PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA
MENGGUNAKAN METODE PQ4R BERDASARKAN
GAYA BELAJAR SISWA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
UFI AZMIYAH
106016100593
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
UFI AZMIYAH, Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode PQ4R Berdasarkan Gaya Belajar Siswa. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Februari 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R berdasarkan gaya belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Islamiyah kelas VIII. Subjek penelitian ini sebanyak 64 siswa, yang terdiri dari siswa dengan gaya belajar dominan visual sebanyak 22 siswa, dominan auditori 13 siswa, dominan kinestetik 17 siswa, dan multi sebanyak 12 siswa. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R berdasarkan gaya belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada data pre-test diperoleh nilai Hhitung = 3,70; pada data posttest diperoleh nilai
Hhitung = 2,22; dan pada n-gain diperoleh nilai Hhitung = 2,49. Titik kritis x 2 pada
α= 0,05 dengan derajat kebebasan 3 adalah 7,815. Karena Hhitung lebih kecil
daripada x 2kritis, maka Ho diterima yang berarti bahwa hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R untuk siswa dominan visual, siswa dominan auditori, siswa dominan kinestetik, dan siswa multi tidak berbeda secara signifikan.
ABSTRACT
UFI AZMIYAH, The Difference of Learning Results based on Student’s
Learning Style, Using the PQ4R Method for the Major of Science. The Thesis. The Study Program of Biology Education, Department of Science Education, Faculty of Tarbiyah Knowledge and Education, Syarif Hidayatullah's Islamic State University Jakarta. In February 2011.
This research aimed to knowing how far the difference of learning results of using the PQ4R method, based on the learning style of the student. This research was carried out in MTs Al-Islamiyah the class of VIII. Subject of this research totalling 64 students, consisted of the student with the learning style of visual dominant 22 students, auditory dominant 13 students, kinesthetic dominant 17 students, and multi learning 12 students. Based on the analysis by using the test of Kruskal-Wallis, the results show that there is no difference of learning results of using the PQ4R method based on the learning style of the student. This could be seen in the pretest, it received the Htest value =3,70; in the posttest, it received
by the Htest value=2,22; and in n-gain, it received the Htest value=2,49. The
critical value of x2for α = 0.05 with the degree of freedom 3 was 7,815. Because of Htest value was smaller than critical value of x2, then Ho was accepted, which
means that learning results used the PQ4R method for the visual dominant student, the auditory dominant student, the kinesthetic dominant student, and the multi-learning student were not different significantly.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim....
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk
melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan
pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan
Biologi. Skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan
Metode PQ4R Berdasarkan Gaya Belajar Siswa” merupakan realisasi dari
penelitian yang telah dilaksanakan di MTs Al-Islamiyah Ciledug, sejak tanggal
2-23 November 2010.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen Pembimbing I,
yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga karya
tulis ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Yanti Herlanti, M.Pd, Dosen Pembimbing II, yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga
karya tulis ini dapat terselesaikan.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan
7. Bapak H. Syafe’i Ibrahim, Kepala MTs Al-Islamiyah, yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini.
8. Bapak Drs. Jamal Lutfi, Guru IPA, beserta seluruh Dewan Guru dan Staf TU
MTs Al-Islamiyah yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.
9. Siswa dan siswi MTs Al-Islamiyah Ciledug, khususnya kelas VIII yang telah
kooperatif dalam penelitian ini.
10. Teristimewa untuk kedua orangtua tercinta, ayahanda M.Nalih dan Ibunda
Nuriyati yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang dan do’a, serta
dukungan moril dan materil kepada penulis. Serta adik-adik tersayang Ayi
Raffiah dan Adli Ashari yang telah memberi dukungan moril serta do’anya
kepada penulis.
11. Kakak serta sahabat Wilda Rizkiyah, Milah Mailani dan Azhar Gunawan
untuk do’a, bantuan dan motivasi yang tiada henti kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Sahabat-sahabat terbaik di bangku kuliah Ayu Arsyi Rahayu, Himmatul Ulya,
Lily Mufaizah, dan Nurlaila, serta seluruh teman-teman Program Studi
Pendidikan Biologi angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan kalian
selama ini, dengan kehadiran dan canda tawa yang selalu menghiasi hari-hari
penulis. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, terima kasih untuk semuanya.
Penulis mengharapkan koreksi yang konstruktif untuk perbaikan tulisan
ini. Akhir kata penulis juga berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang
memerlukan.
Jakarta, Februari 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan investasi masa depan bagi sumber daya
manusia yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia. Oleh sebab itu, Indonesia menempatkan pendidikan
sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi
pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alinea ke-IV yang
mengamanatkan bahwa salah satu tujuan nasional negara Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal tersebut diperkuat lagi dalam UU Republik Indonesia No.20 tahun
2003 tentang pendidikan nasional pada bab I pasal 1 ayat 1 yang menyatakan
bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1 Pendidikan merupakan suatu hal penting yang menjadi penopang
dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk kemajuan bangsa. Melalui
pendidikan, manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik untuk
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan mutu
pendidikannya. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
sampai saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap satuan
pendidikan dalam membekali siswa untuk menempuh pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Mutu pendidikan Indonesia berdasarkan survei TIMSS
(Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 yang
diikuti 48 negara menempati urutan ke-41 dalam bidang sains.2
1
Undang-undang RI No. 20 Th. 2003, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, cet.ke-2. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 3.
2
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia salah satunya
adalah masalah efektifitas pengajaran. Keefektifan pengajaran didukung oleh
peran guru dalam proses pembelajaran.3 Pengajaran yang efektif adalah suatu pengajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan serta dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Akan tetapi, sistem pengajaran yang diterapkan oleh guru kepada siswa baru
sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan dan keterampilan sebatas
sekedar tahu saja, sehingga sistem komunikasi dalam kelas cenderung satu
arah (teacher centered) dan bersifat otoriter. Hal tersebut menunjukkan
bahwa guru masih menerapkan pengajaran yang bersifat kuno atau
konvensional.
