

non aptitude

seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan

pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru.

6

Kreativitas tidak hanya

tertuju pada suatu produk, melainkan kreativitas sebagai suatu proses, yaitu proses

berpikir di mana siswa berusaha menemukan hubungan-hubungan baru,

mendapatkan jawaban, metoda, atau cara baru dalam memecahkan suatu

masalah.

7

Sehingga ketika seseorang mampu berpikir kreatif yaitu dengan

berusaha menemukan hubungan-hubungan baru, memberikan gagasan-gagasan

4

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3, TH. XXXIX, 2006, h. 498-499.

5

Sani, op. cit., h. 14-15. 6

Conny Semiawan, dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), h. 7.

7

(30)

baru, serta menemukan jawaban, metode ataupun cara baru dalam menyelesaikan

suatu permasalahan maka akan memunculkan kreativitas.

Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek,

yaitu : 1) Aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik

dengan lingkungannya; 2) Aspek proses, kreativitas adalah proses merasakan dan

mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang masalah, menilai atau

menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan

akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya. 3) Aspek produk, menekankan bahwa apa

yang dihasilkan dari proses kreativitas, ialah sesuatu yang baru, orisinal, dan

bermakna; 4) Aspek pendorong, kreativitas dalam perwujudannya memerlukan

dorongan internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan.

8

Menurut Marzano,

et al

., seperti yang dikutip oleh Arnyana terdapat 5 aspek

berpikir kreatif yaitu: 1) Kreativitas berkaitan erat dengan keinginan dan usaha; 2)

Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada; 3) Kreativitas

lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal; 4) Kreativitas

meliputi ide yang tidak dibatasi; 5) Kreativitas sering muncul pada saat sedang

melakukan sesuatu.

9

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif diperlukan usaha. Orang yang

kreatif akan berusaha untuk mencari sesuatu yang baru dan dapat memberikan

alternatif yang berbeda dari sesuatu yang telah ada. Seorang pemikir kreatif

percaya pada standar yang telah ditentukan sendiri dan dapat melihat suatu

masalah dari berbagai aspek (sudut pandang). Sehingga dapat menghasilkan solusi

baru yang lebih baik dan lebih efisien.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa

berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan menemukan, menghasilkan dan

mengembangkan gagasan-gagasan baru yang orisinil berdasarkan hasil

pemikirannya sendiri yang mengaitkan informasi baru dengan informasi lama

melalui cara yang unik serta mampu menggabungkan beberapa informasi yang

relevan dengan cara baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu.

8

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 27.

9

(31)

Sehingga orang yang berpikir kreatif mampu menghubungkan atau melihat

sesuatu dari sudut pandang yang baru dan berbeda, maka ide-ide yang dihasilkan

pun akan lebih orisinil dan beragam.

b.

Komponen Berpikir Kreatif

Menurut Munandar sedikitnya terdapat 5 komponen berpikir kreatif, yaitu

fluency, flexibility, originality, elaboration,

dan

evaluation

. Definisi dan perilaku

siswa pada kelima komponen berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut

ini.

10

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Kemampuan Berpikir Kreatif

No. Komponen

Berpikir Kreatif

Definisi Perilaku Siswa

1. Fluency

(berpikir lancar)

-Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. -Memberikan banyak

cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.

- Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

-Mengajukan banyak pertanyaan. -Menjawab dengan sejumlah jawaban

jika ada pertanyaan.

-Mempunyai banyak gagasan cara pemecahan suatu masalah.

-Lancar dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.

-Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. -Dapat dengan cepat melihat kesalahan

atau kekurangan dari suatu objek atau situasi.

2. Flexibility

(berpikir luwes)

-Menghasilkan gagasan, jawaban atau

pertanyaan yang lebih bervariasi.

- Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. -Mencari banyak

alternatif atau arah yang berbeda-beda.

-Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.

-Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. -Memberikan macam-macam penafsiran

(interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.

-Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. -Memberikan pertimbangan terhadap

situasi yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain.

-Dalam membahas atau mendiskusikan situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas kelompok.

-Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya. -Menggolongkan hal-hal menurut

pembagian (kategori) yang

10

(32)

No. Komponen Berpikir

Kreatif

Definisi Perilaku Siswa

beda.

-Mampu mengubah arah berpikir secara spontan.

