• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interregional Disparities Determinants and Economic Growth in West Jawa and Banten Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Interregional Disparities Determinants and Economic Growth in West Jawa and Banten Province"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DISPARITAS ANTARWILAYAH DAN DETERMINAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI JAWA BARAT

DAN BANTEN

ARIA KHARSA NEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesisDisparitas Antarwilayahdan Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Aria Kharsa Negara

(4)

RINGKASAN

ARIA KHARSA NEGARA. Disparitas Antarwilayahdan Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM and SRI MULATSIH.

Perekonomian suatu wilayah digambarkan melalui pertumbuhanekonomi yang sekaligus merupakansalah satuindikator untukmelihathasil pembangunanyang telahdilakukan serta bergunauntukmenentukanarah pembangunan di masamendatang. Dalam pembangunan infrastruktur, peranpemerintah sangat strategis yaitu sebagai mobilisatordalammendukung peningkatan pertumbuhanekonomi, dan menjadikan suatu daerah mengalami penurunan disparitas dan pembangunan diharapkan konvergen. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyusun konsep awal pengembangan tiga Metropolitan dan dua Growth Center. Konsep ini dikembangkan dengan memperhatikan posisi strategis wilayah Metropolitan (Bodebek Karpur, Bandung Raya dan Cirebon Raya) sebagai pusat aglomerasi penduduk, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat; serta Growth Center (Palabuhanratu dan Pangandaran) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berpotensi untuk menghela pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah lain di sekitarnyadankondisi makrodiIndonesia.

Kebijakan percepatan pembangunan daerah dilakukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan disparitas untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan adanya pemerataan pendapatan. Studi terdahulu menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi, jaringan listrik dan telekomunikasi serta pengadaan air bersih sangatlah penting dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat di suatu wilayah. Sarana dan prasarana infrastruktur dibutuhkan tidak hanya oleh rumah tangga namun juga oleh dunia usaha, peningkatan infrastruktur diharapkan dapat membawa kesejahteraan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Daerah dengan infrastruktur yang memadai mempunyai keuntungan yang lebih besar dalam menarik investasi masuk ke daerahnya sehingga menyebabkan daerah akan menjadi lebih cepat berkembang dibandingkan dengan daerah yang memiliki infrastruktur yang kurang memadai. Hal ini dikarenakan terbukanya keterisolasian daerah sehingga akses ke berbagai faktor produksi dimungkinkan untuk membuka peluang bergeraknya perekonomian daerah. Tujuan tujuan penelitian ini adalah: Pertama, Menganalisis disparitas ekonomi regionalKabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Kedua, Menguji konvergensi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten melalui pendekatan Produk Domestik Regional Bruto. Ketiga, Menganalisis disparitas antarwilayah dan determinan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Barat dan Banten.

(5)

menggunakan indeks Williamson di menunjukkan pada tahun 2004 sampai 2010 di Provinsi Jawa Barat dan Banten cukup tinggi. (2) Pembangunan infrastruktur di Indonesia selama periode tahun 2004 sampai 2010 secara umum mengalami peningkatan. DarinilaiBetakonvergencePDRBBanten lebihbesarketika berpisah dengan Jawa Barat daripadaketika bergabungdenganJawaBarat.Waktu yang dibutuhkan untuk menutup setengah kesenjangan awal di Banten lebih cepat daripada di Jawa Barat. (3) Hasil estimasi disparitas antarwilayah dan determinan pertumbuhan ekonomi berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa variabel listrik dan air berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Elastisitas infrastruktur air lebih besar daripada elastisitas infrastruktur listrik. Sedangkan infrastruktur jalan berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional dikarenakan jumlah panjang jalan kualitas baik yang mengalami penurunan karena besarnya pertumbuhan jumlah kendaraan tidak diimbangi dengan penambahan jalan sehingga jalan cepat rusak.

Saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut: (1)Pembangunan ekonomi perlu dibuat titik-titik wilayah pertumbuhan baru. Dalam jangka panjang interkoneksi berbagai infrastruktur tersebut secara meluas akan memberikan potensi pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jika terpusat.

(2) Pembangunan infrastruktur diprioritaskan untuk penambahan jumlah panjang jalan karena kondisi infrastruktur transportasi yang masih memprihatinkan memerlukan program peningkatan infrastruktur transportasi. (3) Pemerintah hendaknya memperhatikan aspek peningkatan sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia merupakan variabel penting dan terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan terciptanya konsentrasi kegiatan ekonomi. Perlu ditetapkan dan disosialisasikan standar pelayanan minimum pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia, yang mencakupi aspek equity, efisiensi, partisipasi, kualitas dan sustainability.

(6)

SUMMARY

ARIA KHARSA NEGARA. Interregional Disparities Determinants and Economic Growth in West Jawa and Banten Province. Supervisedby DEDI BUDIMAN HAKIM and SRI MULATSIH.

The economy of a region portrayed through economic growth as well as one indicator to see the results of the development that has been done and is useful for determining the direction of future development. In infrastructure development, government's role as a very strategic mobilizer in supporting economic growth, anddisparityof regional became decreasing and development expected to convergence. West Java Provincial Government has developed the initial concept development and two three Metropolitan Growth Center. This concept was developed by considering the strategic position of Metropolitan Areas (Bodebek Karpur, Bandung and Cirebon) as the center of population agglomeration, and economic and social activities, as well as Growth Center (Palabuhanratu and Pangandaran) as the center of economic growth that has the potential for growth and development of the region in another areas and macro conditions in Indonesia.

Policy to accelerated development of the region through increased economic growth and reduction of disparities to push economic growth, followed by the even distribution of income. Past studies have shown that the development of infrastructure such as transport infrastructure, electricity and telecommunications networks and the provision of clean water is essential in order to improve the economy in a region. Infrastructure facilities needed not only by households but also by the business community. Infrastructure improvements are expected to bring prosperity and accelerate economic growth.

Areas with adequate infrastructure has a greater advantage in attracting investment into the region, causing the area will be growing faster than areas with poor infrastructure. This is due to the opening of the isolation of the area so that access to the various factors of production may be possible to open up the movement of the region's economy. The purpose of this study is: First, analyze the regional economic disparities district/ City in the province of West Java and Banten. Second, Testing the convergence between the district/ city in the province of West Java and Banten approach Gross Regional Domestic Product. Third, analyze the determinants of disparities between regions and economic growth in the Province of West Java and Banten.

(7)

(3) The result of disparities between regions and estimate the determinants of economic growth based on existing data indicates that the electrical and water variables influence positively the regional economic growth. Water infrastructure elasticity is greater than the elasticity of electricity infrastructure. While the road infrastructure influence negatively effect the growth of the regional economy due to the amount of good quality road length has decreased because of the growing number of vehicles does not offset by the addition of the road so that the road quickly broken.

