• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Perempuan Dan Karakteristik Usaha Mikro Dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Perempuan Dan Karakteristik Usaha Mikro Dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEREMPUAN DAN

KARAKTERISTIK USAHA MIKRO DENGAN TINGKAT

KEBERDAYAAN PEREMPUAN PENGUSAHA MIKRO

(Kasus di Desa Cikarawang-Dramaga, Kabupaten Bogor)

LISA AUDINA EKA PUTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Karakteristik Perempuan dan Karakteristik Usaha Mikro dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (Kasus di Desa Cikarawang-Dramaga, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagaian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Lisa Audina Eka Putri

(4)
(5)

ABSTRAK

LISA AUDINA EKA PUTRI. Hubungan Karakteristik Perempuan dan Karakteristik Usaha Mikro dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro. Dibimbing oleh TITIK SUMARTI.

Usaha mikro adalah salah satu cara untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Pada pelaksanaannya, karakteristik perempuan dan karakteristik usaha mikro merupakan hal penting dalam meningkatkan keberdayaan perempuan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat keberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro, menganalisis hubungan karakteristik perempuan dengan tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro, menganalisis hubungan karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro. Metode penelitian menerapkan pendekatan kuantitatif dengan metode survei yang didukung data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro tinggi. Keberdayaan perempuan pengusaha mikro ditentukan oleh karakteristik perempuan yakni umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan.

(6)
(7)

ABSTRACT

LISA AUDINA EKA PUTRI. The relationship between woman characteristics and micro enterprise characteristics with level of empowerment of woman micro entrepreneurs. Supervised by TITIK SUMARTI.

Micro enterprise is one way to increase the empowerment of women in promoting development. In the implementation, women characteristics and micro enterprise characteristics is important in improving the empowerment of women. The aim of research are to to identify the level of empowerment of women through micro-enterprise development, analyze the relationship between the women characteristics with level of woman empowerment through micro-enterprise development, analyze the relationship between the micro-micro-enterprises characteristics with level of woman empowerment through micro-enterprise development. The methodology used a quantitative research with survey method and supported of qualitative data. The results showed that the level of empowerment of women micro-entrepreneurs is high. Empowerment of women micro-entrepreneurs determined by the characteristics of the women, that age, education level, and number of dependents.

(8)
(9)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEREMPUAN DAN

KARAKTERISTIK USAHA MIKRO DENGAN TINGKAT

KEBERDAYAAN PEREMPUAN PENGUSAHA MIKRO

(Kasus di Desa Cikarawang-Dramaga, Kabupaten Bogor)

LISA AUDINA EKA PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Hubungan Karakteristik Perempuan dan Karakteristik Usaha Mikro dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (Kasus di Desa Cikarawang-Dramaga, Kabupaten Bogor)

Nama Mahasiswa : Lisa Audina Eka Putri

NIM : I34110046

Disetujui oleh

Dr Ir Titik Sumarti MC, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah. MSc Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Perempuan dan Karakteristik Usaha Mikro dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (Kasus di Desa Cikarawang-Dramaga, Kabupaten Bogor)” ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, kritik, dan saran yang membangun hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Segenap jajaran Desa Cikarawang dan responden yang telah membantu

memberikan informasi dan data untuk penelitian ini.

3. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu serta adik-adik yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan baik secara moral, material, dan spiritual. 4. Seluruh dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat yang telah memberikan banyak ilmu selama penulis mengemban pendidikan di Institut Pertanian Bogor, juga seluruh staf sekretariat dan karyawan.

5. Keluarga LPQ dan ISC Al-Hurriyyah, serta keluarga besar Asrama TPB IPB; khususnya Senior Resident yang telah membersamai perjuangan penulis selama di IPB, yang selalu siap membantu, memberikan semangat, dan motivasi selama ini.

6. Keluarga besar SKPM 48 yang telah membersamai penulis di setiap momentum selama 4 tahun di IPB.

7. Seluruh kerabat, sahabat, rekan, dan pihak yang telah membantu hingga skripsi ini diterbitkan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Teknik Pengambilan Responden dan Informan 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

PROFIL DESA CIKARAWANG 21

Sejarah Desa 21

Kondisi Geografis 21

Kondisi Sosial 21

Kondisi Ekonomi 23

Profil Kelompok Wanita Tani (KWT) 23

TINGKAT KEBERDAYAAN PEREMPUAN PENGUSAHA

MIKRO

Tingkat Keberdayaan Perempuan 31

KARAKTERISTIK PEREMPUAN DAN HUBUNGANNYA

DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PEREMPUAN

KARAKTERISTIK USAHA MIKRO DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PEREMPUAN

39

Formalitas 39

Organisasi dan Manajemen 40

Pola atau Sifat Proses Produksi 42

Orientasi Pasar 43

Sumber Modal 44

(16)

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

(17)

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional karakteristik perempuan 16 2 Definisi operasional karakteristik usaha mikro 17

3 Uji reliabilitas data 20

4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan umur tahun 2011

22 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan

tingkat pendidikan tahun 2011

22 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan

jenis mata pencaharian tahun 2013

23 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan

perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

27 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses

perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

28 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran

kritis perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

29 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi

perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

30 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol, Desa

Cikarawang tahun 2015

31 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

31 13 Jumlah dan persentase responden menurut umur, Desa

Cikarawang Tahun 2015

33 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan umur, Desa Cikarawang tahun 2015

34 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan,

Desa Cikarawang tahun 2015

35 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan tingkat pendidikan, Desa Cikarawang tahun 2015

35 17 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tanggungan,

Desa Cikarawang tahun 2015

36 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan jumlah tanggungan, Desa Cikarawang tahun 2015

36 19 Jumlah dan persentase responden menurut status perkawinan

perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

37 20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan status perkawinan, Desa Cikarawang tahun 2015

38 21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis formalitas usaha

mikro, Desa Cikarawang tahun 2015

39 22 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan formalitas, Desa Cikarawang tahun 2015

40 23 Jumlah dan persentase responden menurut jenis organisasi dan

manajemen usaha mikro, Desa Cikarawang tahun 2015

40 24 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan organisasi dan manajemen, Desa Cikarawang tahun 2015

(18)

25 Jumlah dan persentase responden menurut pola atau sifat proses produksi, Desa Cikarawang tahun 2015

42 26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan pola atau sifat proses produksi, Desa Cikarawang tahun 2015

42

27 Jumlah dan persentase responden menurut jenis orientasi pasar, Desa Cikarawang tahun 2015

43 28 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan orientasi pasar, Desa Cikarawang tahun 2015

44 29 Jumlah dan persentase sumber modal responden menurut jenis

sumber modal, Desa Cikarawang tahun 2015

44 30 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan

perempuan dan sumber modal, Desa Cikarawang tahun 2015

45

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka berpikir 13

2 Lokasi penelitian 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lokasi penelitian 53

2 Kerangka sampling 54

3 Hasil uji statistik Rank Spearman dan Chi Square 56

4 Catatan lapang 59

5 Dokumentasi penelitian 61

6 Riwayat hidup 62

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan sumberdaya manusia pada pembangunan dirasakan semakin penting. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.

