• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka Bakar Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan dari Tahun 2011 – 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka Bakar Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan dari Tahun 2011 – 2014"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka Bakar

Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan

dari Tahun 2011 – 2014

TESIS

oleh

Rio Alfin Maulana

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka Bakar

Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan

dari Tahun 2011 – 2014

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah dianjurkan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi , dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2014

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

dr. Frank B Buchari SpBP-RE (K) sebagai kepala subdivisi bedah plastik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dr Utama A Tarigan SpBP-RE (K) sebagai pembimbing penelitian saya, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(4)

persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka

duka selama pendidikan.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Kedua orang tua, ayahanda dr H Thamrin Manap dan ibunda Hj. Erlyna Syafei, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Terima kasih juga kepada kakak saya dr Rinelia Minaswary, MKed Kard, SpJP dan seluruh keluarga besar, penulis mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan spesialisasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, November 2014 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN TESIS

Pembimbing, KetuaDepartemen, Ketua Program Studi ... i

Konsultan Metodologi Penelitian ... ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian………...3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1.Bidang akademik ... 4

1.5.2.Bidang pelayanan Masyarakat ... 4

1.5.3.Bidang pengembangan penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi ... 5

2.2. Epidemiologi ... 5

2.3. Insidensi ... 6

2.4. Etiologi ... 7

2.5. Mortalitas & Morbiditas pada pasien Luka Bakar ... 8

2.6. Faktor-faktor yang berperan dalam Morbiditas & Mortalitas pada Luka Bakar…… ... 10

BAB III. METODE STUDI ... 22

3.1. Jenis penelitian. ... 22

3.2. Tempat dan Waktu penelitian ... 22

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2.Waktu penelitian………...22

3.3. Populasi & sampel ... 22

3.3.1. Populasi………22

3.3.2. Sampel………..22

(6)

3.5 Kerangka Konsep penelitian ... .23

3.6. Definisi Operasional ... .24

BAB IV. HASIL PENELITIAN………..26

BAB V. PEMBAHASAN………..32

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN………...35

DAFTAR PUSTAKA………....36

(7)

ABSTRAK

Latar belakang Luka bakar merupakan kasus trauma yang menyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan lebih dari 4500 di antaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar. Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 27,6% (2012) di

RSCM dan 26,41% di RS Dr. Soetomo (2012). Data tentang faktor prognostik mortalitas di Indonesia sendiri belum ada yang rinci, khususnya di RSUP H Adam Malik sendiri belum ada data mengenai faktor resiko yang berperan pada mortalitas pasien luka bakar. Tujuan

dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi faktor-faktor

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian potong lintang retrospektif analitik. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien yang menderita luka bakar di RSUPH Adam Malik Medan dimulai dari 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014 Data kemudian dianalisa dengan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan p < 0,05

resiko yang berperan pada

mortalitas penderita luka bakar rawat inap di RSUPH Adam Malik Medan

Hasil Penelitian Pada penelitian ini didapat keseluruhan sampel berjumlah 353 sampel. Penderita laki-laki berjumlah 235 orang (66.6%) dan penderita perempuan berjumlah 118 orang (33.4%). Flame burn injury merupakan penyebab terbanyak kasus luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan (174 kasus; 50.4%). Dari hasil analisis menggunakan uji regresi logistik, variabel Albumin yang rendah (<2g/dl) memiliki hubungan yang paling signifikan dengan kejadian mortalitas pada penderita luka bakar rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan (p=0,001).

Kesimpulan Usia, Lama rawatan, Luas luka bakar, Penyebab (etiologi), Trauma inhalasi, Albumin dan Sepsis merupakan faktor-faktor resiko yang mempengaruhi mortalitas pada pasien rawat inap luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan dari tahun 2011 – 2014.

(8)

ABSTRACT

Background Burn is the most trauma with high morbidity and mortality in the world. From American Burn Association in 2002 estimate more than 1,1 million people suffer burns every year in USA, with more than 4500 died because of complication from burns. Mortality rate patient burn in Indonesia still high enough, about 27.6% (2012) in RSCM and 26,41% in RS dr Soetomo (2012). Data about prognostic factor in mortality in Indonesia not yet established especially in RSUPH Adam Malik Medan.

Purpose from this study is to identification risk factors in mortality hospitalized burn patient in RSUPH Adam Malik Medan.

Methods This research is analytic retrospective cross sectional. Sample in this research is all data from medical record burn patient in RSUPH Adam Malik Medan from 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014. Data analyze with Chi square test with p value < 0,05.

Results This research get total sample 353, man 235 people (66,6%) and woman 118 people (33,4%). Flame burn is the most etiological burn in RSUPH Adam Malik Medan (174 cases; 50.4%). From analyze with logistik regresion low albumin variable (<2g/dl) had the most significant relation with mortality in burn patient in RSUPH Adam Malik Medan (p=0,01).

Conclusion Age, length of hospitalized, burn surface area, etiologi, inhalation trauma, albumin and sepsis are risk factors in mortality burn patient in RSUPH Adam Malik Medan from 2011-2014.

(9)

ABSTRAK

Latar belakang Luka bakar merupakan kasus trauma yang menyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan lebih dari 4500 di antaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar. Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 27,6% (2012) di

RSCM dan 26,41% di RS Dr. Soetomo (2012). Data tentang faktor prognostik mortalitas di Indonesia sendiri belum ada yang rinci, khususnya di RSUP H Adam Malik sendiri belum ada data mengenai faktor resiko yang berperan pada mortalitas pasien luka bakar. Tujuan

dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi faktor-faktor

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian potong lintang retrospektif analitik. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien yang menderita luka bakar di RSUPH Adam Malik Medan dimulai dari 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014 Data kemudian dianalisa dengan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan p < 0,05

resiko yang berperan pada

mortalitas penderita luka bakar rawat inap di RSUPH Adam Malik Medan

Hasil Penelitian Pada penelitian ini didapat keseluruhan sampel berjumlah 353 sampel. Penderita laki-laki berjumlah 235 orang (66.6%) dan penderita perempuan berjumlah 118 orang (33.4%). Flame burn injury merupakan penyebab terbanyak kasus luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan (174 kasus; 50.4%). Dari hasil analisis menggunakan uji regresi logistik, variabel Albumin yang rendah (<2g/dl) memiliki hubungan yang paling signifikan dengan kejadian mortalitas pada penderita luka bakar rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan (p=0,001).

