• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh jenis vegetasi dan suhu lingkungan terhadap penyerapan polutan gas NO2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh jenis vegetasi dan suhu lingkungan terhadap penyerapan polutan gas NO2"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

POLUTAN GAS NO

2

Oleh :

DUDUN ABDURAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITTUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Jenis Vegetasi dan Suhu Lingkungan terhadap Penyerapan Polutan Gas NO2 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

Absorbtion of NO2 Gas Pollutant . Supervised by NIZAR NASRULLAH and

TATI BUDIARTI

Street side green belt giving an esthetics value and increasing environmental quality. However existence of street side green belt in Indonesia, especially in urban area shows toward degradation of their quality. This thing caused by increasing of construction in urban, such as; infrastructure, settlement, commerce and industrial activity and transportation. Negative impact of construction in urban area is lowering of the environmental quality. The real form of degradation environmental quality is incidence of environmental contamination problem like ; water, soil and air pollution. Pollution problem can be reduced through by revegetation of town or urban forest. Plant can lessen pollution problem around the street through absorbtion of gas pollutant and adsorption of particle at leaf surface. To measure absorption of NO2 gas pollutant by plant of leguminoseae/fabaceae exposure to gas 15NO2 in gas chamber. Plant is exposured by gas during 60 minutes at concentration of 3 ppm ( v/v). Exposure treatment conducted at condition of temperature 30°C and 20°C, light intensity 1000 luxes and relative humidity of 60% twice replication. Plant species were exposured consisted of : flamboyan, asam jawa, petai, lamtoro, sengon, saga pohon, kaliandra and gamal. After plant were treated with gas 15NO2 , parts of plant cut and disjointed between roots, bar and leaf. After dried at temperature 80°C during 48 hours, every part of the plant were milled to be smooth. Total nitrogen content is analysed with kjeldahl method. After sample is prepared in the form of liquid, abundance 15N is analysed with spectrometer emission (NOI-6PC Analyzer). Result of research shows level of 15N absorption varied. Among 8 plant absorption ranged from 18,96 µg/g - 44,98 µg/g at temperature 30°C and from 13,90 µg/g - 26,99 µg/g at temperature 20°C. Plants which have the highest absorption is petai ( 44,98 µ g/g) and the lowest is flamboyan ( 13,90 µ g/g). Species that having highest level absorption suggested to be utilized in street side landscape plants functioned to lessen air pollution, especially gas NO2. stomata size has a positive correlation to absorption of gas 15N at both temperature, while respiration rate has a positive correlation to absorption rate on temperature of 30ºC and doesn't has an effect at temperature 20ºC. Absorption of NO2 is higher on 30ºC, than on 20ºC.

(4)

DUDUN ABDURAHIM. Pengaruh Jenis Vegetasi dan Suhu Lingkungan

Terhadap Penyerapan Polutan Gas NO2. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH

dan TATI BUDIARTI

Jalur hijau jalan selain memberikan nilai estetik, juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Keberadaan jalur hijau jalan saat ini, khususnya di daerah perkotaan menunjukkan kearah penurunan kualitasnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik di perkotaan, seperti pembangunan infrastruktur, permukiman, perdagangan serta industri dan transportasi. Pembangunan pada dasarnya mempunyai dampak yang positif dan negatif bagi manusia dan lingkungannya. Dampak negatif yang mulai dirasakan adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup. Salah satu adanya penurunan kualitas lingkungan hidup tersebut adalah timbulnya masalah pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran udara yang terjadi di perkotaan merupakan suatu masalah penurunan kualitas lingkungan hidup yang memerlukan penanganan yang cukup serius. Untuk mengatasi masalah pencemaran udara antara lain telah ditempuh dengan cara pengembangan ruang terbuka hijau (RTH).

NO2 bersama dengan NO merupakan kelompok gas yang banyak ditemui sebagai pencemar udara di perkotaan. Mengingat besarnya bahaya yang disebabkan oleh polutan ini, maka penanganan polusi udara khususnya NO2 perlu ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai metode atau pendekatan yang tersedia. Penghijauan atau perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi bahaya dari pencemaran tersebut.

Penelitian bertujuan untuk 1) Mengetahui pengaruh faktor tanaman (ukuran stomata dan laju respirasi) terhadap penyerapan gas NO2 oleh tanaman jenis

Leguminoseae. 2) Mengetahui faktor lingkungan, yaitu pengaruh suhu udara terhadap tanaman dalam menyerap polutan gas NO2. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Pertama pengadaan bahan tanaman. Kedua perlakuan percobaan pemaparan (exposure) gas 15NO2. Ketiga analisis jumlah 15N yang diserap oleh tanaman. Penelitian dilaksanakan selama ± 6 bulan.

Dari hasil pengukuran luas stomata terhadap 8 jenis tanaman leguminoseae

menunjukkan, flamboyan mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu 17.141,87 µm2, dan kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm2. Hasil pengukuran laju respirasi menunjukkan tanaman kaliandra mempunyai kemampuan melakukan proses respirasi paling cepat yaitu 2,59 mol/cm2/detik dan tanaman yang paling lambat dalam melakukan proses respirasi adalah sengon yaitu 1,70 mol/cm2/detik.

(5)

beragam. Penyerapan 15NO2 oleh tanaman pada kondisi suhu 30°C lebih tinggi dibanding pada kondisi suhu 20°C, kecuali tanaman sengon menunjukkan hasil serapan yang berbeda, yaitu pada kondisi suhu 20°C lebih tinggi dibanding suhu 30°C.

Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada kondisi suhu 30°C menunjukkan faktor luas stomata tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 oleh tanaman dan menunjukkan korelasi yang rendah, nilai koefisien korelasi relatif rendah sebesar r = 0,63. Pada kondisi suhu 20°C faktor luas stomata mempunyai pengaruh yang nyata dan adanya korelasi yang tinggi terhadap tingkat serapan gas 15N oleh tanaman dengan nilai koefisien korelasi relatif tinggi sebesar r = 0,74. Laju respirasi menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 pada kondisi suhu 30°C dengan nilai koefisien korelasi yang didapat sebesar r = 0,99. Sedangkan pada kondisi suhu 20°C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata terhadap penyerapan. Nilai koefisien korelasi yang rendah yaitu sebesar r = 0,68

Hasil perhitungan korelasi pada 4 jenis tanaman lainnya, yaitu ; lamtoro, petai, sengon dan kaliandra menunjukkan bahwa, faktor luas stomata memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 oleh tanaman dan mempunyai korelasi yang tinggi antara luas stomata dengan penyerapan gas 15

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

POLUTAN GAS NO

2

Oleh :

DUDUN ABDURAHIM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITTUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Dudun Abdurahim

NIM : A 251060091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Tati Budiarti, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(9)

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, bahwasanya atas

rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini

berjudul Pengaruh Jenis Vegetasi Dan Suhu Lingkungan Terhadap Penyerapan

Polutan Gas No2, yang dilaksanakan selama ± 6 bulan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, selaku ketua program studi

Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan

ijin penggunaan fasilitas dalam penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada

Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S selaku

komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama

melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Deddy H Karwan, MM,

selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Pertanian Cianjur, yang telah memberikan ijin tugas belajar dan

tempat untuk penelitian, terima kasih kepada rekan-rekan satu jurusan : Andi

Achsan, Euis Puspita Dewi, Nurfaida, Penny Pujowati, Nursalam, Noril

Milantara, Siti Zulfa Yuzni dan Wulan Sarilestari, yang telah memberikan

motivasi dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih pula kepada

Ayah, Ibu, Istri dan anak-anak tercinta, yang telah memberikan dukungan,

motivasi dan doanya selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

Akhir kata penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu, baik dalam pelaksanaan penelitian, maupun dalam

penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kepentingan

pendidikan dan Allah SWT senantiasa membalas semua amal kebaikan serta

memberikan rahmat dan hidayahNya.