Advice can be given as follows: ( 1 ) Economic development needs to be made point of new growth areas. In the long term the infrastructure interconnecting various widely will provide better growth potential than if centralized. ( 2 ) prioritized infrastructure development to increase the number of road length because conditions are still poor transport infrastructure requires a transportation infrastructure improvement program. ( 3 ) The government should pay attention to aspects of human resource development. Because human resources is an important variable and is proven to increase economic growth and the creation of concentration of economic activity. Need to set minimum service standards and socialized education on various types and levels of education in Indonesia, which includes aspects of equity, efficiency, participation, quality and sustainability.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

DISPARITAS ANTARWILAYAH DAN DETERMINAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI JAWA BARAT

DAN BANTEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis:Disparitas Antarwilayah dan Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan Banten

Nama : Aria Kharsa Negara NIM : H151100271

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEcKetua

Diketahui oleh

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir R Nunung Nuryartono, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Disparitas Antarwilayah dan Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan Banten dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc selaku Ketua KomisiPembimbing dan Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalampenyusunantesisini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir D S Priyarsono, MS atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi, dan Dr Ir Lukytawati Anggraeni, MSi selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada Bapak dan Ibu tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman di Fakultas Ilmu Ekonomi angkatan reguler empat yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya hanya Allah SWT yang Maha Kuasa yang akan memberi balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis.

Bogor, September 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penulisan 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Pertumbuhan Ekonomi 7

Disparitas Regional 12

Konvergensi 13

Infrastruktur 15

Tinjauan Empiris 18

Kerangka Pemikiran 19

3 METODE PENELITIAN 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Analisis 21

Spesifikasi Model 25

4 GAMBARAN UMUM 29

Aspek Geografis dan Demografis 29

Pembangunan Ekonomi 30

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 43

Disparitas Regional antar Provinsi 43

Analisis KonvergensiSigma (σ) 43

Analisis Konvergensi Beta (β) 44

6 KESIMPULAN DAN SARAN 51

Kesimpulan 51

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 53

DAFTAR LAMPIRAN 55

(15)

DAFTAR TABEL

1PDRBJawaBarat dan Banten tahun 2010 3

2PDRB Kota dan Kabupaten di JawaBarat 31

3PDRB Kota dan Kabupaten di Banten 32

4Belanja modal APBD Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 33 5 Belanja modal APBD Kota dan Kabupaten di Banten 33 6 Investasi asing Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 34 7 Investasi asing Kota dan Kabupaten di Banten 34 8 Investasi dalam negeri Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 35 9Investasi dalam negeri Kota dan Kabupaten di Banten 36 10 Panjang jalan Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 36 11 Panjang jalan Kota dan Kabupaten di Banten 37 12 Listrik tersambung Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 38 13 Listrik tersambung Kota dan Kabupaten di Banten 38 14 Volume air PDAM terjual Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 39 15 Volume air PDAM terjual Kota dan Kabupaten di Banten 40

16 RLS Kota dan Kabupaten di Jawa Barat 42

17 RLS Kabupaten dan Kota di Banten 42

18 Konvergensi Beta AbsolutJawa Barat dan Banten. 45 19 Konvergensi Beta Kondisional Jawa Barat dan Banten. 46 20 Pengujian System GMMKonvergensi Beta Kondisional 46

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat, Banten dan Indonesia 3 2 PDRB Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2010 (Milyar) 4

3 Kurva disparitas pembangunan (Kuznets) 12

4 KonvergensiMenujuKondisiMapan 14

5 Diagram alur kerangka pemikiran 19

6 Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat dan Banten (persen) 31 7 Pertumbuhan APBD Provinsi Jawa Barat dan Banten 32 8 Pertumbuhan investasi asing Provinsi Jawa Barat dan Banten 34 9 Pertumbuhan investasi dalam negeri Provinsi Jawa Barat dan Banten 35 10 Pertumbuhan panjang jalan Provinsi Jawa Barat dan Banten 36 11 Pertumbuhan listrik PT. PLN Provinsi Jawa Barat dan Banten 37 12 Pertumbuhan air PDAM terjual Provinsi Jawa Barat dan Banten 39

13 APS Propinsi Jawa Barat dan Banten 41

14 RLS Propinsi Jawa Barat dan Banten 41

15 Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat dan Banten 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output absolute convergenceKabupaten/ Kota di Jawa Barat dan Banten

Sys-GMM 55

2 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

Sys-GMM 56

3 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

Pool Least Square 57

4 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

Random Effect 57

5 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

dummy Banten Sys-GMM 58

6 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

dummy Banten Pool Least Square 59

7 Output conditional convergence Kabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

dummy Banten Random Effect 59

8 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

dummy Jawa Barat Sys-GMM 60

9 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

dummy Jawa Barat Pool Least Square 61

10 Output conditional convergenceKabupaten/ Kota Jawa Barat dan Banten

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perekonomian suatu wilayah digambarkan melalui pertumbuhanekonomi yang merupakansalah satuindikator untukmelihathasil pembangunanyang telahdilakukan serta bergunauntukmenentukanarah pembangunan di masamendatang. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, dan energi sehingga pembangunan sektor ini menjadi pondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya. Pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang miskin atau memiliki pendapatan yang lebih rendah salah satunya melalui pembangunan infrastrukturpada wilayah miskin sehingga mampu memperkecil ketertinggalan perekonomiannya dan mencapai suatu kondisi mapan (steady state),terhadap wilayah yang sudah kaya hal ini dapat disebut sebagai konvergensi pendapatan, yaitu pengejaran pertumbuhan ekonomi agar wilayah mencapai suatu kondisi mapan (steady state). Pembangunan infrastruktur menjadikan suatu daerah mengalami penurunan disparitas dan pembangunan diharapkan konvergen.

Infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan yaitu sebagai roda penggerak perekonomian. Penyediaan infrastruktur jalan dapat menurunkan biaya transportasi dan logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk. Secara ekonomimakro,ketersediaandarijasa pelayananinfrastrukturmempengaruhi marginal productivity ofprivate capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro,ketersediaanjasa pelayananinfrastruktur berpengaruh terhadap penguranganbiayaproduksi (Kwik2004). Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dapat menarik investasi yang pada akhirnya mempercepat gerak ekonomi.

Peraninfrastruktursebagailokomotif pembangunannasionaldandaerah sangat dibutuhkan untuk menggerakkanroda pertumbuhan ekonomi. Wong(2004)menunjukkanbahwa pembangunan infrastrukturfisikmempunyaidampakyangnyataterhadap kenaikanpajakdaerah. Dengankatalain,pembangunanberbagaifasilitasiniakan

berujungpadapeningkatankemandiriandaerah sehinggameningkatkan taraf hidupdan kesejahteraan masyarakat. Secara umum JawaBaratadalah provinsi yang potensial denganwilayahyangsangat luasdenganjumlah penduduk sangat besar. Jawa Barat bersama Banten merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara. Dengan posisi sebagai penyangga ibukota,makaJawaBarat dan Banten merupakan penunjang pembangunan nasional.

