• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar lampung Semester Genap T.P 2014/2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar lampung Semester Genap T.P 2014/2015)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Neti Nurhasanah

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2014/2015)

Oleh

HANI ERVINA PANSA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran

problem-based learning ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa,

dengan desain posttest only control group. Populasi penelitian adalah seluruh

siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung tahun pelajaran

2014/2015 sebanyak 326 siswa yang komunikasi matematis rendah dan

terdistribusi ke dalam sepuluh kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas VII-G

dan VII-H yang diambil dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini

menunjukan bahwa model pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada

model pembelajaran konvensional. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil analisis

data bahwa pencapaian proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi

matematis baik mencapai lebih dari proporsi yang telah ditetapkan yaitu 0,5.

Selain itu, pencapaian proporsi siswa model PBL yang memiliki kemampuan

komunikasi matematis baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa model

konvensional.

(2)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2014/2015)

Oleh

Hani Ervina Pansa

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tanggamus, Talang Padang pada tanggal 22 September 1993. Penulis merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan

Bapak Juaini dan Ibu Ujanah.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Hikmah pada

tahun 1999, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Langkapura pada tahun 2005,

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun

2008, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun

2011 melalui jalur mandiri Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika. Penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Sumber Agung, Kecamatan

Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat dan menjalani Program Pengalaman Lapangan

(7)

P

ersembahan

Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Uswatun Hasanah

Rasululloh Muhammad SAW

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada:

Ayah dan Ibuku tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa . Sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

Adik-adikku Eddy dan Irvan yang telah memberikan dukungan dan semangatnya padaku.

Seluruh keluarga besar pendidikan matematika 2011, yang terus

memberikan do’anya, terima kasih.

Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku, dari kalian aku belajar memahami arti ukhuwah. Sesungguhnya ukhuwah yang tulus merupakan mata uang yang sangat langka di zaman sekarang ini.

(8)

Moto

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. (Q.S Al-Insyirah :6-7)

Allah selalu tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, maka selalu ikhlaslah dengan keputusan

(9)

x

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas manusia yang

akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi

uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem-Based

Learning Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi

pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negri 26 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2014/2015)” disusun untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Prof. Ir Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung

2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Lampung

beserta staff dan jajarannya.

3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku ketua jurusan PMIPA, yang telah

(10)

xi

4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembahs yang telah memberikan

kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta memberikan

masukan dan saran-saran kepada penulis.

5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku ketua program studi pendidikan

matematika sekaligus DosenPembimbing I yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penyusunan

skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd.,selaku dosen pembimbing II yang telah

ber-sedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi

dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan dorongan semangat serta nasehat kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Bapak Drs. H. Zamhasri., selaku kepala SMP Negri 26 Bandar Lampung

beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama

penelitian.

10.Ibu Sarti Endayani S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu

dalam penelitian.

11.Keluargaku tercinta Ayah, Ibu dan adik-adiku yang selalu menyayangi,

mendoakan dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

12.Sepupu tercinta Pury Nuarita Sari yang membantu dan memberi semangat

(11)

xii

13.Sahabat-sahabat tersayang Fuji dan Enggar, teman seperjuangan Nana, Ayu

Tamiyah, Siska, Ipeh, Nourma, Ismi, Wulan, Indah, Eni, Emilda, Dina, Dessy,

Rizka,dan yang lainya. Terima kasih karena senantiasa membantu penulis.

14.Teman-teman seperjuangan Pend.Matematika 2011 tetap semangat untuk

menjadi guru yang terbaik.

15.Teman-teman seperjuangan KKN-PPL Pekon Sumber Agung Kab.Pesisir

Barat.

16.Kakak tingkat 2006 sampai 2010 dan adik tingkat 2012 sampai 2014.

17.Murid-muridku yang selalu memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik.

18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala

di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Juni 2015

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

1. Efektivitas Pembelajaran ... 8

2. Problem-Based Learning…... 11

3. Pembelajaran Konvensional ... 14

4. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 16

B. Kerangka Pikir ... 19

C. Anggapan Dasar ... 22

(13)

xiv

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 23

B. Desain Penelitian ... 23

C. Tahap-Tahap Penelitian ... 24

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

E. Instrumen Penelitian ... 25

1. Reliabilitas Tes ... 27

2. Daya Pembeda ... 27

3. Tingkat Kesukaran ... 29

F. Teknik Analisis Data ... 30

1. Uji Normalitas ... 30

2. Uji Proporsi ... 32

3. Uji Kesamaan Dua Proporsi ... 32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan ... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ... 12

3.1 Desain Penelitian Posttest Control Group ... 23

3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 28

3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 29

3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 31

4.1 Data Skor Komunikasi Matematis Siswa... 34

(15)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Silabus Pembelajaran ... 46

