• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal Dan Vertikal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota Asean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal Dan Vertikal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota Asean"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK DIVERSIFIKASI EKSPOR HORISONTAL DAN

VERTIKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

FAIZAL AMIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

FAIZAL AMIR. Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan TANTI NOVIANTI.

Diversifikasi ekspor merupakan kebijakan untuk mengubah produk ekspor primer menjadi produk ekspor manufaktur, memperluas negara tujuan ekspor atau dengan menambah sektor ekonomi yang terlibat dalam ekspor suatu negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah kebijakan negara-negara anggota ASEAN (Association of South East Asian Nations) agar dapat mencapai keberhasilan diversifikasi ekspor dan menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN. Negara-negara yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah enam Negara-negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Analisis kualitatif terkait kebijakan diversifikasi ekspor menggunakan data lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Sedangkan, pada analisis kuantitatif menggunakan data empat negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand dengan tahun pengamatan sebanyak 21 tahun, mulai dari tahun 1994 hingga 2014. Adapun variabel yang digunakan pada analisis kuantitatif model panel VECM adalah variabel pertumbuhan PDB per kapita, jumlah tenaga kerja, jumlah investasi menggunakan proksi gross capital formation, indeks diversifikasi ekspor horisontal menggunakan proksi dari Hirschman-Herfindahl dan indikator diversifikasi ekspor vertikal menggunakan proksi tingkat teknologi ekspor (percentage of manufactured exports).

Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa kebijakan diversifikasi ekspor baik secara vertikal maupun horisontal di ASEAN umumnya diterapkan melalui beberapa mekanisme kebijakan yaitu dengan meningkatkan nilai tambah produk agar dapat bertransformasi menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi, memperluas negara tujuan ekspor ke wilayah-wilayah yang tidak terkena dampak besar saat krisis terjadi, memberikan kredit ekspor, memberikan insentif pajak bagi investor dan menetapkan berbagai standardisasi agar produk ekspor yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi dan diterima di pasar internasional.

(5)

elastisitas diversifikasi ekspor horisontal lebih besar daripada nilai elastisitas diversifikasi ekspor secara vertikal.

(6)

SUMMARY

FAIZAL AMIR. The Impact of Horizontal and Vertical Export Diversification on Economic Growth of ASEAN Member Countries. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and TANTI NOVIANTI.

Export diversification is the policy to change primary export product into manufactured product, to extend export destination or to enhance economic sector involved in export revenue. The purposes of this research are to analyze the policy from ASEAN (Association of South East Asian Nations) member countries in order to reach out export diversification triumph and to analyze the impact of export diversification on the economic growth of ASEAN countries. Countries that become the object of this study is six ASEAN member countries, namely Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, and Cambodia. Meanwhile, the quantitative analysis use the data from four states, namely Indonesia, Singapore, Malaysia and Thailand with periods of observation as much as 21 years, from 1994 until 2014. While the variables used in the quantitative VECM analysis panel model are the growth variable in GDP per capita, the number of employees, the amount of investment using gross capital formation proxy, the index of horizontal export diversification using of Hirschman-Herfindahl proxy and vertical export diversification indicator using technology level export (percentage of manufactured exports).

The results of qualitative analysis show that the policy of export diversification both vertically and horizontally in ASEAN is generally implemented through several mechanisms of policy is to increase the value-added of the products that can be transformed into products which have a higher sale value, to expand export destinations to not affected big impact area in times of crisis, to provide export credit, to provide tax incentives for investors and to define the various standardization in order to produced export products which have high quality and acceptable in international market.

Based on the results of quantitative analysis, according to the Solow growth theory, a proxy from production inputs that is the number of labor variable and the amount of investment variable in ASEAN have a significant positive effect on economic growth. The increasing number of labor and amount of investment indicates that contries's production capacity output is growing positively. Subsequently in the indicators of export diversification, diversification of exports horizontal indicator can be seen by the concentration of export destinations nevertheless has positively significant effect on economic growth in ASEAN. Wherease the vertical export diversification indicator was observed through the use of technology to increase the value-added of export product, all states in ASEAN considered quite successfully in use it to spur economic growth. Based on the analysis in this research, ASEAN countries need to implement a policy of horizontal export diversification than vertical export diversification policy due to the elasticity of horizontal export diversification is greater than vertical export diversification.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

DAMPAK DIVERSIFIKASI EKSPOR HORISONTAL DAN

VERTIKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tak lupa salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman.

Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 ini ialah “Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak H. Muhammad Rahimahullah dan Ibu Hj. Zakiyah serta abang kakak kandung tercinta dari penulis atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec. dan Dr. Tanti Novianti, SP, M.Si

selaku dosen komisi pembimbing tesis yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan tesis ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Perdagangan Internasional 8

Integrasi Ekonomi 8

ASEAN Free Trade Area 10

Pertumbuhan Solow 10

PDB per Kapita 12

Diversifikasi Ekspor 13

Indikator Diversifikasi Ekspor Horisontal 13

Indikator Diversifikasi Ekspor Vertikal 14

Penelitian Terdahulu 14

Kerangka Pemikiran 17

Hipotesis 18

3 METODE 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Analisis dan Pengolahan Data 19

Panel Vector Autoregressive 19

Metode Penelitian 20

Pengujian PraEstimasi 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Gambaran Umum Perekonomian ASEAN 22

Kebijakan Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN 26 Hasil Uji PraEstimasi Data Pengaruh Diversifikasi Ekspor terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ASEAN 34

Analisis Estimasi Panel Vector Error Correction Model 35 Analisis Struktur Ekspor Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand 38

Implikasi Kebijakan 39

5 SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

(16)

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 44

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan PDB Riil (persen) Negara Anggota ASEAN 2 2 Kontribusi Nilai Ekspor terhadap PDB (persen) Negara Anggota

ASEAN Tahun 2005-2014 4

3 Indeks Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN 5 4 Evolusi Hubungan Indeks Diversifikasi Ekspor dan PDB per Kapita

(USD) Negara Anggota ASEAN 6

5 Kerangka Pemikiran 17

6 PDB per Kapita (USD) Negara Anggota ASEAN 23

7 Jumlah Tenaga Kerja (Persen Usia Kerja) Negara Anggota ASEAN 24 8 Jumlah Investasi (Persen terhadap PDB) Negara Anggota ASEAN 24 9 Tingkat Penggunaan Teknologi pada Produk Ekspor (Persen) Negara

Anggota ASEAN 25

10 Indeks Diversifikasi Ekspor Horisontal Negara Anggota ASEAN 26 11 Indeks Diversifikasi Ekspor Empat Negara Anggota ASEAN 27 12 Perkembangan Ekspor Kelapa Sawit dan Turunannya (USD) Malaysia 29

13 Pertumbuhan PDB (persen) Kamboja 31

14 Kontribusi Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (persen) Kamboja 32

DAFTAR TABEL

1 Sumber Data Penelitian 19

2 Strategi dan Kebijakan Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN 34

3 Hasil Uji Kointegrasi 35

4 Hasil Estimasi Panel Vector Error Correction Model 36 5 Nilai Koefisien Variabel, Rataan dan Elastisitasnya 37 6 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia Tahun 1990 dan 2010 38 7 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Malaysia Tahun 1990 dan 2010 38 8 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Singapura Tahun 1990 dan 2010 39 9 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Thailand Tahun 1990 dan 2010 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji Stasioneritas Variabel Pada Level 45

2 Uji Stasioneritas Variabel Pada 1stdifference 47

3 Uji Johansen Fisher Panel Cointegration 49

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak memasuki abad ke-20, negara-negara di banyak kawasan membentuk berbagai tingkatan integrasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasionalnya melalui integrasi keuangan, ketenagakerjaan dan perdagangan dengan skema ekspor-impor yang lebih mudah dari banyak sisi, utamanya kemudahan pada peraturan terkait tarif. Beberapa integrasi ekonomi kawasan yang cakupan wilayahnya cukup luas misalnya APEC, ASEAN FTA dan Uni Eropa. Salah satu kawasan integrasi yang memiliki persentase negara berkembang sebesar 90 persen adalah ASEAN. ASEAN juga merupakan wilayah yang memiliki kontribusi perdagangan cukup besar terhadap total perdagangan dunia yaitu sebesar 29 persen (Nouren dan Mahmood 2014).

