DAFTAR PUSTAKA
I.BUKU
Atmosudirdjo, S.Prajudi , Hukum Administrasi Negara , Ghalia Indonesia,Jakarta,
1983
Brata, Atep Adya , Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia,Jakarta,2003
Cribbin dalam James J. Leadership, Strategies for Organizational Effectiviness,
New York : Amacom, ama Inc, 1981
Effendhy, Ilmu,teori dan Filsafat Komunikasi, PT.Citra Aditya Bakti, 2003
Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika
Jakarta, 1992
Ibrahim, H.Amin, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta implementasinya,
MandarMaju, Bandung, 2008
Kelsen,Hans, General Theory of Norms, Terjemahanoleh Michael Hartney,
Oxford University Press, New York, 1991
Moenir,H.A,S, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cetakan Keenam
Bumi Aksara, Jakarta, 2002
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge disunting Hadjon, PhilipusPengantar Hukum
Perizinan, Yuridika,Surabaya, 1993
Pudayatmoko,Sri Y, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Kompas
Gramedia, Jakarta, 2009
Rangkuti Siti Sudari, Hukum lingkungan dan Kebijakan Publik, Airlangga
University Press, Surabaya
Srimamudji,dan,Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Ind-hillco, 2001
Sutedi, Adrian Hukum Perizinan Dalam Pelayanan Publik, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011
Syafruddin Ateng, dalam .M.M. Van Praag, Algemen Nederlands
Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Johngbloed &
Zoon,S-Gavenhagem, 1992
Yusuf,Asep Warlan, dalam Utama, Arya, Hukum Lingkungan, Sistem
HukumPerizinan Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan,
Pustaka Sutra, Bandung, 2007
II.PERATURAN-PERUNDANNG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Perizinan Usaha Asuransi
Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit
Pelayanan Perijinan
Birokrasi No. 7 Tahun 2010 tentang Pendayagunaan Aparatur Negara
Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Paket Kebijaksanaan
Deregulasi 20 Desember 1988 III.JURNAL,MAKALAH
Basah ,Sjachran.Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi ,
Makalah pada peraturan Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas
Unair ,Surabaya 1995
Majalah Legal Review No. 40 Tahun 2006
IV.WEBSITE
dalam-mengendalikan-masyarakat diakses tanggal 9 maret 2016
diakses tanggal 9 maret 2016
diakses tanggal 9 maret 2016
BAB III
PROSEDUR PERIZINAN USAHA ASURANSI BERDASRAKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 A. Penyelenggaraan Perizinan
Pola otonomi daerah yang digunakan di Indonesia saat ini membawa
dampak terhadap kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan. Dalam pola desentralisasi memberi kewenangan
pada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di daerahnya. Dengan kewenangan ini, bupati memiliki
kewenangan melalui peraturan daerah (perda) meregulasikan peraturan yang
berdampak pada bertambahnya Pendapatan Daerah. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Daerah bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan.
Izin merupakan instrumen pemerintah dalam melakukan pengendalian untuk
mencapai tujuannya36
36
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, pasal 5 ayat 1, tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
. Menurut Ahmad Sobana; mekanisme perizinan & izin
yang diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa
dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan
perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah
perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk
Berkembangnya ragam pelayanan publik dan semakin tingginya tuntutan
pelayanan publik yang lebih efisien, cepat, fleksibel, berbiaya rendah serta
memuaskan, akan menjadikan negara pada posisi “kewalahan” manakala masih
tetap memaksakan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang “paling sah” dalam
memberikan pelayanan. Bahkan jika ia tetap menempatkan diri sebagai agen
tunggal dalam memberikan pelayanan, pastilah akan berada pada posisi “payah”.
Karena itu, mengurus sesuatu yang semestinya tidak perlu diurus, haruslah
ditinggalkan oleh negara; agar lebih berkonsentrasi pada urusan-urusan yang lebih
strategis dan krusial.
Karena itu, konsep desentralisasi sebenarnya bermaksud untuk
mengurangi beban negara yang berlebihan dan tidak semestinya. Ia
merekomendasikan berbagai hak, wewenang, tugas dan tanggung-jawab dengan
masyarakat (baik terorganisir maupun tidak) dalam mengurusi dan memberikan
pelayanan publik agar tidak semakin “kepayahan”. Bahkan ia memberikan
rekomendasi agar rakyat diperbolehkan mengurusi dirinya sendiri, dan tidak serba
menyerahkan segala urusannya kepada negara.
Kebijakan pemerintah dalam memperluas kompetensi pelayanan sudah sejak
diterbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Kemudian kebijakan pelayanan publik dituangkan dan Peraturan Menteri
Pendayagunaan No. PER/26/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
Pelayanan Publik, yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Negara
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Dalam Rangka
Pelaksanaan Kompetisi antar Kabupaten atau Kota, yang mengatur antara lain:
komponen dan indikator penilaian sebagai berikut:
1. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pelayanan publik;
2. Kebijakan peningkatan partisipasi masyarakat;
3. Kebijakan pemberian penghargaan dan penerapan sanksi;
4. Pembinaan teknis terhadap unit pelayanan publik;
5. Kebijakan korportisasi unit pelayanan publik;
6. Pengembangan manajemen pela-yanan;
7.Kebijakan peningkatan profesi-onalisme pejabat atau pegawai di bidang
pelayanan publik;
8. Penghargaan di bidang pening-katan kualitas pelayanan publik;
9. Kebijakan pembangunan kemasyarakatan dan kesejahteraan;
10.Kebijakan dalam men-dorong pembangunan ekonomi daerah;
11.Kebijakan pengembangan dan pemanfaatan e-government; Keduabelas,
Penerapan standar ISO 9001-2000. 37
Pendayagunaan aparatur negara pada dasarnya adalah pembinaan,
penertiban dan penyempurnaan aparatur negara baik dari aspek kelembagaan,
sumberdaya manusia aparatur, tata laksana, dan pengawasan. Percepatan
pendayagunaan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi dengan
sasaran mengubah pola pikir (mindset), budaya kerja (culture-set), dan sistem
manajemen pemerintahan, sehingga peningkatan kualitas pelayanan publik lebih
37
cepat tercapai. Upaya tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan yang berujung pada pelayanan publik yang prima.
Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik terutama dalam melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan publik
sertadalam upaya mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, maka
diperlukan pemberian apresiasi terhadap unit pelayanan publik yang telah
melaksanakan pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman,
berkeadilan dan akuntabel, berupa pemberian penghargaan sebagai bagian dari
pembinaan aparatur negara. Pemberi-an penghargaan tersebut merupakan langkah
strategis dalam rangka mendorong upaya perbaikan dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik ialah dengan memberikan stimulus atau motivasi, semangat
perbaikan dan inovasi pelayanan serta melakukan penilaian untuk mengetahui
gambaran kinerja yang obyektif dari unit pelayanan. 38
Kebijakan reformasi birokrasi bagi penyelenggaraan pelayanan perijinan
dituangkan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu Di Daerah. Dalam
rangka meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang perijinan dibentuk unit
pelayanan perijinan terpadu dengan sebutan badan atau kantor. Sedangkan
besaran organisasi Badan dan/atau Kantor ditetapkan berdasarkan klasifikasi
besaran organisasi perangkat daerah. Kalau unit pelayanan perijinan terpadu
menggunakan bentuk Badan apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah
mencapai nilai lebih dari 70 (tujuh puluh). Sedangkan kalau unit pelayanan
38
terpadu meng-gunakan bentuk Kantor apabila variabel besaran organisasi
perangkat daerah mencapai nilai kurang atau sama dengan 70 (tujuh puluh). 39
5. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perijinan.