Dalam rangka mengakselerasi pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan di seluruh Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyusun konsep awal pengembangan tiga Metropolitan dan dua

Growth Center. Konsep ini dikembangkan dengan memperhatikan posisi strategis Wilayah Metropolitan (Bodebek Karpur, Bandung Raya dan Cirebon Raya) sebagai pusat aglomerasi penduduk, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat; sertaGrowth Center (Palabuhanratu dan Pangandaran) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berpotensi untuk menghela pertumbuhan dan perkembangan

(19)

2

makrodiIndonesia.Bertolakdarikondisitersebut makaberbagaikebijakanstrategis dalam bidang ekonomiyang diambilpemerintahJawaBarattentunya sangatberpengaruhpadaakselerasi pertumbuhan sektor-sektor dominandi Jawa Barat.

Kebijakan percepatan pembangunan daerah dilakukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan disparitas untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan adanya pemerataan pendapatan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Aziz (1994) bahwa untuk memperkecil ketertinggalan dari daerah lainnya, terdapat beberapa alternatif pengembangan suatu daerah. Alternatif tersebut dapat berupa investasi yang langsung diarahkan pada sektor produktif atau investasi pada bidang social overhead, seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan prasarana infrastruktur lainnya. Studi terdahulu menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi, jaringan listrik dan telekomunikasi serta pengadaan air bersih sangatlah penting dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat di suatu wilayah. (Aschauer 1989; Munnel 1990; Canning 1999; Sibarani 2002; Prasetyo 2010). Sarana dan prasarana infrastruktur dibutuhkan tidak hanya oleh rumah tangga namun juga oleh dunia usaha. Sehingga peningkatan infrastruktur diharapkan dapat membawa kesejahteraan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Daerah dengan infrastruktur yang memadai mempunyai keuntungan yang lebih besar dalam menarik investasi masuk ke daerahnya sehingga menyebabkan daerah akan menjadi lebih cepat berkembang dibandingkan dengan daerah yang memiliki infrastruktur yang kurang memadai. Hal ini dikarenakan terbukanya keterisolasian daerah sehingga akses ke berbagai faktor produksi dimungkinkan untuk membuka peluang bergeraknya perekonomian daerah. Secara umum pada periode 2006-2010 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta relatif sama yaitu berkisar antara 4% hingga 6%. Hal ini mengindikasikan keterkaitan yang erat antara perekonomian DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya yaitu Jawa Barat dan Banten. Pada Gambar 1 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2006 dan 2007. Hal ini menunjukkan adanya investasi di Jawa Barat sebagai penyangga daerah DKI Jakarta, pertumbuhan Jawa Barat mengalami penurunan di tahun 2008 karena adanya kenaikan harga BBM. Pada tahun yang sama pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten juga menunjukkan penurunan.

(20)

3 Gambar 1Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat, Banten dan Indonesia

Struktur perekonomian Jawa Barat dan Banten pada tahun 2010 didominasi oleh sektor industri pengolahan yaitu secara berturut-turut sebesar 37.73% dan 42.52%. Tabel 1 menunjukkan bahwa perekonomian di Jawa Barat dan Banten telah bergeser dari sektor primer ke sektor sekunder yang ditandai oleh peran sektor pertanian yang semakin kecil. Peran sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Jawa Barat dan Banten tahun 2010 masing-masing sebesar 12.6% dan 8.9%, jauh lebih rendah dibandingkan peran sektor-sektor sekunder yang mencapai lebih dari 20%.

Tabel1PDRBJawaBarat dan Banten tahun2010

LapanganUsaha Banten (milyar) Jawa Barat (milyar)

Pertanian 13249.342 97194.393

Pertambangandan Penggalian 187.871 15546.258

IndustriPengolahan 63349.921 290754.724

Listrik,GasdanAir Bersih 6025.195 21294.460

Bangunan 5114.992 29047.786

PerdaganganHotel danRestoran 30918.012 172713.197 Pengangkutandan Komunikasi 15471.856 54635.684 Keuangan,Persewaan danJasa Perusahaan 6032.776 21155.314

Jasa-jasa 8626.249 68318.685

TotalPDRB 148976.218 770660.505

Sumber: BPSJawaBarat(2011) dan BPS Banten (2011)

Rumusan Masalah

Prosespembangunan

(21)

4

Sumber: BPS (2011)

Gambar 2PDRB Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2010 (Milyar)

Keterbatasan infrastruktur menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Perbedaan ketersediaan infrastruktur antardaerah menimbulkan disparitas antardaerah yang semakin melebar. Konvergensi akan diukur dari seberapa besar suatu daerah bisa mencapai suatu kondisi mapan(steady state) yaitu lamanya tahun yang dicapai agar Provinsi Jawa Barat dan Provisi Banten dalam kondisi mapannya. Sejak dilakukannya desentralisasi/ otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki hak mengelola keuangannya sendiri menyebabkan pengeluaran untuk infrastruktur menjadi lebih kecil, hal ini sesuai dengan hasil SimulasimodelsimultanyangdigunakanolehYudhoyono (2004). Ketika pemerintah pusat meningkatkan porsi pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur, sementara pemerintah daerah tidak menambah pengeluaran mereka untuk pembangunan infrastruktur di daerah, maka terjadi kepincangan pembangunan infrastruktur antara tingkat nasional dan daerah, yang akhirnya akan menghambat kelancaran investasi dan pembangunan ekonomi antarwilayah di dalam negeri.Desentralisasi menurutYudhoyono(2004)menemukanbahwapengeluaranpemerintahuntukinfrastr ukturberdampak positif terhadap pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.Semakin kecil pengeluaran terhadap infrastruktur menyebabkan cakupan dan mutu pelayanan infrastruktur menjadi rendah.

(22)

5 Bagaimana peran infrastruktur pada daerah di Kabupaten/ Kota di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten terhadap pertumbuhan ekonomi secara spesifik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1 Bagaimana disparitas ekonomi regional Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten ?

2 Apakah konvergensi ekonomi telah dicapai oleh Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten?

3 Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten ?

Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian memiliki tujuan antara lain:

1 Menganalisis disparitas ekonomi regionalKabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

2 Menguji konvergensi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten melalui pendekatan Produk Domestik Regional Bruto.

3 Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

Manfaat Penelitian

Selain untuk menjawab permasalahan yang diteliti, penulis juga berharap penelitian ini berguna di kemudian hari. Penelitian ini diharapkan mampu memberi nilai tambah dalam memperkaya pengetahuan dan wawasan.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kebijakan pembangunan pemerintah yang terutama terkait dengan pembangunan infrastruktur. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan masalah pada penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

6

(24)

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno 2004).

Pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan nasional riil danmeningkatkan produktivitas.

Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

1 Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2 Pertumbuhan penduduk yang akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3 Kemajuan teknologi.

Jhingan (2008) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi (faktor produksi) yang dipandang sebagai kekuatan utama yang memengaruhi pertumbuhanyaitu:

1 Sumber alam, yang mencakupi kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. 2 Akumulasi modal, yang berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik

dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakupi tiga tahap yang saling berkaitan, yaitu:(1) Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya, (2) Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan tabungan dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki. (3) Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.

3 Organisasiyang terdiri atas para wiraswastawan (pengusaha) dan pemerintah, yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang membantu produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead sosial dan ekonomi.

4 Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi lainnya.

(25)

8

Sedangkan faktor nonekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian yaitu:

1 Faktor sosial dan budaya, yang menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial.

2 Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya.

