POLUTAN GAS NO
2Oleh :
DUDUN ABDURAHIM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITTUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Jenis Vegetasi dan Suhu Lingkungan terhadap Penyerapan Polutan Gas NO2 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Absorbtion of NO2 Gas Pollutant . Supervised by NIZAR NASRULLAH and
TATI BUDIARTI
Street side green belt giving an esthetics value and increasing environmental quality. However existence of street side green belt in Indonesia, especially in urban area shows toward degradation of their quality. This thing caused by increasing of construction in urban, such as; infrastructure, settlement, commerce and industrial activity and transportation. Negative impact of construction in urban area is lowering of the environmental quality. The real form of degradation environmental quality is incidence of environmental contamination problem like ; water, soil and air pollution. Pollution problem can be reduced through by revegetation of town or urban forest. Plant can lessen pollution problem around the street through absorbtion of gas pollutant and adsorption of particle at leaf surface. To measure absorption of NO2 gas pollutant by plant of leguminoseae/fabaceae exposure to gas 15NO2 in gas chamber. Plant is exposured by gas during 60 minutes at concentration of 3 ppm ( v/v). Exposure treatment conducted at condition of temperature 30°C and 20°C, light intensity 1000 luxes and relative humidity of 60% twice replication. Plant species were exposured consisted of : flamboyan, asam jawa, petai, lamtoro, sengon, saga pohon, kaliandra and gamal. After plant were treated with gas 15NO2 , parts of plant cut and disjointed between roots, bar and leaf. After dried at temperature 80°C during 48 hours, every part of the plant were milled to be smooth. Total nitrogen content is analysed with kjeldahl method. After sample is prepared in the form of liquid, abundance 15N is analysed with spectrometer emission (NOI-6PC Analyzer). Result of research shows level of 15N absorption varied. Among 8 plant absorption ranged from 18,96 µg/g - 44,98 µg/g at temperature 30°C and from 13,90 µg/g - 26,99 µg/g at temperature 20°C. Plants which have the highest absorption is petai ( 44,98 µ g/g) and the lowest is flamboyan ( 13,90 µ g/g). Species that having highest level absorption suggested to be utilized in street side landscape plants functioned to lessen air pollution, especially gas NO2. stomata size has a positive correlation to absorption of gas 15N at both temperature, while respiration rate has a positive correlation to absorption rate on temperature of 30ºC and doesn't has an effect at temperature 20ºC. Absorption of NO2 is higher on 30ºC, than on 20ºC.
DUDUN ABDURAHIM. Pengaruh Jenis Vegetasi dan Suhu Lingkungan
Terhadap Penyerapan Polutan Gas NO2. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH
dan TATI BUDIARTI
Jalur hijau jalan selain memberikan nilai estetik, juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Keberadaan jalur hijau jalan saat ini, khususnya di daerah perkotaan menunjukkan kearah penurunan kualitasnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik di perkotaan, seperti pembangunan infrastruktur, permukiman, perdagangan serta industri dan transportasi. Pembangunan pada dasarnya mempunyai dampak yang positif dan negatif bagi manusia dan lingkungannya. Dampak negatif yang mulai dirasakan adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup. Salah satu adanya penurunan kualitas lingkungan hidup tersebut adalah timbulnya masalah pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran udara yang terjadi di perkotaan merupakan suatu masalah penurunan kualitas lingkungan hidup yang memerlukan penanganan yang cukup serius. Untuk mengatasi masalah pencemaran udara antara lain telah ditempuh dengan cara pengembangan ruang terbuka hijau (RTH).
NO2 bersama dengan NO merupakan kelompok gas yang banyak ditemui sebagai pencemar udara di perkotaan. Mengingat besarnya bahaya yang disebabkan oleh polutan ini, maka penanganan polusi udara khususnya NO2 perlu ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai metode atau pendekatan yang tersedia. Penghijauan atau perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi bahaya dari pencemaran tersebut.
Penelitian bertujuan untuk 1) Mengetahui pengaruh faktor tanaman (ukuran stomata dan laju respirasi) terhadap penyerapan gas NO2 oleh tanaman jenis
Leguminoseae. 2) Mengetahui faktor lingkungan, yaitu pengaruh suhu udara terhadap tanaman dalam menyerap polutan gas NO2. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Pertama pengadaan bahan tanaman. Kedua perlakuan percobaan pemaparan (exposure) gas 15NO2. Ketiga analisis jumlah 15N yang diserap oleh tanaman. Penelitian dilaksanakan selama ± 6 bulan.
Dari hasil pengukuran luas stomata terhadap 8 jenis tanaman leguminoseae
menunjukkan, flamboyan mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu 17.141,87 µm2, dan kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm2. Hasil pengukuran laju respirasi menunjukkan tanaman kaliandra mempunyai kemampuan melakukan proses respirasi paling cepat yaitu 2,59 mol/cm2/detik dan tanaman yang paling lambat dalam melakukan proses respirasi adalah sengon yaitu 1,70 mol/cm2/detik.
beragam. Penyerapan 15NO2 oleh tanaman pada kondisi suhu 30°C lebih tinggi dibanding pada kondisi suhu 20°C, kecuali tanaman sengon menunjukkan hasil serapan yang berbeda, yaitu pada kondisi suhu 20°C lebih tinggi dibanding suhu 30°C.
Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada kondisi suhu 30°C menunjukkan faktor luas stomata tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 oleh tanaman dan menunjukkan korelasi yang rendah, nilai koefisien korelasi relatif rendah sebesar r = 0,63. Pada kondisi suhu 20°C faktor luas stomata mempunyai pengaruh yang nyata dan adanya korelasi yang tinggi terhadap tingkat serapan gas 15N oleh tanaman dengan nilai koefisien korelasi relatif tinggi sebesar r = 0,74. Laju respirasi menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 pada kondisi suhu 30°C dengan nilai koefisien korelasi yang didapat sebesar r = 0,99. Sedangkan pada kondisi suhu 20°C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata terhadap penyerapan. Nilai koefisien korelasi yang rendah yaitu sebesar r = 0,68
Hasil perhitungan korelasi pada 4 jenis tanaman lainnya, yaitu ; lamtoro, petai, sengon dan kaliandra menunjukkan bahwa, faktor luas stomata memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 oleh tanaman dan mempunyai korelasi yang tinggi antara luas stomata dengan penyerapan gas 15
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
POLUTAN GAS NO
2Oleh :
DUDUN ABDURAHIM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITTUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Dudun Abdurahim
NIM : A 251060091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Tati Budiarti, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, bahwasanya atas
rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini
berjudul Pengaruh Jenis Vegetasi Dan Suhu Lingkungan Terhadap Penyerapan
Polutan Gas No2, yang dilaksanakan selama ± 6 bulan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, selaku ketua program studi
Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan
ijin penggunaan fasilitas dalam penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S selaku
komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
melakukan penelitian dan penyusunan tesis.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Deddy H Karwan, MM,
selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pertanian Cianjur, yang telah memberikan ijin tugas belajar dan
tempat untuk penelitian, terima kasih kepada rekan-rekan satu jurusan : Andi
Achsan, Euis Puspita Dewi, Nurfaida, Penny Pujowati, Nursalam, Noril
Milantara, Siti Zulfa Yuzni dan Wulan Sarilestari, yang telah memberikan
motivasi dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih pula kepada
Ayah, Ibu, Istri dan anak-anak tercinta, yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan doanya selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis.