Kesimpulan Usia, Lama rawatan, Luas luka bakar, Penyebab (etiologi), Trauma inhalasi, Albumin dan Sepsis merupakan faktor-faktor resiko yang mempengaruhi mortalitas pada pasien rawat inap luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan dari tahun 2011 – 2014.

(10)

ABSTRACT

Background Burn is the most trauma with high morbidity and mortality in the world. From American Burn Association in 2002 estimate more than 1,1 million people suffer burns every year in USA, with more than 4500 died because of complication from burns. Mortality rate patient burn in Indonesia still high enough, about 27.6% (2012) in RSCM and 26,41% in RS dr Soetomo (2012). Data about prognostic factor in mortality in Indonesia not yet established especially in RSUPH Adam Malik Medan.

Purpose from this study is to identification risk factors in mortality hospitalized burn patient in RSUPH Adam Malik Medan.

Methods This research is analytic retrospective cross sectional. Sample in this research is all data from medical record burn patient in RSUPH Adam Malik Medan from 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014. Data analyze with Chi square test with p value < 0,05.

Results This research get total sample 353, man 235 people (66,6%) and woman 118 people (33,4%). Flame burn is the most etiological burn in RSUPH Adam Malik Medan (174 cases; 50.4%). From analyze with logistik regresion low albumin variable (<2g/dl) had the most significant relation with mortality in burn patient in RSUPH Adam Malik Medan (p=0,01).

Conclusion Age, length of hospitalized, burn surface area, etiologi, inhalation trauma, albumin and sepsis are risk factors in mortality burn patient in RSUPH Adam Malik Medan from 2011-2014.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Luka bakar merupakan suatu kasus trauma yang banyak terjadi, yang menyumbang angka morbiditas dan derajat cacat serta mortalitas yang tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Sekitar dua juta orang menderita luka bakar di Amerika serikat setiap tahunnya, dengan 100.000 yang dirawat dalam pusat-pusat perawatan luka bakar. Di inggris sekitar 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 175.000 terjadi karena kecelakaan dan di rawat di unit gawat darurat, dan 13000 di rawat di bangsal rumah sakit. Sekitar 1000 pasien mengalami luka bakar cukup parah. Setiap tahunnya rata-rata 300 kematian luka bakar terjadi ( Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004).

Luka bakar juga merupakan masalah besar di negara berkembang, lebih dari 2 juta kasus luka bakar terjadi di India tiap tahunnya. Angka mortalitas Luka bakar di negara berkembang lebih tinggi di banding negara maju, misalkan Nepal 1700 kematian per tahun untuk 20 juta penduduk , dengan angka kematian sekitar 17 kali dibanding UK ( Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004).

Berdasarkan data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan 50.000 kasus perlu dirawat di rumah sakit dan lebih dari 4500 di antaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar ( Klingensmith ,2003). Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 27,6% (2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo (Martina & Wardhana, 2013).

Banyaknya kejadian luka bakar tersebut mewakili gambaran jumlah kasus serupa didunia. Pasien dengan luka bakar derajat sedang - berat sering kali mengancam jiwa, yang membutuhkan pendekatan multidisiplin ilmu, intensive dan penanganan jangka panjang. Data tentang faktor prognostik mortalitas di Indonesia sendiri belum ada yang rinci, khususnya di RSUP H Adam Malik sendiri belum ada data mengenai faktor resiko yang berperan pada mortalitas pasien luka bakar.

(12)

DM, Hipertensi, penyakit jantung dll ), adanya trauma inhalasi, kadar albumin yang rendah, kegagalan fungsi organ serta sepsis digunakan sebagai faktor resiko terhadap tingginya mortalitas pada luka bakar.

Penelitian yang dilakukan oleh, D.B lumenta, A.hautier, C. Desouches, et al dalam Mortality and Morbidity among elderly people with burns tahun 2007 yang melibatkan 265 pasien luka bakar diatas umur 65 tahun melaporkan angka mortalitas 30,6%, dengan dijumpai faktor-faktor resiko mortalitas seperti lamanya masa rawat, trauma inhalasi, luas luka bakar,

etiologi luka bakar, serta beberapa faktor komorbid tertentu seperti penyakit jantung dan pengkonsumsi alkohol.

Macedo, et al pada tahun 2007 melaporkan mortalitas pada luka bakar meningkat pada usia > 50 tahun, luas luka bakar > 47%, ada nya jamur atau multibakteri yang resisten pada luka dan lama rawatan yang singkat.

Rachel S, et al 2009 juga melaporkan mortalitas meningkat pada usia dewasa dengan alasan yang potensial berupa faktor komorbiditas yang memberikan hasil yang buruk disebabkan karena curiga cedera organ, sistemik faktor yang memberikan komplikasi terhadap resusitasi cairan, managemen pembedahan yang menyebabkan kehilangan darah dan efek anastesi pada orang tua.

Penelitian lainnya oleh Nele brusseleares, Stan monstrey, Dirk.V,et al tahun 2010, melaporkan mortalitas meningkat pada usia tua, luka bakar yang luas, kegagalan fungsi organ dan sepsis, serta kematian luka bakar dalam waktu 48 jam disebabkan karena shock dan trauma inhalasi.

El-Helbawy et al tahun 2011 melaporkan keseluruhan angka kematian dengan trauma inhalasi adalah 41,5% (dari 130 pasien luka bakar dengan trauma inhalasi dari total 281 pasien) menunjukkan bahwa trauma inhalasi adalah faktor resiko yang penting penentu kematian pada pasien luka bakar.

Aguayo becerra tahun 2013 melaporkan pasien luka bakar dengan kadar albumin < 2 g/dl memiliki resiko mortalitas > 80% dengan sensitifitas 84% dan spesifisitas 83% menunjukkan bahwa kadar albumin yang rendah pada saat pertama masuk rumah sakit dapat digunakan sebagai penanda yang spesifik untuk mortalitas pada luka bakar.

(13)

meningkatkan penanganan serta hasil yang baik terhadap pasien luka bakar di RSUP H.adam Malik medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah faktor - faktor resiko apakah yang berperan pada mortalitas pasien luka bakar di RSUP H Adam Malik –Medan dari tahun 2011 - 2014.