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL ... 49

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional .. 85

A.4 Lembar Kerja Siswa ... 99

B.Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Posttest ... 127

B.2 Posttest ... 129

B.3 Kunci Jawaban Soal-Soal Posttest ... 132

B.4 Form Penilaian Validitas Posttest ... 140

B.5 Pedoman Penskoran Tes Komunikasi Matematis... 143

C.Analisis Data C.1 Tabel Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 144

C.2 Analisis Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 148

C.3 Hasil Posttest kelas PBL ... 149

C.4 Hasil Posttest kelas Konvensional ... 150

C.5 Uji Normalitas Posttest Kelas PBL ... 151

C.6 Uji Normalitas Posttest Kelas Konvensional ... 155

C.7 Uji Proporsi kelas PBL dan Kelas Konvensioanal... 159

C.8 Uji kesamaan Dua Proporsi………..… 163

D.Lain-lain D.1 Surat Izin Penelitian ... 166

(16)

xvii

D.3 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 168

D.4 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 170

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengetahuan matematika sangatlah penting dalam proses berpikir siswa, karena

dapat membantu ketajaman berpikir secara logis (masuk akal) serta membantu

memperjelas dalam menyelesaikan permasalahan. Pembelajaran matematika

melatih cara berpikir dan bernalar siswa untuk dapat menarik kesimpulan,

misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan

kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi, namun kenyataannya

matematika dianggap siswa sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan.

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar bagi perkembangan dan peradaban

manusia. Matematika juga sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada

semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah.

Sebagaimana disebutkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, bahwa

mata pelajaran matematika perlu diberikan di setiap jenjang pendidikan untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis,

sistematis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Sesuai dengan tujuan

(18)

2

Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan kurikulum tingkat satuan

pendidikan (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika

bertujuan agar peserta didik mempunyai kemampuan untuk memahami konsep

matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan

gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas

keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, salah satu

aspek yang harus dikuasai adalah kemampuan komunikasi matematis.

Komunikasi matematis siswa merupakan salah satu tujuan pembelajaran

mate-matika, menurut National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000), tujuan

pembelajaran matematika di-antaranya adalah untuk mengembangkan

ke-mampuan komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah

mate-matis, koneksi matemate-matis, dan representasi matematis siswa. Salah satu tujuan

khusus pembelajaran matematika dalam Soedjadi (2000: 44) adalah memiliki

kemampuan, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.

Kemam-puan yang dapat dialihgunakan tidak hanya kemamKemam-puan menerapkan matematika,

tetapi juga kemampuan berpikir secara matematis dalam menghadapi masalah.

Sebagai contoh kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, grafik, dan media lainnya untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Komunikasi dalam matematika mencakup salah satunya komunikasi tulisan

(TEAMS, 2014) yang berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan

sebagai-nya yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai

(19)

3

penting dalam menyelesikan berbagai permasalahan matematika karena

mate-matika erat dengan simbol-simbol yang penting untuk diterjemahkan. Jadi

ke-mampuan komunikasi matematis berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Survei yang dilakukan oleh PISA (Programme of International Student

Assesment) tahun 2012, rata-rata kemampuan membaca, matematika, dan sains

untuk siswa Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dari 65 negara di

dunia yang ikut serta. Skor untuk kemampuan matematika adalah 375 yamg

menduduki peringkat ke 64 dengan skor rata-rata matematika dunia 494 (OECD,

2013: 5). Literasi matematika pada PISA tersebut fokus kepada kemampuan siswa

dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif,

merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika

dalam berbagai bentuk dan situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut erat

kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan demikian

hasil tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia kemampuan komunikasi

mate-matis siswa masih harus mendapatkan banyak perhatian.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terjadi di salah satu

sekolah di Bandar Lampung, yaitu SMPN 26 Bandar Lampung. Berdasarkan

wa-wancara terhadap guru matematika di SMPN 26 Bandar Lampung, pembelajaran

matematika di sekolah masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu

me-tode ceramah. Siswa lebih sering diberikan soal-soal rutin yang sifatnya

meng-hafal rumus atau langkah-langkah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar siswa

kurang bisa menjelaskan suatu konsep dengan kalimat sendiri dan merasa

(20)

4

simbol matematis. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas guru SMP di Indonesia

masih menggunakan pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru

(teacher center) dan siswa kurang terilbat aktif dalam pembelajaran, hal ini

menyebabkan terjadi komunikasi satu arah dan hanya berpusat pada guru. Padahal

paparan kemendikbud tahun 2013 menyatakan bahwa pembelajaran saat ini

dilakukan penyempurnaan pola pikir, yaitu komunikasi yang terjalin dalam

pembelajaran bersifat interaktif dan yang menjadi pusat pembelajaran adalah

siswa. Siswa perlu memecahkan banyak masalah agar terbiasa dengan prosesnya.