Akhir kata penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, baik dalam pelaksanaan penelitian, maupun dalam
penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kepentingan
pendidikan dan Allah SWT senantiasa membalas semua amal kebaikan serta
memberikan rahmat dan hidayahNya.
Bogor, Pebruari 2010
Penulis dilahirkan di Cianjur-Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1964.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari Ibu Hj. Yoyoh
Rodiyah dan Bapak Yayat Hidayat.
Pada tahun 1984, penulis menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas dari
SMT Pertanian Tangerang. Pada tahun 1985 masuk sebagai honorer di Pusat
Pengembangan Penataran Guru Pertanian Cianjur (PPPGP) dan diangkat menjadi
CPNS tahun 1987 dan sampai sekarang bekerja di lembaga tersebut yang pada
tahun 2007 berganti nama menjadi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur (PPPPTK).
Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Suryakencana (UNSUR) Cianjur Jurusan Budidaya Pertanian, pada tahun 2005
memperoleh gelar Sarjana. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa
Pascasarjana IPB pada Program Studi Arsitektur Lanskap.
Penulis menikah pada tahun 1985 dengan seorang wanita bernama Vera
Afrillia dan sekarang sudah dikaruniai empat putra (Eggy Febryano, Ekky Baihaqi
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
Pengelompokan Tanaman ...
Kondisi Lingkungan Percobaan ...
Serapan Gas 15N ...
Faktor Lingkungan (suhu 30°C dan 20°C) Terhadap Serapan 15N
Hubungan Faktor Suhu dan Faktor Tanaman Terhadap Serapan 15N
Faktor Stomata dan Penyerapan 15N Pada Faktor Suhu yang
Berbeda ...
Faktor Laju Respirasi dan Penyerapan 15N pada Faktor Suhu yang
Berbeda. ...
29
29
31
31
33
35
37
41
KESIMPULAN DAN SARAN ...
KESIMPULAN ...
SARAN ...
45
45
45
No Teks Halaman
1 Baku Mutu Udara Ambien ……….... 6
2 Jenis Tanaman Yang Dianalisis ....………... 22
3 Ukuran luas stomata pada daun ... 29
4 Nilai laju respirasi pada daun ... 30
No Teks Halaman
1 Alur Pikir Penelitian ……….. 21
2 Jenis Tanaman Yang Dianalisis ... 22
3 Cup/ leaf chamber dan monitor Recording data ... 23
4 Gas Chamber (bilik gas) ... 24
5 Penutupan Media Tanam/Pot dengan Plastik ... 25
6 Tabung gas 15NO2 dan sampling line ……… 27
7 Leaf Area Meter (pengukuran luas daun) ... 27
8 Spektrometer Emisi NOI-6PC Analyzer ... 28
9 Serapan 15N Diantara Jenis Tanaman yang Diuji Pada Suhu 30°C dan Suhu 20°C ... 34
10 Hubungan Antara Luas Stomata dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 39
11 Hubungan Antara Luas Stomata dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 40
12 Hubungan Antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 43
13 Hubungan Antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 44
No Teks Halaman
1 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata
(suhu 30°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 50
2 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi
(suhu 30°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 51
3 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata
(suhu 20°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 52
4 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi
(suhu 20°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 53
5 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata
(suhu 30°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 54
6 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi
(suhu 30°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 55
7 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata
(suhu 20°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 56
8 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi
(suhu 20°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik, juga dapat
meningkatkan kualitas lingkungan. Keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di
Indonesia, khususnya di daerah perkotaan menunjukkan ke arah penurunan
kualitasnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik di
perkotaan, seperti : infrastruktur, permukiman, perdagangan serta kegiatan
industri dan transportasi.
Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya
menimbulkan suatu dampak yang positif dan negatif bagi manusia dan lingkungan
yang ada di sekitarnya. Dampak negatif yang mulai dirasakan sebagai akibat
adanya aktivitas tersebut adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup yang ada.
Salah satu wujud yang nyata dari adanya penurunan kualitas lingkungan hidup
tersebut adalah timbulnya masalah pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran udara yang terjadi di perkotaan merupakan suatu masalah
penurunan kualitas lingkungan hidup yang memerlukan suatu penanganan yang
cukup serius. Untuk mengatasi masalah pencemaran udara antara lain telah
ditempuh dengan cara penghijauan kota atau pembuatan hutan kota dengan
menanam pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyaring dan penetral
bahan-bahan pencemar udara, serta sebagai pabrik oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan
tidak hanya oleh manusia tetapi juga oleh makhluk-makhluk hidup yang lainnya.
NO2 bersama dengan NO merupakan kelompok gas yang paling banyak
ditemui sebagai pencemar udara dibandingkan bentuk nitrogen oksida (NOx)
lainnya yang terdapat di atmosfer. Menurut Fardiaz (1992), kedua bentuk nitrogen
oksida (NO dan NO2) sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Sifat toksis NO2
mengakibatkan gangguan kesehatan terutama paru-paru, sedangkan NO dalam
kadar tinggi dapat mengganggu sistem syaraf. Sifat toksisitas gas NO2 empat kali
lebih kuat dibandingkan gas NO.Pemaparan kronis NOx menyebabkan penurunan
sistem kekebalan tubuh (Nebel & Wright, 1993).
Menurut Biro Bina Lingkungan Hidup DKI Jakarta, peningkatan konsentrasi
data yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi gas NO2 pada beberapa titik
atau tempat pengukuran kualitas lingkungan di kota Jakarta pada tahun 1993-1994
adalah : PT. Delta Jakarta (2,17 ppm), PT. JIEP (0,102 ppm), Pulo Gadung (0,155
ppm), Pasar Baru (0,127 ppm), Pasar Senen (0,174 ppm), RS.Husada (0,122
ppm), Jl. Thamrin (0,157 ppm), Tebet (0,013 ppm), Jl. Radio dalam (0,113 ppm)
dan Jl.Pondok gede (0,059 ppm).
Dampak pencemaran udara yang ditimbulkan ternyata sangat merugikan
tidak hanya bagi kesehatan manusia, tetapi juga terhadap lingkungan lain, seperti :
hewan, tumbuhan, bangunan gedung dan lain sebagainya. Mengingat besarnya
bahaya yang disebabkan oleh polutan ini, maka beberapa cara telah dilakukan
untuk mengurangi bahaya polutan tersebut. Beberapa polutan yang lepas
menyertai pergerakan kendaraan bermotor di jalan raya, seperti CO dan SO telah
dapat dikurangi dengan perbaikan struktur mesin dan perbaikan mutu bahan
bakar. Mengingat jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat setiap tahun
dan bahaya yang ditimbulkan, penanganan polusi udara khususnya NO2 perlu
ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai metode atau pendekatan
yang tersedia.
Penghijauan atau perluasan RTH merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menanggulangi bahaya dari pencemaran tersebut. Sejalan dengan
pendapat Helman (1999) menyatakan, bahwa salah satu cara untuk mengatasi
pencemaran udara adalah dengan memperbanyak hutan dan pepohonan di kota.
Penghijauan terhadap lingkungan mempunyai fungsi protektif yaitu
menyaring udara kotor pada zona padat di kota, baik karena populasi manusia,
asap kendaraan, maupun industri, sedangkan penghijauan di sepanjang jalan
berguna untuk perlindungan terhadap udara dari gas buangan kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, penggunaan tanaman atau tumbuhan hijau selain dapat menyerap
energi panas, juga dapat berfungsi sebagai penyerap materi dari lingkungan
melalui penyerapan polutan, sehingga dapat mengurangi polusi udara.