Bogor, Pebruari 2010

(10)

Penulis dilahirkan di Cianjur-Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1964.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari Ibu Hj. Yoyoh

Rodiyah dan Bapak Yayat Hidayat.

Pada tahun 1984, penulis menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas dari

SMT Pertanian Tangerang. Pada tahun 1985 masuk sebagai honorer di Pusat

Pengembangan Penataran Guru Pertanian Cianjur (PPPGP) dan diangkat menjadi

CPNS tahun 1987 dan sampai sekarang bekerja di lembaga tersebut yang pada

tahun 2007 berganti nama menjadi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur (PPPPTK).

Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas

Suryakencana (UNSUR) Cianjur Jurusan Budidaya Pertanian, pada tahun 2005

memperoleh gelar Sarjana. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa

Pascasarjana IPB pada Program Studi Arsitektur Lanskap.

Penulis menikah pada tahun 1985 dengan seorang wanita bernama Vera

Afrillia dan sekarang sudah dikaruniai empat putra (Eggy Febryano, Ekky Baihaqi

(11)
(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Pengelompokan Tanaman ...

Kondisi Lingkungan Percobaan ...

Serapan Gas 15N ...

Faktor Lingkungan (suhu 30°C dan 20°C) Terhadap Serapan 15N

Hubungan Faktor Suhu dan Faktor Tanaman Terhadap Serapan 15N

Faktor Stomata dan Penyerapan 15N Pada Faktor Suhu yang

Berbeda ...

Faktor Laju Respirasi dan Penyerapan 15N pada Faktor Suhu yang

Berbeda. ...

29

29

31

31

33

35

37

41

KESIMPULAN DAN SARAN ...

KESIMPULAN ...

SARAN ...

45

45

45

(13)

No Teks Halaman

1 Baku Mutu Udara Ambien ……….... 6

2 Jenis Tanaman Yang Dianalisis ....………... 22

3 Ukuran luas stomata pada daun ... 29

4 Nilai laju respirasi pada daun ... 30

(14)

No Teks Halaman

1 Alur Pikir Penelitian ……….. 21

2 Jenis Tanaman Yang Dianalisis ... 22

3 Cup/ leaf chamber dan monitor Recording data ... 23

4 Gas Chamber (bilik gas) ... 24

5 Penutupan Media Tanam/Pot dengan Plastik ... 25

6 Tabung gas 15NO2 dan sampling line ……… 27

7 Leaf Area Meter (pengukuran luas daun) ... 27

8 Spektrometer Emisi NOI-6PC Analyzer ... 28

9 Serapan 15N Diantara Jenis Tanaman yang Diuji Pada Suhu 30°C dan Suhu 20°C ... 34

10 Hubungan Antara Luas Stomata dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 39

11 Hubungan Antara Luas Stomata dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 40

12 Hubungan Antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 43

13 Hubungan Antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N Pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C ... 44

(15)

No Teks Halaman

1 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata

(suhu 30°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 50

2 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi

(suhu 30°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 51

3 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata

(suhu 20°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 52

4 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi

(suhu 20°C) Tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga ... 53

5 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata

(suhu 30°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 54

6 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi

(suhu 30°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 55

7 Regression Analysis: serapan 15N versus luas stomata

(suhu 20°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 56

8 Regression Analysis: serapan 15N versus laju respirasi

(suhu 20°C) Tanaman lamtoro, petai, kaliandra dan sengon ... 57

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik, juga dapat

meningkatkan kualitas lingkungan. Keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di

Indonesia, khususnya di daerah perkotaan menunjukkan ke arah penurunan

kualitasnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik di

perkotaan, seperti : infrastruktur, permukiman, perdagangan serta kegiatan

industri dan transportasi.

Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya

menimbulkan suatu dampak yang positif dan negatif bagi manusia dan lingkungan

yang ada di sekitarnya. Dampak negatif yang mulai dirasakan sebagai akibat

adanya aktivitas tersebut adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup yang ada.

Salah satu wujud yang nyata dari adanya penurunan kualitas lingkungan hidup

tersebut adalah timbulnya masalah pencemaran air, tanah dan udara.

Pencemaran udara yang terjadi di perkotaan merupakan suatu masalah

penurunan kualitas lingkungan hidup yang memerlukan suatu penanganan yang

cukup serius. Untuk mengatasi masalah pencemaran udara antara lain telah

ditempuh dengan cara penghijauan kota atau pembuatan hutan kota dengan

menanam pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyaring dan penetral

bahan-bahan pencemar udara, serta sebagai pabrik oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan

tidak hanya oleh manusia tetapi juga oleh makhluk-makhluk hidup yang lainnya.

NO2 bersama dengan NO merupakan kelompok gas yang paling banyak

ditemui sebagai pencemar udara dibandingkan bentuk nitrogen oksida (NOx)

lainnya yang terdapat di atmosfer. Menurut Fardiaz (1992), kedua bentuk nitrogen

oksida (NO dan NO2) sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Sifat toksis NO2

mengakibatkan gangguan kesehatan terutama paru-paru, sedangkan NO dalam

kadar tinggi dapat mengganggu sistem syaraf. Sifat toksisitas gas NO2 empat kali

lebih kuat dibandingkan gas NO.Pemaparan kronis NOx menyebabkan penurunan

sistem kekebalan tubuh (Nebel & Wright, 1993).

Menurut Biro Bina Lingkungan Hidup DKI Jakarta, peningkatan konsentrasi

(17)

data yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi gas NO2 pada beberapa titik

atau tempat pengukuran kualitas lingkungan di kota Jakarta pada tahun 1993-1994

adalah : PT. Delta Jakarta (2,17 ppm), PT. JIEP (0,102 ppm), Pulo Gadung (0,155

ppm), Pasar Baru (0,127 ppm), Pasar Senen (0,174 ppm), RS.Husada (0,122

ppm), Jl. Thamrin (0,157 ppm), Tebet (0,013 ppm), Jl. Radio dalam (0,113 ppm)

dan Jl.Pondok gede (0,059 ppm).

Dampak pencemaran udara yang ditimbulkan ternyata sangat merugikan

tidak hanya bagi kesehatan manusia, tetapi juga terhadap lingkungan lain, seperti :

hewan, tumbuhan, bangunan gedung dan lain sebagainya. Mengingat besarnya

bahaya yang disebabkan oleh polutan ini, maka beberapa cara telah dilakukan

untuk mengurangi bahaya polutan tersebut. Beberapa polutan yang lepas

menyertai pergerakan kendaraan bermotor di jalan raya, seperti CO dan SO telah

dapat dikurangi dengan perbaikan struktur mesin dan perbaikan mutu bahan

bakar. Mengingat jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat setiap tahun

dan bahaya yang ditimbulkan, penanganan polusi udara khususnya NO2 perlu

ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai metode atau pendekatan

yang tersedia.

Penghijauan atau perluasan RTH merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan untuk menanggulangi bahaya dari pencemaran tersebut. Sejalan dengan

pendapat Helman (1999) menyatakan, bahwa salah satu cara untuk mengatasi

pencemaran udara adalah dengan memperbanyak hutan dan pepohonan di kota.

Penghijauan terhadap lingkungan mempunyai fungsi protektif yaitu

menyaring udara kotor pada zona padat di kota, baik karena populasi manusia,

asap kendaraan, maupun industri, sedangkan penghijauan di sepanjang jalan

berguna untuk perlindungan terhadap udara dari gas buangan kendaraan bermotor.

Oleh karena itu, penggunaan tanaman atau tumbuhan hijau selain dapat menyerap

energi panas, juga dapat berfungsi sebagai penyerap materi dari lingkungan

melalui penyerapan polutan, sehingga dapat mengurangi polusi udara.