Untuk menghitung variabel besaran organisasi menggunakan pedoman pada
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Simplifikasi, keamanan dan kepastian. Dalam menyelenggarakan tugas
tersebut Badan Perijinan Terpadu dan/atau Kantor Perijinan Terpadu
menyelenggarakan fungsi:
1. Pelaksanaan penyusunan program Badan dan/ atau Kantor;
2. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perijinan;
3. Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perijinan;
4. Pelaksanaan administrasi pelayanan perijinan;
40
Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pelayanan Publik dilakukan oleh
pimpinan unit pelayanan perijinan. Pimpinan penyelenggara pelayanan perijinan
wajib secara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan
pelayanan perijinan. Kegiatan evaluasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan
hasilnya secara berkala dilaporkan kepada Bupati atau Walikota. Dalam
melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang
jelas dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan dimaksud dapat
mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
39
Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan
40
Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
Unit Pelayanan Publik.
Badan Perijinan Terpadu dan/atau Kantor Perijinan Terpadu mempunyai
tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di
bidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan perijinan, dilakukan melalui:
1. Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat,
berupa laporan atau pengaduan.
Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik
yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah
sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas
sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat
penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu
suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan
masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar
pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan,
identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi
pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya
pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai
standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai
kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen
yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan
kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta
distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan
bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan
adanyaStandard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses
pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan
sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi
hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu
berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap
kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan
tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan
diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses
pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat
dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan
dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia
pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu,
survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan
pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggaran
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang
secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat
menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi
makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui
pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang
terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private
untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak
diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang
peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak
swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan
price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah
juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung
adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas
pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi
ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan 41
41
B. Prosedur Perizinan Usaha Asuransi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
Izin Merupakan sebuah keputusan pemerintah, atau menurut
undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebut keputusan tata usaha
negara. Sebagai sebuah keputusan pemerintah, izin lahir tidak dengan sendirinya,
melainkan terlebih dahulu mesti ada permohonan dari seseorang atau suatu pihak
tertentu. Sebagai sebuah keputusan dari badan / pejabat yang berwenang, izin lahir
melalui serangkaian proses, yang dimulai dari permohonan yang kemudian
diproses melalui serangkaian tahapan yang kadang kala begitu panjang. Pengajuan
permohonan izin pada umumnya harus dilakukan secara tertulis, sering kali
dengan mengisi formulir tertentu yang sudah disediakan oleh instansi yang
berwenang mengeluarkan izin. Formulir yang tersedia pada umumnya berisi
kolom-kolom yang mesti diisi oleh pemohon. Adanya formulir permohonan izin
karena memudahkan pihak pemohon dalam pengajuan permohonan izin karena
yang bersangkutan tidak harus merangkai kalimat sendiri yang berisi permohonan
izin. Demikian pula bagi pihak aparatur yang menangani permohonan, akan
memudahkan dalam membaca dan mengelak permohonan tersebut. Tata cara
pengajuan permohonan dan pengisian formulir yang harus dilakukan oleh
pemohon pada banyak bidang sudah dijelaskan melalui media, antara lain berupa
papan petunjuk (bagan) yang disediakan didepan penerima berkas, di tempat
permohonan itu diajukan berupa leaflet (selebaran) yang disediakan oleh instansi
yang menangani izin, melalui spanduk atau yang dewasa ini melalui website.
formulir yang disediakan tidak langsung diisi di tempat pelayanan perizinan yang
di dapat di download (diunduh) oleh pemohon izin sehingga ketika pemohon
datang ke instansi yang menangani perizinan itu, blangko tersebut sudah diisi dan
dilengkapi dengan persyaratan yang dibutuhkan. Pengajuan permohonan dalam
hal tertentu dapat dilakukan oleh orang atau pihak yang mewakili pihak pemohon.
Bahkan tidak jarang ada biro jasa yang menawarkan pengurusan permohonan izin.
Permohonan mesti dialamatkan kepada instansi pemerintah yang berwenang
menangani dan mengeluarkan izin yang dimohonkan itu. Untuk itu mesti sudah
diketahui sebelumnya oleh pihak pemohon ke mana permohonan diajukan, dan
seterusnya. Sedangkan dasar hukum pendirian usaha perasuransian sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaran Usaha Perasuransian.
Adapun syarat permohonan izin tentang usaha perasuransian antara lain :
1.Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tahun 1992 tentang
Penyelengaraan Usaha Peransuransian
2.Persyaratan
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin
usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelengarakan
program asuransi sosial .
Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha yang meliputi:
a.Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang
b.Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan
pemisahan fungsi dan uraian tugas.
c.Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya.
d.Perjanjian Kerjasama dengan pihak asing yang dinyatakan dalam bahasa
Indonesia, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing.
e.Bagi perusahaan asuransi, spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan
beserta program reasuransinya;
Permohonan Izin Usaha Perusahaan Asuransi :
a.Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli
yang dipekerjakan;
b.Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi
tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain;
c.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin
usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang
sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;
d.Bukti bahwa sekurang-kurangnya separo dari jumlah Pengurus perusahaan telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang usaha perasuransian
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
e.Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi
pengelolaan risiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut
f.Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri
Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah
dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;
g.Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Laba-rugi
Ketentuan Modal Disetor Pendirian Perusahaan Penunjang Perasuransian
3.Mekanisme
a. Pemohon menuju loket informasi
b. Mengisi formulir pendaftaran
c. Pemprosesan/pemeriksaan berkas persyaratan
d. Peninjauan/pemeriksaan ke lapangan (jika diperlukan)
e. Pembayaran di loket kasir
f. Penyerahan izin
Berdasarkan PP No 73 tahun 1992 Rp. 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah), bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi. (100%
Indonesia) Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah), bagi Perusahaan Pialang
Asuransi dan Pialang Reasuransi. (Ada Penyertaan Asing).Ketentuan permodalan
tidak dikenakan pada Perusahaan Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Aktuaria karena dalam kegiatan
perusahaan-perusahaan dimaksud yang lebih dominan adalah unsur profesionalisme
Dengan demikian, unsur permodalan dapat dipenuhi sendiri sesuai dengan
kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. 42
42
Ketentuan model disetor pendirian perusahaan penunjang perasuransian
Berdasarkan PP No 63 tahun 1999 : Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen
Asuransi, karena dalam kegiatan usaha perusahaan tersebut lebih dituntut unsur
profesionalisme.
Pengaturan Usaha Asuransi antara lain :
1) Pengaturan Usaha Asuransi Jiwa
a.Usaha Asuransi Jiwa
Setiap kegiatan yang menjalankan perusahaan dibidang asuransi jiwa
harus mempunyai izin usaha dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Perizinan
usaha asuransi jiwa sudah diatur oleh Departemen Keuangan sejak tahun 1974.