Pemilihan tanaman untuk penghijauan di sepanjang jalan didasarkan pada
ketahanan tanaman terhadap polutan udara maupun kemampuan tanaman dalam
udara adalah tanaman yang memiliki nilai APTI (Air Pollution Tolerance Index)
tinggi.
Mengingat besarnya manfaat tanaman dalam menyerap polutan, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui tanaman yang berpotensi tinggi dalam
menyerap polutan, khususnya NO2, sehingga dapat meningkatkan kualitas
lingkungan pada jalur hijau jalan maupun ruang terbuka hijau dan dapat berfungsi
dengan baik.
Perumusan Masalah
Melihat kualitas udara yang semakin hari semakin menurun dan dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, sehingga mengakibatkan gangguan
kesehatan, maka perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan gas-gas pencemar
udara. Selain dari pada jenis atau spesies tanaman yang perlu diperhatikan, juga
perlu dilakukan suatu kajian terhadap kapasitas tanaman dalam mereduksi polutan
untuk mendapatkan faktor-faktor tanaman apa saja yang dapat digunakan sebagai
pedoman pada tanaman lanskap jalan.
Kerangka Pemikiran
Lingkungan perkotaan pada saat ini banyak menghadapi berbagai
permasalahan, dimana salah satunya adalah permasalahan pencemaran udara pada
jalur hijau jalan. Tanaman adalah elemen lanskap jalan yang memiliki potensi
sebagai pengendali pencemaran udara melalui absorbsi gas pencemar oleh
tanaman. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian terhadap faktor-faktor tanaman,
seperti ukuran stomata dan laju respirasi untuk mengetahui sejauh mana faktor
tanaman dalam menyerap polutan gas. Penelitian ini dilakukan di laboratorium
dengan tujuan untuk mengetahui besarnya serapan gas NO2 pada tanaman jenis
leguminoseae pada kondisi lingkungan (suhu) yang bervariasi. Secara skematis
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor tanaman yang mempengaruhi penyerapan gas NO2 oleh
tanaman jenis Leguminosae/fabaceae, meliputi ukuran stomata dan laju
respirasi
2. Mengetahui faktor lingkungan, yaitu pengaruh suhu udara terhadap
tanaman dalam menyerap polutan gas NO2
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi kepada
arsitek lanskap, pihak perencana dan pengelola, khususnya wilayah perkotaan
untuk mempertimbangkan aspek fungsi tanaman sebagai pengendali lingkungan.
Hipotesis
1. Semakin besar ukuran stomata dan semakin cepat laju respirasi, maka tingkat
penyerapan polutan gas NO2 oleh tanaman semakin besar.
2. Suhu udara semakin tinggi akan mempengaruhi efektifitas penyerapan polutan
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara,
panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara.
Udara merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap,
tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan keadaan lingkungan
sekitarnya. Udara adalah atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya
sangat penting bagi kehidupan di dunia ini (Patra, 2002). Udara bersih merupakan
gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi
pada saat ini udara bersih sudah sangat sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar
yang padat industri dan padat lalu lintasnya. Udara yang mengandung zat
pencemar disebut udara tercemar. Udara yang tercemar akan merusak lingkungan
dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung
alam terhadap kehidupan, yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup
manusia secara keseluruhan (Fardiaz, 1992).
Wardhana (1995) menyatakan, bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan
bersih tanpa polutan sama sekali. Polutan yang mencakup 90% dari jumlah
polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu :
1) Karbon monoksida (CO), 2) Nitrogen oksida (NOx), 3) Hidrokarbon (HC), 4)
Sulfur oksida (SOx) dan 5) Partikel. Fardiaz (1992) menyatakan, bahwa sumber
pencemaran udara yang utama berasal dari transportasi/kendaraan bermotor.
Sumber-sumber pencemaran lainnya berasal dari pembakaran, proses industri,
pembuangan limbah dan lain-lain.
Menurut Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta
(1996), emisi gas buang kendaraan bermotor akan mempengaruhi kualitas udara
ambien. Nilai baku mutu udara ambien menurut Surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Table 1. Baku Mutu Udara Ambien
No Parameter Baku Mutu Waktu Pengukuran
1. Sulfur dioksida (SO2) 0,1 ppm
toleransi, dapat menyebabkan toksisitas/keracunan bagi makhluk hidup, dan
mempengaruhi kesehatan manusia.
Di dalam lingkungan perkotaan terdapat berbagai macam tumbuhan yang
dapat ditemukan di taman-taman kota, di pinggir jalan, di taman-taman
perumahan, dan bagian-bagian lainnya. Saat ini, ditemukan keanekaragaman
spesies yang sangat beragam, meskipun terancam punah akibat polusi, terutama
polusi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor.
Kualitas udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
vegetasi di lingkungan perkotaan. Beberapa studi menunjukkan bahwa palawija
dan tumbuhan lain yang ditanam sepanjang jalur jalan utama dari wilayah pinggir
kota sampai dengan pusat kota memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang rendah
di lokasi sekitar kota. Efek dari masing-masing pencemar sulit untuk diketahui,
di udara, tetapi kadar ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species
tumbuhan dalam beberapa studi ( Nugraha, 2005).
Pencemaran seperti CO dan SO telah dapat dikurangi dengan perbaikan
struktur mesin dan perbaikan mutu bahan bakar. Namun polutan seperti NOx (NO,
NO2) dan partikel dalam udara belum dapat ditekan melalui perbaikan struktur
mesin dan perbaikan mutu bahan bakar, (Nasrullah, 1997).
Nitrogen Dioksida (NO2)
Udara merupakan campuran dari berbagai gas. Gas Nitrogen merupakan
komponen utama dengan kadar 78,08 %, gas Oksigen kadarnya 20,95 % dan gas
Karbon-dioksida sekitar 0,03 % atau 300 ppm, kemudian ada beberapa gas
lainnya yang kadarnya sangat rendah. Namun dengan adanya kendaraan bermotor
yang jumlahnya kian meningkat dan juga industri, udara kota menjadi tercemar
oleh gas. Udara yang tercemar tidak sehat untuk pernapasan (Dahlan, 2004).
Di atmosfer, nitrogen dioksida (NO2) bersama dengan nitrogen oksida (NO)
merupakan kelompok gas yang paling banyak ditemui sebagai pencemar udara
dibanding bentuk nitrogen oksida lainnya yang terdapat di atmosfer. Gas NO2
apabila mencemari udara mudah diamati, karena gas ini berwarna coklat
kemerahan, berbau tidak sedap dan cukup menyengat.
Pencemar udara dari jalan raya sebagai penyebab gangguan kesehatan di
perkotaan negara maju saat ini adalah NO2. Keterkaitan antara NO2 dengan
kesehatan masyarakat adalah merupakan polutan yang menyebabkan peningkatan
total angka kematian karena penyakit jantung, kematian bayi, kunjungan pengidap
asma di unit gawat darurat, dan perawatan penyakit paru di rumah sakit. NO2,
bersama dengan volatile organic compounds (VOCs) merupakan komponen
penyebab munculnya ozone (O3) dan pencemar fotokimia lainnya. O3 telah
diketahui memperparah gejala asma, selain juga dapat merusak pertanian.
Sifat toksisitas gas NO2 empat kali lebih kuat dibanding gas NO. Organ
tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru.
Paru-paru yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan membengkak, sehingga sulit
Selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan perkotaan,
emisi dari sarana transportasi turut berkontribusi terhadap perubahan atmosfer,
seperti deposisi asam, penipisan ozon di stratosfer, dan perubahan iklim global.