Pemilihan tanaman untuk penghijauan di sepanjang jalan didasarkan pada

ketahanan tanaman terhadap polutan udara maupun kemampuan tanaman dalam

(18)

udara adalah tanaman yang memiliki nilai APTI (Air Pollution Tolerance Index)

tinggi.

Mengingat besarnya manfaat tanaman dalam menyerap polutan, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui tanaman yang berpotensi tinggi dalam

menyerap polutan, khususnya NO2, sehingga dapat meningkatkan kualitas

lingkungan pada jalur hijau jalan maupun ruang terbuka hijau dan dapat berfungsi

dengan baik.

Perumusan Masalah

Melihat kualitas udara yang semakin hari semakin menurun dan dapat

mengakibatkan kerusakan lingkungan, sehingga mengakibatkan gangguan

kesehatan, maka perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan gas-gas pencemar

udara. Selain dari pada jenis atau spesies tanaman yang perlu diperhatikan, juga

perlu dilakukan suatu kajian terhadap kapasitas tanaman dalam mereduksi polutan

untuk mendapatkan faktor-faktor tanaman apa saja yang dapat digunakan sebagai

pedoman pada tanaman lanskap jalan.

Kerangka Pemikiran

Lingkungan perkotaan pada saat ini banyak menghadapi berbagai

permasalahan, dimana salah satunya adalah permasalahan pencemaran udara pada

jalur hijau jalan. Tanaman adalah elemen lanskap jalan yang memiliki potensi

sebagai pengendali pencemaran udara melalui absorbsi gas pencemar oleh

tanaman. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian terhadap faktor-faktor tanaman,

seperti ukuran stomata dan laju respirasi untuk mengetahui sejauh mana faktor

tanaman dalam menyerap polutan gas. Penelitian ini dilakukan di laboratorium

dengan tujuan untuk mengetahui besarnya serapan gas NO2 pada tanaman jenis

leguminoseae pada kondisi lingkungan (suhu) yang bervariasi. Secara skematis

(19)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui faktor tanaman yang mempengaruhi penyerapan gas NO2 oleh

tanaman jenis Leguminosae/fabaceae, meliputi ukuran stomata dan laju

respirasi

2. Mengetahui faktor lingkungan, yaitu pengaruh suhu udara terhadap

tanaman dalam menyerap polutan gas NO2

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi kepada

arsitek lanskap, pihak perencana dan pengelola, khususnya wilayah perkotaan

untuk mempertimbangkan aspek fungsi tanaman sebagai pengendali lingkungan.

Hipotesis

1. Semakin besar ukuran stomata dan semakin cepat laju respirasi, maka tingkat

penyerapan polutan gas NO2 oleh tanaman semakin besar.

2. Suhu udara semakin tinggi akan mempengaruhi efektifitas penyerapan polutan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,

atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan

manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau

merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami

maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara,

panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara.

Udara merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap,

tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan keadaan lingkungan

sekitarnya. Udara adalah atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya

sangat penting bagi kehidupan di dunia ini (Patra, 2002). Udara bersih merupakan

gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi

pada saat ini udara bersih sudah sangat sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar

yang padat industri dan padat lalu lintasnya. Udara yang mengandung zat

pencemar disebut udara tercemar. Udara yang tercemar akan merusak lingkungan

dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung

alam terhadap kehidupan, yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup

manusia secara keseluruhan (Fardiaz, 1992).

Wardhana (1995) menyatakan, bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan

bersih tanpa polutan sama sekali. Polutan yang mencakup 90% dari jumlah

polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu :

1) Karbon monoksida (CO), 2) Nitrogen oksida (NOx), 3) Hidrokarbon (HC), 4)

Sulfur oksida (SOx) dan 5) Partikel. Fardiaz (1992) menyatakan, bahwa sumber

pencemaran udara yang utama berasal dari transportasi/kendaraan bermotor.

Sumber-sumber pencemaran lainnya berasal dari pembakaran, proses industri,

pembuangan limbah dan lain-lain.

Menurut Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta

(1996), emisi gas buang kendaraan bermotor akan mempengaruhi kualitas udara

(21)

ambien. Nilai baku mutu udara ambien menurut Surat Keputusan Menteri Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Table 1. Baku Mutu Udara Ambien

No Parameter Baku Mutu Waktu Pengukuran

1. Sulfur dioksida (SO2) 0,1 ppm

toleransi, dapat menyebabkan toksisitas/keracunan bagi makhluk hidup, dan

mempengaruhi kesehatan manusia.

Di dalam lingkungan perkotaan terdapat berbagai macam tumbuhan yang

dapat ditemukan di taman-taman kota, di pinggir jalan, di taman-taman

perumahan, dan bagian-bagian lainnya. Saat ini, ditemukan keanekaragaman

spesies yang sangat beragam, meskipun terancam punah akibat polusi, terutama

polusi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor.

Kualitas udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan

vegetasi di lingkungan perkotaan. Beberapa studi menunjukkan bahwa palawija

dan tumbuhan lain yang ditanam sepanjang jalur jalan utama dari wilayah pinggir

kota sampai dengan pusat kota memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang rendah

di lokasi sekitar kota. Efek dari masing-masing pencemar sulit untuk diketahui,

(22)

di udara, tetapi kadar ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species

tumbuhan dalam beberapa studi ( Nugraha, 2005).

Pencemaran seperti CO dan SO telah dapat dikurangi dengan perbaikan

struktur mesin dan perbaikan mutu bahan bakar. Namun polutan seperti NOx (NO,

NO2) dan partikel dalam udara belum dapat ditekan melalui perbaikan struktur

mesin dan perbaikan mutu bahan bakar, (Nasrullah, 1997).

Nitrogen Dioksida (NO2)

Udara merupakan campuran dari berbagai gas. Gas Nitrogen merupakan

komponen utama dengan kadar 78,08 %, gas Oksigen kadarnya 20,95 % dan gas

Karbon-dioksida sekitar 0,03 % atau 300 ppm, kemudian ada beberapa gas

lainnya yang kadarnya sangat rendah. Namun dengan adanya kendaraan bermotor

yang jumlahnya kian meningkat dan juga industri, udara kota menjadi tercemar

oleh gas. Udara yang tercemar tidak sehat untuk pernapasan (Dahlan, 2004).

Di atmosfer, nitrogen dioksida (NO2) bersama dengan nitrogen oksida (NO)

merupakan kelompok gas yang paling banyak ditemui sebagai pencemar udara

dibanding bentuk nitrogen oksida lainnya yang terdapat di atmosfer. Gas NO2

apabila mencemari udara mudah diamati, karena gas ini berwarna coklat

kemerahan, berbau tidak sedap dan cukup menyengat.

Pencemar udara dari jalan raya sebagai penyebab gangguan kesehatan di

perkotaan negara maju saat ini adalah NO2. Keterkaitan antara NO2 dengan

kesehatan masyarakat adalah merupakan polutan yang menyebabkan peningkatan

total angka kematian karena penyakit jantung, kematian bayi, kunjungan pengidap

asma di unit gawat darurat, dan perawatan penyakit paru di rumah sakit. NO2,

bersama dengan volatile organic compounds (VOCs) merupakan komponen

penyebab munculnya ozone (O3) dan pencemar fotokimia lainnya. O3 telah

diketahui memperparah gejala asma, selain juga dapat merusak pertanian.

Sifat toksisitas gas NO2 empat kali lebih kuat dibanding gas NO. Organ

tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru.

Paru-paru yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan membengkak, sehingga sulit

(23)

Selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan perkotaan,

emisi dari sarana transportasi turut berkontribusi terhadap perubahan atmosfer,

seperti deposisi asam, penipisan ozon di stratosfer, dan perubahan iklim global.