Dalam proses pengajaran konvensional, guru memiliki tiga peran
utama, yaitu sebagai perencana, penyampai informasi dan evaluator. Dalam
melaksanakan perannya sebagai penyampai informasi, seringkali guru
menggunakan metode ceramah sebagai metode utama yang dianggap ampuh
dalam proses pengajaran, biasanya guru sudah merasa mengajar apabila
sudah melakukan ceramah dan tidak mengajar jika tidak melakukan
ceramah.4
Metode ceramah adalah metode pengajaran konvensional atau metode
pengajaran tradisional. Metode ceramah merupakan metode penyampaian
bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah
dilaksanakan. Akan tetapi, metode ini kurang melibatkan keaktifan siswa
sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered).
Kenyataan di lapangan banyak ditemukan bahwa pengajaran IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam) masih didominasi oleh guru melalui metode
pengajaran konvensional.5 Padahal menurut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), pengajaran harus beralih dari berpusat pada guru
3
Marjohan, “Tinggalkanlah Metode Konvensional.” Tersedia:
http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2007/11/09/opini-tinggalkanlah-metode-konvensional/
4
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet.ke-5. (Jakarta: Kencana, 2008), h. 97.
5
Maskur, “Peningkatan hasil belajar IPApadapembelajaran sifat-sifat cahaya melalui eksperimen di kelas V MI Bahrul Ulum Sebani Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan,” (Skripsi S1 PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Pra-Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang, 2009). Tersedia:
(teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered) dan
metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke
parsipatori.6 Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bersifat parsipatori adalah metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect,
Recite, dan Review).
Metode PQ4R dikembangkan oleh Thomas dan Robinson yang
merupakan penyempurnaan dari metode SQ3R yang dicetuskan Francis
Robinson. Metode ini dapat membantu siswa mengingat apa yang mereka
baca, dan membantu proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan
dengan kegiatan membaca buku.7
Berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan,
menunjukkan bahwa metode PQ4R dapat dijadikan rujukan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, diantaranya oleh Mahmudah dalam
skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran PQ4R (Preview,
Question, Read, Reflect, Recite, and Review) dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa”, memberikan kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dapat
meningkat melalui penerapan metode pembelajaran PQ4R. Dari hasil
penelitian, pada siklus pertama ketuntasan belajar yang dicapai yaitu sebesar
82,6% dan siklus kedua sebesar 100%. Rata-rata tes hasil belajar akhir siklus
I sebesar 68,9 menjadi 71 pada siklus II.8 Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Y.Ulung Anggraito, dkk. yang berjudul “Peningkatan Kuantitas
Siswa Tuntas Belajar melalui Penggunaan Strategi Belajar Metode PQ4R
dalam Pembelajaran Biologi di SLTP Negeri 1 Semarang”, memberikan
kesimpulan bahwa metode PQ4R dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan kuantitas siswa tuntas belajar, hal ini dapat
dilihat berdasarkan peningkatan jumlah siswa tuntas belajar dari siklus I
sampai III, namun batas tuntas kelas belum tercapai. Nilai rata-rata kelas
6
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, cet.ke-1. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 2.
7
Ibid., h. 145-147.
8
juga menunjukkan peningkatan dari siklus I sampai III.9 Akan tetapi, belum ada tindak lanjut dari penelitian-penelitian yang menggunakan metode PQ4R
yang telah dilakukan sebelumnya, karena penelitian tersebut hanya melihat
sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa. Padahal ada faktor-faktor lain
yang pelu diteliti dari penggunaan metode PQ4R. Salah satunya adalah gaya
belajar siswa. Karena setiap siswa menempuh cara atau gaya belajar yang
berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai. Setiap
orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Yang pasti semua orang
belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan peraba.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi,
yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali
lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium, dan merasa. Di dunia
pendidikan, istilah gaya belajar mengacu khusus untuk penglihatan,
pendengaran, dan peraba. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan.
Gaya belajar auditori merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya
belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil.10
Gaya belajar (learning styles) dianggap memiliki peranan penting
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa yang dipaksa belajar dengan
cara-cara yang kurang cocok dan berkenan bagi mereka tidak menutup
kemungkinan akan menghambat proses belajarnya terutama dalam hal
berkonsentrasi saat menyerap informasi yang diberikan. Dan pada akhirnya
hal tersebut juga akan berpengaruh pada hasil belajar yang belum maksimal
sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya untuk dilakukan penelitian
yang berkaitan dengan perbedaan hasil belajar berdasarkan gaya belajar siswa
pada pembelajaran yang menggunakan metode PQ4R. Metode ini dipilih
9
Y. Ulung Anggraito, dkk., “Peningkatan Kuantitas Siswa Tuntas Belajar melalui Penggunaan Strategi Belajar Metode PQ4R dalam Pembelajaran Biologi di SLTP Negeri 1 Semarang,” (Laporan Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Oktober 2003), h. iii.
10
karena pada setiap langkahnya siswa dengan gaya belajar yang beragam dapat
ikut berkontribusi dan aktif dalam pembelajaran di kelas.
Dengan menerapkan metode PQ4R ini, siswa mempunyai kesempatan
belajar dengan gayanya sendiri. Peran guru berubah menjadi peran sebagai
fasilitator, artinya guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa
untuk belajar, sehingga pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student
centered). Selain itu, melalui metode ini diharapkan dapat meningkatkan
minat siswa untuk membaca materi pelajaran yang selama ini masih rendah.
Jadi, atas dasar permasalahan yang telah disebutkan di atas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode PQ4R Berdasarkan Gaya Belajar Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat di
identifikasikan beberapa masalah yaitu:
1. Metode pengajaran yang masih konvensional dan hanya satu arah
(teacher centered) sehingga kurang melibatkan partisipasi aktif siswa.
2. Metode pengajaran yang digunakan tidak mempertimbangkan gaya
belajar siswa yang beragam.