3 Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan faktor terpenting dalam pembangunan. Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya. Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung persentase, peningkatanProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat regional/daerah dan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional. PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diperoleh melalui tingkat pertumbuhan nilai PDRB. Pertumbuhan rata-rata ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

%)

PR = pertumbuhan rata-rataekonomi i = jumlah wilayah penelitian t = tahun t

1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

(26)

9 Kunci bagi model pertumbuhan neo-klasik adalah fungsi produksi agregat.Berdasarkan variabel dalam fungsi produksi ini ada dua model pertumbuhan yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi dan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi.

2 Model Pertumbuhan Tanpa Perkembangan Teknologi

Dalam model ini, fungsi produksi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt = f (Kt, Lt) …(2.2)

Bentuk spesifik dari hubungan ini dikenal sebagai fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:

…(2.3)

dengan Y adalah pendapatan riil, K adalah stok modal, L adalah tenaga kerja, A adalah faktor produksi total, t merupakan subscript untuk waktu, α dan β

adalah elastisitas output terhadap modal dan tenaga kerja. Pendapatan akan meningkat bila setiap tenaga kerja mendapat modal peralatan yang lebih banyak dan proses ini disebut capital deepening. Tetapi tidak dapat terus-menerus meningkat tanpa adanya pertumbuhan teknologi karena modal (seperti juga tenaga kerja) akhirnya akan meningkat dengan pertumbuhan yang semakin berkurang (diminishing return).

3 Model Pertumbuhan dengan Perkembangan Teknologi

Model neo-klasik tanpa perkembangan teknologi dirasa kurang realistis. Agar lebih realistis maka ditambahkan faktor perkembangan teknologi yang dapat memengaruhi pertumbuhan pendapatan. Cara yang paling umum adalah memasukkan perkembangan teknologi sebagai elemen dalam fungsi produksi. Modal dan tenaga kerja diasumsikan dapat mengambil keuntungan dari adanya perkembangan teknologi. Fungsi produksi dengan perkembangan teknologi menurut Solow (1956) adalah sebagai berikut:

Yt = f (At, Kt, Lt) ...(2.4)

Dalam hal ini A adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi dapat dikatakan tidak melekat dalam model karena tidak tergantung dari masukan modal dan tenaga kerja. Jika diasumsikan perkembangan teknologi meningkat secara konstan sepanjang waktu (tingkat pertumbuhan tetap), maka fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi:

...(2.5)

dengan g adalah pertumbuhan dari perkembangan teknologi per periode waktu t. Representasi ini merupakan penyederhanaan dengan mengabaikan kemungkinan terjadi perkembangan teknologi melalui investasi.

Sebagai tambahan, tenaga kerja dapat juga menjadi lebih terampil sehingga dapat menaikkan efisiensi dan dalam kasus ini (seperti juga modal) dianggap bersifat tidak homogen. Asumsi lain yang digunakan model ini adalah sistem perekonomian berdasarkan pasar berkompetisi sempurna dengan faktor harga yang fleksibel serta sumber daya pada kesempatan kerja penuh.

Untuk melinearkan persamaan (2.5) maka dilakukan transformasi dalam logaritma natural (ln) kemudian di diferensial terhadap waktu maka didapat pertumbuhan pendapatan dan dinyatakan sebagai:

(27)

10

y = pertumbuhan pendapatan (misalnya dalam periode satu tahun) g = pertumbuhan dari perkembangan teknologi

k = pertumbuhan stok modal l = pertumbuhan tenaga kerja.

Notasi y, k, dan l di sini menunjukkan tingkat pertumbuhan dari Y, K dan L. Konstanta α dan β menyatakan elastisitas pendapatan terhadap modal dan tenaga kerjat merupakan subscript untuk waktu.Model pertumbuhan neo-klasik dengan perkembangan teknologi memberi landasan yang cukup untuk menunjukkan adanya faktor yang berperan dalam menjelaskan perbedaan pertumbuhan regional. Dengan mengubah persamaan (2.6) ke dalam model pertumbuhan regional maka akan terlihat bahwa perbedaan dapat terjadi karena:

1. Perbedaan perkembangan teknologi antarwilayah.

2. Pertumbuhan stok modal yang mungkin berlainan antarwilayah. 3. Pertumbuhan tenaga kerja dapat juga berlainan antarwilayah.

Dengan menghilangkan subskrip waktu (t) maka persamaan pertumbuhan untuk masing-masing wilayah dapat dinyatakan sebagai:

…(2.7)

dengan r menyatakan wilayah tertentu. Sehingga gr dapat dibaca sebagai tingkat

perkembangan teknologi di wilayah r yang nilainya untuk tiap wilayah dapat berlainan, paling tidak untuk jangka pendek.

4 Teori Pertumbuhan Endogen

Model pertumbuhan endogen dikembangkan untuk memperbaiki teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik. Model pertumbuhan neo-klasik berargumen bahwa pertumbuhan output didorong oleh tingkat perkembangan teknologi. Tanpa perkembangan teknologi, tidak akan ada pertumbuhan jangka panjang. Tetapi karena penyebab perkembangan teknologi tidak diidentifikasi dalam model Solow, maka hal yang mendasari pertumbuhan tidak dijelaskan. Solow menganggap bahwa teknologi sebagai faktor eksogen dalam proses pertumbuhan (Capello 2007), dengan demikian model Solow tidak memperdulikan bagaimana mendorong kemajuan teknologi melalui proses belajar (learning by doing),

investasi dalam penelitian dan akumulasi pengetahuan. Maka dari itu pengembangan teori pertumbuhan endogen berawal dari penolakan premis bahwa teknologi yang memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi bersifat eksogen.

Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian, yaitu:

1. Pemikiran yang percaya bahwa knowledge stock adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi.

2. Pemikiran yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human capital dengan introduksi hal-hal baru (yang bersifat eksternal) dalam perekonomian merupakan faktor pendorong bagi peningkatan produktivitas perekonomian.

(28)

11 pertumbuhan dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara untuk meningkatkan dan menciptakan stok pengetahuan, karena itu negara maju dengan kemampuan menciptakan pengetahuan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara miskin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding dengan negara miskin. Teori Romer ini sekaligus menolak teori konvergensi dari neo-klasik bahwa teknologi bersifat eksogen.

Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Dengan demikian variabel modal dalam pertumbuhan agregat neo-klasik, sudah memperhitungkan unsur akumulasi pengetahuan. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu:

1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan. 2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat, yang menyebabkan

peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja.

3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset.Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:

…(2.8) Dalam hal iniYi adalah output produksi perusahaan, Ki adalah stok modal,

Li adalah tenaga kerja, dan H adalah stok pengetahuan/teknologi (technical

knowledge) agregat. H diasumsikan mempunyai efek menyebar yang positif terhadap produksi setiap perusahaan. Pemikiran kedua (teori learning) dikemukakan oleh Lucas (1988) melalui model akumulasi human capital. Teori

learning memasukkan unsur ekstenalitas yang terkandung dalam peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale.