Ketentuan tentang syarat perizinan usaha asuransi jiwa tersebut sudah mengalami
dua kali perubahan, termasuk persyaratan teknisnya. Ketentuan terakhir yang
berkaitan dengan perizinan diatur kembali dalam paket Deregulasi pada 20
Desember 1988, berdasarkan Surat Keputusan Mentri Keuangan Republik
Indonesia No 1250/K.M.K.013/1988. Didalam Surat Keputusan ini, diatur tentang
perizinan usaha asuransi jiwa, baik usaha nasional maupun yang berbentuk
patungan. Juga diatur tentang perizinan usaha jasa Aktuaria.
b.Usaha Asuransi Jiwa Nasional
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin usaha
perusahaan asuransi jiwa adalah sebagai berikut yang dibedakan dalam dua jenis
Syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi bagi perushaan asuransi jiwa nasional
adalah :
1.Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi
2.Modal disetor bagi Perseroan Terbatas atau jumlah simpanan Pokok dan
Simpanan Wajib bagi Koperasi sekurang-kurangnya Rp.2.0000.000.000,- (dua
milyar rupia )
3.Mmemiliki dana jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal di setor
atau simpanan pokokdan simpanan wajib
4.Bagi Perseroan Terbatas seluruh sahamnya dimiliki warga negara Indonesia dan
atau warga negara Indonesia
5.Bagi Perseroan Terbatas anggota Dewan Komisaris dan Direksi seluruh warga
negara Indonesia
6.Pada Perseroan Tebatas Jabatan Direksi atau pada Koperasi jabatan pengurus,
tidak dapat rangkap dengan jabatan pimpinan perusahaan lain.
7.Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan.
Izin usaha dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada
Mentri Keungan Republik Indonesia, dengan dilampiri dokumen-dokumen
mengenai :
1. Akta pendirian yang telah disahkan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku .
2. Bukti pelunasan modal disetor bagi koperasi berikut bukti penyetoranya pada
3. Bukti penempatan Dana Jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal
disetor atau simpana pokok dan simpanan wajib.
4. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain dari Direksi
perusahaan atau pengurus koperasi.
5. Program asuransi jiwa yang akan dipasarkan dan uraiannya yang telah disahkan
oleh Kantor Aktuaria , berikut contoh polis.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak
7. Neraca Pembukuan
c. Usaha Asuransi Jiwa Patungan
Syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi bagi perusahaan asuransi jiwa
patungan adalah :
1. Berbentuk Perseroan Terbatas dan memiliki akta pendirian yang disahkan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Saham yang dimiliki oleh pihak asing sebanyak-banyaknya 80% (delapan puluh
pesen)
3. Modal disetor sekurang-kurangnya Rp.4.500.000.000 (empat milyar lima ratus
juta rupiah )
4. Menepatkan Dana Jaminan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal disetor.
5. Memiliki akta perjanjian kerja sama dalam bahasa Indonesia yang telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak yang di dalamnya terkandung arah
Internasionalisasi dalam pemilikan saham.
6. Memiliki neraca pembukuan
8. Direksi tidak boleh merangkap jabatan eksekutif di perusahaan lain
9. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Usaha Jasa Aktuaria
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi usaha Jasa Aktuaria adalah :
1. Dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia , Perseroan Terbatas
atau Koperasi dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Persyaratan untuk memperoleh izin usaha jasa aktuaria yang berbetuk perseroan
terbatas adalah sebagai berikut :
a) Memiliki akta pendirian yang disahkan menurut ketentuan peraturan
perundang-undnagan yang berlaku .
b) Memperkerjakan Akturia yang bekerja secara tetap.
c) Pimpinan Kantor Aktuaria tidak boleh merangkap jabatan eksekutif pada
perusahaan lain.
d) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan
e) Memiliki neraca pembukuan
3. Permohonan izin Usaha Asuransi Jasa Aktuaria Nasional diajukan kepada
Menteri Keuangan Republik Indonesia.43
Permasalahan dan hambatan dalam penanganan perizinan sebenarnya tidak
hanya terjadi pada perizinan yang ditangani oleh pemerintah pusat tetapi juga
yang ditangani oleh pemerintah darerah. Hambatan dan persoalan dalam
penanganan perizinan di daerah dapat berupa sistem dan kelembagaan perizinan,
C. Hambatan Dalam Pemberian Perizinan Asuransi
43
kondisi dan tuntutan masyarakat, sarana dan prasana pendukung, sumber daya
manusia yang dibutuhkan dan soal ketersediaan dana antara lain :
1.Sistem dan Kelembagaan
Sistem yang digunakan dalam penanganan perizinan di satu daerah dapat
berbeda dengan daerah lain. Suatu sistem selalu diikuti oleh struktur dan
eksistensi kelembagaannya. Apabila sistem yang dipilih dalam penanganan
perizinan bersifat parsial sektoral, maka tuntutan terhadap adanya kelembagaan
yang memberikan wadah penanganan terpadu belum mendesak. Apabila sistem
yang dipilih dalam penanganan perizinan bersifat terpadu, mau tidak mau harus
ada lembaga yang secara khusus menangani perizinan. Adanya kelembagaan yang
baru dibentuk acap kali membawa konsekuensi yang tidak sedikit. Bahkan
konsekuensi itu sudah terasa sebelum institusi tersebut benar-benar terbentuk,
misalnya soal bentuk instansi yang berwenang menangani izin, apakah kantor,
dinas atau lain? Pemilihan bentuk dari sekian pilihan akan membawa konsekuensi
tertentu. Apabila berbentuk kantor, tingkatan jenjang jabatan pimpinannya kadang
kala dapat menggangu apabila harus berkoordinasi dengan instansi teknis yang
jenjang jabatan pimpinannya lebih tinggi. Sebaliknya, apabila dipilih bentuk
dinas, akan ada tingkat yang sama dengan dinas teknis lainnya, namun apakah ini
bisa menimbulkan kecemburuan baru atau tidak, harus diperhatikan.
Kelembagaan tersebut tentu diarahkan untuk dapat menangani sejumlah izin yang
ada diprovinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Ada daerah tertentu yang jenis
perizinannya begitu banyak, ada pula yang sedikit. Ada lagi yang secara
oleh warga dan ditangani pemerintah sesungguhnya hanya sedikit. Kiranya
pemerintah daerah perlu mempertimbangkan hal ini.
2. Kondisi dan Tuntutan Masyarakat
Di daerah-daerah tertentu yang frekuensi permohonan izinnya rendah,
pemerintah daerah tidak terlalu terbebani untuk memikirkan waktu penyelesaian
dan prioritas penyelesaian permohonan izin, sedangkan di daerah yang tingkat
permohonan izinnya tinggi, mau tidak mau harus ada solusi untuk menanganinya.
Masyarakat tertentu menghendaki pelayanan di bidang perizinan yang cepat,
murah, sekaligus segera dapat dimanfaatkan. Hanya harus diingat bahwa instansi
yang menangani perizinan tidak bekerja sendirian. Tidak jarang mereka harus
berkoordinasi dengan instansi lain, dengan menunggu rekomendasi dari instansi
lain, yang tidak selalu di mengerti oleh masyarakat.
Masyarakat memahami bahwa untuk memperoleh izin cukup dengan mengajukan
permohonan. Yang kadang-kadang luput dari pemahaman masyarakat adalah
kemungkinan permohonan itu tidak dikabulkan, entah karena persyaratan tak
terpenuhi, kesalahan memenuhi syarat, atau memang karena izin yang
dimohonkan itu bertentangan dengan peraturan yang ada. Pemerintah di sejumlah
daerah telah berusaha memenuhi tuntutan warganya, tetapi tidak semuanya dapat
memberikan pemahaman yang menyakinkan kepada warga masyarakat mengenai
upaya yang mereka lakukan.