C. Pembatasan Masalah
Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah di atas,
terdapat banyak permasalahan yang didapat. Karena adanya keterbatasan
waktu dan pengetahuan yang penulis miliki serta untuk memperjelas dan
memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis
berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, antara lain sebagai
berikut:
1. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII (Delapan) semester ganjil
Madrasah Tsanawiyah Al-Islamiyah Ciledug, tahun ajaran 2010/2011.
2. Pembelajaran menggunakan metode PQ4R pada konsep struktur dan
3. Aspek yang diukur adalah aspek kognitif, yaitu hasil belajar siswa.
Sedangkan gaya belajar siswa diobservasi melalui kuesioner gaya belajar
visual-auditori-kinestetik (VAK) yang diambil dari Bobbi DePorter,
Mark Reardon, & Sarah Singer-Nourie dalam bukunya yang berjudul
“Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang
Kelas.”
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah: “Apakah terdapat perbedaan
hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R berdasarkan gaya belajar
siswa?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana perbedaan hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R
berdasarkan gaya belajar siswa, yang pada penelitian ini dibatasi pada konsep
struktur dan fungsi jaringan tumbuhan.
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Guru; menjadi bahan masukan dalam memilih metode yang paling tepat
yang sesuai dengan gaya belajar siswa agar proses belajar mengajar
menjadi efektif dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
BAB II
KAJIAN TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoretik
1. Metode PQ4R
a. Pengertian Metode
Metode adalah cara yang digunakan untuk melaksanakan rencana
yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan dapat tercapai secara
optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan, karena suatu strategi pembelajaran hanya dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran. Maka
dapat dikatakan bahwa, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran
memegang peranan yang sangat penting.11
Metode berkaitan erat dengan strategi pembelajaran yang dirancang
agar proses belajar dapat berjalan dengan baik. Metode adalah teknik yang
dianggap paling baik untuk menyampaikan materi pelajaran. Dalam
desain pembelajaran metode merupakan hal yang sangat penting, karena
metode yang digunakan akan menentukan situasi belajar yang
sesungguhnya.12
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, metode adalah suatu cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode
diperlukan oleh guru dalam kegiatan mengajar dan penggunaannya
bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Seorang guru tidak
akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai satupun metode
mengajar.13
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode adalah cara yang digunakan dalam
menyampaikan tujuan atau materi pelajaran kepada siswa. Metode
11
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet.ke-5. (Jakarta: Kencana, 2008), h. 147.
12
Dewi Salma Prawiradelaga, Prinsip Disain Pembelajaran, cet.ke-2. (Jakarta: Kencana, 2008), h. 18.
13
mengajar yang digunakan harus tepat guna, yang berarti harus sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai, dan metode tersebut juga harus
dikuasai oleh guru. Semakin baik pemilihan metode mengajar yang sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai, maka semakin baik pula hasil belajar
yang akan diperoleh.
b. Pengertian Metode PQ4R
Metode PQ4R dikembangkan oleh Thomas & Robinson yang
merupakan penyempurnaan dari metode SQ3R yang dicetuskan oleh
Robinson.14 Metode PQ4R merupakan metode untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca, dan membantu proses belajar mengajar
di kelas yang dilakukan dengan kegiatan membaca buku. Kegiatan
tersebut bertujuan untuk mempelajari sampai tuntas bab demi bab suatu
buku pelajaran.15
“What is the PQ4R method?
It’s a method that was used to help the student to remember what was read by text material. It derives its name from the six phases: preview that is survey the chapter to determine the general topics being discussed, make up questions about the section, Read the section carefully, Reflect on the text as you are reading, recall the information contained in the section, and review the chapter.”
Metode PQ4R adalah metode yang digunakan untuk membantu
siswa mengingat apa yang mereka baca melalui bahan bacaan. Terdiri dari
enam langkah sesuai dengan singkatannya, yaitu: membaca selintas
dengan cepat, membuat pertanyaan, membaca secara keseluruhan dengan
hati-hati, refleksi, tanya-jawab untuk mengingat kembali, dan mengulang
secara menyeluruh.16
14
I Gusti Ngurah Pujawan, “Implementasi pendekatan Matematika Realistik dengan Metode PQ4R Berbantuan LKS dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 4 Singaraja,” Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus Th. XXXVIII (Desember 2005): h. 779.
15
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, cet.ke-1. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 146.
16
Anderson J.R, “Review: Memory Elaboration and Reconstruction.” Chapter 7
Cognitive Psychology And Its Implications 4th Edition Freeman, ISBN 0716723859, Pages pp 166 – 197. Tersedia:
“The PQ4R method is a mnemonic technique used for remembering text material. the PQ4R method of reading text material have shown its advantages over the way people normally read. So students may not use the technique, even though it is more effective”
Metode PQ4R adalah teknik yang digunakan untuk membantu daya
ingat agar dapat mengingat bahan bacaan. Metode ini mempunyai
kelebihan meskipun seperti metode membaca yang biasa digunakan orang,
dan metode ini jauh lebih efektif.17
Metode PQ4R merupakan salah satu bagian dari strategi elaborasi
(Elaboration strategies). Elaborasi adalah proses penambahan rincian
informasi sehingga menjadi lebih bermakna, karena dilakukan melalui
pengkodean sehingga lebih mudah dan lebih memberikan kepastian.
Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang dengan menciptakan gabungan
dan hubungan antara informasi baru dan apa yang telah diketahui
sebelumnya. Strategi ini terdiri dari pembuatan catatan, analogi, dan
metode PQ4R.18
Metode PQ4R menurut Anderson, merupakan penimbul pertanyaan
yang dapat mendorong pembaca teks melakukan pengolahan materi secara
lebih mendalam dan luas.19 Selanjutnya, metode PQ4R sesuai dengan kepanjangannya terdiri atas enam langkah, yaitu: P singkatan dari preview
(membaca selintas dengan cepat), Q adalah question (membuat
pertanyaan), dan 4R adalah singkatan dari read (membaca), reflect
(refleksi), recite (tanya-jawab sendiri), dan review (mengulang secara
menyeluruh).20
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa metode
PQ4R adalah prosedur analisis membaca untuk membimbing siswa dalam
mempelajari bacaan secara sistematis. Metode PQ4R menunjukkan pada
siswa bagaimana menangani bacaan melalui prosedur Preview, Question,
17
Vernelia Randall, “Learning Theory - How are Things Remembered.” Tersedia: http://academic.udayton.edu/legaled/online/exams/memory06.html
18
Trianto, Op.Cit., h. 92.
