• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi pemasaran hasil perikanan tangkap di pangkalan pendaratan ikan muara angke, dki jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi pemasaran hasil perikanan tangkap di pangkalan pendaratan ikan muara angke, dki jakarta"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN HASIL PERIKANAN TANGKAP

DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE,

DKI JAKARTA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Pemasaran Hasil Perikanan Tangkap di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Mikhen Desvi

(4)

ABSTRAK

MIKHEN DESVI. Analisis Efisiensi Pemasaran Hasil Perikanan Tangkap di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, DKI Jakarta. Dibimbing oleh RATNA

WINANDI.

Potensi rata-rata hasil perikanan tangkap adalah sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2011 mencapai 5,71 juta ton. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) memiliki peran sentral sebagai pusat pemasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan TPI dalam pemasaran hasil perikanan tangkap, mengetahui saluran pemasaran hasil perikanan tangkap yang terjadi di TPI dan bukan TPI, dan menganalisis tingkat efisiensi pemasaran. Metode pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara terstruktur. Penentuan responden menggunakan accidental sampling (convenience sampling)

untuk nelayan, dan snowball sampling untuk lembaga pemasaran berikutnya. Hasil penelitian menemukan TPI memiliki peran penting dalam hal pemasaran ikan. Tidak ada saluran pemasaran yang mutlak efisien. Namun, jika dilihat dari nilai total margin yang rendah, fisherman’s share yang tinggi dan biaya pemasaran yang rendah maka saluran pemasaran 3 pada sistem lelang murni cenderung lebih efisien. Tapi jika dilihat dari nilai rasio keuntungan dan biaya yang relatif sama pada setiap lembaga pemasarannya maka saluran pemasaran 1 pada sistem lelang murni dan saluran 3 pada sistem opow cenderung lebih efisien.

Kata kunci : efisiensi, pelelangan, pemasaran, perikanan, sistem opow

ABSTRACT

MIKHEN DESVI. The Marketing Efficiency Analysis of Fisheries Result at Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, DKI Jakarta. Supervised by RATNA WINANDI

The potential average of fisheries yield is about 6.5 million tonnes / year by the utilization rate in 2011 reached 5.71 million tons. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) has a central role as a marketing center. The purpose of this research was to determine the role TPI in the marketing of fisheries, to knows marketing channel of fisheries yield in TPI or not, and to analyze the level of marketing efficiency. Methods of data collection through questionnaires and structured interviews. Determination of the respondents using simple random sampling for fisherman, and the next marketing institution using snowball sampling. The results of this research shows TPI has an important role in the marketing of fish. There is no absolute efficient marketing channels. However, if viewed from the total value of low margin,fisherman's share of high,and marketing cost of low, marketing channel 3 on a pure auction system is tends to be more efficient. But when viewed from the cost profit ratio with same relative value at each institution marketing, the marketing channel 1 on a pure auction system and the marketing channel 3 on opow systems is tend to be more efficient.

(5)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN HASIL PERIKANAN TANGKAP

DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE,

DKI JAKARTA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

MIKHEN DESVI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis Efisiensi Pemasaran Hasil Perikanan Tangkap di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, DKI Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ratna Winandi MS selaku dosen pembimbing beserta jajaran staf dan dosen di Departemen Agribisnis, para sahabat dari Departemen Agribisnis khususnya angkatan 47 dan rekan-rekan Fakultas Perikanan IPB yang banyak memberi masukan terkait penelitian ini dan selalu memberi dukungan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Forum Komunikasi Mahasiswa Pesisir Selatan (FKMPS) Bogor yang telah menjadi bagian dari keluarga penulis selama menjalankan aktivitas perkuliahan di IPB. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nugroho Syamsubagiyo selaku kepala UPT. PKPP PPI Muara Angke, Bapak Djunaedi, Bapak Ibrahim, Bapak Toto, Bapak Mahad, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih paling besar kepada Papa, Mama, Bang Bro, Mas Lon, Unit, Dek Athika, Aybile, serta seluruh keluarga yang tak pernah hentinya mengirim doa dan memberi suntikan semangat setiap harinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Mikhen Desvi

Bogor

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Peran Kelembagaan 8

Pelelangan 9

Saluran Pemasaran Hasil Perikanan 11

Efisiensi Pemasaran Hasil Perikanan 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Definisi Kelembagaan 13

Penetapan Harga pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 13

Lembaga dan Saluran Pemasaran Hasil Perikanan 14

Efisiensi Pemasaran 16

Margin Pemasaran 17

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Penentuan Responden 20

Metode Pengolahan Data 21

Definisi dan Batasan Operasional 22

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 23

Koperasi Mina Jaya 23

Sarana dan Prasarana di Kawasan PPI Muara Angke 25

(10)

Mekanisme Keluar Masuk Kapal dan Tambat Labuh 31

Mekanisme Pelaksanaan Pelelangan 32

Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran 33

Analisis Fungsi Pemasaran 36

Analisis Perilaku Pasar 38

Analisis Keragaan Pasar 39

Analisis Efisiensi Pemasaran 46

SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 50

RIWAYAT HIDUP 58

DAFTAR TABEL

1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada setiap

triwulan tahun 2013 1

2 Volume produksi perikanan tangkap subsektor perairan laut menurut

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia 2008-2011 2

3 Tingkat konsumsi ikan negara-negara ASEAN tahun 2005-2009 3

4 Nilai produksi perikanan tangkap subsektor perairan laut menurut

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia 2008-2011 3

5 Volume produksi perikanan tangkap yang dijual di TPI menurut

pulau di Indonesia tahun 2007-2011 5

6 Volume produksi perikanan tangkap sub sektor perikanan laut di

laut utara jawa berdasarkan provinsi tahun 2008-2011 6

7 Perkembangan produksi, nilai dan retribusi di PPI Muara Angke 6

8 Produksi dan perkiraan produksi ikan di PPI Muara Angke tahun 2010-2015 7 9 Sebaran jumlah dan luas fasilitas fungsional UPT. PKPP PPI Muara Angke 28

10 Sebaran jumlah dan luas fasilitas pokok UPT. PKPP PPI Muara Angke 29

11 Sebaran jumlah dan luas fasilitas pendukung UPT. PKPP PPI Muara Angke 29 12 Perbandingan retribusi pada pelelangan pelelangan murni dengan opow 32

13 Fungi pemasaran pada sistem lelang murni (TPI) 37

14 Fungsi pemasaran pada sistem opow (nonTPI) 38

(11)

16 Price spread dan share margin saluran pemasaran 2 (TPI) 41 17 Price spread dan share margin saluran pemasaran 3 (TPI) 41 18 Price spread dan share margin saluran pemasaran 1 (nonTPI) 42 19 Price spread dan share margin saluran pemasaran 2 (nonTPI) 43 20 Price spread dan share margin saluran pemasaran 3 (nonTPI) 44 21 Fisherman’s share pada saluran pemasaran 45

22 Rasio keuntungan dan biayamasing-masing lembaga pemasaran 45

23 Nilai efisiensi masing-masing saluran pemasaran 46

DAFTAR GAMBAR

1 Proses penyaluran hasil perikanan bahan mentah 15

2 Skema penyaluran hasil perikanan barang konsumsi 15

3 Margin pemasaran 17

4 Kerangka pemikiran operasional 19

5 Struktur organisasi pengurus Koperasi Mina Jaya 24

6 Perumahan nelayan di PPI Muara Angke 25

7 PHPT di PPI Muara Angke 26

8 Susunan organisasi UPT.PKPP PPI Muara Angke 27

9 Proses pembekalan es ke dalam palkah kapal 30

10 Proses penimbangan ikan di dalam trays 31

11 Kapal yang sedang berlabuh di dermaga pelabuhan 32

12 Kegiatan pelelangan di TPI oleh juru lelang dan juru bakul/tulis 33

13 Saluran pemasaran melalui lelang murni 34

14 Saluran pemasaran melalui sistem opow 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik nelayan respondem di PPI Muara Angke 50

2 Karakteristik pedagang respomden di PPI Muara Angke 51

3 Data time series produksi dan harga ikan tenggiri di TPI Muara Angke 51

4 Produksi ikan di setiap lembaga pemasaran 52

5 Harga ikan rata-rata di setiap lembaga pemasaran 53

6 Margin total rata-rata di setiap saluran pemasaran 55

(12)
(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki banyak pulau kecil dan pulau besar yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote. Jumlah pulau yang ada di Indonesia adalah 13 466 buah pulau (Badan Informasi Geospasial, 2014). Sebagai negara kepulauan, Indonesia dipersatukan oleh wilayah daratan dan lautan. Luas seluruh wilayah teritorial Indonesia adalah 8 juta km² yang mempunyai garis pantai sepanjang 81 000 km. Luas wilayah perairan mencapai 5.8 juta km² (2/3 dari luas wilayah teritorial Indonesia) yang terdiri dari 3.1 juta km² wilayah laut teritorial dan 2.7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yaitu perairan yang berada 12 mil hingga 200 mil dari garis pantai titik-titik terluar kepulauan Indonesia.