1.3 Hipotesis

1.4

Usia, jenis kelamin, Luas luka bakar, lama rawatan, etiologi luka bakar, kadar albumin, trauma inhalasi , kegagalan fungsi organ serta Sepsis adalah faktor resiko yang berperan pada mortalitas penderita luka bakar rawat inap di RSUPH Adam Malik Medan.

Mengidentifikasi faktor-faktor Tujuan Penelitian

resiko yang berperan pada mortalitas penderita luka bakar rawat inap di RSUPH Adam Malik Medan

1.5 Manfaat

1.5.1 Bidang Akademik/Ilmiah

Meningkatkan Pengetahuan Peneliti dibidang Ilmu Bedah Plastik mengenai faktor-faktor yang meningkatkan mortalitas pasien luka bakar serta meningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menangani pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

Dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada luka bakar serta meningkatkan penanganan serta hasil yang baik terhadap pasien luka bakar di RSUP H.adam Malik medan.

1.5.3 Bidang Pengembangan Penelitian

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, dan bahan kimia. Luka yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah.

Luka bakar merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut.. Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan baik laki-laki maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan, untuk luka yang luas dapat mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di rumah sakit.

Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan

rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan

terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma

yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum),

intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi

2.2 Epidemiologi

Menurut the National Institutes of General Medical Sciences, sekitar 1,1 juta luka-luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap tahun di Amerika Serikat. Di antara mereka terluka, sekitar 50.000 memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal setiap tahun dari luka bakar. Ketahanan hidup setelah cedera luka bakar telah meningkat pesat selama abad kedua puluh. Perbaikan resusitasi, pengenalan agen antimikroba topikal dan, yang lebih penting, praktek eksisi dini luka bakar memberikan kontribusi terhadap hasil yang lebih baik.Namun, cedera tetap mengancam jiwa.

Di India, sekitar 2,4 juta luka bakar dilaporkan per tahun. Sekitar 650.000 dari cedera

(15)

paling sedikit 25% dari total permukaan tubuh mereka. Antara 8.000 dan 12.000 pasien dengan luka bakar meninggal, dan sekitar satu juta akan mempertahankan cacat substansial atau permanen yang dihasilkan dari luka bakar mereka.

Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 27,6% (2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo (Martina & Wardhana, 2013).

Data epidemiologi dari unit luka bakar RSCM pada tahun 2011-2012 melaporkan jumlah pasien luka bakar sebanyak 257 pasien. Dengan rerata usia adalah 28 tahun ( range :

2,5 bulan – 76 tahun), dengan rasio laki- laki : perempuan adalah 2,7 : 1. Luka bakar api adalah etiologi terbanyak (54,9 %), diikuti air panas (29,2%), luka bakar listrik (12,8%), dan luka bakar kimia (3,1%). Rerata luas luka bakar adalah 26% (range 1-98%). Dan rerata lama rawatan adalah 13,2 hari. Angka mortalitas sebanyak 36,6% pada pasien dengan rerata luas luka bakar 44,5%, dengan luas luka bakar > 60 % semuanya mengalami kematian.

2.3. Insidensi

Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia dibawah 6 tahun bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada usia 25-35 tahun. Kendatipun jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup kecil, tetapi kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar. Dalam tahun tahun terakhir ini daya tahan hidup dimana penderita dapat kembali pada keadaan sebelum cedera pada penderita lanjut usia mengalami perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan populasi umum luka bakar lainnya.

Insiden luka bakar terutama terjadi pada pria oleh karena dominasi pekerja pria pada industri berat dan kehidupan pria yang lebih beresiko tinggi. Cedera luka bakar lebih sering melibatkan sosio ekonomi yang kurang-rendah. Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun. Diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda, luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas.

Sekitar 80% luka bakar dapat terjadi di rumah. Pada anak dibawah umur 3 tahun penyebab luka bakar paling umum adalah cedera lepuh (scald burn). Luka ini dapat terjadi

(16)

oleh kecelakaan industri.

2.4. Etiologi

Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan evaluasi dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas :

1. Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.

Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

2. Scald (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

(17)

2.5. Mortalitas dan Morbiditas pada pasien luka bakar

Mortalitas pada luka bakar

Harapan hidup setelah luka bakar sangat erat kaitannya dengan usia penderita, ukuran luka bakar, dan ada tidak nya cedera inhalasi. Karena banyaknya variabel pada luka bakar termasuk cedera penyerta, penyakit kronik, lamaya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat

dirumah sakit dan kejadian kejadian disekitar luka bakar maka mortalitas secara kasar hanya sedikit bernilai dan sering kali menyesatkan dalam usaha untuk menilai prognosis pengobatan. Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

a. Luka Bakar Akibat Arus Listrik

Cedera trauma listrik dapat dibagi menjadi eksposur tegangan tinggi (>1000 voltase), sedang (120-1000 voltase), dan rendah (<120 voltase). Tingkat kerusakan luka trauma listrik biasanya diasosiasikan dengan voltase, jenis arus, resistensi jaringan tertinggi, terendah pada saraf dan pembuluh darah sehingga mudah terjadi kerusakan. Lihat apakah ada luka masuk dan luka keluar.

Komplikasi berupa sindroma kompartmen, aritmia, kehilangan kesadaran, mioglobinuria sering dijumpai pada cedera luka listrik bertegangan tinggi dan harus diperhatikan dimana dapat diikuti pula dengan trauma tumpul yang diasosiasikan dengan jatuh.

Energi listrik diubah menjadi panas menyebabkan cedera termal. Pembangkit panas tergantung pada kekuatan arus, durasi aliran, dan ketahanan jaringan. Panas yang meningkat dihasilkan ketika salah satu dari tiga meningkat. Tulang memiliki ketahanan tertinggi

dibandingkan jaringan lain, dan sedikit menimbulkan kerusakan akibat panas. Saraf dan pembuluh darah menghasilkan lebih sedikit panas tetapi mudah terjadi kerusakan.

(18)

intravena ditingkatkan hingga urin bersih.

