Neti Nurhasanah
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2014/2015)
Oleh
HANI ERVINA PANSA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran
problem-based learning ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa,
dengan desain posttest only control group. Populasi penelitian adalah seluruh
siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung tahun pelajaran
2014/2015 sebanyak 326 siswa yang komunikasi matematis rendah dan
terdistribusi ke dalam sepuluh kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas VII-G
dan VII-H yang diambil dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini
menunjukan bahwa model pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada
model pembelajaran konvensional. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil analisis
data bahwa pencapaian proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis baik mencapai lebih dari proporsi yang telah ditetapkan yaitu 0,5.
Selain itu, pencapaian proporsi siswa model PBL yang memiliki kemampuan
komunikasi matematis baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa model
konvensional.
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2014/2015)
Oleh
Hani Ervina Pansa
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Tanggamus, Talang Padang pada tanggal 22 September 1993. Penulis merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan
Bapak Juaini dan Ibu Ujanah.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Hikmah pada
tahun 1999, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Langkapura pada tahun 2005,
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun
2008, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun
2011 melalui jalur mandiri Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Sumber Agung, Kecamatan
Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat dan menjalani Program Pengalaman Lapangan
P
ersembahan
Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Uswatun Hasanah
Rasululloh Muhammad SAW
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada:
Ayah dan Ibuku tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa . Sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Adik-adikku Eddy dan Irvan yang telah memberikan dukungan dan semangatnya padaku.
Seluruh keluarga besar pendidikan matematika 2011, yang terus
memberikan do’anya, terima kasih.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran
Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku, dari kalian aku belajar memahami arti ukhuwah. Sesungguhnya ukhuwah yang tulus merupakan mata uang yang sangat langka di zaman sekarang ini.
Moto
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. (Q.S Al-Insyirah :6-7)
Allah selalu tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, maka selalu ikhlaslah dengan keputusan
x
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas manusia yang
akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi
uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem-Based
Learning Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi
pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negri 26 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2014/2015)” disusun untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
1. Bapak Prof. Ir Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung
2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Lampung
beserta staff dan jajarannya.
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku ketua jurusan PMIPA, yang telah
xi
4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembahs yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta memberikan
masukan dan saran-saran kepada penulis.
5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku ketua program studi pendidikan
matematika sekaligus DosenPembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penyusunan
skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd.,selaku dosen pembimbing II yang telah
ber-sedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi
dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
7. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dorongan semangat serta nasehat kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Bapak Drs. H. Zamhasri., selaku kepala SMP Negri 26 Bandar Lampung
beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama
penelitian.
10.Ibu Sarti Endayani S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu
dalam penelitian.
11.Keluargaku tercinta Ayah, Ibu dan adik-adiku yang selalu menyayangi,
mendoakan dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.
12.Sepupu tercinta Pury Nuarita Sari yang membantu dan memberi semangat
xii
13.Sahabat-sahabat tersayang Fuji dan Enggar, teman seperjuangan Nana, Ayu
Tamiyah, Siska, Ipeh, Nourma, Ismi, Wulan, Indah, Eni, Emilda, Dina, Dessy,
Rizka,dan yang lainya. Terima kasih karena senantiasa membantu penulis.
14.Teman-teman seperjuangan Pend.Matematika 2011 tetap semangat untuk
menjadi guru yang terbaik.
15.Teman-teman seperjuangan KKN-PPL Pekon Sumber Agung Kab.Pesisir
Barat.
16.Kakak tingkat 2006 sampai 2010 dan adik tingkat 2012 sampai 2014.
17.Murid-muridku yang selalu memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik.