Sektor perikanan memiliki nilai kontribusi yang cukup besar terhadap PDB di Indonesia. Hal ini terjadi karena terus meningkatnya produksi perikanan di Indonesia. Pada tahun 2013, nilai PDB atas dasar harga berlakumenurut lapangan usaha, PDB sektor perikanan mencapai 291 799 miliar rupiah. Di bidang pertanian umum, sumbangan PDB sektor perikanan hanya lebih kecil dari sumbangan PDB dari sektor tanaman pangan.

Tabel 1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada setiap triwulan tahun 2013 (Rp miliar)

Lapangan Usaha Tahun 2013

1 2 3 4 Jumlah

1.Pertanian Umum 324 287 332 932 363 919 289 898 1 311 037

a. Tanaman Pangan 175 973 160 791 174 056 111 011 621 832

b. Perkebunan 30 972 47 592 56 975 39 708 175 248

c. Peternakan 38 352 39 295 42 697 44 818 165 162

d. Kehutanan 12 204 14 491 14 830 15 468 56 994

e. Perikanan 66 785 70 761 75 360 78 892 291 799

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Perairan laut Indonesia yang memiliki wilayah yang luas, didukung oleh banyaknya komoditas perikanan yang dihasilkan. Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi rata-rata hasil perikanan tangkap adalah sekitar 6.5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2011 mencapai 5.71 juta ton atau 87.85 persen dari total sumberdaya baik dari perairan umum maupun perairan laut. Total produksi perikanan tangkap khusus di perairan laut mencapai 5.23 juta ton.

(14)

mempermudah sistem pendataan sumberdaya ikan yang selanjutnya digunakan untuk pendugaan stok sumberdaya ikan di laut.

Tabel 2 Volume produksi perikanan tangkap subsektor perairan laut menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia tahun 2008-2011 (ton)

Selatan/Barat Kalimantan 229 437 235 922 235 216 238 472

Timur Kalimantan 127 547 126 145 159 157 141 967 tangkap tertinggi terdapat pada WPP Maluku-Papua yaitu mencapai angka 1.1 juta ton ikan. Volumenya juga terus meningkat dari tahun 2008 sampai 2009. Volume produksi ikan yang cukup besar juga dimiliki oleh WPP Utara Jawa. Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan volume produksi di setiap tahunnya cenderung meningkat meskipun di beberapa WPP volume produksinya cenderung berfluktuasi.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, permintaan ikan juga terus meningkat dari tahun ke tahun termasuk Indonesia.Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, merupakan salah satu penyebab terus meningkatnya kebutuhan hasil perikanan tangkap. Oleh karena itu produksi perikanan tangkap juga harus terus ditingkatkan Jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya, ikan memang memiliki kandungan gizi khususnya protein yang jauh lebih tinggi.

Menurut Food Agricultural Organization (FAO), pada tahun 2011 produksi ikan dunia dari penangkapan di laut mencapai 93.5 juta ton. Jumlah produksi ikan tangkap ini memang mengalami peningkatan namun cenderung stagnan. Pada tahun 2006, jumlah produksi ikan tangkap di laut adalah 90.0 juta ton. Dalam rentan waktu 5 tahun, jumlah produksinya hanya meningkat 3.5 juta ton.

(15)

tahun 2005 hingga 2009 mencapai 0.65 kg/kapita/tahun. Jika peningkatan ini terus terjadi secara konstan, bisa diasumsikan pada tahun 2020 tingkat konsumsi ikan di Indonesia bisa mencapai 32.55 kg/kapita/tahun.

Tabel 3 Tingkat konsumsi ikan negara-negara ASEAN tahun 2005-2009 (kg/kapita/tahun)

Negara Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Brunei Darussalam 34.20 34.50 27.50 27.00 26.50

Kamboja 26.60 34.50 34.60 34.20 33.80

Indonesia 21.80 22.30 24.00 24.70 25.40

Laos 19.00 18.60 18.40 18.20 17.90

Malaysia 49.40 52.90 55.00 54.10 53.20

Myanmar 29.70 36.60 41.30 46.70 50.80

Filipina 32.90 33.30 35.70 35.50 36.40

Thailand 32.90 30.60 28.30 22.90 24.60

Timor-Leste 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30

Vietnam 27.60 24.90 29.60 30.80 32.60

Sumber : FAO (2012)

Meningkatnya volume produksi perikanan dan tingkat kebutuhan konsumsi ikan, berdampak pada meningkatnya nilai produksi perikanan tangkap. Jika dilihat dari nilai produksinya, dari tahun 2008 hingga 2010 tidak pernah mengalami penurunan. Hal ini juga disebabkan karena jenis ikan tangkap laut yang memang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Tabel 4 Nilai produksi perikanan tangkap subsektor perairan laut menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia tahun 2008-2011 (Rp juta)

WPP Tahun

2008 2009 2010 2011ª

Barat Sumatera 6 120 986 6 948 409 7 101 768 937 245

Selatan Jawa 943 137 1 256 882 1 150 177 209 628

Selat Malaka 7 048 988 5 862 695 4 895 699 745 165

Timur Sumatera 5 140 917 5 297 588 7 647 145 1 157 659

Utara Jawa 6 572 034 7 714 729 10 107 672 1 209 244

Bali/Nusa Tenggara 2 352 353 2 575 471 2 720 308 312 640

Selatan/Barat Kalimantan 2 534 455 2 298 118 3 157 565 292 596

Timur Kalimantan 1 971 293 2 151 970 3 479 912 171 498

Selatan Sulawesi 4 728 349 4 662 893 4 849 501 877 921

Utara Sulawesi 2 427 103 2 843 435 3 245 907 796 547

Maluku-Papua 6 758 933 7 914 940 11 224 820 1 150 307

Total 46 598 548 49 527 130 59 580 474 7 860 450

ªangka sementara Sumber: KKP (2011)

(16)

kesegaran ikan ketika ikan sampai pada konsumen akhir. Mutu dan kualitas ikan yang baik merupakan aspek yang harus dipenuhi agar hasil tangkapan ikan tetap memiliki nilai yang tinggi. Oleh karena itu, dukungan sarana dan prasarana yang memadai merupakan salah satu upaya mutlak yang harus dilakukan baik itu melalui pemerintah maupun lembaga lokal yang ada pada usaha penangkapan ikan.

Dalam upaya pengembangan sektor perikanan, pemerintah memiliki peran penting dalam hal penyediaan berbagai fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dalam melakukan usaha perikanan. Adapun kemudahan-kemudahan yang dimaksud adalah kemudahan mendapatkan sarana produksi, mendaratkan hasil tangkapan, dan menjamin pemasaran, sehingga poses produksi sampaipemasarannya berjalan lancar.Dibangunnya beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perikanan. Hingga tahun 2012 pemerintah telah membangun dan mengembangkan pelabuhan perikanan di Indonesia sebanyak 816 unit yang terdiri dari 6 unit Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 14 unit Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 45 unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 749 unit Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan 2 unit pelabuhan perikanan swasta (KKP 2013).