Perempuan merupakan makhluk sosial dimana sebagian besar menganggap pekerjaan mereka hanyalah sebatas mengurus rumahtangga, berperan sebagai istri dan ibu. Selain itu, perempuan merupakan makhluk sosial yang rentan akan kemiskinan.1 Selama tujuh tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan tahunan perempuan yang memasuki pasar kerja jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, sebagian dikarenakan adanya perluasan kesempatan kerja di sektor jasa dan adanya kemajuan pendidikan perempuan.2 Namun, partisipasi perempuan di sektor formal masih rendah. Sebaliknya, mereka yang terlibat dalam ekonomi informal justru lebih banyak jumlahnya. Akan tetapi, keterlibatan mereka pada sektor informal jarang diakui. Oleh karenanya perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik, sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu (Nursyahbani 1999 diacu Handayani dan Artini 2009).

Menurut Ratnawati (2011), perempuan miskin perdesaan umumnya bersifat

sangat tertutup, sehingga pemberdayaan untuk mereka membutuhkan kesabaran dan pendekatan secara personal atau kelompok yang dilakukan secara intens serta melalui suasana informal. Keterlibatan perempuan miskin perdesaan dalam pemberdayaan ekonomi keluarga, dengan pendapatan yang dihasilkan perempuan dari kegiatan ekonomi produktif, baik di sektor pertanian maupun non pertanian di perdesaan, menunjukkan bahwa perempuan mempunyai posisi sentral dalam ekonomi keluarga. Oleh karena itu, perempuan miskin perdesaan perlu diberikan upaya-upaya pemberdayaan perempuan melalui; (a) upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya pelatihan bagi para ibu rumahtangga dalam rangka peningkatan keterampilan kerja para perempuan miskin, (b) perempuan miskin perdesaan terbukti mampu memberi kontribusi yang cukup memadai terhadap pendapatan keluarganya, untuk itu diharapkan agar pemerintah daerah lebih memperhatikan kelompok perempuan tersebut berupa pemberian bantuan permodalan dengan bunga rendah agar dapat berwirausaha di luar sektor pertanian khusus pada masa jedah yaitu antara musim hujan dan musim kemarau (sesudah panen) sesuai keterampilan yang mereka miliki, dan (c) menggalakkan sektor-sektor produktif serta membantu dalam pemasaran produk dengan memberikan pelatihan manajemen pemasaran serta peran pemerintah dalam jaring pemasaran.

Menurut Handayani dan Artini (2009), partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai

1 Menurut data BPS 2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 32,53 juta jiwa

(14,15%) sedangkan 70 persen dari mereka adalah perempuan

2http://kemenpppa.go.id Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2014.

(20)

arti bagi pembangunan dalam masyarakat di Indonesia. Secara umum, alasan perempuan yang bekerja adalah membantu suami untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Bagi perempuan yang sudah tidak memiliki suami, mereka memang dituntut bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan bertahan hidup. Namun, ada pula perempuan yang bekerja hanya sebagai sambilan untuk mengisi waktu luang. Keadaan ekonomi yang semakin tidak menentu, harga kebutuhan pokok meningkat, kepadatan penduduk semakin bertambah, lapangan pekerjaan yang belum berkembang sesuai jumlah kepadatan penduduk mengakibatkan terganggunya perekonomian keluarga. Kondisi ini mendorong perempuan yang sebelumnya hanya mengurus rumahtangga, kemudian ikut terlibat dalam sektor publik.

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi tulang punggung sektor informal di Indonesia dan mayoritas pekerja perempuan terkonsentrasi di bidang ini. UMKM menyerap sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, mempekerjakan antara 80 persen (Laporan MDG RI diacu KEMENPPA 2014) sampai 96 persen (World Bank 2010 diacu KEMENPPA 2014) pekerja yang ada dalam angkatan kerja bagi lebih dari 99 persen dari semua unit bisnis. UMKM memberikan kontribusi hampir 58 persen dari PDB (Laporan MDG Pemerintah dalam KEMENPPA 2014), tapi hanya menerima sekitar setengah dari kredit bank. Distribusi kelompok usaha berdasar ukurannya menunjukkan usaha mikro jumlahnya terbesar (83%), usaha kecil 16 persen, menengah 7 persen dan besar 0,2 persen. Perempuan menjalankan 39 persen dari seluruh usaha mikro dan kecil dan 18 persen dari usaha menengah dan besar (Sensus Ekonomi 2006 diacu KEMENPPA 2014).

Pengembangan usaha berskala kecil (UMKM) kemudian menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah surpus tenaga kerja, utamanya ditujukan untuk menjadi wadah bagi upaya pembinaan wirausaha di kalangan masyarakat (Tjiptoherijanto 1999 diacu Handayani dan Artini 2009). Contohnya penjual makanan, pedagang sayuran, dan sebagainya. Pengembangan usaha berskala kecil dapat meningkatkan keberdayaan perempuan melalui keterlibatan dan akses mereka terhadap pelatihan-pelatihan, keterampilan, pengambilan keputusan, dan perluasan pasar. Oleh sebab itu, penting mengkaji bagaimana pemberdayaan perempuan pedesaan melalui pengembangan usaha mikro?

Masalah Penelitian

Pembangunan usaha berskala kecil dianggap dapat meningkatkan keberdayaan perempuan. Berbagai kegiatan usaha berskala kecil dapat dilakukan seperti usaha makanan, sayuran, dan sebagainya. Hal ini menarik untuk diketahui dan dianalisis mengenai tingkat keberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro.

(21)

memiliki sifat dan perbedaan. Oleh sebab itu, patut diketahui bagaimana hubungan karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro.

2. Menganalisis hubungan karakteristik perempuan dengan tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro.

3. Menganalisis hubungan karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk memperoleh pengetahuan tentang faktor dan hasil program pemberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan dari penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang Pengembangan Masyarakat.

2. Bagi Tim Pengembangan Sumber Daya Manusia (Community Developer)

Penelitian ini dapat menjadi bahan serta pembelajaran dalam menyusun perencanaan program sumber daya manusia yang lebih baik.

3. Bagi masyarakat

(22)
(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power

yang berarti kekuatan atau kekuasaan. Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan ini selalu bersentuhan dengan konsep kekuasaan. Ife (1995) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi kehidupan masa depannya dengan memberikan sumberdaya, peluang, pengetahuan, dan keterampilan.

Berdasarkan sudut pandang ilmu penyuluhan, Slamet (2003) menyatakan bahwa istilah pemberdayaan masyarakat merupakan ungkapan lain dari tujuan penyuluhan, yang berarti mampu = berdaya = tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai situasi.