18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala
di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Juni 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8
1. Efektivitas Pembelajaran ... 8
2. Problem-Based Learning…... 11
3. Pembelajaran Konvensional ... 14
4. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 16
B. Kerangka Pikir ... 19
C. Anggapan Dasar ... 22
xiv
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ... 23
B. Desain Penelitian ... 23
C. Tahap-Tahap Penelitian ... 24
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 25
E. Instrumen Penelitian ... 25
1. Reliabilitas Tes ... 27
2. Daya Pembeda ... 27
3. Tingkat Kesukaran ... 29
F. Teknik Analisis Data ... 30
1. Uji Normalitas ... 30
2. Uji Proporsi ... 32
3. Uji Kesamaan Dua Proporsi ... 32
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan ... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 41
B. Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ... 12
3.1 Desain Penelitian Posttest Control Group ... 23
3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 28
3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 29
3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 31
4.1 Data Skor Komunikasi Matematis Siswa... 34
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.Perangkat Pembelajaran
A.1 Silabus Pembelajaran ... 46
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL ... 49
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional .. 85
A.4 Lembar Kerja Siswa ... 99
B.Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Posttest ... 127
B.2 Posttest ... 129
B.3 Kunci Jawaban Soal-Soal Posttest ... 132
B.4 Form Penilaian Validitas Posttest ... 140
B.5 Pedoman Penskoran Tes Komunikasi Matematis... 143
C.Analisis Data C.1 Tabel Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 144
C.2 Analisis Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 148
C.3 Hasil Posttest kelas PBL ... 149
C.4 Hasil Posttest kelas Konvensional ... 150
C.5 Uji Normalitas Posttest Kelas PBL ... 151
C.6 Uji Normalitas Posttest Kelas Konvensional ... 155
C.7 Uji Proporsi kelas PBL dan Kelas Konvensioanal... 159
C.8 Uji kesamaan Dua Proporsi………..… 163
D.Lain-lain D.1 Surat Izin Penelitian ... 166
xvii
D.3 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 168
D.4 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 170
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan matematika sangatlah penting dalam proses berpikir siswa, karena
dapat membantu ketajaman berpikir secara logis (masuk akal) serta membantu
memperjelas dalam menyelesaikan permasalahan. Pembelajaran matematika
melatih cara berpikir dan bernalar siswa untuk dapat menarik kesimpulan,
misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi, namun kenyataannya
matematika dianggap siswa sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar bagi perkembangan dan peradaban
manusia. Matematika juga sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Sebagaimana disebutkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, bahwa
mata pelajaran matematika perlu diberikan di setiap jenjang pendidikan untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis,
sistematis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Sesuai dengan tujuan
2
Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik mempunyai kemampuan untuk memahami konsep
matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, salah satu
aspek yang harus dikuasai adalah kemampuan komunikasi matematis.
Komunikasi matematis siswa merupakan salah satu tujuan pembelajaran
mate-matika, menurut National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000), tujuan
pembelajaran matematika di-antaranya adalah untuk mengembangkan
ke-mampuan komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah
mate-matis, koneksi matemate-matis, dan representasi matematis siswa. Salah satu tujuan
khusus pembelajaran matematika dalam Soedjadi (2000: 44) adalah memiliki
kemampuan, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
Kemam-puan yang dapat dialihgunakan tidak hanya kemamKemam-puan menerapkan matematika,
tetapi juga kemampuan berpikir secara matematis dalam menghadapi masalah.
Sebagai contoh kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, grafik, dan media lainnya untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Komunikasi dalam matematika mencakup salah satunya komunikasi tulisan
(TEAMS, 2014) yang berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan
sebagai-nya yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai
3
penting dalam menyelesikan berbagai permasalahan matematika karena
mate-matika erat dengan simbol-simbol yang penting untuk diterjemahkan. Jadi
ke-mampuan komunikasi matematis berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Survei yang dilakukan oleh PISA (Programme of International Student
Assesment) tahun 2012, rata-rata kemampuan membaca, matematika, dan sains
untuk siswa Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dari 65 negara di
dunia yang ikut serta. Skor untuk kemampuan matematika adalah 375 yamg
menduduki peringkat ke 64 dengan skor rata-rata matematika dunia 494 (OECD,
2013: 5). Literasi matematika pada PISA tersebut fokus kepada kemampuan siswa
dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif,
merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika
dalam berbagai bentuk dan situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut erat
kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan demikian
hasil tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia kemampuan komunikasi
mate-matis siswa masih harus mendapatkan banyak perhatian.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terjadi di salah satu
sekolah di Bandar Lampung, yaitu SMPN 26 Bandar Lampung. Berdasarkan
wa-wancara terhadap guru matematika di SMPN 26 Bandar Lampung, pembelajaran
matematika di sekolah masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu
me-tode ceramah. Siswa lebih sering diberikan soal-soal rutin yang sifatnya
meng-hafal rumus atau langkah-langkah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar siswa
kurang bisa menjelaskan suatu konsep dengan kalimat sendiri dan merasa
4
simbol matematis. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas guru SMP di Indonesia
masih menggunakan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru
(teacher center) dan siswa kurang terilbat aktif dalam pembelajaran, hal ini
menyebabkan terjadi komunikasi satu arah dan hanya berpusat pada guru. Padahal
paparan kemendikbud tahun 2013 menyatakan bahwa pembelajaran saat ini
dilakukan penyempurnaan pola pikir, yaitu komunikasi yang terjalin dalam
pembelajaran bersifat interaktif dan yang menjadi pusat pembelajaran adalah
siswa. Siswa perlu memecahkan banyak masalah agar terbiasa dengan prosesnya.