Gas buang SO2 dan NOx lebih jauh dapat memunculkan proses pengasaman di
atmosfer melalui oksidasi, yang merubahnya menjadi asam sulfur dan asam nitrat.
Meskipun pencemaran dari sarana transportasi masih jauh untuk menjadi sumber
penipisan lapisan ozon di stratosfer, namun unit penyejuk udara (AC) dalam
kendaraan bermotor ternyata ikut berkontribusi terhadap terjadinya dampak
tersebut.
Untuk mengetahui penyerapan gas N02 dari udara dapat digunakan gas
N02 berlabel 15N (isotop 15N). Penggunaan nitrogen berlabel 15N membantu
dalam penelitian penyerapan/fiksasi nitrogen melalui akar maupun serapan
melalui daun. Dengan menggunakan gas ini maka nitrogen yang berasal dari
tanah dapat dibedakan dengan nitrogen yang berasal dari udara. Unsur
nitrogen yang berasal dari udara atau serapan gas 15N02 dapat diketahui
dengan menganalisa kandungan 15N dalam jaringan tanaman. Nasrullah
(1997) lebih lanjut mengatakan, bahwa untuk menguji serapan gas N02 pada
berbagai tanaman digunakan kondisi yang optimum untuk penyerapan, yaitu
suhu 30°C, intensitas cahaya 1000 lux dan kondisi gas 15N sebesar 3 ppm
(v/v). Kondisi ini juga sesuai dengan kondisi lingkungan di jalan (alami)
dengan kelembaban udara relatif sebesar 60 %.
Vegetasi
Untuk dapat hidup, tanaman harus mampu beradaptasi dengan segala
perubahan lingkungan yang ekstrim. Kehidupan tanaman sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, dimana tanaman akan tumbuh dengan baik pada lingkungan
fisik, seperti ; struktur, tekstur dan kelembaban tanah yang baik, pada lingkungan
kimia, seperti ; pH tanah, ketersediaan unsur hara dan kandungan air tanah yang
cukup, serta pada lingkungan biotik yang baik, seperti ; adanya unsur makhluk
hidup (mikroorganisme)
Penghijauan dengan menggunakan tanaman sebagai materi pokok
manfaat yang dapat diambil, sehingga penghijauan dapat diartikan sebagai upaya
untuk menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan, terutama pada
daerah industri atau padat lalu lintas. Pohon pelindung di sepanjang jalur hijau
sangat penting untuk menjaga kualitas udara perkotaan dan dapat mengurangi
kadar bahan pencemar yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor.
Tanaman dapat mengurangi masalah polusi di sekitar jalan melalui
penyerapan polutan gas dan penjerapan partikel pada permukaan daun. Menurut
Grey dan Daneke (1978), tanaman/pepohonan membantu dalam memindahkan
butir-butir debu yang diangkut melalui udara melalui bagian permukaan daun,
batang dan ranting pohon yang mampu menjerap butir-butir debu. Kemudian
butir-butir debu yang menempel pada bagian permukaan pohon tersebut akan
dicuci melalui proses presipitasi.
Tanaman yang digunakan sebagai penghijauan kota mempunyai manfaat
dalam rangka menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan. Vegetasi
sebagai unsur alamiah merupakan indikator iklim mikro yang baik, seperti jalur
pepohonan yang rimbun dapat mengalihkan arah angin, bayangan yang
disebabkan oleh naungan pohon dapat mempengaruhi suhu dan oksigen yang
diproduksi tanaman sebagai penyejuk. Tanaman jalan sampai batas tertentu dapat
bermanfaat menjaga udara tetap segar dan tingkat pencemaran rendah.
Tidak semua tanaman baik dijadikan sebagai tanaman pelindung dan
berfungsi sebagai penyerap polutan. Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar
tanaman/pohon yang ditanam di sepanjang jalan dapat benar-benar berfungsi dan
tidak menambah permasalahan yang tidak diinginkan. Pemilihan tanaman untuk
penghijauan perlu didasarkan pada ketahanan terhadap partikel pencemar udara
maupun kemampuan tanaman dalam menyerap partikel pencemaran udara.
Banyak jenis tanaman yang cukup baik untuk ditanami sebagai tanaman
pelindung tempat tertentu karena mempunyai kemampuan sebagai penyerap
polutan yang cukup tinggi.
Kemampuan tanaman dalam menyerap polutan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan faktor tanaman itu sendiri. Faktor tanaman dalam menyerap dan
mengakumulasi zat pencemar dipengaruhi oleh karakteristik morfologi tanaman,
juga tekstur daun, selain itu susunan anatomi daun juga berperan sebagai
penghalang (barrier) terhadap masuknya materi dari luar, sehingga akan
mempengaruhi jumlah pencemar yang terakumulasi didalam daun (Leopold dan
Kriedermann, 1975).
Menurut Fakuara (1987) jenis tanaman yang dipakai untuk menyerap gas
adalah tanaman yang mempunyai sifat :
1. Mempunyai stomata yang banyak. Stomata atau mulut daun tempat
terjadinya pertukaran gas. Gas pencemar dapat diserap tanaman melalui
mulut daun.
2. Mempunyai ketahanan terhadap gas tertentu. Tanaman yang mempunyai
stomata yang banyak dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
gas-gas yang dikeluarkan oleh industri bahkan dapat memanfaatkannya untuk
proses metabolisme tanaman itu sendiri.
3. Mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. Jenis tanaman yang cepat
tumbuh mempunyai daya regenerasi yang cepat pula. Hal ini sangat
diperlukan untuk dapat segera berfungsi apabila jenis tanaman tersebut
sewaktu-waktu harus diganti oleh jenis yang lain bila telah habis masanya.
Stomata merupakan tempat pertukaran gas. Pencemaran udara masuk dalam
daun melalui stomata yang terbuka (Bertnatzky, 1980). Periode terbukanya
stomata biasanya bersamaan waktunya dengan keadaan yang merangsang
fotosintesis (Fitter & Hay, 1994).
Stoma (jamak : stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stomata
mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis. Kemudian stomata
akan mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Sedangkan untuk proses respirasi
stomata mengambil O2 dari udara, kemudian mengeluarkan CO2. Stomata terletak
di epidermis bawah. Menurut Imaningsih (2006), mekanisme pertahanan
struktural terhadap lingkungan berhubungan dengan karakter anatomi antara lain
seperti adanya lapisan lilin, ketebalan kutikula, kerapatan dan ukuran stomata,
lentisel dan trikoma.
Patra (2002) menambahkan, bahwa kerapatan stomata mempengaruhi
kemampuan tanaman dalam menyerap polutan, semakin tinggi kerapatan stomata,
Dahlan (2004) mengemukakan, kemampuan daun tanaman dalam menyerap
berbagai jenis gas pencemar udara bervariasi menurut :
1. Daya kelarutan polutan tersebut di dalam air/cairan sel. Semakin tinggi
tingkat kelarutannya, maka semakin mudah pula diserap oleh daun
tanaman.
2. Kelembaban lingkungan di sekitar daun. Laju penyerapan polutan oleh
daun ketika lembab lebih tinggi dan dapat mencapai 10 kali lebih besar
dibandingkan ketika lingkungannya kering. Pada lingkungan daun yang
sangat lembab, stomata daun akan membuka penuh, sehingga kemampuan
serapannya pun akan meningkat.
3. Intensitas cahaya matahari. Cahaya memegang peranan penting dalam
menentukan aktivitas fisiologis yang kemudian menentukan daya serap
pencemar oleh daun. Hal ini berhubungan dengan membuka dan
menutupnya stomata.