Konteks pengembangan masyarakat, Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat memerlukan persiapan penguatan kelembagaan masyarakat. Dengan kelembagaan masyarakat yang kuat diharapkan menjadi wadah bagi pengembangan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Sejalan dengan konteks pengembangan masyarakat tersebut, Ndraha (1987) memberi ciri-ciri pemberdayaan: (1) meningkatkan kemampuan, (2) mendorong tumbuhnya kebersamaan, (3) kebebasan memilih dan memutuskan, (4) membangkitkan kemandirian, dan (5) mengurangi ketergantungan serta menciptakan hubungan yang saling menguntungkan.

Suhartono (1997) diacu Mardikanto dan Soebiato (2013) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui 5 (lima) P strategi pemberdayaan yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan.

1. Pemungkinan, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat miskin berkembang secara optimal.

2. Penguatan, memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3. Perlindungan, melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.

(24)

5. Pemeliharaan, memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Pemberdayaan Perempuan

Menurut Pujiwati (1983) diacu Handayani dan Artini (2009), peranan wanita pada dasarnya menganalisis dua peranan wanita. Pertama, peran wanita dalam status atau posisi sebagai ibu rumahtangga yang melakukan pekerjaan yang secara tidak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi memungkinkan anggota rumahtangga yang lain melakukan pekerjaan mencari nafkah. Kedua, peranan wanita pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau pokok) dalam hal ini wanita melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan pendapatan.

Teknik Analisis Longwe atau biasa disebut dengan Kriteria Pemberdayaan Perempuan (Women’s Empowerment Criteria atau Women’s Development Criteria) adalah suatu teknik analisis yang dikembangkan sebagai suatu metode pemberdayaan perempuan dengan lima kriteria analisis yang meliputi: kesejahteraan, akses, kesadaran, partisipasi, dan kontrol. Lima dimensi pemberdayaan ini adalah kategori analitis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi, serta mempunyai hubungan hirarkhis. Di samping itu kelima dimensi tersebut juga merupakan tingkatan yang bergerak memutar seperti spiral, makin tinggi tingkat kesetaraan otomatis makin tinggi tingkat keberdayaan.

1. Welfare (Kesejahteraan)

Tingkat ini adalah tingkat pemerataan/persamaan perempuan dibanding laki-laki dalam hal seperti: status gizi, tingkat kematian, kecukupan pangan, pendapatan, tingkat pendidikan, dll. Hal ini membuat kita lebih melihat situasi perempuan dari angka-angka statistik daripada sebagai pelaku pembangunan yang mampu memperbaiki nasibnya sendiri, seakan-akan mereka adalah penerima pasif dari manfaat kesejahteraan. Istilah kesenjangan gender berarti kesenjangan tingkat kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan yang diukur melalui perbedaan tingkat kesejahteraan perempuan dan laki-laki sebagai kelompok untuk masing-masing kebutuhan dasarnya. Pada tingkat pemerataan/persamaan kesejahteraan, perempuan tidak begitu dilihat sebagai pelaku aktif pembangunan dan penghasil dari kebutuhan materilnya. Tingkat ini adalah tingkat nihil dari perempuan (zero

level of women’s empowerment), padahal upaya perempuan untuk memperbaiki kesejahteraannya memerlukan keterlibatan perempuan dalam proses pemampuan dan pada tingkat pemerataan/persa-maan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jika tingkat kesejahteraan yang rendah dari perempuan disebabkan oleh diskriminasi gender yang sistematik maka mengatasi diskriminasi itu mengharuskan adanya proses pemampuan (empowerment) menuju tingkat pemerataan yang lebih tinggi.

2. Access (Akses)

(25)

perempuan. Akses terhadap teknologi dan informasi juga merupakan aspek penting lainnya. Melalui teknologi dan informasi, perempuan dapat meningkatkan produktivitas ekonomi dan sosial mereka dan mempengaruhi lingkungan tempat ia tinggal. Tanpa akses, pemahaman, serta kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi, perempuan miskin jauh lebih termarjinalisasi dari komunitasnya, negaranya, dan bahkan dunia. Kesenjangan gender pada tingkat pemerataan/persamaan kesejahteraan muncul dari ketimpangan dalam akses terhadap sumbersumber, termasuk kerjanya sendiri (seringkali perempuan memikul kerja yang begitu berat sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk mengurus dan meningkatkan kemampuan dirinya). Upaya perempuan untuk mengatasi keterbatasan akses ini banyak memperoleh hambatan karena adanya diskriminasi gender. Oleh karena itu perlu proses penyadaran.

3. Consientization (Kesadaran kritis)

Tingkat ini menyangkut kesadaran dari pelaku pembangunan akan adanya ketimpangan struktural dan diskriminasi gender. Penyadaran ini sulit dilaksanakan karena kadang-kadang perempuan sendiri yang menghambat. Mereka tidak menyadari adanya ketimpangan struktural dan diskriminasi gender, karena sudah dianggap “normal” dan “kodrati” sehingga tidak perlu dirubah. Untuk itu perlu pemahaman mengenai perbedaan antara peranan kodrati (sex) dan peranan gender, dan bahwa peranan gender itu bersifat kultural, oleh karenanya dapat berubah. Pemberdayaan di tingkat ini berarti menumbuhkan sikap kritis dan penolakan terhadap cara pandang di atas: bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah pengaturan alamiah, tetapi hasil diskriminasi dari tatanan sosial yang berlaku. Keyakinan bahwa kesetaraan gender adalah bagian dari tujuan perubahan merupakan inti dari kesadaran gender dan merupakan elemen ideologis dalam proses pemberdayaan yang menjadi landasan konseptual bagi perubahan kearah kesetaraan.

4. Participation (Partisipasi)

Tingkat ini kita berbicara mengenai pemerataan/ persamaan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada semua tahapan proyek: perumusan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring/ evaluasi. Kesenjangan perempuan dalam partisipasi aktif ini mudah diidentifikasi, misalnya dalam bidang legislatif, eksekutif, organisasi politik. Partisipasi secara umum dapat dilihat dari adanya peran serta setara antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga, komunitas, masyarakat, maupun negara. Tingkat program yaitu dilibatkannya perempuan dan laki-laki secara setara dalam identifikasi masalah, perencanaan, pengelolaan, implementasi, dan monitoring evaluasi. Meningkatnya peranserta perempuan merupakanhasil dari pemberdayaan sekaligus sumbangan penting bagi pemberdayaan yang lebih luas.

5. Equality of Control (Kesetaraan dalam kekuasaan atau kontrol)

(26)

perempuan, satu tidak mendominasi atau berada dalam posisi dominan atas lainnya. Artinya perempuan mempunyai kekuasaan sebagaimana juga laki-laki, untuk mengubah kondisisi posisi, masa depan diri dan komunitasnya.