Berdasarkan UU RI No.45/2009 tentang perubahan atas UU No.31/2004 tentang perikanan dinyatakan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dapat berupa pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar serta labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan.

Terkait dengan pendaratan hasil tangkapan dan jaminan pemasaran, salah satu sarana yang digunakan untuk mendukung pengembangan sektor perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan adalah tersedianya Tempat Pelelangan Ikan (TPI).Menurut sejarahnya, pelelangan ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di pulau Jawa dengan tujuan untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak, membantu nelayan mendapatkan harga yang layak dan juga membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya.

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.08/2012, TPI merupakan salah satu fasilitas fungsional pelabuhan dalam rangka menunjang fungsi pelabuhan. Secara teori, fungsi dari TPI yaitu sebagai pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, sarana pemungutan retribusi hasil penangkapan ikan, serta sarana penyuluhan dan pengumpulan data perikanan. Fungsi TPI tersebut dinilai cukup strategis, karena dengan adanya pelelangan persaingan harga produksi semakin tinggi dan berpengaruh kepada peningkatan pendapatan dari usaha penangkapan ikan.

(17)

produksi hasil perikanan tangkap Indonesia, pada tahun 2011 mencapai angka lebih dari 5.2 juta ton dan meningkat dari tahun sebelumnya dengan volume lebih kurang 5.1 juta ton. Sedangkan jika dilihat pada tabel 5, pada tahun 2011 volume hasil perikanan tangkap yang dijual di TPI seluruh Indonesia hanya sekitar 420 ribu ton dan jumlah itu mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Jika dipersentasikan, hanya sekitar 8.1 persen dari 5.2 juta ton volume total produksi hasil tangkapan ikan yang dijual di TPI sedangkan sisanya dijual di luar TPI.

Tabel 5Volume produksi perikanan tangkap yang dijual di TPI menurut pulau di Indonesia tahun 2007-2011 (ton)

Pulauª Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Sumatera 25 671 48 175 85 576 124 684 41 515

Jawa 321 436 355 764 336 892 462 417 292 812

Bali & Nusa Tenggara 29 278 29 507 46 664 46 161 11 430

Kalimantan 36 221 36 504 36 326 42 364 30 792

Sulawesi 48 854 55 386 45 786 40 320 36 812

Maluku & Papua 4 569 3 837 4 879 14 342 10 536

Jumlah 466 029 529 173 556 123 730 286 423 896

ª[dan pulau lain di sekitarnya] Sumber : BPS (2011)

Dari data yang disajikan pada tabel 5 tersebut terdapat suatu ketimpangan yang terjadi. TPI yang seharusnya menjadi suatu lembaga yang membantu aktivitas pada hasil tangkapan ikan para nelayan belum mampu untuk menjalankan fungsi utamanya sebagaimana mestinya. Ini terbukti dengan masih sedikitnya ikan yang dijual melalui TPI. Justru penjualan tanpa melalui TPI jauh lebih diminati dan menjadi pilihan para nelayan.Padahal secara teori, ikan yang dilelang resmi dianggap terjual pada kesepakatan harga penawaran tertinggi. Hal ini tentu seharusnya menjadikan TPI sebagai pilihan utama oleh para nelayan dalam memasarkan ikannya karena akan memperoleh pendapatan yang lebih besar dari harga ikan yang dibeli dengan harga penawaran tertinggi.

Perumusan Masalah

(18)

Tabel 6 Volume produksi perikanan tangkap sub sektor perikanan laut di laut utara jawa berdasarkan provinsi tahun 2008-2011 (ton)

Provinsi Tahun

2008 2009 2010 2011

Banten DKI Jakarta

101 422 144 718

99 799 103 428

57 254 172 422

57 891 179 592

Jawa Barat 206 953 172 747 214 040 185 819

Jawa Tengah 196 371 195 636 212 648 251 536

Jawa Timur 540 458 395510 344 716 361 769

Sumber : KKP (2011)

DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup baik. Produksi perikanan tangkap di provinsi DKI Jakarta didaratkan di empat tempat pendaratan ikan yaitu: PPS Nizam Zachman Muara Baru, PPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Kali Baru/Cilincing. Dari keempat tempat pendaratan ikan tersebut, PPI Muara Angke merupakan tempat pendaratan ikan yang memiliki TPI yang masih menjalankan sistem lelang secara murni dilihat dari keterbukaan harga lelang dan keterbukaan kepada calon peserta lelang untuk diperbolehkan mengikuti pelelangan.

Produksi ikan di PPI Muara Angke dari tahun 2006 sampai 2010 pada umumnya mengalami kenaikan. Pada tahun 2010, produksi ikan sebesar 36.3 ribu ton atau dengan laju pertumbuhan naik 70 persen dari tahun 2009 dengan produksinya 21.3 ribu ton. Nilai ikan tahun 2010 sebesar 82.6 milyar rupiah atau mengalami kenaikan cukup besar sekitar 200 persen dari tahun 2009.

Tabel 7 Perkembangan produksi, nilai dan retribusi di PPI Muara Angke

Jenis Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Produksi ikan (ribu ton) 24.6 26.1 28.8 21.3 36.3

Nilai (milyar rupiah) 54.8 56.5 63.4 26.7 82.6

Retribusi (milyar rupiah) 2.4 2.2 2.5 2.6 4.4

Sumber : UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan PPI Muara Angke (2011)

(19)

Tabel 8 Produksi dan perkiraan produksi ikan di PPI Muara Angke tahun 2010-2015 (kg)

Tahun Produksi/Tahun Produksi/Hari

2010 36 309 181 99 477

2011 39 940 099 109 425

2012 43 934 109 120 367

2013 48 327 520 132 404

2014 53 160 272* 145 645*

2015 58 476 299* 160 209*

*[masih dalam perkiraan] Sumber : UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan PPI Muara Angke (2011)

Lokasi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis, aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan beraspal, dengan sarana transportasi yang menuju ke tempat ini adalah bis dan angkutan kota. Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke sudah memiliki infrastruktur yang bagus. Pemerintah telah membangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI), gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, kios pujaseri, tempat pengepakan ikan dan berbagai fasilitas penunjang lainnya dan masih berjalan aktif.

Selain pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, kepada pihak swasta

juga diberikan kesempatan untuk bersama pemerintah melaksanakan

pembangunan kawasan. Hal ini terbukti dengan dibangunnyafasilitas-fasilitas penting oleh pihak swasta usaha perikanan seperti cold storage, pabrik es, tempat-tempat penyimpanan ikan yang tidak saja berfungsi sebagai tempat-tempat menyimpan namun juga berfungsi sebagai stabilisator harga ikan.

Penelitian ini mencoba menganalisis apakah peranan kelembagaan TPI yang ada sudah mampu untuk menciptakan suatu sistem yang baik dalam operasionalnya? Mengingat dari latar belakang yang peneliti jelaskan bahwa TPI yang seharusnya menjadi pusat pemasaran hasil perikanan tangkap belum menjadi pilihan utama bagi para nelayan dalam hal pemasaran hasil tangkapan ikan, dilihat dari jumlah volume produksi perikanan tangkap yang dijual melalui TPI masih sangat sedikit. Diharapkan dengan adanya keterlibatan kelembagaan perikanan khususnya TPI Muara Angke dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh para nelayan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peranan TPI dalam pemasaran hasil perikanan tangkap?

2. Bagaimana saluran pemasaran hasil perikanan tangkap yang terjadi di TPI dan bukan TPI pada Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke?