4. Kedudukan daun. Pencemar akan mudah diserap oleh tajuk di lapisan
permukaan luar daripada tajuk yang berada di bagian dalam.
5. SO2 dan NO2 mampu diserap dalam keadaan gelap, dan sebaliknya laju
penyerapan akan berkurang jika dalam keadaan terang.
Laju penyerapan gas N02 pada setiap tanaman berbeda, yaitu menurut
spesies tanamannya. Pada tanaman evergreen dan tanaman gugur daun
memperlihatkan perbedaan kecepatan mentranslokasi polutan N02 yang diserap
melalui daun. Dari hasil penelitian diketahui tanaman evergreen menunjukkan laju
translokasi nitrogen dari daun ke batang dan akar lebih cepat dibanding tanaman
gugur daun Misawa et al (1993).
Tebal daun ternyata mempengaruhi penyerapan 15N yang ditandai dengan
uji statistik yang menunjukkan bahwa ada beda nyata antara tebal dan
penyerapan, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tebal daun, maka penyerapan semakin rendah
atau dapat dikatakan semakin tipis daun, maka semakin tinggi penyerapan
15
N, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang (Patra, 2002).
Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting, seperti bukaan
Jika suhu tinggi, maka laju fotosintesis semakin tinggi yang nantinya berpengaruh
terhadap stomata daun (Prawiranata et al, 1981). Nasrullah (1997) menyatakan,
Suhu dan intensitas cahaya berpengaruh terhadap serapan 15N, dimana respon
tanaman berbeda diantara spesies yang diamati. Pada tanaman trembesi dan
sri rejeki serapan 15N meningkat pada suhu 20°C dan cenderung menurun
pada suhu 30°C. Sedangkan pada tanaman angsana dan sapu tangan serapan
15
N cenderung meningkat sampai pada suhu 30°C.
Menurut Nasrullah et al. (1997), tanaman tepi jalan dapat menurunkan
konsentrasi polutan sekitar jalan. Vegetasi Cemara Criptomeria japonicum D.Don
dapat mengurangi konsentrasi SPM (Suspended Particulate Matter) 9-15%. Pada
kondisi angin bertiup, vegetasi tersebut mengurangi konsentrasi N02 11-17% dan
20-40% pada kondisi angin diam (kecepatan angin lebih kecil 1m/sec). Namun
demikian belum banyak diketahui kemampuan jenis vegetasi lainnya dalam
mengurangi konsentrasi polutan dari udara.
Respirasi merupakan suatu proses pelepasan energi dari pemutusan dan
pelemahan ikatan-ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan H di dalam
suatu molekul. Gula terdapat di dalam sel-sel, sedangkan O2 berasal dari luar atau
pelepasan dari fotosintesis (Anonim, 2006). Respirasi dalam biologi adalah proses
mobilisasi energi yang dilakukan jasad hidup melalui pemecahan senyawa
berenergi tinggi untuk digunakan dalam menjalankan fungsi hidup. Respirasi
dapat disamakan dengan pernapasan. Namun demikian, istilah respirasi mencakup
proses-proses yang juga tidak tercakup pada istilah pernapasan saja. Kebanyakan
respirasi yang dapat disaksikan manusia memerlukan oksigen sebagai
oksidatornya. Reaksi yang demikian ini disebut sebagai respirasi aerob. Namun
demikian, banyak proses respirasi yang tidak melibatkan oksigen, yang disebut
respirasi anaerob.
Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah
senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada
hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2
sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O.
dalam respirasi, atau senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang
secara relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air.
Deskripsi Tanaman
1. Kaliandra (Calliandra surinamensis)
Kaliandra adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi
maksimum 12 m dengan diameter batang 20 cm. Kulit batang berwarna
merah keabu-abuan yang ditutupi tentisel kecil, pucat berbentuk oval.
Sistem perakaran terdiri atas beberapa akar tunjang dan akar yang lebih
halus dengan jumlah cukup banyak memanjang sampai keluar permukaan
tanah. Apabila dalam tanah terdapat banyak rizobium dan mikoriza, akan
terbentuk simbiosa antara jamur dan bintil-bintil akar yang berfungsi
mengikat N dalam udara sehingga kesuburan tanah akan dipertahankan.
Bentuk daun kecil-kecil, bertekstur lebih lunak berwarna hijau tua. Panjang
daun utama bisa mencapai 20 cm, lebarnya mencapai 15 cm dan pada
malam hari daun-daun tersebut melipat ke arah batang. Tandan bunga
berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar
ujung batang. (Kartasubrata, 1996).
Polong akan terbentuk selama dua hingga empat bulan, dan ketika sudah
matang panjangnya dapat mencapai 14 cm dengan lebar 2 cm. Polong
berbentuk lurus berwarna agak kecoklatan, biasanya berisi antara 8-12 bakal
biji yang berkembang menjadi biji berbentuk oval dan pipih. Tanaman
kaliandra dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan terhadap tanah
asam dengan pH sekitar 4,5 dan rendah unsur haranya. Tanaman kaliandra
akan tumbuh subur dengan cepat dan rapat pada lahan terbuka dan miskin
unsur haranya (lahan marginal), namun tidak tumbuh dengan baik pada
lahan yang drainasenya buruk. Di Meksiko dan Amerika Tengah tanaman
ini tumbuh di berbagai habitat dari dataran rendah sampai ketinggian 1860
m. Pohon kaliandra sering dijadikan sebagai tanaman untuk penghijaun pada
2. Petai (Parkia speciosa Hassk)
Petai (Parkia speciosa) merupakan pohon tahunan tropika dari suku
polong-polongan (Fabaceae), anak-suku petai-petaian (Mimosoidae). Tumbuhan ini
tersebar luas di Nusantara bagian barat. Bijinya, yang disebut "petai" juga,
dikonsumsi ketika masih muda, baik segar maupun direbus. Pohon petai
menahun, tinggi dapat mencapai 20 m dan kurang bercabang. Daunnya
majemuk, tersusun sejajar. Bunga majemuk, tersusun dalam bongkol (khas
Mimosoidae). Bunga muncul biasanya di dekat ujung ranting. Buahnya
besar, memanjang, bertipe buah polong. Dari satu bongkol dapat ditemukan
sampai belasan buah. Dalam satu buah terdapat hingga 20 biji, yang
berwarna hijau ketika muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna
coklat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan melepaskan
biji-bijinya. Petai banyak ditanam pada lahan-lahan pertanian sebagai pembatas
lahan dan pada lahan bantaran sungai untuk menahan erosi.
3. Saga pohon (Adenantera pavonina L)
Tanaman saga termasuk family fabaceae sub family mimosaceae yang
berbentuk pohon. Katinggian pohon mencapai 30 m, daunnya kecil
berbentuk persegi panjang lonjong dan tersusun menyirip, bunga dan daun
berwarna merah. Pohon saga dapat tumbuh di daerah tropis sampai pada
ketinggian 600 m dpl. Tidak memerlukan pemeliharaan khusus, dapat
tumbuh pada berbagai topografi dan berbagai keadaan tanah. Di Indonesia
tanaman saga pohon sudah lama dikenal sebagai tanaman hias, pagar dan
tanaman pinggir jalan sebagai tanaman peneduh.