Negara-negara berkembang seperti di sebagian besar negara yang termasuk dalam wilayah integrasi ASEAN tentunya memiliki target untuk tergolong dalam kategori negara maju. Sampai saat ini, negara anggota ASEAN yang masuk dalam kategori negara maju hanya satu negara yaitu Singapura. Negara dengan luas wilayah terkecil jika dibandingkan negara lainnya di wilayah ASEAN, namun negara ini memiliki tingkat pendapatan per kapita tertinggi sekitar USD 52 000 pada beberapa tahun terakhir ini. Keunggulan sektor ekonomi banyak dimiliki Singapura. Salah satunya, pelabuhan perdagangan Singapura tercatat sebagai pelabuhan yang melayani perdagangan terbesar kedua di dunia setelah pelabuhan perdagangan di Tiongkok.

Selain itu, Singapura dianggap berhasil dalam menerapkan kebijakan ekonomi yang efektif. Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator kesejahteraan ekonomi yaitu pendapatan per kapita yang tinggi dapat menjadi pendorong negara-negara tetangganya di wilayah ASEAN agar mampu mencapai kondisi ekonomi yang serupa. Target tersebut membutuhkan kestabilan ekonomi dalam jangka panjang yang dapat diamati melalui perkembangan dari pertumbuhan PDB suatu negara (Hasanah 2015). Faktanya, negara maju terkadang juga tidak dapat mempertahankan kondisi perekonomiannya tetap dalam kondisi stabil saat krisis menerjang, namun kebijakan antisipasi efektif yang diterapkan negara maju mampu dengan cepat beradaptasi untuk menstabilkan perekonomiannya pada kondisi semula. Hal tersebut terbukti dengan membandingkan kondisi pertumbuhan PDB negara-negara berkembang dan maju di ASEAN setelah krisis ekonomi global tahun 2008, Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan PDB dari sembilan negara di Asia Tenggara (ASEAN).

(20)

2

mampu mencapai pertumbuhan PDB tertinggi pada periode setahun setelah krisis tersebut.

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 1 Pertumbuhan PDB riil (persen) negara anggota ASEAN

Negara berkembang seperti sebagian besar negara-negara di kawasan ASEAN rentan terkena dampak dari krisis global pada sektor ekspornya karena industrinya masih membutuhkan bahan baku dengan komposisi yang cukup besar dari impor. Saat krisis terjadi, beberapa variabel makroekonomi negara berkembang di ASEAN seperti Indonesia mengalami anomali, salah satunya adalah variabel ekspor (Siregar dan Daryanto 2005). Pada krisis moneter tahun 1998 misalnya, nilai tukar Indonesia yaitu rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS pada kisaran 800 persen. Secara teori, seharusnya ekspor dapat meningkat karena depresiasi yang tinggi mengakibatkan harga produk dalam negeri menjadi lebih murah secara relatif jika dibandingkan dengan harga produk di negara lain, namun tingginya kebutuhan bahan baku impor menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah yang seharusnya berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia menjadi tertahan.

Salah satu kestabilan variabel makroekonomi fundamental yang menjadi target adalah pada stabilnya net-ekspor atau neraca perdagangan. Akan tetapi, ketergantungan ekspor yang tinggi negara-negara ASEAN pada negara-negara tujuan dan produk tertentu membuat pertumbuhan ekonominya rentan terhadap guncangan-guncangan eksternal, hal ini akan membuat perekonomian cenderung tidak stabil (Hasanah 2015). Secara teoritis, peningkatan ekspor akan berdampak pada perubahan output, kemudian peningkatan tersebut dapat menjadi determinan dalam pertumbuhan produksi dan tenaga kerja yang ditunjukkan melalui peningkatan PDB. Selain itu, jika periode krisis terjadi bersamaan dengan waktu jatuh tempo utang luar negeri, maka nominal utang luar negeri pemerintah dan swasta akan mengalami peningkatan yang signifikan akibat depresiasi besar tersebut. Perekonomian menjadi semakin lesu dan tidak stabil, sehingga pertumbuhan PDB sebagian besar negara di ASEAN turun drastis hingga mencapai angka negatif.

-5 0 5 10 15 20

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(21)

3 Negara-negara berkembang seperti sebagian besar negara di wilayah ASEAN menjadi negara yang rentan perekomiannya tidak stabil saat krisis terjadi. Posisi middle-income yang ditempati negara-negara berkembang membuat investasi sektor riil maupun portofolio banyak dimiliki investor asing dari negara maju. Sampai saat ini pendapatan per kapita Indonesia per tahun masih berada pada kisaran USD 4000, Malaysia pada kisaran USD 10 000, jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita per tahun negara tetangganya yaitu Singapura yang sudah mencapai kisaran USD 52 000. Jika bank sentral negara maju sedang menetapkan kebijakan untuk meningkatkan suku bunganya menjadi lebih tinggi dibandingkan suku bunga di ASEAN, maka akan terjadi capital outflow besar-besaran yang mengakibatkan perekonomian di ASEAN menjadi kurang berdaya. Mata uang negara-negara di ASEAN dapat mengalami depresiasi dan juga berdampak sistemik pada sektor-sektor lain di luar sektor keuangan, khususnya pada sektor perdagangan.

Fenomena krisis global yang terjadi memberikan dampak negatif pada menurunnya pendapatan negara yang bersumber dari ekspor. Negara-negara di pasar internasional yang menjadi tujuan ekspor utama negara-negara anggota ASEAN umumnya menurun daya belinya pada saat krisis melanda.

Perumusan Masalah

Pada akhir dekade abad ke-20, dunia internasional mengalami transformasi perjanjian perdagangan internasional. Tepatnya pada tahun 1995, World Trade Organization (WTO) mereformasi dan memutuskan bahwa setiap perjanjian perdagangan unilateral, bilateral dan multilateral harus melakukan perubahan dalam terms of trade-nya (TOT). Hal ini dilakukan karena sebagian besar negara berkembang masih terfokus pada ekspor produk primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara maju yang sudah terfokus pada ekspor produk sekunder atau produk manufaktur. Oleh karena itu, transformasi tersebut dapat membuat negara-negara berkembang seperti di sebagian besar negara-negara Benua Asia, Afrika dan Amerika berpeluang melakukan diversifikasi ekspor untuk memperbesar perolehan dan menjaga stabilitas pendapatan nasional yang bersumber dari neraca perdagangan, dimana dapat dilakukan dengan pengenalan produk baru pada tujuan ekspor lama atau sebaliknya yaitu dengan melakukan penjualan produk lama terhadap pasar ekspor baru.