Gas buang SO2 dan NOx lebih jauh dapat memunculkan proses pengasaman di

atmosfer melalui oksidasi, yang merubahnya menjadi asam sulfur dan asam nitrat.

Meskipun pencemaran dari sarana transportasi masih jauh untuk menjadi sumber

penipisan lapisan ozon di stratosfer, namun unit penyejuk udara (AC) dalam

kendaraan bermotor ternyata ikut berkontribusi terhadap terjadinya dampak

tersebut.

Untuk mengetahui penyerapan gas N02 dari udara dapat digunakan gas

N02 berlabel 15N (isotop 15N). Penggunaan nitrogen berlabel 15N membantu

dalam penelitian penyerapan/fiksasi nitrogen melalui akar maupun serapan

melalui daun. Dengan menggunakan gas ini maka nitrogen yang berasal dari

tanah dapat dibedakan dengan nitrogen yang berasal dari udara. Unsur

nitrogen yang berasal dari udara atau serapan gas 15N02 dapat diketahui

dengan menganalisa kandungan 15N dalam jaringan tanaman. Nasrullah

(1997) lebih lanjut mengatakan, bahwa untuk menguji serapan gas N02 pada

berbagai tanaman digunakan kondisi yang optimum untuk penyerapan, yaitu

suhu 30°C, intensitas cahaya 1000 lux dan kondisi gas 15N sebesar 3 ppm

(v/v). Kondisi ini juga sesuai dengan kondisi lingkungan di jalan (alami)

dengan kelembaban udara relatif sebesar 60 %.

Vegetasi

Untuk dapat hidup, tanaman harus mampu beradaptasi dengan segala

perubahan lingkungan yang ekstrim. Kehidupan tanaman sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, dimana tanaman akan tumbuh dengan baik pada lingkungan

fisik, seperti ; struktur, tekstur dan kelembaban tanah yang baik, pada lingkungan

kimia, seperti ; pH tanah, ketersediaan unsur hara dan kandungan air tanah yang

cukup, serta pada lingkungan biotik yang baik, seperti ; adanya unsur makhluk

hidup (mikroorganisme)

Penghijauan dengan menggunakan tanaman sebagai materi pokok

(24)

manfaat yang dapat diambil, sehingga penghijauan dapat diartikan sebagai upaya

untuk menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan, terutama pada

daerah industri atau padat lalu lintas. Pohon pelindung di sepanjang jalur hijau

sangat penting untuk menjaga kualitas udara perkotaan dan dapat mengurangi

kadar bahan pencemar yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor.

Tanaman dapat mengurangi masalah polusi di sekitar jalan melalui

penyerapan polutan gas dan penjerapan partikel pada permukaan daun. Menurut

Grey dan Daneke (1978), tanaman/pepohonan membantu dalam memindahkan

butir-butir debu yang diangkut melalui udara melalui bagian permukaan daun,

batang dan ranting pohon yang mampu menjerap butir-butir debu. Kemudian

butir-butir debu yang menempel pada bagian permukaan pohon tersebut akan

dicuci melalui proses presipitasi.

Tanaman yang digunakan sebagai penghijauan kota mempunyai manfaat

dalam rangka menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan. Vegetasi

sebagai unsur alamiah merupakan indikator iklim mikro yang baik, seperti jalur

pepohonan yang rimbun dapat mengalihkan arah angin, bayangan yang

disebabkan oleh naungan pohon dapat mempengaruhi suhu dan oksigen yang

diproduksi tanaman sebagai penyejuk. Tanaman jalan sampai batas tertentu dapat

bermanfaat menjaga udara tetap segar dan tingkat pencemaran rendah.

Tidak semua tanaman baik dijadikan sebagai tanaman pelindung dan

berfungsi sebagai penyerap polutan. Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar

tanaman/pohon yang ditanam di sepanjang jalan dapat benar-benar berfungsi dan

tidak menambah permasalahan yang tidak diinginkan. Pemilihan tanaman untuk

penghijauan perlu didasarkan pada ketahanan terhadap partikel pencemar udara

maupun kemampuan tanaman dalam menyerap partikel pencemaran udara.

Banyak jenis tanaman yang cukup baik untuk ditanami sebagai tanaman

pelindung tempat tertentu karena mempunyai kemampuan sebagai penyerap

polutan yang cukup tinggi.

Kemampuan tanaman dalam menyerap polutan dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan faktor tanaman itu sendiri. Faktor tanaman dalam menyerap dan

mengakumulasi zat pencemar dipengaruhi oleh karakteristik morfologi tanaman,

(25)

juga tekstur daun, selain itu susunan anatomi daun juga berperan sebagai

penghalang (barrier) terhadap masuknya materi dari luar, sehingga akan

mempengaruhi jumlah pencemar yang terakumulasi didalam daun (Leopold dan

Kriedermann, 1975).

Menurut Fakuara (1987) jenis tanaman yang dipakai untuk menyerap gas

adalah tanaman yang mempunyai sifat :

1. Mempunyai stomata yang banyak. Stomata atau mulut daun tempat

terjadinya pertukaran gas. Gas pencemar dapat diserap tanaman melalui

mulut daun.

2. Mempunyai ketahanan terhadap gas tertentu. Tanaman yang mempunyai

stomata yang banyak dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap

gas-gas yang dikeluarkan oleh industri bahkan dapat memanfaatkannya untuk

proses metabolisme tanaman itu sendiri.

3. Mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. Jenis tanaman yang cepat

tumbuh mempunyai daya regenerasi yang cepat pula. Hal ini sangat

diperlukan untuk dapat segera berfungsi apabila jenis tanaman tersebut

sewaktu-waktu harus diganti oleh jenis yang lain bila telah habis masanya.

Stomata merupakan tempat pertukaran gas. Pencemaran udara masuk dalam

daun melalui stomata yang terbuka (Bertnatzky, 1980). Periode terbukanya

stomata biasanya bersamaan waktunya dengan keadaan yang merangsang

fotosintesis (Fitter & Hay, 1994).

Stoma (jamak : stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stomata

mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis. Kemudian stomata

akan mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Sedangkan untuk proses respirasi

stomata mengambil O2 dari udara, kemudian mengeluarkan CO2. Stomata terletak

di epidermis bawah. Menurut Imaningsih (2006), mekanisme pertahanan

struktural terhadap lingkungan berhubungan dengan karakter anatomi antara lain

seperti adanya lapisan lilin, ketebalan kutikula, kerapatan dan ukuran stomata,

lentisel dan trikoma.

Patra (2002) menambahkan, bahwa kerapatan stomata mempengaruhi

kemampuan tanaman dalam menyerap polutan, semakin tinggi kerapatan stomata,

(26)

Dahlan (2004) mengemukakan, kemampuan daun tanaman dalam menyerap

berbagai jenis gas pencemar udara bervariasi menurut :

1. Daya kelarutan polutan tersebut di dalam air/cairan sel. Semakin tinggi

tingkat kelarutannya, maka semakin mudah pula diserap oleh daun

tanaman.

2. Kelembaban lingkungan di sekitar daun. Laju penyerapan polutan oleh

daun ketika lembab lebih tinggi dan dapat mencapai 10 kali lebih besar

dibandingkan ketika lingkungannya kering. Pada lingkungan daun yang

sangat lembab, stomata daun akan membuka penuh, sehingga kemampuan

serapannya pun akan meningkat.

3. Intensitas cahaya matahari. Cahaya memegang peranan penting dalam

menentukan aktivitas fisiologis yang kemudian menentukan daya serap

pencemar oleh daun. Hal ini berhubungan dengan membuka dan

menutupnya stomata.

4. Kedudukan daun. Pencemar akan mudah diserap oleh tajuk di lapisan

permukaan luar daripada tajuk yang berada di bagian dalam.

5. SO2 dan NO2 mampu diserap dalam keadaan gelap, dan sebaliknya laju

penyerapan akan berkurang jika dalam keadaan terang.