Akumulasi modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal (on the job traning). Lucas berpendapat bahwa ekstemalitas yang dihasilkan oleh investasi dalam pendidikan umum (termasuk kegiatan produksi) serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu inilah yang menyebabkan proses bersifat learning by doing.

Model yang dikembangkan oleh Lucas menggunakan dua jenis modal, yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan yang digunakan Lukas adalah sebagai berikut:

... (2.9) Dalam hal ini: Ytadalah output produksi, A adalah konstanta, K adalah stok

modal, L adalah tenaga kerja, u adalah Jumlah kerja yang dihitung dengan waktu yang digunakan untuk pekerja untuk berproduksi, H adalah kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Dengan Ht yang meningkat sejalan dengan ut maka fungsi produksi akan

bersifat increasing return to scaledalam hal ini Ht bersifat eksternal yang

(29)

12

Disparitas Regional

Pendapatan penduduk tidak selalu merata, bahkan yang sering terjadi justru sebaliknya. Ketika pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya apabila pendapatan regional tersebut terbagi secara tidak merata (kecil, sedang dan besar) dikatakan disparitas dalam distribusi pendapatannya. Semakin besar perbedaan pembagian pendapatan regional tersebut, semakin besar disparitas distribusi pendapatan.

Menurut Sjafrizal (2008), disparitas pembangunan ekonomi regional merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan ekonomi juga menjadi berbeda. Oleh sebab itulah, tidak mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang.

Terjadinya disparitasantarwilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antarwilayah. Karena itu, aspek disparitas pembangunan antarwilayah ini juga mempunyai implikasi terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Menurut Sjafrizal (2008) upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan disparitas pembangunan antardaerah dalam suatu negara atau wilayah yaitu:

1. Penyebaran pembangunan prasarana perhubungan 2. Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan 3. Pengembangan pusat pertumbuhan

4. Pelaksanaan otonomi daerah

Teori pertumbuhan neo-klasik memprediksi hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional dan disparitas pembangunan antarwilayah. Hipotesis ini kemudian dikenal sebagai hipotesis klasik. Dalam hipotesis neo-klasik menggambarkan hubungan tingkat disparitas dengan tingkat pembangunan. Disparitas pembangunan pada permulaan proses cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai disparitas tersebut mencapai titik puncak, setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur disparitas pembangunan wilayah tersebut akan menurun. Dengan kata lain disparitas pada negara berkembang relatif lebih tinggi, sedangkan pada negara maju disparitas tersebut relatif lebih rendah. Kurva disparitas pembangunan (Kuznets) berbentuk U terbalik, pada Gambar 3.

Sumber: Sjafrizal (2008)

Gambar 3Kurva disparitas pembangunan (Kuznets)

Kurva Disparitas

Tingkat Pembangunan Tingkat

(30)

13 Disparitas pada negara sedang berkembang relatif lebih tinggi karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik. Sedangkan daerah yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Oleh sebab itulah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan.

Negara yang sudah maju dalam hal ini kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan sarana serta kualitas sumber daya manusia, setiap kesempatan peluang pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antardaerah. Oleh sebab itu, proses pembangunan pada negara maju cenderung mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah.

Penelitian tentang hipotesis neo-klasik dilakukan oleh Williamson (1965) melalui suatu studi tentang disparitas pembangunan antarwilayah pada negara maju dan negara berkembang dengan menggunakan data time series dan cross section. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis neo-klasik ternyata terbukti benar secara empirik. Fakta empirik ini menunjukkan bahwa peningkatan disparitas pembangunan yang terjadi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural di seluruh negara.

Ukuran disparitas pembangunan antarwilayah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya disparitas adalah indeks Williamson. Secara ilmu statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan mengukur suatu perbedaan. Semakin kecil indeks Williamson menunjukkan disparitas yang semakin kecil pula atau dapat dikatakan semakin merata.Tetapi jika angka yang didapatkan besar maka indeks ini menggambarkan disparitas yang semakin lebar.

Konvergensi

Secara umum konvergensi dipahami sebagai proses pengurangan disparitas pendapatan antardaerah yang dihitung berdasarkan pendapatan per kapita. Teori konvergensi menyatakan bahwa tingkat kemakmuran yang dialami oleh negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada suatu saat akan konvergen, bertemu pada satu titik. Ilmu ekonomi juga menyatakan bahwa negara-negara berkembang akan berhasil mengejar negara-negara maju ketika terjadi catching up effect. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara maju telah berada dalam kondisi steady state, yaitu kondisi dalam hal ini tambahan investasi tidak lagi menghasilkan tambahan pendapatan karena seluruh biaya produksi sudah tertutupi oleh investasi yang ada sehingga tabungan tidak lagi dapat dijadikan tambahan investasi.

(31)

14

justru mencapai pertumbuhan yang tinggi sampai pada satu titik negara maju dan berkembang bertemu.

Teoriekonomineoklasikberpendapatbahwaperekonomianakanbergerak menuju steady state atau kondisi mapan, pergerakan tersebut ditentukan oleh tingkat teknologi, tingkat investasitermasuk modal manusia dan modal fisik, tingkatpertumbuhanpenduduk,Pergerakan perekonomian menuju kondisi mapan terjadi saat tingkat teknologi dan tabunganyangdimilikisuatuperekonomian tinggi dantingkat pertumbuhan populasi serta depresiasi yang terjadi rendah, dan sebaliknya. perbedaan tingkat tabungan, tingkat teknologi, tingkat pertumbuhan populasi, perbedaankarakteristiklainnyaantardaerahmenyebabkan perekonomiantidakmemilikitingkatkondisimapanyangsama. Pada Gambar 4, peningkatan pendapatan per kapita hanyaakanterjadisebesartingkat teknologinya,ditunjukkan ketikasuatuperekonomian telah beradapadakondisi mapannya (Valdés2003).

Sumber:Valdés(2003)

Gambar 4KonvergensiMenujuKondisiMapan

Pada Gambar 4, dijelaskan jikasuatuperekonomianberadadibawah kondisi mapannya(jalurC),makapertumbuhan pendapatan perkapitaakan lebih besardari padatingkatteknologi.Sedangkanjikaperekonomianberadadiatas

kondisimapannya(jalurD),makaperekonomianakanbergerakmenujukondisi mapandenganpertumbuhanpendapatanperkapitayanglebihkecildaritingkat

teknologinya.JalurBmenunjukkan perekonomianyang telahberadapadakondisi mapan,padaposisitersebutpertumbuhanekonomiakantumbuhsebesartingkat

teknologinya. Padapenelitianini akan digunakankonsep konvergensiyangumumdigunakanyaitu konvergensisigma(σ) dankonvergensibeta

(β) menurut Barrodan Martin (2005).

Terdapatperbedaandalammenganalisiskeduaukurantersebut. Konvergensi sigma (σ)

(32)

15 rendah mengalami pertumbuhan yang semakin cepat untuk mengejar daerah dengan pendapatan tinggi.