3. Originality

(berpikir orisinil)

-Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.

-Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. -Mampu membuat

kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

-Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikir oleh orang lain.

-Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.

-Memilih asimetri dalam gambar atau membuat desain.

-Memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain.

-Mencari pendekatan yang baru dari stereotip.

-Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. -Lebih senang menyintesis daripada

menganalisis situasi. 4. Elaboration

(berpikir memerinci)

-Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.

-Menambah atau memerinci secara detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

-Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.

-Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.

-Mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh. -Mempunyai rasa keindahan yang kuat

sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong dan sederhana.

-Menambahkan garis-garis, warna-warna dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

5. Evaluation

(berpikir menilai)

-Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana.

-Mampu mengambil keputusan terhadap

-Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri.

-Menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal.

-Menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “Mengapa?”.

-Mempunyai alasan (rasionale) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.

-Merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus. -Pada waktu tertentu tidak menghasilkan

gagasan-gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis.

(33)

Sebagaimana penjelasan pada Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa pemikiran

kreatif

menuntut

kelancaran,

keluwesan,

orisinalitas,

kemampuan

mengembangkan suatu gagasan (elaborasi), dan kemampuan mengevaluasi.

Kelancaran berpikir berarti mampu mencetuskan berbagai gagasan, jawaban

ataupun solusi terhadap suatu permasalahan. Keluwesan dalam berpikir berarti

kemampuan menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi atau mampu

memberikan

jawaban-jawaban

alternatif

karena

cara

pemikiran

atau

pendekatannya diubah untuk tidak melihat suatu persoalan hanya dari satu sudut

pandang saja melainkan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Kemampuan

berpikir orisinil berarti terampil atau mampu menghasilkan gagasan atau jawaban

yang baru dan berbeda dari orang lain. Kemampuan memerinci atau

mengelaborasi yaitu kemampuan dalam mengembangkan dan memperkaya suatu

gagasan, sehingga gagasan atau ide yang dihasilkan lebih menarik. Kemampuan

mengevaluasi merupakan kemampuan penilaian sendiri dan menentukan apakah

suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, dan

mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang buruk, serta tidak hanya

mencetuskan gagasan melainkan juga melaksanakannya.

c.

Langkah-Langkah dalam Melakukan Proses Kreatif

Terdapat lima tahap dalam melakukan proses kreatif yaitu: stimulus,

eksplorasi, perencanaan, aktivitas, dan

review

. Masing-masing tahapan ini dapat

diuraikan secara singkat, sebagai berikut:

11

1)

Stimulus

Untuk dapat berpikir secara kreatif perlu adanya stimulus dari pikiran yang

lain. Stimulus awal didorong oleh suatu kesadaran bahwa sebuah masalah

harus diselesaikan. Seringkali kali keadaan ini dipicu oleh suatu tantangan pada

berpikir siswa, yang diberikan oleh guru.

11

(34)

2)

Eksplorasi

Siswa dibantu untuk memperhatikan alternatif-alternatif pilihan sebelum

membuat suatu keputusan. Untuk berpikir secara kreatif, siswa harus mampu

menginvestigasi lebih lanjut, dan melihat lagi apa yang mereka perlukan.

Teknik-teknik

atau prinsip-prinsip tertentu dapat diterapkan untuk

meningkatkan

range

dan kualitas dari ide-ide yang dikumpulkan.

Teknik-teknik ini meliputi: a)

Divergent thinking

, yaitu jenis berpikir yang

membangun banyak jawaban yang berbeda, tidak terbatas pada berpikir

konvergen yang mencari satu jawaban benar atau absolut; b)

Diferring

judgement

, yaitu prinsip berpikir sekarang, pertimbangan dilakukan nanti dan

mencegah imajinasi yang ditahan oleh pertimbangan. Prinsip ini berguna ketika

siswa bekerja sendiri, memikirkan ide-ide dalam satu kelompok; c)

Extending

effort

, yaitu untuk memperluas upaya siswa perlu diberi kesempatan,

dukungan, minat, pertanyaan, dan stimulus oleh orang dewasa; d)

Allowing

time

, yaitu memberi siswa cukup waktu untuk membangun ide-ide dengan

tahapan penting dalam proses kreatif. Ini salah satu teknik yang berguna untuk

aktivitas pemecahan masalah; dan e)

Encourading play

, yaitu untuk melihat

seberapa jauh suatu ide dapat diperluas, berikan siswa kesempatan untuk

membangunnya, menggambarkannya, mempresentasikannya, bertindak, dan

mengujinya dalam tindakan.