3. Sarana dan Prasarana Pendukung
Sarana dan prasarana pendukung kegiatan untuk menjalankan sistem
misalnya mau tidak mau harus disediakan perlengkapan kantor, gedung,
pengunjung dan sebagainya, juga sarana transportasi akomodasi untuk
pengecekan lapangan.
Belum semua daerah dapat mewujudkan harapan dari tuntutan ideal mengenai
sarana dan prasarana. Bahkan, sejumlah daerah mengeluhkan hal-hal kecil seperti
rak buku, lemari, meja termasuk papan untuk memasang publikasi di front office.
Tidak ketinggalan sarana transportasi, meskipun instansinya baru berdiri,
kendaraan yang disediakan sudah tua yang rewel di lapangan. Beruntunglah
sejumlah daerah yang telah mampu memenuhi tuntutan sarana dan prasarana ini.
Bahkan ada daerah yang telah melengkapi sarana informasi publikasi secara
lengkap dengan website, Call centre, layanan SMS, leaflet, layanan dengan
teknologi layar sentuh dan sebagainya.
4. Sumber Daya Manusia
Keluhan yang tidak jarang terdengar di kantor pemerintah daerah adalah
soal sumber daya manusia. Banyaknya pegawai pemerintah daerah tidak menjadi
jaminan bahwa pekerjaan, tugas dan tanggung di instansi tersebut akan beres. Di
beberapa daerah, soal jumlah pegawai tidak menjadi masalah, soal keahlian dan
kecakapanlah yang menjadi masalah. Sebagai contoh, yang sekarang
membutuhkan banyak tenaga yang memadai, tetapi belum terpenuhi adalah
bidang teknologi informasi dan data. Di sejumlah daerah bagian ini kerap disebut
“bagian data dan TI”. Idealnya, yang menangani bidang tersebut adalah mereka
yang mempunyai keahlian memadai, bahkan kalau bisa yang mempunyai latar
data dan TI diisi oleh pengawai yang tidak mempunyai keahlian yang seharusnya.
Ada yang tidak mempunyai keahlian yang seharusnya. Ada yang berasal dari
disiplin hukum, teknologi lingkungan, sejarah, sastra, ekonomi dan sebagai.
Mereka terpaksa harus dibekali keterampilan secara kilat untuk menangani bidang
itu, yang tentu hasilnya belum bisa optimal.
Kenyataan tersebut tidak jarang disebabkan kesalahan rekrutmen atau
karena kebijakan di bidang kepegawaian kurang tepat. Mengenai penempatan
pegawai dalam rangka manajemen kepegawaian, tidak selayaknya hanya
mengejar tempat kerja, tetapi juga harus dilihat kapasitas dan kapabilitasnya.
Kebijakan di bidang kepegawaian yang menampung pegawai yang dimutasi agar
tidak berhenti menjadi pegawai memang ada baiknya dari sisi ketenagakerjaan,
tetapi menjadi persoalan tersendiri dalam penanganan pekerjaan.
Kesuksesan yang dialami oleh sejumlah pemerintah daerah dalam
memberikan layanan kepada warganya memang layak mendapatkan apresiasi,
tetapi tidak semua upaya itu dapat berjalan mulus. Idealism yang bagus dalam hal
perizinan tidak akan berjalan tanpa ketersediaan dana yang memadai. Oleh karena
itu, hal ini menjadi persoalan tersendiri. Tidak mudah, kalau tidak dikatakan
mustahil, membuat program layanan publik tanpa pendanaan. Sejumlah daerah
mempunyai potensi alam yang melimpah dapat digunakan untuk mendukung
program kerja mereka, termasuk dalam penanganan perizinan, sedangkan daerah
yang potensi pendapatan daerahnya terbatas boleh jadi berpikir ulang dalam hal
ini anggaran. Mereka tentu akan memberikan prioritas kepada masalah-masalah
sebagainya. Soal perizinan yang lebih bersifat layanan administratif mendapatkan
perhatian berikutnya. Di samping persoalan-persoalan tersebut, ada potensi
permasalahan dalam penanganan dalam penanganan perizinan. Soal tarik menarik
kepentingan antar daerah atau antar daerah dan pusat merupakan persoalan yang
sering terjadi. Persoalan tentang kebijakan yang tidak melihat ke depan dalam
jangka panjang, misalnya soal kelestarian lingkungan, ketersedian dan
keberlangsungan sumber daya alam, keutuhan alur sejarah dan budaya dan
lain-lain. Setiap daerah dituntut untuk memahami dan mampu mengatasi setiap
persoalan-persoalan tersebut dengan baik.
5. Ketersedian Dana
Kesuksesan yang dialami oleh sejumlah pemerintah daerah dalam
memberikan layanan kepada warganya memang layak mendapatkan apresiasi,
tetapi tidak semua upaya itu dapat berjalan mulus. Ide alisme yang bagus dalam
hal perizinan tidak akan dapat berjalan tanpa ketersedian dana yang memadai.
Oleh karena itu, hal ini menjadi persoalan tersendiri. Tidak mudah, kalau tidak
dikatakan mustahil, membuat program layanan public tanpa pendanaan. Sejumlah
daerah mempunyai potensi alam yang melimpah dapat digunakan untuk
mendukung program kerja mereka, termasuk dalam penanganan perizinan,
sedangkan daerah yang potensi pendapatan daerahnya terbatas boleh jadi berpikir
ulang dalam hal anggaran. Mereka tentu akan memberikan prioritas kepada
masalah-masalah yang lebih mendasar, seperti penanganan pangan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya. Soal perizinan yang lebih bersifat layanan
Di samping persoalan-persoalan tersebut, ada potensi permasalahan dalam
penanganan perizinan. Soal tarik-menarik kepentingan antar daerah atau antara
daerah dan pusat merupakan persoalan yang sering terjadi. Persoalan tentang
kebijakan yang tidak melihat ke depan dalam jangka panjang, misalnya soal
kelestarian lingkungan, ketersedian dan keberlangsungan sumber daya alam,
keutuhan alur sejarah dan budaya, dan lain-lain. Setiap daerah dituntut untuk
memahami dan mampu mengatasi setiap persoalan-persoalan tersebut dengan
baik. 44
Dalam hal perizinan, khususnya di daerah, berdasarkan kondisi yang ada
memang terdapat keberagaman pola penanganan. Sejumlah daerah telah berusaha
memperbaiki kinerja pelayanan masyarakatnya dengan merombak tata
kelembagaan dan sistem yang telah berjalan lama sebelumnya. Bahkan tidak
sedikit yang merombak pelayanan perizinan dari yang sebelumnya
kewenangannya terdistribusikan ke sejumlah instansi, yaitu unit pelayanan
bersama, yaitu unit pelayanan terpadu satu atap (UPSTA), yang kemudian Hambatan yang dihadapi pada pemberian izin Asuransi adalah :
a. Belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif dan komprehensif.
b. Banyaknya berbagai instansi yang mengeluarkan izin.
c. Tersebarnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
D. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Pemberian Izin Asuransi
44
dirombak lagi menjadi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Perubahan
kelembagaan ini tentu bukan tanpa alasan, bagaimanapun, pemerintah tentu tidak
ingin kehilangan simpati dari warganya lantaran mereka merasa tidak
mendapatkan layanan yang menjadi wadah birokrasi sekaligus kinerja birokrasi
sudah terpola sedemikian di instansi teknis merupakan wujud nyata penggunaan
kewenangan terhadap masyarakat, yang dalam beberapa hal ditengarai
sering dijadikan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari kantong
masyarakat. Ditambah lagi masyarakat pun sudah terbiasa mendapatkan layanan
seperti yang selama ini terima.