19
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, cet.ke-1. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 128-129.
20
Read, Reflect, Recite, Review. Siswa secara aktif memproses isi bacaan
dengan metode yang mirip dengan metode tradisional. Dengan
menerapkan metode ini, siswa mendapatkan pengalaman belajar yang
dapat mereka terapkan saat belajar sendiri.
c. Langkah-langkah Metode PQ4R
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode PQ4R
mengikuti urutan-urutan nama tersebut, adalah sebagai berikut:
(1) Preview
Pada langkah pertama ini, siswa membaca selintas dengan cepat
sebelum membaca bahan bacaan. Siswa dapat memulai dengan
membaca topik-topik, sub topik utama, judul dan sub judul,
kalimat-kalimat permulaan atau akhir suatu paragraf, atau ringkasan pada akhir
suatu bab. Apabila hal itu tidak ada, siswa dapat memeriksa setiap
halaman dengan cepat, membaca satu atau dua kalimat di sana-sini
sehingga diperoleh sedikit gambaran mengenai apa yang akan
dipelajari.21
Pada langkah preview ini, siswa dianjurkan untuk menyiapkan
pensil atau stabilo untuk menandai bagian-bagian tertentu pada bahan
bacaan yang dianggap penting. Bagian-bagian tertentu ini akan
mempermudah siswa untuk menyusun pertanyaan pada langkah
selanjutnya.
(2) Question
Pada langkah kedua ini, siswa membuat pertanyaan yang relevan
dengan bahan bacaan. Pada langkah ini, guru perlu memberi petunjuk
dan contoh kepada siswa untuk menyusun pertanyaan yang jelas,
singkat dan relevan dengan bagian-bagian tertentu dari bahan bacaan
yang telah ditandai pada langkah sebelumnya. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa apabila seseorang membaca untuk menjawab
sejumlah pertanyaan, maka akan membuatnya membaca lebih
21
hati serta seksama serta akan dapat membantu mengingat apa yang
dibaca dengan baik.22
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
keingintahuan siswa, mengecek pemahaman siswa, mengetahui hal-hal
apa saja yang sudah diketahui siswa, serta membangkitkan respon siswa
terhadap bahan bacaan yang dibahas.
(3) Read
Pada langkah ini, siswa membaca bahan bacaan dengan cermat,
dan menjawab pertanyaan yang dibuatnya pada langkah sebelumnya,
serta menandai jawabannya dengan garis bawah atau stabilo.23 (4) Reflect
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari.
Siswa mengendapkan apa yang yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi juga dapat diartikan sebagai respon
terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.24 Pada tahap ini siswa mencoba memahami materi yang dibaca
dengan cara : (a) menghubungkan materi yang dibaca dengan materi
yang diketahui sebelumnya, (b) mengaitkan sub-sub topik dengan
konsep-konsep utama, (c) memecahkan kontradiksi dalam materi yang
disajikan, dan (d) menggunakan materi itu untuk memecahkan masalah
yang disimulasikan.25
Kegiatan refleksi ini dilakukan dengan meninjau ulang jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun pada langkah
sebelumnya, kemudian siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
dalam menjawab pertanyaan yang telah disusun pada langkah
sebelumnya, kemudian kelompok lainnya menanggapi.
22
Ibid., h. 148.
23
Ibid.
24
Ibid., h. 113.
25
(5) Recite
Pada langkah ini, siswa diminta untuk mengingat kembali
pertanyaan dan jawaban yang telah dibuatnya dengan melakukan tanya
jawab dengan teman sekelompoknya, kemudian membuat rangkuman
dari seluruh pembahasan pelajaran yang terdapat pada bahan bacaan.26 (6) Review
Pada langkah terakhir ini siswa diminta untuk membaca
pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang diperoleh pada langkah
sebelumnya, serta membaca rangkuman yang telah dibuatnya, bila perlu
mengulang kembali seluruh isi bahan bacaan jika merasa kurang yakin
dengan jawabannya.27
Langkah-langkah pada metode PQ4R apabila dikaitkan dengan
pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa melalui langkah preview
dan question siswa akan menghubungkan antara pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki dengan topik yang sedang dipelajari.
Pada langkah read dan reflect siswa akan mempelajari dan memahami
lebih dalam mengenai topik yang dibahas sehingga mereka memperoleh
pengetahuan baru dan memformulasikan pengetahuan itu untuk dirinya
sendiri. Selanjutnya pada langkah recite, pengetahuan yang telah
terbentuk perlu dimantapkan melalui suatu latihan sehingga pengetahuan
tersebut menjadi permanen dalam ingatan siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan dan keterbatasan, baik pengalaman, pengetahuan awal, dan
kecepatan belajar, sehingga dapat berdampak pada kecepatan pemahaman
dan penguasaan materi ajar. Oleh karena itu, setiap siswa diberi
kesempatan untuk meriview topik yang telah mereka pelajari (tahap
review). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan metode
PQ4R sangat mendukung dalam proses pembelajaran.28
Dari langkah-langkah metode PQ4R yang telah diuraikan di atas,
dapat dilihat bahwa metode PQ4R membantu siswa memahami materi
pelajaran, terutama terhadap materi-materi yang lebih sukar dan menolong
26
Trianto, Op.Cit., h. 149.
27
Ibid.