3)

Perencanaan

Setelah diadakan stimulus berupa masalah, kemudian melakukan eksplorasi

untuk pemecahan masalah tersebut. Selanjutnya membuka berbagai rencana

atau strategi untuk pemecahan masalah. Dari beragam rencana yang dibuat,

dapat diambil beberapa rencana yang paling tepat untuk solusi.

4)

Aktivitas

(35)

kemudian dilakukan aktivitas atau melaksanakan berbagai rencana yang lebih

ditetapkan.

5)

Review

Siswa perlu mengadakan evaluasi dan meninjau kembali pekerjaan. Siswa

dapat dilatih untuk menggunakan

judgement

dan imajinasi mereka untuk

mengevaluasi.

Berdasarkan penjelasan mengenai langkah-langkah dalam melakukan proses

kreatif, maka dapat disimpulkan bahwa proses kreatif diawali dengan memberikan

permasalahan kepada siswa, siswa mencari informasi dari berbagai sumber

mengenai permasalahan yang diajukan, siswa membuat perencanaan untuk

memecahkan permasalahan baik secara individu maupun berkelompok, kemudian

siswa melakukan proses pemecahan masalah dari perencanaan yang telah

dibuatnya dan terakhir melakukan evaluasi atas proses pemecahan masalah yang

telah mereka lakukan.

d.

Upaya untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa

Secara umum para ahli berpendapat bahwa kreativitas dapat dikembangkan

dalam diri siswa, melalui proses belajar yang mencakup: 1) Pengembangan

imajinasi; 2) Menghasilkan sesuatu yang orisinil (asli), yaitu terkait dengan

kemampuan siswa untuk mengembangkan ide atau produk dengan cara yang baru;

3) Meningkatkan produktivitas, yaitu terkait dengan kemampuan siswa

menghasilkan ide yang beragam dengan berpikir secara divergen; 4) Penyelesaian

masalah; dan 5) Menghasilkan sesuatu yang bernilai. Pengembangan kreativitas

siswa juga terkait dengan pengembangan karakteristik kognitif yang berkontribusi

terhadap perilaku kreatif, yakni: 1) Kemahiran; 2) Fleksibilitas; 3) Visualisasi; 4)

imajinasi; 5) Ekspresi; dan 6) Keterbukaan.

12

Oleh karena itu, guru harus dapat

mengembangkan kreativitas siswa dengan cara memberikan

pertanyaan-pertanyaan yang dapat membuat siswa mampu mengembangkan imajinasinya.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru sebaiknya pertanyaan yang divergen

12

(36)

atau terbuka yang dapat membuat siswa mengembangkan idenya dan

menghasilkan ide-ide baru yang orisinil.

Adapun upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif ini

dapat ditempuh melalui langkah-langkah berikut ini: 1) Menghilangkan

penghalang-penghalang daya berpikir kreatif dari siswa, yaitu guru harus mampu

mengidentifikasi faktor-faktor yang menghalangi ekspresi-ekspresi kreatif siswa

(seperti, ketakutan akan kegagalan), dan menemukan cara-cara untuk

menghilangkan penghalang-penghalang tersebut.; 2) Membuat mereka sadar akan

asal usul berpikir kreatif, yaitu guru harus membantu siswa mengetahui lebih

lanjut mengenai berpikir kreatif dengan cara memperkenalkan dan menjelaskan

secara detail tahap-tahap dari teori-teori dan model-model berpikir kreatif untuk

membuat siswa berpikir bahwa mereka juga dapat berpikir kreatif; 3)

Memperkenalkan dan menjelaskan strategi-strategi untuk dapat berpikir kreatif

dan membantu para siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan

strategi-strategi tersebut di dalam proses belajar mereka; 4) Menciptakan sebuah

lingkungan kreatif, yaitu guru harus bisa memberikan ruang bagi para siswa untuk

mengekspresikan daya berpikir kreatif mereka.

13

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk

meningkatkan berpikir kreatif siswa, guru memiliki peran yang sangat penting

karena selain menciptakan sebuah lingkungan belajar yang kreatif, guru juga

harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terlebih dahulu.