(22)

4

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 2 Kontribusi nilai ekspor terhadap PDB (persen) negara anggota ASEAN tahun 2005-2014

Nilai net-ekspor akan lebih stabil saat terjadi guncangan eksternal jika konsentrasi ekspor suatu negara terhadap jenis produk dan wilayah tertentu dikurangi. Konsentrasi negara tujuan dan produk ekspor suatu negara dapat turun dengan menerapkan kebijakan diversifikasi ekspor secara vertikal maupun horisontal yang efektif. Diversifikasi vertikal dilakukan dengan cara merubah produk ekspor primer menjadi produk ekspor manufaktur agar nilai tambah produk tersebut meningkat, sedangkan diversifikasi horisontal dilakukan dengan cara mengurangi ketergantungan ekspor pada produk yang harga dan jumlah produksinya berfluktuasi secara ekstrim, memperluas pasar ekspor atau dengan menambah jenis produk yang dapat diekspor (Samen 2010).

Kamboja merupakan negara di kawasan ASEAN yang konsentrasi negara tujuan ekspornya mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan keranjang penerimaan ekspor Kamboja yang ditargetkan dapat menstimulus peningkatan kontribusi ekspor terhadap PDB. Target lain dari menurunnya konsentrasi negara tujuan ekspor adalah semakin kuatnya negara menghadapi guncangan eksternal yang sewaktu-waktu terjadi dan pada akhirnya dapat memperkuat tingkat stabilitas perekonomian negara tersebut. Di sisi lain, konsentrasi negara tujuan ekspor negara anggota ASEAN selain Kamboja mengalami peningkatan yang mengindikasikan ekspor negara anggota ASEAN lainnya semakin terfokus pada pasar ekspor tertentu, hal ini dapat berpengaruh pada kondisi perekonomian yang rentan tidak stabil jika sewaktu-waktu terjadi krisis global yang membuat harga produk atau daya beli di pasar ekspor negara anggota ASEAN lainnya menurun. Peristiwa ekonomi seperti itu dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian negara-negara anggota ASEAN selain Kamboja lebih signifikan.

0 50 100 150 200 250

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Indonesia Singapore Malaysia

(23)

5

Sumber: World Integrated Trade Solution(2016)

Gambar 3 Indeks diversifikasi ekspor negara anggota ASEAN

Konsentrasi negara tujuan dan produk ekspor yang menurun diharapkan mampu meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi setiap negara, khususnya di ASEAN. Negara-negara di wilayah ASEAN yang sebagian besar pendapatan nasionalnya diperoleh dari ekspor perlu melakukan diversifikasi ekspor agar kondisi perekonomian tetap stabil saat terjadi guncangan eksternal seperti krisis. Evolusi hubungan antara indeks diversifikasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi di wilayah ASEAN cukup fluktuatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Penurunan konsentrasi ekspor yang cukup signifikan terjadi di Kamboja, dimana fenomena tersebut telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kamboja. Sebagian besar indeks diversifikasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif di kawasan ASEAN. Sedangkan pada kasus Vietnam dan Kamboja menunjukkan anomali hubungan antara kedua variabel tersebut, dimana indeks diversifikasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang berlawanan arah.

0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Indonesia

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Malaysia

(24)

6

Sumber: World Integrated Trade Solution dan World Bank(2016)

Gambar 4 Evolusi hubungan indeks diversifikasi ekspor dan PDB per kapita (USD) negara anggota ASEAN

Saat ini banyak negara mulai membenahi sistem dalam mekanisme ekspornya dengan melakukan kebijakan diversifikasi sebagai upaya jangka panjang untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi negaranya. Kebijakan setiap negara di wilayah ASEAN yang diberlakukan untuk mencapai keberhasilan diversifikasi ekspor tentunya memiliki persamaan dan perbedaan yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi negaranya. Kebijakan diversifikasi ekspor negara yang efektif perlu diadopsi oleh negara lainnya atau dijadikan bahan

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Filipina

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Thailand

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Singapura

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Brunei Darussalam

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kamboja

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Vietnam

(25)

7 evaluasi untuk kebijakan yang sudah diterapkan. Penerapan kebijakan diversifikasi ekspor pada umumnya misalnya dengan menambah jenis produk yang berorientasi ekspor, meningkatkan penggunaan teknologi untuk produk ekspor, meningkatkan jumlah produk yang dapat diekspor dan memperluas pasar ekspor (Samen 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kebijakan negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai keberhasilan diversifikasi ekspor?

2. Bagaimana pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN?

Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menelaah kebijakan negara-negara anggota ASEAN untuk dapat mencapai keberhasilan diversifikasi ekspor.

2. Menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain: 1. Bagi pemerintah atau institusi terkait diharapkan dapat memberikan masukan

dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait perdagangan internasional.

2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi, serta mengkaji kebijakan diversifikasi ekspor yang diterapkan di kawasan ASEAN. Analisis kualitatif terkait kebijakan diversifikasi ekspor menggunakan data lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Sedangkan, pada analisis kuantitatif menggunakan data empat negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand dengan tahun pengamatan sebanyak 21 tahun, mulai dari tahun 1994 hingga 2014.

(26)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk di negara lainnya atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarindividu (individu dengan individu), individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lainnya. Perdagangan Internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor dimana hal tersebut menjadi salah satu komponen dalam pembentukaan PDB suatu negara (Produk Domestik Bruto) dari pendekatan pengeluaran. Peningkatan ekspor bersih menjadi faktor penting untuk dapat meningkatkan nilai PDB suatu negara.

Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional memiliki dua alasan untuk melakukan perdagangan internasional. Pertama, negara-negara tersebut melakukan perdagangan karena memiliki perbedaan sumberdaya antara negara satu dengan negara lainnya, seperti perbedaan permintaan dan penawaran sumberdaya yang dimiliki atau yang ingin dimiliki (Krugman 1980). Perbedaan penawaran disebabkan oleh faktor produksi dan teknologi, sedangkan perbedaan permintaan disebabkan oleh jumlah penduduk, selera masyarakat dan pendapatan. Kedua, negara-negara tersebut melakukan perdagangan bertujuan untuk mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi di dalam produksi. Setelah terjadi perdagangan, kekuatan permintaan dan penawaran tersebut menentukan harga relatif (pada saat keseimbangan) di masing-masing negara.

Integrasi Ekonomi

Definisi integrasi ekonomi yang ditandai dengan adanya mobilitas barang dan jasa antarwilayah, serta faktor ini sejalan dengan definisi integrasi menurut United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Menurut Salvatore (1997), teori integrasi ekonomi mengacu pada penghapusan kebijakan hambatan-hambatan tarif maupun non-tarif dalam suatu wilayah pabean tertentu. Maksudnya adalah negara-negara yang tergabung dalam integrasi ekonomi kawasan tertentu akan menghapuskan tarif dalam perdagangan anatarnegara anggota, namun setiap negara akan menerapkan kebijakan hambatan tarif maupun tarif tersendiri jika melakukan perdagangan dengan negara non-anggota pabean. Integrasi ekonomi memiliki berbagai tingkatan mulai dari pengaturan perdagangan preferensial, kemudian dikembangkan menjadi pembentukan kawasan bebas, selanjutnya menjadi persekutuan pabean, pasaran bersama dan terkahir akan ada penyatuan ekonomi secara komprehensif.

(27)

9 perdagangan internasional akan lenyap atau berkurang setelah terbentuknya integrasi ekonomi. Selain itu, negara-negara yang membentuk persekutuan akan mengalami perbaikan kondisi nilai tukar perdagangannya ketika efek diversi terjadi yaitu dengan peningkatan penawaran produk ekspor yang dimiliki. Kondisi sebaliknya, efek kreasi dapat terjadi jika setelah membentuk integrasi suatu negara mengalami peningkatan impor yang cukup signifikan dan hal ini akan memperburuk nilai tukar perdagangannya.

Menurut Balassa integrasi ekonomi dilakukan melalui konsep yang dinamis yaitu melalui penghapusan hambatan perdagangan antarnegara, maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam hambatan. Balassa membagi tahapan integrasi menjadi enam tahap, yaitu:

1. Preferential Trading Area (PTA)

Wilayah integrasi perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk komoditas-komoditas tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif, namun tidak menghilangkannya secara penuh.

2. Free Trade Area (FTA)

Suatu kawasan integrasi ekonomi dimana tarif dan kuota antaranegara anggota dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka terhadap negara bukan anggota.

3. Custom Union (CU)

Merupakan FTA yang menghapuskan hambatan pergerakan komoditas antarnegara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan anggota.

4. Common Market (CM)

Merupakan CU yang juga menghapuskan hambatan-hambatan pada pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, aliran modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumberdaya yang efisien.

5. Economic Union

Merupakan suatu CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional yang signifikan (termasuk kebijakan struktural).

6. Total Economic Integration

(28)

10

Secara teoritis, tahapan integrasi Balassa menunjukkan bahwa semakin tinggi tahapan integrasi ekonomi, semakin kompleks persyaratan kebijakan yang diperlukan. Meskipun tahapan integrasi Balassa menunjukkan urutan untuk mencapai tahapan integrasi yang lebih tinggi, tidak ada keharusan untuk mengikuti urutan atau tahapan integrasi tersebut secara kaku dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tipe integrasi yang akan dibentuk bergantung pada kesepakatan di antara negara-negara yang berpartisipasi dalam pabean.

ASEAN Free Trade Area

Asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen untuk meliberalisasi perdagangan yang tercermin dengan terwujudnya ASEAN Preferential Trade Arrangement (PTA) yang diperkenalkan pada tahun 1976. Selanjutnya, pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN membentuk tipe integrasi yang lebih tinggi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA disepakati pada 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997. Kemudian Kamboja mulai bergabung pada tahun 1999.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak berlaku hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Penghapusan tarif menjadi nol persen di kawasan ASEAN dilakukan secara bertahap dari tahun 1992 hingga tahun 2010. Sejak tahun 2010 terdapat sekitar 8000 produk yang termasuk dalam daftar tarif perdagangan produk kawasan ASEAN sebesar nol persen. Kebijakan tersebut diharapkan mampu meningkatkan frekuensi dan efisiensi perdagangan di kawasan ASEAN. Di sisi lain, tujuan utama pembentukan AFTA adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis pasar dunia, menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antaranggota ASEAN.

Pertumbuhan Solow

(29)

11 itu penawaran barang dalam model Solow menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan tenaga kerja yang tersedia:

………...(1)

dimana:

Y = Output atau pendapatan nasional K = Jumlah kapital (persediaan modal) L = Jumlah tenaga kerja

Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi melalui skala pengembalian konstan (constant return to scale). Dalam teori ini, perkembangan teknologi diasumsikan sebagai variabel eksogen. Hubungan antara output, modal dan tenaga kerja per pekerjadapat ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut.

y = f(k) ………..………...(2) Berdasarkan persamaan 2 terlihat bahwa output per pekerja (y) adalah fungsi dari kapital per pekerja (k). Sesuai dengan fungsi produksi yang berlaku

hukum “the law of deminishing return”, dimana pada titik produksi awal, penambahan kapital per pekerja akan menambah output per pekerja lebih banyak, tetapi pada titik tertentu penambahan kapital per pekerja tidak akan menambah output per pekerja dan bahkan akan bisa mengurangi output per pekerja. Sedangkan fungsi investasi dituiskan sebagai berikut.

i = sf(k) ...(3)

Berdasarkan persamaan 3 persamaan tersebut, tingkat investasi per pekerja (i) merupakan fungsi dari kapital per pekerja (k). Kapital sendiri dipengaruhi oleh besarnya investasi dan penyusutan dimana investasi akan menambah kapital dan penyusutan akan menguranginya.

Δk = i - γk …..………...(4) dimana γ adalah tingkat penyusutan kapital. Tingkat tabungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan kapital dan akan meningkatkan pendapatan sehingga memunculkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Tetapi dalam kurun waktu tertentu pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan jika telah mencapai apa yang disebut steady-state level of capital atau kondisi mapan. Kondisi ini terjadi jika investasi sama dengan penyusutan sehingga akumulasi modal menurun.

(30)

12

kapital. Pengaruh pertumbuhan populasi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

Δk = sf(k) - (γ + n)k ...(5)

dimana n adalah tingkat pertumbuhan populasi. Dalam teori ini diprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang tinggi akan memiliki PDB per kapita yang rendah (Mankiw 2007). Kemajuan teknologi dalam teori Solow dianggap sebagai faktor eksogen. Dalam perumusan selanjutnya fungsi produksi adalah Y =f (K,L,E), dimana E adalah efisiensi tenaga kerja. Selanjutnya y adalah Y/LE dimana LE menunjukkan jumlah tenaga kerja efektif. Pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap perubahan modal dapat dirumuskan sebagai

Δk = sf(k) - (γ + n + g) k ...(6) dimana g menggambarkan kemajuan teknologi melalui efisiensi tenaga kerja. Dampak dari kemajuan teknologi akan dapat memunculkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan karena mengoptimalkan efisiensi tenaga kerja yang terus tumbuh.

Menurut teori Solow ada beberapa hal yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Pertama, meningkatkan porsi tabungan akan meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kedua, meningkatkan investasi yang sesuai dalam perekonomian baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Ketiga, mendorong kemajuan teknologi dapat meningkatkan pendapatan per tenaga kerja sehingga pemberian kesempatan untuk berinovasi pada sektor swasta akan berpengaruh besar dalam pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2007).

PDB per Kapita

(31)

13 ……….(7)

Diversifikasi Ekspor

Teori perdagangan internasional klasik menyatakan bahwa negara sebaiknya fokus untuk melakukan spesialisasi daripada melakukan diversifikasi pada produk ekspornya. Selain itu, Model Hecksker-Ohlin juga menyatakan bahwa setiap negara seharusnya melakukan spesialisasi untuk dapat melakukan ekspor secara intensif (Markusen et al. 1995). Akan tetapi, menurut teori perdagangan modern, diversifikasi ekspor dewasa ini sangat dibutuhkan karena meningkatnya jenis komoditas dengan harga dan volume yang volatil, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kestabilan perekonomian dalam jangka panjang. Oleh karena itu, setiap negara membutuhkan kebijakan yang diharapkan mampu menjaga kestabilan pertumbuhan ekonominya, khususnya kestabilan variabel ekspor saat terjadi guncangan eksternal.

Diversifikasi ekspor merupakan kebijakan untuk melakukan perubahan pada komposisi produk ekspor primer menjadi manufaktur maupun dengan memperluas negara tujuan ekspor atau dengan menambah sektor ekonomi yang terlibat dalam ekspor suatu negara (Samen 2010). Diversifikasi ekspor merupakan salah satu strategi yang diterapkan banyak negara berkembang untuk merubah produk ekspor tradisional menjadi produk ekspor non-tradisional. Semakin banyaknya jenis produk suatu negara yang dapat diekspor dapat menurunkan ketidakstabilan penerimaan ekspor, meningkatkan pendapatan ekspor, meningkatkan nilai tambah produk dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Selain itu, adanya kebijakan diversifikasi ekspor dapat meningkatkan kemampuan penggunaan masyarakat suatu negara akan teknologi dan meningkatkan skala ekonomi melalui proses learning by doing. Jadi, suatu negara melakukan diversifikasi ekspor bertujuan utama untuk memperbesar perolehan pendapatan nasional dari neraca perdagangannya, dimana dapat dilakukan dengan pengenalan produk baru pada tujuan ekspor lama atau sebaliknya yaitu dengan melakukan penjualan produk lama terhadap pasar ekspor baru (Kamunganga dalam Olaleye et al. 2013).

Indikator Diversifikasi Ekspor Horisontal

Di dalam berbagai literatur, terdapat beberapa variasi untuk mengukur tingkat diversifikasi ekspor horisontal suatu negara. Ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat diversifikasi ekspor horisontal adalah dengan menggunakan concentration ratio (konsentrasi produk maupun negara tujuan). Ukuran lain yang juga sering digunakan meliputi yaitu Commodity-Specific Cumulative Export Experience Function (CSCEEF), the Absolute Deviation of the Country Commodity Shares dan the Commodity Specific Traditionalist Index.

(32)

14

Concentration ratio sendiri memiliki beberapa ukuran yang sudah dikembangkan oleh para ekonom meliputi yaitu the Hirschman index, the Ogive index, the entropy index, the Herfindahl index, the Aggregate Specialization Index dan the Hirschman-Herfindahl Index. Pengukuran-pengukuran tersebut hampir sama secara konsep dan pendekatannya. The Hirschman Index merupakan pengukuran konsentrasi ekspor yang paling banyak digunakan untuk mengukur konsentrasi komoditas perdagangan. Berikut pendekatan matematis dari salah satu ukuran concentration ratio yaitu Hirschman-Herfindahl Index (HHI):

HHI =

dimana xij merupakan nilai ekspor komoditi j dari negara i atau nilai ekspor dari negara i ke negara j, ni merupakan jumlah komoditi yang diekspor atau jumlah negara tujuan ekspor, sedangkan Xi merupakan nilai ekspor total negara i. Semakin tinggi nilai HHI artinya semakin tinggi konsentrasi ekspor suatu negara pada sedikit jenis produk atau negara tujuan ekspor (Samen 2010).

Indikator Diversifikasi Ekspor Vertikal

Diversifikasi ekspor secara vertikal dapat dilihat melalui peningkatan nilai tambah pada produk ekspor. Peningkatan nilai tambah produk ekspor dapat terjadi apabila pemanfaatan teknologi dalam produksi juga mengalami perubahan yang positif. Menurut Aditya dan Acharyya (2013), indikator diversifikasi ekspor secara vertikal dapat dilihat dari seberapa besar teknologi yang digunakan dalam proses produksi barang ekspor. Salah satu proksi diversifikasi ekspor vertikal menurut Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) adalah percentage of manufactured exports.

Penelitian Terdahulu

(33)

15 Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa diversifikasi ekspor akan menyebabkan turunnya konsentrasi ekspor yang selanjutnya dapat menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Berbeda dengan Hesse (2008), Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) menggunakan metode analisis dan proksi variabel yang berbeda melalui penelitiannya dengan topik yang sama yaitu tentang dampak diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi, namun fokus observasi penelitian tersebut pada satu negara yaitu Chile. Data yang digunakan adalah data tahunan. Penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai landasan teori dalam pembuatan modelnya, sedangkan Hesse (2008) menggunakan model pertumbuhan endogen sebagai landasan teorinya. Model deret waktu yang digunakan dalam penelitian Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) tersebut adalah model VAR dengan variabel meliputi yaitu total produksi, akumulasi kapital, jumlah tenaga kerja, jumlah sektor ekspor dan rasio ekspor manufaktur terhadap total ekspor. Temuan yang menarik dalam penelitian Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) ini adalah dengan bertambahnya jumlah sektor ekspor lebih berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Chile daripada dengan meningkatkan rasio ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor. Selain itu, adanya error correction model (ECM) dalam penelitian tersebut mampu mengoreksi hubungan jangka pendek yang fluktuatif menuju keseimbangan jangka panjang antara diversifikasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan lain yang penting dari penelitian Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) tersebut adalah melakukan diversifikasi ekspor dengan berbasis pada pemanfaatan natural resources memainkan peran penting dalam proses pertumbuhan negara berkembang, utamanya pada pemanfaatan hasil pertanian dan pertambangan.

(34)

16

dari hasil penelitian ini adalah suatu negara perlu melakukan diversifikasi ekspor jika memiliki nilai konsentrasi ekspor di bawah nilai kritis atau batas maksimal sesuai dengan pola yang diamati dalam penelitian ini. Kemudian, negara-negara yang memiliki nilai konsentrasi ekspor di atas nilai kritis sebaiknya melakukan spesialisasi agar tercapai proses produksi yang lebih efisien.

Siregar dan Daryanto (2005) melakukan penelitian untuk melihat perkembangan diversifikasi ekspor di Indonesia. Penelitian tersebut mendeskripsikan dinamika jangka pendek ekspor Indonesia di awal abad ke-21. Pemaparan pada hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis ekonometrika mengenai perkembangan diversifikasi ekspor di Indonesia. Analisis ekonometrika yang digunakan adalah model regresi linear berganda dengan menjadikan koefisien variasi nilai ekspor 25 komoditas utama Indonesia sebagai variabel dependennya dan juga sebagai pengukur tingkat diversifikasi ekspor di Indonesia. Sedangkan variabel independennya meliputi yaitu indeks resiko perekonomian Indonesia dan nilai foreign direct investment (FDI). Berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya terkait diversifikasi ekspor, Siregar dan Daryanto (2005) menambahkan variabel indeks resiko perekonomian sebagai variabel yang berpengaruh terhadap diversifikasi ekspor. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan pola perdagangan Indonesia, khususnya ekspor dengan produksi jenis produk dan tujuan ekspor baru. Implikasi kebijakan yang disampaikan peneliti bahwa Indonesia perlu lebih jauh lagi mengupayakan divesifikasi ekspor. Selain itu, faktor investasi asing di Indonesia dinilai tidak semata-mata berpengaruh pada keberhasilan diversifikasi ekspor.

De Pineres dan Ferrantino (1995) meneliti tentang diversifikasi dan struktur dinamis ekspor dalam memacu proses pertumbuhan di Chile. Penelitian ini menggunakan data deret waktu sebanyak 30 tahun dari variabel-variabel yang mengukur tingkat diversifikasi dan perubahan struktur ekspor di Chile. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) yaitu penelitian menggunakan Chile sebagai objek observasi dan menggunakan model VAR. Perbedaannya dengan yang diteliti Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006), De Pineres dan Ferrantino menggunakan export composition dan specialization sebagai proksi dari ukuran tingkat diversifikasi ekspor. Peneliti menduga bahwa diversifikasi ekspor atau perubahan produksi dari produk ekspor tradisional menjadi non-tradisional merupakan komponen penting untuk memacu pertumbuhan di Chile. Berdasarkan hasil penelitian, diversifikasi ekspor berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi di Chile sejak pertengahan tahun 1970 karena sebelum periode tersebut pemerintahan di Chile dipimpin oleh pemimpin otoriter yang mengambil kebijakan produksi spesialisasi tinggi.

(35)

17 2014, sehingga hasil analisis dalam penelitian ini dapat menggambarkan kondisi terbaru diversifikasi ekpsor di ASEAN. Kemudian, indeks untuk mengukur tingkat diversifikasi ekspor secara horisontal dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini menggunakan kombinasi dari Hirschman Index dan Herfindahl Index. Sedangkan pada penelitian-penelitian terdahulu sebagian besar menggunakan Herfindahl Index dan Commodity Concentration Index (CCI).

Kerangka Pemikiran

Krisis global maupun regional yang terjadi di pasar uang berdampak sistemik pada pasar yang lain seperti pada pasar barang dan jasa. Dampak eksternalnya misalnya daya beli masyarakat suatu negara yang turun karena terkena dampak krisis akan menyebabkan nilai ekspor dari negara-negara pengekspor juga akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, setiap negara pengekspor perlu melakukan diversifikasi ekspor agar pendapatan nasional yang bersumber dari ekspor tetap stabil. Diversifikasi ekspor dapat dilakukan dengan dua cara yaitu vertikal dan horisontal. Diversifikasi ekspor horisontal menitikberatkan pada penambahan jenis produk ekspor dan memperluas pasar ekspor, sedangkan diversifikasi vertikal menitikberatkan pada perubahan produksi produk primer menjadi produk manufaktur.

Gambar 5 Kerangka pemikiran Keterangan:

(36)

18

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan ulasan terkait penelitian-penelitian sebelumnya, berikut dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Jumlah tenaga kerja negara anggota ASEAN memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan PDB per kapita negara anggota ASEAN. Apabila jumlah tenaga kerja meningkat maka akan meningkatkan jumlah faktor produksi yang dapat dimanfaatkan untuk memacu peningkatkan pendapatan nasional.

2. Jumlah investasi negara anggota ASEAN memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan PDB per kapita negara anggota ASEAN. Apabila jumlah investasi meningkat maka akan mendorong peningkatan jumlah industri dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional.

3. Indeks diversifikasi ekspor vertikal menggunakan proksi tingkat teknologi ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDB per kapita negara anggota ASEAN. Semakin tinggi indeks diversifikasi ekspor vertikal negara anggota ASEAN, maka akan mendorong pertumbuhan PDB per kapita.

4. Indeks diversifikasi ekspor horisontal menggunakan proksi indeks dari Hirschman-Herfindahl berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDB per kapita negara anggota ASEAN. Semakin tinggi indeks diversifikasi ekspor horisontal negara anggota ASEAN, maka akan mendorong pertumbuhan PDB per kapita.

3

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Pada analisis kuantitatif, data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section yang disebut dengan panel data. Jumlah tahun pengamatan sebanyak 21 tahun, mulai dari tahun 1994 hingga tahun 2014 dengan data penampang lintangnya sebanyak empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Pada analisis kualitatif, negara anggota ASEAN yang menjadi objek pengambilan data sebanyak lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Adapun data diperoleh melalui studi literatur yang akan digunakan dalam proses analisis kualitatif untuk membahas kebijakan diversifikasi ekspor negara-negara anggota ASEAN di atas.

(37)

19 pada produk ekspor (percentage of manufactured exports). Berikut tabel jenis data dan sumber data dalam penelitian ini:

Tabel 1 Jenis dan Sumber data penelitian

Jenis Data Sumber Data

PDB per Kapita World Bank

Jumlah Investasi World Bank

Jumlah Tenaga Kerja World Bank

Indeks Diversifikasi Ekspor

Horisontal World Integrated Trade Solution

Tingkat Teknologi Ekspor World Bank

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data yang bersumber dari literatur terkait penerapan kebijakan diversifikasi ekspor negara anggota ASEAN. Metode deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. Metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis hal tersebut yaitu dengan menggunakan landasan teori model pertumbuhan Solow. Negara anggota ASEAN yang dianalisis dalam penelitian ini hanya Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja dan Thailand sehingga didapatkan terbatasnya jumlah observasi akibat kurangnya ketersediaan data.

Panel Vector Autoregressive

Model panel vector autoregressive (panel VAR) merupakan satu jenis permodelan dalam ilmu ekonometrika yang beberapa teknis estimasinya memiliki kesamaan dengan model vector autoregressive (VAR). Semua variabel dalam model panel VAR dapat menjadi variabel endogen seperti pada model VAR (Canova dan Ciccarelli 2013). Perbedaan dengan struktur data pada model VAR adalah pada unit individu yang dimiliki, model panel VAR memiliki unit individu lebih dari satu atau struktur datanya sama dengan struktur data pada model panel data (terdapat pooling dari pengamatan data times series dan cross-section). Data cross section sendiri merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, perusahaan, negara dan lain-lain. Kemudian, data time series adalah data yang dikumpulkan dalam beberapa waktu terhadap suatu individu.

(38)

20

Asumsi yang harus dipenuhi dalam metode panel VAR yaitu semua variabel harus bersifat stasioner di level (mean, variance dan covariance bersifat konstan) dan semua sisaan bersifat white noise yakni memiliki rataan nol, ragam konstan dan saling bebas. Jika variabel stasioner setelah proses differencing dan terdapat kointegrasi antarvariabel, maka model berubah menjadi panel VECM. Secara matematis model panel VAR dapat ditulis dalam bentuk persamaan umum seperti dibawah ini (Canova dan Ciccarelli 2013):

……….(9)

dimana:

Yit = Vektor variabel tak bebas yang berukuran (n x 1)

P = Jumlah lag dalam sistem persamaan, atau ordo dari model Uit = Vektor sisaan berukuran (n x 1) digunakan oleh Caselli et al. (1996), Hesse (2008), Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006), serta Aditya dan Acharyya (2013). Variabel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN antara lain: Pertumbuhan PDB per kapita, jumlah tenaga kerja, jumlah investasi menggunakan proksi gross capital formation, indeks diversifikasi ekspor horisontal menggunakan proksi dari Hirschman-Herfindahl dan indeks diversifikasi ekspor vertikal menggunakan proksi tingkat teknologi ekspor negara-negara di kawasan ASEAN.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan persamaan tersebut menjadi sebagai berikut:

IEDit = Indeks diversifikasi ekspor horisontal negara i pada tahun t; HTXit = Tingkat teknologi ekspor negara i pada tahun t (persen); vo – v4 = Error term.

(39)

21

Pengujian PraEstimasi

Sebelum melakukan estimasi panel VAR, ada beberapa tahapan pengujian yang harus dilakukan, yaitu:

Uji Stasioneritas Data (unit root test)

Data ekonomi time series pada umumnya bersifat stokastik atau memiliki tren yang tidak stasioner artinya data tersebut mengandung akar unit. Kondisi non-stasioner akan menciptakan kondisi spurious regression yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi R2 dan t-statistik yang tampak signifikan, tetapi penafsiran hubungan seri ini secara ekonomi akan ambigu dan menyesatkan (Enders 2004). Agar dapat mengestimasi suatu model menggunakan data tersebut maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau dikenal dengan unit root test. Uji akar unit dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF), Levin Lin Chu, Breitung dan lm test.

Solusi yang dapat dilakukan apabila data tidak stasioner pada uji-uji di atas adalah dengan melakukan difference non stasionary processes. Perlakuan tersebut diberikan untuk meningkatkan akurasi dari analisis apabila data yang diamati tidak stasioner. Perlakuan tersebut hanya merupakan pelengkap dari analisis panel VAR, karena tujuan dari analisis panel VAR adalah untuk menilai adanya hubungan timbal balik di antara variabel-variabel yang diamati. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan panel VAR dengan metode standar. Keberadaan variabel non-stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antarvariabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut.

Penentuan Lag Optimal

Uji kointegrasi sangat peka terhadap panjang lag, maka penentuan lag yang optimal menjadi salah satu prosedur penting yang harus dilakukan dalam pembentukan model. Guna memperoleh panjang lag yang tepat, umumnya perlu dilakukan beberapa pengujian secara bertahap, namun panjang lag optimal akan dicari dengan cara otomatis dalam penelitian ini menggunakan indikator nilai SIC. Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka yang dipilih adalah kandidat yang memberikan nilai lag terpendek. Hal ini dimaksudkan untuk menyederhanakan model yang digunakan dalam penelitian.

(40)

22

Uji Kointegrasi (Johansen Fisher Panel Cointegration test)

Kointegrasi adalah suatu penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang antarvariabel meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antarvariabel tersebut dapat menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi dalam model panel VAR, seperti Kao test, Pedroni test dan Johansen Fisher Panel Cointegration test. Penelitian ini menggunakan Johansen Fisher Panel Cointegration test untuk menguji ada atau tidaknya kointegrasi dalam persamaan model. Suatu data time series dikatakan terkointegrasi pada tingkat ke-d atau sering ke-disebut I(ke-d) jika ke-data tersebut bersifat stasioner setelah ke-di-ke-difference sebanyak d kali.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perekonomian ASEAN

Perekonomian negara anggota ASEAN masing-masing memiliki kondisi yang berbeda, hal ini disebabkan karena setiap negara memiliki perbedaan dalam banyak sisi, khususnya dalam bidang ekonomi misalnya pada sumberdaya alam, sistem ekonomi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan, keanggotan dalam perjanjian perdagangan internasional, sistem nilai tukar yang digunakan dan sebagainya. Pengambilan keputusan dalam meregulasi dan menjaga stabilitas perekonomian setiap negara di ASEAN memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi warga negaranya. Indikator kesejahteraan ekonomi salah satunya diukur melalui tingkat PDB per kapita. Gambar 5 menunjukkan kondisi perekonomian delapan negara anggota ASEAN yang dilihat keragaannya berdasarkan nilai PDB per kapita dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2014.

(41)

23

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 6 PDB per kapita (USD) negara anggota ASEAN

Sampai saat ini, Singapura merupakan negara anggota ASEAN dengan PDB per kapita tertinggi yaitu berkisar di atas angka 20 000 USD per tahun sejak tahun 2000. Pertumbuhan PDB per kapita Singapura yang memiliki tren positif tersebut membuat Singapura memiliki PDB per kapita di atas 50 000 USD per tahun sejak tahun 2011. Pertumbuhan PDB per kapita yang tinggi di Singapura terjadi salah satunya karena Singapura merupakan terminal perdagangan internasional terbesar di ASEAN dan terbesar kedua di dunia. Selain itu, Singapura memiliki jumlah populasi penduduk yang rendah dan PDB yang tinggi. Dengan demikian, PDB yang dibagikan kepada penduduk menjadi sangat besar jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya.

Kondisi ketenagakerjaan di ASEAN menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen penduduk usia kerja mampu terserap di pasar tenaga kerja. Dimulainya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak tahun 2016 diharapkan mampu menstimulus peningkatan persentase penduduk usia kerja di ASEAN yang terserap di pasar tenaga kerja. Berdasarkan Gambar 6, negara dengan penyerapan penduduk usia kerja di pasar tenaga kerja tertinggi yaitu Kamboja, berbanding terbalik dengan kondisi PDB per kapita negara tersebut yang terendah diantara negara-negara di ASEAN. Hal ini dapat disebabkan karena produktivitas tenaga kerja di Kamboja yang rendah sehingga upah rata-rata yang diterima juga kecil. Mayoritas investor lebih tertarik untuk menanmkan modalnya pada negara-negara yang memiliki tingkat upah yang rendah. Hal ini dilakukan agar keuntungan yang diperoleh juga semakin besar atau biaya produksi dapat ditekan semaksimal mungkin. Peningkatan produktivitas pekerja dapat dilakukan dengan cara meningkatkan taraf pendidikan tenaga kerja (Mankiw 2007). Sedangkan negara dengan penyerapan penduduk usia kerja di pasar tenaga kerja terendah adalah Malaysia yaitu di bawah angka 70 persen berdasarkan data pada Gambar 6.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(42)

24

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 7 Jumlah tenaga kerja (persen usia kerja) negara anggota ASEAN Berdasarkan data pada Gambar 7, perkembangan investasi di wilayah ASEAN menunjukkan tren yang cukup fluktuatif. Indonesia merupakan negara dengan kontribusi investasi terhadap PDB terbesar di wilayah ASEAN sejak tahun 2010, sedangkan negara-negara yang investasinya kurang menunjukkan perkembangan signifikan yaitu Kamboja. Perkembangan yang positif dari aliran investasi akan berpengaruh pada semakin bergeraknya industri sehingga semakin banyak lapangan pekerjaan tersedia. Lapangan pekerjaan yang semakin meningkat akan membantu mereduksi kemiskinan dan pengangguran yang ada dalam suatu negara.

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 8 Jumlah investasi (persen terhadap PDB) negara anggota ASEAN

60 65 70 75 80 85 90

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Indonesia Malaysia Singapore

Philippines Cambodia Vietnam

Thailand Brunei Darussalam

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(43)

25 Berdasarkan Gambar 8, Filipina merupakan negara dengan tingkat penggunaan teknologi pada produk eskpor tertinggi di ASEAN, namun hal tersebut terus menurun sejak tahun 2003. Sedangkan negara yang pada awal tahun 2000-an terendah dalam penggunaan teknologi ekspor adalah Vietnam, namun sejak tahun 2008 menunjukkan peningkatan cukup pesat pada penggunaan teknologi ekspornya. Pada tahun 2014, Filipina masih menjadi negara dengan sentuhan teknologi pada produk ekspor tertinggi.

Sumber: World Bank(2016)

Gambar 9 Tingkat penggunaan teknologi pada produk ekspor (persen) negara anggota ASEAN

Kamboja merupakan negara di kawasan ASEAN yang konsentrasi negara tujuan ekspornya mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan penerimaan ekspor Kamboja yang ditargetkan dapat menstimulus peningkatan kontribusi ekspor terhadap PDB. Target lain dari menurunnya konsentrasi negara tujuan ekspor adalah semakin kuatnya negara menghadapi guncangan eksternal yang sewaktu-waktu terjadi dan pada akhirnya dapat memperkuat tingkat stabilitas perekonomian negara tersebut. Di sisi lain, konsentrasi negara tujuan ekspor negara anggota ASEAN selain Kamboja mengalami peningkatan yang mengindikasikan ekspor negara anggota ASEAN lainnya semakin terfokus pada pasar ekspor tertentu, hal ini dapat berpengaruh pada kondisi perekonomian yang rentan tidak stabil jika sewaktu-waktu terjadi krisis global yang membuat harga produk atau daya beli di pasar ekspor negara anggota ASEAN lainnya menurun. Peristiwa ekonomi seperti itu dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian negara-negara anggota ASEAN selain Kamboja lebih signifikan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(44)

26

Sumber: World Integrated Trade Solution(2016)

Gambar 10 Indeks diversifikasi ekspor horisontal negara anggota ASEAN

Kebijakan Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN

Kebijakan-kebijakan yang diterapkan untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan nasional yang bersumber dari ekspor dapat melalui beberapa cara seperti dengan melakukan promosi ekspor, diversifikasi ekspor, pemberian kredit ekspor, standardisasi produk dan kebijakan lainnya. Pada umumnya kebijakan promosi, standardisasi dan pemberian kredit ekspor merupakan kebijakan pendukung untuk terwujudnya diversifikasi ekspor. Negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara dalam tiga dekade terakhir ini dianggap sebagai wilayah yang cukup berhasil dalam menerapkan kebijakan diversifikasi ekspor (Sattar 2015). Berikut akan diulas perkembangan kebijakan diversifikasi ekspor beberapa negara anggota ASEAN.

Indonesia

Konsentrasi ekspor Indonesia pada tahun 1980-an terhadap negara tujuan ekspor tertentu masih cukup tinggi. Sejak tahun 1991, konsentrasi ekspor Indonesia mulai menunjukkan penurunan yang artinya semakin besar keranjang penerimaan nasional yang bersumber dari ekspor akibat perluasan pasar ekspor. Berikut grafik penurunan salah satu ukuran konsentrasi ekspor Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(45)

27

Sumber: World Integrated Trade Solution(2016)

Gambar 11 Indeks diversifikasi ekspor empat negara anggota ASEAN Pemerintah Indonesia turut serta dalam penerapan kebijakan diversifikasi ekspor, hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah Malaysia dan Thailand untuk mewujudkan keberhasilan diversifikasi ekspor di negaranya masing-masing. Pemerintah ketiga negara tersebut cukup aktif dalam menentukan kebijakan pasar di wilayah teritorialnya masing-masing. Arah kebijakan diversfikasi ekspor di Indonesia lebih menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal yang ditransformasi menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi melalui proses industrialisasi. Diversifikasi yang demikian lebih mengarah pada diversifikasi secara vertikal dengan memanfaatkan teknologi untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui ekspor. Sebagai pendukung target tersebut, pemerintah Indonesia memiliki kebijakan untuk mendukung terwujudnya diversifikasi ekspor berupa national interest account (NIA) yaitu melalui pemberian kredit ekspor yang diemban oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesian Exim Bank (Kementerian Perindustrian 2013). Dana diberikan oleh pemerintah dan masuk dalam perhitungan APBN. Melalui program NIA, pemerintah dapat menetapkan suatu proyek atau transaksi khusus untuk mendorong peningkatan ekspor.

LPEI atau Indonesian Exim Bank adalah institusi yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 untuk mendorong peningkatan ekspor melalui aspek pembiayaan, penjaminan, dan asuransi ekspor. Selain itu, terkait revitalisasi dan penumbuhan industri hasil hutan dan perkebunan, kebijakan pemerintah saat ini diarahkan kepada dua hal, yaitu peningkatan nilai tambah produk (added value) dan peningkatan daya saing atau kualitas produk. Produk hasil hutan dan perkebunan diusahakan tidak lagi diekspor dalam bentuk bahan baku, namun diolah terlebih dahulu menjadi produk turunannya sehingga nilai tambahnya meningkat. Sedangkan peningkatan daya saing atau kualitas produk dilakukan melalui berbagai upaya oleh pemerintah, antara lain dengan penyusunan dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), penerapan sertifikasi legalitas untuk produk kayu (SVLK), penggantian mesin-mesin yang telah berumur tua dengan mesin atau teknologi baru supaya proses produksi lebih efisien, serta meningkatkan pasar dengan melaksanakan promosi atau pameran produk-produk hasil hutan dan perkebunan baik di dalam maupun luar negeri.

0

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(46)

28

Pada era pemerintahan tahun 2015, pemerintah menetapkan kebijakan KITE (Kebijakan Impor Tujuan Ekspor) melalui dua mekanisme yaitu fasilitas pembebasan bea masuk dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang yang hasil produksinya diekspor dan fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor. Pengertian bea masuk termasuk bea masuk tambahan seperti bea masuk anti dumping, bea masuk pembalasan, bea masuk safeguard, dan bea masuk imbalan. Selain itu, pemerintah yang baru juga menyediakan fasilitas kredit sebagai stimulus untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat meningkatkan daya saing produk ekspor UMKM yang berbasis kerakyatan. Melalui fasilitas kredit ini diharapkan kualitas dan nilai tambah produk ekspor UMKM lebih meningkat. KURBE merupakan KUR berorientasi ekspor menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja (Kredit Modal Kerja Ekspor/KMKE) dan investasi (Kredit Investasi Ekspor/KIE) bagi UMKM. KURBE memiliki tingkat suku bunga 9 persen tanpa subsidi dan penyaluran kredit ini juga akan ditangani Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesian Exim Bank). Berjangka paling lama 3 tahun untuk KMKE dan atau 5 tahun untuk KIE, batas maksimal pembiayaan KURBE mikro adalah sebesar Rp 5 miliar. Sedangkan KURBE kecil maksimal kredit yang bisa diberikan sebesar Rp 25 Miliar (dengan ketentuan maksimal KMKE sebesar Rp 15 Miliar) dan KURBE Menengah maksimal sebesar Rp 50 Miliar (dengan ketentuan maksimal KMKE sebesar Rp 25 Miliar).

Selain itu, produk ekspor Indonesia direncanakan akan diperluas negara tujuannya menuju negara-negara di Timur Tengah dan Afrika (Kementerian Perindustrian 2016). Neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara di Afrika dan Timur Tengah selama ini masih terbilang kecil, jauh di bawah satu persen dari total produk domestik bruto gabungan antarnegara. Kedua wilayah itu akan diandalkan jika pasar China dan India ikut terimbas krisis. Padahal, di saat ekspor mengalami kejenuhan di Amerika Serikat dan Eropa Barat, Indonesia jelas butuh diversifikasi negara tujuan ekspor ke wilayah Benua Afrika dan Timur Tengah. Kendati di sisi lain, memang harus diakui potensi ekspor Timur Tengah dan Afrika masih cenderung dikesampingkan karena ongkos distribusi ke negara-negara di kedua wilayah tersebut masih cukup mahal.

Malaysia

Gambar

Gambar 1  Pertumbuhan PDB riil (persen) negara anggota ASEAN
Gambar 2  Kontribusi nilai ekspor terhadap PDB (persen) negara anggota ASEAN
Gambar 3  Indeks diversifikasi ekspor negara anggota ASEAN
Gambar 4  Evolusi hubungan indeks diversifikasi ekspor dan PDB per kapita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dalam hal ini Fraksi ABRI dan FPDI sama terima rumusan dengan catatan bahwa untuk saat ini posisi untuk Pasal 28 ayat (4) adalah kosong, akan

Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pembangunan aplikasi EKG yang dapat digunakan menggunakan media mobile sebagai alat untuk menampilkan data hasil test yang

dipilih oleh pihak ketiga yang bertikai, tetapi bisa juga mediator menawarkan diri. Mediator harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bertikai. Ketiga,

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan. © Paojan Muh Akbar 2016

Odds Ratio ( ψ ) yaitu nilai yang menunjukan besarnya pengaruh kategori satu kategori dua (kategori dua terhadap respon dengan kategori pembanding) dalam

[r]

Selaras dengan berbagai tujuan yang telah ada di Indonesia maka tujuan pendidkan akhlak yang ada dalam Kitab Al-Akhlak li Al Banin karya Syaikh Umar Baraja tidak lain

Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh pengaruh latar belakang pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi dan pengalaman kerja