Perubahan kelembagaan yang menangani perizinan tidak lepas dari persoalan
perizinan di bidang investasi. Banyaknya keluhan masyarakat bahwa perizinan
sering kali menjadi sebuah mata rantai kegiatan yang memerlukan biaya tinggi
dan proses panjang kiranya perlu mendapat perhatian. Bahkan menurut BKPM
Muhammad Lutfi, masalah perizinan bisa dikatakan menjadi momok. Oleh karena
itu, pihaknya bertekad mereformasi gaya perizinan yang berbelit-belit dan
berdasarkan keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 BKPM mempelopori
perizinan satu atap untuk masalah investasi.Bagaimana soal perizinan tidak boleh
menghambat investasi. Setelah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun
2004, pada tahun 2006 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan pelayanan
terpadu satu pintu. Kemudian, pada tahun 2007 pemerintah dengan Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Perangkat Daerah kembali membuat
2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu di Daerah.
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi pemberian Izin tentang Usaha Asuransi
adalah :
1.Membuka Jaringan Secara online
Penanganan perizinan biasanya bukanlah menjadi kepentingan satu instansi
pemerintah semata-mata, melainkan melibatkan berbagai instansi. Penerbitan
suatu jenis izin tertentu tidak jarang memerlukan peran serta berbagai instansi
pemerintah, entah melalui pengujian, rekomendasi, pengesahan, persetujuan atau
yang lainnya. Selain instansi yang khusus menangani perizinan masih diperlukan
campur tangan dari berbagai intansi pemerintah yang lain.
2.Penyediaan sarana dan prasarana
Adanya izin tidak terlepas dari interaksi relasi antara pemerintah dan
warganya. Interaksi relasi tersebut berhubungan dengan kebutuhan warga dan
pelayanan dari pemerintah. Untuk itu, yang tidak dapat dihindari adalah
pemenuhan berbagai hal yang dibutuhkan dalam melakukan pelayanan itu agar
memadai. Pemerintah dalam soal perizinan memang dapat menuntut berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon izin, tetapi tentu tidak berhenti
pada persyaratan tersebut. Pihak pemerintah mesti juga mengimbangi dengan
kelengkapan yang memadai sehingga persyaratan yang telah diminta kepada
pemohon ada artinya dan relevan untuk menentukan keputusan izin.
Kenyataan yang menggembirakan apabila instansi yang menangani
perizinan secara terbuka dan rendah hati mau menemukan dan melihat
kekurangan dan kelemahannya.
4.Membangun komitmen
Sistem perizinan dapat dikatakan merupakan rangkaian proses yang
menghubungkan satu hal dengan hal lain untuk menghasilkan sesuatu. Sebaik apa
pun sistem itu, sebaik apa pun sarana dan prasarana yang tersedia, semua itu
belum menjamin bahwa proses perizinan dapat terwujud dan berjalan dengan
baik. 45
45
Majalah Legal Review No. 40 Tahun 2006, hal. 19
Menelaah kondisi yang ideal serta harapan-harapan demi terciptanya
kondisi yang aman dan nyaman dalam hal pengurusan perizinan, maka ada
beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh setiap pemerintah daerah, yaitu :
1. Dalam formulasi kebijakan perizinan hendaknya melibatkan seluruh fihak yang
berkepentingan (stakeholders) dengan perizinan;
2. Dalam menetapkan kebijakan perizinan hendaknya rasionalitas dari
ditetapkannya perizinan dikemukakan dengan jelas dan spesifik
3. Fungsi perizinan sesungguhnya harus ditempatkan sebagai instrument
pengendalian dan pengawasan
4. Hilangnya ego sektoran pada sector perizinan;
5. Tingkatkan kapasitas anggota DPRD dan pejabat pemerintah dalam kebijakan
dan pelaksanaan kebijakan perizinan
7. Kembangkan sector swasta yang mengurus hal-hal teknis dalam proses izin;
8. Tatanan pemerintahan yang baik hanya akan terjadi bila ada masyarakat sipil
dan asosiasi bisnis yang kuat dan sehat.46
BAB IV
PELAYANAN DAN PENGAWASAN USAHA ASURANSI
A. Pelayanan Perizinan dan Pengendalian
Standar pelayanan perlu secara terus menerus dimonitor dalam
pelaksanaannya. Monitoring tidak hanya berkaitan dengan sejauh mana pelayanan
telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, ditetapkan juga konsisten bahkan
upaya peningkatan dalam menghasilkan pelayanan yang baik. Jika dalam proses
monitoring ditemukan/diperoleh penyimpangan, maka hendaknya dengan
cepat/segera, pihak penyedia pelayanan publik melakukan tindakan-tindakan
pengendalian agar proses dan pelaksanaan pelayanan tetap dapat menghasilkan
pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah disepakati /ditetapkan. Dengan
monitoring dapat juga perkirakan/diprediksi berbagai permasalahan / persoalan
yang mungkin muncul, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya preventif agar
tatalaksana pelayanan publik tetap dapat berjalan dengan sebaik-baiknya atau
tidaknya tetap dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, atau
setidak-tidaknya mempersiapkan berbagai tindakan jaga-jaga, jika hal-hal yang kurang
menguntung (yang diperkirakan dapat saja terjadi). Monitoring secara kontinyu
memang selalu diperlukan terutama jika kondisi lingkungan, baik internal dan
eksternal, seringkali berubah dengan cepat dan bahkan sangat sukar diperkirakan.
Di samping itu juga, selera, tuntutan dari pihak yang dilayani (masyarakat)
cepat sekali berkembang dan hal itupun perlu diantipasi, dimana monitoring
pengendalian / pengawasan dilakukan terutama dengan menghimpun
masukan-masukan dari manapun datangnya (baik dari pengalaman para penyelenggara,
terutama masukan-masukan dari masyarakat, yang kesemuanya lazim disebut
masukan 360 derajat).
Jadi pada dasarnya, monitoring dan pengendalian /pengawasan dapat dilakukan
melalui proses internal yang dilakukan melalui pengawasan atasan langsung
maupun pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Serta
pengawasan eksternal oleh masyarakat, berupa keluhan, laporan atau bahkan
pengaduan tentang penyimpangan dan kelemahan / kekurangan dari pelayanan
publik yang dilaksanakan :
1.Monitoring dan pengendalian / pengawasan proses internal
Secara internal monitoring dan pengendalian / pengawasan dilakukan
melalui berbagai cara, misalnya pertemuan berkala, pemberian penghargaan dan
hukuman (reward and punishment System). Pertemuan berkala (rutin) dilakukan
untuk dapat secara terus menerus mengevaluasi sejauhmana pelayanan telah di
lakukan, sekaligus untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul daam
proses tatalaksana pelayanan, kemudian dicari jalan keluar /solusi bersama,
memperoleh masukan-masukan dari seluruh karyawan/staf pelayanan dalam
rangka perbaikan proses tatalaksana pelayanan publik selanjutnya.