28
siswa untuk berkonsentrasi lebih lama. Langkah-langkah permodelan
pembelajaran dengan penerapan metode PQ4R terdapat pada tabel 2.1
berikut:29
Tabel 2.1 Langkah-langkah Permodelan Pembelajaran dengan Penerapan Metode PQ4R
Langkah-langkah
Tingkah Laku Guru Aktivitas Siswa
Langkah 1
a. Menginformasikan kepada siswa agar memperhatikan makna dari bacaan
b. Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat pertanyaan dari ide pokok yang ditemukan
Memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dan menanggapi/ menjawab pertanyaan yang telah disusun sebelumnya materi yang ada pada bahan bacaan
Bukan hanya sekedar
seluruh pembahasan Langkah 6
Review
a. Menugaskan siswa membaca intisari yang dibuatnya dari rincian ide pokok yang ada dalam benaknya
(Sumber: Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik)
d. Keunggulan dan Kelemahan Metode PQ4R
Metode PQ4R memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan,
antara lain sebagai berikut:30 (1) Keunggulan
a. Sangat tepat digunakan untuk materi pelajaran yang bersifat
pengetahuan deklaratif
b. Membantu siswa yang daya ingatnya lemah untuk menghapal
materi pelajaran, serta meningkatkan keterampilan proses
bertanya dan mengkomunikasikan pengetahuannya
c. Mudah diterapkan pada semua jenjang pendidikan
(2) Kelemahan
2. Gaya Belajar
a. Pengertian Gaya Belajar
Gaya belajar terbagi dalam dua kata, yaitu gaya dan belajar.
Menurut etimologi gaya atau cara diartikan jalan melakukan sesuatu,
sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.31 Sehingga gaya belajar dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan untuk
memperoleh kepandaian atau ilmu.
Menurut DePorter dan Hernacki dalam Quantum Learning, gaya
belajar secara umum dapat dilihat dari modalitas dan dominasi otak.
Modalitas adalah cara yang ditempuh seseorang agar dapat menyerap
informasi dengan mudah. Sedangkan dominasi otak adalah cara seseorang
dalam mengatur dan mengolah informasi. Jadi, gaya belajar adalah
kombinasi dari cara yang ditempuh seseorang dalam menyerap, mengatur
serta mengolah informasi dengan mudah.32
Hal serupa juga diungkapkan Gunawan dalam Genius Learning
Strategy, gaya belajar adalah cara yang lebih seseorang sukai dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan
menggunakan gaya belajar dominan yang mereka miliki, akan mencapai
nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan jika belajar dengan cara yang
tidak sejalan dengan gaya belajar mereka.33
Lebih lanjut menurut Bandler dan Grinder dalam DePorter yang
dikutip oleh Susanto, gaya belajar merupakan suatu saringan yang
digunakan seseorang dalam proses belajar, pemrosesan informasi yang
diterimanya, dan juga komunikasi.34
Berdasarkan pada Neuro-Linguistic Programming yang
dikembangkan oleh Richard Bandler dan John Grinder dalam model
31
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. “ KBBI.” Tersedia: http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php
32
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, cet.ke-4. (Bandung : Kaifa, 1999), h. 110-112.
33
Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, cet.ke-4. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 139.
34
strategi komunikasi, diketahui bahwa selain memasukkan informasi dari
kelima indera, juga terdapat preferensi bagaimana kita menciptakan dan
memberikan arti pada suatu informasi. Secara umum preferensi sensori
yang digunakan yaitu berdasarkan pada visual (penglihatan), auditori
(pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan), yang dikenal
dengan nama modalitas V-A-K.35
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
adalah cara belajar yang digunakan seseorang untuk memperoleh ilmu atau
pengetahuan. Cara belajar yang digunakan tersebut berbeda-beda setiap
individu, karena tergantung dari kebiasaan belajar dimana seseorang
merasa paling efektif dan efisien dalam menerima, memproses,
menyimpan dan mengeluarkan sesuatu yang dipelajari.
b. Macam-macam Gaya Belajar
Menurut DePorter dan Hernacki, modalitas belajar terbagi menjadi
3, yaitu modalitas visual, auditori dan kinestetik (V-A-K). Pelajar visual
belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditori melakukannya
melalui apa yang didengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerakan
dan sentuhan.36
Menurut Bandler dan Grinder yang dikutip oleh DePorter,
walaupun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas yaitu,
visual, auditori, dan kinestetik, hampir semua orang cenderung pada salah
satu modalitas belajar. Namun, berbeda dengan pendapat Markova, orang
tidak hanya cenderung pada salah satu modalitas, mereka juga
memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat
dan kekurangan alami tertentu.37
35
Gunawan, Op.Cit., h. 143.
36
DePorter dan Hernacki, Op.Cit., h. 112.
37
(1) Visual
Gaya belajar ini mengakses citra visual, warna dan gambar
menonjol dalam gaya belajar ini.38 Siswa dengan gaya belajar visual (visual learner) memiliki kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan
menangkap informasi secara visual sebelum memahaminya.
Menurut Työssäoppii yang dikutip Kanninen:
“Learners with visual learning style learn best using their eye sight. Seeing and reading are described to be important for visual learners. For example pictures, Tables, demonstrations, handouts, and mind maps are very useful for them.”
Pelajar dengan gaya belajar visual, belajar yang terbaik adalah dengan
menggunakan penglihatan. Melihat dan membaca memberikan
gambaran penting bagi pelajar visual. Sebagai contoh,
gambar-gambar, tabel-tabel, demonstrasi-demonstrasi, selebaran-selebaran, dan
peta pikiran sangat berguna bagi pelajar visual.39 Ciri-ciri gaya belajar visual adalah :40
a. Teratur, memperhatikan segala sesuatu, dan menjaga
penampilan
b. Mengingat apa yang dilihat, lebih suka membaca daripada
dibacakan
c. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh
(2) Auditori
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami
sekaligus mengingatnya. Karakteristik gaya belajar ini benar-benar
menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap
informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan
memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah
mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini
umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk
38
Ibid., h. 85.