Konsep Karakteristik Perempuan

Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manumur, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap eksistensinya. Setiap manumur memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Robbins (2003), karakteristik individu mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan masa kerja dalam organisasi. Siagian (2008) menyatakan bahwa “...karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja...”

a. Umur

Siagian (2008) menyatakan bahwa umur adalah hal penting karena mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan umur dengan tingkat kedewasaan teknis yaitu keterampilan tugas. Umur mempunyai kaitan erat dengan berbagai segi organisasi, kaitan umur dengan tingkat kedewasaan psikologis menunjukkan kematangan dalam arti individu menjadi semakin bijaksana dalam mengambil keputusan bagi kepentingan organisasi. Robbins (2003) berpendapat bahwa kinerja menurun dengan pertambahan umur. Karyawan tua dianggap kurang menguasai teknologi baru, tetapi kemungkinan keluar dari pekerjaan adalah kecil. Hal ini disebabkan makin tuanya para pekerja maka sedikit kesempatan untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hubungan kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu.

Hubungan kinerja dan umur sangat erat kaitannya. Ini dikarenakan adanya keyakinan yang meluas bahwa semakin meningkatnya umur, semakin merosot pula kinerja seseorang. Pada tenaga kerja yang berumur tua dianggap kurang luwes dalam bekerja dan menolak adanya teknologi baru. Namun di lain pihak, tenaga kerja yang lebih tua dianggap lebih memiliki pengalaman dan etika kerja yang kuat serta memiliki komitmen terhadap mutu. Tenaga kerja yang lebih muda cenderung memiliki fisik yang kuat sehingga diharapkan dapat lebih bekerja keras. Namun di sisi lain, tenaga kerja yang lebih muda cenderung kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan tenaga kerja yang lebih tua.

b. Jenis Kelamin

(27)

terhadap merekapun dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Tetapi sejauh ini tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, dan kemampuan belajar. Bukti konsistes juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria.

c. Masa Kerja

Menurut Robbins (2003), masa kerja dan kepuasan saling berkaitan positif. Memang, ketika umur dan masa kerja diperlakkan secara terpisah, tampaknya masa kerja akan menjadi indikator perkiraan yang lebih konsisten dan mantap atas kepuasan kerja daripada umur kronologis. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.

d. Tingkat Pendidikan

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan-kegiatan mental, seperti kemampuan dalam menganalisis dan meramalkan suatu kondisi atau keadaan baik ekonomi, politik, maupun kondisi pasar. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan intelektual seseorang dapat dilakukan dalam berbagai pengukuran yang dirancang, tergantung pada penggunaan hasil pengukuran tersebut. Seseorang yang memiliki tingkat kemampuan intelektual yang dimaksud merupakan modal dasar bagi seseorang untuk bertindak sekaligus berperilaku di dalam menghadapi suatu tugas pekerjaannya. Kemampuan intelektual seseorang pada umumnya dapat memiliki paling tidak ada tujuh indikator, yaitu; kecerdasan numerik, pemahaman verbal (comprehensive), kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan ingatan (Robbins 2003).

e. Status Perkawinan

(28)

a. Jumlah Tanggungan

Siagian (2008) menyatakan bahwa, “Jumlah tanggungan adalah seluruh jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan seseorang”. Berkaitan dengan tingkat absensi, jumlah tanggungan yang lebih besar akan mempunyai kecenderungan absen yang kecil, sedangkan dalam kaitannya dengan ‘turn over

maka semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, kecenderungan untuk pindah pekerjaan semakin kecil.

Konsep Karakteristik Usaha Mikro

Menurut Tambunan (2009), dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan, tidak hanya di negara-negara yang sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di NM, UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar (UB), seperti halnya di NSB, tetapi juga di banyak negara kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari UB. Menurut Piper (1997) diacu Tambunan (2009), misalnya dikatakan bahwa sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2 persen dari jumlah tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) bekerja di 350.000 perusahaan yang memperkerjakan kurang dari 500 orang, yang di negara tersebut masuk di dalam kategori UMKM. Di NSB di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Dan pembangunan ekonomi pedesaan (Tambunan 2006, 2007a,b, 2008a,b diacu Tambunan 2009)

Karakteristik-karakteristik UMKM menurut Tambunan (2009) adalah:

1. Jumlah perusahaan sangat banyak (jauh melebihi jumlah UB) terutama dari kategori usaha mikro (UMI) dan usaha kecil (UK). Dan hal ini juga didasarkan pada karakter usaha mikro dan usaha kecil yang tersebar diseluruh pelosok pedesaan termasuk di wilayah yang relatif terisolasi. 2. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan

kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin.

3. Kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok UMKM pada umumnya dari berbasis pertanian. Oleh karena itu upaya-upaya pemerintah mendukung UMKM sekaligus juga merupakan cara tak langsung, tetapi efektif untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan produksi disektor pertanian. 4. UMKM memakai teknologi-teknologi yang lebih “cocok” terhadap

(29)

5. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan, banyak UMKM bisa bertahan pada saat ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997/1998.

6. Walaupun pada umumnya masyarakat pedesaan miskin, banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka mau mengambil risiko dengan melakukan investasi. Dalam hal ini,UMKM bisa menjadi suatu titik permulaan bagi mobilisasi tabungan/investasi di perdesaan dan disisi lain bisa meningkatkan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa.

7. Kelompok usaha ini dapat memainkan suatu peran penting lainnya, yaitu sebagai suatu alat untuk mengalokasikan tabungan-tabungan perdesaan, yang kalau tidak akan digunakan untuk maksud-maksud yang tidak produktif.

8. Walaupun banyak barang yang diproduksi oleh UMKM juga untuk masyarakat kelas menegah dan atas, tetapi terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM adalah untuk barang-barang konsumsi sederhana denganharga relatif murah seperti pakaian jadi, mebel dari kayu, alas kaki dan lainnya yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dari masyarakat miskin atau berpendapatan rendah.

9. Sebagai bagian dari dinamikanya, banyak juga UMKM yang mampu meningkatkan produktivitasnya lewat investasi dan perubahan teknologi. 10. Seperti sering dikatakan dalam literatur, satu keunggulan dari UMKM

adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, relatif terhadap pesaingnya (usaha besar).

Menurut Tambunan (2009), karakteristik utama dari usaha mikro adalah:

a. Formalitas: beroperasi di sektor informal, usaha tidak terdaftar, tidak/jarang bayar pajak.

b. Organisasi dan manajemen: dijalankan dengan pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal (internal division of labor (ILD)), manajemen dan struktur organisasi formal (management & formal organizational structure (MOF)), sistem pembukuan formal (formal bookkeeping system (ACS)).

c. Sifat dan kesempatan kerja: kebanyakan menggunakan anggota-anggota kerja tidak dibayar.

d. Pola atau sifat dari proses produksi: derajat mekanisme sangat rendah/umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah.

e. Orientasi pasar: umumnya menjual ke pasar lokal untuk kelompok berlaba rendah.

f. Profil ekonomi dan sosial dari pemilik usaha: pendidikan rendah & dari rumah tangga (RT) miskin, motivasi utama; survival.

g. Sumber-sumber dari bahan baku dan modal: kebanyakan pakai bahan baku local dan uang sendiri.

h. Hubungan-hubungan eksternal: kebanyakan tidak menpunyai akses ke programprogram pemerintah dan tidak punya hubungan-hubungan bisnis dengan usaha besar (UB).