(20)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis peranan TPI dalam pemasaran hasil perikanan tangkap

2. Mengetahui saluran pemasaran hasil perikanan tangkap yang terjadi di TPI dan bukan TPIpada Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke

3. Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran setiap saluran pemasaran ikan melalui TPI dan bukan melalui TPI

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pemikiran baru bagi para pelaku kegiatan perikanan tangkap khususnya para nelayan agar dapat menemukan solusi dalam memecahkan masalah pada pemasaran perikanan tangkap. Adanya peran kelembagaan diharapkan dapat memberikan suatu pilihan yang paling tepat untuk menentukan saluran pemasaran yang paling efisien sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Bagi para pengambil kebijakan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk dijadikan suatu pertimbangan untuk membuat suatu kebijakan untuk melindungi nasib para pelaku usaha dalam kegiatan perikanan tangkap. Harapan lainnya semoga juga bisa menjadi salah satu informasi yang bermanfaat bagi para peneliti lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Peran Kelembagaan

Untuk menjamin berfungsi dan efektifitasnya suatu kelembagaan, diperlukan suatu sistem yang akan mampu memperkuat aspek kelembagaan. Menurut penelitian Tangsain (2013), sistem tersebut adalah adanya suatu penguatan peran dan fungsi masing-masing lembaga. Kelembagaan sebagai pelaku utama yang diharapkan berperan dalam pembangunan perikanan, pada kenyataannya sering tidak berfungsi bahkan terbentuk hanya karena aturan keproyekan yang mengharuskan adanya suatu kelompok atau lembaga untuk mendapatkan bantuan. Tapi yang paling penting menurut Tangsain adalah kesiapan atau kemampuan kelembagaan tersebut dalam menjalankan perannya secara fungsional.

Tangsain (2013) melanjutkan fungsi kelembagaan sebagai pelaku utama perikanan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor.KEP.14/MEN/2012 adalah sebagai berikut:

1. Wadah proses pembelajaran 2. Wahana kerjasama

3. Unit penyedia sarana dan prasarana produksi perikanan 4. Unit produksi perikanan

(21)

7. Organisasi kegiatan bersama 8. Kesatuan swadaya dan swadana

Manullang (2007) membahas peran kelembagaan lebih spesifik kepada kelembagaan nelayan. Lembaga nelayan yang ditelitinya memiliki peran untuk memikirkan hal-hal apa saja yang diperlukan nelayan dalam pekerjaannya sebagai nelayan, mengawasi aktivitas pelelangan ikan agar tidak merugikan nelayan, dan menjadi wadah untuk menampung aspirasi nelayan. Namun pada kenyataanya nelayan tidak dapat menentukan harga ikan. Nelayan hanya menerima harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul ataupun tengkulak. Hal ini disebabkan oleh adanya keterikatan antara nelayan dengan pedagang pengumpul atau tengkulak dalam hal pinjaman modal.

Cahyono (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelembagan petani dalam mendukung keberlanjutan pertanian sangat diperlukan untuk memberikan masukan dan pertimbangan bagi pelaku pembangunan dalam rangka pegembangan ekonomi lokal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan usaha pertanian di Desa Angdongsari terancam tidak berlanjut. Keberadaan kelembagaan petani yang menjadi wadah kerjasama petani dan berfungsi memberikan layanan yang efektif dalam usaha pertanian secara umum tidak dirasakan pernanannya oleh seluruh petani melainkan hanya sebagaian kecil saja. Faktor usia lembaga dan faktor sikap petani dalam menerima perubahan dianggap sebagai faktor penyebabnya.

Menurut Purwono (2004) dalam penelitiannya tentang pengaruh kelembagaan terhadap pendapatan nelayan, kelembagaan nelayan memiliki peranan untuk meningkatkan kemampuan manajemen organisasi para anggotanya

meliputi perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, penganggaran, dan

pengontrolan. Di samping itu, kelembagaan ini juga sebagai penyedia sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh nelayan, termasuk juga dalam penyediaan modal. Dengan adanya penyediaan modal ini, para anggota memiliki hubungan kelembagaan yang kuat karena adanya ketergantungan terhadap modal yang telah diberikan.

Pelelangan

(22)

Damona (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Terhadap Implementasi Pasar Lelang Komoditi Agro pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali“ meneliti implementasi pasar lelang konoditi agro dan kendala-kendala yang ditemukan dalam pasar lelang. Penyelenggaraan lelang dilakukan dengan sistem penyerahan kemudian (forward). Sistem lelang ini merupakan sistem lelang yang penyerahan barang secara fisik dan pembayarannya di kemudian hari. Tujuannya agar memperoleh harga keseimbangan antara penjual dan pembeli. Namun pada kenyataannya konsep tersebut tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Transaksi yang terjadi seperti belum sungguh-sungguh karena pembeli dan penjual mengetahui kontrak belum mempunyai kekuatan hukum sehingga sering terjadi peristiwa gagal serah dan gagal bayar sesuai laporan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan pada waktu penyerahan barang di gudang pembeli apakah memang terjadi transaksi secara riil atau tidak.

Epakartika (2004) dalam penelitiannya menemukan dua sistem pasar lelang untuk komoditi agro yaitu pasar lelang spot dan pasar lelang forward. Permasalahan mendasar yang terjadi pada penyelenggaraan pasar lelang komoditi agro tersebut adalah permasalah berupa gagal transaksi (gagal serah, gagal harga, dan gagal kualitas) yang umumnya terjadi pada sistem lelang forward, permasalahan keterbatasan infrastruktur, itikad baik dari pelaku pasar lelang (adanya praktek makelar), keterbatasan SDM (pihak fasilitator), belum optimalnya peran pemerintah, serta kegagalan pasar itu sendiri (tingkat harga kesepatakan belum optimum).

Tim PUD DepertemenAgribisnis IPB (2013) khusus subsistem penunjang melakukan penelitian tentang “Kajian Subsistem Penunjang Agribisnis Karet di Jambi”. Dalam penelitian tersebut pelelangan merupakan kelembagaan penunjang agribisnis karet yang memiliki peran dalam fungsi pemasaran yang mana petani menjual karet melalui proses lelang. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa petani memperoleh harga yang lebih tinggi sebagai akibat adanya persaingan antar pembeli, sehingga para petani umumnya memilih pelelangan dalam memasarkan hasil produksinya. Jumlah karet yang dijual melalui pelelangan mencapai 40 persen dari total produksi petani sedangkan sisanya melalui pedagang pengumpul atau langsung ke pabrik. Pelelangan dilakukan dengan menggunakan sistem pelelangan tertutup yang mana setiap calon pembeli tidak mengetahui harga pembelian oleh calon pembeli lainnya.

Alrasyid (2005) dalam penelitianya tentang “Pengembangan Sistem Informasi Pasar Lelang Komoditi Agro Online” meneliti suatu sistem lelang

modern dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis web yang

(23)

penyelenggara pasar lelang. Semua pelaku pasar lelang mengikuti semua aturan yang diterapkan oleh Bappeti dan Bappeti dapat merubah aturan lelang secara online.