Oleh karena itu perlu diterapkan model pembelajaran yang membiasakan siswa
mengomunikasikan masalah ke dalam bahasa matematika dan mengungkapkan
pendapatnya dengan siswa lain sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model
problem-based learning yang sering dikenal dengan pembelajaran berbasis masalah
(PBM), menurut Herman (2006:4) memiliki fokus utama yaitu memposisikan
guru sebagai perancang dan organisator pembelajaran, sehingga siswa mendapat
kesempatan untuk memahami dan memakai matematika melalui aktivitas belajar.
PBL merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu
konteks sehingga peserta didik dapat belajar berfikir kritis dalam melakukan
pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari bahan pelajaran (Hanafiah, 2009: 71). Pada proses PBL ini
dirancang strategi pembelajaran secara berkelompok, sehingga siswa mampu
5
aktivitas belajar kelompok. Selain itu siswa juga menjadi terbiasa untuk
mengomunikasikan suatu masalah ke dalam bahasa matematika berdasarkan
pengetahuan yang telah di dapat sebelumnya.
Dengan menerapkan model PBL diharapkan dapat menjadikan kemampuan
ko-munikasi matematis siswa lebih baik, sehingga penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap model PBL yang dianggap efektif ditinjau dari kemampuan
komunikasi matematis siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah dalam penelitian sebagai
beri-kut: “Bagaimana efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas VII SMPN 26 Bandar Lampung?”
Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan pertanyaan penelitian:
1. Apakah model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis
siswa?
2. Apakah model PBL lebih efektif dari model pembelajaran konvensional jika
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model PBL ditinjau dari
6
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan
ter-hadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait model PBL
dan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan penelitian ini berguna
sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang efektivitas model pembelajaran
Problem-Based Learning ditinjau dari komunikasi matematis siswa.
b. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala sekolah
memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
c. Bagi peneliti lainnya, melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi
bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda-beda terhadap
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam
penelitian ini adalah:
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan pembelajaran siswa
untuk menerima pelajaran atau konsep tertentu, yang diwujudkan dari hasil
7
siswa. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila proporsi
siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik
men-capai lebih dari 0,5. Kriteria siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis dengan baik adalah siswa yang mendapat nilai sekurang-kurangnya
75.
2. Model PBL merupakan suatu model dimana siswa dibentuk
kelompok-kelompok kemudian diberi masalah yang berkaitan dengan materi
pembela-jaran. Dengan masalah tersebut siswa berdiskusi dengan anggota
kelompok-nya untuk menemukan penyelesaian. Sintaks atau fase PBL terdiri dari
mem-berikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah,
pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
proses dan hasil.
3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam
mengekspresikan gagasan/ide dan pemahamannya tentang konsep dan proses
matematika yang mereka pelajari.
Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakannya menggunakan
gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar.
b. Menjelaskan gagasan/ide, situasi, dan hubungan secara matematika
dengan tulisan.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari
kata efektif yang berarti berhasil guna. Efektivitas berhubungan dengan masalah
bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat
dari hasil yang diperoleh. Selain itu efektivitas juga merujuk pada kemampuan
untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas menunjukkan keberhasilan tercapai tidaknya sasaran yang telah
di-tetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektivitasnya.
Salah satu prinsip pembelajaran adalah efisiensi dan efektivitas (Rohani, 2004).
Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan
waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan
instruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal (Rohani, 2004:28).
Dengan penggunaan waktu yang efisien dapat membuahkan hasil yang efektif.
Dengan sedikit penjelasan dari guru diharapkan peserta didik cepat memahami
9
Pembelajaran merupakan suatu proses menjadikan seseorang belajar. Menurut
Slameto (1987:2) belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Abdurrahman (1999:28) belajar merupakan suatu proses dari
seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pembelajaran harus
mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam
mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman
(1990:25) yang mengungkapkan bahwa tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: untuk
mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep keterampilan baru, pembentukan
sikap.
Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan
aktivitas-aktivitas belajar. Siswa diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri
dalam menemukan konsep-konsep atau pemahaman-pemahaman baru. Pendapat
lain oleh Sutikno (2005: 88) bahwa efektivitas pembelajaran adalah kemampuan
dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan
siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diharapkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Simanjuntak
(1993: 80) yang mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif
apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan
10
Cara untuk mengukur efektivitas adalah dengan melihat bahwa suatu tujuan dapat
dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi
yang lain, maka strategi itu efisien. Hal tersebut sesuai dengan Hamdani (2010:
55-56) yang menyatakan bahwa kalau kemampuan mentransfer atau skill yang
dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan dengan
strategi yang lain, strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan. Selain
itu Uno (2008 : 138) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada empat indikator yang
masuk dalam keefektifan pengajaran yakni (1) kecermatan penguasaan perilaku,
(2) kecermatan unjuk kerja, (3) kesesuaian unjuk kerja , dan (4) kuantitas unjuk
kerja.