Laju penyerapan gas N02 pada setiap tanaman berbeda, yaitu menurut

spesies tanamannya. Pada tanaman evergreen dan tanaman gugur daun

memperlihatkan perbedaan kecepatan mentranslokasi polutan N02 yang diserap

melalui daun. Dari hasil penelitian diketahui tanaman evergreen menunjukkan laju

translokasi nitrogen dari daun ke batang dan akar lebih cepat dibanding tanaman

gugur daun Misawa et al (1993).

Tebal daun ternyata mempengaruhi penyerapan 15N yang ditandai dengan

uji statistik yang menunjukkan bahwa ada beda nyata antara tebal dan

penyerapan, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tebal daun, maka penyerapan semakin rendah

atau dapat dikatakan semakin tipis daun, maka semakin tinggi penyerapan

15

N, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang (Patra, 2002).

Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting, seperti bukaan

(27)

Jika suhu tinggi, maka laju fotosintesis semakin tinggi yang nantinya berpengaruh

terhadap stomata daun (Prawiranata et al, 1981). Nasrullah (1997) menyatakan,

Suhu dan intensitas cahaya berpengaruh terhadap serapan 15N, dimana respon

tanaman berbeda diantara spesies yang diamati. Pada tanaman trembesi dan

sri rejeki serapan 15N meningkat pada suhu 20°C dan cenderung menurun

pada suhu 30°C. Sedangkan pada tanaman angsana dan sapu tangan serapan

15

N cenderung meningkat sampai pada suhu 30°C.

Menurut Nasrullah et al. (1997), tanaman tepi jalan dapat menurunkan

konsentrasi polutan sekitar jalan. Vegetasi Cemara Criptomeria japonicum D.Don

dapat mengurangi konsentrasi SPM (Suspended Particulate Matter) 9-15%. Pada

kondisi angin bertiup, vegetasi tersebut mengurangi konsentrasi N02 11-17% dan

20-40% pada kondisi angin diam (kecepatan angin lebih kecil 1m/sec). Namun

demikian belum banyak diketahui kemampuan jenis vegetasi lainnya dalam

mengurangi konsentrasi polutan dari udara.

Respirasi merupakan suatu proses pelepasan energi dari pemutusan dan

pelemahan ikatan-ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan H di dalam

suatu molekul. Gula terdapat di dalam sel-sel, sedangkan O2 berasal dari luar atau

pelepasan dari fotosintesis (Anonim, 2006). Respirasi dalam biologi adalah proses

mobilisasi energi yang dilakukan jasad hidup melalui pemecahan senyawa

berenergi tinggi untuk digunakan dalam menjalankan fungsi hidup. Respirasi

dapat disamakan dengan pernapasan. Namun demikian, istilah respirasi mencakup

proses-proses yang juga tidak tercakup pada istilah pernapasan saja. Kebanyakan

respirasi yang dapat disaksikan manusia memerlukan oksigen sebagai

oksidatornya. Reaksi yang demikian ini disebut sebagai respirasi aerob. Namun

demikian, banyak proses respirasi yang tidak melibatkan oksigen, yang disebut

respirasi anaerob.

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah

senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada

hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2

sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O.

(28)

dalam respirasi, atau senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang

secara relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air.

Deskripsi Tanaman

1. Kaliandra (Calliandra surinamensis)

Kaliandra adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi

maksimum 12 m dengan diameter batang 20 cm. Kulit batang berwarna

merah keabu-abuan yang ditutupi tentisel kecil, pucat berbentuk oval.

Sistem perakaran terdiri atas beberapa akar tunjang dan akar yang lebih

halus dengan jumlah cukup banyak memanjang sampai keluar permukaan

tanah. Apabila dalam tanah terdapat banyak rizobium dan mikoriza, akan

terbentuk simbiosa antara jamur dan bintil-bintil akar yang berfungsi

mengikat N dalam udara sehingga kesuburan tanah akan dipertahankan.

Bentuk daun kecil-kecil, bertekstur lebih lunak berwarna hijau tua. Panjang

daun utama bisa mencapai 20 cm, lebarnya mencapai 15 cm dan pada

malam hari daun-daun tersebut melipat ke arah batang. Tandan bunga

berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar

ujung batang. (Kartasubrata, 1996).

Polong akan terbentuk selama dua hingga empat bulan, dan ketika sudah

matang panjangnya dapat mencapai 14 cm dengan lebar 2 cm. Polong

berbentuk lurus berwarna agak kecoklatan, biasanya berisi antara 8-12 bakal

biji yang berkembang menjadi biji berbentuk oval dan pipih. Tanaman

kaliandra dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan terhadap tanah

asam dengan pH sekitar 4,5 dan rendah unsur haranya. Tanaman kaliandra

akan tumbuh subur dengan cepat dan rapat pada lahan terbuka dan miskin

unsur haranya (lahan marginal), namun tidak tumbuh dengan baik pada

lahan yang drainasenya buruk. Di Meksiko dan Amerika Tengah tanaman

ini tumbuh di berbagai habitat dari dataran rendah sampai ketinggian 1860

m. Pohon kaliandra sering dijadikan sebagai tanaman untuk penghijaun pada

(29)

2. Petai (Parkia speciosa Hassk)

Petai (Parkia speciosa) merupakan pohon tahunan tropika dari suku

polong-polongan (Fabaceae), anak-suku petai-petaian (Mimosoidae). Tumbuhan ini

tersebar luas di Nusantara bagian barat. Bijinya, yang disebut "petai" juga,

dikonsumsi ketika masih muda, baik segar maupun direbus. Pohon petai

menahun, tinggi dapat mencapai 20 m dan kurang bercabang. Daunnya

majemuk, tersusun sejajar. Bunga majemuk, tersusun dalam bongkol (khas

Mimosoidae). Bunga muncul biasanya di dekat ujung ranting. Buahnya

besar, memanjang, bertipe buah polong. Dari satu bongkol dapat ditemukan

sampai belasan buah. Dalam satu buah terdapat hingga 20 biji, yang

berwarna hijau ketika muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna

coklat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan melepaskan

biji-bijinya. Petai banyak ditanam pada lahan-lahan pertanian sebagai pembatas

lahan dan pada lahan bantaran sungai untuk menahan erosi.

3. Saga pohon (Adenantera pavonina L)

Tanaman saga termasuk family fabaceae sub family mimosaceae yang

berbentuk pohon. Katinggian pohon mencapai 30 m, daunnya kecil

berbentuk persegi panjang lonjong dan tersusun menyirip, bunga dan daun

berwarna merah. Pohon saga dapat tumbuh di daerah tropis sampai pada

ketinggian 600 m dpl. Tidak memerlukan pemeliharaan khusus, dapat

tumbuh pada berbagai topografi dan berbagai keadaan tanah. Di Indonesia

tanaman saga pohon sudah lama dikenal sebagai tanaman hias, pagar dan

tanaman pinggir jalan sebagai tanaman peneduh.

4. Asam Jawa (Tamarindus indica)

Termasuk ke dalam family fabaceae sub family Caesalpiniaceae, tumbuhan

asli Afrika tropis yang sekarang tersebar luas di daerah panas, merupakan

pohon yang tinggi dan indah, ketinggiannya mencapai 25 m dan memiliki

bentuk tajuk bulat, daunnya merupakan daun majemuk kecil-kecil berwarna

hijau, bunga berwarna kemerahan dan akan berubah menjadi kuning

(30)

coklat, pohonnya banyak ditanam sebagai pohon peneduh pinggir jalan.

Pohon asam dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terbuka, baik dataran

rendah maupun dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 800 m dpl.

Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman pinggir jalan, selain

karakter pohonnya yang kuat, juga mempunyai bentuk tajuk yang rindang,

sehingga sangat baik sebagai pohon peneduh

5. Gamal (Gliricidia sepium)

Gamal adalah nama sejenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku

fabaceae alias leguminosae). Sering digunakan sebagai pagar hidup atau

peneduh, perdu atau pohon kecil ini merupakan salah satu jenis leguminosa

multiguna yang terpenting setelah lamtoro (Leucaena leucocephala). Perdu

atau pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15m dan gemang

(besar batang) 15-30 cm, kadang kala beralur dalam pada batang yang tua,

menggugurkan daun di musim kemarau. Daun majemuk menyirip ganjil,

panjang 15-30 cm, ketika muda dengan rambut-rambut halus seperti beledu.

Anak daun 7–17 pasang yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan,

bentuk jorong atau lanset, 3-6 cm × 1,5-3 cm, dengan ujung runcing dan

pangkal membulat. Helaian anak daun gundul, tipis, hijau di atas dan

keputih-putihan di sisi bawahnya.

Karangan bunga, muncul ketika daun berguguran. Karangan bunga berupa

malai berisi 25-50 kuntum, 5-12 cm panjangnya. Bunga berkelopak 5, hijau

terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang

berwarna putih, umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau. Buah

polong berbiji 3-8 butir, pipih memanjang, dengan ukuran 10-15 cm × 1.5-2

cm, hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman, memecah ketika masak dan

kering, melontarkan biji-bijinya hingga sejauh 25 m dari pohon induknya.

Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan

lereng-lereng bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar. Pada elevasi

0-1600 m dpl. Pohon gamal banyak digunakan sebagai pohon untuk

(31)

6. Lamtoro (Leucaena leucephala)

Lamtoro adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae,

polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan

erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun

dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan

kemudian menyebar ke pulau-pulau yang lain di Indonesia. Oleh sebab itu,

tanaman ini di Malaysia dinamai petai jawa. Pohon atau perdu, tinggi

hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar 10 m. Percabangan rendah

dan banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil

dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut

rapat. Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan

dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun

penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan,

bentuk garis memanjang, 6-16 mm × 1-2 mm, dengan ujung runcing dan

pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya

berjumbai. Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang

berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari

100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan

berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm.

Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25 - 30°C),

ketinggian di atas 1000 m dpl dapat menghambat pertumbuhannya.

Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan

kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun,

akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan. Tanaman ini sering

digunakan sebagai tanaman penghijauan lahan, karena tingkat

pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga bisa mengembalikan kualitas

lahan yang sudah kurus akan unsur hara.

7. Flamboyan (Delonix regia)

Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku unik dan

(32)

menyukai tempat terbuka dan cukup sinar matahari. Batangnya licin,

berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat keras, berat, dan tahan air atau

serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa

mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang

banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. Bentuk daun

majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan

kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya.

Daun-daunnya akan terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal

musim kemarau. Barulah ketika memasuki pertengahan kemarau, daun-daun

flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering,

meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus

dan gundul. Tampaknya, inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan

perubahan lingkungannya. Flamboyan adalah pohon yang sangat cepat

pertumbuhannya hingga mencapai 15 m per tahun dan toleran terhadap

lahan-lahan asam sampai lahan basa, seperti tanah liat sampai tanah yang

porositasnya cukup tinggi. Memerlukan sinar matahari penuh sepanjang

hari. Flamboyan sangat toleran terhadap musim kering, tetapi sangat baik

dengan air yang teratur di dalam masa pertumbuhannya. Flamboyan banyak

dijadikan sebagai tanaman pinggir jalan, disamping pohonnya yang kuat dan

besar sebagai peneduh, juga menampilkan visualitas yang bagus dengan

warna dan bentuk bunganya yang menarik.

8. Sengon (Paraseriathes falcataria)

Sengon (jeunjing) adalah nama sejenis pohon penghasil kayu anggota suku

Fabaceae. Pohon yang diklaim memiliki pertumbuhan tercepat di dunia ini,

dapat mencapai tinggi 7 m dalam waktu setahun, nama ilmiahnya adalah

Paraserianthes falcataria. Pohon, berukuran sedang sampai agak besar,

mencapai tinggi 40 m dan gemang hingga 100 cm atau lebih. Batang utama

umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear

bole) mencapai 20 m. Pepagan berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin

atau agak berkutil, dengan jajaran lentisel. Bertajuk rindang dan renggang.

(33)

dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkai atau porosnya, 23-30 cm.

Sirip-sirip daun berjumlah 6-20 pasang, masing-masing berisi 6-26 pasang anak

daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang sangat

miring, runcing.

Bunga berkelamin dua, terkumpul dalam bulir yang bercabang, 10-25 cm,

terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi lk. 2

mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu menjadi kekuningan,

berambut, tinggi lk. 6 mm. Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul

keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung. Buah polong tipis

serupa pita, lurus, 6-12 × 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,5-1 cm. Polong

memecah sepanjang kampuhnya. Biji 16 atau kurang

Habitat asli P. falcataria adalah hutan-hutan primer, namun kemudian sering

ditemui di hutan sekunder dan dataran banjir di tepian sungai, serta

kadang-kadang di hutan pantai. Jeungjing cocok di tempat yang beriklim basah

hingga agak kering, mulai dari dataran rendah hingga ke pegunungan pada

ketinggian 1.500 m dpl. Pohon ini dapat tumbuh pada tanah yang tidak

subur, tanah becek maupun yang agak asin, sehingga pohon ini banyak

digunakan sebagai tanaman untuk reboisasi lahan, karena ketahanan

tumbuhnya pada berbagai kondisi lahan. Tetapi tidak jarang pohon ini juga

(34)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengadaan

bahan tanaman yang dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur. Tahap kedua adalah

perlakuan percobaan pemaparan (exposure) 15N, yang dilakukan di Pusat Antar

Universitas Hayati (PAU Hayati), IPB. Tahap ketiga analisis jumlah 15N yang

diserap oleh tanaman yang dilakukan di Kantor Nuklear Malaysia dan analisis

faktor tanaman (pengukuran luas stomata dan pengukuran laju respirasi)

dilakukan di Laboratorium Bioteknologi P4TK Pertanian Cianjur dan di Balai

Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) Bogor. Penelitian dilaksanakan ±

selama 6 bulan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan tanaman jenis

leguminosae/fabaceae sebanyak 8 jenis tanaman, gas 15NO2 (99% atom 15N).

Alat untuk analisis ukuran stomata dan laju respirasi adalah, mikroskop

digital, gunting, kutek bening, isolatif bening, kaca obyek, Portable Photosyntesis

System type LI-6400 dan Cup leaf chamber.

Alat yang digunakan untuk mengetahui serapan polutan 15NO2 oleh

tanaman adalah environmental testing chamber (Ogawa Seiki 6328), gas chamber

(bilik gas), lampu pijar, kompor listrik untuk pemanas, thermometer, higrometer,

lux meter, pompa vakum, tabung gas 15NO2, sampling line, timbangan digital,

small cup, oven, peralatan analisis N total, leaf area meter dan spektrometer emisi

(NOI-6PC Analyzer).

Batasan Penelitian

Penelitian dibatasi dengan studi terhadap faktor-faktor yang

(35)

yang meliputi faktor tanaman (ukuran stomata dan laju respirasi) dan faktor

lingkungan yang meliputi, suhu udara.

Tahapan Penelitian

Penelitian dimulai dengan pangadaan bahan tanam melalui stek atau biji,

sampai tanaman mencapai tinggi 70-80 cm. Setelah tanaman mencapai ketinggian

yang sudah ditentukan, kemudian dilakukan perlakuan percobaan terhadap

tanaman dalam bilik gas yang meliputi perlakuan pemaparan gas NO2 bertanda 15

N dan analisa kandungan 15N dalam jaringan.