Reward and punishment System harus dilakukan secara konsisten dan objektif
(tidak boleh terjebak dalam pilih kasih/KKN), karena dengan cara ini akan dapat
terus dipelihara motivasi kerja, kepuasan dan akhirnya berbuah kinerja yang baik,
Perlu secara konsisten penerapan Standar Operasi Pelayanan (SOP), karena
SOP-lah saSOP-lah satu tolak ukur untuk melakukan monitoring agar tidak bisa dalam
melaksanakan monitoring dan pengendalian / pengawasan tersebut. Tentunya
sesuai dengan irama lingkungan yang berubah cepat, SOP pun perlu diperbaiki
terus menerus. Dengan demikian sistem pelayanan publik akan selalu dinamis,
bersifat terbukas dan tidak hanya berakhir pada keluaran (output), tetapi berlanjut
pada hasil (outcome), termasuk analisis dampak dan masukan bagi
penyempurnaan sistem pelayanan publik itu sendiri terus menerus, sehingga
prinsip pelayanan public yang berorientasi benefit (manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat) dapat terwujud (secara ideal pelayanan publik
mestinya harus prima)
2. Teknik Monitoring dan Pengendalian / Pengawasan kualitas pelayanan
publikBeberapa teknik yang lazim dipakai antara lain :
a. Teknik atau model tradisional
Yaitu dengan pengukuran internal (internal measurement) yakni
pengkuran kualitas pelayanan publik dengan menetapkan target/sasaran dan
pencapaian. Kriteria ini umumnya hanya ditentukan oleh organisasi penyedia
pelayanan public sendiri, dan jelas kurang memperhatikan pendapat/opini
masyarakat sebagai pelanggan.
b. Teknik atau model kepuasan pelanggan (customer satisfaction/driven)
Yaitu media metoda pengukuran dengan menggali pendapat dan sikap
pelanggan/masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas pelayanan publik
dilaksakanakan
Di dalam izin pada umumnya dimuat berbagai hal, baik yang bersifat subjektif
maupun objektif. Misalnya dapat dilihat dalam izin itu siapa yang diberikan hak
untuk dapat melakukan kegiatan yang identitasnya sering kali telah tercantum
dengan jelas. Untuk jenis izin tertentu yang dapat dipindahtangan, sudah
dicantumkan kemungkinan untuk pemindahtangan itu. Di samping identitas, pihak
yang diberi hak untuk melakukan kegiatan, disebutkan kegiatan apa yang
diizinkan, apa batasanya, baik mengenai waktu, lokasi, volume, maupun hal-hal
deskriptif lain yang menyangkut sesuatu yang bersifat objektif. dengan muatan
yang demikian, izin tentu dapat digunakan sebagai pegangan oleh pihak
pemegang izin serta pihak lain. Sekaligus memberi kepastian baik mengenai siapa
yang diizinkan, dapat dipindahtangan kegiatan apa yang diizinkan dan sebagai.
Izin sebagai sebuah keputusan dapat digunakan untuk menjadi instrumen
perlindungan kepentingan, baik itu kepentingan permohonan, kepentingan
pemerintah, maupun kepentingan lain. Kiranya dapat dimengerti bahwa dapat
digunakan untuk melindungi kepentingan pemegang izin karena untuk diizinkan
melakukan kegiatan tertentu sering kali tidak lepas dari kewajiban pemenuhan
persyaratan yang didalam termasuk serangkaian pengujian. Apabila pemohon
kemudian diberikan izin maka didalamnya terkandung makna bahwa kegiatan ini
telah teruji sehingga baik, aman, dan sebagainya. Izin juga dapat dikatakan
melindungi kepentingan pemegang izin karena untuk diizinkan melakukan
Apabila pemohon kemudian diberikan izin maka didalamnya terkandung
makna bahwa kegiatan itu telah teruji sehingga baik, aman, sebagainya. Izin juga
dapat dikatakan melindungi kepentingan pemerintah karena dalam izin sering kali
ada beberapa klausul yang memungkinkan pemerintah mengambil tindakan
apabila izin itu dilanggar. Dalam hal-hal tertentu, izin juga mempunyai manfaat
bagi perlindungan kepentingan masyarakat sebagai pihak ketiga.
Dalam hal ini, mekanisme perizinan digunakan juga untuk memungkinkan
masyarakat berperan serta dalam pengambilan keputusan dan sekaligus menjadi
perlindungan hukum preventif bagi masyarakat tersebut. Oleh karena itu, memang
sudah sewajarnya pemohon izin benar-benar memenuhi prosedur dengan meminta
tanda tangan tetangga.
Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan kegiatan, izin dapat digunakan sebagai alat bukti
bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan perolehan dari pemerintah. Artinya,
kalau menyangkut suatu kegiatan tertentu akan dapat dilihat siapa yang diizinkan,
sejak kapan, untuk berapa lama dilakukan di mana dan berhak untuk melakukan
kegiatan yang sama maka dapat ditunjukkan adanya izin itu.47
Pelayanan merupakan suatu proses, oleh karena itu objek utama
manajemen pelayanan ialah proses itu sendiri. Dengan demikian, manajemen
B. Upaya Pengendalian Kegiatan / Proses Pelayanan
47
H. Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta implementasinya,
pelayanan adalah manajemen proses, yaitu manajemen yang mengatur dan
mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan dapat
berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang
harus dilayani, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus
dilayani. Kriteria terakhir inilah yang menjadi ukuran bagi keberhasilan fungsi
layanan.
Setiap proses mempunyai 4 (empat) unsur yaitu :
1. Tugas layanan
2. Prosedur layanan
3. Kegiatan layanan
4. Pelaksana layanan
Unsur-unsur tersebut tidak dipisahkan satu dengan yang lain, karena keempatnya
akan membentuk proses kegiatan (activity). Pelaksanaan layanan dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) badan/instansi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
fungsi layanan dan perilaku layanan.
Aktivitas mengendalikan pelaksanaan tugas /pekerjaan harus selalu dilakukan
sejak permulaan sampai berakhirnya tugas/pekerjaan itu pada tahap-tahap tertentu.
Meskipun aktivitas mengendalikan ini ditujukan pada kegiatan /proses, namun
karena yang menjalankan kegiatan/proses itu pada dasarnya manusia maka
kegiatan pengendalian pada dasarnya mengendalikan manusia. 48
48
Agar manusia dapat dikendalikan ke arah tujuan bersama (organisasi) oleh
manajemen maka syarat utama mereka harus dewasa dalam pekerjaan.
Kedewasaan (maturity) sendiri menurut Cribbin yaitu sebagai berikut :
1. Kedewasaan terhadap pekerjaan
Kedewasaan terhadap pekerjaan ditandai dengan adanya kemampuan
melaksanakan tugas /pekerjaan secara mandiri, rasa tanggung jawab, bermotivasi
pada hasil karya dan kesediaan bertanggung jawab
2.Kedewasaan menurut kejiwaan
Kedewasaan menurut kejiwaan ditandai oleh adanya rasa harga diri,
percaya diri, dan kehormatan diri. Dale Yorder, dalam lingkungan kerja kedua
jenis kejiwaan itu perlu terutama kedewasaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal
ini menjadi salah satu tugas manajer pada bawahaan masing-masing untuk
mendidik mereka sedemikian agar menjadi dewasa. Yorder mengatakan bahwa
manajemen thus faces education responsibilies ot all levels in organization, yang
berarti tanggung jawab manajemen terhadap pendidikan (dalam istilah pendidikan
ini termasuk latihan) ini memang berat memerlukan waktu dan kesabaran. 49
pengendalian proses / kegiatan menggunakan alat-alat ukur sebagai hasil dari
pengawasan.