39
Essi Kanninen, “Learning Styles In Virtual Learning Environments,” (Master of Science Thesis, January 2009), h.15. Tersedia:
http://hlab.ee.tut.fi/video/bme/evicab/astore/delivera/wp4style.pdf
40
tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.41 Siswa seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks
dengan keras dan mendengarkan kaset.42
Menurut Työssäoppii yang dikutip Kanninen:
“The learners with auditory learning style like to hear detailed directions. They learn things one at a time. Auditory learners benefit from listening to lectures and participating in discussions.”
Pelajar dengan gaya belajar auditori senang mendengarkan petunjuk
yang detail. Mereka mempelajari sesuatu pada satu waktu. Pelajar
auditori belajar dari mendengarkan ceramah dan berpartisipasi aktif
dalam diskusi.43
Ciri-ciri gaya belajar auditori adalah:44 a. Perhatiannya mudah terpecah
b. Belajar dengan cara mendengarkan
c. Menggerakkan bibir/ bersuara ketika membaca
(3) Kinestetik
Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik, belajar melalui
bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini sulit untuk
duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan
eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya
melalui gerakan dan sentuhan.45
Menurut Työssäoppii yang dikutip Kanninen:
“Kinesthetic learners learn best through feeling and
experimenting. They prefer laboratory sessions or field trips over classroom lectures. These learners like to be involved with physical experiences; touching, feeling, holding, doing, and practical hands-on experiences. Therefore the virtual learning environment brings a lot of challenge to their learning.”
Pelajar kinestetik belajar melalui perasaan dan melakukan percobaan.
Mereka lebih menyukai sesi praktik atau terjun ke lapangan selama
pembelajaran kelas. Pelajar kinestetik juga menyukai aktivitas fisik;
41
Emirina, “Gaya Belajar pada Anak.” Tersedia : http://emirina.wordpress.com/2009/03/17/gaya-belajar-pada-anak/
DePorter, Reardon, & Singer-Nourie, Op.Cit., h. 85.
45
menyentuh, merasakan, mengerjakan, dan praktikum. Karena
lingkungan belajar sesungguhnya memberikan tantangan untuk mereka
belajar.46
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :47
a. Menyentuh segala sesuatu yang ditemuinya
b. Sangat sulit untuk berdiam diri/duduk manis
c. Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan
tangannya selalu aktif
d. Memiliki koordinasi tubuh yang baik
e. Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
Dengan mengenali gaya belajar siswa, seorang guru akan dapat
menentukan cara mengajar yang lebih efektif. Guru menjadi tahu
bagaimana memanfaatkan kemampuan belajar secara maksimal, sehingga
hasil belajar siswa dapat optimal. Dengan perkataan lain, guru dapat
memanfaatkan potensi yang telah dimiliki siswa dengan melatih,
kemudian mengembangkannya.
3. Hasil Belajar
a. Belajar
Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang
membedakannya dengan binatang. Manusia adalah makhluk yang paling
istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya, hal ini dijelaskan Tuhan
dalam surat At-Tiin; “Sesungguhnya kami jadikan manusia sebaik-baik
kejadian”. Kemampuan belajar dan mengolah informasi pada manusia
merupakan ciri penting yang membedakan manusia dari makhluk lain,
kemampuan belajar itu memberi manfaat bagi individu dan juga bagi
masyarakat, dengan belajar seseorang mampu mengubah perilaku, dan
membawa pada perubahan individu-individu yang belajar, yang memiliki
pengetahuan, sikap dan keterampilan.48
46
Kanninen, Op.Cit., h.15.
47
Emirina, Op.Cit.
48
Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun
pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk dalam kategori
belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.49
Belajar yang dilakukan oleh manusia berlangsung seumur hidup,
kapan saja, di mana saja, dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan
sebelumnya. Proses belajar tidak dapat diamati secara langsung dan sulit
untuk menentukan terjadinya perubahan tingkah laku belajarnya.
Perubahan tingkah laku tersebut hanya dapat diamati setelah dilakukan
penilaian.50
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar
dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi:....acquisition of
any relatively permanent change in behavior as a result of practice and
experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif
menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman. Rumusan keduanya
Process of acquiring responses as a result of special practice, belajar ialah
proses memperoleh repon-respon sebagai akibat adanya pelatihan
khusus.51
Belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat dari
pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan:
“Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in laboratory or in the natural environment) as distinguished from changesby factors not atributable to training”
Belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau latihan, baik latihan
di dalam laboratorium maupun di lingkungan alam.52
49
Djamarah dan Zain, Op.Cit., h. 38.
50
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet.ke-4. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 154-155.
51
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet.ke-15. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 87-88.
52
Menurut Muhammad, belajar adalah suatu proses yang kompleks
yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu
terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.
Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan
pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.53
Menurut CT Morgan dalam Introduction to Psychology yang
dikutip oleh Faturrohman dan Sutikno merumuskan belajar sebagai suatu
perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau
hasil dari pengalaman yang lalu.54 Sedangkan, menurut Gagne dalam Dahar, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.55
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah
proses mental yang berlangsung seumur hidup yang tidak dapat dilihat
yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungannya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor
yang mempengaruhinya. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:56 1) Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua
aspek, yaitu:
a) Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
53
Muhammad, “Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Ceramah dan Metode Eksperimen dalam Sub Pokok Bahasan Elektrokimia di SMA Negeri 1 Delima Sigli,”
Jurnal Pendidikan Serambi, Volume 5 Nomor 1 (September 2007): h. 46.
54
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, cet.ke-1. (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 6.
55
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 11.
56
sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah dapat
menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk
mempertahakan tonus jasmani agar tetap bugar, dianjurkan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, serta memilih
pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal
secara tetap dan berkesinambungan.
Kondisi organ-organ khusus, seperti kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.
b) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan belajar siswa.
Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang lebih esensial
adalah sebagai berikut: (1) tingkat kecerdasan/ inteligensi siswa;
(2) sikap siswa; (3) bakat siswa; (4) minat siswa; dan (5) motivasi
siswa.
Inteligensi Siswa
Menurut Reber, inteligensi merupakan kemampuan psikofisik
untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan atau
inteligensi (IQ) siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi
kemampuan inteligensi siswa maka semakin besar peluangnya
untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan
inteligensi siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk
memeroleh sukses.