Metode pemaparan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi penyerapan gas 15N oleh tanaman. Metode pemaparan gas 15N

dilakukan dalam bilik gas kedap udara dengan menggunakan gas NO2 berlabel

15

N (99% atom 15N). Pengaturan suhu dan kelembaban dalam bilik gas dilakukan

secara manual, sehingga dapat dicapai kondisi lingkungan yang diinginkan.

Pemilihan dan Pemeliharaan Tanaman

Pemilihan bahan tanam untuk mencari tanaman yang berpotensi pada jalur

hijau jalan didasarkan pada jenis tanaman atau pohon yang mempunyai

kemampuan tinggi dalam mengikat nitrogen dari udara bebas (family

leguminoceae/fabaceae) dan mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. Dari

hasil pemilihan ini diperoleh 8 spesies tanaman yang akan dikelompokkan

berdasarkan klasifikasi ukuran stomata dan laju respirasi, dari ke 8 tanaman tadi

diambil 4 tanaman yang mewakili masing-masing klasifikasi tersebut, kemudian

diperlakukan dengan gas 15N (Tabel 2). Persiapan bahan tanam sampai

pemeliharaan tanaman dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

(36)

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

(37)

Tanaman yang digunakan diperbanyak dengan cara stek batang atau biji.

Tanaman di tanam di dalam pot yang diisi dengan media tanam yang terdiri dari

campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan (v/v) = 4 : 1. Tanaman

dipelihara dengan kondisi lingkungan yang seragam di dalam tempat pesemaian

sampai umur 3-4 bulan dengan ketinggian tanaman mencapai ± 75-85 cm. Setelah

tanaman mencapai ketinggian yang diinginkan, maka dilakukan pemaparan gas

15

N dalam bilik gas sesuai dengan tahapan pemaparan gas 15N.

Tabel 2. Jenis tanaman yang dianalisis

No Nama Lokal Nama Latin Family

1. Flamboyan Delonix regia (Bojer ex Hook) Rafin Leguminosae

2. Gamal Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Leguminosae

3. Asam Jawa Tamarindus indica L Leguminosae

4. Saga pohon Adenantera povonina L Leguminosae

5. Lamtoro Leucaena leucephala (Lamk.) de Wit Leguminosae

6. Petai Parkia speciosa Hassk Leguminosae

7. Sengon Paraseriathes falcataria L Leguminosae

8. Kaliandra Calliandra surinamensis Leguminosae

Gambar 2. Jenis Tanaman yang Dianalisis

Analisis Faktor Tanaman

Faktor tanaman yang dianalisis meliputi ukuran stomata dan laju respirasi.

(38)

bagian permukaan bawah daun hingga benar-benar kering, setelah kering tutup

dengan isolatip bening, kemudian tarik isolatip tersebut secara hati-hati sampai

kuteks yang menempel pada permukaan daun terbawa/terangkat menempel pada

isolatip. Hasil olesan kuteks yang menempel pada isolatip diletakkan pada kaca

obyek sebagai preparat. Kemudian preparat diamati di bawah mikroskop digital

dengan pembesaran 400 kali. Pengamatan stomata pada setiap jenis tanaman

dilakukan sebanyak 3 kali pada bidang pandang yang berbeda (3 ulangan), dengan

tujuan untuk mendapatkan nilai rata-rata luas stomata.

Pengukuran laju respirasi tanaman diukur dengan menggunakan Portable

Photosyntesis System type LI-6400. Daun tanaman yang akan dianalisis

dimasukkan ke dalam cup (leaf chamber) atau dijepit sebagian daunnya yang

dihubungkan dengan monitor recording data untuk membaca nilai pengukuran.

Parameter yang akan diukur diatur melalui keypad LI-6400, sedangkan suhu udara

dan suhu daun dapat diukur dan dapat dilihat secara langsung pada monitor

recording data. (Gambar 3)

Gambar 3. Cup/ leaf chamber (kiri), dan monitor Recording data (kanan)

Perlakuan Gas 15N dalam Bilik Gas

Perlakuan gas 15NO2 dilakukan dengan pemaparan gas 15NO2 pada tanaman

dalam bilik gas untuk meneliti pengaruh tanaman, yaitu ukuran stomata, laju

(39)

Lingkungan Dalam Bilik Gas

Untuk mengetahui pengaruh serapan gas 15N oleh tanaman, perlakuan

percobaan dilakukan dalam 2 Gas Chamber (bilik gas) yang ditempatkan dalam

Environmental Testing Chamber (Ogawa Seiki 6328). Bilik gas 1 sebagai ulangan

1 dan bilik gas 2 sebagai ulangan 2. Bilik gas yang digunakan dalam penelitian ini

terbuat dari flexy glass dengan ketebalan 4 mm dan volume 1000 liter, dengan

ukuran lebar 0,6 m, panjang 1,30 m dan tinggi 1,30 m. Pada setiap bilik gas

ditempatkan 4 kipas angin kecil (diameter 8 cm) dan satu kipas angin besar

(diameter 20 cm). Kipas angin besar dijalankan selama 5 (lima) menit pertama

untuk mengaduk dan meratakan penyebaran gas 15N, sedangkan kipas angin kecil

dijalankan selama masa percobaan.

Selama percobaan, intensitas cahaya yang digunakan adalah 1000 lux

(kondisi terang) yang dapat diatur secara manual melalui pengurangan dan

penambahan lampu pijar yang digunakan dan diukur pada ketinggian 100 cm di

atas lantai ruang bilik gas. Suhu diatur dan disesuaikan dengan tingkat perlakuan

suhu yang akan dilakukan, yaitu 30°C dan 20°C, dan kelembaban relatif udara

pada awal perlakuan 60% yang diatur secara manual. Environmental Testing

Chamber digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban awal dalam bilik

gas. Sedangkan untuk mengatur suhu digunakan kompor listrik dan lampu pijar.

Konsentrasi gas 15N sebesar 3 ppm (v/v). Gas Chamber (bilik gas) ditunjukkan

pada gambar 4.

(40)

Perlakuan Percobaan

Perlakuan percobaan meliputi faktor tanaman dan faktor lingkungan yang

diukur pada semua tanaman jenis leguminosae/fabaceae, yaitu :

1. Faktor Tanaman, meliputi : • Ukuran stomata

• Laju respirasi

2. Faktor Lingkungan (suhu)

Kondisi suhu tinggi (30°C) dan suhu rendah (20°C)

Pada setiap perlakuan pemaparan, 4 macam tanaman yang berbeda

dimasukkan ke dalam bilik gas 1 dan bilik gas 2, sehingga dalam sekali

pemaparan berjumlah 8 tanaman. Setiap tanaman yang akan dipaparkan dengan

gas 15N dibungkus/ditutup bagian media tanamnya (permukaan media dan pot

tanaman) untuk menghindari penyerapan gas 15N oleh tanah. Kemudian kedua

pintu bilik gas ditutup rapat dengan menggunakan isolatif hingga kondisi dalam

bilik gas kedap udara, dan kondisinya diatur disesuaikan dengan kondisi yang

diinginkan. Setelah itu dilakukan pemaparan gas 15N pada tanaman.

(41)

Pemaparan Gas 15NO2

Gas 15NO2 (99 % atom 15N) diambil dari tabung melalui sampling line

dengan menggunakan syringe 5 cc (Hamilton gastight syringe). Pengambilan gas 15

N dari sampling line melalui selang plastik yang dihubungkan dengan pompa

vacum dan tabung gas 15N. (Gambar 6).