(30)

Contoh usaha mikro:

a. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya;

b. Industri makanan dan minuman, industri meubel, pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat;

c. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll; d. Peternakan ayam, itik dan perikanan;

e. Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit. Menurut Santosa dan Setyanto (2007) diacu Astuti (2012), Social Entreprenuers makin berperan dalam pembangunan ekonomi karena ternyata mampu memberikan daya cipta nilai-nilai sosial maupun ekonomi, yakni: (1) Menciptakan kesempatan kerja, (2) Manfaat ekonomi yang dirasakan dari Social Enterpreneurship di berbagai negara adalah penciptaan kesempatan kerja baru yang meningkat secara signifikan, (3) Melakukan inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang dibutuhkan masyarakat, (4) Menjadi modal sosial, modal sosial merupakan bentuk yang paling penting dari berbagai modal yang dapat diciptakan oleh social Enterpreneur karena walaupun dalam kemitraan ekonomi yang paling utama adalah nilai-nilai : saling pengertian (shared value), trust (kepercayaan) dan budaya kerjasama (a culture of cooperation), kesemuanya ini adalah modal sosial, (5) Peningkatan Kesetaraan (equity promotion), dan (6) Pemerataan kesejahteraan masyarakat. Melalui social Enterpreneurship tujuan tersebut akan dapat diwujudkan, karena para pelaku bisnis yang semula hanya memikirkan pencapaian keuntungan yang maksimal, selanjutnya akan tergerak pula untuk memikirkan pemerataan pendapatan agar dapat dilakukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang pasar (Suryana 2003 diacu Ratnawati 2011). Wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti (Kasmis 2007 diacu Ratnawati 2011).

Menurut Dasaluti, et al. (2010), jenis usaha yang dilakukan masyarakat dapat digolongkan menjadi tiga tipe usaha mikro, yaitu: (1) usaha mandiri, yaitu usaha skala mikro yang dimiliki dan dikelola secara pribadi oleh perorangan, (2) usaha secara berkelompok, yaitu usaha mikro yang dimiliki dan dikelola secara bersama-sama dalam suatu kelompok, terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota kelompok, (3) usaha dengan bermitra (kemitraan), yaitu yang pengembangannya bekerja sama dengan pemilik usaha yang lain.

Kerangka Pemikiran

(31)

memberikan sumberdaya, peluang, pengetahuan, dan keterampilan. Longwe (1988) menyatakan bahwa terdapat lima tingkatan pemerataan dalam kerangka kemampuan wanita, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol.

Proses menentukan tingkat keberdayaan perempuan, diduga terdapat hubungan antara karakteristik perempuan dan karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan. Menurut Robbins (2003), karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, dan status perkawinan. Siagian (2008), menyatakan bahwa karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, status perkawinan, dan jumlah tanggungan.

Menurut Tambunan (2009), UMKM tidak saja berbeda dengan UB, tetapi di dalam kelompok UMKM itu sendiri terdapat perbedaan karakteristik antara UMI dengan UK dan UM dalam sejumlah aspek yang dapat mudah dilihat sehari-hari di NSB, termasuk Indonesia. Aspek-aspek itu termasuk formalitas usaha, sistem organisasi dan manajemen yang diterapkan di dalam usaha, pola atau sifat proses produksi, orientasi pasar, dan sumber-sumber dari bahan-bahan baku dan modal.

Keterangan:

: berhubungan

Gambar 1. Kerangka berpikir

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara umur dengan tingkat keberdayaan perempuan. 2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keberdayaan

perempuan.

Karakteristik Perempuan X1. Tingkat umur

X2. Tingkat pendidikan

X3. Jenis status perkawinan

X4. Tingkat jumlah tanggungan

Karakteristik Usaha Mikro X5. Jenis formalitas

X6. Jenis organisasi dan manajemen

X7. Jenis pola atau sifat proses produksi

(32)

3. Terdapat hubungan antara status perkawinan dengan tingkat keberdayaan perempuan.

4. Terdapat hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat keberdayaan perempuan.

5. Terdapat hubungan antara formalitas dengan tingkat keberdayaan perempuan.

6. Terdapat hubungan antara organisasi dengan manajemen dengan tingkat keberdayaan perempuan.

7. Terdapat hubungan antara pola atau sifat proses produksi dengan tingkat keberdayaan perempuan.

8. Terdapat hubungan antara orientasi pasar dengan tingkat keberdayaan perempuan.

Definisi Operasional

Tingkat Keberdayaan Perempuan

Tingkat keberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro adalah unsur yang harus diperhatikan dalam proses pemberdayaan perempuan. Proses penentuan tingkat keberdayaan perempuan dilakukan dengan menjumlahkan skor pertanyaan terkait kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol. Jumlah pertanyaan terdiri dari 41 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat keberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

a. Tingkat keberdayaan tinggi : skor 69-82 b. Tingkat keberdayaan sedang : skor 55-68 c. Tingkat keberdayaan rendah : skor 41-54 Definisi terkait peran tersebut diantaranya:

1. Kesejahteraan

Menurut BPS (2005), indikator kesejahteraan di antaranya: pendapatan, konsumsi/pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, akses pelayanan kesehatan, akses pendidikan, akses fasilitas transportasi. Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat kesejahteraan perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

(33)

2. Akses

Kemampuan perempuan untuk dapat memperoleh hak/akses terhadap sumberdaya produktif (tanah, kredit, pelatiham, fasilitas pemasaran, tenaga kerja, teknologi dan informasi, dan semua pelayanan publik yang setara dengan perempuan). Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat akses perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

a. Tingkat akses tinggi : skor 11-12 b. Tingkat akses sedang : skor 9-10 c. Tingkat akses rendah : skor 6-8 3. Kesadaran Kritis

Pemahaman atas perbedaan peran jenis kelamin dan peran gender dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat kesadaran kritis perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

a. Tingkat kesadaran kritis tinggi : skor 11-12 b. Tingkat kesadaran kritis sedang : skor 9-10 c. Tingkat kesadaran kritis rendah : skor 6-8 4. Partisipasi

Dalam Mardikanto dan Soebiato (2013), partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi, pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai. Jumlah pertanyaan terdiri dari 19 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat partisipasi perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

a. Tingkat partisipasi tinggi : skor 32-38 b. Tingkat partisipasi sedang : skor 25-31 c. Tingkat partisipasi rendah : skor 19-24 5. Kontrol

(34)