Konvergensi Beta (β)

Konvergensi terjadi jika pertumbuhan ekonomi pada daerah dengan pendapatan rendah cenderung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada daerah dengan pendapatan tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan negatif antara pertumbuhan pendapatan per kapita dengan tingkat pendapatan per kapita pada awal periode, inilah yang dimaksud dengan konvergensi beta (β). Kelebihan konvergensi beta (β) adalah kemampuannya dalam analisis dinamis yang dapat mengukur kecepatan konvergensi melalui the (half-life convergence)waktu yang dibutuhkan untuk menutup setengah dari kesenjangan awalyaitu jumlah tahun yang dibutuhkan suatu wilayah untuk mencapai konvergensi.

Salah satu hipotesis dalam konvergensi beta adalah konvergensi absolut yaitu konvergensi yang terjadi ketika terdapat hubungan negatif antara pendapatan per kapita di awal periode dengan pertumbuhan rata-rata pendapatan per kapita selama periode penelitian. Hipotesis bahwa disebut konvergensi

βdibedakanmenjadi dua,yaitukonvergensi β absolut dankonvergensi β kondisional.Konvergensiβ absolutterjadi ketika ekonomi yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat per kapita dibandingkan yang kaya tanpa melihat karakteristik perekonomian lainnya. Sedangkankonvergensi β kondisionalekonomi yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan yang kaya dengan melihat karakteristik perekonomian lainnya.Dengan demikian konvergensiβ kondisional menyatakan bahwa perekonomian akan berkonvergen pada kondisi mapan masing-masingyangdipengaruhi olehberbagaivariabel kontrol seperti tingkat infrastrukturdanpertumbuhanpopulasi(Barrodan Martin 2005).

Infrastruktur

Secara umum infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum. Infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol (Akatsuka dan Yoshida 1999). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Sistem infrastruktur dapat diartikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Kodoatie 2003).Infrastruktur merupakan komponen penting bagi kegiatan produksi dan dapat memengaruhi kegiatan ekonomi. Peningkatan fasilitas infrastruktur dapat mendorong perkembangan teknologi sehingga dapat dicapai efisiensi dalam kegiatan produksi. Efisiensi akan menciptakan output dan kesempatan kerja lebih besar dan ketersediaan infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan investasi daerah.

(33)

16

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu:

1 Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

2 Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3 Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi

dan koordinasi.

Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha atau swasta.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah.

JalanRaya

Jalan raya merupakan infrastruktur yang penting untuk memperlancar distribusi barang dan faktor produksi antarwilayah serta meningkatkan mobilitas penduduk. Dalam konteks pembangunanpertanian danekonomiperdesaansecaraumum,jaringanjalansangatdibutuhkanuntuk

kelancaran arus faktor produksi maupun pemasaran hasil.

SecaraumumkondisiinfrastrukturjalandiIndonesiaadalahsebagaiberikutmenurut Winoto (2005). Pertama, pembangunan infrastrukturjalandiIndonesiamasihsangat lambat dibandingkan dengan di negara-negara tetangga lainnya. Pembangunan jalan tol di Indonesia telah dimulai sejak 26 tahun lalu, namun total panjang jalan tol yang telah dibangun hingga2005hanya570kilometer(km).Padahaldi Malaysiayangbarumemulaipembangunanjalantol20

tahunlalutotalpanjangjalantolyangberhasil

(34)

17 Rendahnyatingkatpembangunanjalan tol di Indonesia terutama sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 disebabkan antara lain oleh: (1) belum adanyaperencanaansistem

jaringanjalantolyangdapatmendorongterjadinyakompetisiantar operator; (2) belumadanyaregulasi,tatacara

danaturanyangmengaturpenyelenggaraanjalantololehpihakswasta; dan (3) selamaini belum ada prosedur pemilihan investor yang kompetitif, pengadaan lahan, cost sharing, masakonsesi,dandasarpembagianpendapatan(Bappenas2005). Kelistrikan

Tenaga listrik sebagai salah satu bentuk energi final memegang peranan yang sangat penting untuk mendorong berbagai aktifitas ekonomiuntukmeningkatkankesejahteraan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana tenaga listrik memerlukan investasi yang sangat tinggi, mengingat investasipadabidanginibersifatpadatmodal,teknologidengan resikoinvestasitinggisertamemerlukan persiapan dan konstruksi yang lama.Adapun kondisi infrastruktur kelistrikan di Indonesia saat ini adalah sebagai berikut (Bappenas 2005):

1 Pelaksanapenyediaanlayanankelistrikankhususnyahidroelektrikselamainidi monopoliolehPLN. Meskipun telah beroperasi penyelenggara listrik swasta, hingga saat ini penyelenggara listrik swasta tersebut tidak diperkenankan menjual listriknya langsung kepada masyarakat tetapi harus melalui PLN. Di beberapa wilayah khususnya di kawasanpantaiutaraPulau Jawa,banyakindustriyang menjalankan kegiatan operasionalnya dengan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh generator sendiri (self generated supply).

2

Dalamkurunwaktu2001-2006kapasitaspembangkittenagalistriknasionalmeningkattajamdari41585 MWmenjadi 53317 MW. Pembangunaninfrastruktur tersebuttelahmampumengimbangikebutuhantenagalistrik yang mencapai pertumbuhan rata-rata 13% per tahun.

3 TingkatelektrifikasinasionaldiIndonesiatelahmencapai57%,namunmasihbe radadibawahrata-rata dunia sebesar 74%. Pelaksanaan pembangunan jaringan kelistrikan di Indonesia masih belum

merata.PembangunanjaringanlistriklebihbanyakdilakukandiwilayahJawa-Madura-Bali.Padatahun

2007,sekitar77%daritotalpelangganPLNberadadiPulauJawa.Lebihdari96% desadi Jawa dan Bali telah mendapatkan penerangan lisrik, sedangkan di luar Jawa baru mencapai 75%.

Air

(35)

18

Tinjauan Empiris

Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

PenelitianCaning (1999)tentang pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi menggunakan data panel periode 1960-1990 dan unit observasinya 57 negara. Model yang digunakan fixed effect dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Studi ini menunjukkan elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi untuk telepon yaitu 0.14; sedangkan elastisitas untuk listrik 0.04.

Sibarani (2002) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menyimpulkan bahwa infrastruktur (jalan, listrik, air) memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap agregat output yang diwakili oleh variabel pendapatan per kapita. Besarnya elastisitas infrastruktur listrik yaitu 0.057; infrastruktur pendidikan 0.067; dan investasi 0.013. Infrastruktur jalan dan telepon tidak signifikan memengaruhi pendapatan perkapita. Sibarani juga menyimpulkan bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat (IBB) menimbulkan disparitas pendapatan perkapita antara Pulau Jawa dengan luar Jawa dan antara Indonesia Bagian Barat (IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT), meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi meningkat.

Yanuar (2006) dalam penelitiannya tentang kaitan pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan output menggunakan analisis data panel 26 Provinsi dengan model fixed effects menemukan bahwa modal fisik (physical capital), infrastruktur jalan, telepon, kesehatan dan pendidikan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output. Elastisitas output terhadap masing-masing variabel terhadap output yaitu: listrik -0.004; jalan 0.161; telepon 0.160; kesehatan 0.457; pendidikan 0.179; modal fisik 0.027. Kesenjangan yang terjadi antarwilayah menurut Yanuar (2006) dapat disebabkan oleh kesenjangan stok infrastruktur dan besaran produktivitas infrastruktur terhadap output. Pemerintah dalam kaitan ini perlu melakukan kebijakan prioritas pembangunan infrastruktur berdasarkan besaran produktivitasnya. Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur diharapkan dapat dilakukan pada jenis infrastruktur tertentu.