Kelainan jantung adalah komplikasi umum lainnya dari cedera tegangan tinggi. Penyebab paling umum kematian di tempat kejadian adalah fibrilasi ventrikel. Kondisi pasien berikut memerlukan pemantauan jantung :

- Henti jantung - Aritmia jantung

- Kelainan 12 lead EKG selain bradikardia dan takikardia - Kehilangan kesadaran

- Keparahan luka bakar usia butuh

b. Luka Akibat Bahan Kimia.

Derajat keparahan luka bakar kimia ditentukan oleh beberapa faktor yaitu kekuatan (konsentrasi), kuantitas dari agen kimianya, durasi kontak kulit dengan bahan kimia (progresifitas), dan mekanisme luka tersebut. Terdapat ^ mekanisme agen kimia pada system biologis tubuh yaitu reduksi, oksidasi, agen korosif, keracunan protoplasmic, Vesicants dan Dessicants.

Prinsip penanganan luka bakar kimia meliputi pembebasan dari pakaian, sepatu, perhiasan yang terkontaminasi. Irigasi dalam volume besar dengan air mengalir selama 30 menit. Substansi alkalin kurang solute dalam air sehingga butuh waktu irigasi yang lebih lama. Lavasi copious telah terbukti dapat menurunkan luas dan kedalaman dari full thickness injury.

2.6. faktor – faktor yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada luka bakar Tingginya angka mortalitas dan morbiditas akibat luka bakar dilakukan pengamatan dengan permasalahan terletak pada beberapa faktor yang sangat kompleks, dapat dikelompokkan antara lain:

Faktor Pasien

Penyebab kematian pada luka bakar :

a. Sepsis

(19)

mekanisme pertahanan humoral. b. Usia.

Luka bakar yang bagaimanapun dalamnya luasnya menyebabkan kematian yang lebih tinggi pada anak dan orang dewasa diatas usia 60 tahun. Kematian pada anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna. Orang dewasa yang lebih tua sering kali menderita penyakit sampingan yang memperbesar kematian.

Faktor Pelayanan, termasuk disini adalah petugas dan fasilitas pelayanan yang ada. a. Petugas

Pengetahuan, khususnya mengenai patofisiologi luka bakar dan penatalaksanaan luka bakar baik pada penatalaksanaan awal maupun penatalaksanaan lanjut (indikasi, kontraindikasi, timing, prosedur yang disiapkan dan yang penting mengetahui permasalahan yang ada). b. Fasilitas pelayanan yang kurang atau tidak memadai.

Pada penatalaksanaan luka bakar yang berpengaruh pada Mortalitas dan Morbiditas dimana sering kali terjadi kondisi-kondisi dimana kasus luka bakar datang dengan kondisi syok dikirim oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan, tanpa tindakan pertolongan sebelumnya, khususnya tindakan resusitasi cairan pada fase syok yang sangat menentukan kondisi maupun tindak lanjut.

Faktor Cedera

a. Jenis-jenis luka bakar dan luasnya lokasi luka bakar.

Penderita dengan luka bakar khusus harus selalu dilakukan penanganan khusus seperti luka yang disebabkan oleh listrik atau bahan kimia mungkin nampak tidak begitu berat, seakan-akan luka tersebut hanya ringan tetapi sering kali mengenai struktur yang dalam dan sulit ditangani.

Luas dan lokasi luka bakar juga merupakan suatu penentu keparahan luka misalnya, luka bakar pada tangan, walaupun hanya derajat II dapat menunjukkan bekas atau kontraktur yang Menyebabkan tangan tidak dapat digunakan kecuali kalau pengobatan khusus diberikan sedini mungkin selanjutnya bahkan luka bakar yang tidak parahpun pada kedua tangan

menyebabkan penderita tidak dapat merawat dirinya sendiri diluar rumah sakit. Penderita dengan luka bakar perineal harus dirawat di rumah sakit karena besarnya kemungkinan terjadi peradangan.

b. Lama kontak dengan sumber panas

(20)

anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna. Orang dewasa yang lebih tua sering kali menderita penyakit sampingan yang memperbesar kematian.

Keadaan yang memperberat luka bakar 1. Syok hipovolemik

Pada luka bakar yang berat akan mengakibatkan koagulasi disertai dengan nekrosis jaringan yang akan menimbulkan respon fisiologis pada setiap system organ, tergantung pada ukuran

luka bakar yang terjadi. Destruksi jaringan akan disertai dengan peningkatan permebilitas kapiler sehingga cairan intravena akan keluar ke interstisial. Hal ini akan disertai dengan proses evaporasi pada bagian kulit yang rusak sehingga cairan tidak akan bertahan lama. Keadaan ini selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.

Pada kondisi ini perlu dilakukan resusitasi cairan segera. Selama ini digunakan cairan isotonik (RL); dengan cara ini cukup efektif menangani syok hipovolemik dan juga dapat mengurangi kebutuhan terhadap transfuse darah. Cairan koloid lainnya sepert Asetat Ringer (AR) juga dapat digunakan. Pemberiannya dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur intravena, bila perlu melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya). Jumlah cairan yang diberikan adalah tiga kali jumlah cairan yang diperkirakan hilang.

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. Pada keadaan yang menyertai syok seperti sepsis, hipoksi jaringan, proses gluko-neogenesis dan oksidasi hepatik yang melemah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kenaikan laktat dalam plasma (s/d 600%). Kadar laktat plasma yang meningkat ini berhubungan dengan kerja miokardial rang meningkatkan mortalitas. Dalam kondisi ini penggunaan RL seringkali tidak memperbaiki keadaan, bahkan membahayakan. Sebagai alternatif, Asetat Ringer merupakan cairan yang secara fisiologik sama dengan RL , tanpa kandungan laktat. Dengan pemberian Asetat ringer ini asetat segera di metabolisme dengan cepat sehingga akan diikuti dengan perbaikan keseimbangan asam-basa.

2. Infeksi, Sepsis, SIRS, dan MODS

Infeksi luka bakar Jarang terjadi pada partial-thickness burns kecuali jika terdapat kelalaian

(21)

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupun pasien trauma lainnya. Dalam penelitian dilaporkan bahwa SIRS dan MODS menyebabkan kematian sebesar 81% pasca trauma.

SIRS

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi

autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C) - Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2

- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm

< 32 mmHg)

3

), leukopeni (< 4000 sel/mm3

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.