Pengendalian agak berbeda dengan pengawasan, meskipun keduanya
masuk dalam jaringan kegiatan manajemen. Perbedaan itu terletak pada unsur
tanggung jawab. Menurut Odiorne, Controls tell what has happened or is
happening. They don’t mak things happen by themselves. Ini berarti
49
Di bidang penyelenggaraan pelayanan, manajemen perlu dan harus
diperoleh gambaran yang benar mengenai pelaksanaan pelayanan, tidak hanya
melalui laporan formal, tetapi juga melalui pengamatan langsung di lapangan
untuk mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang memperoleh pelayanan
dengan tidak segan-segan turun kebawah tanpa segala formalitas, atau dikenal
dengan istilah Sidak (inspeksi mendadak). Manajemen hendaknya aktif mencari
informasi mengenai pelaksanaan pelayanan oleh orang-orang yang dibawah
tanggung jawab, agar dapat diadakan perbaikan seperlunya. Dalam hubungan ini
penanganan keluhan masyarakat merupakan informasi yang berharga sebagai
bahan masukan untuk perbaikan.
Sistem pengendalian oleh manajemen yang efektif memungkinkan
tugas/pekarjaan berjalan lancer dan menghasilkan sesuatu yang memenuhi
persyaratan kualitas dan kuantitas. Pengendalian harus selalu dilakukan karena
adanya kecenderungan manusia berbuat kesalahan tanpa unsur kesengajaan,
disamping ada juga disertai pelanggaran dan penyimpangan. Motif pelanggaran
atau penyimpangan tugas/pekerjaan memang pada mulanya timbul karena faktor
pendapatan yang sama sekali tidak memenuhi standar kebutuhan hidup layak
melainkan berkembang ke arah kebiasaan seakan-akan telah membudaya.
Pelanggaran dan atau penyimpangan seringkali terjadi di bidang kegiatan
administrasi dan penyelenggaraan pelayanan, yang sebahagian besar kegiatan
tersebut masih dilakukan melalui keterampilan langsung tenaga manusia, belum
penyimpangan yang terjadi di bidang administrasi dan fisik teknis pelayanan sulit
sekali diketahui dalam waktu singkat.
Agar manajemen dapat mengendalikan kegiatan atau pekerjaan diciptakan
berbagai peralatan yang berlaku sebagai sistem, dengan fungsi tidak hanya
memantau secara tetap terhadap proses pekerjaan, tetapi juga sebagai fungsi
alternatif, misalnya penggunaan peralatan elektronik canggih seperti komputer,
peralatan control electronic, closed circuit television dan sebagainya. Dalam
kegiatan pengendalian di bidang admistrasi dan pelayanan dikembangkan
petunjuk melaksanakan /pekerjaan .
Keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering kali dapat dibedakan dari sisi
wujudnya menjadi dua hal, yaitu keputusan lisan dan keputusan tertulis.
Keputusan lisan dapat dikeluarkan oleh pemerintah terhadap hal yang bersifat
mendesak atau segera harus diambil.
Izin sebagai keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, pada umumnya
dibuat secara tertulis melalui serangkaian proses dalam jangka waktu tertentu.
Sekalipun masa berlakunya tidak lama, seperti halnya izin usaha asuransi untuk
dapat diterbitkannya sebuah izin perlu proses dan prosedur tertentu yang kadang
kala tidak singkat.
Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
yang menegaskan bahwa “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran
terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan, untuk itu diperlukan suatu penataan
ruang.
Ruan mengandung pengertian sebagai “wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya”.Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap, sedangkan aktivitas
manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan ruang
untuk beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari.Untuk itu ruang yang
sifatnya terbatas perlu ditata agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efesien. 50
Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan
manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang,
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang.
Tata ruang memiliki arti susunan ruang yang teratur, dalam kata teratur
terkandung terkandung pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami
dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai
kegiatan serta sarana dan prasarananya.Suatu tata ruang yang baik dapat
dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang. Dalam
pengertian ini, penataan ruang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu perencanaan
tata ruang, perwujudan tata ruang, dan pengendalian tata ruang.
51
50
Op.Cit, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3
51
Hans Kelsen, General Theory of Norms, Terjemahanoleh Michael Hartney, Oxford University Press, New York, 1991, hal 123
Selanjutnya yang
bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan sesuai dengan
rencana tata ruang.
Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang adalah setiap kegiatan yang
ditujukan untuk menjaga agar kegiatan pemanfaatan ruang, dengan atau tanpa
bangunan dilaksanakan sesuai dengan tata ruang, dengan kata lain pengendalian
pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk megarahkan pemanfaatan ruang agar
tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.52
Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap
Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili
kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomi adalah diberikan kepada
masyarakat. Sehingga keberadannya harus memberikan pelayanan yang
berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi
tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik Salah satu
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang popular adalah perizinan.
Instrumen perizinan mengendalikan setiap kegiatan pemanfaatan ruang agar
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian untuk
mengetahui apakah pemanfaatan ruang telah sesuai dengan peruntukannya dapat
dilihat dari peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang. Upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan
mekanisme pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna
demokrasi.
52
yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai
etikapelayanan publik. Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh
beberapa aspek, yaitu : sistem, kelembagaan, sumber daya manusia, dan
keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar memenuhi keempat aspek
tersebut, karena dengan begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.53
53
Ibid
C. Pengawasan Usaha Asuransi Oleh Pemerinntah
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi ,dapat
diikuti dengan baik sesudah tahun 1945. Sebelum tahun itu peraturan-peraturan
yang pernah ada agak sulit ditelusuri karena industry asuransi ditangani oleh lebih
dari satu instansi. Karena penanganannya dilakukan oleh lebih dari satu instansi
,mengakibatkan timbul berbagai jenis peraturan yang akhirnya menimbulkan
suatu mekanisme kerja yang tidak koordinatif, sehingga industry asuransi tidak
dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Pada dasarnya peraturan-peraturan yang dikeluarkan instansi pemerintah,
merupakan peraturan yang bersifat publik administratif, yaitu peraturan-peraturan
yang mengatur tentang mekanisme pasar dan industry asuransi, dalam rangka
mengatur dan member perlindungan kepada masyarakat luas. Peraturan-peraturan
yang dimaksud dapat pula meliputi peraturan tentang perizinan dan pengawasan
Departemen Keuangan sebagai deartemen teknis yang membidangi
keuangan dan moneter,pada akhirnya merupakan satu-satunya instansi yang
mempunyai kewenagan terhadap industry asuransi di Indonesia.
Departemen Keungan mempunyai kewenagan mengeluarkan peraturan-peraturan
yang bersifat publik administrati , antara lain :
a) Perjanjian usaha asuransi dan reasuransi
b) Permodalan
c) Pengelolaan Keuangan
d) Hal-hal lain yang bersifat pengawasan dan pembenaran maupun teknis asuransi
Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi oleh pemerintah :
Usaha asuransi merupakan satu jenis usaha dibidang jasa yang
memberikan jasa proteksi. Oleh karena itu dalam tata kehidupan pada umumnya,
sehingga mempunyai karektiristik yang khususnya dibandingkan jenis usaha lain.
Mengingat sifatnya yang khusus tadi, maka pada usaha ini perlu diatur pula secara
khusus mengenai pembinaan dan pengawasanya, demi kepentingan masyarakat
luas.