Oleh karena itu perlu diterapkan model pembelajaran yang membiasakan siswa

mengomunikasikan masalah ke dalam bahasa matematika dan mengungkapkan

pendapatnya dengan siswa lain sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model

problem-based learning yang sering dikenal dengan pembelajaran berbasis masalah

(PBM), menurut Herman (2006:4) memiliki fokus utama yaitu memposisikan

guru sebagai perancang dan organisator pembelajaran, sehingga siswa mendapat

kesempatan untuk memahami dan memakai matematika melalui aktivitas belajar.

PBL merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu

konteks sehingga peserta didik dapat belajar berfikir kritis dalam melakukan

pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep

yang esensial dari bahan pelajaran (Hanafiah, 2009: 71). Pada proses PBL ini

dirancang strategi pembelajaran secara berkelompok, sehingga siswa mampu

(21)

5

aktivitas belajar kelompok. Selain itu siswa juga menjadi terbiasa untuk

mengomunikasikan suatu masalah ke dalam bahasa matematika berdasarkan

pengetahuan yang telah di dapat sebelumnya.

Dengan menerapkan model PBL diharapkan dapat menjadikan kemampuan

ko-munikasi matematis siswa lebih baik, sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap model PBL yang dianggap efektif ditinjau dari kemampuan

komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah dalam penelitian sebagai

beri-kut: “Bagaimana efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi

matematis siswa kelas VII SMPN 26 Bandar Lampung?”

Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan pertanyaan penelitian:

1. Apakah model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis

siswa?

2. Apakah model PBL lebih efektif dari model pembelajaran konvensional jika

ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model PBL ditinjau dari

(22)

6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan

ter-hadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait model PBL

dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan penelitian ini berguna

sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang efektivitas model pembelajaran

Problem-Based Learning ditinjau dari komunikasi matematis siswa.

b. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala sekolah

memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

c. Bagi peneliti lainnya, melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi

bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda-beda terhadap

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam

penelitian ini adalah:

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan pembelajaran siswa

untuk menerima pelajaran atau konsep tertentu, yang diwujudkan dari hasil

(23)

7

siswa. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila proporsi

siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik

men-capai lebih dari 0,5. Kriteria siswa yang memiliki kemampuan komunikasi

matematis dengan baik adalah siswa yang mendapat nilai sekurang-kurangnya

75.

2. Model PBL merupakan suatu model dimana siswa dibentuk

kelompok-kelompok kemudian diberi masalah yang berkaitan dengan materi

pembela-jaran. Dengan masalah tersebut siswa berdiskusi dengan anggota

kelompok-nya untuk menemukan penyelesaian. Sintaks atau fase PBL terdiri dari

mem-berikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah,

pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok,

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi

proses dan hasil.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam

mengekspresikan gagasan/ide dan pemahamannya tentang konsep dan proses

matematika yang mereka pelajari.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakannya menggunakan

gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar.

b. Menjelaskan gagasan/ide, situasi, dan hubungan secara matematika

dengan tulisan.

(24)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

kata efektif yang berarti berhasil guna. Efektivitas berhubungan dengan masalah

bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat

dari hasil yang diperoleh. Selain itu efektivitas juga merujuk pada kemampuan

untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas menunjukkan keberhasilan tercapai tidaknya sasaran yang telah

di-tetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi

efektivitasnya.

Salah satu prinsip pembelajaran adalah efisiensi dan efektivitas (Rohani, 2004).

Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan

waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan

instruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal (Rohani, 2004:28).

Dengan penggunaan waktu yang efisien dapat membuahkan hasil yang efektif.

Dengan sedikit penjelasan dari guru diharapkan peserta didik cepat memahami

(25)

9

Pembelajaran merupakan suatu proses menjadikan seseorang belajar. Menurut

Slameto (1987:2) belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Abdurrahman (1999:28) belajar merupakan suatu proses dari

seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu

suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pembelajaran harus

mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam

mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman

(1990:25) yang mengungkapkan bahwa tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: untuk

mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep keterampilan baru, pembentukan

sikap.

Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan

aktivitas-aktivitas belajar. Siswa diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri

dalam menemukan konsep-konsep atau pemahaman-pemahaman baru. Pendapat

lain oleh Sutikno (2005: 88) bahwa efektivitas pembelajaran adalah kemampuan

dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan

siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil

yang diharapkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Simanjuntak

(1993: 80) yang mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif

apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan

(26)

10

Cara untuk mengukur efektivitas adalah dengan melihat bahwa suatu tujuan dapat

dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi

yang lain, maka strategi itu efisien. Hal tersebut sesuai dengan Hamdani (2010:

55-56) yang menyatakan bahwa kalau kemampuan mentransfer atau skill yang

dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan dengan

strategi yang lain, strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan. Selain

itu Uno (2008 : 138) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada empat indikator yang

masuk dalam keefektifan pengajaran yakni (1) kecermatan penguasaan perilaku,

(2) kecermatan unjuk kerja, (3) kesesuaian unjuk kerja , dan (4) kuantitas unjuk

kerja.