(22)

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam

beberapa tahap. Patofisiologi

Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon pro-inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNFα), interleukin (IL

Tahap I

1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.

Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL

Tahap II

1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating

(23)

Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik (terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular, akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang

mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),

ARDS, MODS, dan kematian. Tahap III

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.

Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis.

(24)

Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.

Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase

akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

Tatalaksana

Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam pertama pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu keseimbangan flora usus.

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses

penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme.

(25)

Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2) yang bersifat maligna.

Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan

pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Komplikasi

3. Cedera Inhalasi

Konsekuensi klinis dapat berupa edema saluran nafas atas, bronospasm, oklusi saluran nafas, hilangnya klirens silier, peningkatan ruang rugi, intrapulmonary shunting. Menurunnya komplaiens dindng dada, tracheobronkitis, dan pneumonia.

Tanda – tanda dari keracunan karbondioksida adalah sakit kepala, bingung, koma dan aritmia.

a. indikasi trauma inhalasi : adanya riwayat trauma pada ruangan tertutup, luka bakar wajah, bulu hidung/mata terbakar, jelaga pada lubang hidung atau rongga mulut, suara serak (hoarseness), konjungtivitis, takipnea, sputum berjelaga, meningkatnya level CO dalam darah ( tampak darah lebih merah cerah)

b. Tersangka trauma inhalasi membutuhkan intubasi segera akibat edema jalan napas yang progresif. Kegagalan dalam mendiagnosis trauma inhalasi dapat berakibat obstruksi jalan nafas, jika tidak tertatalaksana dapat menyebabkan kematian.

c. X-ray dada dan analisa gas darah dapat digunakan untuk mengeksklusikan trauma inhalasi.

d. Direk bronchoscopi saat ini digunakan sebagai alat untuk diagnose

Standar prosedur trauma inhalasi di unit luka bakar Anamnesis

- Riwayat terbakar dalam ruang tertutup

(26)

Pemeriksaan fisik

- Luka bakar diwajah

- Rambut / alis/ bulu hidung terbakar - Jelaga pada rambut / alis/ bulu hidung - Lidah dan mukosa intraoral bengkak

- Suara serak - Sesak napas

- Konfirmasi dengan pemeriksaan laringoskop : terdapat hiperemis / edema

Tindakan

- pemasangan ETT disesuaikan dengan usia (dewasa/anak)

- bila ditemukan salah satu atau lebih dari pemeriksaan fisik poin 4,5,6,7 (seperti tertera diatas) lakukan intubasi segera.

- Bila ditemukan salah satu atau lebih dari pemeriksaan fisik poin 1.2.3 (seperti tertera diatas) lakukan observasi ketat tanda klinis dan laboratorium , bila observasi ketat tidak dapat dilakukan maka lakukan intubasi

- Bila usaha intubasi 1 kali gagal dilakukan harus dikonversi ke Trakeostomi - Bila ditemukan edema massif pada wajah dan leher disertai tanda klinis

trauma inhalasi lakukan Trakeostomi segera.

- Bila timbul keraguan sebaiknya dilakukan intubasi sebelum semuanya terlambat.

4. Stress Ulcer

Stres ulcer tercatat sebagai penyulit pada kasus luka bakar berat dan dikenal dengan sebutan Curling Ulcer. Enam puluh lima persen kasus luka bakar dengan luas lebih dari 35% mengalami erosi mukosa usus dan 74% kasus berkembang menjadi stress ulcer.

(27)

endoskopik dijumpai keseluruhan mukosa pucat, erosi mukosa akut tanpa indurasi disekitarnya, dijumpai peteki eritematous dan makula disertai fokus hemoragik pada mukosa.

Pemberian nutrisi parenteral dini ternyata merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya stress ulcer meskipun belum dapat menurunkan angka mortalitas luka bakar secara keseluruhan. Pemberian antasida sebagai upaya menetralisir asam lambung yang dicurigai terjadi pada kondisi stress. Pemberian H2 antagonis reseptor seperti ranitidin dan simetidin dilaporkan memiliki efektifitas yang sama dengan antasida. Pemberian inhibitor

(28)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian potong lintang retrospektif analitik

3.2. Tempat dan waktu penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian Bedah Plastik RSUP Haji Adam Malik Medan 3.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2014 untuk melihat rekam medis periode 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014

3.3. Populasi dan sample 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita luka bakar di RSUPH Adam Malik Medan dimulai periode 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien yang menderita luka bakar di RSUPH Adam Malik Medan dimulai dari 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014 . Cara pemilihan sampel yang digunakan adalah Total sampling

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien yang mengalami luka bakar yang memiliki data berupa umur, jenis kelamin, luas luka bakar, lama rawatan, etiologi luka bakar, kadar albumin, trauma inhalasi , kegagalan fungsi organ serta sepsis

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang telah diketahui menderita penyakit dengan gagal organ kronis sebelumnya dan pasien yang pada saat perawatan menolak pengobatan lebih lanjut.

tercatat dimulai 1 Juni 2011 sampai 31 Mei 2014.

(29)

Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari data sekunder,terdiri dari jumlah pasien yang menderita luka bakar di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan rekam medis pasien yang menderita luka bakar di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014. Kemudian data dikomputerisasi dengan SPSS dan dianalisa dengan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan p < 0,05.

(30)

3.6. Definisi operasional

1. Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi. 2. Mortalitas menurut WHO mendefinisikan sebagai suatu peristiwa menghilangnya

semua tanda – tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran.

3. Usia dihitung pada saat pasien berobat ke Adam Malik Pada penelitian ini pasien

yang diteliti dibagi menjadi tiga kelompok adalah berdasarkan kategori WHO yaitu Anak < 18 tahun, dewasa 18 – 60 tahun dan Geriatri > 60 tahun.

4. Jenis kelamin merupakan identitas sampel penelitian yang digunakan untuk membedakan pasien laki – laki dan perempuan

5. Luas luka bakar

Dihitung berdasarkan metode Wallace Rules of Nine dan Lund & Browder Chart. 6. Lama rawatan dihitung berdasarkan sejak pasien pertama kali datang di RSUPH

Adam Malik Medan hingga pasien meninggal. 7. Etiologi luka bakar

a. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api itu sendiri, uap panas.

b. Luka bakar karena cairan panas seperti air panas, bahan kimia seperti berbagai macam zat asam dan basa

c. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC).