Mata pelajaran yang dipelajari siswa memiliki indikator masing-masing.
Keefektifan suatu pembelajaran dapat terlihat dari persentase siswa yang
mencapai ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator. BSNP (2006:12)
menyatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan
dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara , kriteria ideal untuk
masing-masing indikator adalah dengan kriteria ketuntasan minimal
ditentukan masing-masing lembaga pendidikan. Untuk mata pelajaran
matematika kemampuan yang diukur dalam pencapaian ketuntasan belajar terdiri
dari kemampuan rendah hingga kemampuan tingkat tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran
adalah ukuran keberhasilan siswa dalam menerima pelajaran dan memahami
konsep tertentu setelah melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Keberhasilan siswa
11
diharapkan atau tidak. Pada penelitian ini kemampuan yang diukur hanya
kemampuan komunikasi matematis sehingga kriteria masing-masing indikator
yang digunakan adalah dengan kriteria ketuntasan belajar minimal sesuai
dengan yang ditetapkan sekolah yaitu 75.
2. Problem-Based Learning
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran. Duch (dalam Riyanto, 2010:285) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang
menghadapkan peserta didik pada tantangan belajar (masalah) untuk belajar, dari
masalah ini siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok untuk mencari solusi
permasalahan dunia nyata. Permasalahan ini sebagai acuan bagi peserta didik
untuk merumuskan, menganalisi, dan memecahkannya. Lebih lanjut Duch
menyatakan bahwa model ini dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir
kritis, analitis, dan untuk menemukan dan menggunakan sumber daya yang sesuai
untuk belajar.
Penyajian masalah dalam model PBL memegang peran sentral karena ketepatan
dalam memilih masalah akan menjadi kunci dalam keberhasilan proses belajar.
Michael Hicks (Rusman, 2012: 237) mengemukakan bahwa ada empat hal yang
harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu: (1) paham terhadap
masalah, (2) kita belum tahu cara memecahkan masalah tersebut, (3) adanya
12
masalah tersebut. Dalam PBL sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa
harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah
kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan memecahkan
masalah, dan adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah
tersebut.
Berdasarkan pada pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran PBL adalah suatu model pembelajaran yang digunakan oleh guru
yang menggunakan masalah dunia nyata untuk mengembangkan kemampuan
siswa dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis agar kemampuan
berfikir siswa dapat dioptimalkan.
Sugiyanto (2010: 159) mengungkapkan bahwa ada lima tahapan dalam model
pembelajaran PBL dan perilaku yang dibutuhkan guru. Untuk masing-masing
tahapnya disajikan dalam tabel berikut:
Guru membahas tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan dan memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.
tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahannya.
Fase 3:
Membantu menyelidiki
secara mandiri atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
13
merencanakan dan menyiapkan
hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman
video dan model-model yang membantu
mereka untuk menyampaikan kepada
orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tahapan dalam pembelajaran
menggunakan model PBL adalah:
1. Guru memberikan permasalahan kepada siswa.
2. Siswa diorganisir untuk belajar.
3. Siswa melakukan penyelidikan untuk memperoleh jawaban.
4. Siswa mengembangkan jawaban serta mempresentasikan hasilnya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi hingga diperoleh kesimpulan.
Menurut Trianto (2010: 96) kegiatan pembelajaran berbasis masalah memiliki
beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran berbasis masalah
sebagai model pembelajaran antara lain konsep sesuai kebutuhan siswa, realisitik
dengan kebutuhan siswa, pemahaman akan suatu konsep menjadi kuat, dan
memupuk kemampuan pemecahan masalah. Sedangkan kekurangan pembelajaran
berbasis masalah diantaranya sulit mencari masalah yang relevan, persiapan
pembelajaran (masalah dan konsep) yang kompleks, dan membutuhkan waktu
14
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pengajaran langsung yang bersifat teacher
center. Pembelajaran konvensional masih banyak diterapkan oleh sebagian besar
guru matematika di kelas. Dalam pembelajaran yang dilakukan secara
konvensional, pelajaran ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.
Menurut Djamarah (dalam Static, 2000: 4) pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak
dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan
anak didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan Sukandi (2003: 8) mengatakan
bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak
mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa
mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu.