Jumlah pertanyaan terdiri dari 4 pertanyaan yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Kriteria untuk tingkat kontrol perempuan melalui pengembangan usaha mikro sebagai berikut:

a. Tingkat kontrol tinggi : skor 7-8 b. Tingkat kontrol sedang : skor 5-6 Tingkat kontrol rendah : skor 4

Karakteristik Perempuan

Proses menentukan tingkat keberdayaan perempuan, diduga terdapat hubungan antara karakteristik perempuan dengan tingkat keberdayaan perempuan. Menurut Robbins (2003), karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, dan status perkawinan. Siagian (2008), menyatakan bahwa karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, status perkawinan, dan jumlah tanggungan. Berikut ini adalah definisi operasional konsep karakteristik perempuan yang terdiri atas variabel umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan status perkawinan:

Tabel 1 Definisi operasional konsep karakteristik perempuan

(35)

No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis

Proses menentukan tingkat keberdayaan perempuan, diduga terdapat hubungan antara karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan. Menurut Tambunan (2009) karakteristik usaha mikro adalah formalitas, organisasi dan manajemen, pola atau sifat proses produksi, orientasi pasar, dan sumber modal. Berikut ini adalah definisi operasional konsep karakteristik usaha mikro yang terdiri atas variabel formalitas, organisasi dan manajemen, pola atau sifat proses produksi, orientasi pasar, dan sumber modal Tabel 2 Definisi operasional karakteristik usaha mikro

No Variabel Definisi

Operasional Indikator

Jenis Data

Sumber Rujukan 1 Formalitas Pemberian izin

(36)
(37)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian tentang hubungan karakteristik perempuan dan karakteristik usaha mikro dengan tingkat keberdayaan perempuan pengusaha mikro merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survei yang didukung oleh data kualitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang diperoleh dari responden, sedangkan data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan (Singarimbun dan Efendi 1989).

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

(sengaja). Alasan memilih lokasi tersebut adalah Desa Cikarawang merupakan desa yang terdapat perempuan yang menjalankan usaha mikro. Proses penelitian dimulai dari bulan Januari hingga Desember 2015. Penelitian di lapangan dilakukan selama empat minggu, yaitu pada bulan Maret hingga Mei 2015. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Teknik Pengambilan Responden dan Informan

Populasi pada penelitian ini adalah perempuan Desa Cikarawang berusia lebih dari 15 tahun yang memiliki usaha mikro. Kerangka sampling adalah perempuan pengusaha mikro berusia lebih dari 15 tahun yang memiliki usaha sendiri berjumlah 53 orang. Jumlah responden yang diteliti adalah 36 perempuan desa yang mengembangkan usaha mikro. Metode penarikan responden yang digunakan adalah simple random sampling (Lampiran 3). Sementara itu, informan dalam penelitian ini adalah pihak yang terkait dengan pelaksanaan usaha mikro di Desa Cikarawang, yaitu Ketua Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang.

Teknik Pengumpulan Data

(38)

Selain itu dilakukan wawancara mendalam dengan salah satu Ketua Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen pihak-pihak terkait dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuesioner yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Setelah seluruh data terkumpul, dilakukan pengkodean data. Setelah itu, dilakukan perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabel tabulasi silang dan diolah secara statistik dengan menggunakan software SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 20.0. Beberapa variabel disajikan dalam bentuk tabel frekuensi yaitu karakteristik perempuan (umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jumlah tanggungan), karakteristik usaha mikro (formalitas, organisasi dan manajemen, pola atau sifat proses produksi, sumber modal). Data yang diperoleh dianalisis dan diuji dengan beberapa teknik, yaitu dengan tabel frekuensi dan uji korelasi Rank Spearman dan Chi Square.

Sebelum melakukan uji korelasi, dilakukan uji reliabilitas untuk melihat validitas data yang digunakan. Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas data:

Tabel 3. Uji reliabilitas data

Cronbach's Alpha n of Items

.775 76

Hasil menunjukkan bahwa cronbach’s alpha uji reliabilitas lebih dari cronbach’s

(39)

PROFIL DESA CIKARAWANG

Pada bab ini dipaparkan mengenai profil Desa Cikarawang, yakni sejarah desa, kondisi geografis, kondisi sosial, dan kondisi ekonomi.

Sejarah Desa

Pada awalnya Desa Cikarawang dengan Kelurahan Situ Gede adalah satu desa yaitu Desa Cikarawang bagian dari Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Namun, karena terjadi pemekaran desa, terbentuklah kecamatan baru yaitu Kecamatan Dramaga yang terdiri atas 10 Desa, yaitu Desa Purwasari, Desa Sukadamai,, Desa Petir, Desa Sukawening, Desa Ciherang, Desa Neglasari, Desa Sinarsari, Desa Dramaga, Desa Babakan, dan Desa Cikarawang. Konon, Desa Cikarawang memiliki sejarah dua versi. Pertama, dikisahkan dahulunya wilayah tersebut hidup beberapa kepala keluarga dengan mata pencaharian bertani dan memiliki alat gamelan dari Karawang yang sering dipentaskan. Namun, ketika mereka sudah tidak lagi menggunakannya, alat gamelan tersebut dikubur supaya tidak dipakai lagi. Artian bahasa sunda yang

mereka gunakan “Jarang Mulang Cikarawang” dan bahasa dikenal sampai

sekarang menjadi “Kampung Carang Pulang, Desa Cikarawang”. Kedua, konon wilayah desa tersebut dikelilingi oleh dua sungai, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Ciapus, masyarakat menyebutnya Cai Karawang dan sampai saat ini dikenal menjadi Desa Cikarawang.

Kondisi Geografis

Desa Cikarawang merupakan salah satu desa di Kecamatan Dramaga yang mempunyai luas wilayah sekitar 226,56 Ha. Batas-batas administratif pemerintahan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Sungai Cisadane

2. Sebelah Timur : Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor

3. Sebelah Selatan : Sungai Ciapus

4. Sebelah Barat : Sungai Ciapus / Sungai Cisadane

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga secara umum berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 M di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25°C sampai dengan 30°C. Desa Cikarawang terdiri dari 3 Dusun, 7 RW, dan 32 RT.

Kondisi Sosial

(40)

Cikarawang sebanyak 8227 jiwa yang terdiri dari 4199 laki-laki dan 4028 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2114 KK. Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan struktur umur disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan umur tahun 2009

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang 2009

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar umur penduduk antara 15 sampai 56 tahun (73.9%). Dalam kategori struktur umur, penduduk Desa Cikarawang tergolong ke dalam struktur umur produktif.