8. Kadar albumin merupakan kadar albumin serum dengan menggunakan satuan g/dL. Pada penelitian ini diambil batasan < 2g/dl dan > 2g/dl sesuai penelitian sebelumnya oleh B Aguayo-Becerra. (2013).

9. Trauma inhalasi menjelaskan perubahan mukosa saluran nafas akibat adanya paparan terhadap suatu iritan dan menimbulkan manifestasi klinik dengan gejala distres pernafasan. 10.Sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya sistemik inflamatory response sindrom

(31)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini didapat keseluruhan sampel berjumlah 353 sampel. Sampel dikumpulkan mulai tanggal 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014. Seluruh sampel merupakan pasien penderita luka bakar yang dirawat inap di RSUP H Adam Malik Medan. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisa data dengan hasil di bawah ini.

Penderita laki – laki berjumlah 235 orang (66.6%) dan penderita perempuan berjumlah 118 orang (33.4%). Flame burn injury merupakan penyebab terbanyak kasus luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan (178 kasus; 50.4%), diikuti dengan electric burn injury (100 kasus; 28.3%), dan scald burn iniury 75 penderita (21.3%).

Berdasarkan kedalaman luka bakar, penderita dengan luka bakar derajat 1 dijumpai sebanyak 3 orang (1.1%), luka bakar derajat 2a-2b sebanyak 233 penderita (66.0%), dan penderita luka bakar derajat 3 sebanyak 116 (32.9%). Dari keseluruhan penderita ini 28 diantaranya disertai dengan trauma inhalasi.

Sepsis merupakan suatu keadaan infeksi berat yang paling sering dijumpai pada penderita luka bakar dan dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi. Pada penelitian ini didapat 98 orang yang menderita luka bakar mengalami sepsis (27.8%) dari keseluruhan jumlah sampel. Sekitar 118 dari total jumlah sampel meninggal dunia (33.4%).

Penanganan luka bakar terhadap sampel pada penelitian ini bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat. Tindakan amputasi dilakukan sebanyak 4 kasus (1.1%), debridement

(32)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel

4.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Outcome Mortalitas

Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi mortalitas pada pasien dengan kasus luka bakar, maka seluruh variabel diatas akan dilakukan uji Chi Square dengan

derajat kemaknaan p < 0,05.

4.2.1. Faktor Usia

(33)

Tabel 4.2 Faktor Usia Mempengaruhi Mortalitas

Usia Mortalitas Total

+ -

< 18 42 29 71

18-60 76 194 270

>60 0 12 12

X2 = 30.525 df= 2 p= 0.031

4.2.2. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini dilakukan analisis jenis kelamin dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0.710. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan mortalitas.

Tabel 4.3 Jenis Kelamin Mempengaruhi Mortalitas

Jenis Kelamin Mortalitas Total

+ -

Pria 77 158 235

Wanita 41 77 118

X2 = 0.138 df= 1 p= 0.710

4.2.3. Luas luka bakar

Dari 353 sampel penelitan dijumpai 252 sampel dengan luas luka bakar < 60% dengan kematian pada 33 pasien. 101 sampel dengan luas luka bakar ≥ 60% mengalami kematian sebanyak 85 pasien. Berdasarkan uji Chi- Square dijumpai adanya hubungan luas luka bakar dengan mortalitas, dengan nilai p 0.001. hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hubungan Luas Luka Bakar dengan Mortalitas

Luas Luka Bakar Mortalitas Total

+ -

≥ 60 85 16 101

< 60 33 219 252

(34)

4.2.4. Lama Rawatan

Dari 353 sampel penelitan dijumpai 168 sampel dengan lama rawatan < 14 hari dengan

kematian pada 24 pasien. 185 sampel dengan lama rawatan ≥ 14 hari dengan kematian pada 94 pasien. Berdasarkan hasil uji chi-Square dijumpai adanya hubungan antara lama rawatan dengan angka kejadian mortalitas yaitu p=0.023. hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hubungan Lama Rawatan dengan Mortalitas Lama Rawatan

(hari)

Mortalitas Total

+ -

< 14 24 144 168

≥ 14 94 91 185

X2 = 13.117 df= 1 p= 0.023

4.2.5 Penyebab (Etiologi)

Dari 353 sampel dijumpai 178 sampel dengan flame burn dengan kematian pada 66 pasien. 100 sampel dengan electrical burn dengan kematian pada 23 pasien. 75 sampel dengan scald burn dengan kematian pada 29 pasien. Dengan menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0.032. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyebab luka bakar dengan mortalitas. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hubungan Penyebab Luka Bakar dengan Mortalitas

Penyebab Mortalitas Total

+ -

Scald 29 46 75

Electrical 23 77 100

Flame 66 112 178

X2= 6.877 df:2 p= 0.032

4.2.6.Trauma inhalasi

Dari 353 sampel dijumpai 28 sampel dengan trauma inhalasi dengan kematian pada 24 pasien. 325 sampel dengan tanpa trauma inhalasi dengan kematian pada 94 pasien. Dengan menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,001. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa

(35)

Tabel 4.7. Hubungan Trauma Inhalasi dengan Mortalitas

Trauma Inhalasi Mortalitas Total

+ -

+ 24 4 28

- 94 231 325

X2 = 37.362 df= 1 p= 0.001

4.2.7 Albumin

Dari 353 sampel dijumpai 93 pasien dengan kadar albumin < 2 g/dl dengan kematian pada 72

pasien. 260 sampel dengan kadar albumin ≥ 2g/dl dengan kematian pada 46 pasien. Dengan

menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,001. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar albumin dengan mortalitas

Tabel 4.8. Hubungan Albumin dengan Mortalitas Hubungan

Albumin

Mortalitas Total

+ -

< 2 72 21 93

≥ 2 46 214 260

X2 = 109.805 df= 1 p= 0.001

4.2.8. Sepsis

Dari 353 sampel dijumpai 98 pasien dengan keadaan sepsis dengan kematian pada 50 pasien. 255 sampel dengan keadaan tanpa sepsis dengan kematian pada 68 pasien. Dengan menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0.028. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Sepsis dengan mortalitas.