4. Asam Jawa (Tamarindus indica)
Termasuk ke dalam family fabaceae sub family Caesalpiniaceae, tumbuhan
asli Afrika tropis yang sekarang tersebar luas di daerah panas, merupakan
pohon yang tinggi dan indah, ketinggiannya mencapai 25 m dan memiliki
bentuk tajuk bulat, daunnya merupakan daun majemuk kecil-kecil berwarna
hijau, bunga berwarna kemerahan dan akan berubah menjadi kuning
coklat, pohonnya banyak ditanam sebagai pohon peneduh pinggir jalan.
Pohon asam dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terbuka, baik dataran
rendah maupun dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 800 m dpl.
Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman pinggir jalan, selain
karakter pohonnya yang kuat, juga mempunyai bentuk tajuk yang rindang,
sehingga sangat baik sebagai pohon peneduh
5. Gamal (Gliricidia sepium)
Gamal adalah nama sejenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku
fabaceae alias leguminosae). Sering digunakan sebagai pagar hidup atau
peneduh, perdu atau pohon kecil ini merupakan salah satu jenis leguminosa
multiguna yang terpenting setelah lamtoro (Leucaena leucocephala). Perdu
atau pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15m dan gemang
(besar batang) 15-30 cm, kadang kala beralur dalam pada batang yang tua,
menggugurkan daun di musim kemarau. Daun majemuk menyirip ganjil,
panjang 15-30 cm, ketika muda dengan rambut-rambut halus seperti beledu.
Anak daun 7–17 pasang yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan,
bentuk jorong atau lanset, 3-6 cm × 1,5-3 cm, dengan ujung runcing dan
pangkal membulat. Helaian anak daun gundul, tipis, hijau di atas dan
keputih-putihan di sisi bawahnya.
Karangan bunga, muncul ketika daun berguguran. Karangan bunga berupa
malai berisi 25-50 kuntum, 5-12 cm panjangnya. Bunga berkelopak 5, hijau
terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang
berwarna putih, umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau. Buah
polong berbiji 3-8 butir, pipih memanjang, dengan ukuran 10-15 cm × 1.5-2
cm, hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman, memecah ketika masak dan
kering, melontarkan biji-bijinya hingga sejauh 25 m dari pohon induknya.
Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan
lereng-lereng bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar. Pada elevasi
0-1600 m dpl. Pohon gamal banyak digunakan sebagai pohon untuk
6. Lamtoro (Leucaena leucephala)
Lamtoro adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae,
polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan
erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun
dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan
kemudian menyebar ke pulau-pulau yang lain di Indonesia. Oleh sebab itu,
tanaman ini di Malaysia dinamai petai jawa. Pohon atau perdu, tinggi
hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar 10 m. Percabangan rendah
dan banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil
dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut
rapat. Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan
dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun
penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan,
bentuk garis memanjang, 6-16 mm × 1-2 mm, dengan ujung runcing dan
pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya
berjumbai. Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang
berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari
100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan
berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm.
Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25 - 30°C),
ketinggian di atas 1000 m dpl dapat menghambat pertumbuhannya.
Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan
kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun,
akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan. Tanaman ini sering
digunakan sebagai tanaman penghijauan lahan, karena tingkat
pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga bisa mengembalikan kualitas
lahan yang sudah kurus akan unsur hara.
7. Flamboyan (Delonix regia)
Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku unik dan
menyukai tempat terbuka dan cukup sinar matahari. Batangnya licin,
berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat keras, berat, dan tahan air atau
serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa
mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang
banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. Bentuk daun
majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan
kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya.
Daun-daunnya akan terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal
musim kemarau. Barulah ketika memasuki pertengahan kemarau, daun-daun
flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering,
meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus
dan gundul. Tampaknya, inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan
perubahan lingkungannya. Flamboyan adalah pohon yang sangat cepat
pertumbuhannya hingga mencapai 15 m per tahun dan toleran terhadap
lahan-lahan asam sampai lahan basa, seperti tanah liat sampai tanah yang
porositasnya cukup tinggi. Memerlukan sinar matahari penuh sepanjang
hari. Flamboyan sangat toleran terhadap musim kering, tetapi sangat baik
dengan air yang teratur di dalam masa pertumbuhannya. Flamboyan banyak
dijadikan sebagai tanaman pinggir jalan, disamping pohonnya yang kuat dan
besar sebagai peneduh, juga menampilkan visualitas yang bagus dengan
warna dan bentuk bunganya yang menarik.
8. Sengon (Paraseriathes falcataria)
Sengon (jeunjing) adalah nama sejenis pohon penghasil kayu anggota suku
Fabaceae. Pohon yang diklaim memiliki pertumbuhan tercepat di dunia ini,
dapat mencapai tinggi 7 m dalam waktu setahun, nama ilmiahnya adalah
Paraserianthes falcataria. Pohon, berukuran sedang sampai agak besar,
mencapai tinggi 40 m dan gemang hingga 100 cm atau lebih. Batang utama
umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear
bole) mencapai 20 m. Pepagan berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin
atau agak berkutil, dengan jajaran lentisel. Bertajuk rindang dan renggang.
dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkai atau porosnya, 23-30 cm.
Sirip-sirip daun berjumlah 6-20 pasang, masing-masing berisi 6-26 pasang anak
daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang sangat
miring, runcing.
Bunga berkelamin dua, terkumpul dalam bulir yang bercabang, 10-25 cm,
terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi lk. 2
mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu menjadi kekuningan,
berambut, tinggi lk. 6 mm. Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul
keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung. Buah polong tipis
serupa pita, lurus, 6-12 × 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,5-1 cm. Polong
memecah sepanjang kampuhnya. Biji 16 atau kurang
Habitat asli P. falcataria adalah hutan-hutan primer, namun kemudian sering
ditemui di hutan sekunder dan dataran banjir di tepian sungai, serta
kadang-kadang di hutan pantai. Jeungjing cocok di tempat yang beriklim basah
hingga agak kering, mulai dari dataran rendah hingga ke pegunungan pada
ketinggian 1.500 m dpl. Pohon ini dapat tumbuh pada tanah yang tidak
subur, tanah becek maupun yang agak asin, sehingga pohon ini banyak
digunakan sebagai tanaman untuk reboisasi lahan, karena ketahanan
tumbuhnya pada berbagai kondisi lahan. Tetapi tidak jarang pohon ini juga
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengadaan
bahan tanaman yang dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur. Tahap kedua adalah
perlakuan percobaan pemaparan (exposure) 15N, yang dilakukan di Pusat Antar
Universitas Hayati (PAU Hayati), IPB. Tahap ketiga analisis jumlah 15N yang
diserap oleh tanaman yang dilakukan di Kantor Nuklear Malaysia dan analisis
faktor tanaman (pengukuran luas stomata dan pengukuran laju respirasi)
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi P4TK Pertanian Cianjur dan di Balai
Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) Bogor. Penelitian dilaksanakan ±
selama 6 bulan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan tanaman jenis
leguminosae/fabaceae sebanyak 8 jenis tanaman, gas 15NO2 (99% atom 15N).
Alat untuk analisis ukuran stomata dan laju respirasi adalah, mikroskop
digital, gunting, kutek bening, isolatif bening, kaca obyek, Portable Photosyntesis
System type LI-6400 dan Cup leaf chamber.
Alat yang digunakan untuk mengetahui serapan polutan 15NO2 oleh
tanaman adalah environmental testing chamber (Ogawa Seiki 6328), gas chamber
(bilik gas), lampu pijar, kompor listrik untuk pemanas, thermometer, higrometer,
lux meter, pompa vakum, tabung gas 15NO2, sampling line, timbangan digital,
small cup, oven, peralatan analisis N total, leaf area meter dan spektrometer emisi
(NOI-6PC Analyzer).