(36)

19 Kerangka Pemikiran

Pembangunan ekonomi di Indonesia masih meninggalkan masalah berupa disparitas ekonomi regional khususnya pada wilayah di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Infrastruktur yang ada masih belum merata dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga masih ada daerah yang termasuk kategori miskin dan yang kaya. Disparitas menimbulkan beban ekonomi dimana pertumbuhan daerah yang miskin berkembang lebih lambat, hal ini disebabkan kemampuan masing-masing daerah untuk tumbuh dan berkembang yang bervariasi dan sangat ditentukan oleh berbagai faktor ekonomi yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis melalui tingkat pertumbuhan ekonominya, dalam hal ini perkembangannya ditentukan output produksi yang dihasilkan wilayah tersebut. Sementara itu output produksi sangat ditentukan oleh akumulasi modal atau investasi yang dilakukan. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur yang beragam dan bervariasi baik kuantitas maupun kualitasnya di Provinsi Jawa Barat dan Banten, yang bisa digunakan untuk menganalisis masalah disparitas yang terjadi. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis besarnya pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Kabupaten dan KotaJawa Barat dan Banten. Infrastruktur yang diteliti terdiri atas infrastruktur: panjang jalan, energi listrik dan air. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka kerangka pemikiran pada penelitian seperti pada Gambar 5.

Gambar 5Diagram alur kerangka pemikiran

Investasi:

(37)

20

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran gambar 5, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terjadi peningkatan fasilitas infrastruktur listrik, infrastruktur jalan dan Infrastruktur air yang akan mengurangi disparitas ekonomi regional di suatu daerah.

2. Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten mengalami konvergensi.

(38)

21

3

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Penelitian ini mencakupi 7 tahun, dimulai dari tahun 2004 sampai dengan 2010 dalam hal ini desentralisasi fiskal terjadi. Analisis dilakukan dilakukan dengan menggabungkan daerah-daerah pemekaran untuk menjamin konsistensi data. SehinggaKabupaten/Kotayang dianalisis untuk Jawa Barat sebanyak 16 Kabupaten dan 9 Kota,untukProvinsi Banten sebanyak 4 Kabupaten dan 2 Kota. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 yang dirinci menurut lapangan usaha (sektor), jumlah penduduk, jumlah penduduk bekerja, panjang jalan, serta data air yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS).

2 Data realisasi APBD menurut rincian belanja mengambil belanja modal seluruh Kabupaten/ Kota di Jawa Barat dan Banten, yang dipublikasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementrian keuangan.

3 Data Investasi yang terbagi atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

4 Data jumlah pelanggan listrik dan energi terjual, yang diambil dari PT. PLN ditribusi Jawa Barat dan Banten.

Metode Analisis

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran secara umum mengenai kondisi sosial ekonomi di seluruh Kabupaten/ Kota di Jawa Barat dan Banten dan karakteristik variabel-variabel yang terkait dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut yaitu pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, disparitas antardaerah dan konvergensi.

Indeks Williamson

Indeks Williamson digunakan untuk mengukur disparitas pembangunan antarwilayah dengan menggunakan indikator PDRB per kapita dengan rumus sebagai berikut:

(39)

22

Yi = PDRB per kapita di Kabupaten/Kota i

Y = PDRB per kapita rata-rata Provinsi Jawa Barat dan Banten fi = jumlah penduduk Kabupaten/Kota i

n = jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat dan Banten j = jumlah Kabupaten

i = kabupaten ke-i

Angka indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan disparitas yang semakin kecil pula atau dengan kata lain makin merata, semakin jauh dari nol (mendekati satu) menunjukkan disparitas semakin tinggi.Oshima dalam Mattola (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada taraf rendah, sedang atau tinggi. Untuk itu dikemukakan kriteria sebagai barikut:

IW=<0.35: Kesenjangan rendah IW= 0.35-0.5: Kesenjangan sedang IW=> 0.5: Kesenjangan tinggi KonvergensiSigma(σ-convergence)

KonvergensisigmadianalisisdenganmengukurtingkatdispersidariPDRB per kapita,dengancara menghitung koefisien variasi dan standardeviasidari nilailogaritmaPDRBper kapita. Konvergensi terjadi jika dispersi antar perekonomian semakin menurun seiringberjalannyawaktu.

…(3.2)

Dalam hal iniSDadalahstandardeviasiuntukperiodet,lnỹt menunjukkan logaritmarata-rata PDRB per kapita danlnyit menunjukkan logaritma PDRBper kapita Kabupaten danKota i Jawa Barat dan Banten periode t dalam hal inin adalah jumlah Kabupaten/Kotayang di observasi.

KonvergensiBeta (β-convergence)

Persamaankonvergensiyangdigunakan olehKrismanti (2011)untuk menghitungkonvergensikabupaten/kotadiPulau Jawaadalah:

...(3.3)

Denganadalah PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 dan pengeluaranrumahtanggaperkapitayangtelahdideflasimenggunakan harga un 2000 sebagai proksi untuk menghitung pendapatan rumah tangga. Inv

(40)

23 KonvergensiBeta Absolut

Konvergensiβ absolutterjadi ketika ekonomi wilayah yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan wilayah yang kaya tanpa tambahan variabel karakteristik perekonomian lainnya, output PDRB merupakan fungsi dari output PDRB tahun sebelumnya.

…(3.4) KonvergensiBeta Kondisional

Konvergensiβkondisionalterjadi ketika ekonomi wilayah yang miskin dengan tambahan variabel karakteristik perekonomian lainnya cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan wilayah yang kaya dengantambahan variabel karakteristik perekonomian lainnya. Konvergensiβ kondisional menyatakanbahwaperekonomianakankonvergenpadakondisimapan dua wilayah akibat perubahanyangdipengaruhi olehberbagaivariabel kontrol seperti tingkat infrastrukturdanpertumbuhanpopulasi.Dalam hal ini output PDRB merupakan fungsi dari output PDRB tahun sebelumnya ditambah variabel lain.

…(3.5)

Konvergensiβdihitung dari hasil pengurangan logaritma natural satu dengan logaritma natural output PDRB tahun sebelumnya. βmerupakan besaran kecepatan konvergensi (speed of convergence) yang menunjukkan kecepatan suatu daerah mencapai titik steady statehasilnya berupa persentase konvergensi dalam satu tahun.

β = ln …(3.6)

Dengan menggunakan nilai koefisien konvergensi tersebut, dapat dihitungthe half- life of convergence—waktu yang dibutuhkan untuk menutup setengah dari kesenjangan awal—(H) dengan rumus:

...(3.7)

The half-life of convergence adalah seberapa cepatkah konvergensi dapat dicapai oleh suatu wilayah konvergensi bisa mencapai steady state. Adapun prosedur yang dilakukan untuk menguji konvergensi beta adalah mencari tahu apakah terdapat absolute convergence (Prasasti, 2006). Absolute convergence

dikatakan terjadi ketika nilai koefisien konvergenb, dalam rentang 0<b<1.