Mata pelajaran yang dipelajari siswa memiliki indikator masing-masing.

Keefektifan suatu pembelajaran dapat terlihat dari persentase siswa yang

mencapai ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator. BSNP (2006:12)

menyatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan

dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara , kriteria ideal untuk

masing-masing indikator adalah dengan kriteria ketuntasan minimal

ditentukan masing-masing lembaga pendidikan. Untuk mata pelajaran

matematika kemampuan yang diukur dalam pencapaian ketuntasan belajar terdiri

dari kemampuan rendah hingga kemampuan tingkat tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran

adalah ukuran keberhasilan siswa dalam menerima pelajaran dan memahami

konsep tertentu setelah melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Keberhasilan siswa

(27)

11

diharapkan atau tidak. Pada penelitian ini kemampuan yang diukur hanya

kemampuan komunikasi matematis sehingga kriteria masing-masing indikator

yang digunakan adalah dengan kriteria ketuntasan belajar minimal sesuai

dengan yang ditetapkan sekolah yaitu 75.

2. Problem-Based Learning

Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari

materi pelajaran. Duch (dalam Riyanto, 2010:285) menyatakan bahwa

pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang

menghadapkan peserta didik pada tantangan belajar (masalah) untuk belajar, dari

masalah ini siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok untuk mencari solusi

permasalahan dunia nyata. Permasalahan ini sebagai acuan bagi peserta didik

untuk merumuskan, menganalisi, dan memecahkannya. Lebih lanjut Duch

menyatakan bahwa model ini dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir

kritis, analitis, dan untuk menemukan dan menggunakan sumber daya yang sesuai

untuk belajar.

Penyajian masalah dalam model PBL memegang peran sentral karena ketepatan

dalam memilih masalah akan menjadi kunci dalam keberhasilan proses belajar.

Michael Hicks (Rusman, 2012: 237) mengemukakan bahwa ada empat hal yang

harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu: (1) paham terhadap

masalah, (2) kita belum tahu cara memecahkan masalah tersebut, (3) adanya

(28)

12

masalah tersebut. Dalam PBL sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa

harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah

kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan memecahkan

masalah, dan adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah

tersebut.

Berdasarkan pada pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran PBL adalah suatu model pembelajaran yang digunakan oleh guru

yang menggunakan masalah dunia nyata untuk mengembangkan kemampuan

siswa dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis agar kemampuan

berfikir siswa dapat dioptimalkan.

Sugiyanto (2010: 159) mengungkapkan bahwa ada lima tahapan dalam model

pembelajaran PBL dan perilaku yang dibutuhkan guru. Untuk masing-masing

tahapnya disajikan dalam tabel berikut:

Guru membahas tujuan pembelajaran,

mendeskripsikan dan memotivasi siswa

untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi

masalah.

tugas-tugas belajar yang terkait dengan

permasalahannya.

Fase 3:

Membantu menyelidiki

secara mandiri atau kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mendapatkan informasi yang tepat,

(29)

13

merencanakan dan menyiapkan

hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman

video dan model-model yang membantu

mereka untuk menyampaikan kepada

orang lain.

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi

proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan

refleksi terhadap investigasinya dan

proses-proses yang mereka gunakan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tahapan dalam pembelajaran

menggunakan model PBL adalah:

1. Guru memberikan permasalahan kepada siswa.

2. Siswa diorganisir untuk belajar.

3. Siswa melakukan penyelidikan untuk memperoleh jawaban.

4. Siswa mengembangkan jawaban serta mempresentasikan hasilnya.

5. Guru membantu siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi hingga diperoleh kesimpulan.

Menurut Trianto (2010: 96) kegiatan pembelajaran berbasis masalah memiliki

beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran berbasis masalah

sebagai model pembelajaran antara lain konsep sesuai kebutuhan siswa, realisitik

dengan kebutuhan siswa, pemahaman akan suatu konsep menjadi kuat, dan

memupuk kemampuan pemecahan masalah. Sedangkan kekurangan pembelajaran

berbasis masalah diantaranya sulit mencari masalah yang relevan, persiapan

pembelajaran (masalah dan konsep) yang kompleks, dan membutuhkan waktu

(30)

14

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pengajaran langsung yang bersifat teacher

center. Pembelajaran konvensional masih banyak diterapkan oleh sebagian besar

guru matematika di kelas. Dalam pembelajaran yang dilakukan secara

konvensional, pelajaran ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.

Menurut Djamarah (dalam Static, 2000: 4) pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak

dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan

anak didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan Sukandi (2003: 8) mengatakan

bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak

mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa

mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu.

Guru lebih sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan materi

dalam kurikulum. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran

di-lihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam

kuri-kulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan

mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Jadi pembelajaran konvensional

kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.