Tabel 4.9. Hubungan Sepsis dengan Mortalitas

Sepsis Mortalitas Total

+ -

Ada 50 48 98

Tidak ada 68 187 255

(36)

4.2.9. Analisis Multivariat faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada luka bakar

Variabel OR (CI 95%) p

Usia 0.203 (0.100-0.414) 0.230

Lama rawatan 1.681 (0.803-3.519) 0.168 Luas luka bakar 0.321 (0.134-0.770) 0.011

Penyebab luka bakar 0.479 (0.222-1.033) 0.061

Albumin 17.219 (8.785-33.399) 0,001 Trauma inhalasi 0.077 (0.022-0.272) 0,070

Sepsis 1.780 (0.924-3.428) 0,085

Dari hasil analisis menggunakan uji regresi logistik dengan metode backward LR terlihat

(37)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapat keseluruhan sampel berjumlah 353 sampel. Sampel dikumpulkan mulai tanggal 1 Juni 2011 – 31 Mei 2014. Seluruh sampel merupakan pasien penderita luka bakar yang dirawat inap di RSUP H Adam Malik Medan. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisa data dengan hasil di bawah ini.

Penderita laki – laki berjumlah 235 orang (66.6%) dan penderita perempuan berjumlah 118 orang (33.4%). Flame burn injury merupakan penyebab terbanyak kasus luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan (178 kasus; 50.4%), diikuti dengan electric burn injury (100 kasus; 28.3%), dan scald brun iniury 75 penderita (21.2%). Pada penelitian Macedo (2007) didapati hasil penyebab luka bakar terbanyak disebabkan oleh api sebanyak 152 sampel (54.7%), 96 (34.5%) disebabkan oleh air panas 25(9%) disebabkan oleh listrik. Dari keseluruhan penderita ini 15 diantaranya (5,3%) disertai dengan trauma inhalasi. Pada penelitian Macedo (7007) didapati trauma inhalasi sebanyak 7 sampel.

Sepsis merupakan suatu keadaan infeksi berat yang paling sering dijumpai pada penderita luka bakar dan dapat menyebabkan mortaitas dan morbiditas yang tinggi. Pada penelitian ini didapat 98 orang yang menderita luka bakar mengalami sepsis (27.8%) dari keseluruhan jumlah sampel. Sekitar 118 dari total jumlah sampel meninggal dunia (33.4%).

Pada penelitian ini dilakukan analisis faktor usia dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0.031. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan mortalitas sesuai dengan penelitian

Macedo (2007) dijumpai adanya hubungan antara usia dengan mortalitas (p : 0.007).

Pada penelitian ini dilakukan analisis jenis kelamin dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0.710. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan mortalitas. Hal ini serupa dengan Macedo (2007) jenis kelamin tidak mempengaruhi angka mortalitas pada luka bakar (p : 0,597).

(38)

Pada penelitian ini dilakukan analisis penyebab luka bakar dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,032. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyebab luka bakar dengan mortalitas. Hal ini serupa dengan Macedo (2007) penyebab luka bakar mempengaruhi angka mortalitas (p : 0,016).

Pada penelitian ini dilakukan analisis keadaan Sepsis dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,028. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sepsis dengan mortalitas. Hal ini serupa dengan Nele Brusselaers (2010) sepsis mempengaruhi angka mortalitas p : 0,001.

Pada penelitian ini dilakukan analisis luas luka bakar dengan mortalitas menggunakan uji Chi-square memperoleh nilai p: 0,001. Hal ini serupa dengan David lumenta (2007) bahwa luas luka bakar mempengaruhi angka mortalitas (p : 0,001).

Pada penelitian ini dilakukan analisis trauma inhalasi dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,001. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara trauma inhalasi dengan mortalitas. Hal ini serupa dengan penelitian El-Helbawy (2011) bahwa trauma inhalasi berhubungan dengan mortalitas (p : 0.001).

Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar albumin dengan mortalitas menggunakan uji Chi Square memperoleh nilai p: 0,001. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar albumin dengan mortalitas. Serupa dengan hasil penelitian Aguayo-Becerra. (2013) p : 0,000.

(39)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN 6.1 SIMPULAN

Pada penelitian ini didapat keseluruhan sampel berjumlah 353 sampel. Penderita laki-laki berjumlah 235 orang (66.6%) dan penderita perempuan berjumlah 118 orang (33.4%). Flame burn injury merupakan penyebab terbanyak kasus luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan (174 kasus; 50.4%).

Usia, Lama rawatan, Luas luka bakar, Penyebab (etiologi), Trauma inhalasi, Albumin dan Sepsis merupakan faktor-faktor resiko yang mempengaruhi mortalitas pada pasien rawat inap luka bakar di RSUP H Adam Malik Medan dari tahun 2011 – 2014.

Dari hasil analisis menggunakan uji regresi logistik dengan metode backward LR terlihat variabel Albumin yang rendah (<2g/dl) memiliki hubungan yang paling signifikan dengan kejadian mortalitas pada penderita luka bakar rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan (p=0,001).

6.2. SARAN

(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, Aditya. (2013) Petunjuk Praktis Tata Laksana Awal Luka Bakar,

Edisi Pertama.

2. Moenadjat, Yefta (2001). Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta: FK UI 3. Sudjatmiko, Gentur (2010). Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi

Edisi III. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebazikan

4. Settle, john AD. Principles and practice of burns management. Churcill livingstone 1996.

5. Grabb & smith. Textbook of plastic surgery 6. Hendon, David N. Total Burn Care. 4th

7. BULL, J.P. & SQUIRE, J.R. - A study of mortality in a burns unit: standards for the evaluation of alternative methods of treatment. Ann. Sur g., 130: 160-173, 1949

edition. Saunders El. London: 2012.

8. HERRUZO-CABRERA, R.; FERNANDEZ-ARJONA, M.; GARCIA-TORRES, V. et al - Mortality evolution study of burn patients in a critical care burn unit between 1971 and 1991. Bur ns, 21: 106-109, 1995.

9. HERNDON, D.N.; GORE, D.; COLE, M. et al. - Determinants of mortality in pediatric patients with greater than 70% full-thickness total body surface area thermal injury treated by early excision and grafting. J . Tr auma, 27: 208-212, 1987.