Saluran Pemasaran Hasil Perikanan

Di dalam mendistribusikan hasil tangkapan ikan para nelayan, ada beberapa pilihan saluran pemasaran yang dilalui. Menurut penelitian Manullang (2007) pada daerah penelitiannya, secara garis besar terdapat tiga saluran pemasaran hasil tangkapan ikan setelah masuk ke TPI. Rantai saluran pemasaran produksi usaha penangkapan ikan laut di TPI adalah sebagai berikut :

1. Nelayan – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen

2. Nelayan – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen 3. Nelayan – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen

Sedangkan dalam penelitian Raharjo (2009), membagi saluran pemasaran ke dalam dua pola target pasar yang dituju yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan pasar lokal dan pasar regional, terdapat dua pola saluran pemasaran : a. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – pedagang pengecer – konsumen b. Nelayan – pedagang pengecer – konsumen

2. Tujuan pasar regional dan pasar nasional, terdapat enam pola saluran pemasaran :

a. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – perusahaan pengolahan

b. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – pedagang besar – perusahaan pengolahan

c. Nelayan – pedangan pengumpul lokal – pedagang besar – pedagang pegumpul –institusional market

d. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – pedagang besar – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen

e. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – pedagang besar – pedagang pengumpul – pedagang pengecer –institusional market

f. Nelayan – pedagang pengumpul lokal – pedagang besar – pedagang pengumpul – pasar swalayan – konsumen

(24)

Efisiensi Pemasaran Hasil Perikanan

Dalam penelitiannya, Manullang (2007) menggunakan alat analisis deskriptif yaitu Output-Input Ratio (OIR)untuk menghitung efisiensi pemasaran. Pada OIRini, peneliti membandingkan antara profit yang diterima oleh lembaga pemasaran dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Saluran pemasaran semakin efisien jika nilai OIR di setiap lembaga dalam satu saluran pemasaran cenderung sama. Artinya keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran tidak menumpuk pada satu lembaga pemasaran saja melainkan keuntungan cenderung sama dirasakan, sesuai dengan biaya pengorbanan yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut. Menurut hasil penelitiannya, saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran III (nelayan – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen).

Amalo (2005) dalam penelitiannya tentang “Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan di Kawasan PPI Muara Baru” melakukan pendekatan struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Dalam melakukan pedekatan tersebut digunakan metode analisis deskriptif. Struktur pasar dianggap kurang efisien karena mengarah kepada pasar oligopoli.Semua ikan tangkapan nelayan harus dijual melalui proses lelang dan pembelinya sudah ditetapkan yaitu hanya pedagang grosir yang sudah terdaftar di Koperasi yang ditunjuk oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Untuk analisis perilaku pasar dilihat dengan menggunakan pendekatan penentuan harga dan pembentukan harga. Perilaku pasar dianggap kurang efisien karena dalam penentuan harga lebih dipengaruhi oleh informasi harga yang berasal dari para pedagang grosir dan dalam pembentukan harga menggunakan harga dasar yang sudah ditetapkan pemerintah. Sedangkan untuk analisis keragaan pasar dilakukan dengan menganalisis elastisitas transmisi harga. Nilai elastisitas yang kurang dari satu menandakan bahwa harga di tingkat pasar kurang dapat ditransmisi dengan baik ke tingkat pasar sebelumnya.

(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Defenisi Kelembagaan

Menurut Kherallah dan Kirsten (2001), kelembagaan dapat diartikan sebagai suatu gugus aturan formal (hukum, kontrak, sistem politik, organisasi, pasar, dan lain sebagainya) serta informal (norma, tradisi, sistem nilai, agama, tren sosial, dan lain sebagainya) yang memfasilitasi koordinasi dan hubungan antara individu ataupun kelompok.

Dalam pengertian lain menurut Uphoff (1986), dia membedakan antara lembaga dengan kelembagaan. Lembaga merupakan sekumpulan norma dan perilaku yang telah berlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang atau lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam hal ini lembaga dapat memiliki struktur yang tegas, formal, dan dapat menjalankan satu fungsi kelembagaan atau lebih.

Uphoff (1986) menambahkan, istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, social institusion

dan social organization berada pada level yang sama untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, grup, social form, dan lain-lain yang relatif sejenis. Namun pada perkembangannya kelembagaan lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya baik social institusion ataupun social organization. Kelembagaan lebih dipilih karena kata organisasi menunjuk kepada suatu yang bersifat formal. Kata kelembagaan juga lebih disukai karena memberi kesan lebih sosial dan lebih menghargai budaya lokal atau lebih humanistis.

Ostrom (1985) menyampaikan kelembagaan sebagai suatu aturan dan rambu-rambu yang berfungsi sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi dapat ditentukan oleh beberapa unsur yaitu aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.

Tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Nikijuluw (2002) juga menyampaikan bahwa kelembagaan itu merupakan suatu aturan main dalam masyarakat yang dipengaruhi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik. Kelembagaan atau aturan main tersebut dapat terbentuk dengan sendirinya melalui suatu proses yang cukup lama. Kelembagaan juga sangat erat hubungannya dengan taraf hidup, kesejahteraan dan kerusakan lingkungan. Kelembagaan dapat membentuk struktur masyarakat mandiri dalam menghadapi perubahan-perubahan sehingga mempengaruhi keputusan masyarakat.

Penetapan Harga pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

(26)

1. Negosiasi individu (individual negotiation), transaksi terjadi secara sederhana berdasarkan kekuatan tawar-menawar partisipan pasar. Dalam bentuk sempurna, kekuatan pasar dan informasi sama untuk semua partisipan yang berarti pasar dalam kondisi pasar bersaing.

2. Pasar terorganisir (organized markets), keadaan pasar terorganisir mempunyai kegunaan yang luas untuk komoditas pertanian karena negosiasi individu tidak formal dan butuh biaya yang tinggi. Kondisi pada pasar ini sangat efisien untuk

menemukan harga yang seimbang (market clearing prices) karena

membutuhkan biaya transaksi yang kecil dari biaya total pemasaran.

3. Harga terkelola (administered prices), untuk produk dengan diferensiasi yang tinggi. Penentuan harga ditentukan sepihak oleh penjual, agen atau pemerintah yang berupaya membedakan antara public dan private.

4. Penentuan harga secara kolektif atau kelompok (collective bargaining approaches to pricing). Penentuan harga secara berkelompok untuk meningkatkan bargaining power.

Pasar lelang yang dalam hal ini adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) digolongkan kedalam penentuan harga yang kedua yaitu pasar yang terorganisir (organized markets) karena pada dasarnya transaksi yang dilakukan di TPI adalah untuk memasarkan produk dengan biaya transaksi kecil namun para nelayan tetap memperoleh harga yang seimbang melalui pelelangan dengan harga tertinggi oleh peserta lelang.

Lembaga dan Saluran Pemasaran Hasil Perikanan

Lembaga pemasaran adalah suatu badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran yang mana barang bergerak dari pihak produsen sampai ke pihak konsumen. Di dalam lembaga pemasaran ini terdapat golongan produsen, pedagang perantara, lembaga pemberi jasa. Golongan produsen memiliki tugas utama menghasilkan barang. Yang termasauk golongan ini adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. Selain berproduksi, mereka juga aktif dalam menyalurkan hasil produksinya kepada konsumen. Pedagang perantara bisa berupa perorangan, perserikatan atau perseroan yang bergerak di bidang pemasaran. Mereka mengumpulkan barang yang berasal dari produsen untuk disalurkan kepada konsumen. Lembaga pemberi jasa adalah mereka yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi pemasaran yang dilakukan oleh produsen atau pedagang perantara misalnya bank, biro iklan,usaha pengangkutan, dan sebagainya (Hanafiah, 1983).

(27)

Gambar 1 Proses penyaluran hasil perikanan bahan mentah (Hanafiah, 1983)

Keterangan:

P : Nelayan

P1 :Pedagang pengumpul lokal

Ip : Industri pengolahan

Seperti yang dijelaskan pada gambar 1, pada umumnya nelayan (P) menyalurkan hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul lokal (Pl). Setelah itu dari pengumpul lokal disalurkan lagi ke industri pengolahan (Ip) untuk diolah menjadi barang siap konsumsi. Tapi ada juga yang saluran pemasarannya dari nelayan langsung ke industri pengolahan. Pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi dari produsen sampai ke konsumen pada umumnya menggambarkan proses pengumpulan maupun penyebaran. Hal itu dapat kita lihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Skema penyaluran hasil perikanan barang konsumsi (Hanafiah, 1983)

Keterangan:

P : Nelayan

Pl : Pedangang pengumpul lokal

Pb : Pedagang besar

R : Retailer (pedagang pengecer)

IM : Institusional market (misalnya restaurant, rumah sakit)

E : Pedagang ekspor

P

P

P

P P

R

R

R

E Pl

Pl

Pb

IM

Konsumen

P P P P P

P1 Pl

(28)

Menurut Hanafiah (1983), panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. 2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus

segera diterima konsumen, dengan demikian saluran pemasaran yang dilalui dari produsen harus cepat sampai kepada konsumen.

3. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula yang mana akan tidak menguntungkan jika produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.

4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan (modalnya) kuat akan dapat melakukan fungsi pemasaran lebih banyak dibandingkan denga pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga.

Efisiensi Pemasaran

Purcell (1979) memberikan indikator efisiensi pemasaran dari produk agribisnis yang dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu:

1. Efisiensi operasional, berhubungan dengan semua pelaksanaan aktivitas pemasaran yang bertujuan untuk memaksimumkan rasio antara output dan input pemasaran. Marjin pemasaran dan farmer’s share (fisherman’s share untuk nelayan) merupakan analisis yang sering dilakukan dalam kajian efisiensi operasional.

2. Efisiensi harga, berhubungan dengan kemampuan dalam pengalokasian sumberdaya, koordinasi produksi dan proses pemasaran yang efisien serta sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Intinya tidak pihak yang merasa dirugikan baik itu produsen maupun konsumen.

Hanafiah (1983), menjelaskan efisiensi teknis mencakup pada prosedur, teknis, skala operasi dengan tujuan adanya penghematan secara fisik yang meliputi usaha untuk mengurangi kerusakan, mencegah mutu produk mengalami penurunan dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan untuk efisiensi ekonomi mencakup semua kegiatan pemasaran yang dilaksanakan dengan biaya terendah namun memperoleh profit dengan memanfaatkan teknologi, keterampilan serta pengetahuan yang tersedia. Pengertian efisiensi pemasaran yang dimaksudkan oleh pengusaha swasta berbeda dengan yang dimaksud oleh konsumen karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dan konsumen. Pengusaha mengangga suatu sistem pemasaran efisien apabila penjualan produknya dapat mendatangkan keuntungan tinggi baginya. Sebaliknya konsumen menganggap sistem pemasaran itu efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga rendah.

(29)

Pr

Pf

P Sr

Sf

Dr Df

Qr,f Q

terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer’s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi di tingkat usahatani. Dengan demikian proses pemasaran agribisnis yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, lembaga-lembaga pemasaran sesuai dengan nilai pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen.

Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin.

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta di dalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam keseimbangan.

Margin Pemasaran

Biaya pemasaran suatu produk biasanya diukur secara kasar dengan margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Pada suatu perusahaan istilah margin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba (Hanafiah, 1983).

Hammond dan Dahl (1977) melihat margin pemasaran dari perspektif makro atau sistem pemasaran yang menggambarkan kondisi pasar di tingkat lembaga pemasaran yang berbeda minimal pasar di tingkat petani dan pasar di tingkat konsumen akhir dengan asumsi struktur pasar di setiap tingkat merupakan pasar kompetitif sehingga kurva supply dan demand di setiap tingkat pasar mempunyai slope yang sama dan jumlah transaksi di setiap tingkat pasar juga sama.

Gambar 3 Margin pemasaran

Sumber : Hammond dan Dahl, 1977

Keterangan:

Dr = permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand) Df = permintaan di tingkat petani (derived demand)

(30)

Sf = penawaran di tingkat petani (derived supply) Pr = harga di tingkat konsumen akhir

Pf = harga di tingkat petani

Qr,f = jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir

Harga di tingkat petani (Pf) adalah harga riil yang diterima petani untuk membayar hasil panennya sedangkan harga di tingkat konsumen akhir (Pr) adalah harga yang harus dibayar konsumen akhir untuk memperoleh produk. Keseimbangan harga di tingkat pengecer merupakan perpotongan antara kurva penawaran turunan (derived supply curve) dengan kurva permintaan primer (primary demand curve). Sedangkan keseimbangan harga di tingkat petani merupakan perpotongan antara kurva penawaran primer (primary suppy curve) dengan kurva permintaan turunan (derived demand curve).

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa margin pemasaran merupakan suatu konsep yang banyak dipakai untuk menganalisis efisiensi pemasaran, baik efisiensi teknis maupun efisien harga. Dari perspektif makro yang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang lebih luas, margin pemasaran menganalisis pemasaran produk mulai dari petani produsen sampai di tingkat konsumen akhir yang mana memiliki perbedaan margin pada setiap sistem karena adanya perbedaan perlakuan atau penanganan produk sehingga terdapat perbedaan biaya dan kepuasan konsumen akhir. Margin pemasaran dipergunakan untuk mengkaji sebaran harga yang dibayar konsumen akhir sampai kepada petani. Sedangkan dari perspektif mikro atau perusahaan tertentu, margin pemasaran merupakan selisih harga jual dengan harga beli dengan kata lain margin pemasaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan keuntungan yang diperoleh perusahaan akibat adanya aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Kerangka Pemikiran Operasional

Volume dan nilai produksi perikanan terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun hal ini belum menjamin kemakmuran bagi semua pelaku usaha perikanan tangkap ini. Sifat utama dari ikan yang mudah membusuk (perishable food) menjadi tantangan bagi pelaku usaha agar tetap menjaga mutu dan kualitas hasil tangkapan. Pemerintah terus berusaha untuk membangun beberapa sarana dan prasarana pendukung di pelabuhan yang mampu memperlancar kegiatan mulai dari bongkar muat hasil tangkapan hingga pemasaran ikan sampai ke konsumen akhir.

(31)

Penelitian ini ingin melihat seberapa besar dampak peranan kelembagaan khususnya TPI dalam efisiensi pemasaran hasil tangkapan ikan. Di samping itu peneliti ingin mengetahui alasan para nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan ikannya tanpa melalui pelelangan. Saluran pemasaran tanpa melalui TPI apakah memiliki nilai efisiensi yang lebih baik daripada pemasaran melalui TPI atau sebaliknya.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, DKI Jakarta. Penentuan lokasi dipilih secara sengaja dengan alasan karena PPI Muara Angke masih menjalankan aktivitas pelelangan ikan di TPI Muara Angke setiap harinya. Di samping itu, potensi konsumen yang ada di lokasi

Volume penjualan ikan melalui TPI menurun padahal volume produksi ikan terus meningkat

Volume dan nilai produksi perikanan tangkap terus meningkat

Dibangun TPI sebagai pusat pemasaran hasil tangkapan ikan oleh nelayan untuk memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan melalui sistem pelelangan

Bagaimana peranan TPI dalam pemasaran ikan? Bagaimana saluran pemasaran ikan di TPI atau tidak?

Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran setiap saluran pemasaran?

Analisis data deskriptif dari hasil wawancara dengan

para responden

MT= ƩMi F’s = x100%

Rasio keuntungan dan biaya =

(32)

penelitian juga sangat besar mengingat bahwa Muara Angke berada dekat dengan ibukota negara. Pelaksanaan penelitian ini dilasanakan dari bulan April sampai bulan Mei 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh berbagai instansi dan dinas yang terkait dengan penelitian ini seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kantor UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, studi literatur dan sumber tertulis lainnya.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Kuesioner. Berupa pertanyaan terstruktur yang diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang diberikan. Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan menyangkut fakta dan pendapat responden.

2. Wawancara terstruktur. Wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden, dalam kalimat dan urutan yang seragam. Wawancara yang dilakukan meliputi identifikasi dampak peranan kelembagaan di TPI.

Metode Penentuan Responden

Nelayan

Populasi dalam penelitian ini adalah para nelayan yang ada di lingkungan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, baik itu nelayan lokal maupun nelayan pendatang. Nelayan merupakan nelayan bulanan sehingga untuk pengambilan data produksi merupakan data dalam satu kali periode produksi (melaut). Sampel nelayan diambil dengan menggunakan metodeAccidental Sampling (Convenience Sampling) atau responden diambil sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja nelayan yang secara kebetulan mendaratkan kapalnya pada saat penelitian dan bertemu dengan peneliti serta cocok dijadikan sebagai sumber data. Total nelayan respondensebanyak 31 orang yang terdiri dari 17 nelayan yang menjual hasil tangkapannya melalui pelelangan murni di TPI dan 14 nelayan lainnya yang bukan melalui melalui pelelangan murni di TPI.