Guru lebih sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan materi
dalam kurikulum. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran
di-lihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam
kuri-kulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan
mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Jadi pembelajaran konvensional
kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.
Materi yang dikuasai siswa pada pembelajaran konvensional akan terbatas pada
apa yang dikuasai guru, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang
dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswapun akan tergantung pada apa yang
dikuasai guru. Pada pembelajaran tersebut, guru memainkan peran yang sangat
15
disini yaitu menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada
siswa. Sedangkan peran siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan
aktivitas yang sesuai dengan informasi yang diberikan. Padahal, disadari bahwa
setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman
menangkap materi pelajaran melalui pendengaran. Bila guru terlalu lama
berkonvensional akan membosankan dan akan menyebabkan anak didik menjadi
pasif. Selain itu, pada pembelajarn konvensional guru tidak memberikan waktu
yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang disampaikan,
menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan nyata.
Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain sebagai berikut.
1) Pelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan saja
2) Padatnya konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak mampu
menguasai bahan yang diajarkan
3) Tidak semua siswa memiliki cara belajar yang baik dengan mendengarkan
4) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari
5) Pembelajaran tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan
tidak bersifat pribadi.
Namun demikian dilihat dari pelaksanaannya, pembelajaran inipun memiliki
kelebihan diantaranya sebagai berikut.
1) Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah yang banyak dan mencakup materi
16
2) Cara ini lebih dapat disesuaikan dengan waktu, tempat, siswa dan pokok
bahasan.
4. Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Mulyana (2005: 3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui
perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala perilaku dapat
disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga
menyebutkan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan
respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau
simbol, baik bentuk verbal atau bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan
terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem
simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu
yang lain berdasarkan kesepakatan bersama.
Selanjutnya, Latuheru (1988: 2) mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu
transaksi pengertian atau pemahaman antara dua individu atau lebih melalui
bentuk simbol dan signal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan
gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses
matematika yang mereka pelajari.
Matematika merupakan ilmu yang syarat akan simbol, istilah, dan gambar yang
menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Oleh
karena itu, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik
komu-17
nikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk digali oleh seorang guru
dalam pembelajaran matematika.
NCTM (1989: 214) menyatakan bahwa komunikasi siswa dalam pembelajaran
matematika dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematika melalui lisan, tertulis dan mendemontrasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,
menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika secara lisan, tertulis
maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model
situasi.
Membangun komunikasi matematis memberikan manfaat pada siswa berupa: (1)
Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar; (2)
Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan
matematika dalam berbagai situasi; (3) Mengembangkan pemahaman terhadap
gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam
matematika; (4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis
untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika; (5) Mengkaji
gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan; (6)
Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan
matematika.
Pendapat lain juga dikemukakan Peressini dan Bassett (dalam NCTM, 1996a:
18
keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses
dan aplikasi matematika. Adapun indikator untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis menurut Ansari (2004: 83) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi mate-matis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1)
Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan
diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika
ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical
expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written
texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat
model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan
aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika,
membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.
Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah
kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar
(drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written
texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan
sebagai berikut:
a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah
menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar.
b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tulisan.
19
B. Kerangka Pikir
Komunikasi matematis merupakan kemampuan yang paling mendasar yang harus
dimiliki oleh siswa. Komunikasi matematis yang baik akan sangat membantu
siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematis dalam
kegiatan pembelajaran maupun dalam masalah dikehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan matematika. Komunikasi matematis memiliki beberapa
indikator yaitu menyatakan, mengekspresikan, melukiskan ide-ide matematika
kedalam bentuk gambar atau model matematika lain, menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi matematika untuk menyajikan ide, dan menyusun argumen secara
tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.
Problem-Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang diawali dengan
menghadapkan siswa pada masalah matematika. Masalah yang digunakan dalam
PBL diantaranya: masalah nyata, bermakna, menarik, terbuka, terstruktur, dapat
menuntun siswa dalam penyelidikan dan inkuiri, serta dapat merangsang siswa
untuk menyelesaikannya. Fase model pembelajaran problem-based learning
dimulai dari orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar,
membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Model PBL berpeluang untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Fase pertama adalah orientasi siswa pada masalah. Dalam fase ini guru
menyajikan masalah kepada siswa, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
20
yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa berperan secara aktif sebagai
pemecah masalah, siswa dihadapkan pada situasi yang mendorongnya agar
mampu menemukan masalah dan memecahkannya. Dengan aktivitas tersebut
siswa dituntut untuk tekun dan semangat dalam menemukan atau merumuskan
masalah yang diberikan.