Batasan Penelitian
Penelitian dibatasi dengan studi terhadap faktor-faktor yang
yang meliputi faktor tanaman (ukuran stomata dan laju respirasi) dan faktor
lingkungan yang meliputi, suhu udara.
Tahapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan pangadaan bahan tanam melalui stek atau biji,
sampai tanaman mencapai tinggi 70-80 cm. Setelah tanaman mencapai ketinggian
yang sudah ditentukan, kemudian dilakukan perlakuan percobaan terhadap
tanaman dalam bilik gas yang meliputi perlakuan pemaparan gas NO2 bertanda 15
N dan analisa kandungan 15N dalam jaringan.
Metode pemaparan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penyerapan gas 15N oleh tanaman. Metode pemaparan gas 15N
dilakukan dalam bilik gas kedap udara dengan menggunakan gas NO2 berlabel
15
N (99% atom 15N). Pengaturan suhu dan kelembaban dalam bilik gas dilakukan
secara manual, sehingga dapat dicapai kondisi lingkungan yang diinginkan.
Pemilihan dan Pemeliharaan Tanaman
Pemilihan bahan tanam untuk mencari tanaman yang berpotensi pada jalur
hijau jalan didasarkan pada jenis tanaman atau pohon yang mempunyai
kemampuan tinggi dalam mengikat nitrogen dari udara bebas (family
leguminoceae/fabaceae) dan mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. Dari
hasil pemilihan ini diperoleh 8 spesies tanaman yang akan dikelompokkan
berdasarkan klasifikasi ukuran stomata dan laju respirasi, dari ke 8 tanaman tadi
diambil 4 tanaman yang mewakili masing-masing klasifikasi tersebut, kemudian
diperlakukan dengan gas 15N (Tabel 2). Persiapan bahan tanam sampai
pemeliharaan tanaman dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Tanaman yang digunakan diperbanyak dengan cara stek batang atau biji.
Tanaman di tanam di dalam pot yang diisi dengan media tanam yang terdiri dari
campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan (v/v) = 4 : 1. Tanaman
dipelihara dengan kondisi lingkungan yang seragam di dalam tempat pesemaian
sampai umur 3-4 bulan dengan ketinggian tanaman mencapai ± 75-85 cm. Setelah
tanaman mencapai ketinggian yang diinginkan, maka dilakukan pemaparan gas
15
N dalam bilik gas sesuai dengan tahapan pemaparan gas 15N.
Tabel 2. Jenis tanaman yang dianalisis
No Nama Lokal Nama Latin Family
1. Flamboyan Delonix regia (Bojer ex Hook) Rafin Leguminosae
2. Gamal Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Leguminosae
3. Asam Jawa Tamarindus indica L Leguminosae
4. Saga pohon Adenantera povonina L Leguminosae
5. Lamtoro Leucaena leucephala (Lamk.) de Wit Leguminosae
6. Petai Parkia speciosa Hassk Leguminosae
7. Sengon Paraseriathes falcataria L Leguminosae
8. Kaliandra Calliandra surinamensis Leguminosae
Gambar 2. Jenis Tanaman yang Dianalisis
Analisis Faktor Tanaman
Faktor tanaman yang dianalisis meliputi ukuran stomata dan laju respirasi.
bagian permukaan bawah daun hingga benar-benar kering, setelah kering tutup
dengan isolatip bening, kemudian tarik isolatip tersebut secara hati-hati sampai
kuteks yang menempel pada permukaan daun terbawa/terangkat menempel pada
isolatip. Hasil olesan kuteks yang menempel pada isolatip diletakkan pada kaca
obyek sebagai preparat. Kemudian preparat diamati di bawah mikroskop digital
dengan pembesaran 400 kali. Pengamatan stomata pada setiap jenis tanaman
dilakukan sebanyak 3 kali pada bidang pandang yang berbeda (3 ulangan), dengan
tujuan untuk mendapatkan nilai rata-rata luas stomata.
Pengukuran laju respirasi tanaman diukur dengan menggunakan Portable
Photosyntesis System type LI-6400. Daun tanaman yang akan dianalisis
dimasukkan ke dalam cup (leaf chamber) atau dijepit sebagian daunnya yang
dihubungkan dengan monitor recording data untuk membaca nilai pengukuran.
Parameter yang akan diukur diatur melalui keypad LI-6400, sedangkan suhu udara
dan suhu daun dapat diukur dan dapat dilihat secara langsung pada monitor
recording data. (Gambar 3)
Gambar 3. Cup/ leaf chamber (kiri), dan monitor Recording data (kanan)
Perlakuan Gas 15N dalam Bilik Gas
Perlakuan gas 15NO2 dilakukan dengan pemaparan gas 15NO2 pada tanaman
dalam bilik gas untuk meneliti pengaruh tanaman, yaitu ukuran stomata, laju
Lingkungan Dalam Bilik Gas
Untuk mengetahui pengaruh serapan gas 15N oleh tanaman, perlakuan
percobaan dilakukan dalam 2 Gas Chamber (bilik gas) yang ditempatkan dalam
Environmental Testing Chamber (Ogawa Seiki 6328). Bilik gas 1 sebagai ulangan
1 dan bilik gas 2 sebagai ulangan 2. Bilik gas yang digunakan dalam penelitian ini
terbuat dari flexy glass dengan ketebalan 4 mm dan volume 1000 liter, dengan
ukuran lebar 0,6 m, panjang 1,30 m dan tinggi 1,30 m. Pada setiap bilik gas
ditempatkan 4 kipas angin kecil (diameter 8 cm) dan satu kipas angin besar
(diameter 20 cm). Kipas angin besar dijalankan selama 5 (lima) menit pertama
untuk mengaduk dan meratakan penyebaran gas 15N, sedangkan kipas angin kecil
dijalankan selama masa percobaan.
Selama percobaan, intensitas cahaya yang digunakan adalah 1000 lux
(kondisi terang) yang dapat diatur secara manual melalui pengurangan dan
penambahan lampu pijar yang digunakan dan diukur pada ketinggian 100 cm di
atas lantai ruang bilik gas. Suhu diatur dan disesuaikan dengan tingkat perlakuan
suhu yang akan dilakukan, yaitu 30°C dan 20°C, dan kelembaban relatif udara
pada awal perlakuan 60% yang diatur secara manual. Environmental Testing
Chamber digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban awal dalam bilik
gas. Sedangkan untuk mengatur suhu digunakan kompor listrik dan lampu pijar.
Konsentrasi gas 15N sebesar 3 ppm (v/v). Gas Chamber (bilik gas) ditunjukkan
pada gambar 4.
Perlakuan Percobaan
Perlakuan percobaan meliputi faktor tanaman dan faktor lingkungan yang
diukur pada semua tanaman jenis leguminosae/fabaceae, yaitu :
1. Faktor Tanaman, meliputi : • Ukuran stomata
• Laju respirasi
2. Faktor Lingkungan (suhu)
Kondisi suhu tinggi (30°C) dan suhu rendah (20°C)
Pada setiap perlakuan pemaparan, 4 macam tanaman yang berbeda
dimasukkan ke dalam bilik gas 1 dan bilik gas 2, sehingga dalam sekali
pemaparan berjumlah 8 tanaman. Setiap tanaman yang akan dipaparkan dengan
gas 15N dibungkus/ditutup bagian media tanamnya (permukaan media dan pot
tanaman) untuk menghindari penyerapan gas 15N oleh tanah. Kemudian kedua
pintu bilik gas ditutup rapat dengan menggunakan isolatif hingga kondisi dalam
bilik gas kedap udara, dan kondisinya diatur disesuaikan dengan kondisi yang
diinginkan. Setelah itu dilakukan pemaparan gas 15N pada tanaman.