Pedagang

Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan metode Snowball

(33)

Pengelola TPI

Pengambilan sampel diambil secara sengaja yang terdiri dari pimpinan TPI, juru lelang dan juru tulis pada saat lelang masing-masingnya satu orang. Wawancara juga dilakukan kepada staff kepelabuhan dan pelelangan UPT. PKPP PPI Muara Angke.

Metode Pengolahan Data

Untuk mengetahui mekanisme saluran pemasaran, peranan TPI, dan dampak peranan TPI dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menanyakan langsung kepada responden sampel yang ada di lapangan. Margin pemasaran digunakan untuk melihat perbedaan harga di setiap lembaga pemasaran dalam satu saluran pemasaran. Margin pemasaran ini dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:

Mi = = Ci + πi

πi = Mi -Ci

MT = Ʃ Mi = Pr – Pf

Dimana:

Mi : Margin di saluran pemasaran ke i, dimana i = 1,2,...,n : harga penjualan untuk saluran pemasaran ke-i

: harga pembelian untuk saluran pemasaran ke-i

πi : keuntungan lembaga pemasaran ke-i

Ci : biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i

MT : Margin total

Ukuran efisiensi pemasaran lainnya dengan menggunakan indikator

Fisherman’s Share untuk melihat seberapa besar persentase bagian yang diterima nelayan. Semakin tinggi nilai dari Fisherman’s Share, maka nelayan lebih diuntungkan. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

F’s =

x

100% Dimana:

F’s : persentase bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) : harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir)

: harga di tingkat nelayan produsen

Sedangkan untuk mengetahui tingkat efisiensi saluran pemasaran, dilakukananalisis deskriptif dengan menggunakan analisis rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran. Jika nilai rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dalam satu saluran pemasaran cenderung sama atau merata, maka saluran pemasaran tersebut bisa dikatakan efisien.

(34)

Dimana:

π : profit lembaga pemasaran

c : biaya dari adanya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran

Definisi dan Batasan Operasional

Definisi operasional

1. Penangkapan ikan adalah kegiatan mengumpulkan atau menangkap ikan di perairan umum secara bebas dan bukan milik perorangan.

2. Produksi perikanan adalah semua hasil yang diperoleh oleh nelayan dari kegiatan penangkapan ikan.

3. Nelayan adalah orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan merupakan suatu profesi sebagai mata pencaharian.

4. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan

ikan dari nelayan dan menjualnya kepada pedagang perantara atau ke konsumen.

5. Pedagang grosir adalah mereka yang aktif membeli ikan dari nelayan dan menjualnya kepada pedagang pengecer dan konsumen, mereka biasa disebut tauke.

6. Pedagang pengecer adalah mereka yang menjual ikan kepada konsumen akhir dalam jumlah yang tidak terlalu besar jika dibanding dengan pedagang pengumpul atau pedagang grosir.

7. Biaya pemasaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran selama proses penyaluran ikan dari nelayan hingga ke konsumen akhir. 8. Margin pemasaran total (MT) adalah perbedaan harga di tingkat nelayan

produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir.

9. Margin di tingkat lembaga pemasaran (Mi) adalah selisih harga jual di tingkat lembaga ke-i dengan harga belinya.

Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, DKI Jakarta.

2. Waktu penelitian adalah April-Mei 2014

3. Jenis ikan yang diteliti adalah ikan tenggiri karena merupakan jenis ikan yang pada saat penelitian merupakan ikan yang diproduksi oleh semua responden (nelayan) dan memiliki kestabilan volume produksi dan harga dalam setahun terakhir (lampiran 3).

4. Nelayan responden adalah nelayan yang pada saat penelitian mendaratkan kapalnya di PPI Muara Angke yang melakukan pelelangan ikan di TPI dan tanpa pelelangan.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke berada di Kelurahan Pluit, Kecamatan Pejaringan, Jakarta Utara.Kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke dibangun sejak 1978 secara keseluruhan yang dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang tersebar di beberapa lokasi dan dalam kawasan Muara Angke. Kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke merupakan kawasan sebagai pusat pembinaan perikanan dimana sebagian besar masyarakat yang berjumlah lebih dari 40 000 orang yang mata pencahariannya tergantung kepada kegiatan perikanan. Secara geografis kawasan Muara Angke terletak di delta Muara Angke dan berbatasan dengan:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Muara Karang

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kali Adem

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kali Asin

Dalam area lokasi site vegetasi alami yang menonjol adalah berupa tanaman bakau(mangrove) yang cukup rimbun. Luas area mangrove sudah sangat sedikit berada di sekitar kolam percobaan budidaya. Sepanjang pantai sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh kegiatan perikanan dan pemukiman nelayan. Di sisi timur muara di area rencana kawasan wisata eco marine, hutan mangrove masih tumbuh dengan cukup baik. Di sekitar site terdapat pemukiman nelayan yang padat dan berbaur dengan fasilitas-fasilitas ekonomi lainnya.

Penyerapan tenaga kerja yang terserap di pelabuhan PPI Muara Angke adalah lebih dari 40 000 orang yang terdiri dari tenaga kerja di unit produksi, unit pengolahan, unit pemasaran dan unit penunjang. Unit produksi meliputi nelayan, tenaga bongkar muat, pengangkut ikan, koperasi, dan peserta lelang. Unit pengolahan meliputi tenaga pengepakan, pengolah ikan, warung penunjang, tenaga di cold storage, dan workshop pengolahan ikan.

Koperasi Mina Jaya

Dalam proses pelaksanaan kegiatan pelelangan ikan di TPI Muara Angke, Koperasi Mina Jaya merupakan koperasi yang ditunjuk berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta sebagai unit pelaksana kegiatan pelelangan. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Mahad, salah seorang staf kepelabuhan perikanan dan pelelangan ikan UPT. PKPP PPI Muara Angke, Koperasi Mina Jaya telah menjadi unit pelaksana pelelangan dari tahun 1999 sampai sekarang. Setiap tiga tahun dilakukan perpanjangan setelah adanya evaluasi dari pihak Dinas Perikanan dan Dinas Provinsi DKI Jakarta. Dari tahun 1999 Koperasi Mina Jaya belum pernah diganti sebagai unit pelaksana pelelangan karena di samping hasil evaluasi yang baik, koperasi atau unit pelaksana pelelangan lain yang lebih baik juga tidak ada.

(36)

berubah nama menjadi Gabungan Koperasi Perikanan (GKP) Daerah Khusus Ibukota Djakarta.

Pada tanggal 30 Desember 1974 Rapat Anggota Khusus Gabungan Koperasi Perikanan DKI Jakarta membuat sebuah hasil rapat berupa keputusan untuk melakukan penggabungan bagi seluruh Koperasi Perikanan di DKI Jakarta dan terjadi perubahan pada anggaran dasar dan inilah merupakan awal mula terbentuknya Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta yang memiliki Hak Badan Hukum No. 471.a/BH/I/12-6 yang disahkan pada tanggal 9 Juni 1975. Rapat Anggota untuk merubah Anggaran Dasar kembali dilakukan pada 21 Desember 1995 untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan koperasi ini tetap bernama Koperasi Perikanan Mina Jaya sampai sekarang.

Koperasi Mina Jaya ini memiliki tugas antara lain: menyelenggarakan pelelangan ikan; mengatur dan mengelola uang pengembalian retribusi; menunjuk dan menetapkan petugas koperasi sebagai kepala pelelangan; pengurus bongkar ikan, juru timbang, juru lelang, juru bakul, dan kasir pelelangan; melaporkan kegiatan penyelenggaraan.Koperasi ini memiliki enam unit usaha yakni unit garam, gas, air dan PAM, jasa, simpan pinjam dan TPI.