Sikap Siswa
Sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response
barang, dan sebagainya, baik secara positif atau negatif. Sikap
(attitude) siswa yang positif, terhadap guru dan mata pelajaran
yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses
belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap
guru dan mata pelajaran yang guru sajikan, apalagi jika diiringi
kebencian kepada guru atau mata pelajaran yang gurru sajikan,
dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.
Bakat Siswa
Menurut Chaplin dalam Reber, bakat (aptitude) adalah
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
banyak bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan. Setiap
orang memilki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi
sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
bidang-bidang studi tertentu.
Minat Siswa
Minat (interest) berarti keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Minat dapat memengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa
dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa
yang menaruh minat besar terhadap biologi akan memusatkan
perhatiaannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang yang
memungkinkan siswa tersebut untuk belajar lebih giat, dan
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
Motivasi Siswa
Menurut Gleitman dalam Reber, motivasi berarti pemasok
daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam
motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan
kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan
masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun motivasi ekstrinsik
adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang
mendorongnya melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,
peraturan/ tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru dan
seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik
yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau
ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal,
akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam proses
belajar.
2) Faktor Eksternal Siswa
Faktor dari luar siswa terdiri dari dua macam, yakni faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga
kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) serta
teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.
Selanjutnya, masyarakat dan tetangga juga teman-teman
sepermainan di sekitar perkampungan siswa juga termasuk
lingkungan sosial siswa yang memengaruhi aktivitas belajar siswa,
misalnya kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba
kekurangan.
Lingkungan sosial yang lebih banyak memengaruhi kegiatan
belajar siswa adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, keteganga keluarga,
dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi
dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang
b) Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa
dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang digunakan siswa. Faktor-faktor tesebut turut menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
Sebagai contoh, kondisi rumah yang sempit dan berantakan
serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana
umum untuk kegiatan remaja (seperti lapangan voli) akan
mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang
sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan
perkampungan yang seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap
kegiatan belajar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor
pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan
proses belajar siswa. Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran,
diantaranya, pendekatan tinggi (speculative dan achieving),
pendekatan sedang (analitical dan deep), dan pendekatan rendah
(reproductive dan surface).
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, menurut Gagne,
Briggs, dan Wager dalam Prawiradelaga, proses belajar dapat terjadi
karena adanya sinergi memori jangka pendek dan jangka panjang yang
diaktifkan melalui penciptaan faktor eksternal, yaitu pembelajaran atau
lingkungan belajar. Melalui inderanya, siswa dapat menyerap materi
secara berbeda. Pemberdayaan yang optimal dari seluruh indera seseorang
dalam proses belajar dapat menghasilkan kesuksesan bagi seseorang.
Menurut Magnesen yang dikutip oleh Prawiradelaga, belajar terjadi
dengan: 57
57
1) Membaca, dapat menyerap pengetahuan sebanyak 10%
2) Mendengar, dapat menyerap pengetahuan sebanyak 20%
3) Melihat, dapat menyerap pengetahuan sebanyak 30%
4) Melihat dan mendengar, dapat menyerap pengetahuan sebanyak
50%
5) Mengatakan, dapat menyerap pengetahuan sebanyak 70%
6) Mengatakan sambil mengerjakan, dapat menyerap pengetahuan
sebanyak 90%
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang
yang belajar dengan mengoptimalkan indera yang dimilikinya melalui
keterlibatan secara langsung dalam suatu kegiatan atau mengerjakan
sesuatu merupakan cara belajar yang terbaik dan dapat bertahan lama.
c. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah tingkat pencapaian siswa atas tujuan
instruksional yang diterapkan dan tercermin dari kepribadian siswa berupa
perubahan tingkah laku setelah mengalami proses belajar.58
Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran
dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari
perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Sebagian besar
kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil
belajar. Di sekolah hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan siswa akan
pelajaran-pelajaran yang ditempuhnya.59
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan
58
Muhammad, Op.Cit., h. 46.
59
dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang
sopan jadi sopan, dan sebagainya.60
Penilaian untuk mengukur hasil belajar siswa adalah dengan
menggunakan tes hasil belajar. Tes adalah cara atau prosedur dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas berupa pertanyaan-pertanyaan,
atau perintah-perintah sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan
tingkah laku atau prestasi.61 Dengan tes hasil belajar diharapkan dapat dilihat tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran dan
dapat memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pelajaran
melalui proses belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah yang
mengakibatkan perubahan pengetahuan, tingkah laku, maupun sikap yang
dapat dinilai dengan tes hasil belajar.
B. Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Sebelum memulai penelitian ini, peneliti melihat beberapa kajian yang
dianggap relevan dengan penelitian yang akan diteliti.
Mahmudah (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan
Metode Pembelajaran PQ4R dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”,
memberikan kesimpulan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa
setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan penerapan metode PQ4R. Hal
tersebut dapat ditunjukkan dengan rata-rata tes hasil belajar akhir pada siklus
I sebesar 68,9 menjadi 71 pada siklus II.62
60
Hamalik, Op.Cit., h. 155.
61
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 67.