Adapun bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap usaha asuransi oleh
Menteri Keuangan c.q Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Direktorat
Moneter antara lain meliputi hal-hal berikut :
1.Persyaratan teknis yang harus dipenuhi , untuk pendirian perusahaan asuransi .
2.Pesyaratan teknis dan keuangan yang harus dipenuhi berkenaan dengan
3.Persyaratan-persyaratan teknis dan keuangan berkenaan dengan
penyelenggaraan usaha asuransi.
Persyaratan-persyaratan tersebut, secara khusus diatur sesuai dengan jenis usaha
asuransi yang bersangkutan termasuk usaha asuransi jiwa, usaha asuransi
kerugian, termasuk reasuransi ,broker asuransi, adjuster asuransi atau perusahaan
asuransi sosial. Secara umum, pembinaan dan pengawawasan yang diterapkan
terhadap industri usaha asuransi dilaksanakan dalam rangka memberikan
kepastian jaminan terhadap masyarakat luas. Untuk itu secara teknis pengawasan
dan pembinaan tersebut selalu mengalami perubahan persyaratan.54
54
Ibid hal 203
Peraturan tentang pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi
jiwa diatur dalam surat Keputusan Menteri Keuangan No.1250/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988.
Pembinaan dan pengawasan yang diberikan terhadap perusahaan asuransi jiwa
meliputi :
1.Penutupan Polis
Penutupan polis asuransi jiwa dapat dilakukan dalam mata uang rupiah
atau dalam mata uang asing.
2.Pemasaran Program
Setiap perusahaan asuransi yang akan memasarkan program baru, wajib
mendapat pengesahan dari kantor akuntaria dan wajib melaporkan kepada Menteri
a) Uraian tentang Santuanan Rumus Aktuaria dan Tarif dari program asuransi
yang akan dipasarkan
b) Tabel tariff, cadangan premi dan nilai tunai.
Apabila ternyata terdapat ketidaktepatan dalam perhitungan serta dasar-dasar
perhitungan program asuransi jiwa baru yang akan ditawarkan , Menteri
Keuangan dapat memerintahkan perusahaan asuransi yang bersangkutan untuk
melakukan perbaikan dan penyesuaian seperlunya.
3.Pembentukan Cadangan Premi
Setiap perusahan asuransi jiwa , baik perusahaan jiwa nasional atau
perusahaan asuransi jiwa patungan setiap tahun diwajibkan membentuk cadangan
premi secara actual dan setiap saat memenuhi batas tingkat solvabilitas yang
sudah ditentukan.
4.Pertanggungan Tambahan
Petanggungan Tambahan yang dapat dipasarkan hanya dapat dilakukan
untuk asuransi kecelakaan diri dan asuransi kesehatan, dengan ketentuan bahwa
jumlah santunan pertanggungan tambahan setinggi-tingginya tiga kali jumlah
pertanggungan pokok.
5.Investasi
Sekurang-kurangnya 75% dari cadangan premi yang dibentuk wajib
diinvestasikan di Indonesia pada jenis investasi sebgai berikut :
a. Deposito berjangka
b. Tanah dan bangunan
d. Pinjaman polis
e. Saham, obligasi dan surat berharga lainnya yang terdapat di Bursa Efek
dan Bursa Paralel .
Disamping itu perusahaan asuransi jiwa patungan dilarang melakukan investasi
dengan dana yang bersumber dari pinjaman dalam bentuk apapun .
6.Dana Jaminan
Setiap perusahaan asuransi jiwa nasional maupun perusahaan asuransi jiwa
patungan, wajib menempatkan tambahan dana jaminan sebesar 45% (empat puluh
lima persen ) dari cadangan premi yang dibentuk dalam tahun sebelumnya.
Dana ini hanya dapat dicairkan atas persetujuan Menteri Keuangan untuk
memenuhi kewajiban Perusahaan, atas permohonan perusahaan karena kesulitan
likuiditas, atau atas perintah eksekusi pengadilan atau karena perusahaan dicabut
izinya. Apabila pencairan sudah dilaksanakan sesuai kebutuhan, perusahaan yang
bersangkutan wajib memenuhi kembali dana jaminan sebesar yang telah dicairkan
. 7. Laporan
Setiap perusahaan asuransi jiwa nasional atau asuransi jiwa patungan
wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang
ditunjuk terdiri dari :
a.Laporan tahunan, meliputi
1) Laporan keuanga
2) Laporan operasional
3) Laporan investasi
Laporan tahunan yang belum diaudit, laporan operasional dan laporan
investasi wajib disampaikan selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhir tahun
buku yang bersangkutan. Sedangkan laporan keuangan yang sudah di audit oleh
Akuntan Publik wajib disampaikan selambat-lambatnya 12 bulan setelah
berakhirnya tahun buku yang bersangkutan. Laporan operasional yang telah
disahkan oleh Aktuaris, wajib disampaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah
berakhirnya tahun buku yang bersangkutan. Mengenai laporan tingkat
sovabilitaswajib disampaikan selambat-lambatnya tiga bulan terhitung dari
tanggal laporan.
Kelambatan penyampaiaan laporan-laporan termaksud diatas dikenakan denda
Rp.100.000-, denda setiap hari kelambatan. Disamping penyampaian laporan
sebagaimana sudah diuraikan di atas, maka setiap perusahaan asuransi jiwa wajib
mengumunkan dalam surat kabar harian, selambat-lambatnya tiga bulan setelah
berakhirnya tahun buku yang bersangkutan mengenai: Neraca dan perhitungan
laba/ rugi singkat yang berbentuk Perseroan Terbatas, atau perhitungan sisa hasil
usaha singkat bagi yang berbentuk koperasi, berdasrkan laporan keuangan yang
belum di audit. Kelambatan penyusunan dikenankan denda Rp.100.000,- setiap
hari kelambatan yang harus disetor ke Kas Negara .
8.Pemeriksaan Langsung
Pengawasan terhadap perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan
asuransi jiwa patungan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk dapat
a) Pengawasan kataatan terhadap ketentuan dalam peraturan perundangan
dibidang asuransi jiwa .
b) Mendapatkan bahan masukan yang diperlukan dalam rangka pembinaan
dan pengawasan yang lebih cepat.
Pemeriksaan tersebut, dapat dilakukan secara berkala atau tidak . Perusahaan yang
diperiksa, wajib memperlihatkan buku ,catatan,dokumen dan atau memberikan
keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan wajib menjaga
kerahasiaan hasil pemeriksaan.
9.Keagennan
Dalam perjalan usahanya, perusahaan asuransi jiwa nasional dan
perusahaan jiwa patungan dapat mempergunakan agen asuransi jiwa yang
bertindak untuk dan atas nama perusahaan. Untuk itu perusahaan asuransi jiwa
nasional atau perusahaan asuransi jiwa patungan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap aegala akibat dari tingkat agennya.55
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan bab-bab sebelumnya maka, dapat diambil
kesimpulan yaitu, sebagai berikut dibawah ini :
1. Hukum perizinan merupakan kajian hukum administrasi negara yakni hukum
publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah di daerah sebagai aparatur penyelenggaran negara. Izin
adalah suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu
perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat
konkrit. Sehubungan dengan itu, maka adapun pengaturan hukum perizinan
asuransi adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha
Perasuransian.
Kemudian adapun pengaturan asuransi dari sudut asuransi sosial terdiri dari :
1). Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja), diatur pada ;
a). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang.
b). Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan.
a).Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamin