KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI KATEGORI
REKREASI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG,
PROVINSI SUMATERA BARAT
YULIUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukankan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Pebruari 2009
Yulius
ABSTRACT
YULIUS. Study on Coastal Tourism Development Recreation Category in Bungus Bay, Padang City, West Sumatra Province. Under direction of GATOT YULIANTO and BUDI SULISTIYO.
Bungus Bay is the focus area of coastal tourisms development of Padang City. It has a potential natural resources such as white and moderately sloped sandy beach, from north to south with strategic position near the capital of West Sumatra Province. The objectives of this study are (1) to identify land suitability for coastal tourism, recreation category, (2) to study the development of coastal tourism, recreation category, which suitable with biophysics, economy, social, culture, and institutional the community aspects, and (3) to formulate the directive policy and the strategic development plan for coastal tourism with recreational purpose. The methods used in this study are: (1) spatial and tabular analysis using GIS for land suitability, and (2) descriptive and SWOT analysis for development planning. The result shows that Bungus Bay is suitable for coastal tourism in recreation category (33,76% of total development area of 200,43ha). Carolina Beach, Carlos Beach, and Bungus Beach are the suitable locations for further coastal tourism development. Some existing tourism activities in Bungus Bay are swimming, canoeing, and picnic. Beach sport and fishing are the promising activities for further development. Based on SWOT analysis among the total 11 strategies for coastal development, recreational category in Bungus Bay, the three main alternatives strategy are (1) increasing people awareness and ability by counseling and management, (2) developing promotion programs to coastal tourism in Bungus Bay, and (3) monitoring and low enforcement to protect utilization of existing resources potency.
RINGKASAN
YULIUS. Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi Di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh GATOT YULIANTO dan BUDI SULISTIYO.
Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km2 berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang dengan luas 100,78 km2 dan jumlah penduduk 23.400 jiwa. Sesuai dengan RTRW pengembangan pariwisata Kota Padang diprioritaskan pada pariwisata bahari dan pantai dengan Teluk Bungus sebagai pusat pengembangan wisata pantai. Teluk Bungus memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial dikembangkan sebagai kawasan wisata karena memiliki pantai yang landai dan berpasir putih, membujur dari utara ke selatan dengan posisinya sangat strategis dekat dengan ibukota provinsi. Teluk ini sesuai untuk berbagai aktifitas wisata pantai kategori rekreasi. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kesesuaian lahan, yang mengkaji pengembangan kegiatan wisata pantai kategori rekreasi yang sesuai dari berbagai aspek secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi di Teluk Bungus, (2) mengkaji pengembangan kegiatan wisata pantai kategori rekreasi yang sesuai dengan aspek biofisik, ekonomi, sosial, budaya dan kelembagaan masyarakat di sekitar Teluk Bungus dan (3) merumuskan arahan kebijakan dan rencana strategi pengembangan wisata pantai kategori rekreasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode analisis data untuk kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan analisis spasial (keruangan) dan tabular dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dan (2) metode analisis data untuk rencana pengembangan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan SWOT.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan, menunjukan bahwa Teluk Bungus mempunyai klasifikasi cukup sesuai sebagai tempat wisata pantai kategori rekreasi, ditandai dengan potensi pengembangan areal seluas 200,43 hektar atau 33,76% dari luas total pengembangan, antara lain berada di Pantai Carolina, Pantai Carlos dan Pantai Bungus di Kelurahan Bungus Barat, Kelurahan Bungus Selatan dan Kelurahan Teluk Kabung Utara. Aktifitas wisata pantai yang dikembangkan di Teluk Bungus sampai saat ini adalah berenang, berperahu, dan piknik, sedangkan olahraga pantai dan memancing masih sangat mungkin untuk dikembangkan. Pendekatan analisis SWOT menghasilkan 11 strategi untuk pengembangan wisata pantai kategori rekreasi di Teluk Bungus, dengan tiga alternatif strategi utama yaitu: (1) meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat sekitar dengan penyuluhan dan pembinaan, (2) mengembangkan program kegiatan atau promosi wisata pantai kawasan Teluk Bungus, dan (3) monitoring dan penegakan peraturan dalam menjaga pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindung Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI KATEGORI
REKREASI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG,
PROVINSI SUMATERA BARAT
YULIUS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi
Di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Nama Mahasiswa : Yulius
N R P : C251060131
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Ir. Gatot Yulianto, M.Si. Dr. Budi Sulistiyo, M.Sc.
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Sumberdaya Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Pesisir dan Lautan
Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Teruntuk:
Adinda Rahmi Arfiani Ananda Safira Mufriha
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak dan Mama atas segala doa dan kasih sayang yang senantiasa mengiringi langkah penulis.
2. Istri tercinta Rahmi Arfiani dan anak tersayang Safira Mufriha.
3. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si. dan Bapak Dr. Budi Sulistiyo, M.Sc. selaku Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya.
4. Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. beserta segenap staf pengajar dan staf administrasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Sekolah Pasca Sarjana IPB.
5. Pimpinan dan staf Badan Riset Kelautan dan Perikanan, atas kesempatan beasiswa dan bantuan pengurusan administrasi selama penulis menempuh pendidikan di Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) IPB.
6. Pimpinan dan staf Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati BRKP, khususnya Ahmad, Hadi, Taslim, Ichwan, Novi dan Mbak Agustin atas saran dan dukungan serta bantuannya selama penyelesaian tesis ini. 7. Keluarga Besar Pamulang: Kakakku Basril dan adikku Mira. Keluarga Besar
Padang; Bapak Ismail, Tek Nen sekeluarga, Apa dan Ibu sekeluarga, Tek Nit, Linda, Arif, Ikhsan dan Yuni atas segala doa dan dukungan selama menempuh pendidikan dan penelitian di Padang.
8. Ayah dan Ibu mertua, atas segala doa dan dukungannya selama mengikuti pendidikan hingga penyelesaian studi akhir.
9. Mahasiswa Pasca Sarjana IPB, khususnya Program Studi SPL Program Reguler Angkatan 13 tahun 2006 atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama pada daerah penelitian dan memberikan peran kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pengelolaan pesisir dan pulau kecil.
Amin Yaa Rabbil Alamin.
Wassalamu’Alaikum Wr.Wb.
Bogor, Pebruari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1977 dari ayah Bachrudin dan ibu Djaminar. Penulismerupakan putra kedua dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1990 lulus dari SD Negeri Pulo 05 Jakarta, pada tahun 1993 lulus dari SMP Negeri 19 Jakarta dan pada tahun 1996 lulus dari SMA Negeri 70 Jakarta jurusan Biologi (A2). Selanjutnya pada tahun 2002 memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) dari Jurusan Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.
Pada tahun 2003, Penulis bekerja sebagai Calon Peneliti Geografi Fisik, di Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan dan pada bulan Juli 2006 mendapat kesempatan melanjutkan studi Magister (S2) di Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui bantuan beasiswa pendidikan dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………... xiii
DAFTAR GAMBAR ……… xv
DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii
I. PENDAHULUAN ………... 1
1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ....………... 3
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 6
2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut ………... 6
2.2.Batasan Wilayah Pesisir ………... 7
2.3.Pembangunan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Berkelanjutan ... 8
2.4.Definisi Pariwisata, Wisata Bahari dan Wisata Pantai ... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 12
3.1. Kerangka Pemikiran ………... 12
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...………... 13
3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ………... 15
3.3.1. Data Primer ... 16
3.3.2. Data Sekunder ... 19
3.4. Metode Analisis Data ... 20
3.4.1. Analisis Kesesuaian Lahan ... 21
3.4.1.1. Analisis Spasial (keruangan) ……….. 21
3.4.1.2. Analisis Tabular ………. 22
3.4.2. Analisis Rencana Pengembangan ... 25
3.4.2.1. Analisis Data Deskriptif ... 25
3.4.2.2. Analisis SWOT ... 25
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 29
4.1. Kondisi Fisik Dasar ... 29
4.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 29
4.1.2. Penggunaan Lahan ... 30
4.1.3. Topografi ... 31
4.1.4. Oseanografi ... 33
4.1.5. Tsunami ... 40
4.2. Kondisi Kependudukan ………... 45
4.2.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk ... 45
4.2.2. Kepadatan Penduduk ... 45
4.2.3. Struktur Penduduk ... 46
xi
Halaman
4.3. Kondisi Perekonomian ………... 49
4.3.1. Pertanian ………... 49
4.3.2. Peternakan ……… 49
4.4. Kondisi Sarana ..………... 50
4.4.1. Pendidikan ..………... 50
4.4.2. Kesehatan ..………... 51
4.4.3. Peribadatan ..………... 52
4.5. Kondisi Prasarana ………... 53
4.5.1. Air Bersih ... 53
4.5.1. Prasarana Perhubungan ... 53
4.6. Kondisi Ekosistem ... 55
4.6.1. Hutan Mangrove ... 56
4.6.2. Padang Lamun ... 57
4.6.3. Terumbu Karang ... 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 59
5.1. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai ... 59
5.1.1. Sumberdaya Hayati ………... 59
5.1.1.1. Penutupan Lahan Pantai ………... 59
5.1.1.2. Biota Berbahaya ………... 62
5.1.2. Sumberdaya Non Hayati ………... 66
5.1.2.1. Kedalaman Perairan (Batimetri) ...………... 66
5.1.2.2. Material Dasar / Sedimen Perairan .………... 70
5.1.2.3. Tipe / Karakteristik Pantai ... 74
5.1.2.4. Lebar Pantai ...………. 80
5.1.2.5. Kemiringan Pantai ...………... 84
5.1.2.6. Ketersediaan Air Tawar ………... 88
5.1.2.7. Kekeruhan Perairan (TSS) ...………... 91
5.1.3. Kesesuaian Lahan Peruntukan Wisata Pantai Kategori Rekreasi . 95 5.1.4. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi ... 97
5.2. Keadaan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Lembaga ... 100
5.2.1. Masyarakat Sekitar ...………... 100
xii
Halaman
5.3.Strategi Pengelolaan Kawasan Teluk Bungus untuk Pengembangan
Wisata Pantai Kategori Rekreasi ... 119
5.3.1. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal ... 119
5.3.1.1. Kekuatan (Strenghts) ... 119
5.3.1.2. Kelemahan (Weakness) ... 120
5.3.2. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Eksternal ... 122
5.3.2.1. Peluang (Opportunities) ... 122
5.3.2.2. Ancaman (Threats) ... 123
5.3.3. Penentuan Tingkat Kepentingan, Skor dan Bobot Setiap Faktor 124 5.3.4. Matriks dan Grafik SWOT ... 126
5.3.5. Alternatif Strategi ... 128
VI KESIMPULAN DAN SARAN ………... 132
6.1. Kesimpulan ………... 132
6.2. Saran ………... 133
DAFTAR PUSTAKA ………... 134
xiii
3 Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi ... 24
4 Diagram matrik SWOT ... 27
5 Kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung ... 30
6 Luas lahan berdasarkan jenis penggunaan menurut kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 31
7 Panjang dan luas bidang di Teluk Bungus ……….. 38
8 Jumlah penduduk dan rumah tangga menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 45
9 Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 45
10 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan sex rasio menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ..………. 46
11 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan sex rasio menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ….... 47
12 Jumlah rumah tangga miskin menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 48
13 Luas sawah menurut jenis pengairan dan kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 49
14 Populasi ternak menurut jenis dan kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 50
15 Jumlah sarana pendidikan menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 50
16 Jumlah sarana kesehatan menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 51
17 Jumlah sarana peribadatan menurut kelurahan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 52
18 Jumlah pelanggan PDAM menurut jenis pelanggan di Kec. Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ... 53
19 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk penutupan lahan pantai .. 62
20 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk biota berbahaya ... 63
21 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk kedalaman perairan (batimetri) ... 67
22 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk material dasar perairan ... 70
23 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk tipe pantai ... 75
24 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk lebar pantai ... 81
25 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk kemiringan pantai ... 84
26 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk ketersediaan air tawar .... 88
27 Luas areal kesesuaian lahan wisata pantai untuk kekeruhan perairan ... 91
xiv
Halaman
29 Luas areal kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata pantai kategori rekreasi ... 97 30 Tingkat kepentingan, skor dan bobot faktor pendukung (strategis internal
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kawasan Teluk Bungus yang telah berkembang dengan aktifitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Polair dan TNI AL,
Pelabuhan Ferry Penumpang ASDP dan pabrik pengolahan kayu ………... 2
2 Kerangka pemikiran penelitian ………. 13
3 Lokasi penelitian Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera ………... 14
4 Lokasi daerah penelitian (kotak merah) ... 15
5 Lokasi pengukuran lebar pantai dan kemiringan pantai ... 18
6 Diagram analisis integrasi SIG pada kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi ……….... 22
7 Diagram Analisis SWOT ... 28
8 Pantai berbentang alam kasar dan terjal ... 33
9 Pantai bertebing curam ... 33
10 Grafik pasang surut di Teluk Bungus hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 33
11 Wave Rose arah gelombang hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 34
12 Grafik Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 35
13 Grafik Tinggi Gelombang Maksimum (Hmax) hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 35
14 Distribusi kecepatan dan arah arus pasang surut hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 36
15 Arah arus pasang surut dominan hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006) ... 37
16 Peta kedalaman Teluk Bungus ... 39
17 Peta kedalaman tiga dimensi Teluk Bungus ... 40
18 Pantai tipe 2 (pantai curam berbatu) yang mewakili bagian selatan Provinsi Sumatera Barat, Pantai Teluk Bungus (Yudhicara 2008) ………. 41
19 Kondisi awal deformasi lantai samudra yang mengalami pengangkatan terdapat di bagian barat daya, sedangkan bagian yang mengalami penurunan adalah bagian timur laut (Yudhicara 2008) ………. 43
20 Peta potensi rawan bencana tsunami, di pantai Provinsi Sumatera Barat ... 44
21 Kelompok umur menurut jenis kelamin di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Tahun 2006 ………... 48
22 SMA Negeri satu-satunya di Kecamatan Bungus Teluk Kabung …………. 51
23 Ferry Penumpang (ASDP) ………... 54
24 Pelabuhan Pertamina ... 54
25 Bandara Internasional Minangkabau ... 54
26 Pelabuhan Perikanan Samudra Bungus ... 54
27 Jaringan jalan provinsi dari Kota Padang menuju Teluk Bungus ... 55
xvi
Halaman
29 Vegetasi Mangrove di Teluk Bungus, Kota Padang (PRWLSDNH BRKP
DKP, 2006) ... 56
30 Peta tutupan dan penggunaan lahan pantai Teluk Bungus ... 60
31 Peta kesesuaian tutupan dan penggunaan lahan pantai untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 61
32 Peta biota berbahaya di perairan Teluk Bungus ... 64
33 Peta kesesuaian biota berbahaya untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 65
34 Peta kedalaman perairan (batimetri) Teluk Bungus ... 68
35 Peta kesesuaian kedalaman perairan (batimetri) untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 69
36 Peta material dasar perairan Teluk Bungus ... 71
37 Peta kesesuaian material dasar perairan untuk wisata pantai Teluk Bungus . 72 38 Tg. Sikabau (Sungeibramei) ……….. 74
39 Tg. Nibung ………. 74
40 Peta tipe pantai Teluk Bungus ... 76
41 Peta kesesuaian tipe pantai untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 77
42 Jenis pantai berpasir di wilayah Teluk Bungus ………... 78
43 Jenis pantai berlumpur di wilayah Teluk Bungus ... 79
44 Jenis pantai berbatu (kiri) bertebing (kanan) di wilayah Teluk Bungus ... 79
45 Jenis pantai berkarang di wilayah Teluk Bungus ……….. 80
46 Pengukuran lebar garis pantai ... 81
47 Peta lebar pantai Teluk Bungus ... 82
48 Peta kesesuaian lebar pantai untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 83
49 Pengukuran kemiringan paras pantai ... 85
50 Peta kemiringan pantai Teluk Bungus ... 86
51 Peta kesesuaian kemiringan pantai untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 87
52 Peta ketersediaan air tawar Teluk Bungus ……… 89
53 Peta kesesuaian ketersediaan air tawar untuk wisata pantai Teluk Bungus .. 90
54 Peta kekeruhan perairan Teluk Bungus ... 93
55 Peta kesesuaian kekeruhan perairan untuk wisata pantai Teluk Bungus ... 94
56 Peta kesesuaian lahan peruntukan wisata pantai kategori rekreasi di Teluk Bungus ... 96
57 Peta kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata pantai kategori rekreasi di Teluk Bungus ... 99
58 Karakteristik usia masyarakat sekitar ... 101
59 Karakteristik pendidikan masyarakat sekitar ... 102
60 Karakteristik mata pencaharian masyarakat sekitar ... 103
61 Karakteristik pendapatan masyarakat sekitar ... 104
62 Kegiatan wisata pantai yang diketahui masyarakat sekitar ... 105
63 Persepsi dan keterlibatan masyarakat sekitar terhadap pengembangan wisata pantai ... 105
64 Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap potensi pengembangan wisata .. 106
65 Karakteristik usia pengunjung/wisatawan ... 107
66 Karakteristik pekerjaan pengunjung/wisatawan ... 107
67 Karakteristik pendapatan pengunjung/wisatawan ... 108
68 Kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung/wisatawan ……….. 109
xvii
Halaman
70 Pantai-pantai yang dikunjungi ... 110
71 Karakteristik lama usaha wisata pantai didirikan ... 111
72 Karakteristikjumlah tenaga kerja yang dipekerjakan ………... 111
73 Karakteristik sumber dan modal awal didirikannya usaha ... 112
74 Kemudahan dalam pengurusan izin usaha wisata ……… 112
75 Dukungan dari pemerintah/ swasta/ LSM dengan usaha yang dijalankan .... 113
76 Masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha wisata ………... 113
77 Kegiatan wisata pantai yang disukai wisatawan ………... 114
78 Karakteristik responden lembaga atau instansi terkait wisata ... 115
79 Kelengkapan sarana fisik di kawasan wisata Pantai Bungus ……….... 115
80 Kebersihan sampah dan sanitasi air di kawasan wisata Pantai Bungus ….... 116
81 Prasarana fisik yang harus dikembangkan di kawasan wisata Pantai Bungus ………... 116
82 Kegiatan wisata pantai yang dapat dikembangkan ……… 117
83 Program wisata pantai yang harus dikembangkan ……….... 117
84 Sarana promosi yang harus dikembangkan dalam mengenalkan wisata pantai kawasan Bungus ... 118
85 Uda dan Uni Sumatra Barat (Sumber : udaunisumbar.com, 2008) ………... 118
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Foto-foto lokasi penelitian ... 138
2 Kuisioner untuk wisatawan/pengunjung ... 140
3 Kuisioner untuk lembaga/instansi terkait ... 143
4 Kuisioner untuk pengusaha wisata ... 145
5 Kuisioner untuk masyarakat sekitar ... 147
6 Data reponden masyarakat sekitar dan wisatawan/pengunjung daerah penelitian ... 149
7 Keterlibatan reponden masyarakat sekitar di Teluk Bungus ... 150
8 Keterlibatan reponden wisatawan/pengunjung di Teluk Bungus ... 151
9 Keterlibatan reponden pengusaha wisata di Teluk Bungus ... 155
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang dengan luas 100,78 km2 dan jumlah penduduk 23.400 jiwa. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang Tahun 2004-2013 Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan daerah yang termasuk pada Sentra Pertumbuhan Selatan Kota Padang. Kawasan yang memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut ini direncanakan sebagai kawasan andalan pengembangan pariwisata (Pemerintah Kota Padang 2004). Kebijakan daerah yang tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Padang menunjukan bahwa konsep dan strategi pengembangan pariwisata Kota Padang diprioritaskan pada pengembangan pariwisata bahari dan pantai, dimana pusat pengembangan wisata pantai adalah Teluk Bungus (Pemerintah Kota Padang 2007). Saat ini di perairan Teluk Bungus sudah terdapat beberapa fasilitas yang mencerminkan rencana Kota Padang tersebut dan menjadi salah satu kawasan perairan yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan kelautan dan perikanan seperti Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus, Pelabuhan ASDP, dan beberapa penginapan di sekitar pantai Teluk Bungus (Salim, 2007).
2
berukuran besar seperti kapal pesiar nasional maupun internasional untuk dapat singgah dan berlabuh di kawasan pariwisata Teluk Bungus.
Gambar 1 Kawasan Teluk Bungus dengan aktifitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Polair dan TNI AL, Pelabuhan Ferry
Penumpang ASDP dan pabrik pengolahan kayu.
Kawasan Teluk Bungus sebagai kawasan beberapa pelabuhan, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Polair dan TNI AL, Pelabuhan
Ferry Penumpang ASDP dan pabrik pengolahan kayu, sebagaimana ditunjukan pada Gambar 1. Kenyataan ini terkait dengan Rencana Tata Ruang Kota Padang yang telah menetapkan bahwa Teluk Bungus sebagai kawasan pengembangan pariwisata. Untuk mendukung kebijakan ini, pengembangan jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi berjalan dengan baik. Ketersediaan kedua jaringan tersebut merupakan pendukung vital bagi sebuah kawasan wisata.
Bagian barat Pantai Sumatera merupakan daerah rawan gempa bumi yang mempunyai titik-titik gempa berada di dalam laut dan juga daerah tersebut merupakan daerah rawan bencana tsunami, karena gempa yang terjadi di laut dapat mengakibatkan patahan di dasar laut yang menimbulkan gelombang yang sangat besar (tsunami) (Anonim 2007). Teluk Bungus termasuk dalam kawasan
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus
Pelabuhan Ferry Penumpang (ASDP) Bungus
Pabrik Pengolahan Kayu Pelabuhan Polair dan TNI AL
3
rawan terlanda bencana tsunami yang pada dasarnya adalah kawasan pantai, di samping itu juga wilayah yang sering dilanda gempa bumi, terutama gempa bumi yang pusatnya di dasar laut dengan kedalaman pusat gempa yang dangkal. Dampak gempa bumi dan tsunami yang berkekuatan besar tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi aspek ekologi dan lingkungan terutama wilayah pesisir Teluk Bungus.
Mustafa Badrul (2006) mengemukakan bahwa besarnya kekuatan gempa dan tsunami di daerah Teluk Bungus yang sangat dekat dengan sumbernya ini harusnya membuat pemerintah daerah Kota Padang harus berhati-hati dalam menyusun tata ruang wilayah ini. Perlu dipertimbangkan pengembangan wilayah ini ke arah yang minim pemukiman. Langkah antisipasi di dalam tesis ini, rawan gempa dan tsunami menjadi salah satu faktor yang diperhatikan.
Keindahan alam yang sangat asri dengan perpaduan antara nuansa alam pegunungan, pantai dan laut telah menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisata pantai kategori rekreasi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kondisi alam yang demikian memberikan keunggulan komperatif dan kompetitif berupa keindahan alam dan panorama yang dimiliki yang dapat dijadikan objek-objek wisata unggulan, yang bila dikemas dengan baik dapat dijual kepada wisatawan domestik dan mancanegara, berupa paket-paket pariwisata yang akan menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah (PAD) yang potensial. Apabila potensi tersebut dikembangkan secara optimal dan dikendalikan keberlanjutan pemanfaatannya dalam jangka panjang, maka kemakmuran bagi seluruh warga Kecamatan Bungus Teluk Kabung dapat diwujudkan.
1.2. Perumusan Masalah
4
200 m di atas permukaan laut untuk dataran tinggi. Pantai pasir putih dan landai, sesuai untuk berbagai kegiatan wisata pantai kategori rekreasi seperti berenang, berjemur, bersampan, memancing ataupun berjalan-jalan menelusuri pantai. Selama ini pemanfaatan potensi wisata di kawasan Teluk Bungus belum dikelola dan dikembangkan secara optimal, hal ini disebabkan kualitas sumberdaya manusia yang terlibat relatif rendah serta perhatian pemerintah daerah yang kurang terutama berkaitan dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga potensi dan objek wisata kurang berkembang dengan baik (Rahmi 2007). Meskipun sering dikunjungi oleh masyarakat lokal, tetapi kawasan ini belum menjadi daerah tujuan wisata utama bagi masyarakat Kota Padang dan Sumatera Barat umumnya (Pemerintah Kota Padang 2008).
Berdasarkan riset atau penelitian yang dilakukan oleh PRWLSDNH (2006), dinyatakan bahwa Teluk Bungus mempunyai kondisi lingkungan pesisir yang cukup baik. Hal tersebut ditunjukan oleh kualitas perairan di Teluk Bungus menunjukkan kondisi yang tercemar ringan hingga sedang dengan nilai rata-rata DO sebesar 6,14 mg/l, BOD 14,93 mg/l dan COD 49,11 mg/l, diduga karena adanya limbah rumah tangga dari pemukiman dan pelabuhan. Diperlukan penegakan peraturan dalam menjaga lingkungan pesisir yang ada. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan dalam rencana pengembangan wisata pantai kategori rekreasi di Teluk Bungus. Dengan adanya penegakan peraturan yang ada, kerusakan dan pencemaran dapat dihindari sehingga lingkungan pesisir dapat terjaga secara lestari, serta dapat meminimalisir konflik antara pihak yang berkepentingan.
5
berkelanjutan dengan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat dan ramah lingkungan.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi Teluk Bungus.
b. Mengkaji pengembangan kegiatan wisata pantai kategori rekreasi yang sesuai dengan aspek biofisik, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan masyarakat di sekitar Teluk Bungus.
c. Merumuskan masukan arahan kebijakan dan rencana strategi pengembangan wisata pantai kategori rekreasi.
Manfaat penelitian ini diharapkan :
a. Memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam penentuan kebijakan pembangunan kawasan pesisir Teluk Bungus.
b. Memberikan pemahaman tentang pentingnya pemanfaatan ruang wilayah pesisir dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut
Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang didefinisikan sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Untuk memberikan manfaat yang luas dan berkelanjutan terhadap suatu ruang atau wilayah diperlukan perencanaan terhadap penataan ruang, yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Perencanaan tata ruang sendiri lebih terfokus pada pemanfaatan ruang daratan itu sendiri, karena di wilayah inilah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya berinteraksi menjaga keseimbangan ekosistem. Artinya perencanaan tata ruang tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan ekosistem dan bermuara pada tercapainya kenyamanan hidup bagi segenap penghuninya (BKTRN 2004).
Ruang laut memungkinkan adanya lebih dari satu pemanfaatan dalam ruang yang sama. Permukaan laut dapat dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran, sedangkan ruang kolom air dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan ikan, lokasi selam wisata bahari atau wilayah konservasi dan ruang dipermukaan dasar laut dapat dipergunakan untuk meletakkan kabel ataupun pipa bawah laut. Disamping itu, tanah di bawah dasar laut dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pertambangan (Rais et al. 2004).
7
pengelolaan laut yang berkembang selama ini. Pengelolaan laut secara sektoral masih belum serasi, karena didasarkan pada kepentingan masing-masing (Rais et al. 2004).
Konflik tata ruang pada umumnya merupakan konflik antara kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi di beberapa kawasan pesisir, terutama yang padat penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya. Konflik-konflik ini banyak terjadi antara lain di Pantai Timur Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Riau, Pantai Utara (Pantura) Jawa, Bali, Bontang, Ujung Pandang, dan Muara Sungai Aijkwa (pesisir sebelah selatan Irian). Eksploitasi sumberdaya pesisir di daerah tersebut sudah mencapai tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem pesisir untuk mendukung pembangunan ekonomi selanjutnya (Maskun 1996).
Pada sisi lain, luasnya sumberdaya pesisir dan lautan menimbulkan permasalahan, berupa ketidakterpaduan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Pada skala tertentu hal ini dapat menyebabkan atau memicu konflik antar kepentingan sektor, swasta dan masyarakat. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri yang polutif dengan kegiatan budidaya perikanan yang berdampingan (Rais et al. 2004).
Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan dapat diselesaikan melalui pendekatan musyawarah dan media partisipatif lainnya (Maskun 1996).
2.2. Batasan Wilayah Pesisir
Definisi wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri et al. 2004). Ditinjau dari garis pantai, wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai.
8
surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mendefinisikan wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir terdiri dari ekosistem alami (terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, dst.) dan ekosistem buatan (tambak, sawah, kawasan pariwisata, dst.). Sumberdaya di wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih meliputi sumberdaya perikanan, rumput laut, terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, serta sumberdaya alam yang tidak dapat pulih seperti minyak dan gas, mineral-mineral serta bahan tambang lainnya. Sumberdaya pesisir penting bagi ekonomi, sosial budaya dan tradisi masyarakat lokal serta media pertahanan-keamanan (Idris et al. 2007).
Dalam studi ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir didekati dengan konsep bahwa wilayah pesisir memiliki sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability principles) mengingat kegiatan yang dikembangkan adalah kegiatan yang bergantung pada sumberdaya alam (resources-based economy). Dengan kata lain, pengembangan kawasan pesisir harus mempertimbangkan faktor ketersediaan sumberdaya dan kelayakan ekologis.
2.3.Pembangunan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Berkelanjutan
9
Suatu kawasan pembangunan termasuk pesisir dan laut, secara ekologis berkelanjutan apabila sumberdaya alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi secara berlebihan terhadap sumberdaya yang dapat diperbaharui dan pengembangan pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui secara memadai (Dahuri et al. 2004).
Gunn (1988) mengemukakan bahwa untuk mencapai pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan harus mampu memenuhi empat aspek, yaitu mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, menjamin kepuasan pengunjung dan meningkatkan keterpaduan dan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan pengembangan ekowisata bahari.
2.4. Definisi Pariwisata, Wisata Bahari dan Wisata Pantai
Pariwisata merupakan sebuah bentuk kegiatan rekreasi. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Pariwisata menurut UU Kepariwisataan No. 9 Tahun 1999 Pasal 1 (5) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidangnya.
(Holloway dan Plant 1989, diacu dalam Yulianda 2007) mengemukakan bahwa pariwisata merupakan kegiatan perpindahan atau perjalanan orang secara temporer dari tempat mereka biasanya bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan.
UI, ITB, UGM (1997) menyatakan bahwa penyelenggaraan pengembangan pariwisata harus menggunakan prinsip berkelanjutan dimana secara ekonomi memberikan keuntungan, memberikan kontribusi pada upaya pelestarian sumberdaya alam, serta sensitif terhadap budaya masyarakat lokal. Oleh karena itu pengembangan pariwisata harus berpegang pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
A. Prinsip Keseimbangan
10
B. Prinsip Partisipasi Masyarakat
Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata. C. Prinsip Konservasi
Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan (alam dan budaya). Pengembangan harus diselenggarakan secara bertanggung jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.
D. Prinsip Keterpaduan
Pengelolaan pariwisata harus direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan ekosistem dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor.
E. Prinsip Penegakan Hukum
Pengelolaan pariwisata harus dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, serta dilaksanakan dengan penegakan hukum maupun peraturan yang berlaku untuk menjamin kepastian hukum dalam pengelolaan pariwisata.
Dengan demikian, pengembangan pariwisata di pesisir dan laut hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan di atas agar dapat dinikmati tidak hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang.
Peraturan Menteri Nomor: Km.67/Um.001/Mkp/2004 menyatakan bahwa tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil, Pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan saat ini dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan dimasa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetik tercapai, dengan tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati.
11
di wilayah tersebut, mengakibatkan pula semakin banyaknya masyarakat terlibat dalam kegiatan pariwisata seperti peningkatan fasilitas dan aksesibilitas (Zia 2006).
Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun kegiatan yang dilakukan di permukaan laut (submarine). Menurut Direktorat Jendral Pariwisata, wisata bahari disebut juga wisata minat khusus yaitu suatu bentuk perjalanan wisata yang mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus terhadap suatu objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan wisata. Wisata bahari merupakan wisata lingkungan (eco-tourism) yang berlandaskan daya tarik bahari di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan atau kelautan.
Wisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek wisata. Dahuri et. al (2004) mendefinisikan pariwisata pantai sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai. Pariwisata semacam ini sering diasosiasikan dengan tiga ‘S” yaitu Sun, Sea, Sand artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir putih.
Pembangunan pariwisata bahari dan pantai pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan potensi objek serta daya tarik sumberdaya di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, berupa kekayaan alam yang indah seperti pantai yang landai dan berpasir putih, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias.
12
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Potensi sumberdaya kawasan Teluk Bungus harus terintegrasi dengan masing-masing kegiatan pembangunan yang ada serta adanya rencana menyeluruh terhadap kawasan dan masyarakat sekitar, sehingga pembangunan yang dilakukan dapat menimbulkan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan pesisir. Bentuk dan hakekat kegiatan pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis pesisir secara menyeluruh. Hal yang paling prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan ruang untuk berbagai kegiatan pembangunan menurut pengaturan tata ruang di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan.
Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan suatu pemikiran teoritis dalam upaya memecahkan permasalahan tersebut. Kerangka pemikiran pendekatan masalah ini dimaksudkan untuk memberikan solusi optimal terhadap permasalahan yang dihadapi dalam penataan ruang wilayah pesisir untuk pengembangan wisata pantai di Teluk Bungus.
13
Potensi - Kesejahteraan Masyarakat
Sumberdaya Alam - Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
- Kualitas Lingkungan
Pengembangan Wisata
Pantai Kategori Rekreasi
Aspek Sosial Ekonomi Aspek Biofisik
Budaya dan Kelembagaan
- Analisis Deskriptif - Analisis (SIG)
- Analisis SWOT - Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Rekreasi
Rumusan Arah Kebijakan dan Rencana Strategi Peruntukan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi Wisata Pantai Kategori Rekreasi
Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi Di Teluk Bungus Kota Padang, Prov. Sumbar
Gambar 2Kerangka pemikiran penelitian.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
14
darat, seperti terlihat pada Gambar 3 dan 4. Batas - batas wilayah daerah penelitian adalah sebagai berikut:
• Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang,
• Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan,
• Sebelah Barat: berbatasan dengan Pantai Barat Sumatera / Samudera Hindia,
• Sebelah Timur: berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.
15
Gambar 4 Lokasi daerah penelitian (kotak merah).
Penelitian dilaksanakan selama enam (6) bulan, mulai bulan Maret sampai dengan Agustus 2008. Survei lapangan dan pengambilan data sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan dilakukan pada bulan Juli 2008.
3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Informasi
16
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan melalui pengukuran, pengamatan, observasi dan wawancara seperti terlihat pada tabel 1, dalam penelitian ini jenis data primer yang diperoleh yaitu :
1. Data sosial, budaya dan ekonomi serta kelembagaan diperoleh melalui survei di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa responden adalah individu, masyarakat dan staf dinas yang mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan Wisata Bahari khususnya Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Pesisir Teluk Bungus. Penelitian dilakukan pada alternatif lokasi yang telah ditetapkan dan wawancara serta kuesioner dilakukan terhadap sejumlah responden. Jumlah responden ditentukan sebanyak 52 orang dengan dasar pemikiran jumlah responden tersebut dianggap dapat mewakili suatu kelompok masyarakat tertentu yang berasal dari berbagai tingkatan dan mewakili para pelaku terkait, meliputi 20 orang wisatawan/pengunjung, 20 orang masyarakat sekitar/setempat, 6 orang pejabat dari lembaga/instansi terkait dan 6 orang pengusaha pariwisata. Data yang dikumpulkan juga meliputi data karakteristik responden dan data persepsi atau pendapat dari responden terhadap keterlibatannya dalam wisata pantai.
2. Data biofisik seperti data tipe pantai, lebar pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar diperoleh melalui survei di lapangan dengan melakukan pengukuran, pengamatan dan wawancara. 3. Foto kondisi eksisting kawasan Teluk Bungus.
Dalam survey/pengumpulan data, menggunakan metode jaring data primer:
1. Penjaringan data melalui wawancara mendalam, untuk memperoleh data secara lengkap dan mendalam.
17
Tabel 1 Pengumpulan data primer
No. Jenis Data Teknik Pengumpulan
Alat yang digunakan
Lokasi Pengumpulan Data
1. Data sosial,
1. Bappeda Kota Padang, 2. Dinas Pariwisata dan
Budaya Kota Padang, 3. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kota Padang 4. Dinas Tata Ruang dan
Bangunan Kota Padang 5. Kecamatan Bungus Teluk
Kabung
6. Masyarakat RT 01 RW 04 Kelurahan Bungus Selatan,
7. Masyarakat RT 01 RW 04 Teluk Buo Kelurahan Teluk Kabung Tengah, 8. Pantai wisata carolina,
pesona, carlos, tintin dan caveri
Pantai Teluk Bungus (Gambar 5) secara visual dan pemotretan
Kamera digital
Pantai Teluk Bungus
4. Data biota 04 Kelurahan Bungus Selatan,
2. Masyarakat RT 01 RW 04 Teluk Buo Kelurahan Teluk Kabung Tengah 5. Posisi
geografis
Ploting GPS
Garmin 12 XL
18
Ga
m
b
ar 5
Lokasi p
engu
kuran lebar
pa
ntai dan k
em
ir
ing
an p
antai.
19
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelusuran terhadap laporan-laporan hasil penelitian dan hasil kegiatan di lokasi yang sama, publikasi ilmiah, peraturan daerah, data dari instansi pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat seperti terlihat pada tabel 2, dalam penelitian ini jenis data sekunder yang diperoleh yaitu:
1. Data statistik wilayah yang berupa ”Monografi Kota Padang dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung dalam Angka Tahun 2006” yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Kota (Pemkot) Padang dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 2. Data potensi wilayah pariwisata yang terdapat di Teluk Bungus tahun
2008 diperoleh melalui observasi dan dari Bappeda Pemkot Padang maupun Dinas Pariwisata Pemkot Padang.
3. Data Biofisik dan Oseanografi seperti terlihat pada tabel 4 diperoleh melalui hasil penelitian, proyek, dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati (PRWLSDNH), Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2006. Data kedalaman/batimetri diperoleh dari hasil survei batimetri PRWLSNH tahun 2006, dilengkapi dengan data peta laut Jawatan Hidro-oseanografi (Janhidros) TNI-AL tahun 1999. Citra Ikonos digunakan untuk memperoleh informasi garis pantai Teluk Bungus.
4. Data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang Tahun 2004-2013.
Metode jaring data sekunder:
1. Inventarisasi profil dasar daerah penelitian, untuk mengetahui karakteristik daerah penelitian dan peta kawasan.
2. Inventarisasi potensi dan data infrastruktur pendukung pariwisata untuk memperoleh informasi secara lengkap dan menyeluruh terhadap semua potensi yang dimiliki dan kegiatan yang ada serta faktor pendukung pariwisata baik aksesbilitas maupun ketersediaan fasilitas umum.
20
4. Inventarisasi data sektor/bidang lain yang terkait dengan pariwisata, untuk mengetahui kontribusi dan keterkaitan bidang/sektor lain misalnya; lingkungan, ekonomi, sosial budaya.
Tabel 2 Pengumpulan data sekunder
No. Jenis Data Teknik 1. Data Biofisik dan Oseanografi
− Citra Ikonos (2005) − Kedalaman/Batimetri Laut
(2006)
− Sedimen Dasar Laut (2006) − Karakteristik Pantai (2006) − Kekeruhan perairan (TSS)
(2006)
− Peta Topografi (1943) − Peta Rencana Pemanfaatan
lahan (2004)
− Dokumen RTRW (2004-2013)
− Laporan Penelitian
Inventarisasi Janhidros AL, BRKP – DKP
BAPPEDA Padang
PEMDA, BRKP-DKP, PT 2. Data statistik wilayah yang
berupa ”Monografi Kota Padang dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung dalam Angka Tahun 2006.
Data Kependudukan dan Sosial Ekonomi.
3. Peraturan dan Kebijakan yang terkait dengan Penataan Ruang
Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan
- Lembaga Pemerintah
4. Data potensi wilayah pariwisata yang terdapat di Teluk Bungus tahun 2008
Padang dan Dinas Pariwisata Kota Padang.
3.5. Metode Analisis Data
21
3.5.1. Analisis Kesesuaian Lahan
Pengolahan data pada model kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi dibagi menjadi dua analisis, yaitu :
1. Analisis Spasial (keruangan) 2. Analisis Tabular
3.5.1.1. Analisis Spasial (keruangan)
Pada analisis kesesuaian dalampenelitian ini komponen keruangan (spasial) di Teluk Bungus pada prinsipnya berupa basis data dari data primer maupun data sekunder dengan aktual data tahun 2006 seperti data biologi dan data fisik dapat dirumuskan berdasarkan parameter sumberdaya yaitu :
a. Sumberdaya Hayati - penutupan lahan pantai - biota berbahaya b. Sumberdaya Non Hayati
- kedalaman perairan / Batimetri - tipe / Karakteristik pantai - lebar pantai
- material dasar /sedimen perairan - kemiringan pantai
- kekeruhan perairan / TSS - ketersediaan air tawar
22
Teluk Bungus
Data Primer Basis Data Data Sekunder
- Lebar Pantai - Peta Dasar
- Penutupan Lahan Pantai - Kedalaman Perairan
- Biota Berbahaya - Tipe Pantai
- Ketersediaan Air Tawar - Material Dasar Perairan
- Kemiringan Pantai - Kekeruhan Perairan
Peta Tematik Peta Tematik
Hasil Analsis Data Hasil Analsis Data
Sumberdaya Hayati Sumberdaya NonHayati
Overlay Modeling
Analisis Spasial Peta Komposit Kriteria Kesesuaian
dan Tabular
Potensi Kesesuaian Wisata Pantai Teluk Bungus
Gambar 6 Diagram analisis integrasi SIG pada kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi.
3.5.1.2. Analisis Tabular
Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu di muka bumi dengan memasukan kriteria-kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan wisata Pantai Bungus diberikan bobot dan dikalikan dengan skor. Dari hasil pengalian ini dapat ditentukan interval nilai untuk menentukan kesesuaian ruang bagi kegiatan wisata. Wisata pantai
23
merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek wisata, meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di pantai, seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, piknik, berkemah, berenang, berjemur. Wisata pantai terdiri dari dua kategori yaitu kategori rekreasi dan wisata mangrove parameter yang dijadikan acuan untuk kegiatan wisata pantai kategori rekreasi adalah mempertimbangkan 9 parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain ; kedalaman perairan/Batimetri (m), tipe/ Karakteristik pantai, lebar pantai (m), material dasar/sedimen perairan, kemiringan pantai (°), kekeruhan perairan (TSS) (mg/l), penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (jarak/km). Dari parameter-parameter tersebut maka disusun matriks kesesuaian untuk wisata pantai kategori rekreasi, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.
Pendekatan evaluasi kesesuaian lahan yang digunakan adalah metode pendekatan matematis melalui cara perkalian dan penjumlahan parameter, sedangkan penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan pada tingkat kelas.
Analisis secara kuantitatif terhadap parameter-parameter tersebut akan menentukan tingkat kelas kesesuaian lahan melalui pendekatan :
Y = Xn . ∑ ai
Keterangan :
Y : nilai maksimum
Xn : skor pada tingkat kesesuaian lahan kategori S1 (Sangat Sesuai)
ai : nilai bobot total
Jadi :
24
Tabel 3Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi
No Parameter Bobot Kategori
S1
2 Pantai Berlumpur, berbatu, Bertebing
Sumber: Modifikasi dari Yulianda F, 2007 dan Bakosurtanal 1996.
25
Keterangan:
Nilai Maksimum = 140
Kelas-kelas kesesuaian pada matriks tersebut menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu kawasan untuk kegiatan wisata. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi kedalam 4 (empat) kelas, sbb :
Kelas S1 = Sangat Sesuai, dengan nilai 80% - 100% (112 – 140) Kelas S2 = Cukup Sesuai, dengan nilai 60% - 80% (84 – 112) Kelas S3 = Sesuai Bersyarat, dengan nilai 35% - 60% (49 – 84) Kelas N = Tidak Sesuai, dengan nilai < 35% (< 49)
3.5.2. Analisis Rencana Pengembangan 3.5.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu menganalisis karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan serta keterlibatan atau persepsi dari responden di wilayah penelitian, kemudian dikategorikan dalam 4 kelompok menurut responden dari hasil kuisioner. Kategori tersebut adalah :
1. Masyarakat Sekitar
- Karakteristik Masyarakat Sekitar
- Keterlibatan Masyarakat Sekitar dalam wisata pantai 2. Pengunjung atau Wisatawan
- Karakteristik Pengunjung
- Keterlibatan Pengunjung/wisatawan dalam wisata pantai 3. Pengusaha Wisata
- Karakteristik Pengusaha Wisata
- Keterlibatan Pengusaha Wisata dalam wisata pantai 4. Lembaga atau Instansi Terkait Wisata
- Karakteristik Lembaga
- Keterlibatan Lembaga/Instansi Terkait dalam wisata pantai
3.5.2.2. Analisis SWOT
26
SWOT sehingga dapat diketahui kekuatan dan kelemahan potensi pesisir yang ada. Komponen-komponen dalam analisis SWOT tersebut adalah :
1. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal a. Kekuatan (Strenghts)
• Potensi sumberdaya alam dan lingkungan. • Lokasi pantai yang strategis.
• Dukungan masyarakat. • Dukungan Pemerintah.
b. Kelemahan (Weakness) • Kondisi ekosistem.
• Tingkat sumberdaya manusia yang masih rendah. • Status kepemilikan pantai yang belum jelas.
• Belum adanya peraturan lokal yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya laut.
• Pemanfaatan potensi dan objek wisata yang belum optimal. • Sarana dan prasarana fisik yang masih kurang atau terbatas.
2. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Eksternal a. Peluang (Opportunities)
• Potensi pengunjung atau wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
• Kebijakan pemerintah provinsi dalam menetapkan Kota Padang sebagai pintu gerbang wisata.
• Keberadaan sektor-sektor lain yang dapat mengisi kegiatan wisata pantai.
b. Ancaman (Threats)
• Pergeseran nilai budaya. • Adanya konflik kepentingan. • Adanya pungutan liar (premanisme).
• Keberadaan buangan limbah sektor industri dan rumah tangga yang mengancam kualitas perairan di Teluk Bungus.
27
tingkat kepentingannya, kemudian diberi rangking. Perangkingan dilakukan secara objektif. Pemberian nilai dilakukan setiap unsur SWOT dengan kisaran nilai 1 = kurang penting : 3 = cukup penting : 5 = lebih penting : 7 penting sekali
(berdasarkan skala Saaty i.e. diacu dalam Adrianto 2005).
Pemberian rangking dilakukan terhadap masing-masing alternatif strategi. Rangking ditentukan berdasarkan nilai total alternatif strategi yang tertinggi sampai terendah. Nilai total suatu alternatif strategi diperoleh berdasarkan penjumlahan nilai dari unsur-unsur yang terkait dengan suatu alternatif strategi. Langkah terakhir adalah menyusun komponen-komponen tersebut di atas dalam diagram matrik SWOT, sebagaimana ditunjukan pada Tabel 4. Diagram matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Tabel 4 Diagram matrik SWOT
Komponen Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
Threats (T) Strategi ST Strategi WT
Keterangan:
a. Strategi SO, dibuat berdasarkan pemikiran dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST, strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada.
c. Strategi WO, diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan.
28
Gambar 7 Diagram Analisis SWOT. Keterangan:
Kuadran I : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, karena masih memiliki kekuatan yang dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijaksanaan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strtegy).
Kuadran II : Peluang pasar yang dihadapi sangat besar, tetapi dilain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar lebih baik.
Kuadran III : Situasi yang sangat tidak menguntungkan karena yang dihadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Kuadran IV : Meskipun menghadapi ancaman tetapi masih memiliki kekuatan internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi produk/pasar.
Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) suatu kegiatan yang dimiliki, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) yang dihadapi. Hasil analisis ini menghasilkan strategi pengembangan wisata pantai kategori rekreasi agar potensi sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara optimal.
29
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Fisik Dasar
4.1.1.Letak Geografis dan Luas Wilayah
Teluk Bungus memiliki panjang garis pantai 21.050 meter dan panjang teluk
5.418 meter, volume 223.255.052,2 m3, memiliki bentuk permukaan yang
cenderung membulat dan luas permukaannya 1383,86 Ha berlokasi di sebelah
selatan Teluk Bayur dan memiliki posisi strategis menghadap Samudera Hindia
(Kusumah dan Salim 2008).Teluk ini termasuk dalam Kecamatan Bungus Teluk
Kabung dan merupakan salah satu kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota
Padang. Secara astronomis kecamatan ini berada pada posisi 01001’21’’–
01005’02’’ Lintang Selatan (LS) dan 100o21’58’’– 100026’36’’ Bujur Timur (BT)
dan terletak di bagian barat pantai Pulau Sumatera. Kecamatan Bungus Teluk
Kabung berada pada ketinggian rata-rata sekitar 0-5 m dpl untuk daerah pesisir,
dan < 850 m untuk daerah perbukitan. Temperatur berkisar antara 22,5°C – 31,5°C dan curah hujan 314,47 mm/bulan. Secara geografis berbatasan langsung dengan :
• Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang,
• Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan,
• Sebelah Barat: berbatasan dengan Pantai Barat Sumatera / Samudera Hindia,
• Sebelah Timur: berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Secara administratif Kecamatan Bungus Teluk Kabung memiliki 6 (enam)
kelurahan, yaitu: Teluk Kabung Selatan, Bungus Selatan, Teluk Kabung Tengah,
Teluk Kabung Utara, Bungus Timur dan Bungus Barat. Untuk lebih jelasnya,
30
Tabel 5 Kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung
No. Kelurahan Luas
(Km2)
Persentase (%)
1. Teluk Kabung Selatan 9,14 9,06
2. Teluk Kabung Tengah 25,64 25,44
3. Teluk Kabung Utara 17,26 17,13
4. Bungus Selatan 4,85 4,81
5. Bungus Timur 25,81 25,61
6. Bungus Barat 18,08 17,94
Total 100,78 100,00
Sumber : Kec. Bungus Teluk Kabung dalam Angka, 2006
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kelurahan yang paling luas di
Kecamatan Bungus Teluk Kabung adalah Kelurahan Bungus Timur yaitu seluas
25,81 Km2 dengan persentase 25,61 %, sedangkan Kelurahan yang memiliki luas
terkecil adalah Kelurahan Bungus Selatan yaitu seluas 4,85 Km2 dengan
persentase 4,81 %.
Kecamatan Bungus Teluk Kabung memiliki daya tarik untuk dikembangkan
sebagai objek wisata pantai maupun wisata alam. Pantai-pantai yang potensial
untuk dikembangkan berada di gugusan pulau-pulau kecil di Kelurahan Teluk
Kabung Selatan dan di pantai Teluk Bungus yang berada pada tiga Kelurahan
yaitu Kelurahan Teluk Kabung Utara, Bungus Selatan dan Bungus Barat. Adapun
pantai-pantai tersebut yaitu Pantai Bungus, Pantai Kabung, Pantai Buo dan Pantai
di gugus-gugus pulau. Di antara pantai tersebut yang kini sudah mulai dikelola
dan dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata adalah Pantai Bungus (Pantai
Carolina dan Pantai Carlos) dan Pantai di Gugus Pulau Sikuai.
4.1.2. Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan yang ada pada Kecamatan Bungus Teluk Kabung
terdiri atas sawah, perkarangan, tegal, ladang, hutan rakyat, hutan negara,
perkebunan dan lainnya. Untuk mengetahui luas lahan menurut jenis penggunaan
31
Tabel 6 Luas lahan berdasarkan jenis penggunaan menurut kelurahan di Kec.
Bungus Teluk Kabung Tahun 2006
No. Jenis Penggunaan Luas Lahan
(Ha)
Persentase (%)
1. Sawah 790,00 7,84
2. Perkarangan 255,00 2,53
3. Tegal / Kebun 455,00 4,51
4. Ladang / Huma 450,00 4,47
5. Ditanami Pohon / Hutan Rakyat 75,00 0,74
6. Hutan Negara 2.150,00 21,33
7. Perkebunan 2.800,00 27,78
8. Lain-lain 2.103,00 20,87
Total 10.078,00 100,00
Sumber : Kec. Bungus Teluk Kabung dalam Angka, 2006
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jenis penggunaan lahan yang dominan
di Kecamatan Bungus Teluk Kabung adalah perkebunan yaitu seluas 2.800 Ha
dengan persentase 27,78 %, sedangkan jenis penggunaan lahan yang memiliki
luas terkecil adalah hutan rakyat yaitu seluas 75 Hadengan persentase 0,74 %. Hal
ini menandakan bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang cukup dominan
karena sebagian besar lahan diperuntukan bagi kegiatan perkebunan.
4.1.3. Topografi
Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan daerah pesisir yang
dikelilingi oleh barisan bukit-bukit yang bersambung satu dengan yang lain.
Sebagian besar daerah Kecamatan ini memiliki pantai yang terjal dan curam
(Gambar 8). Perairan Teluk Bungus merupakan daerah estuaria yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia dan terletak di pantai barat provinsi Sumatera
Barat. Perairan estuaria Teluk Bungus ini dialiri oleh Sungai Bungus dan Sungai
Cindakir. Secara fisiografi daerah ini termasuk dalam Jalur Pulau Non Vulkanik
Busur Luar dan Pulau/daratan menghadap ke arah samudera lepas. Daerah
tersebut menghadap langsung dengan Samudera Hindia yang dicirikan oleh
dominasi pantai bertebing curam, pantai berbentang alam kasar (Gambar 9),
kantong-kantong sedimen/endapan yang membentuk daratan pantai yang landai
hanya terkonsentrasi pada daerah daratan yang menjorok ke dalam teluk dan
32
berpasir. Ciri khas daerah tersebut adalah proses pengangkatan akibat aktifitas
tektonik sangat dominan sepanjang pantai dan pesisir.
Teluk Bungus merupakan daerah pantai yang berpasir putih, serta menjadi
tempat sedimentasi dari daratan dengan 2 (dua) muara yaitu Sungai Cindakir dan
Sungai Bungus, akibatnya terjadi proses sedimentasi yang sangat tinggi di sekitar
depan Muara Sungai Bungus yang mengakibatkan terbentuknya pulau delta hasil
proses sedimentasi yang membawa material dari daratan. Akumulasi dari material
bawaan dari daratan menjadi proses terjadinya penambahan daratan yang menjadi
sebuah tanjung disekitar muara Sungai Bungus dengan ciri fisik yang landai,
begitu pula dengan daerah Muara sungai Cindakir terjadi penambahan daratan
yang sangat dinamis pada daerah ujung sungai.
Perbedaan mencolok terjadi pada daerah mulut Teluk Bungus, kondisi
pantai akibat perbedaan tingkat resistensi batuan menyebabkan perbedaan
karakteristik pantai yang sangat berbeda. Pada pantai yang tersusun oleh batuan
yang memiliki resistensi sangat tinggi memiliki karakteristik pantai dengan tebing
hingga 900 dan hal ini terjadi di daerah yang langsung berhadapan dengan
perairan Samudera Hindia, hasil abrasi gelombang pada dinding batuan penyusun
pantai membentuk daratan pantai yang curam dan sempit sepanjang pantai, yang
mengakibatkan bentukan tanjung di daerah yang berhadapan dengan lautan lepas
berupa tanjung yang vertikal atau tegak lurus dan kasar.
Perairan Teluk Bungus yang memiliki luas 1.391 hektar mempunyai
kedalaman hingga 35 meter. Kondisi topografi dasar laut pada daerah perairan
dekat pantai dari landai secara berangsur-angsur berubah menjadi terjal.
Selanjutnya topografi dasar laut hingga ke mulut teluk perubahan kedalaman
terjadi secara gradual dengan kondisi topografi landai.
Material sedimen penyusun dasar laut daerah penelitian di sekitar dermaga
pelabuhan perikanan Bungus, terjadi perubahan ukuran butir sedimen dengan
berubahnya kedalaman. Pada daerah sekitar pantai dengan kedalaman kurang dari
5 meter material dasar laut tersusun oleh material pasir, pada daerah dengan
kedalaman 5-10 meter tersusun oleh material lanau (pasir lempungan) dan pada
daerah yang memiliki kedalaman > 10 meter material sedimennya adalah lempung
33
Gambar 8Pantai berbentang alam kasar dan terjal. Gambar 9Pantai bertebing curam.
4.1.4. Oseanografi
A. Pasang Surut
Pasang surut laut adalah gerak vertikal dari semua partikel air laut akibat
gaya tarik benda-benda angkasa (Wibisono 2005, diacu dalam PRWLSDNH
2006). Dari hasil penelitian PRWLSDNH (2006) diperoleh bahwa perairan Teluk
Bungus mempunyai Nilai Fomzal 0.43 berjenis tipe pasang surut campuran
condong ke harian ganda (mixed semi diurnal tide) yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, dengan variasi yaitu pasang terendah dan pasang
tertinggi berkisar antara 1 sampai 2 meter. Tipe ini diperoleh dari hasil bagi
amplitudo K1+O1 dan S2+M2. Selain itu dari data tide gauge yang dipasang dapat ditampilkan grafik pasang surut seperti pada gambar 10.
Grafik Pasang Surut T eluk Bungus
140 0
Gambar 10 Grafik pasang surut di Teluk Bungus hasil analisa
34
B. Gelombang
Teluk Bungus dipengaruhi oleh kondisi Samudera Hindia. Dari hasil
penelitian oseanografi fisik PRWLSDNH (2006) diperoleh gambaran bahwa arah
gelombang datang dominan dari Barat dan Barat Laut, dimana gelombang datang
dari Samudera Hindia menuju ke dalam Teluk Bungus (gambar 11). Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian Sarmili, et al. Puslitbang Geologi Kelautan tahun
2004 bahwa angin pada musim barat (November – Maret) datang dari utara
menuju ke selatan dan tenggara, sehingga kemungkinan besar tinggi gelombang
yang masuk ke Teluk Bungus digerakkan oleh angin.
Gambar 11 Wave Rose arah gelombang hasil analisa Tide and Wave Gauge (November, 2006).
Tinggi gelombang signifikan, yaitu rata 1/3 dari tinggi gelombang
rata-rata yang terukur, menunjukkan rentang nilai tinggi gelombang berkisar antara
0.02 m – 0.2 m, dengan amplitudo gelombang tertinggi sebesar 0.189 m dan
amplitude gelombang rata-rata (mean) 0.0975 m (gambar 12). Perioda gelombang adalah 14.63 detik. Amplitudo gelombang tertinggi terjadi pada tanggal 12