62
Gst Ayu Mahayukti (2003) dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
IKIP Negeri Singaraja yang berjudul ”Pengembangan Model Pembelajaran
Generatif dengan Metode PQ4R dalam Upaya Meningkatkan kualitas
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IIB SLTP Laboratorium IKIP Negeri
Singaraja”, memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa
pembelajaran generatif dengan metode PQ4R pada siswa kelas II B SLTP
Laboratorium IKIP Negeri Singaraja dapat 1) mereduksi miskonsepsi dan
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II B SLTP Laboratorium
IKIP Negeri Singaraja, 2) kemampuan guru dalam melaksanakan
pengembangan pembelajaran ini adalah baik, 3) tingkat aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran di kelas adalah aktif, dan 4) tanggapan guru dan
siswa terhadap model pembelajaran yang dilaksanakan adalah positif.63 I Gusti Ngurah Pujawan (2005) dalam Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja yang berjudul “Implementasi Pendekatan
Matematika Realistik dengan Metode PQ4R Berbantuan LKS dalam
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri
4 Singaraja”, memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa
implementasi pendekatan matematika realistik dengan metode PQ4R
berbantuan LKS dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, prestasi belajar
siswa, dan tanggapan siswa terhadap implementasi model pembelajaran
tergolong positif.64
Y. Ulung Anggraito, dkk. (2003) dalam laporan penelitiannya yang
berjudul “Peningkatan Kuantitas Siswa Tuntas Belajar melalui Penggunaan
Strategi Belajar Metode PQ4R dalam Pembelajaran Biologi di SLTP Negeri 1
Semarang”, memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa terdapat
peningkatan jumlah siswa tuntas belajar dari siklus I sampai III, namun batas
tuntas kelas belum tercapai. Nilai rata-rata kelas juga menunjukkan
peningkatan dari siklus I sampai III. Rentangan nilai tampak semakin
menyempit. Sehingga metode PQ4R dapat digunakan sebagai salah satu
63
Gst Ayu Mahayukti, “Pengembangan Model Pembelajaran Generatif,”dengan Metode PQ4R dalam Upaya Meningkatkan kualitas Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IIB SLTP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja,” Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI (April 2003): h. 10.
64
alternatif untuk meningkatkan kuantitas siswa tuntas belajar pada siswa kelas
1G SLTP Negeri 1 Semarang.65
Kasman Arifin dan Muhammad Ali (2007) dalam Jurnal MIPMIPA
yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasan Kelangsungan Hidup
Organisme Melalui Penerapan Strategi-strategi Belajar PQ4R pada Siswa
Kelas IIIC SMPN Kendari”, memberikan kesimpulan dalam penelitiannya
bahwa penerapan model pembelajaran strategi-strategi elaborasi metode
elaborasi PQ4R dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang dapat terlihat
dari jumlah siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 37 siswa atau 92,5% dari
40 siswa.66
Handy Susanto (2006) dalam Jurnal Pendidikan Penabur yang
berjudul “Meningkatkan Konsentrasi Siswa Melalui Optimalisasi Modalitas
Belajar Siswa”, memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa dengan
mengoptimalkan penggunaan modalitas belajar siswa melalui metode belajar
dan pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan konsentrasi siswa.
Dilain pihak, siswa juga dapat memperoleh pengalaman belajar yang menarik
sehingga dapat meningkatkan peranan, motivasi, dan hasil belajarnya.67
C. Kerangka Pikir
Metode pengajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan
guru, terutama guru IPA adalah metode pengajaran konvensional atau disebut
juga dengan metode ceramah. Metode ini perlu diubah karena kurang
melibatkan keaktifan siswa sehingga pembelajaran hanya terpusat pada guru
(teacher centered).
Selain itu, kemampuan siswa untuk memahami dan menyerap
pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada
pula yang sangat lambat. Karenanya, setiap siswa menempuh cara atau gaya
65
Y. Ulung Anggraito, dkk., “Peningkatan Kuantitas Siswa Tuntas Belajar melalui Penggunaan Strategi Belajar Metode PQ4R dalam Pembelajaran Biologi di SLTP Negeri 1 Semarang,” (Laporan Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Oktober 2003), h. iii.
66
Kasman Arifin dan Muhammad Ali, “Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasan Kelangsungan Hidup Organisme Melalui Penerapan Strategi-strategi Belajar PQ4R pada Siswa Kelas IIIC SMPN Kendari,” Jurnal MIPMIPA, Vol. 6, No. 2 (Agustus 2007): h. 185.
67
belajar yang berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran
yang sama. Oleh sebab itu, metode konvensional tersebut juga tidak
sepenuhnya mendukung gaya belajar siswa.
Sejalan dengan situasi masyarakat yang selalu berubah, terjadi
perkembangan dalam dunia pendidikan dengan adanya berbagai metode
pembelajaran yang ditemukan dan diterapkan untuk memperbaiki mutu
pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan ke arah yang lebih
baik. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah metode PQ4R
(Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review).
Metode PQ4R terdiri dari enam langkah, yaitu Preview, Question,
Read, Reflect, Recite, dan Review. Dengan menerapkan metode PQ4R ini,
siswa mempunyai kesempatan belajar dengan gayanya sendiri, karena pada
setiap tahapannya dapat diwakili oleh gaya belajar siswa yang berbeda-beda.
Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai. Setiap
orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Di dunia pendidikan,
istilah gaya belajar mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan
peraba. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan. Gaya belajar auditori
merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya belajar kinestetik
merujuk gerakan besar dan kecil. Gaya belajar diduga memiliki peranan
penting dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya akan
mempengaruhi hasil belajar siswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka pikir yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
“Terdapat perbedaan hasil belajar IPA menggunakan metode PQ4R
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Islamiyah
Ciledug. Waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester ganjil tahun
pelajaran 2010/2011 pada tanggal 2-23 November 2010.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian
komparasional. Penelitian ini digunakan untuk membandingkan dua buah
variabel atau lebih.68 Menurut Sudjud yang dikutip oleh Arikunto, penelitian komparasi bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
antarvariabel yang diteliti.69 Mengenai faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi, diasumsikan tidak mempunyai pengaruh pada penelitian.
Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas yang diberikan perlakuan
menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review),
dengan gaya belajar yang telah dianalisis melalui kuesioner gaya belajar
visual-auditori-kinestetik (VAK) yang diambil dari Bobbi DePorter, Mark
Reardon, & Sarah Singer-Nourie dalam bukunya yang berjudul “Quantum
Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.”
C. Subjek Penelitian
Keseluruhan subjek penelitian adalah populasi.70 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Al-Islamiyah Ciledug,
sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Al-
68
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet.ke-22. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 275.
69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktikEdisi Revisi VI, cet.ke-13. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 267-268.
70