Pemaparan Gas 15NO2
Gas 15NO2 (99 % atom 15N) diambil dari tabung melalui sampling line
dengan menggunakan syringe 5 cc (Hamilton gastight syringe). Pengambilan gas 15
N dari sampling line melalui selang plastik yang dihubungkan dengan pompa
vacum dan tabung gas 15N. (Gambar 6).
Tahapan pengambilan gas 15N adalah sebagai berikut :
1. Buka kran sampling line
2. Jalankan pompa vacum sampai tekanan menunjukkan -76 mmHg untuk
mengosongkan sampling line dari udara
3. Tutup kran sampling line
4. Buka kran gas 15N untuk mengalirkan gas ke sampling line, sampai tekanan
menunjukkan 0 mmHg
5. Tutup kran tabung gas
6. Ambil gas dengan menggunakan syringe 5 cc (Hamilton gastight syringe),
melalui sumbat karet yang terdapat pada sampling line, kemudian disuntikkan
ke dalam bilik gas dengan konsentrasi perlakukan 15N sebesar 3 ppm dan
dipaparkan selama 60 menit.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan tanaman menyerap gas
N02 digunakan konsentrasi gas N02yang tinggi yaitu 3 ppm dan dilakukan dalam
periode perlakuan yang singkat yaitu 60 menit. Nilai baku mutu lingkungan di
negara kita untuk gas Nitrogen Oksida (NOx) yang diperkenankan adalah 0,05
ppm. Dengan demikian konsentrasi gas yang digunakan dalam penelitian ini lebih
Keterangan :
1. Pressure gauge 2. Sampling line 3. Sumbat karet 4. Syringe
5. Kran sampling line 6. Selang pompa vacum 7. Tabung gas 15NO2
8. Kran gas
Gambar 6. Tabung gas 15NO2 dan sampling line
Analisis Kandungan 15N Dalam Jaringan
Tanaman yang telah di perlakukan dengan gas 15N selama 60 menit,
dikeluarkan dari bilik gas dan dipisahkan bagian batang, daun dan akar untuk di
analisis kadar nitrogennya. Sebelum daun tanaman dikeringkan, terlebih dahulu
dihitung luas daunnya, kemudian sampel daun, batang dan akar dikeringkan
dalam oven 80°C selama 48 jam. Berat kering bagian-bagian tanaman tersebut
diukur beratnya dengan menggunakan timbangan digital, kemudian dihaluskan.
Gambar 7. Leaf Area Meter (pengukuran luas daun) 1
2 3
4
5
6 7
Kadar N-total dianalisis dengan metode Kjeldahl. Persen kelimpahan atom 15
N sampel dianalisis dengan menggunakan spektrometer emisi NOI-6PC
Analyzer. (Gambar 8). Jumlah Nitrogen yang berasal dari gas 15NO2 dihitung
menurut rumus sebagai berikut :
% kelimpahan atom 15Nsampel
N dari 15NO2 = x N total
% kelimpahan atom 15Ndari gas 15NO2
% kelimpahan atom 15Nsampel = % atom 15Nsampel - % atom 15Nblanko
% kelimpahan atom 15Nblanko yang digunakan adalah nilai atom 15N di alam
yang bernilai 0,367 % atom, nilai serapan 15N adalah jumlah kandungan 15N pada
daun, batang dan akar dibagi dengan bobot kering daun. Setelah di dapat
kandungan atom 15N (mg), dilakukan perhitungan jumlah serapan 15N (µg) per
bobot daun, sehingga di dapat jumlah serapan 15N (µg/g).
Untuk mengetahui besarnya nilai indeks serapan pada setiap spesies
tanaman dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Nilai serapan
Nilai Indeks serapan =
Luas stomata x jumlah stomata
Gambar 8. Spektrometer Emisi NOI-6PC Analyzer
Pengaturan Faktor Lingkungan (suhu)
Environmental Testing Chamber (Ogawa Seiki 6328) mempunyai unit
pengatur suhu dan kelembaban udara, sehingga pengaturan suhu perlakuan dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelompokan tanaman
Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk
mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3
ditunjukkan luas stomata daun yang bervariasi. Besarnya luas stomata yang
diamati dan diukur pada 8 jenis tanaman berkisar antara 834,27 – 17.141,87 µm2.
Ukuran stomata kecil < 1.000 µm2, stomata sedang 1000 – 10.000 µm2 dan
stomata besar > 10.000 µm2. Tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata
besar adalah flamboyan (17.141,87 µm2), gamal (15.445,82 µm2), ukuran stomata
sedang adalah petai (4.438,77 µm2), asam jawa (4.917,83 µm2), lamtoro (2.504,47
µm2) dan sengon (1.560,33 µm2), sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam
ukuran stomata kecil adalah, saga (933,06 µm2) dan kaliandra (834,27 µm2).
Tabel 3. Ukuran luas stomata pada daun
Luas Stomata (µm2)
Keterangan : satuan luas stomata adalah micrometer persegi (µ m2)
Dari hasil pengukuran stomata terhadap 8 jenis tanaman, flamboyan
mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu 17.141,87 µm2, dan
kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm2. Besar
kecilnya ukuran stomata ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari
masing-masing tanaman tersebut, sehingga ukurannya bervariatif.
Respirasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan energi dari
bahan-bahan organik, dapat berlangsung secara efisien dalam sel. Dalam pengertian yang
dangkal, respirasi adalah kebalikan dari proses fotosintesis. Pernapasan pada
tanaman setelah tanaman melakukan proses fotosintesis, dimana untuk melakukan
daun atau stomata, kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk carbon dioksida
(CO2), sehingga proses respirasi diduga mempunyai peranan dalam penyerapan
berbagai gas dari udara oleh tanaman. Respirasi yang paling optimal terjadi pada
malam hari atau pada kondisi gelap, sehingga pengukuran laju respirasi pada
tanaman dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk mendapatkan nilai
respirasi yang paling optimal.
Hasil pengukuran laju respirasi pada masing-masing spesies tanaman
menunjukkan bahwa, kecepatan tanaman dalam melakukan respirasi sangat
berbeda tergantung dari kemampuan tanaman itu sendiri. Pengukuran laju
respirasi dilakukan pada malam hari, yaitu pada jam 19.00, 20.00 dan 21.00 WIB.
Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan proses laju respirasi yang sebenarnya,
karena respirasi yang paling besar terjadi pada malam hari setelah tanaman
melakukan proses fotosintesis. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 8 jenis
tanaman, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai laju respirasi pada daun
Laju Respirasi (mol/cm2/detik) Suhu Rata-rata (OC)
Keterangan : Satuan laju respirasi adalah mol(CO2)/cm2/detik
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kecepatan laju respirasi yang
sangat beragam, laju respirasi yang dilakukan oleh masing-masing tanaman
berkisar antara 1,70 – 2,59 mol/cm2/detik, sehingga dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu tanaman yang melakukan respirasi secara cepat (≥ 2
mol/cm2/detik) dan tanaman yang melakukan respirasi secara lambat (< 2
mol/cm2/detik). Tanaman yang termasuk ke dalam kelompok laju respirasi cepat
adalah ; gamal, kaliandra, petai dan flamboyan. Sedangkan tanaman yang