Selain itu, guru juga harus dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang dapat

membuat siswa mengembangkan pemikirannya sehingga siswa dapat memberikan

ide yang beragam.

2.

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL) merupakan model

pembelajaran dengan serangkaian aktivitas yang menuntun siswa untuk

memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Berikut ini akan dijelaskan

mengenai konsep model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL), hakikat

13

(37)

masalah dalam model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL), tahapan

dalam model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL), dan keunggulan

model pembelajaran

Problem Based Learning

(PBL).

a.

Konsep Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning

(PBL)

diartikan sebagai rangkaian aktivitas

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang

dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari PBL, yaitu:

14

1) PBL

merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL

ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, seperti siswa aktif berpikir,

berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan; 2)

Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL

menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya,

tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran; 3) Pemecahan

masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan

induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis

artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan

empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang

jelas.

Menurut John Dewey seperti yang dikutip oleh Assriyanto, dkk., model

pembelajaran PBL merupakan suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan

menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

15

Oleh karena itu, penggunaan model

pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami konsep atau

materi yang diajarkan serta mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif

siswa dalam memunculkan ide-ide untuk menjawab permasalahan yang diberikan.

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. VIII, h. 214-215.

15

(38)

PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara

menyajikan

suatu

permasalahan,

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan,

memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog mengenai permasalahan

kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

16

PBL juga

didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip

menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan integrasi pengetahuan baru

dengan lebih memfokuskan pada masalah kehidupan nyata yang bermakna bagi

siswa.

17

“PBL menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep,

prinsip, dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal

pembelajaran”.

18

Sehingga situasi atau masalah tersebut dijadikan sebagai titik

tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau materi yang diajarkan oleh

guru.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran PBL

merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa

pada suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga

siswa dengan pengetahuannya sendiri mampu mencari dan menemukan solusi

untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal itu akan mendorong siswa untuk

selalu berpikir kreatif dalam menghadapi setiap persoalan di dalam kehidupan.

b.

Hakikat Masalah dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL)

Pada

Problem Based Learning

, masalah merupakan alat pembelajaran yang

utama. Menurut Fogartty seperti yang dikutip oleh Sri Hastuti Noor bahwa pada

pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan pada masalah-masalah

ill-structured

,

open-ended

, ambigu, dan konstekstual. Sedangkan menurut Savoi dan

Hughes, masalah bersifat

ill-structured

yaitu masalah yang tidak menyediakan

16

Sani, op. cit., h. 127-128. 17

Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 283.

18

(39)

informasi yang lengkap untuk mengembangkan solusi.

19

Oleh karena itu, masalah

yang diberikan harus dieksplorasi agar tercipta banyak solusi alternatif untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah yang bersifat

terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan

guru, dapat mengembangkan kemungkinkan jawaban. Dengan demikian,

pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengeksplorasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap

untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

20

Sehingga siswa dapat menemukan

alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data yang dilakukan. Hal

tersebut akan melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya

salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.

Pembelajaran PBL membahas situasi kehidupan yang ada di sekitar dengan

penyelesaian yang tidak sederhana. Guru berperan untuk memberikan berbagai

masalah autentik atau memfasilitasi siswa untuk mengidentifikasi permasalahan

autentik, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran yang

dilakukan oleh siswa.

21

Oleh karena itu, permasalahan yang akan guru berikan

kepada siswa harus relevan dengan konsep atau materi ajar yang akan

disampaikan. Sehingga melalui permasalahan yang guru berikan, siswa mampu

memahami konsep atau materi ajar tersebut.

Kompleksitas permasalahan PBL dapat bervariasi dan akan menentukan

lamanya proses belajar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut. Permasalahan yang dibahas dapat berupa permasalahan dalam satu

pelajaran saja atau merupakan permasalahan yang membutuhkan penguasaan atau

kerjasama dari beberapa mata pelajaran. Variasi kompleksitas masalah

dideskripsikan pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

22

19

Sri Hastuti Noor, “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 1, 2011, h. 105-106.

20

Sanjaya, op. cit., h. 216. 21

Sani, op. cit., h. 136. 22

(40)

Permasalahan yang

lebih kompleks

Gambar 2.1 Variasi Kompleksitas Permasalahan yang Digunakan dalam

PBL

Pada saat melakukan penyelesain masalah siswa akan membutuhkan waktu

yang lebih lama ketika peremasalahan yang disajikan semakin kompleks. Selain

itu, dengan semakin kompleksnya permasalahan yang disajikan maka

keterampilan yang dibutuhkan menjadi lebih beragam untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut.

c.

Tahapan dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Tahapan dalam model pembelajaran PBL berbeda-beda menurut ahlinya.

Namun, pada dasarnya tahapan-tahapan tersebut menuntun siswa untuk

menemukan masalah, menganalisis permasalahan dan mencari solusi untuk

menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sehingga tahapan-tahapan

yang dijelaskan oleh para ahli memiliki maksud yang sama, hanya saja kerincian

dalam proses pemecahan permasalahannya yang berbeda.

Menurut Made Wena secara operasional kegiatan guru dan siswa selama

proses pembelajaran dapat dijabarkan pada Tabel 2.2 berikut ini:

23

23

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 94.

Permasalahan dalam sebuah topik

Permasalahan yang mencakup beberapa topik

Permasalahan antardisiplin

(41)

Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

No. Tahap

Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Menemukan Masalah Memberikan permasalahan yang diangkat dari latar kehidupan sehari-hari siswa. Berikan masalah yang bersifat tidak terdefinisikan dengan jelas (ill-defined)

Berusaha menemukan permasalahan dengan cara melakukan kajian dan analisis secara cermat terhadap permasalahan yang diberikan. Memberikan sedikit fakta

diseputar konteks permasalahan.

Melakukan analisis terhadap fakta sebagai dasar dalam menemukan permasalahan. 2. Mendefinisikan

Masalah

Mendorong dan

membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan intrapersonal dan kemampuan awal (prior knowledge) untuk memahami masalah.

Dengan menggunakan kecerdasan intrapersonal dan kemampuan awal (prior knowledge) berusaha memahami masalah

Membimbing siswa secara bertahap untuk

mendefinisikan masalah.

Berusaha mendefinisikan permasalahan dengan menggunakan parameter yang jelas.

3. Mengumpulkan Fakta Membimbing siswa untuk melakukan pengumpulan fakta

Melakukan pengumpulan fakta dengan menggunakan

pengalaman-pengalaman yang sudah diperolehnya.

Membimbing siswa melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara/metode.

Melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara serta dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang dimiliki. informasi (information management) yang telah diperoleh, dengan berpatokan pada:

a. know, yaitu informasi apa yang diketahui.

b. need to know, yaitu informasi apa yang dibutuhkan.

c. need to do, apa yang akan dilakukan dengan informasi yang ada.

4. Menyusun Hipotesis (Dugaan Sementara)

Membimbing siswa untuk menyusun jawaban/hipotesis (dugaan sementara) terhadap permasalahan yang dihadapi.

Membuat hubungan-hubungan antaraberbagai fakta yang ada.

Membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan majemuk dalam menyusun hipotesis.

Gambar

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
Gambar 2.1 Variasi Kompleksitas Permasalahan yang Digunakan dalam
Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tabel 2.3 Keterkaitan antara Tahapan Model PBL dengan Komponen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep daur ulang limbah (Penanganan limbah). Penguasaan konsep pada siswa dievaluasi dengan meninjau hasil pretest

Perubahan Konseptual Dan Tingkat Berpikir Siswa Kelas X Melalui Pembelajaran Learning Cycle Pada Konsep Daur Biogeokimia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu.

Penskoran hasil tes hasil belajar kognitif siswa menggunakan aturan penskoran untuk tes pilihan ganda yaitu 1 atau 0. Skor satu jika jawaban tepat, dan skor 0 jika jawaban

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan generik sains siswa yang diajar dengan menggunakan model problem based learning (PBL) dan project

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Siswa berbasis Pendekatan Saintifik Materi Pencemaran Lingkungan dan Daur ULang

Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam menganalisis dan memecahkan masalah lingkungan yaitu pembelajaran dengan menggunakan lembar

Adapun untuk nilai dari kreativitas produk dan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam membuat mind map untuk konsep pembelajaran IPA masih dalam kategori cukup di siklus