Fase selanjutnya adalah guru mengorganisasikan siswa untuk belajar kemudian
membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Dalam fase ini guru
membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok heterogen dan siswa diberikan
Lembar Kerja Siswa (LKS). Kemudian, siswa berdiskusi dengan anggota
kelompoknya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terdapat pada
LKS tersebut. Dalam aktivitas diskusi tersebut, siswa dituntut untuk dapat
mengomunikasikan ide-ide yang mereka miliki ke dalam simbol matematis
maupun ilustrasi gambar dengan baik serta dengan penjelasan yang logis, hal
tersebut tentunya akan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan baik.
Fase berikutnya yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam tahap
ini, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas dengan
bimbingan dari guru dan kelompok lain menanggapi. Melalui proses pembelajaran
ini, siswa akan terlibat aktif dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan
ide-ide serta pendapatnya. Aktivitas ini akan mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
21
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Aktivitas yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa melakukan sharing
mengenai pendapat dan idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab
untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Dengan aktivitas
tersebut siswa dituntut untuk merefleksi atau memonitor hasil pekerjaan mereka.
Berdasarkan penjabaran di atas terlihat bahwa dengan PBL siswa berpeluang
untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Peluang tersebut
diperoleh siswa pada model PBL yang telah dijelaskan di atas tidak terjadi pada
model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional adalah
model pembelajaran yang terdiri dari ceramah dan diskusi/tanya jawab. Dalam
langkah-langkah pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru, dimulai
dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran, kemudian mendemonstrasikan
atau menyajikan informasi secara bertahap, lalu guru memberikan latiahan
terbimbing, mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik dan
ditutup dengan pemberian tugas di rumah. Jika diperhatikan peran siswa dalam
pembelajaran konvensional masih kurang diperhatikan. Siswa hampir tidak
diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pikirannya sendiri. Hal ini akan
berdampak pada kurangnya siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide dalam
menyelesaikan suatu masalah matematis yang dimilikinya. Oleh karenanya,
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tidak mampu mendorong
siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dalam belajar
dan cenderung menghasilkan komunikasi matematis yang lemah akibatnya
mengikuti pembelajaran dengan model PBL akan lebih efektif daripada siswa
22
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1. Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 26 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2014-2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan
kuri-kulum tingkat satuan pendidikan.
2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa
selain model pembelajaran tidak diperhatikan.
D. Hipotesis
1. Hipotesis Penelitian :
a. Model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis
siswa.
b. Model PBL lebih efektif dari model konvensional ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Hipotesis Kerja :
a. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan
baik pada kelas yang menggunakan model PBL mencapai lebih dari 0,5.
b. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan
baik pada kelas yang menggunakan model PBL lebih tinggi dari kelas
23
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 di SMP
Negeri 26 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak
326 siswa yang terdistribusi dalam sepuluh kelas. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan
sampel atas dasar pertimbangan bahwa kelas yang dipilih adalah kelas yang diajar
oleh guru yang sama. Terpilihlah kelas VII-H sebagai kelas eksperimen dan kelas
VII-G sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen guru menerapkan model PBL
dan pada kelas kontrol guru menerapkan pembelajaran konvensional.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kuasi eksperimen. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah posttest only control group. Menurut Furchan (1982: 354)
desain penelitian disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Posttest Control Group Design
Kelompok Perlakuan Posttest
Eksperimen (E) X1 O
24
Keterangan :
X1 = pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran PBL.
X2 = pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran konvensional. O = posttest pada kelas eksperimen dan kontrol.
C. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah :
1. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran
matema-tika di kelas VII SMP Negeri 26 Bandarlampung.
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP
ini dibuat sesuai dengan model yang akan digunakan selama
peneli-tian ini, yaitu RPP dengan model pembelajaran PBL.
c. Memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai
keadaan lapangan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
d. Melakukan validasi instrumen.
e. Melakukan uji coba soal tes.
f. Melakukan perbaikan instrumen bila diperlukan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :
a. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk
kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran PBL
Sedangkan, untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
25
b. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen.
3. Tahap Analisis Data
Tahap-tahap analisis data penelitian ini adalah :
a. Menganilisis data hasil penelitian.
b. Menyusun hasil penelitian
c. Menyimpulkan hasil penelitian.
D. Data dan Teknik Pengumpulan data
1. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes
kemam-puan komunikasi matematis yang diperoleh siswa sesudah diberi perlakuan.
Perlakuan yang dimaksud adalah siswa mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran PBL dan model pembelajaran konvensional.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes digunakan untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Tes dilaksanakan setelah
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran PBL pada kelas eksperimen
maupun pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan
komunikasi matematis. Perangkat tes terdiri dari delapan soal uraian. Setiap soal
26
digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba pada kelas VIII-A yang kemudian
dilakukan analisis mengenai validitas isi, daya beda, tingkat kesukaran dan
reliabilitas.