Gambar 5 Struktur organisasi pengurus Koperasi Mina Jaya unit TPI

1. Kepala pelelangan: memimpin dan mengkordinir semua kegiatan pelelangan mulai dari pra lelang hingga pasca lelang

2. Pengawas bongkar ikan: mengatur pembongkaran ikan dari kapal untuk dimasukan ke dalam kotak (trays) yang telah disediakan oleh TPI

3. Juru timbang: menimbang ikan yang ada di dalam trays dan memberi label berat ikan, jenis ikan dan nama pemilik ikan serta menempatkannya di ruang pelelangan sesuai nomor urut bongkar

4. Juru lelang: melaksanakan pelelangan ikan dengan mengadakan penawaran bertingkat untuk memperoleh harga kesepaktan tertinggi

5. Juru bakul: melaksanakan pencatatan setiap transaksi lelang pada buku penjual dan pembeli dengan menuliskan nama penjual/pembeli, jenis ikan dan banyaknya ikan serta harga lelang

6. Kasir pelelangan: menerima uang jaminan pelelangan ikan dari calon pembeli, menerima uang harga lelang ikan dari pemenang lelang, menyerahkan uang

(37)

hasil lelang kepada pemilik ikan, menghitung retribusi yang harus dibayar penjual dan pembeli ikan, menerbitkan tanda bukti catatan hasil pelelangan, menerbitkan tanda bukti retribusi yang telah dibayar, pembukuan retribusi dan meyetorkan uang retribusi.

Para anggota Koperasi Mina Jaya pada dasarnya juga merupakan anggota masyarakat nelayan di Muara Angke. Anggota koperasi pada khususnya tersebar di wilayah Jakarta Utara yaitu Muara Angke, Cilincing, Marunda, Kamal Muara, dan Kali Baru. Namun juga masih ada anggota yang berasal dari luar Jakarta Utara. Anggota koperasi tersebut diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok yaitu pemilik jaring gillnet, pemilik jaring rampus, nelayan anak buah kapal (ABK), bakul dan pemasaran ikan, pengolah ikan, pedagang ikan dan lain-lain. Koperasi Perikanan Mina Jaya beranggotakan 2 187 orang yang 613 orang di antaranya berstatus sebagai pemilik kapal penangkap ikan.

Sarana dan Prasarana di Kawasan PPI Muara Angke

Luas area yang terpetakan dalam survey topografi dan bathymetri kawasan PPI Muara Angke lebih kurang 71.73 ha. Dari luas tersebut, sudah dimanfaatkan untuk menempatkan fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan penunjang. Berikut penggunaan lahan dari kawasan PPI Muara Angke:

Perumahan nelayan

Tahun 1978 sampai dengan tahun 1996 telah dibangun 1 128 unit perumahan nelayan. Kemudian pada tahun 2004 dibangun 600 unit rumah susun yang dibangun dalam bentuk 7 blok dengan 30 tower. Rumah susun ini dibangun dengan sumber anggaran berasal dari pihak swasta. Sumber anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembangunan 4 blok yang terdiri dari 340 unit dari konpensasi pembangunan fasilitas umum dan fasilitas khusus Pantai Indah Kapuk dan 3 blok sebanyak 260 unit dari Yayasan Budha Tzu Chi. Pada umumnya penghuni rumah susun ini adalah merupakan warga gusuran dari Kali Adem.

Gambar 6 Perumahan nelayan di PPI Muara Angke

Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT)

(38)

cucut, cumi, layang, pari, petek, samge, tenggiri dan tongkol. Sedangkan jumlah pengolah dan jenis olahannya adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan ikan asin = 189 orang

2. Pengolahan ikan pindang = 1 orang

3. Pengolahan terasi = 2 orang

4. Pengolahan kerupuk kuli pari = 5 orang

5. Pengolahan kuli pari = 3 orang

6. Pengolah ikan lembah kolam = 3 orang

Gambar 7 PHPT di PPI Muara Angke

UPT. PKPP PPI Muara Angke

Selama ini nelayan yang melakukan kegiatan di DKI Jakarta merupakan nelayan asli dan pendatang yang bermukim di sepanjang wilayah pantai DKI Jakarta dan sekitarnya serta di kepulauan seribu. Untuk itu dibangunlah Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT. PKPP PPI) Muara Angke berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 192 tahun 2010 yang mempunyai tugas sebagai pengelola semua aktivitas perikanan di kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, UPT. PKPP PPI Muara Angke mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Unit Pengelola

2. Penyusunan dan pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Unit Pengelola

3. Pelaksanaan perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan pelabuhan

4. Pelaksanaan penerbitan rekomendasi izin kapal masuk dan keluar pelabuhan serta pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan

5. Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan fasilitas penunjang lainnya

6. Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan

7. Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di kawasan pelabuhan perikanan

(39)

Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 192 tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja UPT PKPP PPI, susunan organisasi UPT. PKPP PPI Muara Angke terdiri dari:

1. Kepala UPT

2. Subbagian Tata Usaha

3. Seksi Kepelabuhan Perikanan dan Pelelangan Ikan

4. Seksi Fasilitas Usaha, Pemukiman Nelayan, Keamanan dan Ketertiban 5. Sub Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 8 Susunan organisasi UPT. PKPP PPI Muara Angke

Dari kepengurusan UPT. PKPP PPI Muara Angke di atas, setiap unit bagianmulai dari bagian: tata usaha; kepelabuhan perikanan dan pelelangan ikan; fasilitas usaha, perumahan nelayan, keamanan dan ketertiban, memiliki fungsi pengawasan terhadap setiap sarana dan prasarana yang ada di kawasan pelabuhan

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan

Kepala UPT. PKPP dan PPI

Ka. Sub Bagian Tata Usaha

Kepala Seksi Kepelabuhan Perikanan dan Pelelangan Ikan

Kepala Seksi Fasilitas Usaha, Perumahan Nelayan, Kemanan

dan Ketertiban

Sub Kelompok Jabatan Fungsional

Staf

Staf Staf

(40)

berdasarkan tugas dan kedudukannya masing-masing. Sarana dan prasarana

Fasilitas Fungsional Jumlah (unit) Luas (m²)

Fasilitas Produksi bakan solar 2 unit, pom bahan bakar premium

1 unit) 229.39

Gambar

Tabel 1  PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada setiap triwulan tahun 2013 (Rp miliar)
Tabel 2  Volume produksi perikanan tangkap subsektor perairan laut  menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia tahun 2008-2011 (ton)
Tabel 3  Tingkat konsumsi ikan negara-negara ASEAN tahun 2005-2009 (kg/kapita/tahun)
Gambar 2  Skema penyaluran hasil perikanan barang konsumsi (Hanafiah, 1983)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan khususnya ikan yang dihasilkan dari tangkapan laut, melalui tahapan

Faktor eksternal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi nelayan adalah kelembagaan nelayan; (2) mutu sumber daya manusia nelayan masih rendah, diperlihatkan dengan:

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan khususnya ikan yang dihasilkan dari tangkapan laut, melalui tahapan

Peranan yang dilakukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta dalam pengembangan ekonomi masyarakat nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara adalah meningkatkan

Penentuan responden menggunakan accidental sampling (convenience sampling) untuk nelayan dan snowball sampling untuk lembaga pemasaran berikutnya. Hasil penelitian ini menemukan

Hasil penelitian dari identifikasi ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex yang menginfeksi di bagian mukosa dan bagian lumen usus ikan salem, di.. Pangkalan

Faktor eksternal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi nelayan adalah kelembagaan nelayan; (2) mutu sumber daya manusia nelayan masih rendah, diperlihatkan dengan:

Grafik frekuensi trip kapal bulan Mei 2022-April 2023 3.4.2 Alat Tangkap Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alat tangkap yang digunakan di Pangkalan Pendaratan Ikan Oeba