10.SMITH, D.L.; CAIRNS, B.A.; RAMADAN, F. et al. - Effect of inhalationinjury, burn size, and age on mortality: a study of 1447 consecutive burn patients. J . Tr auma, 37:655-659,1994.

11. Greenhalgh DG, Saffle JR, Holmes JH 4th, Gamelli RL, Palmieri TL, Horton JW, et al. American Burns Association Consensus Conference to define sepsis and infection in burns. J Burn Care Res 2007;28:776-90.

12. THOMPSON, P.D.; HERNDON, D.N.; TRABER, D.L. & ABSTON, S. - Effect on mortality of inhalation injury. J . Tr auma, 26: 163-165, 1986.

13. RYAN, C.M.; SCHOENFELD, D.A.; THORPE, W.P. et al. - Objective estimates of the probability of death from burn injuries. New Engl. J . Med., 338: 362-366, 1998.

(41)

15.Lionelli GT, Pickus EJ, Beckum OK, DeCoursey RL, Korentager RA. A three decade analysis of factors affecting burn mortality in the elderly. Burns. 2005;31(8):958-63, http://dx.doi.org/10.1016/j.burns. 2005.06.006.

16.Delgado-Rodriguez M, Medina-Cuadros M, Go ́mez-Ortega A, Mart ́ınez- Gallegos G, Mariscal-Ortiz M, Mart ́ınez-Gonzalez MA, et al. Cholesterol and serum albumin levels as predictors of cross infection, death, and length of hospital stay. Arch Surg. 2002;137(7):805-12, http://dx.doi.org/ 10.1001/archsurg.137.7.805.

17. Fang, Z. Y., Wu, Z. L., Gao, X.S an Xu, F.X (1989) The theory and practice of burns. Lianoning Science and Technology Press: Shenyang. Pp.279-295.

18. Forrest, A. P. M., Carter, D. C. Macleod, I. B. et al. (1995) Principles and Practice of Surgery, 3rd Edition. Churchill Livingstone: Edinburgh. pp.134-9.

19. Wolf, S. E. and Herndon, D. N. (2001) Burns. In: Townsend, C. M. Jr. (ed.),

Sabiston Textbook of Surgery, 16th Edition. W. B. Saunders: Philadelphia.

pp.345-352.

20. Eljaiek R, Dubois MJ. Hypoalbuminemia in the first 24 h of admission is associated with organ dysfunction in burned patients. Burns. 2013;39(1):113-8, http://dx.doi.org/10.1016/j.burns.2012.05.008.

21. Ahsan, I. (1997) Textbook of Surgery. Harwood Academic Publishers: Amsterdam. pp.22-29.

22. Mozingo, W. D. (2010) Thermal Injury. In: Corson, D. J. and Williamson, C. N. R. (eds.) Surgery. Mosby: New York. Section 2, ch13, pp.1-12.

23. Alexander, J. W. and Moncrief, J. A. (1966) Alterations of the immune response following severe thermal injury. Arch Surg 93:75-83.

24. Remo P. Management of burn injuries of various depths. British Medical journal 2004: 329; 158-60

25. Bell JL, Burn,In:Davis L,Christopher’s textbook of surgery 10th

26. Blocke TG, Burns,In:Converse JM,Reconstructive plastic surgery, Principles and procedures in correction, reconstruction and transplantation 11

ed, W.B Saunders,Philadelphia,1976;182-197

th

(42)

Peneliti Susunan Peneliti

a. Nama lengkap : dr. Rio Alfin Maulana

b. Fakultas : Kedokteran

c. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I

a. Nama lengkap : dr. Frank Bietra Buchari SpBP-RE(K)

b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Utama/IV/ 197105172008011008

c. Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Ilmu Bedah

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

f. Bidang Keahlian : Bedah Plastik

Pembimbing II

g. Nama lengkap : dr. Utama Abdi Tarigan SpBP

h. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Utama/IV/ 19710616200121001

i. Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Ilmu Bedah

j. Fakultas : Kedokteran

k. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

(43)

Lampiran 2

Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp 1.800.000,-

2 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp700.000,-

3 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp1.500.000,-

Total Rp3.100.000,-

(44)

Lampiran 3

NO

Jadwal Penelitian

JenisKegiatan

BulanKe

1 2 3 4

1 Persiapan

2 Pengumpulan Data

3 Pengolahan Data

4 Penyusunan Laporan

5 Seminar

(45)

Lampiran 4

(dr. Rio Alfin Maulana) FORMULIR DATA PENELITIAN

JUDUL

Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka Bakar Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan dari Tahun 2011 - 2014

:

No.rekam medis :

IDENTITAS PASIEN

Nama :

Tanggal kunjungan :

DATA REKAM MEDIK

• Usia :

:

• Jenis Kelamin :

• Luas luka bakar :

• Lama Rawatan :

• Etiologi Luka Bakar :

• Kadar Albumin :

• Trauma Inhalasi :

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel
Tabel 4.2 Faktor Usia Mempengaruhi Mortalitas
Tabel 4.5 Hubungan Lama Rawatan dengan Mortalitas
Tabel 4.7.  Hubungan Trauma Inhalasi dengan Mortalitas

Referensi

Dokumen terkait

the classic Carnegie curve diurnal variation while the Weston data were more variable and often too large. The major source of error appears to be due to hydrated aerosol at

[r]

Based on these results, we altered our balloon rigging in the following way: within 1 m of the electric field meter or particle charge sensor, waxed nylon line is used; farther

Sepanjang tahun 2013, Bank Kalteng telah berupaya menjaga kepatuhan terhadap PBI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, standar-standar kepatuhan lainnya

Pengolahan tailing pasir zirkon diawali dengan roasting atau fusion menggunakan natrium hidroksida kemudian di- leaching menggunakan asam klorida atau asam nitrat,

Menurut Gunstone (2009: 51) tahapan dari CUPs yaitu: (1) Siswa diberikan suatu permasalahan matematika untuk di selesaikan secara individu, pada tahap ini siswa

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN.. JL Sulaw

Sebelum belajar pada materi ini silahkan kalian membaca dan memahami narasi di bawah ini. Gambar di atas adalah kereta api ekspres sedang melintasi jalan