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi
dari instrumen tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara
mem-bandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan
indikator pembelajaran yang telah ditentukan, untuk mendapatkan perangkat tes
yang mempunyai validitas isi yang baik dilakukan langkah-langkah berikut:
a. Membuat kisi-kisi dengan indikator yang telah ditentukan.
b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi.
c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang ahli mengenai
kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal dan bahasa yang digunakan.
Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar
kurikulum SMP dan mengenai evaluasi pembelajaran, maka validitas instrumen
tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika terhadap
komunikasi matematis siswa. Instrumen tes yang dikategorikan valid adalah yang
telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur
berdasarkan penilaian guru mitra. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang
digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.4). Langkah selanjutnya diadakan
uji coba soal untuk mengetahui tingkat reliabilitas, daya beda, dan tingkat
27
1. Reliabilitas Instrumen
Dalam penelitian ini, instrument tes yang digunakan adalah tes tertulis yang
ber-bentuk uraian sehingga untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Alpha
sebagai berikut.
dengan
Keterangan :
: nilai reliabilitas instrumen (tes) k : banyaknya butir soal (item)
: jumlah varians dari tiap-tiap item tes : varians total
N : banyaknya data ∑X : jumlah semua data ∑X2
: jumlah kuadrat semua data
Menurut Kaplan dalam Widoyoko (2012: 155) suatu instrumen tes dikatakan baik
apabila memiliki nilai reliabilitas 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan
(Lampiran C.1), diperoleh koefisien reliabilitas sebesar r11= 0,78, sehingga instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan
data.
2. Daya Pembeda
Penghitungan daya pembeda dimulai dengan mengurutkan data dari siswa yang
memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Karena banyak siswa dalam
pene-litian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2009: 212) diambil 50%
28
yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). To (dalam Noer,
2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus :
IA JB JA
DP
Keterangan :
DP = indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
JA = jumlah nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah nilai ideal kelompok (atas/bawah).
Hasil penghitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam tabel berikut :
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai Interpretasi
Dari hasil penghitungan (Lampiran C.2) diperoleh bahwa soal nomor 1 memiliki
nilai daya pembeda 0,36 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor
2 memiliki nilai daya pembeda 0,32 sehingga termasuk soal dengan kategori baik,
soal nomor 3 memiliki nilai daya pembeda 0,40 sehingga termasuk soal dengan
kategori baik, soal nomor 4 memiliki nilai daya pembeda 0,30 sehingga termasuk
29
3. Tingkat Kesukaran (TK)
Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu
butir soal digunakan rumus berikut.
JT = jumlah nilai yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT = jumlah nilai maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut.
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Dalam penelitian ini, butir soal yang dipilih adalah soal dengan nilai tingkat
kesu-karan 0.31 TK 0.70 dengan interpretasi sedang.
Setelah menghitung tingkat kesukaran soal ( Lampiran C.2) diperoleh hasil bahwa
soal nomor 1 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,42 sehingga termasuk kategori
soal yang sedang, soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,48 sehingga
termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang, soal nomor 3 memiliki nilai
tingkat kesukaran 0,63 sehingga termasuk soal dengan kategori sedang, soal
nomor 4 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,35 sehingga termasuk soal dengan
tingkat kesukaran sedang, soal nomor 5 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,67
30
nilai tingkat kesukaran 0,44 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran
sedang, soal nomor 7 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,43 sehingga termasuk
soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan soal nomor 8 memiliki nilai tingkat
kesukaran 0,48 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang.
Dari uji instrumen di atas, dapat disimpulkan bahwa butir soal telah memenuhi
validitas isi, reliabilitas tinggi. daya pembeda soal baik, dan tingkat kesukaran
sedang sehingga instrumen tersebut dapat dipergunakan dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Data skor kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas PBL dan kelas
konvensional dianalisis menggunakan uji statistik untuk mengetahui efektivitas
model pembelajaran PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.
Sebelum melakukan uji statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat
berdistribusi normal atau tidak. Uji Normalitas dalam penelitian ini
menggu-nakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2009: 273) adalah
sebagai berikut.
a. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas :
= populasi yang berdistribusi normal.
= populasi tidak berdistribusi normal.
31
Tabel 3.4 menunjukkan rekapitulasi perhitungan uji normalitas pada kelas PBL
dan kelas konvensional. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.5
dan C.6
Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Data Kemampuan Komunikasi
Matematis pada X
2
hitung X2tabel Keterangan Pembelajaran PBL 1,34 7,81 Berdistribusi
Normal
Pembelajaran Konvensional 5,30 7,81
Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa data komunikasi matematis siswa
yang mengunakan pembelajaran PBL diperoleh X2hitung sebesar 1,34 dan siswa
yang mengunakan pembelajaran konvensional diperoleh X2hitung sebesar 5,30
sedangkan X²tabel (α=5%) sebesar 7,81. Karena X2hitung X²tabel maka kedua data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Setelah melakukan uji normalitas,
analisis berikutnya menganalisis data menggunakan uji proporsi dan uji kesamaan
32
2. Uji Proporsi
Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas
eksprimen lebih dari atau sama dengan 50% dari jumlah siswa maka dilakukan uji
proporsi pada nilai posttest siswa di kedua kelas tersebut. Berikut adalah prosedur
uji proporsi
1. Apabila data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan
uji proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesi sebagai berikut:
(proporsi siswa tuntas belajar kurang dari 50%)
(proporsi siswa tuntas belajar lebih dari atau sama dengan
50%)
Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 234) adalah
n
0,49 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang
dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana
didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk
hipotesis H0 diterima.
3. Uji Kesamaan dua proporsi
Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas
33
kesamaan dua proporsi pada nilai posttest siswa di kedua kelas tersebut.
Berikut adalah prosedur uji kesamaan dua proporsi
1. Apabila data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan
uji proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
(proporsi siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen sama
dengan pada kelas kontrol)
(proporsi siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen lebih dari
pada kelas kontrol)
Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 264) adalah .
√ { }
Dengan
Keterangan:
: banyaknya siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen : banyaknya siswa tuntas belajar pada kelas kontrol
: jumlah sampel pada kelas eksperimen
: jumlah sampel pada kelas kontrol
Dengan kriteria tolak jika dan terima untuk
41
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model
pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada model konvensional ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematis siswa VII SMP Negeri 26 Bandar
Lampung tahun pelajaran 2014/2015. Pencapaian proporsi siswa model PBL yang
memiliki kemampuan komunikasi matematis baik lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa model konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal disarankan hal-hal berikut ini.
1. Dalam menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran PBL
hendaknya guru memahami pelaksanaan ke empat tahapan dalam
pembelajaran dengan model ini dengan pengelolaan kelas yang baik,
Khususnya ketika kegiatan diskusi berlangsung, guru harus mengelola kelas
seefektif mungkin agar suasana belajar kondusif dan dapat membantu siswa
dalam menyusun argument secara tertulis dalam menyelesaikan suatu
masalah matematis. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan kelompok
42
2. Peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai
efektivitas model pembelajaran PBL, sebaiknya model ini diterapkan pada
materi matematika yang memungkinkan siswa dapat menyatakan,
mengekspresikan, melukiskan ide-ide matematika kedalam bentuk gambar
atau model matematika lain, menggunakan istilah-istilah, menyusun
argumen secara tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Ansari, B. 2004. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui StrategiThink-Talk-Write. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
BNSP. 2006. Ketuntasan Belajar Siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org.id. (28 Februari 2015).
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.
________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
________. 2003. UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya.
Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.
Herman,Tatang. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Perpustakaan UNY. [Online] 1(1): 52. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id. (23 November 2014).
Latuheru, J. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.
44
National Council of Teacher Mathematics. 1989. Curiculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Virginia: The NCTM Inc. [Online]. Tersedia; http://www.nctm.org/. (4 November 2014).
__________________________________. 1996. Communication on Imperative for Change. Virgina: The NCTM. [online].Tersedia:http://www.nctm.org. (4 November 2014).
__________________________________. 2000. Communication on Imperative for Change. Virgina: The NCTM. [online].Tersedia: http://www.nctm.org. (4 November 2014).
OECD. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in
Matehmatics, Reading, and Science. [Online]. Tersedia di www. oecd.org (20 Oktober 2014).
PISA Indonesia. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in Matehmatics, Reading, and Science. [on line]. Tersedia: www.oecd.org. (20 Oktober 2014).
Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila. Bandar
Lampung.
Rusman. 2011. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo.
Riyanto.2010. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Siegel, Sidney. 1992. Statistika Non Parametrik.Jakarta : Gramedia Pustaka.
Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
45
Static. 2000. Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://xpresiriau.com. (4 januari 2015).
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Suherman. 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sukandi, Ujang,dkk. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Duta Graha Pustaka. Surabaya
TEAMS. 1993. Communication. [Online]. Tersedia:http://teams.lacoe.Edu. (28 januari 2015).
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.