Regresi Data Panel Dinamis

Relasi diantara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis data panel dapat digunakan pada model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Untuk periode T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan

method of moments dapat digunakan.

Arrelano dan Bond dalam Firdaus (2006) menyarankan suatu pendekatan

(41)

24

merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood, Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite); (ii) estimator ini terkadang memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM.

Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk mengestimasi model linear autoregresif, yakni:

(i) First-difference GMM (FD-GMM atau AB-GMM); dan (ii) System GMM (SYS-GMM).

Penelitian ini menggunakan pendekatan System GMM (SYS-GMM).

First-differencesGMM(AB-GMM)

Metodefirst-differencesGMM(AB-GMM) dikembangkanolehArellano dan Bond. Metodefirst-differences dilakukan untuk mendapatkanestimasi δyang konsistendalam hal iniN→∞denganTtetap error term untukmengeliminasipengaruhindividual. Persamaandinamisdengan first-differenceskemudiandapatdijabarkansebagaiberikut:

yit-yit-1 =δ(yi,t-1-yi,t-2)+ (vit-vit-1);t=2,…..,T ...(3.8)

Pendugaan dengan metodepoolleast square(PLS)akanmenghasilkanpenduga

δyang inkonsistenkarenayit dan

vit-1berdasarkandefinisiberkorelasi,bahkanbilaT→∞. Untuk itu, transformasi dengan

menggunakanfirstdifference ini dapat

menggunakansuatupendekatanvariabelinstrumen.Sebagaicontoh,yi,t-2 akan digunakansebagaiinstrumen.Disini,yi,t-2 berkorelasidengan

(yit-yit-1) tetapivitdan vit-1 tidak berkorelasi serial. PendekatanGMMsecaraumumtidakmenekankanbahwavit~IIDpada

seluruhindividudanwaktu,danmatrikspenimbang optimalkemudiandiestimasi tanpamengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkanuntukmenjaminvaliditaskondisimomen.Olehkarena pendugaan matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat dianjurkan bagi sampel berukuran kecil) menekankan ketidakberadaan autokorelasi padavit dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedasitas, Jika model data panel dinamis yang mengandung variabel eksogenus, maka Persamaan(3.8)dapat dituliskan kembali menjadi:

yit =x’itβ+δyi,t-1 +µ i +vit ...(3.9)

Parameter persamaan (3.9) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabelinstrumenataupendekatanGMM.Bergantung padaasumsi yang dibuat terhadap x’it, selain itu sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat puladibangun.

SystemGMM (SYS-GMM)

(42)

25 sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level yang mana instrumenyang digunakanpadaleveladalahlagfirst-differencesdarideret. BlundelldanBonddalamBaltagi(2005) menyatakanpentingnyapemanfaatan

initialconditiondalammenghasilkanpendugayangefisiendarimodeldata panel dinamisketikaTberukurankecil.Misalkandiberikanmodelautoregresifdata

panel dinamis tanparegresor eksogenus sebagai berikut:

yit = δyi,t-1 +μi +vit …(3.10)

dengan E(μi)=0,E(vit)=0danE(μivit)=0untuki=1,2,…,N;t=1,2,…,T. Dalamhalini,BlundeldanBondmemfokuskanpada T=3,olehkarenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal sedemikian sehinggaδ tepat teridentifikasi (just identified). Pada System GMM, Blundelldan Bond mengaitkan biasdan lemahnya presisidaripenduga first-difference GMMdenganmasalahlemahnya instrumen yangmanahal ini dicirikan dari parameterkonsentrasi τ.

UntukmengestimasitingkatkonvergensiInfrastrukturmenggunakanpaneldat adinamisSystem GMMdengankriteria yangdigunakan untuk memilih GMMyang terbaik(Firdaus2011):

1 Tidakbias

Estimator daripooled leastsquares bersifatbiasedupwards danestimator darifixed-effect/R a n d o m - e f f e c t

bersifatbiaseddownwards.Estimatoryangtidakbiasberada diantarakeduanya. 2. Instrumenvalid

Validitas ini diperiksa dengan menggunakan Uji Sargan. Instrumen akan validbilaujiSargantidakdapatmenolakhipotesisnol.

3 Konsisten

Sifatkonsistensidariestimatoryang diperolehdapatdiperiksadaristatisitk Arellano-Bondm1 danm2yangdihitungsecaraotomatispadabeberapa perangkatlunak.Estimatorakankonsistenbila statistikm1menunjukkan hipotesisnolditolakdanm2menunjukkanhipotesisnoltidakditolak.

Spesifikasi Model

Model pertumbuhan ekonomi biasanya menggunakan fungsi produksi agregat sebagai modelnya, karenanya asumsi-asurnsi yang mendasari fungsi produksi berlaku pula dalam model pertumbuhan ekonomi. Fungsi produksi merupakan gambaran hubungan teknis antara input dan output. Dalam teori mikro, dikenal beberapa bentuk fungsi produksi, antara lain fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi Leontief, fungsi produksi constant elasticity of substitution (CES), dan fungsi produksi transcedental logarithmic (translog). Salah satu pertimbangan dalam pemilihan bentuk fungsi produksi adalah bentuk faktor substitusinya.Fungsi produksi Cobb-Douglas, secara apriori menganggap bahwa substitusi antarfaktor produksi dengan mudah dapat dilakukan dan elastisitas substitusi antarfaktor produksi dalam fungsi produksi Cobb-Doglas adalah satu.

Gambar

Gambar  2PDRB Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2010 (Milyar)
Gambar  5Diagram alur kerangka pemikiran
Gambar  6PertumbuhanPDRBProvinsi Jawa Barat dan Banten(persen)
Gambar  7Pertumbuhan APBD Provinsi Jawa Barat dan Banten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bapak/Ibu dimohon untuk memberi jawaban atas daftar pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X) atau mengisi pada tempat yang disediakan

(1) 74 penciutan (peristiwa, tokoh, latar) (2) 70 penambahan (peristiwa, tokoh, latar) (3) 14 perubahan variasi (peristiwa, tokoh, latar) Penciutan peristiwa pada saat tokoh

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total Assets , Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset s, Earnings Before Interest and Taxes/

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyiapkan dan merapikan data koleksi dokumen sehingga koleksi tersebut dapat dipergunakan secara mudah untuk proses-proses selanjutnya

7 Sawah Besar 32 Gunung Sahari Utara 55 SDN Gunung Sahari Utara 01 Pg Jl.. Gotong

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep peserta didik yang menggunakan model pembelajaran generatif lebih tinggi dibandingkan dengan

Peneliti memfokuskan penelitian ini yaitu bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan podcaster dalam membuat konten audio podcast di platform digital Spotify dengan

Dari hasil identifikasi dua sumber utama maka dilakukan penyusunan sasaran strategis hasil mengkolaborasikan kebutuhan stak eholder dengan strategi perusahaan, seperti