Tahapan pengambilan gas 15N adalah sebagai berikut :

1. Buka kran sampling line

2. Jalankan pompa vacum sampai tekanan menunjukkan -76 mmHg untuk

mengosongkan sampling line dari udara

3. Tutup kran sampling line

4. Buka kran gas 15N untuk mengalirkan gas ke sampling line, sampai tekanan

menunjukkan 0 mmHg

5. Tutup kran tabung gas

6. Ambil gas dengan menggunakan syringe 5 cc (Hamilton gastight syringe),

melalui sumbat karet yang terdapat pada sampling line, kemudian disuntikkan

ke dalam bilik gas dengan konsentrasi perlakukan 15N sebesar 3 ppm dan

dipaparkan selama 60 menit.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan tanaman menyerap gas

N02 digunakan konsentrasi gas N02yang tinggi yaitu 3 ppm dan dilakukan dalam

periode perlakuan yang singkat yaitu 60 menit. Nilai baku mutu lingkungan di

negara kita untuk gas Nitrogen Oksida (NOx) yang diperkenankan adalah 0,05

ppm. Dengan demikian konsentrasi gas yang digunakan dalam penelitian ini lebih

(42)

Keterangan :

1. Pressure gauge 2. Sampling line 3. Sumbat karet 4. Syringe

5. Kran sampling line 6. Selang pompa vacum 7. Tabung gas 15NO2

8. Kran gas

Gambar 6. Tabung gas 15NO2 dan sampling line

Analisis Kandungan 15N Dalam Jaringan

Tanaman yang telah di perlakukan dengan gas 15N selama 60 menit,

dikeluarkan dari bilik gas dan dipisahkan bagian batang, daun dan akar untuk di

analisis kadar nitrogennya. Sebelum daun tanaman dikeringkan, terlebih dahulu

dihitung luas daunnya, kemudian sampel daun, batang dan akar dikeringkan

dalam oven 80°C selama 48 jam. Berat kering bagian-bagian tanaman tersebut

diukur beratnya dengan menggunakan timbangan digital, kemudian dihaluskan.

Gambar 7. Leaf Area Meter (pengukuran luas daun) 1

2 3

4

5

6 7

(43)

Kadar N-total dianalisis dengan metode Kjeldahl. Persen kelimpahan atom 15

N sampel dianalisis dengan menggunakan spektrometer emisi NOI-6PC

Analyzer. (Gambar 8). Jumlah Nitrogen yang berasal dari gas 15NO2 dihitung

menurut rumus sebagai berikut :

% kelimpahan atom 15Nsampel

N dari 15NO2 = x N total

% kelimpahan atom 15Ndari gas 15NO2

% kelimpahan atom 15Nsampel = % atom 15Nsampel - % atom 15Nblanko

% kelimpahan atom 15Nblanko yang digunakan adalah nilai atom 15N di alam

yang bernilai 0,367 % atom, nilai serapan 15N adalah jumlah kandungan 15N pada

daun, batang dan akar dibagi dengan bobot kering daun. Setelah di dapat

kandungan atom 15N (mg), dilakukan perhitungan jumlah serapan 15N (µg) per

bobot daun, sehingga di dapat jumlah serapan 15N (µg/g).

Untuk mengetahui besarnya nilai indeks serapan pada setiap spesies

tanaman dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Nilai serapan

Nilai Indeks serapan =

Luas stomata x jumlah stomata

Gambar 8. Spektrometer Emisi NOI-6PC Analyzer

Pengaturan Faktor Lingkungan (suhu)

Environmental Testing Chamber (Ogawa Seiki 6328) mempunyai unit

pengatur suhu dan kelembaban udara, sehingga pengaturan suhu perlakuan dapat

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelompokan tanaman

Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk

mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3

ditunjukkan luas stomata daun yang bervariasi. Besarnya luas stomata yang

diamati dan diukur pada 8 jenis tanaman berkisar antara 834,27 – 17.141,87 µm2.

Ukuran stomata kecil < 1.000 µm2, stomata sedang 1000 – 10.000 µm2 dan

stomata besar > 10.000 µm2. Tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata

besar adalah flamboyan (17.141,87 µm2), gamal (15.445,82 µm2), ukuran stomata

sedang adalah petai (4.438,77 µm2), asam jawa (4.917,83 µm2), lamtoro (2.504,47

µm2) dan sengon (1.560,33 µm2), sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam

ukuran stomata kecil adalah, saga (933,06 µm2) dan kaliandra (834,27 µm2).

Tabel 3. Ukuran luas stomata pada daun

Luas Stomata (µm2)

Keterangan : satuan luas stomata adalah micrometer persegi (µ m2)

Dari hasil pengukuran stomata terhadap 8 jenis tanaman, flamboyan

mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu 17.141,87 µm2, dan

kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm2. Besar

kecilnya ukuran stomata ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari

masing-masing tanaman tersebut, sehingga ukurannya bervariatif.

Respirasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan energi dari

bahan-bahan organik, dapat berlangsung secara efisien dalam sel. Dalam pengertian yang

dangkal, respirasi adalah kebalikan dari proses fotosintesis. Pernapasan pada

tanaman setelah tanaman melakukan proses fotosintesis, dimana untuk melakukan

(45)

daun atau stomata, kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk carbon dioksida

(CO2), sehingga proses respirasi diduga mempunyai peranan dalam penyerapan

berbagai gas dari udara oleh tanaman. Respirasi yang paling optimal terjadi pada

malam hari atau pada kondisi gelap, sehingga pengukuran laju respirasi pada

tanaman dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk mendapatkan nilai

respirasi yang paling optimal.

Hasil pengukuran laju respirasi pada masing-masing spesies tanaman

menunjukkan bahwa, kecepatan tanaman dalam melakukan respirasi sangat

berbeda tergantung dari kemampuan tanaman itu sendiri. Pengukuran laju

respirasi dilakukan pada malam hari, yaitu pada jam 19.00, 20.00 dan 21.00 WIB.

Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan proses laju respirasi yang sebenarnya,

karena respirasi yang paling besar terjadi pada malam hari setelah tanaman

melakukan proses fotosintesis. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 8 jenis

tanaman, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai laju respirasi pada daun

Laju Respirasi (mol/cm2/detik) Suhu Rata-rata (OC)

Keterangan : Satuan laju respirasi adalah mol(CO2)/cm2/detik

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kecepatan laju respirasi yang

sangat beragam, laju respirasi yang dilakukan oleh masing-masing tanaman

berkisar antara 1,70 – 2,59 mol/cm2/detik, sehingga dapat dikelompokkan menjadi

dua kelompok, yaitu tanaman yang melakukan respirasi secara cepat (≥ 2

mol/cm2/detik) dan tanaman yang melakukan respirasi secara lambat (< 2

mol/cm2/detik). Tanaman yang termasuk ke dalam kelompok laju respirasi cepat

adalah ; gamal, kaliandra, petai dan flamboyan. Sedangkan tanaman yang

Gambar

Table 1. Baku Mutu Udara Ambien
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Gambar 2. Jenis Tanaman yang Dianalisis
Gambar 3. Cup/ leaf chamber (kiri), dan monitor Recording data (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(1) Pengelolaan cadangan pangan Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk mendorong tersedianya penyediaan cadangan pangan daerah tingkat Kabupaten Bulukumba dalam menghadapi

Penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi turnover pada karyawan dapat memberikan informasi kepada PT.Interwork Indonesia yang ada di Kabupaten Purbalingga

Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana tingkat kesehatan perusahaan dan rasio keuangan mana yang bermasalah dilihat dari nilai Z”-Score, selanjutnya

(2) Dalam hal bakal Calon Wali Nagariyang memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) orang setelah perpanjangan waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada

Berbeda dengan analisa tanah, dalam analisa jaringan ekstraksi zat hara dari dalam tanah telah dikerjakan sendiri oleh tanaman yang kita analisa.. Maka masalah pemilihan

Dibawah ini beberapa alat tenaga yang sering dipakai dalam bekerja,

Sejak bulan Januari 2007, proyek kerjasama teknis antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Federal Jerman untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami (GITEWS) telah