Berikut ini adalah jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan tingkat pendidikan:

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009

Tamat Perguruan Tinggi 115 3.1

Jumlah 3634 100.0

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang 2009

(41)

Kondisi Ekonomi

Jumlah penduduk Desa Cikarawang tahun 2009 sebanyak 2114 KK dan jumlah keluarga miskin sebanyak 777 KK, dengan persentase 35.3 persen jumlah keluarga yang ada di Desa Cikarawang. Berikut ini adalah jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan jenis mata pencaharian: Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang berdasarkan jenis

mata pencaharian tahun 2009

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang 2009

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 42.6 persen (750 penduduk) di Desa Cikarawang merupakan buruh swasta di perusahaan konveksi pakaian dan

Agribusiness Development Station (ADS). Kemudian bekerja sebagai buruh tani, sebagian penduduk ada yang bekerja di lahan pertanian milik orang lain. Lahan pertanian yang digarap di antaranya tanaman singkong, jambu kristal, dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu, ada pula yang berprofesi sebagai supir angkutan umum dan tukang ojek.

PROFIL KELOMPOK WANITA TANI (KWT)

(42)

Visi KWT Melati adalah menciptakan KWT yang produktif dan kreatif. Misinya, yaitu: (1) meningkatkan sumberdaya anggota kelompok tani, (2) menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi dan swasta, dan (3) mengakses para anggota kelompok ke lembaga permodalan pasar, informasi, dan teknologi. Susunan pengurus KWT Melati terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, pembina, penasehat, seksi pertanian, seksi humas, seksi produksi, seksi pemasaran, dan seksi konsumsi. Administrasi dan pembukuan KWT terdiri atas buku rencana kerja, buku kepemilikan lahan, buku hadir rapat, buku organisasi kelompok, buku realisasi kegiatan, buku notulen pertemuan, buku pengguna dana, buku surat masuk, buku surat keluar, buku inventaris barang dan penerima bantuan, buku kas kelompok, dan buku daftar anggota.

Selain yang pekerjaan yang ada pada Tabel 6, ada pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar perempuan Desa Cikarawang dan bergerak di sektor informal. Perempuan desa ada yang bekerja dan ada pula yang menjalankan usaha mikro. Usaha mikro yang dijalankan berupa makanan, minuman, dan hasil panen dari lahan pertanian. Makanan yang dijual diantaranya kue kering (keripik singkong, keripik bayam, rempeyek, rengginang), kue basah (brownis, dodol, kue mangkuk, dan gorengan), minuman (sari jambu, sari talas), tepung singkong, dan saus sambal. Mereka yang menjalankan usaha mikro tergabung dalam kelompok wanita tani (KWT), dan di Desa Cikarawang terdapat tiga sekretariat KWT. Namun, hanya ada satu KWT yang masih berjalan aktif baik dari segi pelatihan maupun keikutsertaan setiap ada pameran yang dilaksanakan oleh pihak luar, yakni KWT Melati. Hal ini terkadang membuat anggota di KWT yang lain ikut bergabung dengan kegiatan-kegiatan di KWT Melati. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ketua KWT Melati:

“...dulu anggota KWT itu banyak Kak. Ada sekitar 40 orang, tapi lama kelamaan berkurang, biasa kan udah pada tua, kesehatan terganggu, yang udah punya cucu biasanya ngerawat cucunya. Tapi kalo ada pelatihan mereka masih suka dateng, lumayan nambah ilmu katanya. Kadang, anggota KWT dusun sebelah ikut gabung kesini kalo ada pelatihan, kegiatan bikin kue, karena disini lebih aktif...” (Nm, 42 tahun)

(43)
(44)
(45)
(46)
(47)

TINGKAT KEBERDAYAAN PEREMPUAN PENGUSAHA

MIKRO

Tingkat keberdayaan perempuan diukur menggunakan lima variabel yang dikemukakan oleh Longwe (1988) yakni kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol.

Kesejahteraan

Aspek ini dikatakan salah satu aspek yang penting dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan, karena berkaitan dengan bagaimana perempuan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini kesejahteraan diukur dari keadaan tempat tinggal, fasilitas yang dimiliki di tempat tinggal, kesehatan keluarga, akses pelayanan kesehatan, akses pendidikan, dan akses fasilitas transportasi. Berikut ini adalah data responden menurut tingkat kesejahteraan perempuan:

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 1 2.8

Sedang 15 41.7

Tinggi 20 55.6

Jumlah 36 100.0

Tabel 7 menunjukkan bahwa kesejahteraan perempuan di Desa Cikarawang sudah cukup baik, yakni sebesar 55.6 persen (20 responden) berada dalam kategori tinggi. Kesejahteraan perempuan dilihat dari keadaan tempat tinggal sudah permanen (tembok), fasilitas yang dimiliki tergolong cukup, kesehatan tergolong baik dan tidak ada yang menderita penyakit parah. Untuk akses rata-rata sudah baik; puskesmas, sekolah, dan transportasi dapat dijangkau. Hal ini seperti yang disampaikan oleh responden sebagai berikut:

“...keadaan tempat tinggal sudah permanen. Fasilitas air minum, wc, alat elektronik sudah ada, lengkap. Kesehatan keluarga juga bagus, jarak rumah ke rumah sakit dekat dan mudah, sekolahan dekat, kendaraan cukup, ada lah...” (Us, 41 tahun)

Hal ini juga didukung oleh responden yang lain.

(48)

Akses

Dalam bahasa Longwe (1988), akses diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk dapat memperoleh hak/akses terhadap sumberdaya produktif seperti tanah, kredit, pelatihan, fasilitas pemasaran, tenaga kerja, dan semua pelayanan publik yang setara dengan perempuan. Kemampuan perempuan dalam mendapatkan akses dibuktikan dengan data sebagai berikut:

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 9 25.0

Sedang 13 36.1

Tinggi 14 38.9

Jumlah 36 100.0

Tabel 8 menunjukkan bahwa akses perempuan di Desa Cikarawang sudah cukup baik, yakni sebesar 38.9 persen (14 responden) berada dalam kategori tinggi. Akses dilihat dari kemudahan perempuan dalam mendapatkan pelatihan, hak pemanfaatan sumber daya alam, memiliki tenaga kerja, penggunaan alat komunikasi, dan kemudahan dalam mendapatkan informasi. Sebagian besar sudah mendapatkan pelatihan, dalam hal ini pelatihan membuat kue. Kemudian sumber daya alam juga bisa dimanfaatkan oleh perempuan Desa Cikarawang, contohnya jambu kristal, singkong, dan tanaman hortikultura lainnya. Perempuan Desa Cikarawang juga sudah memiliki alat komunikasi sendiri; telepon genggam, televisi. Untuk akses informasi, sebagian besar memanfaatkan televisi sebagai sumber berita. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah satu responden sebagai berikut:

“...pernah dapat pelatihan bikin kue, 1 bulan sekali dari mahasiswa IPB. Punya hak pemanfaatan usaha karena punya sendiri, tapi masih sistem pemesanan. Kalau untuk informasi biasa dapat dari koran, televisi, internet, handphone, telepon rumah. Kalau cari sendiri biasanya nyari di internet atau tanya-tanya masyarakat...” (Nm, 42 tahun)

Kesadaran Kritis

(49)

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 0 0.0

Sedang 8 22.2

Tinggi 28 77.8

Jumlah 36 100.0

Tabel 9 menunjukkan bahwa kesadaran kritis di Desa Cikarawang sudah baik, yakni sebesar 77.8 persen (28 responden) berada dalam kategori tinggi. Kesadaran kritis tergolong tinggi karena sebagian besar perempuan sudah memahami pentingnya peran perempuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga (mengakses sumberdaya alam, ikut mengambil keputusan, dll). Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

“...istri tugasnya mengurus rumah tangga dan anak-anak, suami mencari nafkah. Peran istri penting dalam ekonomi karena istri yang mengatur ekonomi keluarga. Penting juga dalam mencari nafkah agar bisa membantu menambah pendapatan keluarga, setidaknya dapat menjadi pendorong agar suami mau berusaha lebih giat lagi mencari nafkah. Setuju aja kalau perempuan kerja biar mengisi waktu luang di sela kesibukan mengurus rumah tangga dan ada tambahan uang...” (Sy, 40 tahun)

Hal ini juga didukung oleh responden yang lain.