Materi yang dikuasai siswa pada pembelajaran konvensional akan terbatas pada

apa yang dikuasai guru, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang

dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswapun akan tergantung pada apa yang

dikuasai guru. Pada pembelajaran tersebut, guru memainkan peran yang sangat

(31)

15

disini yaitu menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada

siswa. Sedangkan peran siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan

aktivitas yang sesuai dengan informasi yang diberikan. Padahal, disadari bahwa

setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman

menangkap materi pelajaran melalui pendengaran. Bila guru terlalu lama

berkonvensional akan membosankan dan akan menyebabkan anak didik menjadi

pasif. Selain itu, pada pembelajarn konvensional guru tidak memberikan waktu

yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang disampaikan,

menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, dan mengaplikasikannya

dalam kehidupan nyata.

Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain sebagai berikut.

1) Pelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan saja

2) Padatnya konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak mampu

menguasai bahan yang diajarkan

3) Tidak semua siswa memiliki cara belajar yang baik dengan mendengarkan

4) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa

yang dipelajari

5) Pembelajaran tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan

tidak bersifat pribadi.

Namun demikian dilihat dari pelaksanaannya, pembelajaran inipun memiliki

kelebihan diantaranya sebagai berikut.

1) Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah yang banyak dan mencakup materi

(32)

16

2) Cara ini lebih dapat disesuaikan dengan waktu, tempat, siswa dan pokok

bahasan.

4. Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut Mulyana (2005: 3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui

perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala perilaku dapat

disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga

menyebutkan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan

respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau

simbol, baik bentuk verbal atau bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan

terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem

simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu

yang lain berdasarkan kesepakatan bersama.

Selanjutnya, Latuheru (1988: 2) mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu

transaksi pengertian atau pemahaman antara dua individu atau lebih melalui

bentuk simbol dan signal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan

gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses

matematika yang mereka pelajari.

Matematika merupakan ilmu yang syarat akan simbol, istilah, dan gambar yang

menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Oleh

karena itu, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik

(33)

komu-17

nikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk digali oleh seorang guru

dalam pembelajaran matematika.

NCTM (1989: 214) menyatakan bahwa komunikasi siswa dalam pembelajaran

matematika dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide

matematika melalui lisan, tertulis dan mendemontrasikannya serta

menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,

menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika secara lisan, tertulis

maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan

istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk

menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model

situasi.

Membangun komunikasi matematis memberikan manfaat pada siswa berupa: (1)

Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar; (2)

Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan

matematika dalam berbagai situasi; (3) Mengembangkan pemahaman terhadap

gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam

matematika; (4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis

untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika; (5) Mengkaji

gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan; (6)

Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan

matematika.

Pendapat lain juga dikemukakan Peressini dan Bassett (dalam NCTM, 1996a:

(34)

18

keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses

dan aplikasi matematika. Adapun indikator untuk mengukur kemampuan

komunikasi matematis menurut Ansari (2004: 83) menyatakan bahwa kemampuan

komunikasi mate-matis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1)

Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan

diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika

ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical

expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan

peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written

texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat

model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan

aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika,

membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah

kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar

(drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written

texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan

sebagai berikut:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah

menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tulisan.

(35)

19

B. Kerangka Pikir

Komunikasi matematis merupakan kemampuan yang paling mendasar yang harus

dimiliki oleh siswa. Komunikasi matematis yang baik akan sangat membantu

siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematis dalam

kegiatan pembelajaran maupun dalam masalah dikehidupan sehari-hari yang

berkaitan dengan matematika. Komunikasi matematis memiliki beberapa

indikator yaitu menyatakan, mengekspresikan, melukiskan ide-ide matematika

kedalam bentuk gambar atau model matematika lain, menggunakan istilah-istilah,

notasi-notasi matematika untuk menyajikan ide, dan menyusun argumen secara

tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.

Problem-Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang diawali dengan

menghadapkan siswa pada masalah matematika. Masalah yang digunakan dalam

PBL diantaranya: masalah nyata, bermakna, menarik, terbuka, terstruktur, dapat

menuntun siswa dalam penyelidikan dan inkuiri, serta dapat merangsang siswa

untuk menyelesaikannya. Fase model pembelajaran problem-based learning

dimulai dari orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar,

membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan

menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah. Model PBL berpeluang untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Fase pertama adalah orientasi siswa pada masalah. Dalam fase ini guru

menyajikan masalah kepada siswa, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan

(36)

20

yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa berperan secara aktif sebagai

pemecah masalah, siswa dihadapkan pada situasi yang mendorongnya agar

mampu menemukan masalah dan memecahkannya. Dengan aktivitas tersebut

siswa dituntut untuk tekun dan semangat dalam menemukan atau merumuskan

masalah yang diberikan.

Fase selanjutnya adalah guru mengorganisasikan siswa untuk belajar kemudian

membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Dalam fase ini guru

membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok heterogen dan siswa diberikan

Lembar Kerja Siswa (LKS). Kemudian, siswa berdiskusi dengan anggota

kelompoknya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terdapat pada

LKS tersebut. Dalam aktivitas diskusi tersebut, siswa dituntut untuk dapat

mengomunikasikan ide-ide yang mereka miliki ke dalam simbol matematis

maupun ilustrasi gambar dengan baik serta dengan penjelasan yang logis, hal

tersebut tentunya akan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa

dengan baik.

Fase berikutnya yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam tahap

ini, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas dengan

bimbingan dari guru dan kelompok lain menanggapi. Melalui proses pembelajaran

ini, siswa akan terlibat aktif dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan

ide-ide serta pendapatnya. Aktivitas ini akan mengembangkan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

(37)

21

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Aktivitas yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah siswa melakukan sharing

mengenai pendapat dan idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab

untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Dengan aktivitas

tersebut siswa dituntut untuk merefleksi atau memonitor hasil pekerjaan mereka.

Berdasarkan penjabaran di atas terlihat bahwa dengan PBL siswa berpeluang

untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Peluang tersebut

diperoleh siswa pada model PBL yang telah dijelaskan di atas tidak terjadi pada

model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional adalah

model pembelajaran yang terdiri dari ceramah dan diskusi/tanya jawab. Dalam

langkah-langkah pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru, dimulai

dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran, kemudian mendemonstrasikan

atau menyajikan informasi secara bertahap, lalu guru memberikan latiahan

terbimbing, mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik dan

ditutup dengan pemberian tugas di rumah. Jika diperhatikan peran siswa dalam

pembelajaran konvensional masih kurang diperhatikan. Siswa hampir tidak

diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pikirannya sendiri. Hal ini akan

berdampak pada kurangnya siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide dalam

menyelesaikan suatu masalah matematis yang dimilikinya. Oleh karenanya,

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tidak mampu mendorong

siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dalam belajar

dan cenderung menghasilkan komunikasi matematis yang lemah akibatnya

mengikuti pembelajaran dengan model PBL akan lebih efektif daripada siswa

(38)

22

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 26 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2014-2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan

kuri-kulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa

selain model pembelajaran tidak diperhatikan.

D. Hipotesis

1. Hipotesis Penelitian :

a. Model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis

siswa.

b. Model PBL lebih efektif dari model konvensional ditinjau dari

kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja :

a. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan

baik pada kelas yang menggunakan model PBL mencapai lebih dari 0,5.

b. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan

baik pada kelas yang menggunakan model PBL lebih tinggi dari kelas

(39)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 di SMP

Negeri 26 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak

326 siswa yang terdistribusi dalam sepuluh kelas. Pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan

sampel atas dasar pertimbangan bahwa kelas yang dipilih adalah kelas yang diajar

oleh guru yang sama. Terpilihlah kelas VII-H sebagai kelas eksperimen dan kelas

VII-G sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen guru menerapkan model PBL

dan pada kelas kontrol guru menerapkan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kuasi eksperimen. Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah posttest only control group. Menurut Furchan (1982: 354)

desain penelitian disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Posttest Control Group Design

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen (E) X1 O

(40)

24

Keterangan :

X1 = pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran PBL.

X2 = pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran konvensional. O = posttest pada kelas eksperimen dan kontrol.

C. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran

matema-tika di kelas VII SMP Negeri 26 Bandarlampung.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP

ini dibuat sesuai dengan model yang akan digunakan selama

peneli-tian ini, yaitu RPP dengan model pembelajaran PBL.

c. Memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai

keadaan lapangan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

d. Melakukan validasi instrumen.

e. Melakukan uji coba soal tes.

f. Melakukan perbaikan instrumen bila diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk

kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran PBL

Sedangkan, untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran

(41)

25

b. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen.

3. Tahap Analisis Data

Tahap-tahap analisis data penelitian ini adalah :

a. Menganilisis data hasil penelitian.

b. Menyusun hasil penelitian

c. Menyimpulkan hasil penelitian.

D. Data dan Teknik Pengumpulan data

1. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes

kemam-puan komunikasi matematis yang diperoleh siswa sesudah diberi perlakuan.

Perlakuan yang dimaksud adalah siswa mengikuti pembelajaran dengan model

pembelajaran PBL dan model pembelajaran konvensional.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes digunakan untuk

mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Tes dilaksanakan setelah

mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran PBL pada kelas eksperimen

maupun pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan

komunikasi matematis. Perangkat tes terdiri dari delapan soal uraian. Setiap soal

(42)

26

digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba pada kelas VIII-A yang kemudian

dilakukan analisis mengenai validitas isi, daya beda, tingkat kesukaran dan

reliabilitas.

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi

dari instrumen tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara

mem-bandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan

indikator pembelajaran yang telah ditentukan, untuk mendapatkan perangkat tes

yang mempunyai validitas isi yang baik dilakukan langkah-langkah berikut:

a. Membuat kisi-kisi dengan indikator yang telah ditentukan.

b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi.

c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang ahli mengenai

kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal dan bahasa yang digunakan.

Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar

kurikulum SMP dan mengenai evaluasi pembelajaran, maka validitas instrumen

tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika terhadap

komunikasi matematis siswa. Instrumen tes yang dikategorikan valid adalah yang

telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur

berdasarkan penilaian guru mitra. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang

digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.4). Langkah selanjutnya diadakan

uji coba soal untuk mengetahui tingkat reliabilitas, daya beda, dan tingkat

(43)

27

1. Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini, instrument tes yang digunakan adalah tes tertulis yang

ber-bentuk uraian sehingga untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Alpha

sebagai berikut.

dengan

Keterangan :

: nilai reliabilitas instrumen (tes) k : banyaknya butir soal (item)

: jumlah varians dari tiap-tiap item tes : varians total

N : banyaknya data ∑X : jumlah semua data ∑X2

: jumlah kuadrat semua data

Menurut Kaplan dalam Widoyoko (2012: 155) suatu instrumen tes dikatakan baik

apabila memiliki nilai reliabilitas 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan

(Lampiran C.1), diperoleh koefisien reliabilitas sebesar r11= 0,78, sehingga instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan

data.

2. Daya Pembeda

Penghitungan daya pembeda dimulai dengan mengurutkan data dari siswa yang

memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Karena banyak siswa dalam

pene-litian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2009: 212) diambil 50%

(44)

28

yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). To (dalam Noer,

2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus :

IA JB JA

DP 

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA = jumlah nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah nilai ideal kelompok (atas/bawah).

Hasil penghitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang

tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai Interpretasi

Dari hasil penghitungan (Lampiran C.2) diperoleh bahwa soal nomor 1 memiliki

nilai daya pembeda 0,36 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor

2 memiliki nilai daya pembeda 0,32 sehingga termasuk soal dengan kategori baik,

soal nomor 3 memiliki nilai daya pembeda 0,40 sehingga termasuk soal dengan

kategori baik, soal nomor 4 memiliki nilai daya pembeda 0,30 sehingga termasuk

(45)

29

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu

butir soal digunakan rumus berikut.

JT = jumlah nilai yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT = jumlah nilai maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut.

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Dalam penelitian ini, butir soal yang dipilih adalah soal dengan nilai tingkat

kesu-karan 0.31  TK  0.70 dengan interpretasi sedang.

Setelah menghitung tingkat kesukaran soal ( Lampiran C.2) diperoleh hasil bahwa

soal nomor 1 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,42 sehingga termasuk kategori

soal yang sedang, soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,48 sehingga

termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang, soal nomor 3 memiliki nilai

tingkat kesukaran 0,63 sehingga termasuk soal dengan kategori sedang, soal

nomor 4 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,35 sehingga termasuk soal dengan

tingkat kesukaran sedang, soal nomor 5 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,67

(46)

30

nilai tingkat kesukaran 0,44 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran

sedang, soal nomor 7 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,43 sehingga termasuk

soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan soal nomor 8 memiliki nilai tingkat

kesukaran 0,48 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang.

Dari uji instrumen di atas, dapat disimpulkan bahwa butir soal telah memenuhi

validitas isi, reliabilitas tinggi. daya pembeda soal baik, dan tingkat kesukaran

sedang sehingga instrumen tersebut dapat dipergunakan dalam penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Data skor kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas PBL dan kelas

konvensional dianalisis menggunakan uji statistik untuk mengetahui efektivitas

model pembelajaran PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

Sebelum melakukan uji statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat

berdistribusi normal atau tidak. Uji Normalitas dalam penelitian ini

menggu-nakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2009: 273) adalah

sebagai berikut.

a. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas :

= populasi yang berdistribusi normal.

= populasi tidak berdistribusi normal.

(47)

31

Tabel 3.4 menunjukkan rekapitulasi perhitungan uji normalitas pada kelas PBL

dan kelas konvensional. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.5

dan C.6

Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Data Kemampuan Komunikasi

Matematis pada X

2

hitung X2tabel Keterangan Pembelajaran PBL 1,34 7,81 Berdistribusi

Normal

Pembelajaran Konvensional 5,30 7,81

Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa data komunikasi matematis siswa

yang mengunakan pembelajaran PBL diperoleh X2hitung sebesar 1,34 dan siswa

yang mengunakan pembelajaran konvensional diperoleh X2hitung sebesar 5,30

sedangkan X²tabel (α=5%) sebesar 7,81. Karena X2hitung X²tabel maka kedua data

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Setelah melakukan uji normalitas,

analisis berikutnya menganalisis data menggunakan uji proporsi dan uji kesamaan

(48)

32

2. Uji Proporsi

Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas

eksprimen lebih dari atau sama dengan 50% dari jumlah siswa maka dilakukan uji

proporsi pada nilai posttest siswa di kedua kelas tersebut. Berikut adalah prosedur

uji proporsi

1. Apabila data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan

uji proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesi sebagai berikut:

(proporsi siswa tuntas belajar kurang dari 50%)

(proporsi siswa tuntas belajar lebih dari atau sama dengan

50%)

Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 234) adalah

n

0,49 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang

dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana

didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk

hipotesis H0 diterima.