“...lelaki sebagai kepala keluarga. Peran perempuan penting dalam perkembangan ekonomi karena emansipasi wanita dan membantu suami. Kalau istri kerja, kebutuhan sedikit terpenuhi karena dibantu sama istri yang bekerja, meringankan suami...” (Ns, 32 tahun)

Partisipasi

(50)

diri dalam evaluasi program kegiatan yang sudah dilaksanakan. Keterlibatan perempuan dalam berpartisipasi dibuktikan dengan data sebagai berikut

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 2 5.6

Sedang 5 13.9

Tinggi 29 80.6

Jumlah 36 100.0

Tabel 10 menunjukkan bahwa partisipasi perempuan Desa Cikarawang, dari 36 responden terdapat 29 responden (80.6%) yang berpartisipasi tinggi. Sebagian besar responden sudah berpartisipasi dengan baik dalam menjalankan usaha mikro. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

“...saya terlibat dalam KWT sebagai sekretaris. Saya menjalani usaha karena kebutuhan. Kalau untuk kritik dan saran biasanya terkait dengan modal usaha sama persaingan yang banyak. Kalau program kegiatan yang dijalani, ya sesuai dengan kemampuan aja, lokasi yang strategis. Saya biasa ikut pelatihan untuk menunjang kewirausahaan, pelatihan bikin kue...” (Tm, 40 tahun)

Hal ini juga disampaikan oleh Ibu An yang sudah memiliki jaringan pemasaran usahanya:

“...saya di bendahara KWT. Saya usaha ternak ayam, ada pelatihan cara perakitan kandang ayam, pemisahan ayam biar cepat berkembang biak. Kalau sudah panen, saya jual ke Rumah Makan Galuga. Biasanya ada pertemuan dengan Rumah Makan Galuga...” (An, 46 tahun)

Kemudian bentuk partisipasi juga disampaikan oleh Ibu Ns terkait kebutuhan bagi para pengusaha mikro:

“...kritik dan saran yang dibutuhkan biasanya terkait pengemasan yang bagus dan pemasaran yang baik, dan bagaimana cara mencari jaringan penjualan. Pelatihan yang diikuti itu pelatihan buat kue. Kalau saya libur ada pelatihan dari IPB, saya ikut. Supaya usaha saya dan ibu saya maju. Ibu-ibu harus punya UKM untuk menambah ekonomi keluarga...” (Ns, 30 tahun)

Kontrol

(51)

posisi yang dominan. Kemampuan perempuan dalam mengontrol usahanya dibuktikan dengan data sebagai berikut

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 3 8.3

Sedang 7 19.4

Tinggi 26 72.2

Jumlah 36 100.0

Tabel 11 menunjukkan bahwa kontrol perempuan di Desa Cikarawang sudah baik, yakni sebesar 72.2 persen (26 responden) berada dalam kategori tinggi. Kontrol tergolong tinggi karena sebagian besar usaha yang dijalankan oleh perempuan berasal dari kemauan dan sesuai kemampuan pribadi, sehingga kontrol usaha yang dilakukan dikelola secara pribadi. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

“...punya kekuasaan wewenang sendiri karena usaha berjalan sendiri, contohnya saat melakukan pemasaran. Memutuskan kebijakan sendiri agar usaha dapat berkembang, contohnya aturan-aturan dalam pembayaran.” (St, 26 tahun)

Tingkat Keberdayaan Perempuan

Tingkat keberdayaan perempuan telah dipaparkan sebelumnya melalui kelima variabel pemberdayaan (kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol). Hasilnya menunjukkan pelaksanaan usaha mikro di Desa Cikarawang sudah efektif. Hal ini dapat ditunjukkan dari persentase setiap variabel pemberdayaan yang berada pada kategori tinggi.

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberdayaan perempuan, Desa Cikarawang tahun 2015

Kategori n %

Rendah 0 0.0

Sedang 5 13.9

Tinggi 31 86.1

Jumlah 36 100.0

(52)

sepenuhnya dalam mengembangkan usaha mikro. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

“...tidak memiliki kuasa atas usaha karena berbagi kegiatan satu sama lain, saling menghargai. Kebijakan-kebijakan juga dilakukan dengan musyawarah...” (Tm, 40 tahun)

Meskipun demikian, pengembangan usaha mikro di Desa Cikarawang termasuk berjalan baik. Hal ini dilihat dari keinginan para perempuan dalam merubah kondisi perekonomian keluarga menjadi lebih baik. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

Gambar

Gambar 1. Kerangka berpikir
Tabel 1 Definisi operasional konsep karakteristik perempuan
Tabel 2 Definisi operasional karakteristik usaha mikro
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 29.6 persen (1074 penduduk) di  Desa Cikarawang tamat SMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, dari hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kebugaran jasmani pada siswa

Sistem Pengoperasian Rangkaian sesama pelanggan (peer-to-peer) membenarkan pengguna berkongsi sumber-sumber dan fail-fail yang terdapat pada komputer peribadi masing-masing

- Komunikas i - Kebenaran penjelasan 5 % 13 Agar mahasiswa mampu melakukan penganggaran modal perusahaan multinasional Membuat penganggaran modal suatu perusahaan

Seri Kuliah Metode Numerik (Modul 7: Metode Newton-Raphson untuk Solusi PANLT (Persamaan Aljabar Non-Linier Tunggal) (2/2) ð Turunan fungsi tersebut tidak berharga nol, y ' ≠ 0

Informasi yang akan ditampilkan pada situs tersebut akan disimpan dalam suatu database MySQL, yang kemudian akan dikoneksikan ke situs tersebut yang menggunakan bahasa pemrograman

Berdasarkan tabel tiga dapat diketahui bahwa penggunaan media video dalam mengonversi teks negosiasi menjadi teks berita dapat meningkatkan nilai rata-rata

[r]

Hasil dari penulisan tugas akhir ini adalah suatu aplikasi perangkat lunak sistem informasi untuk mengenalkan produk terbaru kepada pelanggan di Sophie Martin cabang