3. Uji Kesamaan dua proporsi

Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas

(49)

33

kesamaan dua proporsi pada nilai posttest siswa di kedua kelas tersebut.

Berikut adalah prosedur uji kesamaan dua proporsi

1. Apabila data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan

uji proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

(proporsi siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen sama

dengan pada kelas kontrol)

(proporsi siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen lebih dari

pada kelas kontrol)

Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 264) adalah .

√ { }

Dengan

Keterangan:

: banyaknya siswa tuntas belajar pada kelas eksperimen : banyaknya siswa tuntas belajar pada kelas kontrol

: jumlah sampel pada kelas eksperimen

: jumlah sampel pada kelas kontrol

Dengan kriteria tolak jika dan terima untuk

(50)

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model

pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada model konvensional ditinjau

dari kemampuan komunikasi matematis siswa VII SMP Negeri 26 Bandar

Lampung tahun pelajaran 2014/2015. Pencapaian proporsi siswa model PBL yang

memiliki kemampuan komunikasi matematis baik lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa model konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih

optimal disarankan hal-hal berikut ini.

1. Dalam menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran PBL

hendaknya guru memahami pelaksanaan ke empat tahapan dalam

pembelajaran dengan model ini dengan pengelolaan kelas yang baik,

Khususnya ketika kegiatan diskusi berlangsung, guru harus mengelola kelas

seefektif mungkin agar suasana belajar kondusif dan dapat membantu siswa

dalam menyusun argument secara tertulis dalam menyelesaikan suatu

masalah matematis. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan kelompok

(51)

42

2. Peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai

efektivitas model pembelajaran PBL, sebaiknya model ini diterapkan pada

materi matematika yang memungkinkan siswa dapat menyatakan,

mengekspresikan, melukiskan ide-ide matematika kedalam bentuk gambar

atau model matematika lain, menggunakan istilah-istilah, menyusun

argumen secara tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Ansari, B. 2004. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui StrategiThink-Talk-Write. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

BNSP. 2006. Ketuntasan Belajar Siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org.id. (28 Februari 2015).

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.

________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

________. 2003. UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya.

Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.

Herman,Tatang. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Perpustakaan UNY. [Online] 1(1): 52. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id. (23 November 2014).

Latuheru, J. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

(53)

44

National Council of Teacher Mathematics. 1989. Curiculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Virginia: The NCTM Inc. [Online]. Tersedia; http://www.nctm.org/. (4 November 2014).

__________________________________. 1996. Communication on Imperative for Change. Virgina: The NCTM. [online].Tersedia:http://www.nctm.org. (4 November 2014).

__________________________________. 2000. Communication on Imperative for Change. Virgina: The NCTM. [online].Tersedia: http://www.nctm.org. (4 November 2014).

OECD. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in

Matehmatics, Reading, and Science. [Online]. Tersedia di www. oecd.org (20 Oktober 2014).

PISA Indonesia. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in Matehmatics, Reading, and Science. [on line]. Tersedia: www.oecd.org. (20 Oktober 2014).

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila. Bandar

Lampung.

Rusman. 2011. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo.

Riyanto.2010. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Siegel, Sidney. 1992. Statistika Non Parametrik.Jakarta : Gramedia Pustaka.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

(54)

45

Static. 2000. Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://xpresiriau.com. (4 januari 2015).

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman. 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sukandi, Ujang,dkk. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Duta Graha Pustaka. Surabaya

TEAMS. 1993. Communication. [Online]. Tersedia:http://teams.lacoe.Edu. (28 januari 2015).

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

(55)

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Tabel 3.1 Posttest Control Group Design
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Tabel 3.3.  Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 40 ml ekstrak tomat dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuh ayam broiler yang diinfeksi APEC yang

Ambiguitas dapat terjadi pada tingkat fonetik (pengujaran yang terlalu cepat), leksikal (setiap kata dapat memiliki lebih dari satu makna), dan tingkat

ÜßÚÌßÎ ×Í×

Untuk membangun fasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, maka hal terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas tersebut adalah sifat-sifat dan

Anda hanya menyorot opsi [I]nstall jika ingin menginstal atau meng- upgrade paket software, opsi [R]emove jika ingin menghapus sebuah software dari sistem, opsi [C]onfig

Toponimi di wilayah Kabupaten Banyu- mas sebagai salah satu tinggalan budaya Sunda masa silam yang ada di Jawa Tengah masih dapat dilacak, baik pada individu masyarakat maupun

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini, maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari

[r]